BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Salah satu masalah yang menjadi masalah global baik di negara maju
maupun negara berkembang adalah obesitas (WHO, 2012). Obesitas yang merupakan masalah kelebihan berat badan ternyata kini tidak hanya menjadi masalah di negara maju, namun meningkat juga prevalensinya di negara berkembang (Sagiran, 2014). Jika selama ini fakta menunjukan bahwa Amerika Serikat memiliki tingkat obesitas tertinggi, berdasarkan penelitian di DKI Jakarta pada tahun 2006, tingkat obesitas di Indonesia, khususnya di Jakarta, hampir sama dengan yang terjadi di Amerika serikat (Sagiran, 2014). Hasil penelitiaan menunjukan bahwa 67% warga Jakarta memiliki berat badan yang beresiko obesitas (Yen, 2009). Penelitian tersebut juga menemukan bahwa 95% wanita Jakarta memiliki lingkar perut diatas normal dan hanya 5% yang lingkar perutnya masih normal. Lingkar perut normal adalah 80 cm sehingga 90 cm dikatakan tidak normal (yen, 2009). Kondisi ini dapat berpotensi menimbulkan penyakit-penyakit sindrom metabolik, yang bisa mengarah kepada penyakit jantung dan diabetes (Sagiran, 2014). Sebenarnya pada tahun 2005, (WHO, 2012) prevalensi obesitas di indonesia masih terhitung rendah, yakni sebesar 5-10% saja. Namun demikian, pada tahun 2011, di negara-negara Asia Tenggara mengalami ledakan angka kegemukan hampir disemua negara. Angka obesitas paling tinggi terjadi di Malaysia 44,2%, Thailand 33,2%, Singapore 30,2%, Philipina 26,5%, dan Indonesia 21%. Indonesia, meskipun menduduki urutan ke-5 di Asia Tenggara, jika dibandingankan dengan prevalensi tahun 2005, telah mengalami lonjakan dua kali lipat dari 5-10% menjadi 21%. Fakta bahwa telah terjadi kenaikan tingkat prevalensi obesitas sebanyak dua kali lipat dalam kurun waktu enam tahun, tentu menjadi catatan tersendiri. Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) tahun 2013 menunjukkan data yang lebih spesifik. Tahun 2007, prevalensi obesitas pada laki-laki berusia lebih dari
1
2
18 tahun sebesar 13,9%, menurun di tahun 2010 sebesar 7,8%, kemudian mengalami peningkatan kembali menjadi 19,7% di tahun 2013. Sementara pada perempuan dengan rentang usia yang sama menunjukkan kenaikan disetiap tahunnya. Pada tahun 2007 prevalensi obesitas perempuan di Jakata sebesar 13,9%, kemudian naik menjadi 15,5% di tahun 2010, dan puncaknya 32,9% di tahun 2013. Trend kenaikan prevalensi obesitas yang ditunjukkan oleh data diatas menunjukkan perlunya upaya prevensi agar angka tingkat obesitas tidak terus meningkat. Yen (2009) menyebutkan, kenaikan prevalensi obesitas disebabkan antara lain karena perubahan gaya hidup, kecenderungan mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak tinggi seperti junk food serta pengaturan pola makan yang tidak seimbang. Obesitas sendiri sebenarnya dapat dicegah dengan cara sederhana, antara lain dengan melakukan aktivitas yang cukup dan pengaturan pola makan. Namun sayangnya, pengaturan pola makan belum berjalan dengan optimal, sementara makan sendiri pada hakikatnya adalah kebutuhan primer manusia agar dapat menjalankan aktivitas sehari-hari (Riskesdas, 2013). Pengaturan pola makan yang belum optimal tersebut salah satunya disebabkan oleh pengetahuan yang tidak memadai tentang makan sehat. Berdasar sebuah penelitian, pengetahuan atas makan tidak sehat justru lebih baik dibandingkan pengetahuan makan sehat (Power et al., 2010; Stevenson et al., 2007). Pemerintah sebenarnya telah lama mempromosikan konsep makan sehat melalui jargon “empat sehat lima sempurna” yakni makan dengan komposisi yang lengkap untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh manusia (Yen, 2009). Namun, usaha tersebut tidak akan berjalan dengan baik tanpa didukung oleh sikap positif masyarakat terhadap makanan sehat. Sikap menurut Allport (dalam Sarwono & Meinarno, 2009), merupakan suatu kesiapan mental, yakni proses yang berlangsung di dalam diri seseorang, bersama dengan pengalaman individual masing-masing, mengarahkan dan menentukan respon terhadap berbagai objek dan situasi. Sikap menurut Grenwald (1989) memiliki peranan penting dalam pembentukan perilaku. Jika dilihat berdasarkan teori-tori sikap artinya sikap memiliki kaitan dengan perilaku
3
maka perilaku makan sehat, sebagi usaha penanganan masalah obesitas tersebut tidak akan berjalan dengan baik tanpa didukung oleh sikap positif masyarakat terhadap makanan sehat sehingga masyarakat dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sikap yang baik terhadap makan sehat tentu akan menjadi predisposisi bagaimana seseorang akan dapat menerapkan perilaku makan sehat. Selain itu, jenis kelamin ternyata juga berpengaruh dalam perilaku makan secara umum. Misalnya saja, dalam preferensi jenis makanan yang dipilih. Menurut sebuah situs Pharma Business Week menyebutkan bahwa pada tahun 2008 International Conference on Emerging Infectious Diseases yang diselenggarakan di Atlanta, Georgia mengemukakan temuan bahwa memang ada perbedaan kebiasaan makan antara laki-laki dengan perempuan. Laki-laki cenderung memilih daging dan unggas, sementara perempuan lebih menyukai buah dan sayur. Hal ini senada dengan penelitian sebelumnya bahwa terdapat perbedan antara laki-laki dengan perempuan dalam konsumsi serat (Dynesen, dkk, 2003). Perilaku memiliki korelasi yang kuat dengan sikap, Bohner dan Wanke (2010) bahkan menyatakan bahwa sikap adalah predisposisi prilaku. Artinya, dapat dikembangkan dugaan sementara yang akan menarik untuk diteliti lebih lanjut, yakni bahwa akan ada perbedaan pula dalam sikap terhadap makan sehat antara laki-laki dan perempuan. Masalah obesitas, sangat perlu menjadi perhatian karena memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa masalah kesehatan pada dewasa, anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh obesitas menjadi faktor yang signifikan atas resiko kematian dini dan munculnya penyakit kronis akibat kesulitan bernafas, hipertensi dan gangguan kardiovaskular (WHO, 2012). Intervensi untuk memerangi obesitas harus segera ditegakkan dan usaha preventif harus dilakukan pada usia sedini mungkin. Masa dewasa awal adalah masa yang penting sebagai fondasi bagaimana keadaaan fisik dimasa yang akan datang (Arnett dalam Santrock, 2013). Sebuah studi longitudinal yang melibatkan lebih 5000 lelaki dan perempuan muda misalnya, menemukan bahwa mereka yang menjaga berat badan memiliki resiko yang lebih rendah atas penyakit jantung di masa depan
4
(Llyod-Jones, dkk (2004) dalam Santrock (2013). Artinya, selain menarik untuk diteliti lebih lanjut perbedaan sikap terhadap makan sehat antara laki-laki dan perempuan, akan lebih aplikatif pula jika dilakukan pada mereka yang berada pada kategori dewasa awal. Masa dewasa awal menurut Arnett (dalam Santrock, 2013) terjadi dalam tahapan usia 18-25 tahun. Jika dilihat dari kriteria dewasa awal maka mahasiswa (S1) termasuk dalam golongan dewasa awal. Oleh karena itu, penulis melakukan sebuah survey awal yang melibatkan 30 orang mahasiswa BINUS university pada pertengahan bulan November 2014, terdiri dari 15 orang laki-laki dan 15 orang perempuan terkait dengan makan sehat ini. Survay awal menunjukkan bahwa lebih dari 80% responden belum menerapkan perilaku makan sehat, baik mereka tau maupun tidak tahu tentang apa sebenarnya makan sehat itu. Hal ini tentu menarik, dan perlu untuk di investigasi lebih lanjut, karena sekali lagi, usia mahasiswa (S1) yang menurut Arnet (dalam Santrock, 2013) masuk dalam kategori dewasa awal yang seharusnya mulai melakukan investasi kesehatan salah satunya dengan menerapkan pola makan sehat, dan juga dalam rangka memerangi obesitas seperti yang menjadi isu awal penelitian ini. Survei awal yang dilakukan oleh peneliti mengambil lokasi di BINUS University. BINUS adalah sebuah kampus yang terbilang besar dan berada di bilangan Jakarta Barat, dengan jumlah mahasiswa setiap tahunnya berjumlah sekitar 20.000 mahasiswa, baik yang berasal dari Jakarta maupun luar Jakarta (Amna, 2014). Mahasiswa BINUS sendiri berasal dari berbagai penjuru nusantara, namun keberadaan kampus BINUS yang berada ditengah kota DKI Jakarta tentu akan memberikan gambaran menarik, apalagi diawal disebutkan bahwa prevalensi obesitas di Jakarta tergolong tinggi, sekitar 32,9 % (Riskesdas, 2013). Berdasarkan uraian diatas, dapat diambil beberapa kesimpulan. Pertama, tingkat obesitas yang tinggi perlu menjadi perhatian dan perlu upaya untuk memeranginya. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan perilaku makan sehat. Perilaku tertentu akan dapat terjadi salah satunya didahului dengan apa yang disebut sikap. Maka sangat penting untuk diketahui bagaimana gambaran sikap terhadap makan sehat. Masa dewasa awal disebutkan sebagai
5
masa terpenting dalam kondisi kesehatan seseorang di masa yang akan datang. Oleh karena itu, gambaran sikap terhadap makan sehat tersebut akan makin bermanfaat jika diperoleh dari kategori dewasa awal. Mahasiswa, adalah kelompok yang dapat mewakili kategori ini karena usia mahasiswa berada pada rentang 18-24 tahun. Binus University, sebuah universitas yang berada di bilangan Jakarta Barat dapat merepresentasikan Jakarta, yang menurut data Riskesdas 2013 memiliki angka prevalensi obesitas yang cukup tinggi. Oleh karena itu, dengan menggabungkan antara fenomena obesitas dan paparan sebelumnya, penelitian lanjut mengenai sikap terhadap makan sehat BINUS University sangat menarik untuk dilakukan. Selain itu, perlu dilihat pula apakah memang ada perbedaan sikap tersebut antara laki-laki dan perempuan karena penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perilaku makan berbeda ditinjau dari jenis kelamin.
1.2
Rumusan Permasalahan Berdasarkan pemaparan timbul pertanyaan penelitian: •
Bagaimana gambaran sikap mahasiswa BINUS University terhadap makan sehat?
•
Apakah ada perbedaan sikap mahasiswa BINUS University terhadap makan sehat ditinjau dari jenis kelamin?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada perbedaan sikap terhadap makan sehat ditinjau dari jenis kelamin.
6