BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Peramalan merupakan upaya memperkirakan apa yang terjadi pada masa mendatang berdasarkan data pada masa lalu, berbasis pada metode ilmiah dan kualitatif yang dilakukan secara sistematis. Selama ini banyak peramalan dilakukan secara intuitif menggunakan metode-metode statistika seperti metode smoothing, Box-Jenkins, ekonometri, regresi dan sebagainya. Pemilihan metode tersebut tergantung pada berbagai aspek, yaitu aspek waktu, pola data, tipe model sistem yang diamati, tingkat keakuratan ramalan yang diinginkan dan sebagainya. Seiring perkembangan teknologi yang semakin maju, peramalan data time series telah banyak dikembangkan pada bidang kecerdasan buatan seperti Jaringan Syaraf Tiruan. Jaringan syaraf tiruan adalah suatu system pengolahan informasi yang memiliki karakter dan konsep seperti jaringan syaraf biologi, yaitu jaringan otak manusia yang dapat dilatih sehingga dapat mengambil keputusan sesuai dengan yang dilakukan oleh otak manusia. Jaringan syaraf tiruan dapat mengidentifikasi pola data dari sistem peramalan kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dapat dilakukan dengan metode pendekatan pelatihan (training). Berdasarkan kemampuan belajar (learning) yang dimilikinya, maka jaringan syaraf tiruan dapat dilatih untuk mempelajari dan menganalisis pola data masa lalu dan berusaha mencari suatu formula atau fungsi yang akan menghubungkan pola data masa lalu dengan keluaran yang diinginkan. Fungsi jaringan tersebut menggambarkan ketergantungan nilai data saat ini terhadap nilai data sebelumnya. Backpropagation adalah salah satu metode dari jaringan syaraf tiruan yang dapat
diaplikasikan
dengan
baik
dalam
bidang
peramalan
(forecasting).
Backpropagation melatih jaringan untuk mendapatkan keseimbangan antara
Universitas Sumatera Utara
2
kemampuan jaringan mengenali pola yang digunakan selama training serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar terhadap pola masukan yang serupa (tapi tidak sama) dengan pola yang dipakai selama pelatihan. Algoritma Backpropagation memiliki beberapa keunggulan pada segi kekonvergenan dan lokasi lokal minimumnya yang sangat peka terhadap pemilihan inisialisasi awal serta perbaikan pembobotnya dapat terus dilakukan hingga diperoleh nilai hasil yang hampir sama dengan target dimana error yang dihasilkan mendekati nol. Metode ini dapat digunakan untuk data stationer dan non stationer. Untuk data non stationer hal ini dapat meredam jump (perubahan mendadak) yang mungkin saja terjadi pada saat krisis moneter atau global. Seperti pergerakan kurs mata uang dalam kegiatan tukar menukar valuta asing (valas). Kurs adalah perbandingan nilai tukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara asing atau perbandingan nilai tukar valuta antarnegara. Kurs juga merupakan salah satu variabel ekonomi makro yang sangat penting, karena kurs mata uang dapat menjaga stabilitas ekonomi di suatu kawasan atau negara. Kegiatan tukar menukar valuta asing (foreign exchange) atau disingkat dengan forex sering dilakukan oleh semua orang di dunia, seperti berpergian ke negara lain, pelaku bisnis dan masyarakat umum yang memperjual belikan dollar untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin. Contoh lain akibat dari kegiatan eksporimpor, kebutuhan pasar serta institusi bank, pasti melakukan kegiatan tukar-menukar mata uang. Informasi seperti ini sangat membantu para pelaku bisnis untuk mengambil keputusan dalam berivestasi dan memperjualbelikan uangnya guna untuk memperoleh keuntungan yang besar. Kebutuhan informasi seperti ini menjadikan peramalan (forecasting) sebagai salah satu cara yang bisa membantu para pelaku bisnis dalam mengambil keputusan yang lebih bijak untuk memperjual belikan dollar mereka. Untuk mengetahui besarnya tingkat keakuratan ramalan yang dihasilkan dengan jaringan syaraf tiruan backpropagation akan dibandingkan dengan metode deret berkala ARIMA (Box-Jenkins). Karena metode ini adalah metode peramalan yang tidak menggunakan teori atau pengaruh antar variabel seperti
pada model
Universitas Sumatera Utara
3
regresi sehingga tidak memerlukan penjelasan mengenai variabel dependen dan independen. Metode ini juga tidak melihat pola-pola data seperti pada time series decomposition atau data yang akan diprediksi tidak perlu dipecah menjadi komponen trend, seasonal, atau siklis. Sehingga metode ARIMA (Box-Jenkins) juga cocok digunakan pada peramalan kurs rupiah terhadap dollar AS. Berdasarkan uraian tersebut penulis mengambil judul “Perbandingan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Dan Metode Deret Berkala ARIMA (Box-Jenkins) Sebagai Metode Peramalan Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat”.
1.2
PERUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana melakukan peramalan kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan backpropagation? 2. Seberapa besar tingkat keakuratan ramalan yang dihasilkan oleh jaringan syaraf tiruan backpropagation dibandingkan dengan metode deret berkala ARIMA (Box-Jenkins)?
1.3
PEMBATASAN MASALAH
Untuk mencegah meluasnya permasalahan yang ada dan lebih terarah, maka dilakukan pembatasan, batasan-batasan itu antara lain : 1. Peramalan pergerakan kurs rupiah terhadap dollar AS tersebut dilakukan untuk 2 bulan kedepan (bulan Januari dan Pebruari 2010). 2. Data yang digunakan adalah data pergerakan kurs rupiah terhadap dollar AS mulai bulan Januari 2009 – Pebruari 2010 dari website Bank Indonesia (www.bi.go.id). 3. Hasil-hasil dari penelitian ini tidak mempertimbangkan kejadian-kejadian luar biasa yang mungkin mempengaruhi hasil peramalan tersebut. 4. Hasil-hasil dari penelitian ini tidak mempertimbangkan pengaruh-pengaruh fundemental ekonomi yang terjadi.
Universitas Sumatera Utara
4
1.4
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Siang (2005), jaringan syaraf tiruan (JST) merupakan sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf biologi. JST dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf biologi, dengan asumsi bahwa : 1. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron). 2. Sinyal
dikirimkan
diantara
neuron-neuron
melalui
penghubung-
penghubung. 3. Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau memperlemah sinyal. 4. Untuk menentukan output, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi (biasanya bukan fungsi linier) yang dikenakan pada jumlahan input yang diterima. Besarnya output ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas ambang (treshold). JST ditentukan oleh 3 hal : a. Pola hubungan antar neuron (disebut arsitektur jaringan) b. Metode untuk menentukan bobot penghubung (disebut metode training/ learning/ algoritma) c. Fungsi aktivasi (fungsi transfer) Sebagai contoh, perhatikan neuron Y pada gambar berikut :
X1 w1
X2
w2
Y
W3
X3
Gambar 1.1 Sebuah Sel Syaraf Tiruan
Universitas Sumatera Utara
5
Y menerima input dari neuron x1, x2, dan x3 dengan bobot hubungan masingmasing adalah w1, w2 dan w3. Ketiga impuls neuron yang ada dijumlahkan net = x1w1+ x2w2+ x3w3. Besarnya impuls yang diterima oleh Y mengikuti fungsi aktivasi y = f(net). Apabila nilai fungsi akivasi cukup kuat, maka sinyal akan diteruskan. Nilai fungsi aktivasi (keluaran model jaringan) juga dapat dipakai sebagai dasar untuk merubah bobot. Backpropagation memiliki beberapa unit yang ada dalam satu atau lebih layar tersembunyi. Gambar 1.2 adalah arsitektur backpropagation dengan n buah masukan (ditambah sebuah bias), sebuah layar tersembunyi yang terdiri dari p unit (ditambah sebuah bias), serta m buah unit keluaran. vji merupakan bobot garis dari unit masukan xi ke unit layar tersembunyi zj (vj0 merupakan bobot garis yang menghubungkan bias di unit masukan ke unit layar tersembunyi zj). wkj merupakan bobot dari unit layar tersembunyi zj ke unit keluaran yk (wk0 merupakan bobot dari bias di layar tersembunyi ke unit keluaran yk).
Universitas Sumatera Utara
6
Y
Yk
Ym
W1 0
Wk0 Wm0
Wkp W1
Wk
Wkj
W1p
Wmj
W1j
Wm1
Wmp
1
Vo0
Zp
Zj
Z1
Vjn
Vj0 Vj1 Vp0
V11
Vji
Vp1
Vpi
Vpn
V1n
V1i
1
X1
X Xi
Gambar 1.2 Arsitektur backpropagation Algoritma pelatihan untuk jaringan dengan satu layar tersembunyi (dengan fungsi aktivasi sigmoid biner) adalah sebagai berikut : a. Langkah 0 : Inisialisasi semua bobot dengan bilangan acak kecil b. Langkah 1 : Jika kondisi penghentian belum terpenuhi, lakukan langkah 2-9 c. Langkah 2 : Untuk setiap pasang data pelatihan lakukan langkah 3-8 Fase I : Propagasi maju d. Langkah 3 : Tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskannya ke unit tersembunyi diatasnya e. Langkah 4 : Hitung semua keluaran di unit tersembunyi zj (j = 1,2,…,p)
Universitas Sumatera Utara
7
f. Langkah 5 : Hitung semua keluaran jaringan di unit yk (k = 1,2,…,m)
Fase II : Propagasi mundur g. Langkah 6 : Hitung faktor
unit keluaran berdasarkan kesalahan disetiap
unit keluaran yk (k= 1,2,…,m)
merupakan unit kesalahan yang akan dipakai dalam perubahan bobot layar dibawahnya (langkah 7) Hitung suku perubahan bobot wkj (yang akan dipakai nanti untuk merubah bobot wkj) dengan laju percepatan α ; h. Langkah 7 : Hitung faktor
k = 1,2,…,m ; j = 0,1,..,p unit tersembunyi berdasarkan kesalahan
disetiap unit tersembunyi zj (j = 1,2,…,p)
Faktor
unit tersembunyi :
Hitung suku perubahan bobot vji (yang akan dipakai nanti untuk merubah bobot vji) ; j = 1,2,…,p ; i = 0,1,…,n
Fase III : Perubahan bobot i. Langkah 8 : Hitung semua perubahan bobot Perubahan bobot garis yang menuju ke unit keluaran :
Universitas Sumatera Utara
8
(k = 1,2,…,m ; j = 0,1,…,p)
Perubahan bobot garis yang menuju ke unit tersembunyi : (j = 1,2,…,p ; j = 0,1,…,n) Setelah pelatihan selesai dilakukan, jaringan dapat dipakai untuk pengenalan pola. Dalam hal ini, hanya propagasi maju (langkah 4 dan 5) saja yang dipakai untuk menentukan keluaran jaringan. Apabila fungsi aktivasi yang dipakai bukan sigmoid biner, maka langkah 4 dan 5 harus disesuaikan. Demikian juga turunanannya pada langkah 6 dan 7. Model-model Box-Jenkins merupakan model yang menggambarkan time series yang stationer. Dengan demikian tahapan yang dilakukan dengan pemodelan ini adalah dengan identifikasi stationeritas dari data baik dalam mean maupun dalam variance. Apabila belum stationer dalam variance dilakukan upaya transformasi sedangkan apabila belum stationer dalam mean dilakukan differencing (Suharjo ,2003). Pada identifikasi model data times series yang stationer digunakan: 1. ACF atau Autocorrelation Function yaitu fungsi yang menunjukkan besarnya korelasi antara pengamatan pada waktu ke t dengan pengamatan pada waktu-waktu sebelumnya. 2. PACF atau Partial Autocorrelation Function yaitu fungsi yang menunjukkan besarnya korelasi parsial antara pengamatan pada waktu ke t dengan pengamatan-pengamatan pada waktu-waktu sebelumnya. Menurut Hendranata (2003), Model Box-Jenkins (ARIMA) dibagi kedalam 3 kelompok, yaitu model autoregressive (AR), moving average (MA), dan model campuran ARIMA (autoregressive moving average) yang mempunyai karakteristik dari dua model pertama. 1.
Autoregressive Model (AR) Bentuk umum model autoregressive dengan ordo p (AR(p)) atau model ARIMA (p,0,0) dinyatakan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
9
dengan,
μ' = suatu konstanta = parameter autoregresif ke-p et = nilai kesalahan pada saat t
2.
Moving Average Model (MA) Bentuk umum model moving average ordo q (MA(q)) atau ARIMA (0,0,q) dinyatakan sebagai berikut:
dengan,
μ' = suatu konstanta θ1 sampai θq adalah parameter-parameter moving average et-k = nilai kesalahan pada saat t – k
3. Model campuran a. Proses ARMA Model umum untuk campuran proses AR(1) murni dan MA(1) murni, misal ARIMA (1,0,1) dinyatakan sebagai berikut:
atau
AR(1) dengan,
MA(1)
B = backward shift
b. Proses ARIMA Apabila nonstasioneritas ditambahkan pada campuran proses ARMA, maka model umum ARIMA (p,d,q) terpenuhi. Persamaan untuk kasus sederhana ARIMA (1,1,1) adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
10
pembedaan AR(1)
MA(1) pertama
Peramalan menggunakan jaringan syaraf tiruan feedforward (umpan maju) atau dengan algoritma backpropagation yang dilakukan oleh Bambang dan Budi (1999) terhadap prediksi harga saham semen gresik pada pasar modal indonesia. Didapat kesimpulan bahwa hasil prediksi mendekati data aslinya. Dengan
membandingkan
tingkat
keakuratan
jaringan
syaraf
tiruan
Backprogation dan metode GARCH(1,1) dalam bentuk Means Absolute Deviation (MAD) dan Means Square Error (MSE), Halim dan Wibisono (2000), melakukan peramalan nilai tukar rupiah terhadap 4 mata uang asing terhadap dollar AS). Diperoleh
hasilnya
bahwa
dengan
menggunakan
jaringan
syaraf
tiruan
backpropagation memiliki hasil yang lebih baik dalam meredam error yang terjadi akibat adanya perubahan mendadak pada data non stasioner dan non homogen, seperti terlihat pada perbandingan plot residual vs order, walaupun terkadang MAD maupun MSE-nya tidak lebih baik dari metode GARCH(1,1) yang mampu memberikan fitting yang cukup bagus untuk heteroskedastik time series. Penggunaan jaringan syaraf tiruan backpropagation untuk prediksi support level dan resistance level pada forex trading yang dilakukan oleh Wicaksono (2009) memberikan hasil prediksi dengan nilai MAPE 3% - 4,5% dan tingkat akurasi mencapai 95,5%.
1.5
TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui cara kerja jaringan syaraf tiruan untuk peramalan kurs rupiah terhadap dollar AS. 2. Untuk mengetahui keakuratan peramalan menggunakan jaringan syaraf tiruan backpropagation dibandingkan metode ARIMA (Box-Jenkins).
Universitas Sumatera Utara
11
1.6
KONTRIBUSI PENELITIAN
Kontribusi penelitian ini adalah : 1. Dapat memberikan manfaat bagi pembaca untuk lebih mengetahui dan memahami tentang jaringan syaraf tiruan yang diaplikasikan terhadap peramalan. 2. Dapat memberikan suatu metode alternatif untuk melakukan peramalan. 3. Dengan penelitian ini penulis juga berharap dapat menambah referensi bagi pembaca dan dapat digunakan sebagai alat pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam melakukan transaksi tukar menukar rupiah terhadap dollar AS.
1.7
METODOLOGI PENELITIAN A. Perencanaan sistem peramalan (forecasting) valuta asing menggunakan metode backpropagation jaringan saraf tiruan, terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut : 1. Menetapkan Tujuan Sistem Model jaringan yang dibangun mampu mengidentifikasikan dan mempelajari pola dari data, dan selanjutnya menggunakannya untuk peramalan. 2. Menentukan Jangka Waktu Prediksi Melalui pengujian jaringan saraf yang sudah terlebih dahulu menjadi proses pelatihan sehingga dapat diketahui seberapa kemampuan jaringan tersebut dalam meramalkan nilai di masa mendatang dengan error minimum. Pada penelitian ini jangka waktu prediksi akan dibatasi hanya 2 bulan ke depan (bulan Januari dan Pebruari 2010).
Universitas Sumatera Utara
12
3. Memperoleh Data Data diperoleh dari internet [http://www.bi.or.id], pergerakan nilai tukar Rupiah Indonesia terhadap Dollar Amerika Serikat dari bulan Januari 2009 - Pebruari 2010. 4. Menentukan Fungsi Aktivasi Dalam kasus ini bentuk khusus dari suatu fungsi aktivasi tidak akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap performa suatu jaringan. Namun dengan dasar karakteristik data yang berfluktuasi kuat dan mengingat tujuan dari sistem jaringan yaitu untuk mampu mengatasi perubahan mendadak, maka fungsi aktivasi hendaknya yang bersifat smooth dan terdiferensial. Atas dasar hal-hal di atas, maka dipilih fungsi aktivasi log sigmoid (sigmoid biner). 5. Normalisasi Data Input Bertujuan untuk menyesuaikan nilai range data dengan logsigmoid threshold function dalam sistem backpropagation. Ini berarti nilai kuadrat input harus berada pada range 0 sampai 1. Sehingga range input yang memenuhi syarat adalah nilai data input dari 0 sampai 1 atau dari –1 sampai 1. Oleh karena itu output yang dihasilkan pun akan berada pada range 0 sampai 1, untuk mendapatkan niali sebenarnya dari output perlu dilakukan proses denormalisasi. 6. Merancang Struktur Jaringan Bertujuan untuk mendapatkan komposisi jumlah neuron, hidden layer, elemen input dan nilai parameter training yang optimal. Langkahlangkah membangun model jaringan data ini adalah : a. Membetuk data pelatihan (training) dan pengujian (testing) dan validasi.
Universitas Sumatera Utara
13
b. Penentuan jumlah hidden layer dan jumlah neuron ditentukan secara trial and error sampai dicapai error minimumnya. 7. Penentuan koefisien laju pemahaman (α) dan momentum (µ) dilakukan dengan trial and error untuk mendapatkan nilai bobot yang paling optimum agar MAPE dan MSE jaringan dapat diperbaiki. 8. Pemilihan jaringan yang optimum dan penggunaannya dalam peramalan. B. Langkah-langkah membentuk model peramalan kurs rupiah terhadap dollar AS dengan ARIMA (Box-Jenkins): 1. Identifikasi Model Dalam tahap ini akan dicari model yang dianggap paling sesuai dengan data pergerakan kurs rupiah terhadap dollar AS. Diawali dengan membuat plot data yang asli, membuat grafik fungsi autokorelasi (FAK) serta fungsi autokorelasi parsial (FAKP). FAK dan FAKP digunakan untuk menentukan kestasioneran dan pola lain yang terkandung pada deret berkala. Apabila belum stationer maka perlu dilakukan differencing (d) atau transformasi. 2. Penaksiran Parameter Tahap selanjutnya setelah menentukan model awal terindentifikasi adalah mencari taksiran terbaik atau paling efisien untuk parameter dalam model awal. 3. Pemeriksaan Diagnostik Dalam tahap ini akan diperiksa apakah model yang diestimasi cukup sesuai dengan data yang dimiliki. Apabila terdapat penyimpangan yang cukup serius harus dirumuskan kembali model yang baru yang selanjutnya ditaksir nilai parameternya dan kemudian diperiksa.
Universitas Sumatera Utara
14
4. Peramalan dengan model ARIMA Setelah pemeriksaan diagnostik maka model yang terpilih dapat digunakan untuk melakukan peramalan kurs rupiah terhadap dollar AS bulan Januari sampai Pebruari 2010. C. Membandingkan tingkat keakuratan ramalan yang dihasilkan oleh metode jaringan syaraf tiruan backpropagation dan metode ARIMA (BoxJenkins). Kriteria keakuratan ramalan meggunakan kedua metode tersebut ditentukan dengan menghitung nilai Percentage Error (PE), Mean Square Error (MSE), Mean Absolute Deviation (MAD) dan Mean Absolute Percentage Error (MAPE). Digunakan MAPE karena pada data pergerakan kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat ukuran variabel peramalan merupakan faktor penting dalam mengevaluasi akurasi peramalan. Sehingga MAPE digunakan untuk menilai prestasi jaringan yang dilatih karena MAPE mengenal secara pasti signifikasi hubungan diantara data ramalan dengan data aktual melalui persentase dari data aktual serta indikator positif atau negatif pada galat (error) diabaikan. MAPE memberikan petunjuk seberapa besar kesalahan peramalan dibandingkan dengan nilai sebenarnya dari series tersebut. Nilai PE dan MAPE didapat dari persamaan di bawah ini.
x 100%
Universitas Sumatera Utara
15
dengan, = nilai aktual pada waktu t. = nilai ramalan pada waktu t. n = jumlah ramalan |PE| = nilai absolute PE
Universitas Sumatera Utara