BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Otak dan sel darah merah yang bersirkulasi di seluruh tubuh sangat bergantung pada glukosa untuk mendapatkan energi dan menjalankan fungsinya dengan baik (Marks D. B. et al, 2000). Kadar glukosa normal pada anak adalah 80-90 mg/dl. Sesudah makan kadar glukosa darah anak akan memuncak bisa sehingga 120 mg/dl dan menurun kembali seiring dengan oksidasi dan pengubahan glukosa menjadi bentuk simpanan bahan bakar oleh jaringan, kadar glukosa darah akan kembali ke kadar glukosa rentang normal 80-90 mg/dl dalam masa dua jam selepas absorpsi karbohidrat yang terakhir (Cranmer H. et al., 2009). Insulin dan glukagon adalah hormon yang penting bertindak dalam sistem mekanisme kontrol balik glukosa. Kadar glukosa yang meningkat selepas makan akan meningkatkan kadar sekresi insulin dan menstimulasi hati untuk menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen sehingga sel (terutama di hati dan otot) dapat mengalami saturasi dengan glikogen, kelebihan glukosa seterusnya akan disimpan dalam bentuk lemak (Cranmer H. et al., 2009). Pankreas menurunkan sekresi insulinnya bila kadar glukosa darah menurun, dan akan meningkatkan sekresi glukagon. Hati dan otot akan berespon terhadap sinyal hormon ini. Terjadilah degradasi simpanan glikogen dan melepaskan glukosa ke dalam aliran darah agar kadar glukosa darah dapat dipertahankan dalam batas normal (Marks D. B. et al., 2000). Anak sekolah memerlukan tubuh yang berenergi dan otak yang bersedia untuk belajar. Kadar glukosa yang optimal dan berterusan diperlukan agar anak dapat memberi konsentrasi penuh terhadap pembelajaran dan tidak mudah lelah atau mengantuk di kelas. Suatu penelitian oleh psikolog Paul Gold, PhD telah
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan glukosa yang stabil dalam darah sangat baik untuk proses belajar dan memori (Murray B., 2000). Profesor Paul E. Gold telah meneliti stabilitas level glukosa di dalam otak. Hasilnya, terjadi penurunan konsentrasi glukosa pada mencit percobaan di bagian hipokampus, yaitu area yang terlibat dengan proses belajar dan memori. Pada keadaan selain starvasi, selama ini diperkirakan suplai glukosa di otak selalu mencukupi dan memadai namun hasil penelitian membawa penemuan baru yaitu menunjukkan glukosa tidak selalu dalam jumlah yang optimal untuk kegunaan otak yang menyokong proses belajar dan fungsi memori (Gold P. E., 2001). Ketidakcukupan glukosa di otak memberi efek buruk terhadap daya berfikir dan mengingat. Glukosa memberi efek yang kuat untuk fungsi lobus temporal yaitu memori deklaratif verbal jangka masa panjang. Glukosa juga memberi efek kepada memori jangka pendek, memori prosedural, dan respon inhibisi (Kaplan et al., 2000). Sarapan memberi pengaruh baik terhadap fungsi memori (Rampersaud et al., 2005). Dari penelitian Gold, perlu ada masa sarapan yang terkoordinasi agar efek kognitif maksimal dalam membantu proses belajar ( The Franklin Institute., 2004). Sarapan pagi digambarkan sebagai waktu makan yang terpenting dalam sehari. Pada anak, sarapan pagi dikaitkan dengan proses belajar dan indeks prestasi di sekolah. Antara tahun 1965 – 1991 terjadi penurunan konsumsi sarapan 15 - 20%. Kepentingan sarapan untuk peningkatan indeks prestasi merefleksi efek sarapan pada cognitif performance (Mahoney C. R. et al.,2005). Penelitian juga membuktikan kekerapan tidak mengkonsumsi sarapan memberi pengaruh buruk kepada proses penyelesaian masalah, memori jangka pendek, fokus dan memori episodik pada anak. Penelitian menunjukkan apabila anak sarapan pagi, kinerja meningkat dalam fokus pengukuran, aritmetik, kerja penyelesaian masalah, dan pengambilan alasan logis. Kemudian, penelitian gambaran konsumsi makanan kecil sebagai sarapan pada anak turut memberi pengaruh buruk kepada memori jangka panjang (Mahoney C. R. et al.,2005).
Universitas Sumatera Utara
Sarapan juga penting dalam menyediakan pengambilan nutrisi yang adekuat untuk pertumbuhan dan perkembangan anak dan remaja. Anak yang sarapan mempunyai tahap kesedaran dan konsentrasi yang lebih baik ketika belajar Anak juga tidak cepat merasa capek atau lelah ketika belajar (Rampersaud et al., 2005). Anak yang tidak bersarapan sering mengalami pusing, iritabiliti, dan kurang konsentrasi (Hill., 1995). Di sekolah yang menjalankan program galakan mengambil sarapan pagi menunjukan efek positif pada mood dan hiperaktivitas (Rampersaud et al., 2005). Menurut Assosiasi Diet Amerika, anak yang mengambil sarapan lebih mudah mendapat nutrisi yang diperlukan, mempunyai berat badan yang terkawal, mempunyai kadar kolesterol darah yang lebih rendah, dan lebih sering hadir ke sekolah berbanding anak yang tidak mengkonsumsi sarapan (Iannelly V., 2004)
Universitas Sumatera Utara
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perubahan kadar glukosa darah pada siswa yang mengkonsumsi sarapan pagi dibandingkan dengan yang tidak sarapan pagi?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan perubahan kadar glukosa darah antara sebelum mulai belajar dan sebelum waktu istirahat pada siswa SMA yang sarapan dan tidak sarapan. Tujuan Khusus 1. Mengetahui kadar glukosa darah pada siswa yang sarapan dibandingkan dengan yang tidak sarapan 2. Mengukur kadar glukosa darah pada dua waktu yaitu sebelum mulai belajar dan sebelum waktu istirahat di sekolah pada siswa yang sarapan dan tidak sarapan. 3. Menghitung perubahan kadar glukosa antara dua waktu tersebut.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai dasar untuk penyuluhan kepada siswa mengenai pentingnya sarapan pagi yang memadai untuk proses belajar. 2. Memberi kesadaran dan meningkatkan ilmu pengetahuan pada siswa tentang pentingnya mengambil sarapan. 3. Meningkatkan partisipasi pada ibu - bapak dan guru dalam memberi dorongan kepada siswa untuk bersarapan.
Universitas Sumatera Utara
4. Data dan informasi ini juga diharapkan dapat digunakan untuk membantu
penelitian
lanjutan
untuk
perkembangan
ilmu
pengetahuan dan kegunaan praktis lainnya.
Universitas Sumatera Utara