BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk, salah satu akibat dari kemajemukan tersebut adalah terdapat beraneka ragam ritual keagamaan dan kebudayaan yang di laksanakan dan di lestarikan oleh masing-masing penduduknya. Di zaman sekarang ini, dimana teknologi berkembang pesat dan hampir seluruh masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya dengan kecanggihan dan kemudahan teknologi namun, ketergantungan akan teknologi tidak mempengaruhi sebagian masyarakat
Indonesia untuk
menjaga
kebudayaan daerahnya. Budaya dan kemajuan teknologi hidup berdampingan dengan selaras, tidak ada ritual dalam budaya tersebut yang ditinggalkan karena sudah kuno atau termakan waktu. Ritual - ritual tersebut tetap mempunyai bentuk dan cara melestarikan yang berbeda sesuai dengan maksud dan tujuan kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan lingkungan tempat tinggal, adat serta tradisi yang diwariskan secara turun temurun. Melaksanakan ritual erat kaitannya dengan hukum adat istiadat yang mengatur bagaimana tata cara ritual tersebut dilaksanakan. Adat istiadat yang lebih nyata yang menjadi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Istilah adat istiadat seringkali diganti dengan kebiasaan, namun pada dasarnya artinya tetap sama, jika mendengar kata adat istiadat biasanya aktivitas individu dalam suatu masyarakat dan aktivitas tersebut selalu berulang dalam jangka waktu tertentu. Adat istiadat dalam ilmu hukum, ada perbedaan antara adat istiadat dan hukum adat. Di dalam adat istiadat terdapat serangkaian upacara yang menjadi unsur penting ritual yang didasarkan pada adat istiadat (Soekanto, 2011:73). Arti upacara dalam bahasa sehari-hari adalah serangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu berdasarkan adat istiadat, agama,
1
dan kepercayaan. Jenis upacara dalam kehidupan masyarakat, antara lain, upacara penguburan, upacara perkawinan, dan upacara pengukuhan kepala suku. Upacara adat adalah suatu upacara yang dilakukan secara turun-temurun yang berlaku di suatu daerah (Mulyana, 2009:16). Dengan demikian, setiap daerah memiliki upacara adat sendiri-sendiri, seperti upacara perkawinan, upacara labuhan, upacara camas pusaka dan sebagainya. Upacara adat yang dilakukan di daerah, sebenarnya juga tidak lepas dari unsur sejarah. Upacara pada dasarnya merupakan bentuk perilaku masyarakat yang menunjukkan kesadaran terhadap masa lalunya. Masyarakat menjelaskan tentang masa lalunya melalui upacara (Mulyana, 2009:16). Melalui upacara, kita dapat melacak tentang asal usul baik itu tempat, tokoh, sesuatu benda, kejadian alam, dan lain-lain. Sakralnya upacara adat sangat erat kaitannya dengan nilai kebudayaan, karena setiap budaya memiliki prosesi adat upacara yang berbeda-beda. Dalam setiap prosesi adat budaya upacara adat memiliki bentuk komunikasi baik verbal maupun non verbal. Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok (Mulyana, 2009:18). Arti kebudayaan dalam bahasa sehari-hari adalah segala sesuatu yang indah, misalnya candi, tarian, seni rupa, seni suara, kesasteraan, dan filsafat. Sedangkan menurut antropologi, kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar (Koentjaraningrat, 2011:72). Dalam menganalisa suatu kebudayaan maka akan dibagi ke dalam beberapa unsur kebudayaan yaitu bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencarian hidup, sistem religi, dan kesenian, semua unsur-unsur tersebut disebut sebagai unsur-
2
unsur kebudayaan universal, karena selalu ada pada setiap sekumpulan masyarakat (Koentjaraningrat, 2011:80-81). Masyarakat Indonesia memiliki berbagai macam bentuk kebudayaan yang kaya dengan ciri khas dan karakteristik unik dalam mengaktualisasikan perilakunya didalam berkomunikasi pada saat melakukan hubungan sosial dengan orang lain, baik itu posisinya sebagai komunikator maupun komunikan. Segala macam bentuk ciri khas dan karakter yang dimiliki oleh tiap individu tersebut pada dasarnya dipengaruhi oleh latar belakang kebudayaan yang dimiliki. Hal ini akan membentuk suatu kebiasaan dan adat istiadat yang diperoleh secara turun temurun dan secara berkelanjutan meneruskan adat istiadat tersebut sesuai dengan aturan dari lingkungan wilayah dimana seseorang hidup. Latar belakang kebudayaan itulah yang akan mempengaruhi segala tingkah laku individu termasuk dalam melakukan prosesi upacara adat. Salah satu bentuk upacara adat yang masih menjaga dan mewariskan nilainilai adat dari leluhur untuk dijadikan penelitian oleh peneliti adalah upacara adat budaya “Mantenan Tebu” yang berada di Desa Pangka, bekerjasama dengan perusahaan penghasil gula PTP Nusantara XI PG Pangka di Kota Tegal, Jawa Tengah, tepatnya di Kabupaten Tegal yaitu daerah Pangkah, Slawi. PG Pangka adalah Pabrik Gula yang berada di dalam naungan BUMN dan PTP Nusantara XI. PG Pangka merupakan perusahaan pengolahan tebu menjadi gula. Letaknya di Kecamatan Pangkah, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.PG Pangka merupakan salah satu bangunan yang didirikan pada zaman pemerintahan Belanda sekitar tahun 1832. Sebagai bahan baku diambil dari perkebunan tebu yang sangat luas di sekitar area pabrik dan desa. (http://www.tegalkab.go.id diakses pada tanggal 5 Juni 2016 pukul 15.30). Masyarakat di sekitar pabrik masih memegang teguh tradisi dan kebudayaan yang dimiliki hingga saat ini. Terbukti dengan eksistensi tradisi yang tetap diadakan oleh masyarakat desa Pangka saat menyambut musim panen dan penggilingan tanaman tebu. Tradisi tersebut hanya sekali dalam setahun, tepatnya pada selamatan pesta akan panen dan penggilingan tebu,
3
waktu pelaksanaan tradisi tidak dapat diperkirakan karena proses matangnya tebu setiap tahun berbeda-beda. Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk ekspresi rasa syukur kepada Tuhan Sang penguasa alam. Mantenan tebu adalah tradisi mengawinkan tebu jantan dan tebu betina, simbol penganten tebu diambil dari tebu milik petani-petani tebu yang berada di kawasan desa Pangka sebagai gambaran bersatunya dua tebu dari asal ladang tebu yang berbeda, dalam proses mengkawinkannya tebu akan dipanen dan digiling bersama ketika sudah matang dangan cara, kedua tebu akan diikat bersama dengan menggunakan kain kemudian langsung digiling yang menandakan dimulainya musim panen sehingga tebu lainnya pun mengikuti akan dipanen dan digiling juga. Masyarakat daerah sekitar PG Pangka mempunyai peranan yang penting dalam melestarikan tradisi mantenan tebu, supaya dapat terus berlangsung dan tidak memudar seiring dengan berkembangnya zaman. Prosesi adat mantenan tebu merupakan upacara adat yang dianggap penting oleh pemerintah kabupaten Tegal sehingga menjadi pariwisata budaya yang dipromosikan oleh pemerintah kabupaten Tegal. Upacara adat mantenan tebu kali ini diadakan ketika menjelang bulan ramadhan yaitu pada akhir bulan Mei hingga awal bulan Juni. Hal menarik yang diangkat oleh peneliti adalah di tengah modernisasi yang terus berkembang, masih terdapat masyarakat daerah yang menjunjung tinggi tradisi ritual adat, dan bekerja sama dengan perusahaan PG Pangka untuk meneruskan tradisi yang sudah sejak lama diyakini dapat membuat hasil panen gula menjadi melimpah dan mempunyai kualitas yang baik dan pada saat proses penggilingan tebu diberi kelancaran sehingga tidak ada musibah yang terjadi. Desa tersebut adalah Desa Pangkah, yang terletak di Kabupaten Tegal. Mata pencaharian penduduk desa adalah petani tanaman tebu, penduduk bekerja sama dengan PG Pangka untuk menjual tebu dari perkebunan mereka. Fenomena lainnya dari mantenan tebu di desa Pangkah adalah seminggu sebelum upacara mantenan tebu dilaksanakan, seluruh masyarakat desa dan karyawan pabrik bersama-sama berziarah bersama ke makam mbah Semedo
4
dan makam Pangeran Purbaya yang berada di Kalisoka, Kabupaten Tegal. Menurut penuturan masyarakat desa Pangka ziarah dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan ucapan rasa syukur karena telah melindungi desa dan menjaga perkebunan mereka sehingga hasil panen melimpah dan berkualitas baik. Hal ini setidaknya mencerminkan gambaran sisi lain desa Pangka yaitu mempercayai tradisi adat dan menerapkannya sehingga dapat berdampingan dengan agama Islam yang diyakini. Tradisi mantenan tebu di desa Pangka sudah berlangsung sejak zaman belanda, bahkan menurut penuturan karyawan pabrik PG Pangka bangsa Belanda yang mendirikan pabrik gula tersebut bekerja sama dengan tetua adat desa Pangka untuk melakukan tradisi mantenan tebu supaya hasil panen tebu menjadi bagus dan melimpah ruah. Upacara adat mantenan tebu sering disambut oleh masyarakat desa Pangka dengan syukuran, hal ini ditandai dengan acara menghadirkan budaya daerah jawa seperti, hiburan tarian Jawa, pertunjukkan wayang kulit, kesenian gamelan dan banyak lagi kesenian daerah yang ditampilkan. Setelah beberapa acara dilalui, kuncen ( dukun kampung) bersama-sama warga melakukan ritual selamatan dengan disertai memanjatkan doa kepada Allah S.W.T agar selalu dalam perlindungannya serta dijauhkan dari mara bahaya dan juga meminta rezeki yang lebih dimasa yang akan datang. Selain menyambut musim penggilingan tebu, mantenan tebu juga disertai dengan syukuran masyarakat desa Pangka sebagai tanda terima kasih kepada Allah S.W.T, karena limpahan rahmat yang telah diberikan kepada seluruh masyarakat desa Pangka. Proses upacara adat mantenan tebu dimulai dari kuncen (dukun kampung) bersama perwakilan sesepuh kampung dan pemilik kebun tebu yang akan dijadikan mantenan tebu, beriringan menuju lapangan pabrik gula yang digunakan sebagai tempat upacara adat dengan menggunakan pakaian adat dan membawa sesajen. Dalam upacara adat tersebut terjadi komunikasi yaitu komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi nonverbal dalam upacara adat mantenan tebu yaitu ketika masyarakat desa Pangka menggunakan pakaian adat yaitu baju koko warna hitam atau putih dan iket (ikat kepala) untuk kaum lelaki.Untuk kaum wanita
5
biasanya menggunakan samping (kain sarung) serta kebaya. Sedangkan komunikasi verbal dari upacara adat mantenan tebu yaitu ketika kuncen (dukun kampung) memimpin upacara adat dengan membacakan doa-doa khusus kepada leluhur dan Tuhan supaya panen melimpah diikuti oleh seluruh masyarakat yang hadir. Secara garis besar, upacara adat mantenan tebu ini dilakukan setiap musim panen tebu akan tiba dan diawali dengan perwakilan dari masyarakat dan perwakilan dari pabrik gula berkumpul di sebuah ruangan yaitu di tempat penggilingan tebu dengan diadakan selametan (berdoa bersama kepada Tuhan) lalu dilanjutkan dengan instruksi dari kuncen pergi beriringan ke kebun tebu dengan diiringi puji-pujian atau shalawatan kepada Allah S.W.T dan Nabi Muhammad S.A.W, setelah sampai di kebun tebu kuncen mulai membacakan doa dan pemanenan tebu pertama yang akan menjadi mantenan tebu. Proses ini juga dilakukan di kebun tebu yang lain untuk memanen tebu kedua yang akan menjadi pasangan manten tebu. Pemilihan kebun tebu yang akan dijadikan sebagai pasangan temanten tebu, dilakukan dengan tahap bergiliran, kebun tebu yang pada tahun-tahun sebelumnya belum pernah terlibat diharuskan untuk terlibat secara ikhlas, selain dengan tahap bergiliran pemilihan kebun tebu juga dapat terjadi secara mistis, misalnya kuncen atau pemilik kebun tebu bermimpi bahwa kebun tebu milik orang lain atau miliknya yang akan digunakan sebagai calon manten tebu, mimpi tersebut harus diwujudkan karena menjadi dasar kepercayaan warga desa akan kemakmuran hasil panen desa. Sesudah proses memanen dan pengambilan pasangan manten tebu, dilakukan proses dikletheki (dikupas kulit luar tebu) supaya tebu menjadi bersih dan siap untuk dihias dan siap untuk dikawinkan. Oleh karena itu, dilihat dari tahapan upacara adat mantenan tebu didalamnya banyak terjadi aktivitas komunikasi dan dengan hal tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai upacara adat mantenan tebu yang dimana upacara adat ini masih dilakukan oleh masyarakat desa Pangka yang memegang teguh hukum adat dan adat istiadat kebudayaanya. Walaupun derasnya arus globalisasi masih terdapat masyarakat yang melaksanakan
6
upacara adat secara turun temurun meskipun banyak yang beranggapan bahwa upacara adat tersebut hanyalah mitos. Banyak tradisi atau upacara adat yang diwariskan dan masih dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat desa Pangka, misalnya mantenan poci, mantenan sunat, dan upacara adat sedekah bumi. Upacara-upacara adat tersebut berkaitan dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan dan memperoleh keberkahan di tahun mendatang. Sebagai makhluk sosial kehidupan masyarakat desa Pangka dalam menjalankan upacara adat mantenan tebu tidak dapat dilepaskan dari komunikasi karena komunikasi merupakan bagian yang penting dalam kehidupan sosial manusia atau masyarakat. Dalam penelitian mengenai budaya upacara adat mantenan tebu di desa Pangka, peneliti akan membahas mengenai aktivitas komunikasi yang ada di dalamnya. Aktivitas komunikasi sama artinya dengan mengidentifikasi peristiwa komunikasi atau proses komunikasi. Proses atau peristiwa komunikasi yang dibahas adalah proses komunikasi yang khas yang dapat dibedakan dengan proses komunikasi yang dibahas pada konteks komunikasi yang lain (Kuswarno, 2008:41). Untuk membantu peneliti dalam meninjau pembahasan penelitian, peneliti menggunakan suatu metode penelitian fenomenologi. Secara ilmiah dikatakan studi fenomenologi sebagai sebuah metode penelitian yang berusaha mengungkap dan memahami suatu fenomena yang khas dan unik yang dialami oleh individu yang bersangkutan dengan suatu fenomena tertentu dan pada satu
kelompok
masyarakat
tertentu.
Dalam
penelitian
ini,
peneliti
menggunakan fenomenologi sebagai analisis untuk memahami hakikat pengalaman informan dalam memaknai upacara adat mantenan tebu yang terbentuk berdasarkan pengalaman sadar mereka. Fenomenologi berfokus pada keunikan pengalaman hidup dan esensi dari suatu fenomena tertentu dalam hal ini kesadaran masyarakat desa Pangka dalam melaksanaan ritual tahunan upacara adat mantenan tebu di Desa Pangka, Kota Tegal Menurut Hymes untuk mendeskripsikan dan menganalisis aktivitas komunikasi dalam fenomenologi, diperlukan pemahaman mengenai unit-unit diskrit aktivitas komunikasi (Kuswarno,2008 :41) :
7
a. Situasi Komunikatif atau konteks terjadinya komunikasi Contoh : Masjid, tempat umat Muslim melaksanakan ibadah. Situasi Komunikatif yang ditemukan adalah bentuk komunikasi yang terjadi pada saat beribadah di Masjid. b. Peristiwa Komunikatif adalah peristiwa khas yang dilakukan. Contoh : Kegiatan- kegiatan khas dalam peristiwa upacara adat yaituLek-Lekan
(Menunggu
dan
menjaga
tebu
selama
semalaman). c. Tindak Komunikatif, yaitu fungsi interaksi tunggal, seperti pernyataan, permohonan, perintah, ataupun perilaku non verbal.
Berdasarkan uraian diatas peneliti menganggap upacara adat mantenan tebu yang dilaksanakan oleh masyarakat desa Pangka merupakan sebuah kebudayaan yang memiliki makna tersendiri bagi masyarakat desa Pangka. Peneliti ingin mengungkapkan makna dari upacara adat tersebut dan melihat bagaimana aktivitas komunikasi yang terjadi di dalamnya. Dengan adanya kebudayaan atau upacara adat mantenan tebu tersebut, maka apabila dilihat dengan menggunakan pendekatan fenomenologi akan menjelaskan setiap detailnya. Oleh karena beberapa ketertarikan yang telah diungkapkan peneliti sebelumnya,
peneliti
hendak
mengangkat
penelitian
dengan
judul
“AKTIVITAS KOMUNIKASIUPACARA ADAT PANEN TEBU” (Studi Fenomenologi Dalam Upacara Adat Mantenan Tebu di Desa Pangka, Kota Tegal)”.
8
1.2 Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka fokus penelitian yang ingin diangkat adalah : 1. Bagaimana terjadinya situasi komunikatif dalam upacara adat mantenan tebu di Desa Pangka? 2. Bagaimana peristiwa komunikatif dalam upacara adat mantenan tebu di Desa Pangka? 3. Bagaimana tindak komunikatifdalam upacara adat mantenan tebu di Desa Pangka?
1.3 Tujuan Penelitian Atas dasar permasalahan yang telah dirumuskan diatas, maka dapat ditetapkan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui situasi komunikatif/konteks dalam upacara adat mantenan tebu di Desa Pangka. 2. Untuk mengetahui peristiwa komunikatif dalam upacara adat mantenan tebu di Desa Pangka. 3. Untuk mengetahui tindak komunikatif dalam upacara adat mantenan tebu di Desa Pangka.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis :
1.4.1
Aspek Teoritis Penelitian ini kelak diharapkan menjadi rujukan dan masukan bagi
penelitian di bidang ilmu komunikasi yang berkaitan dengan aktivitas komunikasi pada upacara adat dalam suatu adat budaya dengan metode fenomenologi, dan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan gagasan ilmiah mengenai upacara dalam suatu ikatan adat budaya. Beberapa temuan yang terungkap dalam penelitian ini juga diharapkan
9
dapat dijadikan sebagai salah satu masukan bagi pihak akademisi, khususnya mahasiswa.
1.4.2
Manfaat Praktis Diharapkan dari hasil penelitian aktivitas komunikasi upacara adat
mantenan tebu dapat dijadikan referensi dalam menambah pengalaman dan pengetahuan mengenai budaya upacara adat khususnya di desa Pangka, Kota Tegal.
1.5 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian menjadi proses yang dilakukan oleh peneliti untuk melakukan sebuah penelitian kualitatif. Adapun tahapan-tahapan dalam penelitian menurut Moleong yang dikutip oleh Ghony dan Almanshur (2012:144-157) dibagi dalam tiga tahapan umum, yaitu pra-lapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan analisis data : 1. Tahap Pra-Lapangan a. Menyusun Rancangan Penelitian Rancangan penelitian akan dijabarkan secara detail, agar mudah dimengerti dan dapat dijadikan patokan oleh peneliti kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti merancang latar belakang, fokus penelitian, metode, hingga pelaksanaan di lapangan. b. Memilih lokasi penelitian Memilih lokasi penelitian dimulai dengan mempertimbangkan fokus serta rumusan masalah penelitian dengan kesesuaian yang ada di lapangan. Lokasi penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah Desa Pangka, Kota Tegal sebagai wilayah yang masih menerapkan proses upacara adat mantenan tebu. c. Mengurus Perizinan Penelitian Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti harus mengetahui pihak yang berwewenang dalam memberikan izin pelaksaaan penalitian. Dalam penelitian ini peneliti mengurus perizinan kepada prodi Ilmu Komunikasi yang ditujukan kepada Kepala SDM dan Direksi
10
PG Pangka dan Kepala Desa di Desa Pangka sebagai pihak yang memiliki hak dalam perizinan pengambilan data. d. Menjajaki dan Menilai Lokasi Penelitian Sebelum melaksanakan penelitian di lapangan maka peneliti harus melakukan tahap orientasi lapangan. Dalam hal ini peneliti mencoba memahami cara hidup masyarakat desa Pangka dan orang-orang yang terlibat didalamnya sebagai informan. e. Memilih dan Memanfaatkan Informan Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menentukan pihak-pihak yang terkait dan terlibat dalam prosesi upacara adat mantenan tebu di desa Pangka sebagai informan. f. Mempersiapkan Perlengkapan Penelitian Sebelum melakukan penelitian di lapangan peneliti harus mempersiapkan alat tulis dan alat perekam untuk membantu proses pengumpulan data. g. Persoalan Etika Penelitian Sebelum melaksanakan penelitian di desa Pangka, peneliti harus mengetahui mengenai peraturan, norma, nilai sosial, adat, dan kebiasaan hidup masyarakat desa Pangka. Sehingga peneliti dapat mengatur etika dalam melaksanakan penelitian. 2. Tahap Pekerjaan Lapangan a. Memahami Latar Penelitian dan Persiapan Diri Untuk memasuki pekerjaan di lapangan, peneliti harus memahami terlebih
dahulu
mengenai
latar
penelitian,
menyesuaikan
penampilan dengan adat di desa Pangka, dan melakukan hubungan baik dengan subjek-subjek yang akan dijadikan informan.
b. Memasuki Lokasi Penelitian
11
Pada saat di lapangan peneliti akan membentuk hubungan akrab dengan masyarakat desa Pangka dan karyawan PG Pangka, dan peneliti turut serta dalam beberapa kegiatan di desa Pangka. c. Berperan-Serta Sambil Mengumpulkan Data Dalam melakukan penelitian, peneliti akan mencatat data dan setiap bentuk informasi yang didapat peneliti dan peneliti akan turut serta berpartisipasi dalam proses upacara adat mantenan tebu jika diberi kesempatan untuk menambah pendalaman penelitian. 3. Tahapan Analisis Data Peneliti melakukan proses analisis data di lapangan selama melakukan penelitian dan setelah itu melakukan proses analisis data secara intensif setelah data didapatkan.
1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
1.6.1
Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini peneliti akan melaksanakan penelitian pada
masyarakat di desa Pangka, Kota Tegal. 1.6.2
Waktu Penelitian Waktu penelitian di lapangan dilaksanakan mulai bulan April 2016
– Oktober2016. Rinciannya dapat dilihat pada table 1.1 berikut :
12
Tabel 1.1 Periode Penelitian Bulan No
Tahapan
April Mei 2016
1
Jun
Jul
Agustus Sep
2016 2016 2016 2016
Mencari Informasi Awal
2
Penyusunan Proposal Skripsi
3
Seminar ProposalSkripsi
4
Pengumpulan Data Primer
5
Pengolahan Data Sekunder
6
Pengolahan Analisis Data
7
Sidang Skripsi Sumber : Olahan Peneliti, 2016
13
Okto Okto
2016 2016 2016