BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dalam dunia pendidikan, mahasiswa menempati strata paling tinggi yang
diharapkan mampu menjadi sumber daya manusia unggul untuk menjawab persoalanpersolan yang ada, baik untuk saat ini maupun untuk masa yang akan datang. Menurut Miyarso (2005) dalam kehidupan kampus, mahasiswa sebagai suatu komunitas akademis memiliki latar belakang kehidupan yang unik dan majemuk (multikultural). Hal ini dapat dilihat dari segi sosiokultur (daerah asal), ekonomi, agama, dialek, maupun karakter khas dalam menyampaikan suatu pendapatnya di perkuliahan. Taufik (2013) mengemukakan bentuk-bentuk perselisihan antara mahasiswa adalah perilakuperilaku yang kurang memperlihatkan kesopanan yang didasari oleh tujuan tertentu, mahasiswa sering memperlihatkan perilaku yang kurang baik dihadapan mahasiswa lain yang terlibat konflik tanpa memahami apa yang dirasakan pihak tertentu dari perbuatannya. Menurut Janasz, dkk. (2006) konflik adalah setiap situasi dimana tujuantujuan pengetahuan atau emosi dalam diri sendiri atau antar kelompok bertentangan satu sama lain atau interaksinya bersifat antagonistic dimana individu atau kelompok yang sama-sama memperjuangkan kepentingan, persepsi, tujuan, nilai-nilai, atau pendekatan terhadap suatu masalah manusia merupakan mahluk yang unik, memiliki berbagai macam perbedaan fisik intelektual, emosional, ekonomi, dan sosial. Binus University merupakan salah satu universitas swasta di Jakarta yang didalamnya terdapat banyak civitas akademika yang berasal dari latar belakang seperti etnis, agama, serta status sosial-ekonomi yang beragam. Tak jarang banyak keragamannya menimbulkan konflik. Binus University menerapkan satu mata kuliah yang bernama Character Building. Mata kuliah tersebut adalah mata kuliah yang bertujuan untuk memberikan pemahaman mendasar bahwa pendidikan watak atau karakter merupakan hal yang sangat esensial dalam pendidikan manusia seutuhnya (Atoshoki, dkk., 2005). Dua dari mata kuliah Character Building yang diajarkan di Binus University ialah Self Development yang sebelum tahun akademik 2013-2014 bernama Character Building Relasi Dengan Diri Sendiri dan Interpersonal Development yang sebelum tahun akademik 2013-2014 bernama Character Building
1
2
Relasi Dengan Sesama. Mata kuliah Self Development bertujuan agar mahasiswa dapat membangun kesadaran diri, menggambarkan manajemen stress, berpikir kreatif, mengenali tujuan pribadi, membangun empati dan ketegasan diri, serta membangun kepercayaan. Sedangkan Interpersonal Development bertujuan agar mahasiswa efektif dalam menerjemahkan dan menyampaikan informasi, kemampuan mendengarkan, mampu mengintepretasikan emosi-emosi orang dan sensitif terhadap perasaan orang lain, menyelesaikan konflik dengan tenang, serta mampu menghindari gosip dan menjadi lebih bijaksana (Dubrin dalam Ruman, dkk; 2013). Salah satu sumber konflik menurut Moore (dalam Ruman, dkk., 2013) adalah emosi-emosi yang kuat. Bagi seorang individu yang ingin dapat mengelola serta mengendalikan emosinya dibutuhkan kecerdasan emosi. Salovey dan Mayer (dalam Dharmayantie, 2010) mendefinisikan kecerdasan emosi yang mencakup kemampuan untuk mengaawasi perasaan emosi diri sendiri dan orang lain, membedakan emosi dan perasaan, dan menggunakan informasi tersebut untuk menuntut pemikiran dan tindakan. Menurut Wilmot dan Hocker (2007) Emosi dapat mengarahkan atau mengatur perilaku kita ke dalam gerakan yang mengarahkan pada pengalaman unik milik kita sendiri dan merefleksikan perasaan orang lain menjadi sangat penting dan sangat menantang, karena setiap orang memiliki pengalaman emosi yang berbeda-beda.. Salah satu dimensi kecerdasan emosi dari Goleman (1999) yaitu Keterampilan Sosial (Social Skill) yang merupakan kemampuan untuk menanggapi emosi dengan baik ketika berhubungan orang lain, mampu membaca situasi dan jaringan sosial secara cermat, dapat berinteraksi atau bekerja sama dengan lancar. Wirawan (2010) mengungkapkan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi gaya pengelolaan konflik oleh individu di antaranya adalah kecerdasan emosi dimana keterampilan mengelola emosi dari seorang individu menjadi salah satu faktor yang menentukan gaya pengelolaan konflik. Dapsari (dalam Ifham dan Helmi, 2002) menjabarkan salah satu ciri kecerdasan emosi yang tinggi yaitu individu yang terampil dalam membina emosinya, di mana orang tersebut terampil di dalam mengenali kesadaran emosi diri dan ekspresi emosi, juga kesadaran emosi terhadap orang lain. Wilmot dan Hocker (2007) mengemukakan bahwa dalam tujuan untuk penyelesaian konflik, kita terkadang peduli dengan perasaan orang lain, menolong orang lain untuk bisa menyelesaikan masalahnya, atau juga perasaan yang membuat kita sedih, menutup diri dan mengarahkan kita untuk menghindar dari orang atau masalah
3
yang akan mengganggu perasaan kita. Menurut Imran (2013) mengelola konflik sesuatu tantangan karena dalam mengelola konflik membutuhkan strategi-strategi pilihan dimana bergantung pada keterampilan mengelola dari seorang individu yang disebut kecerdasan emosi. Berdasarkan hasil wawancara peneliti pada Hari Senin tanggal 29 September 2014 dengan melibatkan 7 orang yang terdiri dari 3 mahasiswa dan 4 mahasiswi, ada fenomena dimana mahasiswa dan mahasiswi psikologi binus terlibat konflik karena adanya selisih pendapat, perbedaan kepentingan, persepsi etnis dan stereotype tentang satu ras tertentu 14,3% mahasiswi yang peneliti wawancara cenderung menggunakan gaya pengelolaan konflik menghindar (avoidance) karena tidak ingin terlibat ke dalam konflik yang berkepanjangan dan merasa bahwa lawan konfliknya sudah sama-sama tahu tentang penyebab konflik dan tidak perlu untuk disampaikan secara langsung,14,3% mahasiswa menerapkan gaya pengelolaan konflik mengalah (accomodation) karena mahasiswa tersebut mengaku sebagai mahasiswa yang cinta damai dan tidak ingin konflik yang berlarut-larut, 14,3% mahasiswi yang menerapkan gaya pengelolaan konflik kolaborasi (collaboration) karena ingin mencapai kesepakatan bersama agar kedua belah pihak yang berkonflik merasa puas dan konflik terselesaikan. Saat mengalami konflik, Mahasiswa dan Mahasiswi Psikologi Binus University juga menerapkan gaya pengelolaan konflik yang berbeda-beda tergantung mood serta orang yang berkonflik dengannya misalnya saat berkonflik dengan teman lawan jenis. Gayagaya pengelolaan konflik yang diterapkan oleh Mahasiswa dan Mahasiswi Psikologi Binus University adalah gaya pengelolaan konflik yang dijabarkan oleh Thomas dan Kilmann (dalam Wilmot dan Hocker, 2007) tentang klasifikasi gaya pengelolaan konflik yang terdiri dari 5 gaya di antaranya gaya kompetisi (competition), gaya kolaborasi (collaboration), gaya kompromi (compromise), gaya menghindar (avoidance) dan gaya mengalah (accomodation). Menurut Putnam (dalam Wilmot dan Hocker, 2007) dalam menyelesaikan konflik, sebagian individu ada yang menggunakan kelima gaya pengelolaan konflik ini secara bergantian, sesuai dengan konteks yang dihadapinya. Selain itu, mahasiswa psikologi juga telah mempelajari mata kuliah yang mempelajari tentang emosi, di beberapa mata kuliah, mereka mempelajari pemahaman dasar tentang pengelolaan emosi serta materi kesadaran diri (Self Awareness) pada mata kuliah Character Building : Self Development.
4
Beberapa penelitian sebelumnya mengenai gaya pengelolaan konflik dan kecerdasan emosi di antaranya penelitian yang pernah dilakukan oleh Pooya, dkk. (2013) tentang hubungan antara kecerdasan emosi dengan strategi pengelolaan konflik pada 90 karyawan perusahan gas di Provinsi Golestan, Iran. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Pooya, dkk., menunjukkan bahwa tidak ada hubungan siginifikan antara kecerdasan emosi dengan strategi pengelolaan konflik. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Imran (2013) mengenai peran kecerdasan emosi dalam pengelolaan konflik di organisasi. Penelitian ini diujikan pada 66 pegawai eksekutif dari berbagai divisi perusahaan swasta unggulan. Hasil penelitian menujukkan bahwa kecerdasan emosi berhubungan sangat rendah dengan pengelolaan konflik di organisasi dan cukup memberikan kontribusi kepada pengelolaan konflik di organisasi. Heris dan Heris (2011) juga melakukan penelitian tentang hubungan antara kecerdasan emosi dan strategi pengelolaan konflik pada ahli pendidikan jasmani univesitas di Teheran, Iran. Hasil dari penelitian yang melibatkan 82 ahli pendidikan jasmani dari berbagai universitas negeri di Tehran, Iran menujukkan bahwa ada hubungan signifikan antara kecerdasan emosi dengan gaya pengelolaan konflik. Dari penelitian-penelitian sebelumnya, kebanyakan adalah penelitian tentang korelasi antara kecerdasan emosi dan gaya pengelolaan konflik. Sementara belum ada penelitian tentang perbedaan tingkat kecerdasan emosi berdasarkan gaya pengelolaan konflik terlebih lagi penelitian tersebut belum pernah dilakukan pada mahasiswa terutama di Indonesia. Maka, peneliti ingin melihat apakah ada perbedaan kecerdasan emosi ditinjau dari gaya pengelolaan konflik pada mahasiswa jurusan psikologi Binus University.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam latar belakang masalah, maka masalah dalam penelitian ini yaitu apakah ada perbedaan kecerdasan emosi ditinjau dari gaya pengelolaan konflik pada mahasiswa psikologi Binus University?
5
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti adanya perbedaan kecerdasan emosi ditinjau dari gaya pengelolaan konflik pada mahasiswa psikologi Binus University.
6