BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teh merupakan salah satu komoditas unggulan Negara Indonesia. Berdasarkan data Direktorat Jendral Perkebunan (2014), perkebunan teh di Indonesia mencapai 121.034 Ha dengan produksi teh sebanyak 143.751 ton. Sentra pengembangan teh di Indonesia berada di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DIY. Hasil pertanian berupa perkebunan teh merupakan salah satu penyumbang devisa negara. Berdasarkan Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (2015) tercatat pada tabel 1.1 tahun 2008 nilai ekspor teh olahan sebesar US $ 162.8 juta, tahun 2009 sebesar US $ 174.4 juta, dan pada tahun 2010 mencapai US $ 184.9 juta dan ekspor teh pada tahun 2013 mencapai 70.8 ribu ton dengan nilai $ US 157.5 juta. Ekspor teh olahan mengalami peningkatan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010, akan tetapi mengalami penurunan pada tahun 2013. Hal tersebut terjadi disebabkan karena nilai produktivitas yang rendah. Sebagian besar 70% teh produksi Indonesia diekspor dan 30% dikonsumsi masyarakat dalam negeri. Tingginya nilai ekspor tersebut menyebabkan Negara Indonesia tercatat sebagai negara dengan urutan kelima eksportir teh dunia setelah Kenya, Sri Lanka, India, dan Vietnam. Negara tujuan teh Indonesia yaitu Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat dan negara–negara Eropa. Tabel 1.1 Nilai Ekspor Teh Olahan No Tahun Nilai Ekspor (US $) 1 2008 162.8 juta 2 2009 174.4 juta 3 2010 184.9 juta 4 2013 157.5 juta Sumber: BALITRI, 2015 Perkembangan agroindustri teh di Indonesia sendiri dalam kurun waktu 4 tahun dari tahun 2007–2010 secara umum mengalami peningkatan. Akan tetapi, peningkatan yang terjadi relatif kecil sehingga tidak memberikan sumbangan yang berarti bagi perekonomian nasional. Kecilnya peningkatan perkembangan teh dewasa ini terjadi karena belum dapat diatasinya masalah-masalah teh di Indonesia,
1
diantaranya yaitu kecilnya nilai produkstifitas karena sebagain besar perkebunan teh merupakan perkebunan rakyat yang belum menggunakan bibit unggul, terbatasnya penguasaan teknologi, gangguan hama penyakit, dan lain sebagainya. Upaya untuk meningkatkan kembali peran teh di Indonesia dapat dilakukan dengan menyelesaikan masalah-masalah yang ada seperti di atas. Dengan demikian, pelaku usaha teh nasional akan mampu menghasilkan produk teh dalam jumlah dan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan pasar, baik pasar domestik maupun internasional (Sudjarmoko, 2015) Berdasarkan data Badan Pusat Statstik (2014) pada tabel 1.2 provinsi di Pulau Jawa yang memiliki luasan perkebunan teh terluas yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DIY. Data statistik tiga tahun terakhir yaitu mulai dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2014 Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah mengalami perluasan perkebunan teh sebesar 0.11 dan 0.8 ribu hektar. Provinsi Jawa Timur dan DIY memiliki luasan perkebunan teh yang relatif stabil tanpa ada pengurangan atau penambahan perluasan kebun teh. Data tersebut dapat dilihat pada tabel luas tanaman perkebunan teh di bawah ini. Tabel 1.2 Luas Tanaman Perkebunan Teh di Pulau Jawa Luas (Ribu Hektar) Tahun 2012 2013 2014 Provinsi Jawa Barat 95.25 95.36 95.36 Jawa Tengah 9.58 10.38 10.38 DIY
0.14
0.14
0.14
2.24 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014
2.21
2.21
Jawa Timur
Gunung Lawu merupakan salah satu daerah yang berpotensi untuk ditanami tanaman teh. Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah dan Kabupaten Ngawi, Jawa Timur merupakan bagian dari Gunung Lawu yang dikembangkan untuk perkebunan teh. Perkebunan teh Kemuning merupakan perkebunan yang berada di bagian barat laut Gunung Lawu yang terletak pada ketinggian antara 750-1250
2
meter di atas permukaan air laut. Berdasarkan arsip perkebunan Kemuning perkebunan tersebut memiliki luas sebesar 437.28 Ha yang dikelola oleh PT. Sumber Abadi Tirtasentosa. Perkebunan teh Jamus merupakan perkebunan yang berada di Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur yang berada di ketinggian antara 800-1150 meter di atas permukaan air laut. Berdasarkan arsip perkebunan luas kebun sendiri sebesar 478.20 Ha yang dikelola oleh PT. Candi Loka dan berada di sebelah utara Gunung Lawu. Kedua lokasi tersebut dipilih karena kedua perkebunan terletak saling berdekatan dan memiliki luasan yang hampir sama. Oleh sebab itu, dimungkinkan memiliki nilai produksi dan produktivitas yang berbeda dilihat dari parameter yang digunakan dan faktor pengontrol seperti ketinggian dan arah hadap lereng terkait penyinaran matahari, sehingga penelitian ini menarik untuk dilakukan pada kedua lokasi tersebut. Survei secara langsung di lapangan merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam mengetahui produktivitas tanaman perkebunan, khususnya tanaman teh. Cara survei langsung di lapangan merupakan metode yang memiliki kelemahan dalam segi waktu dan biaya, sebab membutuhkan waktu yang relatif lama dan biaya yang besar. Oleh sebab itu, salah satu upaya untuk menjaga stabilitas produksi teh dan untuk menjaga terpenuhinya kebutuhan teh baik dalam maupun luar negeri maka perlu dilakukan estimasi produksi dengan menggunakan metode yang lebih efektif dan efisien dalam segi waktu dan biaya. Perkembangan teknologi yang semakin maju menawarkan cara atau metode baru dalam mengetahui produksi dan produktivitas dengan memanfaatkan data penginderaan jauh. Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan cara menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah atau gejala yang dikaji (Sutanto, 1990). Teknologi penginderaan jauh terus mengalami perkembangan dengan munculnya berbagai sistem satelit dengan sensor yang sesuai dengan kegunaanya. Sistem satelit yang berkembang dapat memberikan informasi baik sumberdaya alam yang berada di daratan maupun sumberdaya alam di laut secara teratur. Citra penginderaan jauh merupakan salah satu data spasial yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang termasuk
3
perkebunan. Sistem informasi geografis merupakan salah satu aplikasi yang dapat digunakan untuk melakukan proses pengolahan dan penyimpanan data spasial. Fungsi data penginderaan jauh adalah sebagai sumber data spasial yang menyajikan daerah kajian, sedangkan fungsi sistem informasi geografis sendiri adalah sebagai pengolah, penyimpan, dan penyajian data spasial tersebut. Pemanfaatan citra penginderaan jauh yaitu menggunakan citra SPOT-7 yang diluncurkan pada tahun 2014. Citra tersebut memiliki resolusi spasial sebesar 6m x 6m dengan luas liputan citra sebesar 60m x 60m. Selain itu, citra SPOT-7 memerlukan waktu pengulangan perekaman terhadap obyek permukaan bumi selama 26 hari untuk sekali perekaman (LAPAN, 2015). Pemanfaatan citra SPOT7 digunakan sebagai data spasial utama untuk melakukan estimasi produksi tanaman teh. Citra tersebut digunakan untuk mengidentifikasi obyek teh dan digunakan menjadi model estimasi produksi dengan memanfaatkan transformasi indeks vegetasi. Transformasi indeks vegetasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan transformasi indeks vegetasi generik dan non-generik. Indeks vegetasi generik yang digunakan yaitu NDVI, sedangkan indeks vegetasi nongenerik yang digunakan SAVI dan ARVI. Kelebihan penggunaan citra SPOT-7 yaitu resolusi spasial yang tinggi dan panjang gelombang yang dimiliki dianggap dapat merepresentasikan keadaan vegetasi dengan baik, khususnya vegetasi teh.
1.2 Perumusan Masalah Daerah Gunung Lawu merupakan daerah yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi perkebunan teh. Terdapat dua perkebunan di sekitar Gunung Lawu yaitu perkebunan teh Kemuning yang berada di Kabupaten Karanganyar dan perkebunan teh Jamus di Kabupaten Ngawi. Kedua perkebunan tersebut masih menggunakan metode konvensional dalam memperoleh nilai produksi, sehingga kurang efektif dalam segi waktu dan biaya. Kemajuan teknologi yang pesat salah satunya dalam bidang penginderaan jauh dengan ketersediaan data yang beragam menawarkan cara baru untuk melakukan pendugaan terhadap produksi. Penggunaan penginderan jauh memiliki keunggulan misalnya ialah kecepatan waktu estimasi dan keakuratan hasil estimasi 4
yang dihasilkan. Proses estimasi produksi sudah banyak dilakukan diberbagai bidang termasuk pertanian. Estimasi produksi dibidang pertanian yang dilakukan ialah pendugaan produksi padi. Selain untuk bidang pertanian data penginderaan jauh juga dikembangkan dalam bidang perkebunan yaitu untuk mengidentifikasi daerah perkebunan teh yang akan dilakukan di perkebunan teh Kemuning dan Jamus. Selain digunakan untuk mengidentifikasi daerah perkebunan teh tersebut data penginderaan jauh tersebut digunakan untuk estimasi produksi teh. Proses estimasi yang dilakukan ialah menggunakan pendekatan transformasi indeks vegetasi untuk menonjolkan obyek vegetasi. Selain penggunaan transformasi indeks vegetasi tersebut digunakan faktor biologis dan fisik yang mempengaruhi produksi teh. Faktor biologis teh yaitu: kerapatan tajuk, umur tanaman teh, umur pangkas teh, dan jenis teh, sedangkan faktor fisik yang digunakan ialah ketinggian dan arah hadap lereng terkait penyinaran matahari. Berdasarkan uraian di atas maka pertanyaan-pertanyaan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kemampuan penggunaan data penginderaan jauh untukmengidentifikasi daerah potensi perkebunan teh Kemuning dan Jamus? 2. Bagaimanakah
melakukan
estimasi
produksi
dan
memetakan
produkstivitas pada tahun 2015 di perkebunan teh Kemuning dan Jamus dengan menggunakan transformasi indeks vegetasi NDVI, SAVI, ARVI? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui tingkat akurasi penggunaan data penginderaan jauh dan untuk memetakan tanaman tehperkebunan tehKemuning dan Jamus. 2. Melakukan estimasi produksi dan memetakan produktivitas teh pada tahun 2015 di perkebunan tehKemuning dan Jamus dengan menggunakan transformasi indeks vegetasi terbaik dari NDVI, SAVI, ARVI. 5
1.4 Kegunaan Penelitian 1. Memberikan informasi akan kemampuan penggunaan citra SPOT-7 untuk kajian estimasi produksi teh diperkebunan tehKemuning Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah dan perkebunan teh Jamus Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. 2. Memberikan masukan kepada pemerintah maupun pemilik kebun teh swasta untuk melakukan teknik estimasi produksi yang biasanya dilakukan dengan cara manual dapat memanfaatkan perkembangan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis.
6