BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Korosi dapat didefinisikan sebagai penurunan mutu suatu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, yang melibatkan pergerakan ion logam ke dalam larutan pada anoda dan pertukaran elektron dari logam ke katoda (Evans, 1976). Korosi juga sering disebut sebagai proses perkaratan suatu logam, yang mengakibatkan berat logam berkurang, yang lama-kelamaan logam tersebut terurai dari paduannya. Perlu diketahui secara bertahap karakteristik dari korosi dari bahan – bahan yang digunakan dalam industri untuk menentukan kemungkinan terbesar dari kontrol korosi dan strategi pencegahannya (Oluwole, 2013).
Korosi merupakan bahaya nasional yang nyata yang tingkat kerugiannya lebih besar dari segala bencana alam yang pernah dialami (Widharto, 2004). Penyebab korosi secara umum ada 2 macam yaitu korosi kimia dan korosi elektrolit. Berkaratnya besi dan baja disebabkan kedua hal di atas yaitu terjadinya proses reaksi antara besi atau baja dengan oksigen yang terdapat dalam atmosfer membentuk lapisan oksida pada permukaan logam (Amanto, 2006).
Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur karbon (C) sampai dengan 1,67 % (maksimal). Bila kadar unsur karbon lebih dari 1,67 % maka material tersebut biasanya disebut sebagai besi cor (cast iron). Semakin tinggi kadar karbon dalam suatu baja, maka akan mengakibatkan kekuatan leleh baja meningkat, kekuatan tarik baja meningkat, sifat elongasi baja berkurang, dan semakin sukar dilas. Penambahan unsur – unsur lain dalam paduan baja karbon dengan proses heat treatment akan menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi.
Unsur – unsur tersebut antara lain: Mangan (Mn), Chromium (Cr), Molibdenum (Mo), Nikel (Ni) dan Tembaga (Cu). Penambahan unsur ini dilakukan untuk memperbaiki struktur mikro baja (Handani, 2012).Ketahanan korosi suatu bahan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan yaitu kondisi lingkungan, tingkat pH, kelembaban, angin atau arus air, dan suhu. Faktor-faktor ini ada dibagian jenis lingkungan, atmosfer, air tawar, air asin, dan tanah (Craig, 2006).
Inhibitor korosi adalah suatu bahan kimia yang apabila ditambahkan dalam konsentrasi yang kecil/sedikit ke suatu lingkungan korosif akan sangat efektif menurunkan laju korosi (Ilim, 2008). Inhibitor korosi umumnya berasal dari senyawa-senyawa organik dan anorganik. Senyawa anorganik yang digunakan seperti nitrit, kromat, fosfat, dan urea. Senyawa tersebut merupakan bahan kimia yang berbahaya, mahal, tidak ramah lingkungan, karena sifat racunnya dapat menyebabkan kerusakan sementara atau permanen pada sistem organ tubuh makhluk hidup seperti gangguan pada ginjal, hati dan juga sistem enzim. Sedangkan senyawa organik yang digunakan adalah senyawa yang mengandung atom N, O, P, S dan atom – atom lain yang memiliki pasangan atom bebas sehingga mampu membentuk senyawa kompleks dengan logam. Syarat-syarat inhibitor korosi yang baik harus murah, tidak beracun, aman bagi lingkungan dan tersedia di alam (Hamzah, 2006)
Salah satu penggunaan inhibitor yang digunakan untuk mengatasi masalah korosi yang terjadi pada logam adalah mengekstrak daun lamtoro sebagai salah satu bahan organik yang berpotensi sebagai inhibitor korosi. Daun lamtoro (Leucaena Leucocephala) sebagai bahan alam yang banyak tumbuh di wilayah tropis termasuk Indonesia, memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi, yaitu senyawa tannin 10,15 mg/g, nitrogen 4,2%, abu 11%, serat kasar 20,4%, kalsium 2,36%, kalium 1,3 – 4%, fosfor 0,23%, protein 25,9%, beta karoten 536 mg/kg dan energi kotor 20,1 KJ/g (Simanjuntak, 2012).
Sujana, (2012) telah melakukan penelitian tentang Potensi Daun Lamtoro (Leucaena Leucochepala) Sebagai Inhibitor Korosi Baja Karbon Unit Heat Exchanger Pada Proses Cooling Tower System. Hasilnya menunjukkan bahwa efisiensi inhibisi ekstrak daun lamtoro terhadap lau korosi baja karbon ASTM 213/T22 dalam medium NaCl 1 % jenuh udara mencapai nilai optimal sebesar 95,24 % pada konsentrasi inhibitor 200 ppm dan temperatur 300 K.
Ludiana, (2012) telah melakukan penelitian tentang Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Ekstrak Daun Teh (Camelia Sinensis) Terhadap Laju Korosi Baja Karbon Schedule 40 Grade B ERW. Hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak daun teh dapat digunakan sebagai inhibitor korosi Baja Karbon Schedule 40 Grade B ERW dengan nilai efisiensi inhibisi korosi terhadap laju korosi baja yang paling besar terjadi pada konsentrasi inhibitor 4 % baik untuk perendaman 3 hari maupun 6 hari sebesar 74,32 % dan 73,41 %.
Arifin, (2004) telah melakukan penelitian tentang Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Dan Waktu Perendaman Baja Karbon Dalam Larutan NaCl 3,4 % Terhadap Kinerja Inhibitor Na-Benzoat Dan K2CrO4 Dalam Menurunkan Kehilangan Berat Baja Karbon Akibat Korosi. Hasilnya menunjukkan bahwa adanya pengaruh konsentrasi inhibitor dan waktu perendaman terhadap kehilangan berat baja karbon akibat korosi, yaitu dengan bertambahnya konsentrasi inhibitor akan mengurangi jumlah kehilangan berat baja karbon, dan dengan bertambahnya waktu perendaman akan meningkatkan jumlah kehilangan berat baja karbon akibat korosi, serta menunjukkan adanya interaksi antara waktu perendaman dan konsentrasi inhibitor.
Sampai saat ini daun lamtoro dimanfaatkan sebatas untuk makanan ternak dan pupuk. Berdasarkan kandungan senyawa-senyawa seperti tannin, alkaloid, protein dan flavonoid yang terkandung di dalam daun lamtoro, daun lamtoro dapat dimanfaatkan sebagai alternatif inhibitor korosi, terutama dalam pemanfaatannya sebagai inhibitor korosi pada Baja Karbon Schedule 40 Grade B dengan media NaCl 3%. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bagaimana pengaruh
penambahan inhibitor terhadap laju korosi yang terjadi pada Baja Karbon Schedule 40 Grade B, efektifitas daun lamtoro sebagai inhibitor korosi Baja Karbon Schedule 40 Grade B serta pengaruh inhibitor daun lamtoro terhadap jumlah Fe dan C yang terlarut dalam larutan bekas perendaman Baja Karbon Schedule 40 Grade B.
Melalui penelitian ini diharapkan bahwa masyarakat lebih memahami pemanfaatan daun lamtoro secara luas dan sangat penting bagi berbagai bidang. Secara umum daun lamtoro merupakan pakan ternak dan sumber protein yang baik, khususnya bagi ruminansia. Daun lamtoro diketahui menghasilkan zat penyamak dan zat pewarna merah, coklat dan hitam dari pepagan (kulit batang), daun dan polongnya. Namun pemakaian daun lamtoro sebagai sumber senyawa kimia yang dapat menghambat laju korosi belum banyak dilakukan. Padahal senyawa tannin dan kandungan nitrogen bebas yang tinggi dalam daun lamtoro sangat efektif untuk menghambat laju korosi pada bahan – bahan yang mudah teroksidasi dan mengalami korosi (perkaratan). Sehingga diharapkan melalui penelitian ini, pemanfaatan daun lamtoro lebih dikembangkan dan dimaksimalkan untuk perkembangan ilmu pengetahuan kedepannya.
1.2
Perumusan Masalah
1.
Bagaimana pengaruh konsentrasi inhibitor ekstrak metanol daun lamtoro terhadap laju korosi Baja Karbon Schedule 40 Grade B
2.
Bagaimana efektifitas daun lamtoro sebagai inhibitor pada proses korosi Baja Karbon Schedule 40 Grade B dalam media NaCl 3%
3.
Bagaimana pengaruh inhibitor ekstrak metanol daun lamtoro terhadap jumlah Fe dan C yang terlarut dalam larutan bekas perendaman Baja Karbon Schedule 40 Grade B
1.3
Pembatasan Masalah
1.
Logam yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah Baja Karbon Schedule 40 Grade B
2.
Yang akan diamati pada sampel Baja Karbon Schedule 40 Grade B adalah Fe dan C
3.
Inhibitor korosi yang digunakan adalah ekstrak metanol dari daun lamtoro yang diambil dari daerah Pekanbaru, Riau
4.
Media yang dijadikan lingkungan uji adalah larutan NaCl 3 %
5.
Waktu perendaman sampel adalah selama 7 hari (168 jam)
6.
Alat yang akan digunakan untuk analisis permukaan Baja Karbon Schedule 40 Grade B adalah Mikroskop Stereo dan alat yang digunakan untuk mengetahui jumlah Fe dan C yang terdapat di dalam larutan bekas perendaman adalah Spektrofotometer Serapan Atom
1.4
Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi inhibitor ekstrak metanol daun lamtoro terhadap laju korosi Baja Karbon Schedule 40 Grade B
4.
Untuk mengetahui efektifitas daun lamtoro sebagai inhibitor pada proses korosi Baja Karbon Schedule 40 Grade B dalam media NaCl 3%
5.
Untuk mengetahui pengaruh inhibitor ekstrak metanol daun lamtoro terhadap jumlah Fe dan C yang terlarut dalam larutan bekas perendaman Baja Karbon Schedule 40 Grade B
1.5
Manfaat penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah memperoleh informasi efisiensi daun lamtoro sebagai alternatif inhibitor korosi pada Baja Karbon Schedule 40 Grade B sehingga penggunaan baja tersebut dapat lebih maksimal dan bertahan lama kualitasnya.
1.6
Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu eksperimen laboratorium. Daun lamtoro yang sudah dikeringanginkan dihaluskan dan diayak dengan ayakan berukuran 80 mesh hingga diperoleh serbuk daun lamtoro. Serbuk daun lamtoro ditimbang sebanyak 250 gram. Kemudian direndam dengan menggunakan pelarut metanol sebanyak 1 liter selama 24 jam pada suhu kamar. Hasil ekstraksi kemudian disaring. Residu yang berupa ampas kembali direndam dengan pelarut metanol yang baru selama 24 jam pada suhu kamar dan dilakukan hal yang sama hingga lima kali perendaman. Filtrat yang masih larut kemudian dipisahkan dengan cara evaporasi dan dilanjutkan dengan penguapan sehingga didapat senyawa hasil ekstraksi berupa pasta. Pasta hasil ekstraksi kemudian ditimbang. Dilakukan Uji Kjeldahl dan Uji FeCl35 % pada pasta. Selanjutnya sampel Baja Karbon Schedule 40 Grade B digosok dengan kertas pasir, kemudian dikeringkan dan ditimbang. Media yang digunakan untuk larutan uji korosi adalah NaCl 3 % yang dibuat dengan melarutkan 30 gram NaCl(s) p.a dalam labu ukur 1 liter. Sedangkan larutan inhibitor dengan variasi konsentrasi 200; 400; 600 dan 800 ppm dibuat dengan melarutkan masing–masing 200; 400; 600 dan 800 mg pasta ekstrak metanol daun lamtoro dalam 1 liter aquadest. Setelah semua siap, dilakukan perendaman 1 sampel Baja Karbon Schedule 40 Grade B kedalam 400 ml NaCl 3 %, 4 sampel Baja Karbon Schedule 40 Grade B ke dalam masing-masing 100 ml larutan inhibitor selama 24 jam dengan variasi konsentrasi 200, 400, 600, dan 800 ppm lalu baja dipindahkan ke dalam larutan NaCl 3 % untuk direndam selama 7 hari (168 jam), dan 4 sampel baja di dalam campuran NaCl 3 % dan larutan inhibitor dengan variasi konsentrasi 200, 400, 600, dan 800 ppm dengan perbandingan 3:1 selama 7 hari (168 jam). Terhadap Baja Karbon Schedule 40 Grade B hasil perendaman dilakukan analisis morfologi permukaan dengan Mikroskop Stereo dan pengukuran kehilangan berat (weight loss), sedangkan pada larutan bekas perendaman dilakukan analisis SSA.
Adapun variable-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Variabel bebas : perendaman sampel di dalam media korosi dan konsentrasi inhibitor
2.
Variabel terikat : Pengukuran Weight Loss, Analisis Mikroskop Stereo dan Analisis SSA
3.
Variabel tetap : Suhu, waktu perendaman dan media pengkorosi logam (NaCl 3%)
1.7
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Uji Kandungan Nitrogen dengan Metode Kjeldahl dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Makanan FMIPA USU, Uji Flavonoid secara Kualitatif dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam FMIPA USU, Analisis Spektrofotometer Serapan Atom dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Kementrian Perindustrian Medan dan Analisis Morfologi Permukaan dengan Mikroskop Stereo dilakukan di Laboratorium Biologi Dasar FMIPA USU.