BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara terluas di Asia Tenggara dengan total
luas 5.193.250 km² (mencakup daratan dan lautan), hal ini juga menempatkan Indonesia sebagai negara terluas ketujuh di dunia. Karena Indonesia merupakan negara kepulauan maka terdiri dari daratan dan lautan, dua pertiga luas Indonesia adalah lautan sedangkan satu pertiganya adalah daratan (Invonesia, 2013). Indonesia memiliki daratan yang cukup luas dan beberapa bagiannya merupakan lahan pertanian dan perkebunan. Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara pemilik lahan perkebunan karet terbesar di dunia dengan luas mencapai 3,43 juta hektar. Namun Indonesia masih belum bisa menjadi penghasil karet alam terbesar di dunia (Nusantara, PT. Perkebunan, 2014). Karet alam merupakan salah satu komoditi perkebunan yang sangat penting peranannya dalam perekonomian Indonesia karena karet menjadi urutan ketiga dalam 10 komoditi utama ekspor Indonesia (Kemendag RI, 2015). Selain sebagai sumber pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet, komoditi ini juga memberikan kontribusi yang signifikan sebagai sumber devisa negara, mengingat 82% produksi karet alam Indonesia diekspor dalam bentuk karet mentah sementara konsumsi karet domestik untuk memproduksi barang-barang karet baru mencapai 18%. Hal ini karena penyerapan karet nasional dan proses hilirisasi di Indonesia yang kurang maksimal (Kementerian Perindustrian, 2015). Karet bersama-sama dengan kelapa sawit merupakan dua komoditas utama penghasil devisa terbesar dari sub sektor perkebunan, dalam kurun waktu 2008 sampai 2013 karet menyumbang devisa 25% - 40% terhadap total ekspor produk perkebunan (Puslitbang Perkebunan, 2013) Karet atau dalam bahasa latin disebut hevea brasiliensis, dibutuhkan sebagai bahan dasar pembuatan berbagai macam alat untuk keperluan dalam rumah ataupun pemakaian di luar rumah seperti sepatu. Karet alam memiliki banyak keunggulan antara lain daya elastis yang sempurna, memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah, tidak mudah panas (low heat build up), memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakkan (groove cracking resistance), dapat dibentuk dengan 1
2 panas yang rendah dan memiliki daya lengket yang tinggi terhadap berbagai bahan (Puslitbang Perkebunan, 2013). Karet alam memiliki konsumsi yang cukup tinggi di pasar internasional karena manfaatnya sebagai bahan baku pembuatan ban, sebab pembuatan ban tidak bisa hanya dengan karet sintetis, kandungan karet alam di dalam ban tidak bisa kurang dari 35%, ini artinya tidak mungkin memproduksi ban tanpa karet alam (Puslitbang Perkebunan, 2013). Kebutuhan dunia akan karet alam dapat dilihat pada grafik dibawah ini, yang menunjukkan peningkatan konsumsi karet alam dunia.
Gambar 1.1 Konsumsi Karet Alam Dunia Sumber : Statista, 2015
Dari Gambar 1.1, dapat diambil kesimpulan bahwa konsumsi karet alam di dunia selalu mengalami peningkatan dari tahun 2010-2014, dan pada tahun 2014 peningkatan konsumsi cukup signifikan sebesar 6,77%. Hal ini disebabkan oleh semakin berkembangnya industri bahan baku karet alam khususnya industri ban di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang dan Jerman (International Rubber Study Group, 2012). Peningkatan harga minyak bumi yang sangat tajam di pasaran internasional, juga menjadi penyebab meningkatnya permintaan terhadap karet alam, karena karet sintetis yang bahan bakunya berasal dari fraksi minyak bumi
3 harganya ikut meningkat tajam. Ditambah lagi dengan pertumbuhan ekonomi dikawasan Asia yang memunculkan negara industri berbasis karet alam yang baru seperti Korea Selatan, Cina dan India (Puslitbang Perkebunan, 2013) Tingginya konsumsi karet alam di dunia disebabkan oleh negara-negara yang mengkonsumsi karet alam untuk bidang indsutri, khususnya industri ban. Berikut 8 negara pengkonsumsi karet alam di dunia seperti terlihat pada Gambar 1.2
Gambar 1.2 Negara Pengkonsumsi Karet Alam di Dunia Sumber : Statista, 2015
Dari Gambar 1.2, dapat dilihat bahwa Cina menjadi negara pengkonsumsi karet alam terbesar di dunia, sebesar 4.210.000 ton pada tahun 2013 dan meningkat menjadi 4.760.000 ton pada tahun 2014. Peningkatan konsumsi karet alam yang terjadi di Cina dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Peningkatan ekonomi mendorong pembangunan infrastruktur dan industri otomotif di Negara Cina. Di urutan kedua terdapat negara India, meningkatnya permintaan karet alam di India ini dilatarbelakangi oleh naiknya permintaan berbagai komoditas sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi dan belanja infrastruktur pemerintah, selain itu pertumbuhan populasi juga meningkatkan permintaan untuk produk perawatan
4 kesehatan seperti sarung tangan. Industri ban di India juga banyak yang melakukan ekspansi. Ekspansi ini dilakukan untuk mengantisipasi permintaan dari industri otomotif di India yang diperkirakan terus naik pada beberapa tahun ke depan. Pemerintah India pada tahun 2015 mendatang juga telah mematok penjualan mobil tumbuh dua kali lipat menjadi 3 juta unit per tahun (Redaksi kontan, 2010). Begitu juga dengan negara Amerika Serikat dan Jepang, konsumsi karet alam digunakan untuk industri ban. Sedangkan di negara Indonesia, 55% dari total konsumsi di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan industri ban. Lainnya digunakan untuk produksi industri vulkanisir, industri sepatu dan alas kaki, sarung tangan dan benang, peralatan rumah tangga dan peralatan olah raga, serta produksi industri karet lainnya (Gapkindo, 2014). Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar konsumsi karet alam dunia digunakan untuk industri ban. Semakin meningkatnya konsumsi karet di dunia, dapat dijadikan peluang bagi negara-negara penghasil karet untuk meningkatkan ekspor karet yang juga akan meningkatkan devisa negara. Salah satunya adalah Indonesia, yang merupakan penghasil karet terbesar kedua di dunia setelah Thailand.
Gambar 1.3 Top 5 Produsen Karet Alam di Dunia Sumber : FAOSTAT data, 2013
5 Dari Gambar 1.3, Thailand merupakan negara produsen karet alam terbesar di dunia, produksinya sebesar 3.348.897 ton pada tahun 2011, karet alam disini didefinisikan sebagai karet alam yang dipanen dari pohon. Thailand menyumbang 29,6% dari produksi karet alam dunia. Sedangkan Indonesia diurutan kedua menyumbang 27,3%, Malaysia menyumbang 8,8%, India 7,9% dan Vietnam 7%. Karet merupakan salah satu produk unggulan Indonesia dan masuk ke dalam 10 komoditi utama Indonesia. Negara tujuan ekspor Indonesia antara lain Amerika Serikat, Jepang, Republik Rakyat Tiongkok, Korea Selatan, Singapura, Brasilia, Jerman (Kemendag RI, 2015). Indonesia sebagai negara agraris dan berkembang masih sangat berpotensi untuk terus meningkatkan ekspor karet alam. Indonesia yang memiliki sumber daya lahan yang luas, harus dimanfaatkan semaksimal mungkin sehingga dapat menjadi pengekspor karet alam terbesar di dunia. Keunggulan Indonesia dalam peningkatan produksi karet untuk masa yang akan datang adalah masih tersedianya lahan tropis yang cukup besar dan sesuai untuk penanaman pohon karet (Flora, 2011). Berikut grafik yang menunjukkan luas areal karet di Indonesia, menurut status pengusahaan yaitu rakyat, pemerintah dan swasta.
Gambar 1.4 Luas Areal Karet Berdasarkan Status Pengusahaan Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014
6 Dari Gambar 1.4, menunjukkan bahwa lahan karet milik rakyat memiliki lahan paling luas hingga mencapai 3 juta hektar pada tahun 2013 dan 2014, sedangkan lahan milik pemerintah dan swasta tidak mencapai 300.000 ribu hektar. Oleh sebab itu, perkebunan milik rakyat sangat berpotensi tinggi untuk meningkatkan produksi karet alam di Indonesia. Dengan meningkatnya produksi karet alam Indonesia, jumlah eskpor juga dapat ditingkatkan. Karet alam yang merupakan komoditi utama di Indonesia sangat diusahakan untuk meningkatkan ekspor. Berikut dirangkum jumlah ekspor karet alam Indonesia
Gambar 1.5 Ekspor Karet Alam Indonesia Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah oleh Kemendag), 2015 Keterangan : NR = Natural Rubber TSR = Technically Specified Rubber
Berdasarkan Gambar 1.5, Indonesia paling banyak mengekspor jenis karet alam TSR, perbedaan jumlah ekspor antara karet TSR dan jenis lainnya terlihat sangat
7 signifikan, karena industri otomotif membutuhkan karet alam dengan jenis TSR atau karet spesifikasi teknis sebagai bahan baku pembuatan ban. Karet spesifikasi teknis atau sering disebut
crumb rubber merupakan karet yang dibuat secara khusus,
sehingga mutu teknisnya terjamin yang penetapannya didasarkan pada sifat-sifat teknis (Setiawan & Andoko, Petunjuk lengkap budidaya karet, 2008). Karet spesifikasi teknis sangat popular dan jenis yang paling banyak diperdagangkan pada pasar internasional. Oleh sebab itu, peneliti memilih karet jenis TSR ini sebagai objek penelitian. Melihat grafik jumlah ekspor karet alam jenis TSR, Indonesia sempat mengalami penurunan pada tahun 2009, penurunan ini paling besar dalam kurun waktu 10 tahun. Penurunan ekspor ini dari 2.105.089,01 menjadi 1.850.001,75, persentase penurunannya sekitar 12,11 %. Setelah itu kembali mengalami penurunan pada tahun 2012 dan 2014, namun penurunannya tidak terlalu siginifikan. Penurunan ekspor karet disebabkan oleh beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi ekspor karet alam Indonesia. Berdasarkan jurnal terdahulu, peneliti mencoba menentukan faktor yang mungkin berpengaruh terhadap perubahan ekspor karet alam, yaitu harga karet dunia, harga domestik, nilai tukar, dan tingkat suku bunga (Kannan, 2013; Abolagba, Onyekwere, Agbonkpolor, & Umar, 2010; Tulasombat, Bunchapattanasakda, & Ratanakomut, 2015; Mesike, Giroh, & Owie, 2008; Rakhman, 2012). Harga merupakan sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut (Kotler & Armstrong, 2001). Faktor yang dibahas dalam penelitian ini adalah harga karet alam di pasar internasional dan di pasar Indonesia (harga domestik). Sedangkan perubahan nilai tukar dapat mengubah harga relatif suatu produk menjadi lebih mahal atau lebih murah, sehingga nilai tukar terkadang digunakan sebagai alat untuk meningkatkan daya saing (mendorong ekspor) (Ginting, 2013). Faktor yang terakhir adalah suku bunga, tingkat suku bunga berkaitan erat dengan adanya kredit yang merupakan aspek biaya yang perlu diperhatikan dalam kegiatan produksi, dan pada akhirnya mempengaruhi kuantitas yang akan diperdagangkan. Berdasarkan empat faktor yang dijelaskan diatas, akan diteliti pengaruhnya terhadap ekspor karet alam Indonesia jenis Technically Specified Rubber dengan
8 judul penelitian “Faktor Yang Mempengaruhi Kuantitas Ekspor Karet Alam Indonesia”
1.2 Formulasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, penulis mengidentifikasi masalah-masalah yang akan dibahas, yaitu 1.
Apakah harga karet alam dunia memiliki pengaruh terhadap kuantitas ekspor karet alam Indonesia?
2.
Apakah harga karet alam domestik memiliki pengaruh terhadap kuantitas ekspor karet alam Indonesia?
3.
Apakah nilai tukar memiliki pengaruh terhadap kuantitas ekspor karet alam Indonesia?
4.
Apakah suku bunga memiliki pengaruh terhadap kuantitas ekspor karet alam Indonesia?
5.
Apakah harga karet alam dunia, harga karet alam domestik, nilai tukar dan suku bunga secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap kuantitas ekspor karet alam Indonesia?
1.3 Ruang Lingkup Penelitian ini dibatasi objeknya pada komoditi karet alam Indonesia dengan jenis Technically Specified Rubber (TSR), peneliti mengolah data dari data sekunder yang didapat. Lingkup dari penelitian ini adalah faktor-faktor penentu yang mungkin mempengaruhi kuantitas ekspor karet alam Indonesia pada tahun 2005-2014 dengan menggunakan data triwulan.
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah 1. Mengetahui pengaruh antara harga karet alam dunia dengan kuantitas ekspor karet alam Indonesia 2. Mengetahui pengaruh antara harga karet alam domestik dengan kuantitas ekspor karet alam Indonesia 3. Mengetahui pengaruh antara nilai tukar dengan kuantitas ekspor karet alam Indonesia
9 4. Mengetahui pengaruh antara suku bunga dengan kuantitas ekspor karet alam Indonesia 5. Mengetahui pengaruh antara harga karet alam dunia, harga karet alam domestik, nilai tukar dan suku bunga dengan kuantitas ekspor karet alam Indonesia
1.5 State of the Art Berikut ini peneliti menjelaskan jurnal penelitian terdahulu yang digunakan sebagai referensi dalam pembuatan skripsi ini 1. Penelitian yang dilakukan oleh (Kannan, 2013), menguji berbagai faktor penentu produksi dan ekspor karet alam di India. Faktor yang mungkin mempengaruhi kuantitas ekspor yaitu harga karet dunia dan harga domestik. Peneliti menggunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai macam sumber, antara lain Economic Survey, International Study Group, Annual Reports of Indian Rubber Board, Agricultural Statistics at a Glance, etc. Data yang dikumpulkan selama 20 tahun (1991-2011), digunakan untuk menganalisis pengaruh berbagai faktor terhadap ekspor karet alam di India. Metode yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS). Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa 93,12% dari variabel kuantitas ekspor dijelaskan oleh beberapa variabel independen, antara lain harga pasar dunia dan harga domestik. Hasilnya jika faktor harga domestik mengalami peningkatan, kuantitas ekspor akan menurun. Sedangkan jika harga pasar dunia meningkat, kuantitas ekspor juga akan meningkat. 2. Penelitian yang dilakukan oleh (Abolagba, Onyekwere, Agbonkpolor, & Umar, 2010), meneliti faktor yang mempengaruhi ekspor komoditi kakao dan karet alam di Nigeria dalam kurun waktu 35 tahun (1970-2005). Adapun tujuan spesifik dari penelitian ini adalah memperkirakan net trade balance pada perdagangan agrikultur, menentukan faktor yang mungkin mempengaruhi ekspor kakao dan karet alam, memberikan beberapa rekomendasi kebijakan dari hasil penelitian ini. Metode yang digunakan adalah OLS dan menggunakan data primer maupun sekunder. Hasilnya menunjukkan bahwa ketika nilai tukar Naira (mata uang Nigeria) melemah, kuantitas karet yang diekspor akan meningkat.
10 Sedangkan faktor lainnya seperti harga karet dunia, harga domestik dan suku bunga mengalami peningkatan, kuantitas yang diekspor juga meningkat. 3. Penelitian yang dilakukan oleh (Tulasombat, Bunchapattanasakda, & Ratanakomut, 2015), bertujuan untuk menganalisis dampak nilai tukar pada ekspor produk agrikultur, yaitu beras dan karet di Negara Thailand. Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan data sekunder dan primer. Data sekunder yang digunakan yaitu tingkat nilai tukar Bath per 1 US dolar dari Bank komersial di Bangkok dan data terkait volume ekspor karet. Sampel yang digunakan adalah total ekspor karet selama 150 bulan dan nilai tukar selama periode Januari 2002 hingga Juni 2014 yang diperoleh dari situs finansial statistik Bank Thailand. Sedangkan data primer diperoleh dari wawancara 11 karyawan di perusahaan ekspor karet di Thailand. Untuk mengolah datadata tersebut digunakan metode regresi linear dengan software SPSS. Melalui wawancara, hasil penelitian menjelaskan bahwa perusahaan membuat perlindungan dari resiko nilai tukar dengan forward contact, dilakukan ketika produk terjual dan nilai tukar mengalami fluktuasi. Sedangkan hasil kuantitatif menjelaskan jika nilai tukar Bath Thailand mengalami depresiasi (dolar meningkat), maka akan menaikkan volume ekspor karet. 4. Penelitian yang dilakukan oleh (Mesike, Giroh, & Owie, 2008), menyelidiki faktor yang mendasari jumlah ekspor karet alam di Nigeria. Data sekunder yang digunakan diperoleh dari beberapa sumber antara lain dari Bank Sentral Nigeria, Kantor Federal Statistik dan Organisasi Perdagangan Pangan dan Pertanian, terkait beberapa variabel antara lain jumlah ekspor, harga domestik, harga karet dunia dan nilai tukar selama periode 1960-2004. Data primer diperoleh dari menyebarkan kuesioner kepada produsen karet dan mewawancarai 120 petani. Metode yang digunakan adalah regresi berganda, dan hasilnya menunjukkan bahwa faktor seperti harga domestik yang berdasarkan harga produsen memiliki dampak yang signifikan terhadap kuantitas ekspor. 5. Penelitian yang dilakukan oleh (Rakhman, 2012), bertujuan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor komoditi unggulan dan
11 menentukan strategi hedging. Survei dilakukan kepada 13 manajer di 13 perusahaan ekspor di Indonesia dan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Metode regresi berganda digunakan untuk menentukan variabel yang mempengaruhi volume ekspor. Peneliti melakukan survei apakah meningkatnya mata uang asing US$ dan suku bunga akan berpengaruh pada penurunan volume ekspor. Dari pengolahan data, hasil menunjukkan bahwa ketika US$ meningkat, akan terjadi penurunan ekspor, sedangkan ketika suku bunga meningkat, volume ekspor pun akan meningkat. Penjelasan jurnal-jurnal diatas, dapat dilihat rangkumannya dalam tabel state of the art berikut ini
12 Tabel 1.1 State of the Art Variabel Penulis
Unit
Deskripsi KE
(Kannan,
Meneliti pengaruh
2013)
faktor harga karet dunia
dan
P
S
HI
HD PD
NT
KD SB
KH
Analisis Indsutri
Lokasi
India
karet alam
Metode
Ordinary
Square (OLS)
harga
domestik terhadap kuantitas ekspor. (Abolagba ,
et
2010)
Meneliti beberapa
al., faktor
yang
Industri
Nigeria
OLS
Thailand
Regresi
karet alam
mempengaruhi ekspor karet alam, dari tahun 19702005.
(Tulasomb Menganalisis at, et al., dampak nilai tukar 2015)
(Bath per 1 US$) pada ekspor karet alam
Industri karet alam
Least
Sederhana
13 Variabel Penulis
KE (Mesike, et
Menyelidiki faktor
al., yang
2008)
Unit
Deskripsi
mendasari
P
S
HI
HD PD
NT
KD SB
KH
Analisis Industri
Lokasi
Metode
Nigeria
Regresi Berganda
Indonesia
Regresi Berganda
karet alam
jumlah ekspor karet alam,
dari tahun
1960-2004 (Rakhman
Menganalisis
, 2012)
apakah
Industri Karet
meningkatnya nilai tukar
dan
suku
bunga
akan
mempengaruhi penurunan
ekspor
atau tidak. Sumber : Penulis, 2016 Keterangan : KE = Kuantitas Ekspor; P = Produksi; S = Stok; HI = Harga Internasional/dunia; HD = Harga Domestik; PD = Populasi Dunia; NT = Nilai Tukar; KD = Konsumsi Domestik; SB = Suku Bunga; KH = Kuantitas Hujan
14