BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk sediaan obat adalah melalui jalur topikal. Topikal sendiri berarti penggunaan dilakukan dengan cara meletakkan sejumlah obat di atas permukaan tubuh, baik di kulit, hidung, telinga, mata, maupun vagina. Penggunaan sediaan topikal dapat digunakan untuk tujuan lokal maupun sistemik, misalnya untuk obat luka bakar sebagai tujuan lokal dan insulin transdermal untuk tujuan sistemik. Sediaan topical yang beredar biasanya dalam bentuk sediaan setengah padat. Sediaan setengah padat banyak tersebar di pasaran dalam berbagai bentuk, baik krim, gel, salep, dan pasta. Sebagai sediaan obat, banyak sediaan setengah padat yang sudah terkenal di kalangan masyarakat, misalnya obat jerawat, krim steroid, dan gel penutup luka. Namun, ada juga sediaan topical yang bentuknya bukan sediaan setengah padat, yaitu Transdermal patch. Banyaknya penggunaan sediaan semisolid pada masa sekarang ini, baik sebagai obat maupun kosmetik menjadi perhatian para farmasis dunia, dan mendorong pengembangan bentuk sediaan yang lebih baik sehingga dapat mencakup berbagai bidang dan mengatasi permasalahan dalam dunia kosmetik dan terutama mengobati penyakit yang diderita manusia sehingga lebih cepat teratasi. Obat-obat sediaan topikal selain mengandung bahan berkhasiat juga bahan tambahan (pembawa) yang berfungsi sebagai pelunak kulit, pembalut pelindung, maupun pembalut penyumbat. Salah satu bahan pembawa yang biasa digunakan dalam sediaan topikal adalah gel yang dibuat dari partikel anorganik maupun molekul organic. Sediaan dalam bentuk gel banyak digunakan karena mudah mengering dan membentuk lapisan film sehingga mudah dicuci. Bahan pembentuk gel yang biasa digunakan adalah turunan selulosa seperti metil selulosa (CMC), karbomel dan hidroksi propil metil selulosa (HPMC). HPMC dapat menghasilkan gel yang netral, jernih, tidak berwarna dan tidak berasa, stabil
1
pada pH 3 hingga 11, mempunyai resistensi yang baik terhadap serangan mikroba serta memberikan kekuatan film yang baik bila mengering pada kulit 1.2 Tujuan 1. Mengetahui definisi sediaan gel. 2. Mengetahui jenis-jenis sediaan gel. 3. Mengetahui basis-basis dan bahan-bahan utama pembentuk sediaan gel serta fungsinya masing-masing. 4. Mengetahui cara pembuatan sediaan gel. 1.3 Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan sediaan gel? 2. Apa saja jenis sediaan gel yang ada? 3. Apa saja basis-basis dan bahan-bahan pembentuk sediaan gel? 4. Apa fungsi dari masing-masing basis dan bahan pembentuk sediaan gel? 5. Bagaimana cara membuat sediaan gel? 1.4 Metode Penulisan Metode yang digunakan untuk pembuatan makalah ini adalah studi pustaka. Kami pun mencari data dan informasi dari buku-buku dan jurnaljurnal untuk menunjang teori-teori yang mendasar. 1.5 Sistematika Penulisan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan 1.4 Metode Penulisan 1.5 Sistematika Penulisan BAB 2 ISI 2.1. Definisi Gel 2.2. Penggolongan Gel 2.3. Manfaat Sediaan Gel 2.4. Metode Umum Pembuatan Gel 2.5. Basis Sediaan Gel 2.6. Formulasi Sediaan Gel BAB 3 PENUTUP 2
3.1 Kesimpulan 3.2 Saran
3
BAB 2 ISI 2.1 Definisi Gel Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawaan organik atau makromolekul senyawa organik, masingmasing terbungkus dan saling terserap oleh cairan (Formularium Nasional, 1979). Gel adalah sediaan dasar berupa lembekan sistem dispersi. Terdiri dari partikel
anorganik
submikroskopis
atau
organik
makromolekul
yang
tersuspensi atau terbungkus dan terbacam dalam cairan, yang bercorak dari transparan atau transluen hingga buram opak (Depkes RI, 1985). Gel adalah sediaan setengah padat yang terdiri partikel anorganik kecil atau molekul besar yang tersuspensi dalam cairan (Ansel, 1989). Gel juga dapat dirumuskan sebagai sistem dispersi, yang minimal terdiri dua fase, sebuah fase padat dan sebuah fase cair (liogel) atau sebuah fase padat dan fase gas (serogel) (Voight, 1995). Fase yang terdispersi dapat mengandung partikel padat (contoh: platelet clay), makromolekul (contoh: gelatin), atau molekul surfaktan (contoh: sabun). Gel bersifat transparan, lunak, lembut, mudah dioleskan, dan tidak meninggalkan lapisan berminyak pada permukaan kulit. 2.2 Penggolongan Gel Berdasarkan sifatnya, gel dapat digolongkan menjadi: 1. Gel bersifat hidrofobik Gel jenis ini disebut juga oleogels yaitu formulasi gel yang terdiri dari basis parafin liquid dengan dengan polyethylene aau minyak serta penyabunan dengan silika, aluminium atau zink. 2. Gel bersifat hidrofilik Gel jenis ini disebut hydrogels yaitu formulasi gel yang terdiri dari air, gliserol atau propilenglikol dan sebagai gelling agent digunakan tragakan, pati, derivat selulosa, polimer karboksivinil, dan magnesium-aluminium silikat. Berdasarkan sistem fase yang terbentuk, gel dapat digolongkan menjadi: 1. Gel sistem fase tunggal (satu fase) Gel sistem fase tunggal disebut juga gel satu fase, yaitu massa gel yang terdiri dari makromolekul seragam, tersebar merata ke seluruh cairan sedemikian rupa sehingga tidak lagi tampak batas yang jelas antara molekul 4
yang terdispersi dengan cairan. Contohnya adalah gel aluminium hidroksida, gel aluminium fosfat. 2. Gel sistem fase rangkap (dua fase) Gel sistem fase rangkap yaitu massa gel yang terdiri dari gumpalan partikel kecil yang terpisah, sering disebut sebagai magma atau susu. Gel jenis ini terdiri dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda, dan disebut juga sistem dua fase. Contohnya adalah bentonit magma, magma bismuth. Berdasarkan sifat fase koloidnya, gel digolongkan menjadi: 1. Gel anorganik, contohnya bentonit magma. 2. Gel organik, pembentuk gel berupa polimer. Berdasarkan sifat pelarutnya, gel dibagi menjadi: 1. Hidrogel (pelarut air) Hidrogel pada umumnya terbentuk oleh molekul polimer hidrofilik yang saling sambung silang melalui ikatan kimia atau gaya kohesi seperti interaksi ionik, ikatan hidrogen atau interaksi hidrofobik. Hidrogel mempunyai biokompatibilitas yang tinggi sebab hidrogel mempunyai tegangan permukaan yang rendah dengan cairan biologi dan jaringan sehingga meminimalkan kekuatan adsorbsi protein dan adhesi sel. Hidrogel menstimulasi sifat hidrodinamik dari gel biological, sel dan jaringan dengan berbagai
cara.
Hidrogel
bersifat
lembut/lunak,
elastis
sehingga
meminimalkan iritasi karena friksi atau mekanik pada jaringan sekitarnya. Kekurangan hidrogel yaitu memiliki kekuatan mekanik dan kekerasan yang rendah setelah mengembang. Contohnya adalah bentonit magma, gelatin. 2. Organogel (pelarut bukan air/ pelarut organik) Contoh organogel adalah plastibase (suatu polietilen dengan BM rendah yang terlarut dalam minyak mineral dan didinginkan secara shock cooled), dan dispersi logam stearat dalam minyak. 3. Xerogel Gel yang telah padat dengan konsentrasi pelarut rendah diketahui sebagai xerogel. Xerogel sering dihasilkan oleh evaporasi pelarut, sehingga sisa-sisa kerangka gel yang tertinggal. Kondisi ini dapat dikembalikan pada keadaan semula dengan penambahan agen yang menginhibisi, dan menembangkan
5
matriks gel. Contoh: gelatin kering, tragakan ribbons dan acacia tears, dan sellulosa kering dan polystyrene. 2.3 Manfaat Sediaan Gel Manfaat sediaan gel secara umum antara lain dapat mempertahankan kestabilan sediaan untuk waktu yang lebih lama. Selain itu, sediaan gel juga bagus secara penampilan sehingga lebih dapat lebih menarik bagi konsumen. Selanjutnya, sediaan gel juga merupakan sediaan yang tepat bagi pengobatan ke kulit dan membran mukosa dengan laju pelepasan obat yang tinggi dan absorbsi yang cepat. Sediaan gel memiliki sifat menyebar yang baik pada kulit serta memiliki efek pendingin akibat dari penguapan pelarut. 2.4 Metode Umum Pembuatan Gel Secara umum, proses pembuatan gel adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
Timbang sejumlah gelling agent sesuai dengan yang dibutuhkan Gelling agent dikembangkan sesuai dengan caranya masing-masing Timbang zat aktif dan zat tambahan lainnya Tambahkan gelling agent yang sudah dikembangkan ke dalam campuran tersebut atau sebaliknya sambil diaduk terus-menerus hingga homogen tapi jangan terlalu kuat karena akan
menyerap udara sehingga menyebabkan
timbulnya gelembung udara dalam sediaan yang nantinya dapat menimbulkan busa pada sediaan. 5. Gel yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi gel dan diisikan ke dalam tube sebanyak yang dibutuhkan 6. Ujung tube ditutup lalu diberi etiket dan dikemas dalam wadah yang dilengkapi brosur dan etiket. 2.5 Basis Sediaan Gel Pembuatan basis gel dapat dilakukan menggunakan berbagai bahan baik brupa bahan sintesis maupun bahan alam. Dalam aplikasinya, basis gel dikelompokkan menjadi delapan golongan, yaitu golongan selulosa dan derivatnya, gom alam, karrbomer, alginate, bentonit, PVA, PVP, dan polietilen.
6
Tabel 1. Jenis-jenis basis Jenis Derivat Selulosa
Gom Alam
Basis Lemak
Basis Lain
Contoh Metilselulosa Karboksimetilselulosa Karboksipropilselulosa Na-Karboksipropilselolusa Pektin Carageenan Gelatin Tragacanth Gom Xanthan Plastibase Petrolatum Lard Cocoa Butter Carbowax bases Alginat Bentonit Karbomer Polietilen
Tipe Gel Hidrogel Hidrogel Hidrogel Hidrogel Hidrogel Hidrogel Hidrogel Hidrogel Hidrogel Organogel Organogel Organogel Organogel Organogel Hydrogel Anorganik Hidrogel Organik
a. Selulosa dan derivatnya Bahan derivat
selulosa merupakan sekelompok polisakarida
yang
memiliki kesamaan rumus struktur, yaitu selulosa yang mengalami substitusi kimia. Basis derivate selulosa yang paling sering digunakan adalah metilselulosa, hidroksietilselulosa, hidroksipropilselulosa, dan sodium karboksimetilselulosa.
7
Gambar 2. Struktur kimia derivate selulosa i. Metilselulosa Metilselulosa yang sangat kental digunakan sebagai zat pengental dalam sediaan topikal seperti krim dan gel. Stabil pada pH 3-11 dan temperatur kamar. Pada pemanasan, viskositasnya berkurang.
8
Gambar 3. Struktur Kimia Metilselulosa pH
: 5,0- 8,0
Derajat substitusi
: 1,64 – 1,92
Titik lebur
: 190-200 C
Kelarutan
: Asam asetat glacial, etanol-kloroform (1:1)
Inkompatibilitas
: Aminacrine HCl, klorokresol, fenol, resorsinol, metilparaben
ii. Hidroksietilselulosa
Gambar 4. Struktur Kimia Hidroksietilselulosa pH
: 5,0- 8,0
Derajat substitusi
: 1,64 – 1,92
Titik lebur
: 190-200 C
Kelarutan
: Larutan dalam air panas dan air dingin
Inkompatibilitas
: kasein, gelatin, polyvinyl alcohol, starch.
Hidroksietilselulosa merupakan polimer nonionik derivat selulosa. Hidroksietilselulosa banyak digunakan dalam formulasi sediaan farmasi digunakan seperti pada pembuatan gel, krim, dan sediaan tpoikal lainnya. Pada pH dibawah 5 Hidroksietilselulosa dapat mengalami hidrolisis sedangkan pada pH yang tinggi dapat terjadi oksidasi. Hidroksietilselulosa bersifat stabil walaupun bersifat
higroskopis.
Kekentalan
hidroksietilselulosa
dipengaruhi
oleh
temperaturnya. Semakin tinggi temperature, maka semakin rendah viskositasnya. iii. Hidroksipropilselulosa 9
Gambar 5. Struktur Kimia Hidrokspropil selulosa pH
: 5,0- 8,5
Titik lebur
: 260–275 oC.
Kelarutan
: Larutan dalam dingin (dibawah 38oC)
Inkompatibilitas
: Garam-garam inorganik
Hidroksipropilselulosa merupakan eter dari selulosa, dimana sebagian gugus –OH telah tersubstitusi oleh -OCH2CH(OH)CH3 . Nama lain HPC adalah Cellulose, 2-hydroxypropyl ether. HPC larut dalam air dingin pada suhu dibawah 38oC dan akan membentuk suatu larutan koloidal bening. HPC tidak larut dalam air panas sebab dan membentuk presipitat.HPC larut dalam pelarut polar organik seperti dimetilformamida, dimetilsufoksida, dioksan, etanol (95%), methanol, propan-2-ol (95%), dan propilenglikol. Berfungsi sebagai gelling agent pada cairan atau campuran air. Hidroksi propil selulosa menghasilkan jenis gel transparan untuk produk optalmik. iv. Sodium karboksimethilsellulosa
Gambar 6. Struktur Kimia Sodium karboksimethilsellulosa
10
Digunakan pada formulasi farmasetik oral dan topikal terutama untuk viscosity-increasing agen. Pada aplikasinya, biasa digunakan konsentrasi tinggi (4-6%) untuk produksi gel sebagai basis. Perbedaannya dengan metilselulosa adalah Na-CMC dapat larut baik dengan air panas maupun air dingin. Larutan dalam airnya stabil terhadap suhu berapapun serta dapat stabil dalam waktu lama pada suhu 1000C tanpa mengalami koagulasi. b. Gom Alam i. Tragacanth Tragacanth merupakan serbuk berwarna putih hingga putih kekuningan dengan konsentrasi antara 2%-5%, dan digunakan sebagai basis gel yang stabil pada pH 4-8. Tragakan termasuk bahan yang rentan terhadap kontaminasi mikroba dan perubahan pH di luar rangenya. Formulasinya harus terdiri dari agen pendispersi seperti alkohol, gliserol atau minyak mudah menguap untuk mencegah gumpalan.
Gambar 7. Padatan Tragacanth ii. Carrageenan Karagenan adalah senyawa yang diekstraksi dari rumput laut dari Famili Rhodophyceae yang terdiri dari rantai poliglikan bersulfat dengan massa molekuler (Mr) kurang lebih di atas 100.000 serta bersifat hidrokoloid. Karagenan tidak mempunyai nilai nutrisi dan digunakan pada makanan sebagai bahan pengental, pembuatan gel, dan emulsifikasi.Tiga tipe utama karagenan yang digunakan dalam industri makanan adalah ι-karagenan, κ-karagenan(E. cottonii),
11
dan λ-karagenan (E. spinosum).Karagenan diperoleh melalui ekstraksi dari rumput laut yang dilarutkan dalam air atau larutan basa kemudian diendapkan menggunakan alkohol atau
KCl.
Alkohol
yang
digunakan
terbatas
pada metanol, etanol, dan isopropanol. Karagenan dapat digunakan pada makanan hingga konsentrasi 1500mg/kg.
Gambar 8. Struktur kimia berbagai jenis Carageenan. Ada tiga jenis carageenan, yaitu:
Iota karagenan (ι-karagenan) adalah jenis yang paling sedikit jumlahnya di alam, dapat ditemukan di Euchema spinosum (rumput laut) dan merupakan
12
karagenan yang paling stabil pada larutan asam serta membentuk gel yang kuat pada larutan yang mengandung garam kalsium.
Kappa karagenan (κ-karagenan) merupakan jenis yang paling banya terdapat di alam (menyusun 60% dari karagenan pada Chondrus crispus dan
mendominasi
pada Euchema
cottonii). Karagenan
jenis
iniakan terputus pada larutan asam, namun setelah gel terbentuk, kargenan ini akan resisten terhadap degradasi. Kappa karagenan membentuk gel yang kuat pada larutan yang mengandung garam kalium.
Lambda karagenan (λ-karagenan) adalah jenis karagenan kedua terbanyak di
alam
serta
merupakan
komponen
utama
pada Gigartina
acicularis dan Gigatina pistillata dan menyusun 40% dari karagenan pada Chondrus crispus. Selain itu, lambda karagenan adalah yang kedua paling stabil setelah iota karagenan pada larutan asam, namun pada larutan garam, karagenan ini tidak larut. iii. Pektin Pektin merupakan segolongan polimer heterosakarida yang diperoleh dari dinding sel tumbuhan darat. Wujud pektin yang diekstrak adalah bubuk putih hingga coklat terang. Pektin banyak dimanfaatkan pada industri pangan sebagai bahan perekat dan stabilizer (agar tidak terbentuk endapan).
Gambar 9. Struktur kimia pektin Pektin memiliki pH 6.0–7.2 dan larut dalam air namun tidak larut dalam pelarut organic. Penyusun utama biasanya polimer asam D-galakturonat, yang
13
terikat dengan α-1,4-glikosidik. Asam galakturonat memiliki gugus karboksil yang dapat saling berikatan dengan ion ion Mg2+ atau Ca2+ sehingga berkasberkas polimer "berlekatan"satu sama lain. Ini menyebabkan rasa "lengket" pada kulit. Tanpa kehadiran kedua ion ini, pektin larut dalam air. Garam-garam Mgatau Ca-pektin dapat membentuk gel, karena ikatan itu berstruktur amorf (tak berbentuk pasti) yang dapat mengembang bila molekul air "terjerat" di antara ruang-ruang. Penggunaan pektin yang paling umum adalah sebagai bahan perekat/pengental (gelling agent) pada selai dan jelly. Pemanfaatannya sekarang meluas sebagai bahan pengisi, komponen permen, serta sebagai stabilizer pada produk makanan.
iv. Gelatin Gelatin bersumber dari tulang hewan yang diproses dengan larutan kimia hingga larutan tersebut mengental dan mengandung gelatin. Selain dari tulang hewan, gelatin juga dapat diperoleh dari jaringan kolagen kulit atau ligamen (jaringan ikat) hewan.
Gambar 10. Struktur kimia gelatin. Gelatin memiliki nilai gizi yang tinggi terutama pada kandungan protein khususnya asam amino dan rendahnya kadar lemak. Gelatin kering mengandung kira-kira 84 – 86 % protein, 8 – 12 % air dan 2 – 4 % mineral. Dari 10 asam amino essensial yang dibutuhkan tubuh, gelatin mengandung 9 asam amino essensial, satu asam amino essensial yang hampir tidak terkandung dalam gelatin yaitu triptofan.
14
v. Gom Xanthan Gum Xanthan bisanya digunakan sebagai bahan tambahan yang aman pada makanan dalam industri makanan misal produksi susu, kuah salad, minuman buah-buahan, dan sebagai pengental. Pada tingkatan yang lebih tinggi gum xanthan digunakan sebagai ”suspending agent” yang baik untuk menghilangkan pulp dan bahan-bahan yang dapat membuat keruh dalam beberapa minuman. Gum xanthan juga dipakai sebagai stabilizer untuk emulsi minyak flavor (flavour oil emulsion) dalam beberapa minuman khusus. Dalam bidang farmasi, Gom Xanthan digunakan untuk membuat gel hidrofilik dan stabilizer pada sediaan emulsi O/W. Konsentrasi yang biasa digunakan yaitu sangat rendah anatara 0,5% - 1 % dan sudah dapat meningkatkan viskosits suatu sediaan dengan baik. Gom xanthan stabil pada rentang pH dan rentang suhu yang luas namsun viskositnya menurun dengan adanya peningkatan shear; disebut juga memiliki sifat pseudoplastis. Xanthan gum dapat mengembang dengan air pada suhu ruang.
Gambar 11. Struktur kimia gom xanthan [C35H49O29 ]n c. Karbomer
15
Gambar 12. Struktur kimia asam akrilat penyusum karbomer Karbomer merupakan senyawa sintesis yang memiliki BM tinggi dan terdiri dari rantai asam akrilat. Karbomer mengandung sekitar 52% hingga 68% gugus karboksilat (COOH). Karbomer banyak digunakan sebagai bahan pembentuk gel pada konsentrasi 0.5-2%. Pemerian karbomer berupa serbuk putih higroskopik dengan bau lemah. Jenis Carbomer dalam USP 23/NF 18, yaitu carbomer 910, 934, 934P, 940, dan 1342. Karbomer sering digunakan dalam sedian setengah padat sebagai pengatur reologi dalam sediaan krim, gel, lotio, dan ointment.
d. Alginat
Gambar 12. Struktur kimia Alginat Alginat adalah polimer linier organik polisakarida yang terdiri dari monomer α-L asam guluronat (G) dan β-D asam manuronat (M) dengan rumus kimia atau dapat berupa kombinasi dari kedua monomer tersebut (C 6H8O6)n dan BM 10,000 600,000. Alginat dapat diperoleh dari ganggang coklat yang berasal dari genus Ascophyllum, Ecklonia, dan Durvillaea. Struktur dasar dari monomer alginat adalah cincin tetrahydopyran dan dapat membentuk 2 konfigurasi, yaitu C1 dan 1C seperti gambar di atas. β -Dmanuronat di alam terdapat dalam konfigurasi C1. Pada konfigurasi 1C α-D-
16
manuronat, interaksi -COOH pada C-5 dan -OH pada C-3 akan kaku, sedangkan pada C1 gugus-gugus ini berada pada posisi ekuatorial sehingga lebih stabil. Sebaliknya, untuk alasan yang sama, α -L-guluronat terdapat dalam konfigurasi 1C dibandingkan C1. Polimer
alginat
dibentuk
dari
hubungan
antara
C-1
dan
C-4
tiap monomer dan dihubungkan oleh ikatan eter oksigen. Polimer alginat terdiri dari 3 jenis, yaitu polimer M (manuronat), polimer G (guluronat), dan polimer MG. Polimer M dibentuk dari struktur ekuatorial gugus C-1 dan C-4 dan membentuk polimer lurus, sedangkan polimer G dibentuk dari struktur aksial. Perbedaan struktur polimer ini menyebabkan polimer G lebih banyak digunakan untuk proses pembentukan gel alginat dengan penambahan ion Ca2+. Ion tesebut akan menggantikan ion H+ pada gugus karboksilat dan membentuk jembatan ion penghubung antara polimer G yang satu dengan yang lainnya. Hubungan antar polimer G ini akan membentuk struktur egg-box. Sifat koloid, membentuk gel, dan hidrofilik menyebabkan senyawa ini banyak
digunakan
sebagai
emulsifier,
pengental,
dan stabilizer dalam
industri. Sifat hidrofilik alginat dimanfaatkan untuk mengikat air dalam proses pembekuan
makanan.
Pada
makanan
yang
dibekukan,
polimer
ini
mempertahankan jaringan makanan. Selain itu, polimer ini dapat digunakan sebagai emulsilemak dalam pembuatan saus dan mengenyalkan, menjaga tekstur, serta menghasilkan rasa yang enak dalam pembuatan pudding. Alginat juga dimanfaatkan dalam dunia kosmetik karena sifatnya yang dapat mengikat air dan mudah menembus jaringan. Hal ini menyebabkan polimer ini terikat sempurna pada jaringan kulit dan mempertahankan kelembaban (hidrofilik) dan elastisitas kulit. Selain aplikasi alginat dalam industri di atas, salah satu aplikasi alginat yang dimanfaatkan dalam sering dimanfaatkan adalah teknik imobilisasi dengan alginat dalam fermentasi gula olehyeast. Kelebihan teknik imobilisasi adalah penggunaan kembali biokatalis, produktivitas yang tinggi, dan pengurangan kontaminasi. Dari penelitian yang telah dilakukan, alginat merupakan matriks imobilisasi yang paling baik karena efisien, mudah digunakan, dapat dimodifikasi, dan tidak bersifat toksik.
17
Sedangkan, dalam percobaan, umumnya alginat digunakan sebagai suatu media, di mana sel yeast dari ragi akan diimobilisasikan dalam butiran-butiran alginat itu. Butiran-butiran tersebut akan ditempatkan dalam larutan gula (sukrosa)
untuk
melihat
proses
fermentasi yeast sebagai
salah
satu
metabolismenya dengan menghasilkan CO2 yang mengakibatkan butiran-butiran tersebut melambung ke atas untuk melepaskan gas. Ketika CO 2 telah dilepaskan, butiran tersebut akan terjadtuh kembali ke dasar botol dan akan naik lagi ketika proses fermentasi terjadi lagi. e. Bentonit Bentonit terbentuk
dari
abu vulkanik
dengan
rumus
struktur
Al2O3.4SiO2.H2O. Sifat materialnya tidak menyerap air dan banyak digunakan sebagai bahan kosmetik, adhesive, cat, keramik, dan semen. Bentonit dapat dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan kandungan alumunium silikat hydrous, yaitu activated clay dan fuller's Earth. Activated clay adalah lempung yang kurang memiliki daya pemucat, tetapi daya pemucatnya dapat ditingkatkan melalui pengolahan tertentu. Sementara itu, fuller's earth digunakan di dalam fulling atau pembersih bahan wool dari lemak. Berdasarkan tipenya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu : a. Tipe Wyoming (Na-bentonit – Swelling bentonite) Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering berwarna putih atau cream, pada keadaan basah dan terkena sinar matahari akan berwarna mengkilap. Perbandingan soda dan kapur tinggi, suspensi koloidal mempunyai pH: 8,5-9,8, tidak dapat diaktifkan, posisi pertukaran diduduki oleh ion-ion sodium (Na+). b. Mg, (Ca-bentonit – non swelling bentonite) Tipe bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi di dalam air, tetapi secara alami atau setelah diaktifkan mempunyai sifat menghisap yang baik. Perbandingan kandungan Na dan Ca rendah, suspensi koloidal memiliki pH: 4-7.
18
Posisi pertukaran ion lebih banyak diduduki oleh ion-ion kalsium dan magnesium. Dalam keadaan kering bersifat rapid slaking, berwarna abu-abu, biru, kuning, merah dan coklat. Penggunaan bentonit dalam proses pemurnian minyak goreng perlu aktivasi terlebih dahulu. Endapan bentonit pada umumnya terdiri dari jenis kalsium (Ca-bentonit). Na-bentonit dimanfaatkan sebagai bahan perekat, pengisi (filler), Lumpur bor, sesuai sifatnya mampu membentuk suspensi kental setelah bercampur dengan air. Sedangkan Ca-bentonit banyak dipakai sebagai bahan penyerap. Untuk lumpur pemboran, bentonit bersaing dengan jenis lempung lain, yaitu atapulgit, sepiolit dan lempung lain yang telah diaktifkan. f. Polivinil Asetat (PVA) Polivinil asetat adalah suatu polimer karet sintetis dengan rumus (C4H6O2)n. Polivinil asetat dibuat dari monomernya, vinil asetat. PVA dapat dihidrolisis sempurna atau sebagian dimana kana membentuk polivinil alkohol (PVOH). Rasio hasil hidrolisis ini berkisar antara 87% - 99%. Polivinil alkohol ini uga dapat digunakan sebagai basis gel.
Gambar 13. Struktur kimia PVA PVA
dijual
dalam
bentuk emulsi di
air.
PVA
sering
dijadikan kopolimer bersama akrilat (yang lebih mahal), Kopolimer ini disebut vinil akrilat. PVA juga bisa digunakan untuk melindungi keju dari jamur dan kelembapan. PVA larut dalam air dan memiliki tiga jenis berdasarkan viskositasnya, yaitu seperti berikut:
19
Tabel.2 Jenis PVA berdasarkan viskositanya.
20
Tabel 3. Spesifikasi PVA
g. PVP
Gambar 14. Struktur kimia PVP Polivynilpyrrolidone merupakan suatu polimer yang disintesis
dengan
struktur kimia 1-vinyl-2-pyrrolidinone dan memiliki rumus molekul (C 6H9NO)n. Dapat berfungsi sebagai disintegran, enhancer, dan suspending agent. PVP memiliki titik didih sebesar 150oC dengan densitas 1,180 g/cm3. Kelarutan PVP dalam berbagai pelarut, anatara lain mudah larut dalam asam, kloroforn, methanol, etanol, dan air. Dalam bidang farmasetika, PVP banyak digunakan dalam pengembangan produk sediaan farmasi. h. Polietilen
Gambar 15. Struktur kimia polietilen
21
Polietilena adalah termoplastik yang pada umumnya digunakan oleh konsumen produk sebagai kantong plastic, namun juga digunakan dalam bidang farmsetika untuk pembuatan sediaan gel. Berbagai bentuk dari polietilen dan kopolimernya digunakan pada cairan gel yang hidrofobik. Produk yang dihasilkan umumnya lembut, mudah menyebar yang membentuk lapisan tahan air pada permukaan kulit. Untuk membentuk gel, polimer harus didispersikan pada minyak di temperatur diatas 80oC dan pendinginan langsung untuk mengendapkan kristal halus yang menyusun matriks. Polietilena terdiri dari rantai panjang monomer etilena. Molekul etena C2H4 adalah CH2=CH2 , dimana dua grup CH2 bersatu dengan ikatan ganda. Polietilena dibentuk melalui proses polimerisasi dari etena. Polietilena bisa diproduksi melalu proses polimerisasi radikal, polimerisasi adisianionik, polimerisasi ion koordinasi, atau polimerisasi adisi kationik. Setiap metode menghasilkan tipe polietilena yang berbeda. 2.6 Formulasi Gel Sediaan gel, seperti sediaan farmasi lainnya, memerlukan formulasi sediaan yang tepat. Namun, formulasi sediaan gel bukan berarti kaku dan tidak bisa diubah-ubah. Tetap diperlukan rasa seni dalam mencampur bahan-bahan gel menjadi suatu sediaan yang selain memiliki efek terapi yang diinginkan, juga nyaman dipakai serta sedap dipandang mata. Beberapa bahan yang digunakan dalam pembuatan sediaan gel antara lain: 1. Fase Air Air merupakan komponen utama dalam gel hidrofilik karena dalam gel, air akan dijerap dalam polimer gelling agent untuk kemudian mengembang dan membentuk massa gel yang diinginkan. Air juga dapat berfungsi sebagai pelarut atau pensuspensi bagi zat aktif dalam sediaan. 2. Gelling Agent / Basis Gel
22
Basis gel atau gelling agents adalah suatu polimer penyusun matriks tiga dimensi yang akan mengikat air dan zat-zat pengisi gel yang lain di dalamnya. Basis gel telah dijelaskan dengan terperinci sebelumnya. Selain zat tersebut di atas, gel juga terdiri dari beberapa bahan tambahan, antara lain: 1. Kosolven Seringkali air saja tidak cukup sebagai pelarut sehingga dibutuhkan pelarut tambahan atau sering disebut kosolven. Kosolven yang sering digunakan antara lain propilen glikol, alkohol, gliserol, dan polietilen glikol. Kosolven selain berfungsi untuk meningkatkan kelarutan zat aktif di dalam pembawa, juga dapat berfungsi untuk meningkatkan penetrasi gel ke dalam kulit seperti etanol. 2. pH adjusment Beberapa gel memerlukan rentang pH yang tepat agar dapat terbentuk sempurna. Karena itu, diperlukan pengatur pH untuk mengatur pH sediaan baik saat proses produksi maupun penyimpanan. Salah satu contoh pH adjusment adalah NaOH pada karbomer yang berfungsi menetralkan larutan sehingga gugus karboksil pada karbomer akan terionisasi. Hal ini akan menghasilkan pengembangan dari rantai polimer karena gaya tolak menolak antara grup terionisasi yang saling berhadapan. 3. Enhancer Penambahan enhancer ke dalam sediaan semisolid, terutama gel ditujukan untuk meningkatkan fluks obat yang melewati membran kulit (Williams dan Barry, 2004). Enhancer sendiri bekerja melalui 3 mekanisme, yaitu dengan cara (1) mempengaruhi struktur stratum korneum, misalnya dengan mendegradasi protein pelindung (lapisan tanduk) dan lipid yang menjadi barrier penetrasi obat ke dalam kulit, (2) berinteraksi dengan protein intraseluler dan memperbaiki partisi obat, serta (3) sebagai coenhancer atau
23
cosolvent yang menjadi media bagi molekul zat aktif untuk berpenetrasi ke dalam stratum corneum (Swarbrick dan Boylan, 1995) Senyawa-senyawa yang dapat berfungsi sebagai enhancer antara lain air, sulfoksida, senyawa sejenis azone, pirolidon, asam-asam lemak, alkohol dan glikol, surfaktan, urea, minyak atsiri, terpen, dan fosfolipid. (Swarbrick dan Boylan, 1995; Williams dan Barry, 2004). Contoh penggunaan enhancer dalam sediaan misalnya penggunaan asam oleat. Asam oleat merupakan golongan asam lemak yang dapat berfungsi sebagai peningkat penetrasi pada pemberian melalui transdermal, dengan cara berinteraksi dengan lipid pada stratum corneum menggunakan konfigurasi cis (Swarbrick dan Boylan, 1995). Asam oleat dapat digunakan sebagai enhancer dalam jenis gel lipogel yang terdiri dari emulsi fase minyak dan fase air. Contoh lainnya adalah Tween 80, yang merupakan jenis surfaktan nonionik yang dapat digunakan sebagai peningkat penetrasi dengan cara melarutkan senyawa yang bersifat lipofilik dan melarutkan lapisan lipid pada stratum korneum (Williams dan Barry, 2004) 4. Antioksidan Dalam semua pembuatan sediaan farmasi, termasuk sediaan gel, stabilitas adalah salah satu hal yang wajib diperhatikan dan dievaluasi. Oleh karena itu, beberapa bahan tambahan dimasukkan untuk memelihara kestabilan sediaan hingga batas waktu tertentu. Penambahan bahan ini disesuaikan dengan mekanisme penghancur kestabilan itu sendiri. Salah satu hal yang dapat merusak kestabilan sediaan, terutama kestabilan zat aktif adalah adanya ion radikal bebas yang dapat berikatan dengan salah satu gugus di dalam zat aktif dan menyebabkan terjadinya degradasi oksidatif. Hal ini dapat menyebabkan sediaan menjadi tidak aman lagi untuk dikonsumsi. Untuk mencegah terjadinya degradasi oksidatif tersebut, antioksidan biasanya ditambahkan pada sediaan gel. Antioksidan bekerja dengan menyediakan tempat untuk oksidasi sehingga senyawa tersebut akan teroksidasi terlebih dulu dibandingkan zat aktif. Pemilihan antioksidan
24
disesuaikan dengan sifat dari pembawa gel, namun karena umumnya pembawa gel adalah suatu senyawa hidrokoloid, maka antioksidan yang digunakan adalah senyawa larut air seperti natrium metabisulfit dan natrium formaldehid sulfoksilat. 5. Pengawet Tujuan penambahan pengawet tidak jauh berbeda dengan antioksidan yaitu memelihara kestabilan sediaan. Namun mekanisme yang digunakan berbeda. Pengawet bertugas memelihara stabilitas sediaan dari segi mikrobiologi yaitu mencegah mikroorganisme tumbuh pada sediaan. Pada sediaan dengan kandungan air yang tinggi seperti gel, mikroorganisme dapat lebih mudah tumbuh dan merusak sediaan sehingga diperlukan pengawet untuk mencegah hal tersebut. Beberapa contoh pengawet sesuai basis gelnya antara lain:
Tragacanth: metil hidroksi benzoat 0,2% b/v dan propil hidroksi
benzoat 0,05 % b/v Natrium alginat: metil hidroksi benzoat 0,1-0,2% b/v atau klorokresol
0,1% b/v atau asam benzoat 0,2% b/v Pektin: asam benzoat 0,2% b/v atau metil hidroksi benzoat 0,12 % b/v
atau klorokresol 0,1-0,2 % b/v Starch glyserin: metil hidroksi benzoat 0,1-0,2% b/v atau asam
benzoat 0,2% b/v MC: fenil merkuri nitrat 0,001 % b/v atau benzalkonium klorida
0,02% b/v Na CMC: metil hidroksi benzoat 0,2 % b/v dan propil hidroksi benzoat 0,02% b/v
Polivinil alkohol : klorheksidin asetat 0,02 % b/v
6. pH balancer Stabilitas suatu sediaan gel terkadang juga dipengaruhi oleh pH. Karena itu buffer atau dapar adakalanya juga dibutuhkan, selain dalam proses pembuatan maupun penyimpanan. Di samping itu, dalam penggunaan atau
25
aplikasinya, sebaiknya pH sediaan sama dengan pH tempat pemberian agar aman dan tidak menimbulkan rasa sakit. 7. Chelating agent Chelating agent adalah senyawa organik yang dapat membentuk kompleks dengan mengelompokkan ion logam berat. Senyawa jenis ini akan membersihkan ion logam dari gel dengan cara membentuk garam dengan ion logam tersebut dan menahannya di dalam larutan. Dengan membentuk kompleks yang tidak larut, maka kompleks tersebut dapat dipindahkan dengan cara mencucinya dengan air. Dalam gel, chelating agent berfungsi untuk menjaga kestabilan basis dan zat aktif yang sensitif terhadap logam berat. Contoh dari senyawa ini adalah EDTA. 8. Pewarna dan Pewangi Penggunaan pewarna dan pewangi untuk sediaan gel biasanya tidak terbatas dan disesuaikan dengan tujuan pengaplikasian sediaa gel tersebut. Contoh pewarna dalam sediaan gel misalnya Dye Red FD & C N40, Dye Blue FD & C N1, dan Dye Yellow FD & C N5. Penggunaan pewarna biasanya digunakan pada gel dengan formulasi lipogel atau emulgel, sebab formulasi gel aqueous biasanya lebih disukai dengan warna jernih dan transparan agar tidak meninggalkan bekas di kulit. Pewangi pada sediaan gel, termasuk sediaan topikal lainnya biasanya bervariasi, tergantung pada tujuan penggunaan sediaan. Penggunaan pewangi biasanya ditambahkan terakhir setelah seluruh gel tercampur homogen. Contoh pewangi misalnya rose oil perfume, jasmine essence, dan Diabolo perfume. Berikut contoh formulasi gel pada skala laboratorium yang diambil dari jurnal ‘Formulasi Gel Topikal dari Ekstrak Nerii Folium dalam Sediaan Anti Jerawat’ oleh Joshita Djajadisastra, Abdul Mun’im, dan Dessy NP. Dalam jurnal tersebut diberikan metode pembuatan gel dengan tiga gelling agents yang berbeda yaitu karbomer, Na CMC, dan Na alginat. Sebelum membahas satu persatu
26
metode pembuatannya, akan dijabarkan terlebih dulu formulasi ketiga sediaan tersebut, yang hanya berbeda pada gelling agents dan metode pembuatannya. Tabel 4. Komposisi bahan sediaan gel No. 1. 2.
3. 4. 5.
Nama bahan NaOH
Fungsi pH adjusment /
Propilen glikol
pengatur pH Kosolven dan pembawa
Keterangan mengenai bahan NaOH = 40.00
Na Askorbat Metil paraben
Antioksidan Pengawet /
C3H8O2 = 76.09. C6H7NaO6 = 198.1 C8H7NaO3 = 174.1
Air
preservatives Pelarut/pembawa
H2O = 18.02
1. Pembuatan gel berbasis karbomer Komposisi bahan gel: Tabel 5. Formulasi gel berbasis karbomer No
Nama Bahan
. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Ekstrak Karbomer NaOH Propilen glikol Na Askorbat Metil paraben Air
Jumlah Bahan (g)
% Bahan (%)
50 5 2 50 0,5 0,9 ad 500
10 1 0,4 10 0,1 0,18 ad 100
Berikut metode pembuatan gel berbasis karbomer: 1) Karbomer didispersikan dalam 200 gram air menggunakan mixer kecepatan rendah sampai homogen. 2) Setelah busa hilang, ditambahkan larutan NaOH 20% sebanyak 10 ml untuk menetralisir pH dan diaduk lagi sampai terbentuk massa gel.
27
3) Dibuat larutan nipagin dalam air panas dan larutan natrium askorbat kemudian dimasukkan dalam massa gel dan terus diaduk dengan mixer sampai homogen. 4) Ekstrak sejumlah 50 gram didispersikan dalam 50 gram propilen glikol dan 50 gram air, diaduk hingga homogen kemudian dicampurkan ke dalam massa gel dan diaduk dengan kecepatan rendah. Sisa air ditambahkan hingga tepat 500 gram sambil terus diaduk hingga gel homogen 2. Pembuatan gel berbasis Na CMC Komposisi bahan gel: Tabel 6. Formulasi gel berbasis Na CMC No
Nama Bahan
Jumlah Bahan (g)
% Bahan (%)
. 1. 3. 4. 5. 6. 7.
Ekstrak Na CMC Propilen glikol Na Askorbat Metil paraben Air
50 20 50 0,5 0,9 ad 500
10 4 10 0,1 0,18 ad 100
Berikut metode pembuatan gel berbasi Na CMC: 1) Na CMC didispersikan dalam 200 gram air menggunakan mixer kecepatan rendah sampai homogen dan terbentuk massa gel. 2) Larutan nipagin dalam air panas dan larutan natrium askorbat dimasukkan dalam massa gel dan terus diaduk dengan mixer sampai homogen. 3) Ekstrak sebanyak 50 gram didispersikan dalam 50 gram propilen glikol dan 50 gram air, diaduk hingga homogen kemudian dicampurkan ke dalam massa gel dan diaduk dengan kecepatan rendah.
28
4) Sisa air ditambahkan hingga tepat 500 gram sambil terus diaduk hingga gel homogen 3. Pembuatan gel berbasis Na alginat Komposisi bahan gel: Tabel 7. Formulasi gel berbasis Na alginat No
Nama Bahan
. 1. 3. 4. 5. 6. 7.
Ekstrak Na alginat Propilen glikol Na Askorbat Metil paraben Air
Jumlah Bahan (g) 50 20 50 0,5 0,9 ad 500
% Bahan (%) 10 4 10 0,1 0,18 ad 100
Sedangkan proses pembuatan gel berbasis Na alginat adalah sebagai berikut: 1) Na alginate didispersikan dalam 200 gram air menggunakan mixer kecepatan rendah sampai homogeny dan terbentuk massa gel. 2) Larutan nipagin dalam air panas dan larutan natrium askorbat dimasukkan dalam massa gel dan terus diaduk dengan mixer sampai homogen. 3) Ekstrak sebanyak 50 gram didispersikan dalam 50 gram propilen glikol dan 50 gram air, diaduk hingga homogen kemudian dicampurkan ke dalam massa gel dan diaduk dengan kecepatan rendah. 4) Sisa air ditambahkan hingga tepat 500 gram sambil terus diaduk hingga gel homogen, Berikut ini adalah beberapa contoh lain penggunaan sediaan gel dalam formulasi skala laboratorium. 1. Resep gel klorheksidin R/
Klorheksidin diasetat
2 gram
29
1,2-Propilen glikol
3 gram
Lutrol F 127
22 gram
Air
46 gram
Dalam
pembuatannya,
gel
ini
menggunakan
beberapa
eksipien.
Diantaranya adalah propilen glikol dan air. Campuran pelarut ini dapat membantu kelarutan klorheksidin diasetat karena zat aktif ini tidak dapat larut dalam air. Sebagai gelling agent digunakan Lutrol F 127 yang memiliki sinonim Poloxamer. Lutrol terbuat dari polietilen glikol 73% dan polipropilen glikol 27%. dengan bobot molekul kira-kira 12.000. Untuk membuat sediaan, larutkan klorheksidin diasetat dengan propilen glikol dan sedikit air. Lalu ditambahkan Lutrol F 127 dan sisa air sedikit demi sedikit. Sediaan yang dihasilkan adalah gel yang tak berwarna. 2.
Resep gel neomisin
R/
Neomisin sulfat
0.05 gram
Propilen glikol5 gram Paraben
0.5 gram
Lutrol F 127
20 gram
Air
74.5 gram
Untuk membuat sediaan, paraben dan Lutrol F 127 dilarutkan air panas kira-kira 800 C. Lalu larutan ditambahkan propilen glikol dan neomisin sulfat. Setelah itu gel didinginkan pada suhu ruang. Gel yang didapat adalah gel bening yang lembut. Eksipien yang digunakan adalah paraben yang berguna sebagai pengawet dengan menjadi antibakteri dan antijamur. Propilen glikol dan air digunakan sebagai campuran pelarut dan Lutrol sebagai gelling agent.
30
3. R/
Resep gel hidrokortison etanolik Hidrokortison asetat 0.5 gram Cremophor RH 40
6 gram
Trietanolamin
0.9 gram
Air
7.6 gram
Etanol 96%
60 gram (1)
Carbopol 940
0.5 gram
Air
24.5 gram (2)
Gel dibuat dengan 2 tahap. Tahap 1 dengan pembuatan emulsi hidrokortison asetat. Untuk melarutkan trietanolamin, pelarut yang khusus digunakan adalah cremophor RH 40. Zat ini memiliki senyawa alkil eter yang dapat melarutkan trietanolamin. Setelah itu etanol dan air dicampurkan dan ditambahkan hidrokortison asetat. Kedua larutan lalu dicampur untuk membuat emulsi tahap 1. Untuk membuat larutan carbopol sebagai pengatur sifat alir, digunakan air. Larutan carbopol kemudian ditambahkan ke emulsi. Hasil yang didapat berupa gel jernih tak berwarna 4. Resep gel betametason R/
Betametason valerat
0.1 gram
Etanol 96%
10 gram
Propilen glikol
20 gram
Lutrol F 127
22 gram
31
Air
47 gram
Pembuatan gel hampir sama seperti gel-gel sebelumnya. Pertama zat aktif (betametason valerat) dilarutkan dalam etanol dan propilen glikol karena zat ini sulit larut dalam air tapi larut dalam etanol (1:65). Oleh karena itu digunakan campuran pelarut propilen glikol. Setelah itu air dan Lutrol F 127 dicampurkan dalam suhu 700 C. Kedua larutan lalu dicampur dan didinginkan pada suhu ruang. Gel yang didapat adalah gel tidak berwarna dan jernih. Proses pembuatan gel dalam skala industri pun sebenarnya memiliki prinsip yang sama, namun dengan jumlah bahan dan alat-alat yang lebih mutakhir. Berikut beberapa contoh formulasi gel skala industri: A. Gel diklofenak dietilamonium Tabel 8. Bahan penyusun gel diklofenak dietilamonium dan keterangannya No. 1.
Nama bahan Carbopol 940 /
Fungsi Gelling agents
Keterangan mengenai bahan Polyacrylic Acid
Carbomer 940
2.
Alkohol 190 proof
Kosolven dan pembawa
C2H5OH = 46.07 3.
Menthol
Adjuvant (penyejuk dalam gel)
32
C10H20O = 156.3 4.
Diclofenac
USE Zat aktif
diclofenac diethylammonium
C18H22Cl2N2O2 = 369.3 5.
6.
Trolamine
Air murni (Water
pH adjusment
C6H15NO3 = 149 H2O = 18.02
Fase air
purified)
Komposisi bahan: Tabel 9. Komposisi dan presentase bahan penyusun gel diklofenak dietilamonium No
Nama Bahan
Jumlah Bahan
% Bahan (%)
. 1.
(g/kg) Diclofenac USE diclofenac
12,47
1,247%
2. 3. 4. 5. 6.
diethylammonium Air murni (Water purified) Alkohol 190 proof Trolamine Carbopol 940 / Carbomer 940 Menthol
465,53 500,00 12,00 8,00 2,00
46,553% 50% 1,2% 0,8% 0,2%
Cara pembuatan: 1) Air dan dan alkohol dimasukkan ke dalam tangki pencampur stainless steel grade 316. 2) Tambahkan kristal mentol pada campuran alkohol-air. Campur selama 5 menit hingga semua terlarut.
33
3) Tambahkan zat aktif atu diklofenak dietilamonium ke dalam tangki pencampur. Campur selama 10 menit hingga semua terlarut sempurna. 4) Saat pencampuran, taburkan karbomer. Lanjutkan pencampuran dengan kecepatan rendah selama 1 s.d. 2 jam sampai karbomer mengembang sempurna dalam larutan hidroalkohol. 5) Tambahkan trolamin dan campur selama 10 menit sampai terbentuk gel. 6) Masukkan ke dalam tube alumunium yang cocok. B. Gel rambut viskositas tinggi Tabel 10. Bahan penyusun gel rambut viskositas tinggi dan keterangannya No. Nama bahan 1. Air #1 2. Carbomer
Fungsi Fase air Gelling
Keterangan mengenai bahan H2O = 18.02 Polyacrylic Acid
agents
3.
Gliserin
Pelarut, lubrikan, dan peningkat
4.
Panthenol
kelembaban
C3H8O3 = 92.09
2 – 5% untuk
Propane-1,2,3-triol C9H19NO4 = 205.3
terapi HO
HN
berbagai penyakit kulit minor
HO
O
OH
Dexpanthenol: (R)-2,4Dihydroxy-N-(3-hydroxypropyl)3,3dimethylbutyramide
34
5.
Disodium EDTA
Chelating agent (agen pengompleks) C10H14N2Na2O8,2H2O = 372.2 Disodium dihydrogen ethylenediaminetetra-acetate Dehydrate
6.
Benzophenone-4
Sunscreen, melindungi dari UVA maupun UVB C14H12O6S = 308.3 5-Benzoyl-4-hydroxy-2methoxybenzenesulphonic
7.
Diazolidinyl urea & iodopropynyl
Preservatives
Acid C8H12INO2 = 281.1
butylcarbamate
(pengawet)
3-Iodo-2-propynyl-N-butyl carbamate.
8.
Air #2
Pelarut
H2O = 18.02
(pembawa)
35
9.
PVP K-90
Suspending agent & dispersing agent
(C6H9NO)n Poly (2-oxopyrrolidin1-ylethylene) 10.
11. 12.
PVP /
Suspending
dimethylaminoethylmethacrylate
agent &
copolymer (20% active, high
dispersing
MW) Oleth-20
agent Cleansing,
Poly(oxy-1,2-ethanediyl),
Fragrance
surfaktan Pewangi
(Z)-octadecenyl-.ω.-hydroxy Dapat bervariasi. Dalam
O
-
O
N
.α.-9-
formulasi ini tidak disebutkan jenisnya. 13.
Aminomethylpropanol
Dapar / buffer
C4H10NO = 89,13624
36
Komposisi bahan: Tabel 11. Komposisi dan presentase bahan penyusun gel rambut viskositas tinggi No
Nama Bahan
%
. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Air #1 Carbomer Gliserin Panthenol Disodium EDTA Benzophenone-4 Diazolidinyl urea & iodopropynyl butylcarbamate Air #2 PVP K-90 PVP / dimethylaminoethylmethacrylate copolymer
berat/berat 72,23 0,5 0,5 0,05 0,05 0,02 0,2 20,0 2,0 3,0
11. 12. 13.
(20% active, high MW) Oleth-20 Fragrance Aminomethylpropanol
0,8 0,15 0,5
Cara pembuatan: 1) Karbomer didispersikan secara merata pada Air #1 di ketel utama menggunakan vortex yang kuat dengan agitator shear rendah (tipe propeller). Campur hingga benar-benar homogen dan lembut (warna abu-abu transparan). 2) Bahan-bahan lain (nomor 2 – 7) ditambahkan sesuai urutan. 3) Di ketel samping, PVP ditambahkan pada Air #2 dan diaduk hingga terlarut. Kecepatan pengadukan diturunkan untuk mencegah udara masuk ke dalam formulasi. 4) Bahan lain ditambahkan sesuai urutan. 5) Bahan-bahan yang telah tercampurkan
pada
ketel
samping
dipindahkan ke ketel utama, kecepatan pengadukan ditingkatkan seiring kenaikan viskositas. 6) Bahan-bahan diaduk selama minimal 30 menit setelah gel mencapai warna yang transparan. 7) pH dan viskositas gel dicek selama satu jam setelah pengadukan dan sekali lagi pada hari berikutnya. Hal ini dimaksudkan untuk melihat 37
apakah ada gelembung air di dalam gel yang akan membuat gel menjadi keruh. Penggunaan ketel vakum akan mencegah hal ini terjadi, dan memang lebih baik dilakukan tindakan pencegahan karena bila telah terbentuk gelembung akan sangat sulit menghilangkannya meskipun menggunakan Versator. C. Gel klorheksidin Klorheksidin diasetat 1,2-Propilen glikol Lutrol F 127 Air Dalam pembuatannya, gel
2% 30 % 22 % 46 % ini menggunakan beberapa eksipien.
Diantaranya adalah propilen glikol dan air. Campuran pelarut ini dapat membantu kelarutan klorheksidin diasetat karena zat aktif ini tidak dapat larut dalam air. Sebagai gelling agent digunakan Lutrol F 127 yang memiliki sinonim Poloxamer. Lutrol terbuat dari polietilen glikol 73% dan polipropilen glikol 27%. dengan bobot molekul kira-kira 12.000. Untuk membuat sediaan, larutkan klorheksidin diasetat dengan propilen glikol dan sedikit air. Lalu ditambahkan Lutrol F 127 dan sisa air sedikit demi sedikit. Sediaan yang dihasilkan adalah gel yang tak berwarna.
Gambar 16. Struktur klorheksidin diasetat
Gambar 17. Struktur polietilen glikol
38
Gambar 18. Struktur propilen glikol
Gambar 19. Struktur Lutrol F 127 D. Gel Diklofenat dietilamin Diklofenat Carbopol 934P Isopropil alkohol Parafin liquid Cetiol Cetomacrogol Dietilamin Parfum Air
1,1 % 1,2 % 23 % 2,5 % 2,5 % 2,0 % 0,9 % 0,1 % 68 %
Gambar 20.Struktur Carbopol
39
Gambar 21. Struktur diklofenat dietilamin
Gambar 22. Struktur isopropil alkohol
Gambar 23. Struktur cetiol Berikut prosedur pembuatan sediaan: 1. Masukkan 90% air ke dalam mixing vessel, panaskan hingga 800C. Aduk sampai terbentuk pusaran. 2. Tambahkan carbopol sebagai gelling agent setelah melewati ayakan 1 mm. Campurkan selama 5 menit. Masukkan dalam Becomix dan pertahankan temperatur 70o C. 3. Campurkan parafin liquid dan cetomacrogol untuk emulsifiying agent dalam wadah lain. Lelehkan pada 70 o C. Tambahkan pada Becomix. Campurkan pada kecepatan II, vacum pada tekanan 0.40.6 bar selama 5 menit dengan kecepatan 10 rpm. Dinginkan pada 30o C. 4. Tambah dan larutkan dietilamin pada air. Tambahkan pada campuran sebelumnya, kemudian aduk selama 20 menit. Homogenkan pada kecepatan I dengan waktu 5 menit, vakum pada kecepatan 10 rpm. 5. Tambahkan parfum dan campur selama 5 menit, kemudian masukkan wadah (30 gram).
E. Gel eritromisin Eritromisin Lutrol E 400 Propilen glikol Lutrol F 127 Air
1,0 % 20 % 20 % 20 % 39 % 40
Gambar 24. Struktur eritromisin
Gambar 25. Struktur polietilen glikol Untuk pembuatan gel eritromisin, larutkan eritromisin, Lutrol E 400 (macrogol dan polietilen glikol) dan propilen glikol pada suhu 70 0 C.Lutrol E 400 digunakan untuk membantu kelarutan zat karena kelarutan eritromisin pada air dan propilen glikol cukup kecil. Lalu larutkan Lutrol F 127 dengan air. Campurkan pada larutan eritromisin. Dinginkan sampai udara keluar. Masukkan ke dalam wadah. F. Gel aloe vera Ekstrak aloe vera Propilen glikol Lutrol F 127 Air Pengawet Cremophor RH 40 Parfum
04 % 5% 20 % 73,6 % QS 1,1 % QS
Untuk membuat gel aloe vera, larutkan ekstrak aloe vera, propilen glikol pengawet dan air. Setelah itu, buat campuran Cremophor dan parfum. Campurkan kedua campuran. Lalu dinginkan pada suhu <10o C dan larutkan Lutrol. Pertahankan temperatur hingga gelembung hilang. Viskositas harus kurang lebih 60 Pa. PH kira-kira 5.5 pada suhu 20-250
41
C dalam wadah. Campurkan selama 2 menit. Simpan pada wadah yang bersih. Dalam skala industri, peralatan yang digunakan harus mencukupi pembuatan produk dalam jumlah banyak. Berikut beberapa contoh alat yang biasa digunakan dalam skala industri: 1) Mixer
Gambar 26. Alat pencampur skala industri 2) Filler
42
Gambar 27. Mesin pengisi sediaan gel kemasan sachet
Gambar 28. Mesin pengisi sediaan gel kemasan tube 3) Gelling plant
43
Gambar 29. Gelling plant, terdiri dari mixer, homogenizer dan penghilang busa, serta filler
44
Berikut beberapa contoh sediaan gel yang beredar di pasaran: 1. Benzoyl Peroxyde Gel
Gambar 30. Benzoyl Peroxyde Gel (Clean and Clear) 2. Gel Voltaren
Gambar 31. Gel Voltaren 3. Gel Ibuprofen
Gambar 32. Gel ibuprofen
45
BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan Sediaan gel merupakan sediaan semisolid yang digunakan secara topikal dan terdiri dari partikel anorganik kecil atau molekul besar yang tersuspensi dalam cairan dan merupakan suatu sistem disperse yang minimal terdiri dari dua fase. Secara umum sediaan gel terdiri dari gel hidrofilik dan gel hidrofobik. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa penggolongan lain untuk gel berdasarkan fase yang terbentuk, fase koloid, maupun sifat pelarut. Gel dibuat dengan menggunakan basis gel dan pensuspensi/pelarut dengan beberapa bahan tambahan lain seperti pengawet, antioksidan, dan lain-lain. Basis gel terdiri dari berbagai macam senyawa yang merupakan suatu polimer. Pembuatan gel secara umum adalah dengan mendispersikan air dan pelarut/pensuspensi serta bahan-bahan pembuat gel yang lain ke dalam basis gel. 3.2 Saran Untuk memperdalam pengetahuan mengenai sediaan gel, sebaiknya dibahas juga mengenai cara produksi obat yang baik, pengemasan, serta distribusinya. Selain itu, akan lebih baik lagi jika sediaan gel dibahas per tempat aplikasi, karena perbedaan tempat aplikasi biasanya juga memberikan perbedaan, meski hanya sedikit, pada formulasi.
46
DAFTAR PUSTAKA Ansel, Howard C. Allen, Loyd V. PoPovich, Nicholas G. 1999. Pharmaceutical Dosage Form and Drug Delivery System Seventh Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins British Pharmacopoeia. 2009. British Pharmacopoeia Volume 1. London: The Stationery Office Djajadisastra, Joshita; Mun’im, Abdul; NP, Dessy. 2009. Formulasi Gel Topikal dari Ekstrak Nerii Folium dalam Sediaan Anti Jerawat. Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 4 Juli 2009: 210 -216. Folker, Buhler.2001.Generic Drug Formulations.British: BASF Pharma Ingredients Jones, David. 2008. FastTrack: Pharmaceutical Compounding and Dispensing.London-Chichago: Pharmaceutical Press Jones, David. 2008. Pharmaceutical Dosage Form and Design. London: RPS Publishing Langley, Chris; Belcher, Dawn. 2008. Pharamceutical Compounding and Dispensing. London: RPS Publishing Niazi, Sarfaraz K. 2004. Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations: Semisolid Products. CRC Press: Washington DC Rieger, Martin M. 2000. Harry’s Cosmeticology 8th Edition. Chemical Publishing Company Rowe, Raymond et al. 2009. Handbook of Pharmaceutical Exipients Sixth Edition. London: Pharmaceutical Press. Sweetman, Sean C. 2009. Martindale: The Complete Drug Reference. London: RPS Publishing Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi Kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal.399- 400
47
48