BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kebutuhan produk kimia di Indonesia yang terus meningkat memang telah
menjadi fenomena yang menarik untuk dibahas. Dari hasil observasi pada website KEMENPRIN ditemukan fakta bahwa kebutuhan bahan aktif pada industri petrokimia dalam negeri diproyeksikan mencapai 5,5 juta ton pada 2016. Hal ini menunjukkan bahwa memang trend positif sedang dialami oleh perusahaanperusahaan yang bergerak pada industri kimia. Selain itu, dukungan dari Kementrian Perindustrian Republik Indonesia juga telah menyatakan bahwa pada tahun ini, fokus pada pengembangan industri petrokimia nasional akan menjadi hal yang utama guna memberikan nilai tambah untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Dengan adanya kedua fakta tersebut, memastikan bahwa memang industri kimia merupakan industri yang sangat menarik untuk dibahas. (Sumber: Harian Ekonomi Neraca, http://www.kemenperin.go.id/artikel/5498/Industri-Petrokimia-Bisa-TumbuhHingga-7) Perusahaan yang bergerak di industri petrokimia sangat beraneka ragam. Dalam penelitian ini, perusahaan kimia yang akan menjadi objek penelitian adalah perusahaan yang bergerak pada pembuatan pestisida. Pestisida atau pembasmi hama adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, dan membasmi organisme pengganggu. Nama ini berasal dari pest ("hama") yang diberi akhiran cide ("pembasmi"). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pada buku yg berjudul “pedoman penggunaan insektisida (pestisida)”, yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2012 mengatakan bahwa salah satu peran penting pestisida adalah sebagai pengendalian vektor penyakit pada manusia yang disebabkan oleh beberapa jenis binatang, dan salah satunya yang paling berbahaya adalah nyamuk. insektisida (pestisida) yang digunakan
wajib mendapatkan izin dari Menteri Pertanian atas saran atau
pertimbangan komisi pestisida (KOMPES) dan memperhatikan petunjuk teknis WHO. Pada bulan Juli tahun 2015, kementrian pertanian juga mengeluarkan peraturan baru “nomor: 39/permentan/SR.330/7/2015”, yang membahas tentang pelarangan penggunaan beberapa bahan aktif yang dapat merusak lingkungan, dan 1
2 hal tersebut menjadi polemik pada perusahaan yang bergerak di industri pembuatan pestisida. Dengan produk yang memiliki unsur kimia sangat tinggi, manajemen operasional menjadi salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh perusahaan yang bergerak pada pembuatan produk pestisida. Dari penjelasan di atas maka permintaan atas produk yang dapat mengendalikan serangga dan tidak menggandung bahan aktif berbahaya diperkirakan akan meningkat. Beberapa contoh produk-produk yang dapat mengendalikan serangga dan mengandung bahan aktif yang sudah diizinkan oleh Kementrian Pertanian adalah Lashio 25 EC dan Storin 30 EC, oleh karena itu, peminat dari kedua produk tersebutlah yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini. Dengan meningkatnya permintaan, manajemen operasional yang merupakan area bisnis yang berfokus pada proses produksi barang dan jasa, serta memastikan operasi bisnis berlangsung secara efektif dan efesien akan menjadi tulang punggung perusahaan. Seorang manajer operasi bertanggung jawab mengelola proses pengubahan input (dalam bentuk material, tenaga kerja, dan energi) menjadi output (dalam bentuk barang dan jasa). Melihat dari pengertian tersebut, manajemen operasional harus menjadi salah satu fokus utama perusahaan yang bergerak pada pembuatan pestisida, karena apabila perusahaan tidak memerhatikan manajemen operasional yang berjalan, besar kemungkinan permasalahan-permasalahan akan muncul. PT Indo Pest Biochem merupakan salah satu perusahaan pembuat pestisida yang pada saat ini juga turut mendukung program pemerintah dengan memproduksi LASHIO 25 EC dan STORIN 30 EC. Perusahaan yang beralamat di Gedung Timsco Indonesia, Lantai 3 unit A4A, Jalan Kwini No 1, Senen, Jakarta 10410 ini awalnya selalu membatasi permintaan dari distributor, terutama atas produk LASHIO 25 EC dan STORIN 30 EC. Alih-alih ingin mendapatkan keuntungan yang besar tanpa menyeimbangkan kapasitas produksi dengan permintaan, membuat perusahaan mulai mengalami kesulitan dalam memenuhi permintaan atas produk LASHIO 25 EC dan STORIN 30 EC yang memang memiliki tingkat permintaan paling tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dari grafik permintaan produk berikut:
3
Gambar 1. 1 Permintaan Produk LASHIO 25 EC Pada PT. Indo Pest Biochem Sumber : PT. Indo Pest Biochem (2015)
Dilihat dari gambar di atas, permintaan mulai melebihi kapasitas produksi pada bulan Juni 2015 sebesar 2895 liter dengan kapasitas produksi sebesar 2850 liter. Permintaan terus meningkat dari bulan Januari 2015 sebesar 2373 liter sampai Desember 2015 dengan permintaan pada Desember 2015 sebesar 3272 liter. Dapat dilihat bahwa hasil margin adalah minus dari bulan Juni 2015 dan menunjukkan permintaan melebihi kapasitas produksi.
Gambar 1. 2 Permintaan Produk STORIN 30 EC pada PT. Indo Pest Biochem Sumber : PT. Indo Pest Biochem (2015) Dilihat dari gambar di atas, permintaan pada bulan Agustus 2015 sebesar 978 liter dengan kapasitas produksi sebesar 950 liter. Permintaan terus meningkat dari bulan Januari 2015 sebesar 514 liter sampai Desember 2015 dengan permintaan pada
4 Desember 2015 sebesar 1295 liter. Dapat dilihat bahwa hasil margin adalah minus dari bulan Agustus 2015 dan menunjukkan permintaan melebihi kapasitas produksi. Melihat berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas, menunjukkan bahwa manajemen operasional yang belum diterapkan secara maksimal, terutama belum diterapkannya sistem peramalan yang membuat perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan dari distributor dan yang melebihi kapasitas produksi. Peramalan itu sendiri menurut Stevenson dan Chuong (2014:76) pernyataan mengenai nilai yang akan datang dari variabel seperti permintaan, yang artinya peramalan adalah prediksi masa depan. Prediksi yang lebih baik dapat menjadi keputusan dengan baik, dan peramalan merupakan jangka panjang sehingga mencangkup beberapa tahun atau lebih. Melihat dari pengertian tersebut, dan didukung dengan belum adanya penerapan sistem peramalan pada perusahaan tersebut, maka membuat perusahaan perlu melakukan perhitungan peramalan agar nantinya dapat diketahui jumlah permintaan pada beberapa periode kedepan sehingga dapat diketahui jumlah permintaan di periode kedepan. Selain permasalahan mengenai prediksi permintaan yang belum dilakukan, perusahaan juga mengkhawatirkan keadaan dimana saat ini perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan dari distributor. Saat ini perusahaan hanya melakukan produksi sebesar jumlah kapasitas produksi maksimal yang ada, sehingga jika terdapat permintaan diatas kapasitas produksi maka perusahaan mengalami kerugian dari keuntungan yang seharusnya di dapat. Oleh karena itu, pihak perusahaan ingin mengetahui cara yang tepat untuk dapat memenuhi permintaan berlebih yang pada saat ini permintaan dari distributor melebihi batas kapasitas produksi. Salah satu metode yang dapat diterapkan untuk memenuhi permintaan berlebih adalah dengan menggunakan metode perencanaan agregat. Menurut Heizer dan Render (2010:148), Perencanaan Agregat (atau penjadwalan agregat) merupakan sebuah pendekatan untuk menentukan kuantitas dan waktu produksi pada jangka menengah biasanya 3 sampai 18 bulan ke depan. Para manajer operasi berusaha menentukan jalan terbaik untuk memnuhi permintaan yang diprediksi dengan menyesuaikan nilai produksi, tingkat tenaga kerja, tingkat persediaan, pekerjaan lembur, dan variable lain yang dapat dikendalikan. Kebijakan perusahaan jika menggunakan metode perencanaan agregat dalam memenuhi kebutuhan permintaan, hanya menggunakan variabel pekerjaan lembur saja. Hal ini dikarenakan jika menggunakan variabel penambahan mesin akan mengeluarkan biaya yang sangat tinggi dan juga mengharuskan
5 menambah tenaga kerja, sedangkan jika menggunakan variabel kerja sama dengan perusahan lain dalam memproduksi, perusahaan takut akan rahasia rumus formulasi dari produk. Melihat dari keadaan tersebut, maka tujuan kedua dari penelitian ini selain untuk meramalkan produksi pada beberapa periode kedepan, adalah untuk menerapkan perencanaan agregat pada perusahaan, agar nantinya perusahaan dapat menerapkan perencanaan agregat pada permintaan yang berlebih. Kedua konsep penelitian di atas selanjutnya juga di dukung dengan penelitian terdahulu yang dijalankan oleh Kissani dan Mokrini (2012) dimana dari hasil penelitian yang dijalankan, ditemukan bahwa perencanaan agregat memang berhasil menyelesaikan permasalahan mengenai kapasitas produksi yang sangat terbatas dalam memenuhi permintaan yang tinggi. Dari uraian permasalahan tersebut, maka penelitian ini akan dijalankan untuk melakukan perhitungan peramalan dan perencanaan agregat pada PT Indo Pest Biochem dan dari uraian tersebut, maka penelitian ini akan diberi judul: “Usulan Implementasi Perencanaan Agregat Pada PT Indo Pest Biochem Guna Memenuhi Permintaan Berlebih Atas Produk Lashio 25 EC dan Storin 30 EC”
1.2
Rumusan Permasalahan Rumusan masalah dalam penelitian ini dapat diuraikan lebih terperinci
sebagai berikut: 1. Bagaimana perhitungan peramalan atas produk Lashio 25 EC dan Storin 30 EC pada PT Indo Pest Biochem? 2. Bagaimana perhitungan perencanaan agregat atas produk Lashio 25 EC dan Storin 30 EC pada PT Indo Pest Biochem dengan pendekatan lembur? 3. Solusi apa yang terbaik diantara Level Strategy, Chase Strategy dan Mixed Strategy yang akan diterapkan pada perusahaan?
1.3
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan dijalankan di PT Indo Pest Biochem yang beralamat di
Gedung Timsco Indonesia, Lantai 3 unit A4A, Jalan Kwini No 1, Senen, Jakarta 10410. Penelitian ini hanya membahas mengenai kegiatan produksi perusahaan saat ini, terutama kegiatan produksi atas produk Lashio 25 EC dan Storin 30 EC yang permintaannya sangat tinggi pada beberapa tahun terakhir.
6
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini dapat diuraikan secara terperinci sebagai berikut: 1. Untuk memberikan perhitungan peramalan atas produk Lashio 25 EC dan Storin 30 EC pada PT Indo Pest Biochem. 2. Untuk memberikan perhitungan perencanaan agregat atas produk Lashio 25 EC dan Storin 30 EC pada PT Indo Pest Biochem dengan pendekatan lembur. 3. Untuk mengetahui solusi terbaik diantara metode Level Strategy, Chase Strategy dan Mixed Strategy yang akan diterapkan pada perusahaan.
1.5
Manfaat Penelitian Bagi perusahaan Dari hasil penelitian ini semoga dapat membantu perusahaan untuk
menyelesaikan masalah yang ada pada PT. Indo Pest Biochem yaitu untuk dapat memenuhi permintaan berlebih pada PT. Indo Pest Biochem.
Bagi pembaca Dari hasil penelitian ini diharapakan dapat menambah ilmu pengetahuan bagu pihak lain, khusus yang ingin mempelajari tentang metode peramalan dan perencanaan agregat dalam perusahaan yang bergerak dalam jenis usaha manufaktur.
1.6
State of The Art Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi dasar dari penelitian ini dapat
diuraikan sebagai berikut:
Tabel 1.1 Tabel State of Art No 1
Nama Kissani Mokrini
Tahun dan 2012
Metode
Hasil
Perencanaan
Penelitian ini menjelaskan
Agregat
bahwa perencanaan agregat mampu menyelesaikan permasalahan mengenai tingkat produksi yang lebih sedikit dari permintaan dari
7 No
Nama
Tahun
Metode
Hasil pasar.
2
Iqbal et al
2014
Perencanaan
Penelitian ini menjelaskan
Agregat
bahwa chase strategy dan level strategy berhasil menyelesaikan permasalahan operasional terutama dalam menyelesaikan kegiatan produksi atas permintaan berlebih.
3
Chinguwa et al
2013
Perencanaan
Penelitian ini menjelaskan
Agregat
bahwa metode perencanaan agregat mampu mengatasi permasalahan mengenai permintaan yang melebihi kapasitas produksi.
4
Octavianti et al
2013
Perencanaan
Penelitian ini menjelaskan
Agregat
bahwa strategi agregat terpilih digunakan untuk melakukan perencanaan produksi agregat untuk periode mendatang, dilanjutkan dengan perhitungan disagregasi serta penentuan Jadwal Induk Produksi. Strategi agregat terpilih adalah Hybrid Strategy yang memberikan total biaya produksi paling minimum.
8