BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan untuk memenuhi tujuan tertentu. Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan penolong, barang dalam proses, dan bisa juga berupa barang siap pakai. Inventory atau persediaan selalu dijadikan menjadi sebuah investasi. Namun, investasi ini sering lebih besar daripada yang seharusnya. Hal ini disebabkan suatu perusahaan lebih sering memiliki persediaan yang berguna sebagai antisipasi daripada persediaan seharusnya digunakan untuk seperlunya. Namun, sebenarnya jumlah uang yang tertanam dalam bentuk persediaan jauh lebih besar dan secara signifikan dapat mempengaruhi biaya modal perusahaan. Untuk mengatur pengeluaran agar tidak berlebihan diperlukan manajemen persediaan yang dapat mengatur jumlah item yang harus disimpan.
Perkembangan industri yang dinamis pada saat ini membawa banyak perubahan yang sangat drastis, mulai dari persaingan yang semakin tinggi antar perusahaan, perubahan permintaan konsumen yang semakin kritis menuntut penyediaan produk sesuai tempat dan tepat waktu, masa produk yang relatif singkat, perekonomian dunia, kemajuan teknologi informasi hingga persaingan perusahaan
Universitas Sumatera Utara
yang harus antisipasi dalam mendapatkan konsumen, yang merupakan perubahan yang membawa pengaruh besar terhadap pengelolaan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan selalu berusaha agar melakukan inovasi dan mencari alternatif solusi dalam menghadapi persaingan antara lain dengan peningkatan profit melalui penghematan biaya/ongkos khusunya total biaya persediaan.
Pada saat perusahaan memiliki kebutuhan untuk membeli suatu produk kepada perusahaan lain, maka tercipta hubungan antara perusahaan yang membutuhkan produk yang selanjutnya, dimana dalam hal ini disebut sebagai pembeli dan perusahaan yang menyediakan produk yang dibutuhkan yang disebut sebagai pemasok. Pada pendekatan klasik, penentuan ukuran lot optimal ditentukan secara parsial yaitu berdasarkan kebijakan persediaan masing-masing yang berbeda. Frekuensi hubungan yang semakin meningkat antara pembeli dan pemasok mendorong kedua belah pihak untuk melakukan sinergi dalam menentukan ukuran lot. Hal ini disebabkan oleh dua hal yaitu mengurangi ongkos tanpa mengubah kebijakan persediaan pembeli dan pemasok serta menentukan ukuran lot yang ideal bagi pembeli dan pemasok dengan melakukan kesepakatan penentuan distribusi penghematan ongkos kedua belah pihak. Dengan demikian, kunci keberhasilan perusahaan dalam melakukan sinergi terletak pada kebijakan yang diterapkan dalam sistem keseluruhan sebagai suatu kesatuan yang tidak hanya berfokus pada internal masing-masing perusahaan.
Selain biaya, jumlah permintaan dan waktu pengiriman juga mempengaruhi pengoptimalan total biaya persediaan. Herjanto (1999, hal: 229) menyatakan bahwa untuk permintaan konsumen yang diketahui besarnya dan seragam (uniform) dari satu periode ke periode lain, ukuran jumlah barang yang dipesan atau lot yang optimal dapat dicari dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) sehingga memberikan total biaya optimal.
Dalam sistem terintegrasi antara pemasok dan pembeli, biaya pesan, biaya pengiriman dan biaya simpan merupakan biaya yang sangat mempengaruhi total biaya persediaan. Biaya pesan dan biaya pengiriman tidak tergantung pada jumlah pesanan melainkan frekuensi pemesanan. Semakin sering dilakukan pemesanan, biaya pesan
Universitas Sumatera Utara
dan biaya pengiriman akan semakin meningkat. Sementara jumlah pesanan akan mempengaruhi biaya simpan. Semakin banyak jumlah pesanan yang disimpan maka biaya simpan akan semakin meningkat begitu juga sebaliknya. Pada umumnya, biaya simpan pada pemasok berbeda dengan biaya simpan pada pembeli. Sehingga dengan adanya kerja sama yang baik antara kedua belah pihak akan membantu pengoptimalan total biaya persediaan.
Dalam hal ini terdapat beberapa pendekatan yang digunakan dalam memanfaatkan teknologi informasi pada hubungan kontrak antara lain Information Sharing, Vendor Managed Inventory, dan Consignment. Pendekatan Information Sharing (IS) merupakan pendekatan yang memanfaatkan teknologi informasi untuk dapat berbagi informasi antara pemasok dan pembeli. Pendekatan Vendor Managed Inventory (VMI) melibatkan pemasok dalam melakukan monitoring terhadap status persediaan pembeli dan pemasok bertanggung jawab terhadap ketersediaan produk sehingga pembeli tidak perlu melakukan pemesanan. Adapun pendekatan consignment merupakan pengaturan kepemilikan produk, yaitu pemasok sebagai pemilik produk (consignor) mengirimkan produk kepada pembeli (consignee) untuk dimanfaatkan oleh pembeli. Proses penjualan atau perpindahan kepemilikan produk berlaku pada saat produk dimanfaatkan oleh pembeli. Apabila dua pendekatan di atas disatukan, maka pemasok melakukan Vendor Managed Inventory dengan Consignment (VMI-C) yang berarti di samping melakukan monitoring terhadap status persediaan pembeli, pemasok juga bertanggung jawab terhadap kepemilikan produk hingga produk dimanfaatkan oleh pembeli. Pada hubungan kontrak, ukuran lot pengiriman ditentukan oleh pemasok baik dengan pendekatan VMI maupun dengan VMI-C. Hal ini menunjukkan bahwa sinergi hubungan antara pemasok dan pembeli belum dimanfaatkan secara optimal. Penentuan ukuran lot pemesanan belum dilakukan berdasarkan integrasi fungsi total ongkos persediaan pemasok dan pembeli. Oleh karena itu, pemasok cenderung mendorong pembeli untuk bersinergi meningkatkan kinerja total ongkos persediaan melalui hubungan kemitraan. Pendekatan dengan metode ini sudah banyak diterapkan oleh beberapa perusahaan, diantaranya perusahaan manufaktur, industri elektronik, grosir, food manufacturing, industry besi dan sebagainya. Oleh sebab itu, berdasarkan permasalahan tersebut dan dalam konteks hubungan antara pembeli tunggal dan pemasok tunggal, maka penulis memberi judul
Universitas Sumatera Utara
penulisan ini “Model Pengendalian Persediaan EOQ Dengan Pendekatan Vendor Managed Inventory-Consignment (VMI-C).”
1.2
Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana merumuskan masalah persediaan dengan metode EOQ dengan membentuk suatu model matematika berdasarkan integrasi fungsi total ongkos persediaan pemasok dan pembeli dengan pendekatan VMI-C untuk menentukan ukuran lot gabungan keduanya sehingga memperoleh biaya minimum.
1.3
Tinjauan Pustaka
Istilah persediaan (inventory) adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Permintaan akan sumber daya mungkin internal ataupun eksternal. Ini meliputi persediaan bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi atau produk akhir, bahan-bahan pembantu atau pelengkap, dan komponen-komponen lain yang menjadi bagian keluaran produk perusahaan (Handoko, 1984).
Keterbatasan sumber daya mengakibatkan adanya bahan/ barang tertentu yang tidak bisa diperoleh dengan segera ketika bahan/ barang tersebut dibutuhkan. Sehingga, untuk menjamin ketersediaannya diperlukan persediaan yang siap digunakan ketika dibutuhkan (Ginting, 2007). Assauri (1998) menyatakan bahwa persediaan diadakan apabila keuntungan yang diharapkan dari persediaan tersebut (terjadinya kelancaran usaha) lebih besar daripada biaya-biaya yang ditimbulkannya. Jadi, ada dua keputusan yang perlu diambil dalam hal ini, yaitu berapa jumlah yang harus dipesan setiap kali pemesanan, dan kapan pemesanan itu harus dilakukan (Subagyo et al, 1984).
Universitas Sumatera Utara
Salah satu jenis persediaan berdasarkan fungsinya adalah batch stock/ lot size inventory yaitu persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan/ barang dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan saat itu. Lot didefenisikan sebagai kelompok satuan hasil produksi yang dibuat dengan kondisi yang sama dan berasal dari bahan yang sama. Persediaan ini timbul di mana bahan/ barang yang dibeli, dikerjakan, dibuat atau diangkut dalam jumlah yang besar (bulk), sehingga barang diperoleh lebih banyak dan cepat dibandingkan penggunaan atau pengeluarannya (Assauri, 1998).
Pada kasus lot size inventory biaya pengadaan (set-up) dibebankan pada setiap komponen yang diproduksi. Biaya produksi komponen per unit akan berbeda apabila jumlah produksi berbeda, sehingga perlu ditentukan jumlah produksi yang optimal. Jumlah produksi optimal ditentukan oleh struktur biaya set-up dan biaya penyimpanan, bukan jumlah permintaan, sehingga diperlukan persediaan. Pada beberapa kasus, membeli dengan jumlah lebih besar akan lebih ekonomis daripada membeli sesuai kebutuhan. Jadi, memiliki persediaan dalam beberapa kasus bisa merupakan tindakan yang ekonomis (Baroto, 2002).
Penelitian yang melibatkan kebijakan persediaan terintegrasi antara pemasok dan pembeli telah diawali Goyal (1976). Model ongkos persediaan yang dikemukakan melibatkan pemasok dan pembeli tunggal untuk pola permintaan dengan pendekatan kontinu pada kondisi pengiriman tunggal dengan laju produksi tanpa batas. Goyal (1988) mengemukakan kebijakan untuk menentukan ukuran lot produksi dengan ukuran lot pengiriman yang tidak sama tetapi meningkat oleh suatu faktor yang merupakan rasio laju produksi terhadap laju permintaan. Selanjutnya Goyal (1988) memformulasikan model joint-total-relevant-cost untuk pemasok tunggal dan pembeli tunggal dalam sistem persediaan dengan ukuran lot pemasok yang merupakan kelipatan integer dari ukuran pesanan pembeli.
Dong dan Xu (2002) mengamati manfaat Vendor Manged Inventory (VMI) dalam jangka pendek dan jangka panjang pada sistem persediaan terintegrasi. Model EOQ merupakan kebijakan persediaan pemasok tunggal dan pembeli tunggal. VMI adalah Consignment Inventory (CI) sehingga Dong dan Xu (2002) menyebutnya
Universitas Sumatera Utara
sebagai VMI-C, dimana pemasok mengirimkan produknya ke pembeli untuk dimanfaatkan oleh pembeli dan proses pembayaran terjadi hanya sesudah produk dimanfaatkan. Dalam hal ini, pemasok memonitor posisi persediaan pembeli dan membuat keputusan penggantian (replenishment) tanpa harus menunggu pemesanan dari pembeli. Braglia dan Zavanella (2003) menunjukkan bahwa pendekatan consignment memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan sistem persediaan yang konvensional, dalam hal ini tidak hanya dengan penghematan ongkos persediaan, dan juga memberikan manfaat yang bersifat intangible diantaranya fleksibilitas dan peningkatan service level.
Gumus, dkk (2008) menyatakan bahwa konsep VMI memungkinkan keputusan replenishment dilakukan oleh pemasok mewakili pembeli, sedangkan dengan CI walaupun pemasok diberi informasi mengenai permintaan produk oleh pembeli, pembeli tetap yang menentukan waktu dan ukuran pemesanan. Sehingga Gumus, dkk (2008) mengambil kesimpulan bahwa penggabungan kedua konsep (VMI-C) ini dapat saling memberi keuntungan antara pemasok dan pembeli.
Saraswati Docky dkk (2011) membahas mengenai penentuan ukuran lot gabungan untuk pembeli dan pemasok melibatkan sistem persediaan pemasok tunggal dan pembeli tunggal secara bersamaan dengan pengiriman dapat segera dilakukan apabila ukuran lot telah terpenuhi. Dalam upaya memperoleh solusi optimal maka digunakan pendekatan Vendor Managed Inventory-Consignment (VMI-C) dengan model EOQ.
Notasi-notasi yang digunakan dalam pembuatan model EOQ dengan pendekatan Vendor Managed Inventory-Consignment (VMI-C) adalah: D
= jumlah permintaan produk per tahun (unit)
y
= jumlah kebutuhan bahan baku per tahun
CB
= harga bahan baku yang disepakati oleh pembeli (Rp/unit)
p
= harga jual produk (Rp/unit)
n
= jumlah periode
hB
= ongkos simpan pembeli per tahun
hV
= ongkos simpan pemasok per tahun
Universitas Sumatera Utara
A
= ongkos pesan pembeli (Rp/pesan)
S
= ongkos setup pemasok (Rp/setup)
c(y)
= fungsi ongkos produksi dan distribusi (Rp)
QB
= ukuran lot pemesanan pembeli
QV
= ukuran lot pengiriman pemasok
TC'B
= total ongkos persediaan pembei (Rp)
TCB
TC"B = total ongkos persediaan pembeli dengan VMI-C (Rp) TC'V TCV
= total ongkos persediaan pembeli dengan VMI (Rp)
= total ongkos persediaan pemasok (Rp)
TC"V = total ongkos persediaan pemasok dengan VMI-C (Rp)
= total ongkos persediaan pemasok dengan VMI (Rp)
= keuntungan pembeli dengan (Rp)
= keuntungan pemasok (Rp)
= keuntungan pembeli dengan VMI (Rp) = keuntungan pembeli dengan VMI-C (Rp)
= keuntungan pemasok dengan VMI (Rp) = keuntungan pemasok dengan VMI-C (Rp)
Dan asumsi-asumsi yang harus dipenuhi mendapatkan biaya persediaan (total cost) yang minimum: a.
Pembahasan hanya pada pemasok tunggal dan pembeli tunggal
b.
Pola permintaan bersifat deterministik.
c.
Tidak adanya diskon dalam pembelian barang
d.
Tdak diijinkan terjadi shortage (stock out).
e.
Pembeli dan pemasok menerapkan model persediaan Economic Order Ongkos persediaan pembeli dan pemasok tidak sama !#" ≠ ℎ% #ℎ Quantity (EOQ)
f. g.
Fungsi Ongkos produksi dan distribusi pemasok ditentukan berdasarkan
persamaan
polynomial
orde
dua,
yaitu
&(') = () + (+ ' + (, ' , , dimana () , (+ , dan (, merupakan konstanta.
Biaya persediaan pada model yang akan dikembangkan meliputi beberapa ukuran lot, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Ukuran lot ditentukan oleh pembeli Total ongkos persediaan pembeli adalah: -. (/ ) = . ' + 01
"' ℎ / 2 +1 24 / 2
Total ongkos persediaan pemasok adalah:
ℎ / !' -. (/ ) = &(') + 01 2 + 1 24 2 /
b. Ukuran lot ditentukan oleh pemasok VMI
Total ongkos persediaan pemasok adalah: -.′ (/ ) = &(') + 67
(89:); <=
>+7
?= <= ,
Total ongkos persediaan pembeli adalah: -.′ (/ ) = . ' + 7
?A <= ,
>@
>
c. Ukuran lot ditentukan oleh pemasok dengan VMI-C Total ongkos persediaan pemasok adalah:
-." (/ ) = &(') + 7 > (" + !) + ;
<=
Total ongkos persediaan pembeli adalah: -." = . × '
1.4
<= ,
( ℎ + ℎ8 )
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh ukuran lot pengiriman yang optimal menggunakan model EOQ dengan pendekatan Vendor Managed InventoryConsignment (VMI-C) sehingga diperoleh total biaya persediaan keduanya minimum.
1.5
Kontribusi Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan untuk mengetahui ukuran lot pengiriman yang optimal sehingga total biaya persediaan keduanya minimum.
1.6
Metode Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini bersifat literatur dan disusun berdasarkan rujukan pustaka, dengan pendekatan sebagai berikut: a.
Menjelaskan sistem produksi dan hubungan antara pemasok-pembeli.
b.
Menentukan ukuran lot optimal pembeli dengan model EOQ.
c.
Menentukan model persediaan EOQ dengan pendekatan Vendor Managed Inventory (VMI).
d.
Menentukan model persediaan EOQ dengan pendekatan Vendor Managed Inventory-Consignment (VMI-C).
e.
Menyelesaikan contoh masalah persediaan untuk mendapatkan solusi optimal yang sesuai dengan model yang dikembangkan (Model EOQ dengan pendekatan Vendor Managed Inventory-Consignment (VMI-C)).
f.
Menarik kesimpulan dan saran.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan
Universitas Sumatera Utara