BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan dewasa ini semakin pesat seiring dengan majunya teknologi maupun metodologi pelaksanaanya. Kekuatan dan ketahanan struktur bangunan sangat penting bagi bangunan dalam menahan beban - beban yang terjadi salah satunya akibat beban angin. Beban angin adalah beban yang bekerja horizontal / tegak lurus terhadap tinggi bangunan. Untuk gedung – gedung yang dianggap tinngi, beban angin harus diperhitungkan bebanya karena berpengaruh pada story drift / simpangan gedung. Pusposutardjo
S
(1993),
menjelaskan
angin
merupakan
gerakan
perpindahan massa udara kearah horizontal seperti halnya suatu vektor yang dapat dinyatakan dengan arah dan kecepatan perpindahan. Angin topan merupakan angin kencang berkecepatan antara 123 – 135 km / jam yang dating secara tiba - tiba. Pada kecepatan antara 79 – 91 km / jam kerusakan ringan pada bangunan – bangunan telah mulai terjadi. Supriyadi (1995). Kerusakan dapat makin parah bila kecepatan semakin meningkat Selain kecepatan dan arah angin, waktu juga menentukan tingkat kerusakan. Bangunan yang diterpa angin dapat rusak karena tumbukan, puntiran dan
hisapan.
menerpa
Kerusakan
bangunan
karena tumbukan atau hisapan terjadi bila angin
dalam
arah
tegak
lurus,
sedangkan
kerusakan karena puntiran terjadi bila angin yang menerpa berupa siklon / putting beliung. Dari kedua pendapat ini dapat diambil pengertian bahwa beban angin sangat berpengaruh sekali terhadap bangunan – bangunan tinggi. Pembangunan gedung bertingkat tinggi dapat dilakukan jika teknik – teknik perencanaan pembangunan yang digunakan dapat memaksimalkan kapasitas dari bahan – bahan struktur tersebut. Inovasi dalam perencanaan struktur terus menerus
dikembangkan dalam mendesain bangunan tingkat tinggi dengan tujuan dapat menahan beban gempa dan beban angin. Banyak sistem design dan metode perencanaan yang terus dikembangkan dalam dunia teknik sipil dan dapat digunakan untuk merencanakan bangunan tingkat tinggi; salah satunya adalah penerapan
dan
penggunaan
sistem
Shear
wall
&
outrigger
pada bangunan tingkat tinggi.
Lythe, G.R dan Isyumov N, perancang gedung Amartapur (52 lantai, selesai 1997), The Peak Jakarta adalah rancangan gedung selanjutnya. The Peak adalah sebuah gedung apartment dengan luas ± 100,000 m2, yang terdiri dari dua menara 50-lantai dan dua menara 30-lantai, dimana seluruh menara ini duduk di atas besmen sedalam 3 lapis. Gedung ini mempunyai ketinggian 218 m diukur
dari
dasar di luar gedung (atap besmen) ke puncak tertinggi menara.
lantai Dalam
perancangan struktur gedung dengan skala ketinggian dan kelangsingan 8:1 seperti The Peak, maka masalah kekakuan (stiffness) dari struktur perlu mendapat perhatian, agar gedung dapat berperilaku baik pada saat diterpa angin keras sehingga penghuni tetap merasa nyaman dan aman. Kriteria pembebanan angin yang digunakan pada The Peak adalah criteria yang digunakan untuk perancangan gedung Amartapura (52 lantai, selesai 1997), dimana studi dari Lythe, G.R dan Isyumov N., menunjukkan bahwa kecepatan angin per jam ratarata untuk angin 100 tahunan mencapai 40 m/detik pada ketinggian grdien. Untuk perancangan gempa, digunakan gempa 500 tahun dengan usia gedung 50 tahun dan persentasi kemungkinan terlampaui adalah 10%, sesuai peraturan gempa Indonesia. The Peak menggunakan core beton dan balok outrigger yang diletakkan pada 3 lokasi sepanjang tinggi gedungnya yaitu pada lantai 10 s/d lantai 12, lantai 21 s/d lantai 23 dan lantai 32 s/d lantai 34. Balokbalok outrigger ini menghubungkan core beton dengan
kolom – kolom
outrigger, dan dengan demikian memanfaatkan seluruh lebar gedung dalam menahan beban lateral sehingga dapat memberikan kekakuan yang diperlukan.
Outrigger umumnya menggunakan beton bertulang ataupun sistem baja truss.
Sistem
outrigger
biasanya
digunakan
sebagai
salah
satu
sistem struktural yang efektif untuk mengontrol beban yang bekerja secara lateral. Ketika beban lateral yang tergolong kecil maupun menengah bekerja pada suatu struktur, baik beban angin ataupun gempa yang menimbulkan respons pada bangunan, maka kerusakan struktur secara struktural maupun nonstruktural dapat dihindari. Sistem outrigger ini dapat dan umumnya digunakan pada
bangunan
bertingkat
tinggi
yang
juga
terletak
pada daerah yang merupakan zona gempa ataupun yang beban anginnya cukup berdampak pada bangunan. Selain sistem outrigger Pada
bangunan
tinggi umumnya perlu
menggunakan elemen-elemen struktur kaku berupa shear wall untuk menahan kombinasi gaya – gaya lateral yang timbul
akibat beban angin.
Dengan
adanya dinding geser yang kaku pada bangunan, sebagian besar gaya lateral akan terserap oleh dinding geser tersebut. Secara struktural dinding geser dapat dianggap sebagai balok kantilever vertikal yang terjepit bagian bawahnya pada pondasi atau basemen. Dinding geser berperilaku sebagai balok lentur kantilever. Oleh karena itu dinding geser atau shear wall selain menahan geser (shear force) juga menahan lentur. Beberapa dinding geser dihubungkan oleh plat lantai beton (sebagai diafragma) membentuk
suatu sistem struktur 3
dimensi. Dinding geser yang bersifat kaku, sehingga deformasi (lendutan) horizontal menjadi kecil. Dalam merancang bangunan bertingkat ada prinsip utama yang harus diperhatikan yaitu meningkatkan kekuatan struktur terhadap gaya lateral ( gaya angin ) yang umumnya tidak memadai. Dinding geser (Shear Wall) merupakan salah satu elemen penahan beban lateral yang bekerja pada gedung.
1.2 Rumusan Masalah Dari tugas akhir ini penulis ingin mendapatkan beberapa tujuan akhir, diantaranya yaitu: 1. Kemungkinan terjadi Displacement yang besar pada struktur gedung tingkat tinggi akibat adanya pengaruh beban angin. 2. Menentukan
lokasi
penempatan
optimum
outrigger
dengan
membandingkan penggunaan outrigger pada bangunan tingkat tinggi dan dengan bangunan tingkat tinggi yang tidak menggunakannya dengan menunjukkan grafik persentase pengurangan displacemen. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Untuk menegetahui perilaku struktur terhadap beban angin. Dengan membahas penggunaan sistem outrigger yang akan ditempatkan di beberapa lantai pada bangunan beton setinggi 50 lantai, dan pengaruh respon yang ditimbulkan oleh beban angin terhadap bangunan tingkat tinggi yang menggunakan outrigger dan yang tidak menggunakan outrigger. 1.4 Batasan Masalah 1. Struktur bangunan yang dianalisis adalah bangunan proyek apartemen the
pakubuwono signature 50 lantai dengan struktur crown diatas bangunan. 2. Tinggi setiap lantai adalah 3.85 m, ditambahkan tinggi crown hingga menjadikan tinggi bangunan secara keseluruhan menjadi 222 m. 3. Analisis dibatasi hanya 5 model bangunan dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi yang tetap dari denah struktur eksisting. 4. Perhitungan beban angin dibandingkan dengan menggunakan 2 peraturan yang berbeda yaitu peraturan ASCE07– 02, Dan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983’ 5. Perencanaan beban angin akan diperhitungkan secara analitis. Dengan program perhitungan EXCEL dan Program bantu SAP 2000 v.10 secara 3 Dimensi. 6. Outrigger yang digunakan adalah dari beton.
1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bab I : Pendahuluan, Berisi materi tentang latar belakang, maksud dan tujuan, rumusan masalah, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 2. Bab II: Tinjauan Pustaka, Berisi tinjauan literatur terkait dengan topik dan ulasan mengenai Analisis beban angin terhadap perilaku struktur gedung dengan shear wall & outrigger. 3. Bab III: Data dan Metodologi Penelitian Berisi uraian tentang konsep pendekatan studi, jenis dan sumber data, serta metode pengumpulan dan metodologi analisis yang akan menjadi petunjuk dalam proses penelitian sampai dengan tahap analisis. 4. Bab IV: Hasil analisis dan Pembahasan Berisi hasil pengolahan data dan penelitian, meliputi analisis perhitungan beban angin, displacement yang didapatkan serta mendapatkan penempatan optimum outrigger dari grafik perhitungan persentase pengurangan displacement pada masing – masing model struktur. 5. Bab V: Kesimpulan dan Saran Berisi kesimpulan dan saran dari penulis mengenai hasil pengamatan keseluruhan topik bahasan.