BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bahan cetak digunakan untuk membuat replika dari suatu rongga mulut. Semua bahan cetak harus bersifat plastis atau mempunyai daya alir sehingga pencetakan dapat dilakukan.1,2 Menurut Scheller-Sheridan C (2010), alginat adalah salah satu bahan cetak yang paling sering digunakan di kedokteran gigi. Hal tersebut dikarenakan alginat memiliki beberapa keuntungan yaitu mudah dicampur dan dimanipulasi, harga relatif murah, peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan minimum, nyaman bagi pasien, cukup akurat, memiliki elastisitas yang cukup tinggi dan tidak mengiritasi jaringan mulut. Akan tetapi alginat juga memiliki kerugian yaitu mudah terjadi perubahan stabilitas dimensi, oleh karena adanya sifat imbibisi dan sineresis yang akan berpengaruh terhadap keakuratan pada hasil cetakan alginat.2,3 Pada dasarnya bahan cetak alginat digunakan dalam pembuatan model untuk gigitiruan sebagian lepasan, gigitiruan penuh, model studi ortodonti.4 Melalui cetakan atau model inilah infeksi silang dapat muncul yaitu dari pasien ke dokter gigi, perawat dan teknisi laboratorium. Mikroorganisme yang terdapat di rongga mulut dapat berpindah ke dokter gigi, personil laboratorium dan pasien lainnya.5 Hasil cetakan memerlukan keakurasian
untuk mendapatkan kesesuaian (fit)
restorasi maupun pesawat ortodonti agar didapatkan dudukan yang baik pada pemasangan restorasi dan pesawat ortodonti. Sampai sekarang ini belum ada laporan yang menyatakan dapat membuat hasil cetakan yang betul-betul sesuai dengan gigi dan rongga mulut sebagai objek cetak.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa dengan
mempergunakan bahan cetak polyvinylsiloxane, irreversible dan reversible hydrocolloid seluruhnya menunjukkan adanya perubahan dimensi hasil cetakan.5 Operator
secara
terus-menerus
terkena
mikroorganisme
yang
dapat
menyebabkan infeksi seperti influenza, pneumonia, tuberkulosis, herpes dan hepatitis. Terutama
sejak
munculnya
AIDS
(Acquired
Immune
Deficiency
Syndrom)
Universitas Sumatera Utara
meningkatnya kesadaran adanya potensi jalur infeksi silang ketika mempergunakan bahan cetak. Infeksi silang ini dapat muncul dari pasien ke dokter gigi, perawat, dan teknisi laboratorium. 5,6 The American Dental Association (ADA) menganjurkan bahan cetak harus dicuci terlebih dahulu dengan air untuk menghilangkan saliva dan darah yang melekat pada bahan cetak kemudian direndam dalam larutan desinfektan untuk menghindari terjadinya kontaminasi bakteri sebelum dikirim ke laboratorium.6 Hal ini menghadapkan dokter gigi pada suatu masalah yang serius dimana untuk mendapatkan cetakan yang akurat menjadi prosedur yang sulit. Seluruh perhatian dan prosedur yang diperlukan dalam pengambilan cetakan untuk mendapatkan cetakan dengan kualitas yang baik dapat hancur total bila terjadi distorsi hasil cetakan selama dilakukan prosedur desinfeksi. Hal ini tergantung penuh pada dokter gigi untuk memilih bahan desinfektan dan prosedur desinfeksi yang sesuai dengan bahan cetak yang dipergunakan. Penyemprotan dan perendaman cetakan merupakan teknik desinfeksi yang biasa dilakukan pada cetakan. Walaupun demikian penyemprotan dan perendaman ini dilaporkan dapat juga menyebabkan terjadinya perubahan dimensi hasil cetakan.5,6 Proses desinfeksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara merendam bahan cetak kedalam larutan desinfektan atau dapat juga dengan cara disemprotkan. Lamanya perendaman dengan cairan desinfektan dapat dilakukan dengan kurun waktu sampai 30 menit, akan tetapi durasi dan mode pengaplikasian bahan desinfektan bergantung pada potensi bahan cetak dalam mengabsorbsi air dan waktu yang sudah berlalu sejak cetakan diambil. Bahan desinfektan yang paling sering digunakan dibidang kedokteran gigi yaitu sodium hypochlorite, iodophor 1%, glutaraldehyde 2% dan phenylphenol oleh karena bahan ini mampu aktif terhadap bakteri, virus, jamur, parasit dan beberapa jenis spora. 5-7 Powers JM, dkk (2008), menyatakan bahwa desinfeksi cetakan alginat dapat menghambat perkembangan virus bila (1) perendaman selama 10 menit dalam larutan 0,5% sodium hypochlorite atau 10 menit setelah penyemprotan dengan bahan ini; (2) perendaman selama 10 menit dalam larutan iodophor dengan pengenceran 1:213; (3)
Universitas Sumatera Utara
perendaman selama 20 menit dalam 2% glutaraldehyde dengan pengenceran 1:4; (4) perendaman selama 20 menit dalam larutan phenylphenol dengan pengenceran 1:32.7 Pada bahan cetak alginat tampak perubahan dimensi yang signifikan bila direndam dalam glutaraldehyde, formaldehyde atau sodium hypochlorite lebih dari 15 menit dan juga dengan penyemprotan dan dibiarkan kontak dengan derifat phenol selama 30 menit. Sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap keakurasian pada cetakan model.7 Sodium hypochlorite, iodophor 1%, glutaraldehyde 2% dan
phenylphenol
sebagai bahan desinfektan yang dapat digunakan oleh karena zat antimikroba yang dikandungnya. Selain dari bahan kimia, zat antimikroba juga terdapat pada tanaman herbal yang juga dapat digunakan sebagai bahan desinfektan. Hal ini dibuktikan dari penelitian Batubara IH (2013), menyatakan bahwa adanya perubahan dimensi dari hasil cetakan bahan cetak alginat setelah direndam ke dalam air rebusan daun jambu biji 25% selama 20 dan 30 menit.8 Jenis penelitian yang sama juga dilakukan oleh Margareth R (2013), yang menyatakan bahwa tampak perubahan yang signifikan pada hasil cetakan alginat yang direndam dalam larutan ekstrak daun salam 25% pada perendaman 15 menit.9 Novitasari RDA, dkk (2013), menyatakan bahwa terdapat perbedaan perubahan dimensi antara direndam dengan disemprot, desinfektan infusa daun sirih 25% dengan teknik disemprot menghasilkan perubahan dimensi cetakan alginat yang lebih kecil dibandingkan dengan teknik direndam.10 Pada penelitian Siwsomiharjo W (1994), menyatakan bahwa adanya perubahan dimensi hasil cetakan alginat yang direndam dalam larutan desinfektan air sirih 25% pada perendaman 10 menit.11 Mengkudu (Morinda citrifolia L.) merupakan tanaman obat yang cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia, hal ini terbukti dengan adanya sebutan tersendiri dari tanaman ini diberbagai daerah di Indonesia. Di pulau Sumatra mengkudu mendapat julukan yang berbeda seperti keumudu di daerah Aceh, leodu berasal dari suku Enggano, bakudu oleh suku Batak, bangkudu (Batak Toba, Angkola dan Melayu), paramai (Mandailing), makudu (Nias), nateu (Mentawai), bingkudu (Minangkabau),
Universitas Sumatera Utara
mekudu (Lampung). Di pulau Jawa mengkudu disebut dengan pace (Jawa Tengah), cangkudu (Sunda), dan kudu (Madura). Sedangkan di Pulau Bali mengkudu disebut wungkudu, sedangkan di Nusa Tenggara disebut aikombo (Sumba), manakudu (Roti), dan bakulu (Timor). Di Kalimantan suku Dayak Ngaju menyebutnya mangkudu.Pada buah mengkudu terdapat genus morinda yang meliputi sekitar 50 hingga 80 spesies.12 Buah mengkudu menunjukkan efek antibakteri terhadap bakteri Bacillus subtilis, Escherichia coli, Proteus morganii, Pseudomonas aeruginosa, Salmonell montevideo, Salmonella schotmuelleri, Salmonella typhi, Shigella dysenteriae, Shigella flexnerii, Shigella paradysenteriae BH dan III-Z, Staphylococcus aureus, dan Vibrio Sp.12 Puspitasari , dkk (2009) , hasil penelitian menunjukkan bahwa Kadar Hambat Minimum (KHM) perasan buah mengkudu matang terhadap bakteri Methicillin Resistan Staphylococcus aureus (MRSA) terdapat pada konsentrasi 30%, sedangkan Kadar Bunuh Minimal (KBM) terjadi pada konsentrasi 35%.13 Kemudian pada hasil penelitian Setyohadi R, dkk (2009), mengatakan bahwa Kadar Bunuh Minimum (KBM) ekstrak buah mengkudu terhadap bakteri Streptococcus mutans adalah pada konsentrasi 5%.14 Sejauh ini belum ada penelitian yang meneliti tentang perubahan dimensi hasil cetakan bahan cetak alginat setelah direndam dalam larutan ekstrak buah mengkudu sebagai bahan desinfektan. Hal inilah yang mendasari peneliti untuk meneliti stabilitas dimensi hasil cetakan bahan cetak alginat setelah dilakukan perendaman dalam larutan ekstrak buah mengkudu 10%.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut timbul permasalahan apakah ada perubahan dimensi hasil cetakan alginat pada tinggi dan diameter alas die stone setelah perendaman dalam larutan ekstrak buah mengkudu 10% selama 10, 15, 20 dan 25 menit.
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perubahan dimensi hasil cetakan alginat pada tinggi dan diameter alas die stone setelah perendaman dalam larutan ekstrak buah mengkudu 10% selama 10, 15, 20 dan 25 menit.
1.4 Hipotesa Penelitian Adapun hipotesa dari penelitian ini adalah tidak ada perubahan dimensi hasil cetakan alginat pada tinggi dan diameter alas die stone setelah direndam dalam larutan ekstrak buah mengkudu 10% selama 10, 15, 20 dan 25 menit.
1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis dan pembaca dan menambah referensi institusi tentang perendaman bahan cetak alginat dengan ekstrak buah mengkudu sebagai antibakteri yang kemungkinan dapat menimbulkan perubahan dimensi cetakan dengan waktu yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara