BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Bangunan cagar budaya merupakan sebuah saksi sejarah perjalanan suatu
negara dapat ditemui di hampir setiap kota-kota besar dan kecil di seluruh Indonesia. Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2010 mengenai cagar budaya, bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya perlindungan pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pada umumnya masyarakat awam masih menganggap bahwa peninggalan sejarah dan benda-benda cagar budaya tidak memiliki arti dan manfaat bagi kehidupan langsung masyarakat. Masyarakat di sekitar lokasi tempat benda cagar budaya sadar atau tidak sadar, sebenarnya telah menikmati hasil dari keberadaan benda cagar budaya tersebut. Namun pada kenyataannya masyarakat seringkali tidak terlibat dalam upaya pelestarian benda cagar budya tersebut. Bangunan-bangunan cagar budaya seharusnya dapat menjadi wujud hidup yang dapat tumbuh dan mengakomodasi perubahan yang terjadi tanpa kehilangan karakternya, dan juga dapat berfungsi maksimal sesuai dengan keadaan saat ini dan di masa yang akan datang. Upaya-upaya untuk memelihara bangunan-bangunan cagar budaya tersebut telah marak dilaksanakan belakangan ini oleh pemerintah kota Jakarta, namun upaya pemerintah kota untuk melindungi, memelihara dan melestarikan benda cagar budaya belum sepenuhnya dapat dilakukan. Bangunan cagar budaya mempunyai potensi untuk bertindak sebagai jangkar dari identitas kawasan, katalisator dalam upaya revitalisasi kawasan, inkubator bagi pebisnis lokal, dan penarik budaya kreatif (Dunn, 2010). Bangunan-bangunan tua tersebut tidak hanya sekedar volume dalam ruang, namun merupakan dimensi waktu, sebagai saksi dan bukti sejarah yang tidak dimiliki oleh bangunan lainnya. Keunikan masingmasing bangunan dapat menjadi tempat belajar yang hidup dan sebagai penghargaan atas masa lalu untuk bergerak ke depan.
1
2 Stasiun Jakarta Kota merupakan karya besar arsitek Belanda kelahiran Tulungagung - 8 September 1882 yaitu Frans Johan Louwrens Ghijsels yang dikenal dengan ungkapan Het Indische Bouwen yakni perpaduan antara struktur dan teknik modern barat dipadu dengan bentuk-bentuk tradisional setempat. Dengan balutan art deco yang kental, rancangan Ghijsels ini terkesan sederhana. Siluet stasiun Jakarta Kota dapat dirasakan melalui komposisi unit-unit massa dengan ketinggian dan bentuk atap berbeda. Stasiun Jakarta Kota ditetapkan sebagai cagar budaya melalui surat keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 475 tahun 1993. Walau masih berfungsi, di sana-sini terlihat sudut-sudut yang kurang terawat (Sumber: Wikipedia). Selain itu, banyak pedagang kaki lima di samping kiri kanan bangunan stasiun yang mengurangi nilai estetika stasiun kebanggaan ini. Sesuai Undang Undang Republik Indonesia No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, kelestarian bangunan cagar budaya perlu dijaga. Stasiun Jakarta Kota adalah stasiun jenis terminus (akhir) dan masih aktif digunakan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai stasiun komuter dan kereta jarak jauh. Untuk menjaga kelestarian dan eksistensi bangunan stasiun Jakarta Kota, penataan ulang keseimbangan program penataan BCB guna pemenuhan kebutuhan ruang publik dan ruang komersial di dalam stasiun diperlukan untuk mengakomodasi pertumbuhan pengguna stasiun. (Sumber: PT. Kereta Api Indonesia)
Gambar 1. Stasiun Jakarta Kota Tahun 1929 Sumber: google.com. 2015.
Sejak kepindahan kantor Daop I dari Stasiun Jakarta Kota ke Stasiun Cikini pada Juni 2014 lalu, area lantai 2 di bangunan Stasiun Jakarta Kota menjadi kosong dan tidak berpenghuni. Walaupun ditinggalkan dalam waktu tidak sampai setahun,
3 kondisinya saat ini sangat tidak terawat dan terdapat beberapa elemen arsitektural bangunan yang sudah mulai rusak. Menurut staff unit pelestarian, perawatan, dan desain arsitektur PT. Kereta Api Indonesia, saat ini belum ada perencanaan untuk penggunaan kembali ruang-ruang tersebut. Dengan adanya pengembangan pariwisata Kota Tua yang semakin meningkat, diharapkan fungsi-fungsi baru dapat dimasukkan ke dalam ruang di lantai 2 Stasiun Jakarta Kota untuk menghabiskan waktu dan berekreasi di dalamnya. Kesan menyeramkan dan gelap pada saat malam hari diharapkan dapat dihilangkan dari bangunan ini.
Gambar 2. Kondisi Stasiun Jakarta Kota Tahun 2014 Sumber: Dokumentasi pribadi. 2015.
Kawasan Kota Tua yang merupakan kawasan pariwisata yang berhubungan langsung dengan Stasiun Jakarta Kota akan dijadikan sebagai zona ekonomi khusus oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Sebagai salah satu cara menjadikan kota tua sebagai ikon Jakarta, program Revitalisasi Kota Tua dilakukan oleh pemerintah untuk merealisasikan hal tersebut. Program revitalisasi tersebut akan meningkatkan aktifitas pariwisata dan perdagangan Kawasan Kota Tua (Sumber: Ahok.org). Menurut pemetaan kawasan oleh Jeforah (Jakarta Endowment For Art and Heritage), Stasiun Jakarta Kota terletak pada supporting zone di dalam Kawasan Kota Tua dimana jenis kawasannya merupakan kawasan bisnis yang terkait dengan pariwisata, perusahaan kecil dan menengah yang berfokus pada komunitas kreatif, seni & kerajinan tangan, kelas kreatif - area komersial, pusat pelatihan institusi keuangan, pendidikan, dan perdagangan.
4
Gambar 3. Peta Kawasan Jeforah Sumber: jeforah.org. 2015.
Stasiun Jakarta Kota ini merupakan gerbang utama Kawasan Kota Tua dimana kegiatan pariwisata dan perekonomian tersebut akan terus meningkat. Jika keadaan Stasiun Jakarta Kota tidak terintegrasi dengan perkembangan tersebut maka akan tidak efektif dan nyaman lagi dalam memberikan pelayanan bagi pengguna jasa kereta. Oleh karena itu, untuk mengatasi keadaan di masa depan, perlu dilakukan tindakan revitalisasi Stasiun Jakarta Kota sehingga dapat memberikan pelayanan, kenyamanan dan kemudahan bagi pengguna stasiun maupun pihak-pihak yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan keberadaan Stasiun Jakarta Kota. Tindakan revitalisasi Stasiun Jakarta Kota akan menjadi salah satu bagian pelengkap untuk memberikan semangat baru terhadap Kawasan Kota Tua, yang dapat menjadi kekuatan baru dan tempat bagi warga kota Jakarta untuk menikmati kotanya sendiri. Hal utama yang perlu diperhatikan adalah bangunan stasiun ini merupakan Bangunan Cagar Budaya (BCB), oleh karena itu perencanaan dan perancangan revitalisasi Stasiun Jakarta Kota yang akan dilakukan tetap mengacu pada upaya konservasi sebagai penghormatan terhadap masa lalu. Desain perencanaan dan perancangan yang dihasilkan diharapkan menjadi fungsional dan optimal sehingga stasiun ini mampu tampil representatif dan menjadi kebanggan Kawasan Kota Tua.
5 1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan penjabaran di atas, dapat dilihat bahwa bangunan cagar budaya
merupakan salah satu hal dasar dalam urban revitalization. Stasiun Jakarta Kota yang merupakan bangunan cagar budaya harus mampu tampil representatif sebagai gerbang menuju Kawasan Kota Tua. Walaupun masih berfungsi namun keadaannya perlu terintegrasi dengan perkembangan kegiatan ekonomi dan pariwisata di sekitarnya. Sehingga rumusan masalah yang timbul dalam proyek ini adalah: 1. Bagaimana upaya revitalisasi yang sesuai dengan Stasiun Jakarta Kota agar dapat berfungsi maksimal dan mampu tampil representatif sebagai gerbang menuju Kawasan Kota Tua?
1.3.
Lingkup Pembahasan
1.3.1. Ruang Lingkup Subtansial Perencanaan penataan Stasiun Jakarta Kota (massa tunggal) yang meliputi: -
Identifikasi dan analisa kondisi bangunan, lingkungan, dan kegiatan di dalam Stasiun Jakarta Kota.
-
Perencanaan dan perancangan revitalisasi yang sesuai bagi Stasiun Jakarta Kota.
1.3.2. Ruang Lingkup Spasial Stasiun Jakarta Kota yang berlokasi di Jalan Stasiun Kota No.1, Pinangsia, Taman Sari, Jakarta Barat.
Deskripsi Proyek:
Gambar 4. Peta Lokasi Stasiun Jakarta Kota Sumber: google.com. 2015.
6 -
Lokasi
: Jalan Stasiun Kota No.1,
Pinangsia, Taman Sari, Jakarta Barat -
Tahun Pembangunan
: 1929
-
Arsitek
: Ir. F.J.L. Ghijsels
-
Luas Bangunan
: ± 6.000 m²
-
Orientasi
: Barat
-
Batasan Tapak
:
Utara : Jalan Lada, Gedung BNI Selatan : Jalan Jembatan Batu Timur : Rel kereta Barat : Jalan Stasiun Kota, halte busway
1.4.
Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari penataan Stasiun Jakarta Kota ini adalah: 1. Tersusunnya perencanaan dan perancangan revitalisasi yang tepat bagi Stasiun Jakarta Kota agar mampu tampil representatif sebagai bangunan cagar budaya dan gerbang menuju Kawasan Kota Tua.
1.5.
Tinjauan Pustaka Sebelum melakukan penelitian dilakukan peninjauan atas penelitian atau
proyek yang berkaitan dengan topik dan tema. Tinjauan pustaka dimaksudkan untuk melihat kebaruan dan keorisinilan dari penilitian ini. Ini juga dapat dijadikan studi kasus dari proyek sejenis.
Tabel 1. Tinjauan Pustaka No. 1
Judul Jurnal
Penulis
Kesimpulan
The Phoenix: The
Lu Allington-
Menjelaskan
mengenai
etika
Role of Conservation
Jones
konservasi dalam pengembangan
Ethics in the
Stasiun Pancras di London yang
Development of St
hamper
Pancras Railway
beberapa
Station (London,
melakukan
UK). (2013)
pengembangan stasiun ini, yaitu:
dihancurkan. poin
utama
konservasi
Terdapat untuk sekaligus
reversibility, minimal intervention,
7 stakeholder
consultation,
discernible
alteration,
approach,
scientific
sustainability,
authenticity,
equal
standards,
balance. Saat ini stasiun Pancras menjadi
monumen
Victoria
dan
arsitektur
industrialis
bertahan
dan
yang
menjadi
transportation hub yang utama. 2
Old Buildings, New
Rebecca C.
Menjelaskan
mengenai
peran
Ideas: Historic
Chan
preservasi bangunan cagar budaya
Preservation and
terhadap perkembangan ekonomi
Creative Industry
kreatif.
Development as
kembali sebuah bangunan yang
Complementary
memiliki nilai sejarah dan kultural
Urban Revitalization
yang tinggi, sektor industri kreatif
Strategies. (2011)
akan memanfaatkan preservasi dari
Dalam
bangunan
menggunakan
tersebut
secara
berkelanjutan dikarenakan konsep “budaya” dalam industri kreatif berkaitan dengan physical space untuk
tampil,
display
untuk
pameran, dan tempat penjualan atas karyanya.
Preservasi
bangunan
cagar budaya tidak hanya akan menghasilkan nilai estetis namun juga pola urban dalam kontribusi kegiatan
ekonomi,
sosial,
dan
budaya di dalamnya. Selain itu, manfaat dari adaptive reuse adalah mengurangi
biaya
konstruksi
pembangunan ruang bagi kegiatan ekonomi, merupakan
perhitungan hal
penting
hal
ini
dalam
perkembangan ekonomi. 3
From Continuity To
Robert J.
Membahas mengenai 4 studi kasus
8 Contrast: Diverse
Hotes
bangunan bersejarah di Amerika
Approaches To
Serikat.
Sesuai
dengan
Design In Historic
standar ICOMOS, yaitu bahwa:
Contexts. (2011)
“Penambahan
baru,
prinsip
perubahan
eksterior, atau hal yang berkaitan dengan konstruksi baru tidak boleh menghilangkan material bersejarah yang
membentuk
bangunannya.
karakter
Pekerjaan
baru
sebaiknya dibedakan dengan yang lama, serta harmonis dengan massa, ukuran, skala, dan fitur arsitektural untuk
menjaga
integritas
bersejarahnya dan lingkungannya.” 4
studi
kasus
yang
dibahas
mempresentasikan arsitek dalam bidang preservasi ternama, terkait dengan
metodologi,
pendekatan,
dan isu-isu lainnya yang digunakan untuk
melestarikan
bangunan
bersejarah. 4
Penerapan Tema
Indra Kusuma
Membahas
mengenai
Adaptasi Dalam
Listiyawan,
adaptasi
Rancangan
Andy
konservasi stasiun semut Surabaya.
Konservasi Stasiun
Mappajaya
Konsep
dalam
adaptasi
terapan rancangan
menghasilkan
Semut Surabaya.
usulan desain yang baik serta dapat
(2013)
memahami dan menyelesaikan isu pokoknya. Image dan sirkulasi merupakan topik khusus dalam perancangannya
yang
memiliki
misi yaitu kawasan cagar budaya yang
dapat
member
manfaat
edukasi dan menjadi salah satu solusi bagi masalah transportasi massa.
Konservasi
diharapkan
dapat
stasiun
ini
menjadikan
9 stasiun semut sebagai landmark dan daya tarik bagi wisatawan. 5
Pelestarian
Elwinda Azmi
Berisi
analisa
dan
penentuan
Bangunan Stasiun
F.F.,
karakter bangunan stasiun kereta
Kereta Api
Antariksa,
api
Probolinggo. (2011)
Noviani
menentukan
strategi
Suryasari
yang dapat
dilakukan
Probolinggo
bangunan
stasiun
kemudia pelestarian terhadap
kereta
api
Probolinggo. Metode analisis data yang digunakan pada studi ini yaitu metode deskripsi analitis, metode evaluatif, dan metode development. Ketiga metode tersebut digunakan untuk membahas rumusan masalah yang telah ditentukan. Dalam studi ini
ditemukan
bahwa
karakter
bangunan stasiun ditentukan oleh beberapa elemen, yaitu elemen fasad (atap, dinding eksterior, pintu, jendela, dan kolom) dan elemen ruang
dalam
(dinding
interior,
pintu, jendela, lantai, langit-langit, dan
kolom).
Setelah
karakter
bangunan ditemukan selanjutnya digunakan metide evaluative untuk menetapkan beberapa elemen yang mempunyai
potensial
tinggi,
sedang, dan rendah. Berdasarkan hasil tersebut ditentukan strategi pelestarian yang sesuai dengan kondisi bangunan. Sumber: Olahan pribadi. 2015.
masing-masing
elemen
10