BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Saat ingin menghidupkan peralatan listrik yang berada di rumah biasanya memerlukan suatu aksi. Dalam penggunaan sakelar contohnya, membutuhkan sebuah aksi untuk menuju ke tempat sakelar itu untuk menyalakan sakelarnya, hal ini membutuhkan waktu dan tenaga tersendiri. Ini mungkin mudah bagi orang dalam kondisi normal, tetapi bagi orang yang memiliki keterbatasan fisik, sakit, atau halangan kesehatan lainnya hal ini merupakan sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Berdasarkan analisa kebutuhan pengguna yang didapatkan dari cara membagikan kuesioner pada tanggal 22 September - 23 September 2014 kepada seratus responden dengan latar belakang yang berbeda-beda, sebanyak 54% atau lima puluh empat orang mengatakan pengendalian listrik di rumah mereka “Sulit”. Menurut para responden, bila mereka harus ke tempat di mana lampu atau peralatan listrik dinyalakan, dan itu tidak praktis dalam kondisi tertentu, seperti saat sedang terburu-buru saat ingin mematikan atau menghidupkan peralatan listrik atau dalam keadaan sakit, ketika sendirian di rumah. Permasalahan berikutnya, dari hasil kuesioner menunjukan 58% atau lima puluh delapan orang dari seratus orang memilih “Sering Sekali” memiliki keinginan untuk menyalakan atau mematikan peralatan listrik ketika berada di luar rumah dalam waktu yang lama. Bukan hanya masalah menghidupkan atau mematikan saja, berdasarkan kuesioner pula sebanyak 51% atau sebanyak lima puluh satu orang dari seratus orang sering lupa untuk mematikan peralatan listrik ketika di luar rumah. Untuk satu atau dua kali memang bukan suatu masalah besar, namun secara teknis bila hal itu terlalu sering terjadi dapat menyebabkan peralatan listrik itu rusak, selain itu dapat menimbulkan Miniature Circuit Breaker (MCB) tidak berfungsi dengan baik sehingga dapat menimbulkan panas yang bila tidak segera dikendalikan dapat menyebabkan korsleting hingga kebakaran. Selain itu, membiarkan peralatan listrik yang tidak digunakan dalam keadaan menyala merupakan pemborosan listrik. Berdasarkan data dari Dinas
1
2
Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (Damkar-PB) DKI Jakarta, jumlah kebakaran pada tahun 2013 telah mencapai 739 kasus. Kejadian itu menimbulkan 36 korban jiwa meninggal dunia dan 54 korban luka-luka. Kepala Seksi Pengendalian dan Operasional Damkar PB DKI Jakarta, Heru Agus M mengatakan “Kebakaran paling banyak disebabkan korsleting listrik. Sebab, masyarakat kurang menjaga keamanan jaringan listrik di rumahnya dan tidak mengikuti petunjuk umum instalasi listrik. Pengerjaan perbaikan itu juga terkadang tidak dilakukan oleh petugas yang memiliki sertifikasi dalam penanganan kelistrikan. Lebih dari itu, warga yang telah memiliki rumah dengan usia di atas sepuluh tahun jarang memeriksa kondisi jaringan listriknya” (Aziza, 2013). Selain bencana kebakaran karena korsleting, bencana lain juga bisa menimpa rumah warga seperti hal yang tidak asing lagi yaitu musibah pencurian, hal tersebut sering terjadi ketika rumah ditinggal dalam keadaan kosong. Warga komplek perumahan karyawan PT Pertamina RU II Dumai di Kelurahan Bukit Datuk, Kecamatan Dumai Selatan diresahkan dengan maraknya aksi pencurian rumah yang ditinggal kosong penghuni. Aksi yang kerap terjadi pada waktu keadaan rumah ditinggal kosong penghuninya ini disayangkan tidak diketahui oleh pihak pengamanan komplek, kendati warga sudah resah dan dihantui perasaan cemas kemalingan (Zie, 2014). Maka dari itu dengan melihat kondisi tersebut dibutuhkan suatu pengembangan sistem untuk dapat menghidupkan/mematikan peralatan listrik dalam keadaan apapun dan di mana pun dengan mudah dan aman, selain pengendalian listrik dibutuhkan pula sistem keamanan rumah yang efisien dan terjangkau secara ekonomis yang dapat melindungi rumah dari pencurian. Selama ini masyarakat sudah dapat mengendalikan sesuatu dari jarak jauh dengan menggunakan remote control yang berbasiskan bluetooth, infrared maupun gelombang radio, akan tetapi pengendalian tersebut dibatasi oleh jarak. Agar cakupan jarak semakin luas salah satu solusinya menggunakan smartphone berbasis Android sebagai remote control dengan menggunakan jaringan internet sebagai platform telekomunikasinya. Melalui kuesioner terlihat juga bahwa 78% atau tujuh puluh delapan dari seratus orang adalah pengguna smartphone Android, dan 72% atau tujuh puluh dua dari seratus orang menginginkan sistem aplikasi yang dapat membantu mereka itu berbasiskan Android.
3
Menurut Safaat (2011:1-2) Android sendiri merupakan sebuah sistem operasi pada smartphone berbasis Linux yang mencakup sistem operasi dan bersifat open source. Fasilitas open source dan mayoritas orang-orang adalah pengguna smartphone Android inilah yang menjadi alasan mengapa sistem ini dikembangkan di platform sistem operasi Android. Sedangkan, pertimbangan mengapa internet menjadi platform telekomunikasi yang tepat dalam sistem ini, karena selain internet merupakan jaringan komunikasi tanpa hambatan jarak, zaman sekarang masyarakat luas sudah tidak merasa asing ketika mendengar istilah internet. Diperkirakan 32,77% dari jumlah penduduk dunia telah menggunakan internet, hal itu dikutip dari data World Bank pada tanggal 18 Januari 2013, dan hal itu selalu bertambah persentasenya tiap tahun, itu secara internasional sedangkan secara nasional jumlah pengguna internet di Indonesia bertambah sebanyak 58% menjadi lima puluh lima juta orang dibandingkan dengan tahun lalu. Ini membuat Indonesia berada di peringkat ketiga dalam daftar pertambahan pengguna internet tertinggi dunia (Palo, 2014). Setidaknya dari sekian banyak orang para pengguna internet di Indonesia memasang modem internet sendiri di rumahnya. Fasilitas modem itu lah yang akan menjadi salah satu perangkat sebagai pemancar internet yang menjadi jaringan telekomunikasi untuk menjalankan sistem pengamanan rumah lewat sistem operasi Android. Sistem pengamanan rumah yang sedang dikembangkan ini memang bukan aplikasi pertama kali, banyak orang-orang di Indonesia maupun di luar sana yang sudah pernah mengembangkan sistem pengendali alat listrik di rumah sebelumnya. Sistem pengendalian ini sebagian besar orang menyebut juga dengan smart home. Berikut pengembang sistem smart home berdasarkan jurnal nasional maupun internasional. Pada sistem smart home research dapat mengendalikan peralatan listrik saja tapi mengendalikan hingga alat-alat yang digunakan sehari-hari seperti sofa, tempat tidur dan sebagainya (Li, Da, and Bo, 2004). Tapi kelemahan dari sistem ini yaitu, masih menggunakan radio frequency sehingga keterbatasan jarak dalam mengakses jaringan sistem ini. Berikut penjelasan sistem pengendalian listrik di dalam jurnal nasional. Sistem yang dapat mengendalikan peralatan-peralatan listrik yang berada di rumah berbasiskan web tetapi dapat di kontrol melalui Android. Sistem ini menggunakan mikrokontroller ATMEGA 8535 untuk melakukan pengontrolan
4
peralatan listrik yang ada, selain itu juga menggunakan webcam untuk mengontrol gerakan yang terjadi seperti pencuri, selain itu juga menggunakan database untuk menyimpan status listrik (Arifiyanto, Soemantri, dan Syafei, 2012). Kelemahan yang dimiliki antara lain tidak support dalam pengendalian secara manual listrik tetapi hanya dapat secara Android, selain itu tidak ada notifikasi keamanan yang ada di rumah. Tiap sistem memang memiliki kelebihan dan kekurangannya masingmasing. Namun semua sistem memiliki tujuan yang sama, yaitu mempermudah dalam mengendalikan perlatan listrik di rumah dengan seefektif mungkin. Oleh karena itu, pengembangan sistem pengamanan rumah berbasiskan Android ini akan dirancang sebaik mungkin agar fungsi dari sistem ini bermanfaat bagi masyarakat banyak.
1.2
Rumusan Masalah Rumusan permasalahan yang didapat melalui kuesioner yang telah disebarkan adalah responden membutuhkan suatu sistem yang dapat membantu untuk
melakukan
monitoring
dan
pengendalian
dalam
menghidupkan/mematikan peralatan listrik di rumah dengan cara menyalakan atau mematikan arus listrik peralatan tersebut yang dilengkapi dengan sistem keamanan di rumah. Sistem tersebut dapat dipantau secara efisien dan efektif di manapun dan kapanpun berbasiskan Android.
1.3
Ruang Lingkup Mengingat akan terlalu luasnya cakupan yang akan dibahas, maka perlu adanya batasan agar yang diteliti tidak meluas. Oleh karena itu dibuat batasan ruang lingkup dalam perancangan pengamanan rumah berbasiskan Android ini, antara lain: 1.
Pengendalian peralatan listrik dapat dilakukan berupa on atau off.
2.
Monitoring dapat dilakukan berupa view control on atau off melalui Android terhadap peralatan listrik yang ada di rumah. Dari monitoring sistem ini dapat terlihat peralatan listrik mana dalam kondisi on atau keadaan off.
3.
Dibuat suatu maket sebagai bahan uji coba sistem menggunakan empat lampu yang dipasangkan dan colokan listrik satu buah. Maket ini sebagai
5
suatu contoh untuk pengimplementasian di rumah dari sistem yang dibuat. Dari maket ini akan terlihat cara untuk mengontrol peralatan listrik dan bentuk dari sistem keamanan. 4.
Membuat sistem notifikasi atau alert untuk keamanan rumah dengan pin GPIO sebagai indikator kemanan yang dipasang disetiap slot kunci pintu dan jendela rumah untuk mendeteksi adanya usaha pembobolan ke Android serta notifikasi ketika terjadi mati lampu atau koneksi internet mati.
5.
Pengendalian dapat dilakukan dengan menggunakan smartphone Android melalui jaringan internet dan secara manual di rumah.
6.
Menggunakan relay board, sebagai perangkat yang terhubung antara rangkaian listrik rumah dengan Raspberry Pi.
7.
Menggunakan Raspberry Pi, sebagai perangkat utama atau otak dari segala sistem yang berjalan karena perangkat ini yang mengatur jalannya sistem.
8.
Menggunakan modem internet, perangkat yang memfasilitasi sistem ini kedalam jaringan internet.
9.
Menggunakan power bank, beda halnya dengan modem internet, power bank berguna ketika listrik rumah mati, power bank akan memberikan daya listrik cadangan untuk memberi kesempatan kepada Raspberry Pi untuk mereset sistem secara manual dan memberikan alert kepada Android apabila terjadi pemadaman listrik di rumah.
1.4
Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain membangun sebuah prototype aplikasi sistem pengamanan rumah berbasiskan Android yang menggunakan jaringan internet sebagai jaringan telekomunikasi yang dapat melakukan monitoring dan pengendalian dalam menghidupkan/mematikan peralatan listrik di rumah dengan cara mematikan arus listrik pada peralatan listrik tersebut serta dilengkapi sistem pengamanan rumah yang dipasang disetiap slot kunci pintu dan jendela di rumah untuk mendeteksi ketika adanya usaha pembobolan.
6
1.5
Manfaat Berdasarkan kuesioner yang ada, dengan adanya sistem aplikasi berbasis Android ini diharapkan dapat: 1.
Membantu meringankan ingatan jangka pendek mengenai status peralatan listrik yang ada, mempermudah dalam melakukan monitoring dan pengendalian menghidupkan/mematikan peralatan listrik dan membantu dalam penjagaan keamanan hanya dengan smartphone Android. Hal ini mengikuti kebutuhan pengguna yang melalui kuesioner diketahui bahwa pengguna sering lupa mengenai status dari peralatan listriknya.
2.
Pengguna dapat Monitoring dan mengendalikan peralatan listrik di rumah secara real time melalui Android. Real time yang dimaksud adalah dapat langsung terlihat kegiatan apa yang dilakukan pada peralatan listrik dan status peralatan listrik setelah terjadinya kegiatan tersebut.
3.
Menghindari dan memperkecil kemungkinan terjadi bencana yang tidak diinginkan contohnya terjadi korsleting, sekaligus menghindarkan dari pemborosan listik. Hal ini dikarenakan banyak kebakaran terjadi akibat korsleting.
4.
Mengantisipasi
dan
menghindari
dari
kejadian
pencurian
yang
berlangsung di rumah.
1.6
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan untuk pembuatan dan pengembangan sistem aplikasi ini antara lain: 1.
Metode Analisis Dalam menjalankan metode ini, dilakukan beberapa analisis, antara lain: a.
Analisis pengguna melalui kuesioner Cara analisa untuk kuesioner ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian ini dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner yang akan disebarkan dalam dua tahap yaitu sebelum perancangan dan setelah perancangan selesai kepada seratus responden yang berlatar belakang berbeda (profesi, umur, jenis kelamin). Hasil dari analisis kuesioner tahap pertama dibuat presentase
jawaban
pengguna
sehingga
dapat
mengetahui
7
keinginan dan kebutuhan dari pengguna. Sedangkan hasil analisis kuesioner tahap kedua bertujuan untuk mengambil kesimpulan dari aplikasi yang sudah jadi, apakah sistem sesuai dengan apa yang diinginkan calon pengguna atau tidak. b.
Wawancara Selain membagikan kuesioner, beberapa pertanyaan langsung tetap diberikan kepada responden untuk menanyakan alasan dari beberapa jawaban responden dari pertanyaan kuesioner, dan hal lain seperti apa keinginan responden terhadap sistem yang lebih detail yang tidak responden tuliskan dalam pengisian kuesioner, contoh sistem keamanan rumah yang lebih murah selain menggunakan webcam, sehingga analisis kebutuhan benar-benar bersumber dari masyarakat atau responden.
c.
Studi pustaka Dalam tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah mencari sumber yang bersesuaian, melalui buku-buku, jurnal, media internet, dan berbagai sumber untuk mendukung dalam pembuatan sistem yang optimal. Tujuannya agar analisis masalah dan sistem dapat lebih jelas.
d.
Analisis Kebutuhan Setelah hasil analisis kuesioner, wawancara dan studi pustaka terkumpul. Tahap selanjutnya melakukan analisis kebutuhan dari perangkat keras, bahasa pemrograman dan perangkat lunak yang diperlukan, kebutuhan tersebut dilihat dari hasil kuesioner, wawancara dan studi pustaka. Survei harga dan kualitas barang yang diperlukan, merupakan kegiatan yang dilakukan dalam analisis kebutuhan perangkat keras, analisis kebutuhan bahasa pemrograman, dengan cara menganalisis bahasa pemrograman yang digunakan untuk aplikasi Android, sistem Raspberry Pi, database dan webserver. Setelah mengetahui bahasa pemrograman yang
digunakan
baru
menentukan
perangkat
lunak
yang
mendukung bahasa pemrograman tersebut untuk melakukan coding atau compiling dan perangkat lunak untuk desain user interface. Analisis kebutuhan perangkat keras, bahasa pemrograman dan
8
perangkat lunak dilakukan untuk mempermudah dalam tahap implementasi
perancangan
sistem
dan
memperjelas
dalam
perhitungan total biaya yang dibutuhkan.
2.
Metode Perancangan Pada tahap metode perancangan dilakukan dengan menggunakan metode waterfall atau disebut juga Classic Life Cycle (Pressman, 2010:39). Alasan mengapa metode tersebut dianggap tepat dalam perancangan sistem ini karena dengan menggunakan metode waterfall, sistem yang dihasilkan akan baik dan teratur dikarenakan pelaksanaannya secara bertahap dan pengembangan sistem sangat terorganisir, setiap tahap harus diselesaikan sebaik mungkin sebelum melangkah ke tahap selanjutnya, sehingga target di setiap tahapan yang sudah ditentukan dapat tercapai. Menurut Pressman (2010:39) metode waterfall ini memiliki tahapan, antara lain: a.
Communication (Komunikasi) Sebelum melakukan pekerjaan yang bersifat teknis, tahap komunikasi merupakan tahap awal yang dilakukan untuk mengetahui kebutuhan dan permasalahan yang menjadi latar belakang
dalam
pengembangan
sistem.
Tahap
komunikasi
dilakukan dengan cara melakukan hubungan langsung kepada masyarakat sebagai calon pengguna dalam bentuk memberikan kuesioner dan wawancara langsung. Dalam kuesioner terdapat delapan
pertanyaan
mengenai
bagaimana
responden
mengendalikan peralatan listriknya di rumah hingga mengenai bagaimana cara responden dalam pengamanan terhadap rumahnya. Pembagian kuesioner ini diberikan kepada berbagai macam profesi dan umur yang bervariasi, tujuannya agar data yang didapat merupakan data dari masyarakat secara umum bukan dari kalangan tertentu. Selain kuesioner, wawancara berguna untuk mendapatkan jawaban yang spesifik dan mempertegas dari jawaban responden dari kuesioner. Pertanyaan wawancara yang diberikan tidak jauh dari jawaban responden itu sendiri agar dalam satu kuesioner
9
terdapat permasalahan yang berbeda-beda yang didapat. Selain wawancara terhadap calon pengguna, dilakukan juga wawancara terhadap orang yang pengalaman membuat sistem sejenis untuk dijadikan referensi. Hasil kuesioner dan wawancara tersebut akan menjadi tolak ukur dalam tahap selanjutnya yaitu perencanaan sistem. b.
Planning (Perencanaan) Pada tahap perancanaan adalah pembagian tugas-tugas teknis yang akan dilakukan, seperti pembagian tugas coding, penulisan laporan, desain, pembuatan web server dan sistem Raspberry Pi. Lalu penjadwalan beserta deadline tiap tugas yang telah dibagikan. Seperti, survei perlengkapan yang dibutuhkan dengan melihat kualitas dan harga yang tidak terlalu mahal dan terakhir mengumpulkan hal-hal apa saja yang dibutuhkan untuk tahap selanjutnya, menentukan metode perancangan dan mengumpulkan buku referensi yang dibutuhkan sebagai petunjuk pengerjaan.
c.
Modelling (Perancangan) Langkah selanjutnya semi teknis yaitu tahap Modelling atau perancangan. Pada tahap ini yang dilakukan adalah membuat perancangan sistem yang menggunakan metode UML (Unified Modeling Language). Alasan Menggunakan metode UML karena lebih mudah dalam menggambarkan tiap proses dari sistem aplikasi Android, sistem Raspberry Pi, dan menggambarkan segala kondisi yang terjadi terhadap sistem, seperti kondisi sistem ketika rumah terjadi
pemadaman
listrik,
ketika
pengguna
menginginkan
mengendalikan peralatan lsitriknya secara manual dan kondisi lainnya. Proses tersebut dapat digambarkan dengan membuat activity diagram, Sequence Diagram dan komponen lain yang terdapat pada metode UML. Selain membuat perancangan sistem menggunakan metode UML, pada tahap ini mulai merancang fiturfitur dari aplikasi Android hingga merancang perancangan layar aplikasi Android dengan menggunakan desain interface mobile dan 8 aturan emas dalam membangun interface. Pada tahap ini sistem
10
sudah mulai terlihat secara kasar dari segi fitur aplikasi termasuk fungsi-fungsinya dan tampilan aplikasi. Hasil dari perancangan ini, diharapkan menghasilkan sistem yang dapat diandalkan dan menyelesaikan permasalahan yang ada dan aplikasi Android dapat digunakan oleh seluruh kategori pengguna Android dengan menitik beratkan proses yang cepat, menarik, mudah dipahami atau tidak membingungkan dan fitur aplikasi yang jelas yang sesuai dengan lima faktor pada manusia terukur. d.
Construction (Pemrograman dan testing) Pada tahap ini mulai tahap pengerjaan secara teknis, yaitu tahap pemrograman. Sistem ini banyak bagian yang masuk ke dalam tahap pemrograman, antara lain pemrograman aplikasi Android menggunakan bahasa pemrogramana Java, mengolah database menggunakan MySQL untuk melakukan query atau mengolah
data
SQL
dibantu
tools
phpMyAdmin
sebagai
manajemen data tersebut, SQL itu sendiri merupakan bahasa pemograman yang digunakan untuk query database, webserver menggunakan bahasa pemrograman PHP dan sistem Raspberry Pi yang menggunakan bahasa pemrograman shell script. Berdasarkan perancangan sistem yang telah dibuat, hasil pemrograman tersebut akan saling terkoneksi satu sama yang lain berjalan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Sedangkan untuk user Interface aplikasi Android dirancang menggunakan perangkat lunak photoshop CS6. Perancangan user interface mencangkup perancangan logo, button, background, gambar dan teks. Setelah keseluruhan program dan desain selesai, langsung masuk tahap testing program. Bagian yang diperhatikan dalam tahap testing seperti semua fitur pada aplikasi Android dapat berjalan, koneksi antara Android ke Raspberry Pi dan waktu eksekusi perintah dari Android ke sistem Raspberry Pi. Tujuan dari testing, agar dapat langsung terlihat apabila ada kesalahan tracking system atau jalurdari sistem yang berjalan atau code program agar langsung diperbaiki hingga sistem dapat berfungsi dengan
11
semestinya. Selain itu, sistem dan tampilan aplikasi harus sesuai dengan 8 aturan emas menurut Shneiderman dan lima faktor pada manusia terukur agar aplikasi tidak membingungkan dan bisa digunakan oleh semua kategori pengguna yang menggunakan Android. e.
Deployment (Pengaplikasian oleh pengguna dan evaluasi) Sistem secara keseluruhan sudah selesai dan siap digunakan. Untuk mengetahui sistem yang telah dibuat sudah selesai dan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat atau tidak, dilakukanlah pembagian form evaluasi kepada masyarakat dengan profesi dan umur yang bervariasi sambil mencoba aplikasi ini, form evaluasi tersebut berisi poin-poin penilaian seperti fungsi dan manfaat dari aplikasi berguna atau tidak, tampilan aplikasi dan keunikan sistem. Jika sistem belum sesuai dengan harapan pengguna, dari hasil evaluasi tersebut akan terlihat bagian dari sistem yang belum sesuai dan langsung dicari jalan keluar agar kekurangan tersebut minimal mendekati dari apa yang diharapkan oleh pengguna. Hasil evaluasi akan masuk ke dalam bagian kesimpulan dari pengembangan sistem ini.
1.7
Sistematika Penulisan BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini, diuraikan segala hal mengenai latar belakang, rumusan masalah, ruang lingkup, tujuan, manfaat, metode penelitian yang digunakan untuk perancangan sistem pengamanan rumah yang dapat melakukan monitoring dan pengendalian menghidupkan/mematikan peralatan listrik serta pengamanan di rumah berbasiskan Android serta sistematika penulisan laporan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, berisi pembahasan tentang teori-teori dasar dan pendukung serta metode-metode yang digunakan dalam perancangan sistem aplikasi ini.
12
BAB 3 METODOLOGI Pada bab ini, membahas mengenai hasil analisa dan identifikasi kebutuhan yang didapat dari kuesioner, pembuatan rancangan Unified Modeling Language (UML).
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, berisi bahasan mengenai pengimplementasian sistem aplikasi yang telah dirancang sebelumnya, dan evaluasi terhadap pengujian pada sistem.
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini, berisi kesimpulan dan saran yang diambil dari seluruh bab mulai dari pendahuluan hingga analisis dan perancangan sistem. Tujuannya untuk dijadikan pedoman untuk mengembangkan sistem lebih lanjut.
13