BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Radiografi dental biasa digunakan untuk membantu menemukan masalah pada rongga mulut pasien. Radiografi melibatkan penggunaan energi sinar untuk menembus gigi dan merekam gambar-gambar pada film. Pemeriksaan radiografi telah menjadi salah satu alat diagnostik utama di bidang kedokteran gigi karena dapat membantu dokter gigi untuk mendiagnosa karies, lesi dan kondisi-kondisi lain yang tidak dapat dideteksi melalui pemeriksaan klinis rongga mulut.1 Radiografi, bersama dengan pemeriksaan klinis, memungkinkan dokter gigi untuk mengevaluasi penyakit periodontal.1 Penyakit periodontal memiliki tandatanda klinis seperti pembesaran ruang ligamen periodontal, hilangnya lamina dura, adanya cacat tulang (horizontal dan vertikal) dan gambaran diffuse pada bagian furkasi.2 Radiografi dental adalah penting karena dapat memberikan gambaran dari jumlah tulang alveolar yang masih ada dan menunjukkan pola, distribusi, dan keparahan kehilangan tulang yang telah dihasilkan dari penyakit periodontal.1 Radiografi dental memungkinkan dokter gigi untuk mendokumentasikan penyakit periodontal.2 Informasi ini penting dalam melakukan penilaian mengenai tingkat keparahan penyakit periodontal dalam menentukan prognosis gigi dan tulang serta menentukan rencana perawatan.3 Radiografi terdiri radiografi intraoral dan ekstraoral. Radiografi intra oral merupakan radiografi yang filmnya terletak di dalam mulut pasien sedangkan pada radiografi ektraoral, film terletak diluar rongga mulut pasien dan biasanya digunakan untuk membuat penilaian periodontal meliputi radiografi bitewing horizontal dan vertikal, radiografi periapikal dan radiografi panoramik.4 Radiografi intraoral dan ekstraoral mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun, jika dibandingkan dengan radiografi intra oral (bitewing dan periapikal), radiografi panoramik merupakan radiografi yang paling sesuai dalam
memberikan gambaran umum dari struktur mulut. Radiografi panoramik berguna untuk mendeteksi pola kehilangan tulang secara umum
pada pasien penyakit
periodontitis. Selain itu, dari segi kenyamanan pasien lebih baik karena pasien tidak perlu membuka mulut. Dosis radiasinya adalah sepertiga lebih rendah daripada menggunakan film intra oral dan biaya yang digunakan untuk mendeteksi kehilangan tulang bagi kasus periodontitis secara umum juga lebih murah.5 Gingivitis dan periodontitis adalah dua bentuk utama dari penyakit peradangan yang mempengaruhi periodonsium. Etiologi utama mereka adalah plak bakteri, yang dapat memulai penghancuran jaringan gingiva dan perlekatan jaringan pendukung periodontal. Gingivitis adalah peradangan pada gingiva yang tidak mengakibatkan kehilangan perlekatan klinis. Periodontitis adalah peradangan gingiva dan jaringan pendukung yang berdekatan dan ditandai dengan hilangnya perlekatan jaringan ikat dan tulang alveolar.6 Penelitian yang dilakukan oleh Fehrenbach MJ (2002) menyatakan lebih dari setengah orang dewasa di Amerika mengalami penyakit gingivitis yang merupakan tahap awal dari penyakit periodontal dan semakin parah pada usia 70 tahun dimana, 86% dari masyarakat berusia 70 tahun tersebut mengalami peridontitis sedang dan periodontitis berat.7 Sebuah penelitian (2003-2005) menunjukkan dari 8462 penduduk Keelung , 94,8% memiliki beberapa tanda-tanda periodontitis kronis dimana 29,7% memiliki kantong periodontal lebih dalam dari 3mm dan 35% mengalami kehilangan perlekatan lebih daripada 3mm sedangkan prevalansi kalkulus pada penduduk tersebut adalah 49,6%.8 Sebuah penelitian di 210 kota dan desa dengan 110 subjek di setiap kelompok usia, yaitu usia 5., 12, 15, 35-44, 65-74 tahun,dengan menggunakan probe WHO untuk pemeriksaan periodontal, dan Indeks CPITN untuk menilai penyakit periodontal, menyatakan bahwa prevalensi penyakit periodontal meningkat seiring dengan usia. Hasil penelitian ini diperoleh prevalensi adalah 57%, 67,7%, 89,6% dan 79,9% dalam kelompok, usia 12 15, 35-44 dan 65-74 tahun. Prevalensi lebih rendah ditemukan pada usia yang lebih tua dapat disebabkan hilangnya gigi pada orang tua.
Periodontitis moderate terlihat pada 17,5% dari kelompok 35-44 tahun, dan 21,4%, pada kelompok 65-74 tahun, sedangkan penyakit berat,( setidaknya satu gigi memiliki kedalaman probing ≥ 6 mm, terlihat pada 7,8% kelompok usia 35-44 tahun dan 18,1% pada kelompok 65-74 tahun. ( National Oral Health Survey and Fluoride Mapping (2002-2003), Dental Council of India, New Delhi, 2004).9 Jagadeesan dkk. melakukan penelitian dengan teknik systematic random sampling dari wanita pedesaan di Puducherry. Penelitian ini juga menemukan prevalensi periodontitis meningkat seiring dengan usia, yakni risiko periodontitis adalah 2,3 kali lebih besar bagi orang-orang di atas usia 35 tahun.9 Menurut penelitian Bergstorm J (2006) dan Keilani H (2006), pertambahan usia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit periodontal karena penuaan dikaitkan dengan perubahan jaringan periodontal, yang secara teoritis dapat merubah respon hospes. Se4bagai contoh, kepadatan tulang berkurang dan terjadinya penurunan kemampuan penyembuhan karena proses metabolik melambatkan secara fisiologis.10 Heitz-Mayfield (2005) menyimpulkan bahwa efek merokok tembakau mempunyai pengaruh terhadap prevalansi dan tingkat keparahan penyakit periodontal dan bukan sekadar membiri efek pewarnaan gigi saja.11 Berdasarkan studi Chen et al. (2001), Weijden et al.(2001), Albandar (2003), dan Natto et al. (2005), kedalaman probing, kehilangan perlekatan klinis, kehilangan tulang alveolar dan tanggalnya gigi-geligi pada usia dini adalah lebih prevalen dan lebih parah pada individu perokok dibandingkan pada non perokok.12 Bergstrom (2006) membuktikan bahwa merokok adalah faktor resiko penyakit periodontal. Berdasarkan 70 studi cross-sectional, 14 studi case-control dan 21 studi chort, dapat ditarik kesimpulan bahwa merokok mempunyai efek negatif terhadap kondisi periodontal.11 Data dari studi epidemiologi Albandar (2002) dan Meisel et al (2007) mengungkapkan bahwa laki-laki memiliki resiko yang lebih besar terhadap penyakit periodontal. Pada uji klinis, pria yang sering ditemukan memiliki kesehatan periodontal yang parah. Meisel dkk., 2007 juga menyatakan bahwa kerusakan dapat
disebabkan
oleh
peningkatan
penggunaan
tembakau
kecenderungan laki-laki untuk mengabaikan kebersihan mulut.
pada
laki-laki
dan
11
Hasil survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT 2011) Departemen Kesehatan RI menunjukkan bahwa penyakit gigi dan mulut termasuk karies dan penyakit periodontal merupakan masalah yang cukup tinggi (60%) yang dikeluhkan oleh masyarakat.13 Penelitian Drg.Halimah Daeng Sikati di Rumah Sakit Gigi Dan Mulut Makassar (2012) mengenai prevalensi keterpaparan poket periodontal menunjukkan hubungan antara jenis kelamin, kelompok umur, dan klasifikasi poket. Berdasarkan jenis kelamin tampak bahwa umumnya sampel adalah laki-laki 22 orang (73.3%) dan perempuan sebanyak 8 orang (26,7%). Sedangkan berdasarkan kelompok umur umumnya sample laki-laki yang mempunyai kelompok umur 18-44 tahun sebanyak 12 orang (63%) yang mengalami poket periodontal dan 7 orang (36%) yang mengalami poket gingiva sedangkan kelompok umur jenis kelamin laki-laki dari umur 45-64 tahun sebanyak 3 orang (100%) mengalami poket periodontal, sedangkan kelompok umur pada jenis kelamin perempuan dari umur 18-44 tahun sebanyak 6 orang (75%) yang mengalami poket periodontal dan 2 orang (25%) mengalami poket gingiva. Rata-rata kedalaman poket yang dialami responden dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan pada usia 18-44 tahun sebesar 4,08 mm dengan standar deviasi adalah 0,533.14 Survei Albert dkk (2012) mengenai prevalensi penyakit periodontal pada masyarakat Kecamatan Medan Belawan adalah 90,4% dari total sampel 125 orang. Hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan jenis kelamin, prevalensi penyakit periodontal tinggi pada laki-laki. Hasil yang diperoleh dari hubungan umur adalah prevalensi tingkat keparahan paling tinggi pada kelompok umur 61-70 tahun. Penelitian tersebut melihat prevelensi penyakit periodontal dan kehilangan tulang alveolar dihubungkan dengan jenis kelamin , umur , kebiasaan merokok dan stress ataupun keadaan sosioekonomi.15 Dikarenakan tidak ada data mengenai kehilangan tulang yang disebabkan oleh penyakit periodontal di Kecamatan Medan Selayang, maka penelitian kali ini akan
dilakukan pada masyarakat yang bertempat tinggal di Kecamatan Medan Selayang. Akan tetapi pada penelitian ini hanya subjek dengan penyakit periodontal yang telah mengalami kehilangan tulang alveolar saja yang akan ditinjau melalui gambaran radiografi panoramik. Subjek yang menjadi sampel penelitian adalah penduduk Kecamatan Medan Selayang yang berusia 30-70 tahun. Alasan peneliti memilih diatas 30 tahun dikarenakan penyakit periodontal biasanya banyak ditemukan pada usia tersebut.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas dan selama ini, belum adanya
data mengenai
penyakit periodontal, khususya pada daerah Kecamatan Medan Selayang, maka perumusan masalah yang timbul adalah sebagai berikut: 1.
Berapa prevalensi masyarakat yang mengalami penyakit periodontal di
Kecamatan Medan Selayang? 2.
Berapa prevalensi masyarakat yang mengalami kehilangan tulang
alveolar mandibula kiri yang disebabkan oleh penyakit periodontal ditinjau secara radiografi panoramik di Kecamatan Medan Selayang. 3.
Apakah ada hubungan antara umur dengan penyakit periodontal pada
masyarakat Kecamatan Medan Selayang. 4.
Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan penyakit periodontal
pada masyarakat Kecamatan Medan Selayang. 5.
Apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan penyakit
periodontal pada masyarakat Kecamatan Medan Selayang.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui prevalensi penyakit periodontal pada masyarakat di Kecamatan Medan Selayang.
1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan dilakukan penelitian ini adalah : a.
Untuk mengetahui prevalensi masyarakat yang mengalami penyakit
periodontal di Kecamatan Medan Selayang b.
Untuk mengetahui prevalensi masyarakat yang mengalami kehilangan
tulang alveolar yang disebabkan oleh penyakit periodontal ditinjau secara radiografi panoramik di Kecamatan Medan Selayang. c.
Untuk mengetahui hubungan antara umur dengan penyakit periodontal
pada masyarakat Kecamatan Medan Selayang. d.
Untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan penyakit
periodontal pada masyarakat Kecamatan Medan Selayang. e.
Untuk
mengetahui
hubungan
antara
merokok
dengan
penyakit
periodontal pada masyarakat Kecamatan Medan Selayang.
1.4 Hipotesis Penelitian a. Ada hubungan antara besarnya usia dengan penyakit periodontal. b. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan penyakit periodontal. c. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan penyakit periodontal.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah: a.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi atau
sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan kepada instansi kesehatan maupun menjadi bahan ajar yang berguna bagi fakultas-fakultas kedokteran gigi. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat
tentang
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
terjadinya
penyakit
periodontal dan dampak dari penyakit periodontal tersebut sehingga dapat menjadi dasar pertimbangan perubahan tingkah laku masyarakat.
1.5.2 Manfaat Aplikatif Manfaat aplikatif dari penelitian ini adalah: a. Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi bahan penyuluhan bagi tenaga-tenaga kesehatan. b. Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi yang benar sehingga dapat mencegah dan meminimalkan terjadinya penyakit periodontal. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terhadap aparatur tentang kesehatan yang terkait dengan panyakit periodontal dan kehilangan tulang