BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Populasi penduduk lanjut usia (lansia) mengalami peningkatan termasuk di Indonesia yang awalnya hanya terjadi di negara-negara maju. Menurut Nugroho (1995) peningkatan lansia disebabkan oleh 3 faktor yaitu: kemajuan dalam bidang kesehatan,
meningkatnya
sosial
ekonomi
dan
meningkatnya
pengetahuan
masyarakat. Peningkatan pertumbuhan penduduk lansia ini mulai dirasakan sejak tahun 2000 yaitu jumlah lansia 14,4 juta orang dengan peningkatan 7,18% dengan usia harapan hidup 64,5 tahun, pada tahun 2006 jumlah lansia 19 juta orang dengan peningkatan sekitar 8,9% dengan usia harapan hidup 66,2 tahun. Tahun 2010 penduduk lansia diperkirakan sebanyak 23,9 juta orang dengan peningkatan 9,7% dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Dan diperkirakan pada tahun 2020 jumlah penduduk lansia di Indonesia akan mencapai 28,8 juta orang dengan peningkatan sekitar 11,34% dan usia harapan hidup 71,1 tahun. Dan diperkirakan Indonesia akan berada di peringkat empat dunia. Menurut Nugroho (1999) pemerintah harus mengantisipasi keadaan ini. Dengan meningkatnya jumlah lansia maka akan membutuhkan penanganan yang serius karena secara ilmiah lansia mengalami kemunduran fisik maupun biologi dan mentalnya. Ini mengakibatkan organ tubuh lansia menjadi rentan terhadap penyakit yang bersifat akut atau kronis, selain itu lansia menjadi sering ketergantungan fisik dan tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari oleh karena adanya penyakit. Menjadi tua merupakan suatu fenomena alamiah sebagai akibat proses menua. Fenomena ini bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan yang wajar yang bersifat universal. Proses menua bersifat regresif dan mencakup proses organobiologis, psikologik serta sosiobudaya. Menjadi tua ditentukan secara genetik dan dipengaruhi oleh gaya hidup seseorang (Tamher, 2009). Menurut Bustam (2007), secara umum lansia mengalami penurunan, hal ini dapat dilihat dari perubahan bentuk fisik dan perubahan sistem kerja tubuh yang sudah mulai berkurang, dan kemunduran ini berpengaruh pada aktivitas kehidupan sehari-hari.
Masalah
kesehatan 1
yang
terj
2
adi pada lansia menurut Kane dan Ouslander sering disebut dengan istilah 14I, yaitu immobility (kurang bergerak), instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh), incontinence (buang air besar dan buang air kecil), intellectual impairment (gangguan intelektual), infection (infeksi), impairment of vision and hearing, taste, smell,
communication,
convalescence,
skin
integrity
(gangguan
panca
indera,kulit,komunikasi), immune deficiency (daya tahan tubuh menurun). Selain itu permasalahan lainnya yang dihadapi lansia yaitu permasalahan pada tingkat pergerakan lansia, yaitu fungsi motorik menurunnya kekuatan jaringan otot, sendi dan tulang yang berpengaruh kepada fleksibilitas, kecepatan, kekuatan, instabilitas, dan kekakuan tubuh. Permasalahan lainnya yaitu permasalahan pada fungsi sensorik yang berpengaruh pada sensitifitas indera, seperti indera penglihatan dan peraba yang menimbulkan hilangnya perasaan jika dirangsang (anesthesia), perasaan berlebihan jika dirangsang (hiperestesia), dan perasaan yang timbul dengan tidak semestinya (paraestesia), fungsi sensomotorik mengalami gangguan keseimbangan dan koordinasi. Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa perubahan, yaitu perubahan penampilan pada bagian wajah, tangan dan kulit. Selain itu perubahan bagian dalam tubuh seperti sistem saraf, otak isi perut. Perubahan panca indra seperti penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan perubahan motorik antara lain berkurangnya kekuatan, kecepatan, dan belajar keterampilan baru. Perubahanperubahan tersebut pada umumnya mengarah pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang akhirnya akan berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi dan sosial mereka. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada aktivitas kehidupan seharihari. Di Jakarta, menurut Badan Pusat Statistik di dalam buku Statistik Penduduk Lansia Provinsi DKI Jakarta 2010, rasio ketergantungan penduduk lansia pada penduduk usia produktif meningkat seiring perubahan struktur penduduk. Angka rasio ketergantungan penduduk lansia merupakan perbandingan antara jumlah penduduk lansia dengan jumlah penduduk produktif. Rasio ketergantungan penduduk lansia pada tahun 2010 adalah sebesar 7,27. Angka rasio seperti itu menunjukan bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung sekitar 7-8 lansia. Angka tersebut akan semakin meningkat seiring dengan tingginya angka ratarata harapan hidup penduduk Indonesia.
3
Kondisi perubahan struktur yang terjadi berdampak pada lingkungan fisik lansia yaitu rumah tinggal. Lingkungan rumah tinggal menjadi tidak ideal lagi bagi lansia, dimana lansia masih membutuhkan sosialisasi dan perhatian. Panti jompo atau panti werdha menjadi pilihan alternatif bagi keluarga yang mengalami kesulitan untuk menjaga lansia. Wilayah Jakarta memiliki jumlah lansia terbanyak menurut informasi yang di dapat dari situs pemutakhiran data keluarga BkkbN adalah Jakarta Selatan, tepatnya di kecamatan Cilandak dengan jumlah mencapai 7.374 jiwa. Menurut Badan Pusat Statistik di dalam buku Jakarta Selatan Dalam Angka 2013 hanya terdapat satu panti sosial yang merupakan milik pemerintah. Panti sosial tersebut dapat menampung 200 lansia yang terlantar. Kondisi panti werdha milik pemerintah hampir setiap saat penuh. Kapasitas yang dapat ditampung oleh panti werdha milik pemerintah juga melebihi dari standar kapasitas panti werdha yang seharusnya hanya berkisar 60-80 lansia di setiap panti werdha. Di Jakarta Selatan juga terdapat satu panti werdha milik yayasan yang berada di Cilandak. Panti werdha tersebut dapat menampung 60 lansia dan peminat yang ingin masuk lebih banyak jumlahnya dibanding kapasitas yang tersedia. Hal tersebut membuktikan bahwa di Jakarta Selatan masih membutuhkan panti werdha untuk menampung lansia. Dalam buku Health and Human Behaviour, terungkap bahwa justru faktor lingkunganlah yang berperan besar dalam proses penyembuhan manusia, yaitu sebesar 40%, sedangkan faktor medis hanya 10%, faktor genetis 20% dan faktor lain 30%. Faktor lingkungan terdiri dari faktor lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan. Lingkungan buatan (man-made environment) dalam ilmu arsitektur meliputi ruangan, bangunan, lingkungan sekitar hingga kota. Terkait dengan adanya peran besarnya dalam proses penyembuhan, maka sudah seharusnya faktor lingkungan mendapat porsi besar dalam desain suatu fasilitas pelayanan kesehatan. Salah satu konsep desain yang menempatkan faktor lingkungan dalam porsi besar adalah Healing Environment. Konsep Healing Environment ini berkembang dari sebuah riset yang dilakukan oleh Robert Ulrich, direktur pada Center for Health System & Design, Texas A&M University, Amerika Serikat. Tema utama dari riset tersebut mengenai efek usercentered design atau desain yang menekankan pada kebutuhan pengguna, yang dimaksud pengguna adalah pasien pada fasilitas pelayanan kesehatan. Riset tersebut membuktikan bahwa lingkungan tempat sebuah fasilitas pelayanan kesehatan berada berpengaruh pada kualitas proses penyembuhan yang berlangsung di dalamnya.
4
Prinsip user-centered design ini kemudian juga diterapkan pada lingkungan buatan yaitu interior, melalui aplikasi warna, tekstur, material dan elemen arsitektur lainnya untuk menciptakan suasana tenang, santai dan nyaman. Kehadiran sebuah suasana tertentu diharapkan dapat mengurangi faktor stres yang dialami oleh pasien yang sedang menjalani proses penyembuhan. Hasilnya membuktikan bahwa tidak hanya lingkungan alamiah tetapi juga lingkungan buatan memiliki pengaruh dalam menciptakan suatu kesatuan lingkungan yang kondusif bagi proses penyembuhan tidak hanya kondisi fisik tetapi juga psikis. Kondisi psikis yang prima secara langsung maupun tidak langsung akan memberi stimulus positif terhadap kondisi fisik seseorang sehingga mempercepat berlangsungnya proses penyembuhan (Dimensi Interior, Desember, 2008:141). Lingkungan fisik merupakan pendukung bagi kehidupan lansia dalam menjaga kesehatannya. Tetapi pada kenyataannya, lingkungan fisik yang terdapat panti werdha yang sudah ada di Jakarta dan sekitarnya tidak mendukung lansia dalam menjaga kesehatannya. Fakta yang ditemukan di lapangan ternyata tidak sesuai dengan standar dan teori yang ada. Karena hal tersebut, dalam penelitian ini penulis akan mengangkat topik penerapan healing environment yang didalamnya terdapat lingkungan fisik pada panti werdha.
1.2 Rumusan Masalah •
Bagaimana desain healing garden yang dapat menstimulasi panca indera lansia?
•
Bagaimana menciptakan pergerakan yang baik dan aktivitas yang baik untuk lansia pada healing garden?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk mendapatkan solusi desain yang sesuai dengan konsep healing garden kebutuhan dan permasalahan yang ada pada panti werdha.
1.4 Ruang Lingkup •
Perilaku lansia yang terkait dengan lingkungan fisik pada panti werdha.
•
Menciptakan bangunan dengan konsep healing garden pada desain panti werdha.
5
•
Lingkungan fisik pada panti werdha yang di dalamnya termasuk fasilitas dan organisasi ruang pada panti werdha.
1.5 State of The Art Pada jurnal tentang kemunduran fisiologis lansia dan pengaruhnya terhadap keselamatan di kamar mandi, yang ditulis oleh Anastasha Oktavia Sati Zein. Setiap lansia mengalami kemunduran fisiologis dan menurunnya mental, kemunduran fisiologis ini dapat menyebabkan fisik lansia sangat rentan terhadap sesuatu dan sangat berakibat fatal demi kelangsungan hidup lansia. Contoh kasus yang diambil dari kemunduran fisiologis, yaitu kamar mandi karena hampir setiap hari lansia melakukan aktivitas ditempat ini, kamar mandi merupakan tempat paling berbahaya dan beresiko terhadap lansia, oleh karena itu design kamar mandi harus disesuaikan dengan kenyamanan lansia dan standar material yang baik dan benar. Pada jurnal yang berjudul dampak perubahan struktur keluarga bagi lanjut usia, yang ditulis oleh Ayu Diah Amalia, menjelaskan perubahan sosial tingkat mikro terjadi di dalam keluarga. Kini, dalam keluarga terjadi perubahan struktur dari keluarga luas menjadi keluarga inti. Dalam masyarakat industry juga terjadi arus urbanisasi dan menimbulkan perubahan peran dalam keluarga. Dengan perubahanperubahan tersebut pola kehidupan keluarga berubah secara drastis , dan lama kelamaan ditemukan kenyataan bahwa keluarga tidak lagi secara penuh dapat menjadi basis kekuatan kesejahteraan sosial lansia. Tujuan tulisan ini ingin mengulas bentuk-bentuk perubahan sosial, menjelaskan pengaruh perubahan sosial terhadap struktur keluarga, dan dampak perubahan tersebut terhadap lanjut usia (lansia), serta upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan lansia dari masalah tersebut. Tulisan ini mengungkapkan bahwa perubahan struktur keluarga berdampak pada masalah sosial kelompok lansia yaitu masalah social isolation dan loneliness. Jurnal tentang mental and function, yaitu pendekatan dengan alam sangat membantu untuk menyembuhkan masalah mental dan kesehatan, salah satunya dengan adanya ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau bukan hanya sekedar ruang akan tetapi ruang terbuka hijau ini mampu menjadi tempat untuk orang belajar, berinteraksi sosial dan juga menjadi hiburan, seperti ini dapat menghilangkan stress, ruang terbuka hijau dapat diterapkan pada bangunan-bangunan sehingga penghuni selalu merasa nyaman dan segar.
6
Jurnal tentang tinjauan umum panti werdha dan healing environment, pada jurnal ini membahas bahwa konsep healing environment sudah diterapkan di negaranegara besar. Healing environment sangat memperhatikan setiap permasalahan lansia, jadi lingkungan ini sangat mneyesuaikan dengan semua masalah yang dihadapi lansia seperti permasalahan fisiologis, penglihatan,
keterbatasan
indera
pendengaran,
yaitu keterbatasan indera keterbatasan
indera
peraba,
keterbatasan motorik, memfasilitasi lansia dengan mobilitas yang mudah dan umum. Dalam suatu rancangan healing environment adalah membuat stimulasi dan informasi lingkungan semakin jelas bagi lansia. Dengan mengenal baik lingkungan, dapat memberikan kepercayaan diri, rasa nyaman dan aman bagi lansia untuk berada di dalam lingkungan ini. Dari jurnal yang berjudul terbentuknya ruang bersama oleh lansia berdasarkan interaksi sosial dan pola penggunanya, yang ditulis oleh Mahendra Wardhana, dijelasakan bahwa penelitian ruang bersama lansia sangat berguna untuk mendukung peningkatan kualitas kehidupannya. Hal ini juga merupakan agenda penting di tingkat nasional dan global. Salah satu bahasan dalam agenda penelitian berkaitan dengan lansia ini adalah tentang hubungan lingkungan fisik dengan kebutuhan bersosialisai lansia. Penelitian ini akan mendalami masalah tersebut dengan spesifikasi bahasan pada teori ruang bersama dan interaksi antar lansia yang terjadi di dalamnya. Penggunaan ruang bersama oleh lansia dipanti werdha menjadi perhatian dalam penelitian yang akan dilaksanakan ini. Penggunaan ruang bersama oleh lansia tercermin melalui melalui pola dan perulangannya yang diperlihatkan lansia dalam menggunakan ruang bersamanya. Analisa dilaksanakan dari sisi kuantitatif dan analisa diagram sosiogram berkaitan dengan penggunaan ruang bersama oleh lansia. Metodologi penelitian yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah Combined Strategies dengan taktik penelitian yang dilakukan adalah berfokuspada koleksi data dan analisa. Titik penting dalam analisa penelitian adalah berkaitan dengan kehadiran bersama, interaksi, pergerakan antar ruang, dan pola penggunaan ruang bersamanya. Temuan yang berupa kontribusi dan orisinalitas penelitian ini adalah pada penemuan proses terbentuknya ruang bersama, sifat-sifat dan faktor-faktor pemebntuknya serta nilai sosialitas pada lingkungan. Kesimpulan dari jurnal ini adalah lingkungan dimana tempat lansia haruslah mendukung setiap aktivitasnya dan juga kesehatan. Selain lingkungan yang sehat, aman, dan nyaman, peran perawat dan dokter dan keluarga sangat dibutuhkan agar
7
lansia merasa dirinya masih dibutuhkan dan masih diperhatikan agar mentalnya tidak menurun.
1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan laoran tugas akhir ini terdiri dari lima bab yang secara garis besar berisikan tentang: BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang pemilihan permasalahan, perumusan masalah untuk menetapkan batasan yang diteliti, lingkup pembahasan, tujuan dan manfaat untuk menyatakan hal yang ingin dicapai melalui penelitian, State of the art yang merangkum hasil penelitian terdahulu berkaitan dengan lingkungan panti jompo, healing environment,dan sistematika penulisan laporan tugas akhir. BAB 2 LANDASAN TEORI Landasan teori berisi tentang kajian-kajian teori relevan yang dijadikan landasan untuk menjawab permasalahan penelitian dan penjelasan menegnai variable yang digunakan dalam penelitian. Studi banding merupakan tinjauan terhadap objekobjek sejenis untuk menambah wawasan dan penegtahuan sehingga di dapat pembaharuan yang lebih baik. Kerangka berfikir menampilkan arah pemikiran sebagai acuan menganalisa masalah. BAB 3 METODE PENELITIAN Bagian ini menjelaskan cara mendapatkan dan menganalisis data untuk mendapatkan jawaban penelitian. BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN Bab ini menjabarkan analisa masalah-masalah yang ada dan dikaitkan dengan gagasan-gagasan yang diusulkan berupa tanggapan terhadap permasalahan tersebut untuk mendapatkan kesimpulan berupa sikap dasarperancangan proyek BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan merpakan hasil penelitian berupa konsep perancangan yang dapat menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Saran merupakan usulan untuk penelitian selanjutnya dan saran bagi pengguna yang akan menggunakan hasil penelitian.
8