BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tidak dapat disangkal bahwa Sumber Daya Manusia dalam sebuah perusahaan memiliki peran yang kuat dalam mendukung kelangsungan perusahaan. Kepuasan kerja karyawan menjadi salah satu faktor penting untuk dapat mengembangkan Sumber Daya Manusia dan perusahaan itu sendiri. Dalam Robbins & Judge (2007) dikatakan bahwa perusahaan dengan kepuasan kerja karyawan yang tinggi lebih efektif bila dibandingkan dengan perusahaan dengan kepuasan kerja karyawan yang rendah. Ketidakpuasan kerja mempredikisi banyak perilaku khusus, termasuk upaya pembentukan serikat kerja, penyalahgunaan hakikat, pencurian di tempat kerja, dan kelambanan. Para peneliti berpendapat bahwa ini adalah indikator sebuah sindrom yang lebih luas yang disebut perilaku menyimpang di tempat kerja (Robbins & Judge, 2007). Menurut Ruvendi (2005), indikator ketidakpuasan karyawan dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu : a. Jumlah kehadiran atau kemangkiran karyawan b. Perasaan tidak senang dalam melaksanakan pekerjaan c. Perasaan adil atau tidak adil dalam menerima imbalan d. Merasa tidak suka dengan jabatan yang dipegang e. Sikap menolak pekerjaan f. Tingkat motivasi yang tercermin dalam perilaku pekerjaan g. Reaksi negatif terhadap kebijakan organisasi h. Unjuk rasa atau perilaku destruktif lainnya Menurut Robbins (dalam Munandar, 2008), ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja dapat diungkapkan ke dalam berbagai macam cara, misalnya meninggalkan pekerjaan, mengeluh, membangkang, mencuri barang milik organisasi, dan menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan mereka.
1
2
Contoh ketidakpuasan kerja di Indonesia dapat kita temui pada kasus buruh yang beritanya sedang marak disampaikan dalam berbagai media, dimana para buruh menyelenggarakan demo karena merasa tidak mendapatkan hak-hak nya sebagai tenaga kerja, seperti gaji yang masih dibawah Upah Minimum Regional (UMR). Selain demo besar-besaran, para buruh juga melakukan mogok kerja sehingga aktifitas produksi pada perusahaan tempat mereka bekerja menjadi terhenti dan hal ini menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi perusahaan tersebut. Selain menimbulkan kerugian bagi perusahaan, ketidakpuasan buruh ini juga menimbulkan kerugian bagi masyarakat, dikarenakan aksi demo mereka kerap kali mengakibatkan kemacetan yang cukup parah hingga ke jalur bebas hambatan atau jalan tol. Dalam aksi demo tersebut para buruh juga melakukan tindakan anarkis dengan menendang-nendang dan berusaha merubuhkan gerbang pabrik, hal ini bertujuan agar para buruh lain dalam pabrik tersebut ikut serta dalam aksi demo dan mogok kerja. Selain itu para buruh juga mengacam akan melumpuhkan tujuh kawasan industri di Bekasi. (Beritahukum, 2012). Menurut Wijono (2010), kepuasan kerja merupakan sebuah aspek yang penting
dalam
pekerjaan,
karena
ketidakpuasan
kerja
pada
karyawan
menyebabkan berbagai masalah terhadap diri karyawan maupun organisasi tempat dia bekerja. Hal ini dapat dilihat dari kecenderungan adanya karyawan yang berhenti kerja, seringkali absen kerja, dan pelanggaran disiplin yang dapat menyebabkan biaya pengeluaran yang besar dalam perusahaan dan menurunnya produktivitas kerja organisasi. Dari segi karyawan, ketidakpuasan kerja dapat menyebabkan beberapa penyakit, seperti migrain, kelelahan kerja dsb. Selain itu hal ini juga dapat meyebabkan prestasi karyawan menurun dan membuat karyawan menjadi tidak produktif serta dapat mengakibatkan munculnya stress kerja. Selain itu peran penting kepuasan kerja dapat dilihat dalam pendapat Luthans (2006) bahwa karyawan dengan kepuasan kerja yang tinggi akan memiliki komitmen atau loyalitas yang tinggi kepada perusahaan. Robbins & Judge (2007) menyatakan kepuasan kerja juga berdampak pada menurunnya turnover, absenteeisme, withdrawal behaviors, dan meningkatnya Organizational
3
Citizenship Behavior (OCB). Dengan tingkat OCB tinggi, karyawan akan lebih kooperatif, senang membantu rekan kerja, dan pelanggan. (Luthans, 1992) Pengertian kepuasan kerja menurut Schultz & Schultz (2006) adalah perasaan dan sikap positif dan negatif pekerja terhadap pekerjaannya. Sedangkan Howell dan Dipboye (dalam Munandar, 2008) memandang kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaan. Oleh karena itu karyawan dengan kepuasan kerja yang tinggi akan memiliki perasaan positif terhadap pekerjaannya. Seperti yang diungkapkan oleh Locke (dalam Waluyo, 2013) bahwa kepuasan kerja sebagai suatu tingkat emosi yang positif dan menyenangkan individu. Dengan kata lain, kepuasan kerja adalah suatu hasil perkiraan individu terhadap pekerjaan atau pengalaman positif dan menyenangkan bagi dirinya. Sebagian orang menyebut kecerdasan emosional sebagai karakter yang sangat besar pengaruhnya terhadap nasib kita. Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati, dan tidak melebih-lebihkan perasaan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa. (Goleman, 1995) Dari pengertian mengenai kecerdasan emosi yang dikatakan oleh Goleman di atas dapat dikaitkan dengan artikel berita buruh tersebut. Dengan memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, seharusnya para buruh yang sedang melakukan demo bisa mengendalikan dorongan dan suasana hati mereka dengan tidak membiarkan emosi menguasai diri mereka yang tidak puas atas pekerjaannya dan melumpuhkan kemampuan berpikirnya sehingga mereka tidak perlu melakukan tindakan anarkis seperti menendang dan menggoyang pintu gerbang pabrik. Selain itu mereka juga tampaknya tidak peduli dengan kemacetan yang mereka timbulkan karena aksi pemblokiran jalan yang merugikan masyarakat yang tidak bersalah. Jika para buruh yang melakukan demo tersebut memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, maka dalam mengatasi masalah yang sedang dialami dan dalam melakukan demonya mereka tidak perlu bertindak anarkis dan destruktif, karena tidak semua demo harus disertai dengan tindakan-tindakan yang anarkis
4
dan destruktif. Pengertian demonstrasi atau unjukrasa sendiri dalam Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum (Abidin, 2013). Namun, dalam perkembangannya sekarang, demonstrasi kadang diartikan sempit sebagai long-march, berteriakteriak, membakar ban, dan aksi teatrikal. Persepsi masyarakat pun menjadi semakin buruk terhadap demonstrasi karena tindakan pelaku-pelakunya yang meresahkan dan mengabaikan makna sebenarnya dari demonstrasi. Aksi demo dan mogok buruh ini juga akan berdampak pada meningkatnya angka pengangguran, karena untuk menekan biaya operasional dalam proses produksi dan menghindari kerugian akibat rawannya aksi mogok, pemilik modal juga bisa mengganti tenaga manusia dengan mesin. Jika demikian, angka pengangguran di Indonesia tentu akan meroket (Liputan6, 2013). Selain itu, demo buruh juga akan mengurangi minat investor untuk menanamkan modalnya, sebab, pengusaha lebih merasa aman berinvestasi di negara daerah yang iklim sosial politiknya kondusif. Dampak terparah adalah para perusahaan multinasional akan memindahkan investasinya ke negara lain yang dianggap lebih aman (Kompasiana, 2013) Dapat ditemui beberapa aksi demo yang tidak anarkis dan merusak, seperti dalam sebuah aksi demo memperingati Hari Buruh (May Day) pada bulan Mei 2012, para buruh sama sekali tidak bertindak anarkis, bahkan disebutkan dalam berita bahwa demo tersebut merupakan demo terbesar di dunia namun sama sekali tidak ada kerusakan sedikitpun yang ditimbulkan (Dhurandara – DetikNews, 2012). Selain itu aksi demo yang tidak merusak dan anarkis juga dapat dilihat dalam penolakan kenaikan BBM oleh kelompok Pemuda Pancasila pada bulan Maret 2013 yang berlangsung damai (Kompasiana, 2012). Kecerdasan emosional mempengaruhi perilaku tiap individu dalam mengatasi masalah yang muncul pada dirinya (Melianawati dkk, 2001). Keahlian seseorang dalam kecerdasan emosional dapat menggambarkan mengapa dia bisa berkembang dalam kehidupan (Goleman, 1995). Selain itu menurut Ginanjar (2001) banyak contoh di sekitar kita yang membuktikan bahwa orang dengan
5
kecerdasan otak dan gelar yang tinggi belum tentu sukses dalam dunia pekerjaan. Kebanyakan program pendidikan hanya berpusat pada IQ saja, padahal yang sebenarnya diperlukan adalah bagaimana mengembangkan kecerdasan hati atau emosi, seperti ketangguhan, inisiatif, optimisme, dan kemampuan beradaptasi yang kini telah menjadi dasar penilaian baru. Selain itu, pentingnya kecerdasan emosional juga bisa dilihat pada pendapat dari praktisi kaliber internasional, Linda Keegan yang merupakan seorang Vice President untuk pengembangan eksekutif Citibank di salah satu negara Eropa mengatakan bahwa kecerdasan emosi harus menjadi dasar dalam setiap perhatian manajemen (Ginanjar, 2001). Goleman (1998) juga mengatakan bahwa banyak orang yang pintar tapi kurang kecerdasan emosinya berakhir dengan bekerja pada orang dengan IQ yang lebih rendah dari mereka namun memiliki kemampuan kecerdasan emosional yang sangat tinggi. Dalam sebuah penelitian milik Simarmata dan Rospita (2012) menunjukan bahwa ada hubungan positif antara kecerdasan emosional dan kepuasan kerja pada karyawan. Dalam penelitian tersebut mereka juga menyimpulkan karyawan yang memiliki kecerdasan emoosional yang tinggi akan memandang pekerjaan sebagai tantangan dan menunjukan perasaan positif terhadap pekerjaannya yang mendukung terwujudnya kepuasan kerja yang tinggi pada dirinya. Sebaliknya karyawan dengan kecerdasan emosionalnya rendah akan memandang pekerjaan sebagai beban dan menunjukan perasaan negatif terhadap pekerjaannya yang berakibat kepuasan kerja pada karyawan tersebut rendah. Hal serupa juga diungkapkan oleh Emiliana dan Anny E.L. (2005), penelitiannya mengenai kecerdasan emosional dan kepuasan kerja menunjukan korelasi positif antara kecerdasan emosional dengan kepuasan kerja. Bila berbagai pengertian dan peran dari kecerdasan emosional dalam dunia kerja dikaitkan dengan faktor kepuasan kerja, artikel berita, dan hubungan kecerdasan emosional dengan kepuasan kerja pada penelitian sebelumnya, maka bisa disimpulkan bahwa untuk mendapatkan kepuasan kerja seseorang membutuhkan kecerdasan emosional yang baik, karena dengan memiliki kecerdasan emosional yang baik seseorang bisa mengendalikan stress hingga tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, dan bisa memotivasi dirinya, dengan
6
demikian kemungkinan untuk mengalami ketidakpuasan kerja yang mengacu pada stress lebih kecil dibandingkan dengan orang yang kecerdasan emosionalnya rendah. Berlandaskan hal tersebut, maka penulis ingin melihat apakah ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kepuasan kerja pada buruh.
1.1.1 Buruh Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, buruh adalah orang yang bekerja kepada orang lain dan mendapatkan upah, atau bisa disebut pekerja. Sedangkan buruh pabrik adalah buruh yang bekerja di pabrik. Buruh sendiri sebenarnya memiliki makna yang sama dengan karyawan, pegawai, dan pekerja, namun pada masa orde baru istilah buruh menjadi kekiri-kirian. Hingga saat ini di Indonesia buruh menjadi istilah untuk pekerja dengan posisi dibawah karyawan pada umumnya dan identik dengan pekerja yang memiliki keahlian yang minim dan hanya mengandalkan otot saja (Sunjayadi, 2012)
1.1.2 Profil Perusahaan PT. INKOSINDO SUKSES PT. INKOSINDO SUKSES adalah sebuah perusahaan yang berlokasi di Kawasan Berikat Nusantara (KBN), Cakung-Cilincing yang merupakan salah satu lokasi terjadinya demo buruh besar-besaran pada beberapa waktu lalu. PT. INKOSINDO SUKSES merupakan pabrik yang berkecimpung dalam bidang garment dengan pasar export dan domestic sejak tahun 1989. Jumlah karyawan dalam perusahaan PT. INKOSINDO SUKSES adalah 857 pekerja. Tahap produksi dalam PT. INKOSINDO SUKSES sendiri terdiri dari 6 tahapan, yaitu pre-production meeting, warehouse, cutting, sewing, finishing, dan pre-audit inspection. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi data dengan manajer HRD PT.
INKOSINDO
SUKSES,
peneliti
menemukan
adanya
indikator
ketidakpuasan pada buruh di perusahaan tersebut. Setiap hari selalu ada buruh yang mangkir tanpa izin atau absen dari pekerjaan dan hampir setiap bulannya selalu ada buruh yang keluar tanpa alasan jelas. Hal ini menyebabkan perusahaan harus menanggung kerugian akibat kemangkiran tenaga kerjanya.
7
Selain itu sering terdapat komplain dari bawahan mengenai perilaku yang subjektif dari atasan atau supervisor.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan dan indikator ketidakpuasan kerja pada PT. INKOSINDO SUKSES yang sudah dijelaskan diatas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu “apakah ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kepuasan kerja pada buruh PT. INKOSINDO SUKSES?” 1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan kepuasan kerja pada PT. INKOSINDO SUKSES dikarenakan adanya indikator ketidakpuasan kerja yang ditunjukan oleh buruh dalam perusahaan.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memperluas wawasan mengenai pengembangan sumber daya manusia. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat membantu sebagai sarana untuk referensi dan pertimbangan bagi perusahaan yang menjadi tempat penelitian agar dapat meningkatkan kepuasan kerja pekerjanya. Selain itu juga sebagai referensi dan pertimbangan bagi pembaca penelitian ini.