BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bank adalah sebuah lembaga yang diberikan izin oleh otoritas perbankan untuk menerima simpanan, memberikan kredit, dan menerima serta menerbitkan cek. Bank perlu di regulasi untuk melindungi nasabah dan perekonomian dari kegagalan proses dan prosedur. Bank dipersyaratkan memiliki modal yang cukup untuk mengantisipasi risiko yang dihadapi atau dengan kata lain kecukupan modal. Sebuah bank dikatakan memiliki modal yang cukup jika bank tersebut memiliki sumber daya finansial yang memadai untuk mengantisipasi potensi kerugiannya.
Risiko didefinisikan sebagai peluang terjadinya hasil (outcome) yang tidak diinginkan, yang dapat menimbulkan kerugian bank. Bank wajib menerapkan manajemen risiko, yang berupa serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengindentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang dapat timbul dari kegiatan usaha bank.
Risiko dalam dunia perbankan cukup banyak terutama karena adanya ketidakpastian, salah satunya adalah risiko operasional. Risiko operasional adalah risiko kerugian yang diakibatkan oleh kegagalan atau tidak memadainya proses internal manusia dan sistem, atau sebagai akibat dari kejadian eksternal dan hukum.
Pengenalan persyaratan modal untuk risiko operasional dapat memberikan pengaruh yang berbeda pada jumlah modal regulasi yang harus dipelihara oleh bank. Biaya untuk mengoperasionalkan metodologi yang sangat canggih untuk menghitung modal risiko operasional sangat besar, maka ada tiga metode untuk menghitung modal
Universitas Sumatera Utara
2
regulasi risiko operasional, yaitu : Basic Indicator Approach (BIA), Standardized Approach (SA), Advanced Measurement Approach (AMA).
Standardized Approach (SA) membangun metode dengan menghubungkan profil risiko operasional dengan jenis bisnis yang dijalankan. Standardized Approach (SA) membagi aktivitas bank menjadi delapan jenis bisnis, dimana pendapatan kotor (gross income) dari setiap jenis bisnis digunakan sebagai indikator risiko. Persyaratan modal untuk setiap jenis bisnis dihitung dengan persentasi atas pendapatan kotor (gross income) tiap jenis bisnis. Hasilnya lalu ditambahkan untuk memberikan total modal risiko operasional bank. Dengan memecah bank menjadi bisnis yang berbeda-beda dan memberikan presentase yang berbeda kepada tiap jenis bisnis, Standardized Approach (SA) menghubungkan areal bisnis bank dan risikonya dengan pembebanan modal risiko operasional.
Berdasarkan hal-hal tesebut di atas, maka penulis tertarik untuk membahas mengenai pengaruh dari pada sistem pengendalian risiko operasional terhadap tujuan meminimumkan dan mengalokasikan modal risiko operasional yang mungkin terjadi melalui pengukuran risiko operasional dengan menggunakan Metode Standard (The Standardized Approach). Oleh karena itu, untuk mendapatkan titik terang dari permasalahan tersebut diadakan penelitian lebih lanjut dengan judul : PENGUKURAN
RISIKO
OPERASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN
METODE STANDARISASI (THE STANDARDIZED APPROACH).
1.2
Perumusan Masalah
Standardized Approach (SA) membangun metode dengan menghubungkan profil risiko operasional dengan jenis bisnis yang dijalankan. Model ini menjelaskan mekanisme-mekanisme metodologi dan penggandaan (multiplier) yang digunakan. Standardized Approach (SA) membagi satu bank ke dalam 8 jenis bisnis, yaitu : Pembiayaan Korporasi (Corporate Finance), Perdagangan dan Penyelesaian (Payment dan Settlement), Jasa-jasa Kelembagaan (Agency Services), Manajemen Asset (Asset Management) dan Jasa Broker Ritel (Retail Brokerage).
Universitas Sumatera Utara
3
Standardized Approach menggunakan pendapatan kotor (gross income) masingmasing jenis bisnis sebagai indikator risiko operasional atas masing-masing jenis bisnis. Standardized Approach (SA) menggunakan pendapatan kotor (gross income) masing-masing jenis bisnis karena dapat diasumsikan bahwa pendapatan kotor (gross income) masing-masing jenis bisnis mengindikasikan ukuran operasi setiap jenis bisnis. Pendapatan kotor (gross income) dengan demikian menghubungkan jumlah bisnis dalam satu jenis bisnis spesifik terhadap tingkat risiko operasional yang melekat di dalam bisnis tersebut.
1.3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meminimumkan dan mengalokasikan kecukupan modal regulasi risiko operasional pada suatu bank dengan menggunakan Metode Standarisasi (The Standardized Approach).
1.4
Manfaat Penelitian
Metode
Standardized
Approach
(SA)
adalah
metode
pengukuran
untuk
meminimumkan dan mengalokasikan kecukupan modal regulasi risiko operasional pada suatu bank sehingga kegiatan usaha bank tetap terkendali (manageable) pada batas kemampuan yang dapat diterima oleh bank serta dapat menguntungkan bank dan juga dapat diharapkan dapat memberikan sumbangsih untuk bahan diskusi dan pengembangan selanjutnya.
1.5
Kontribusi Penelitian
Kontribusi yang dapat diambil dari pengukuran risiko operasional dengan menggunakan metode Standardized Approach (SA), diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak manajemen perbankan dalam menentukan kecukupan modal risiko operasional guna untuk meminimumkan, mengalokasikan dan mengestimasi modal risiko
Universitas Sumatera Utara
4
operasional terhadap proses internal dan eksternal, manusia, hukum dan sistem serta untuk mengelola pencegahan lebih dini terhadap risiko operasional yang dihadapi suatu bank demi kelangsungan usaha bank tersebut.
1.6
Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada pengukuran rRisiko operasional adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan Data a. Pengumpulan data historis dalam jangka tiga tahun terakhir. b. Data yang digunakan adalah data sekunder. 2. Analisis Deskriptif 3. Analisa Metode Standard (The Standardized Approach) Rumus yang digunakan untuk menghitung kecukupan modal minimum risiko operasional adalah sebagai berikut :
dimana : K TSA = Modal regulasi yang diperlukan dalam Standardized Approach. GI 1-8 = Pendapatan kotor (gross income) untuk tiap jenis bisnis. β 1-8
1.7
= Beta untuk tiap jenis bisnis.
Tinjauan Pustaka
Standardized Approach (SA) adalah metode pengukuran yang dapat digunakan untuk menghitung kecukupan modal minimum risiko operasional yang dapat memberikan pengaruh yang berbeda pada jumlah modal regulasi yang harus dipelihara oleh bank. Sejalan dengan perkembangan pendekatan risiko operasional yang semakin kompleks,
Universitas Sumatera Utara
5
bank diwajibkan untuk memakai metode yang canggih untuk dapat mengelola dan memitigasi risiko.
Jika bank menggunakan metode yang kompleks, maka bank dipersyaratkan untuk memahami risiko operasionalnya sendiri, memiliki data kerugian risiko operasional yang konsisten, memiliki tim risiko operasional yang berdedikasi. Bank yang ingin menggunakan metode Standardized Approach (SA) harus memenuhi syarat yang lebih ketat. Ada dua kelompok kriteria, dan keduanya berbeda dalam pengelompokkan bank apakah sebagai bank domestik atau internasional.
Metodologi ini bervariasi, tidak hanya karena tingkat kerumitan pendekatan untuk mengestimasi risiko operasional tetapi juga terhadap kerugian dan probabilitas terjadinya kerugian. Metode Standardized Approach (SA) menggunakan indikator eksposur risiko didefinisikan sebagai satu faktor yang memberi indikasi terhadap tingkat eksposur risiko satu bank, semakin tinggi nilai indikator eksposur maka semakin tinggi risikonya.
Metode Standardized Approach (SA)
memecah bank menjadi bisnis yang
berbeda-beda dan memberikan persentase yang berbeda kepada setiap jenis bisnis, maka Standardized Approach (SA) menghubungkan areal bisnis bank (dan risikonya) dengan pembebanan modal risiko operasional. Kondisi dan karakteristik dari asset perbankan nasional masih tetap dipengaruhi oleh risiko operasional, yang apabila tidak dikelola secara efektif akan berpotensi mengganggu kelangsungan usaha bank.
Universitas Sumatera Utara