LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT NOMOR: 03/PER-DJPRL /2016 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN ZONA PERIKANAN BERKELANJUTAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN UNTUK KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN OLEH MASYARAKAT LOKAL DAN TRADISIONAL.
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk membentuk 20 juta hektar Kawasan Konservasi Perairan (KKP) pada tahun 2020, sekaligus meningkatkan efektifitas pengelolaan KKP yang telah ada. Guna mewujudkan komitmen tersebut, saat ini Pemerintahdan Pemerintah Daerah telah menetapkan lebih dari 17 juta hektar KKP diseluruh perairan Indonesia. Selain menambah luasan kawasan konservasi, Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan juga terus berupaya meningkatkan efektivitas pengelolaan setiap KKP yang telah ada saat ini untuk mencapai tujuan pembentukannya masing-masing. Idealnya, sebuah KKP yang dikelola secara efektif berkontribusi terhadap perbaikan kondisi biofisik ekosistem dan jaminan kesinambungan sumber daya, peningkatan kesejahteraan masyarakat serta mendapat dukungan penuh dari masyarakat. KKP yang didesain dengan baik dan dikelola efektif merupakan salah satu alat pengelolaan perikanan yang telah terbukti berhasil di banyak negara lain di dunia, dan Indonesia bukanlah sebuah pengecualian. Sesuai dengan peruntukannya, kegiatan pemanfaatan KKP terkait sektor perikanan dapat dilakukan di dalam zona perikanan berkelanjutan. Zona perikanan berkelanjutan merupakan suatu bagian dari kawasan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar KKP dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya yang ada termasuk perikanan. Salah satu model pemanfaatan sumber daya ikan yang terbukti berhasil adalah melalui pemanfaatan Subzona penangkapan ikan untuk jangka waktu tertentu, khususnya masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar KKP. Model ini mengadopsi wilayah kelola perikanan di beberapa tempat di dunia telah diketahui berkontribusi dalam menjamim ketahanan pangan, mempertahankan sumber mata pencaharian masyarakat, dan memperbaiki kondisi sumber daya ikan. Pemanfaatan Subzona ini dilakukan oleh kelompok masyarakat lokal dan tradisional di dalam KKP melalui suatu perjanjian kemitraan.
Disadari bahwa dukungan dan partisipasi aktif masyarakat merupakan salah satu kunci keberhasilan pengelolaan KKP. Dukungan dan partisipasi masyarakat harus tercermin dari setiap tahapan pengelolaan, dimana masyarakat terlibat sejak tahapan perencanaan, pelaksanaan, implementasi, serta evaluasi pengelolaan KKP. Masyarakat harus ikut serta menjaga keberadaan KKP dan ikut memastikan agar pengelolaan KKP berjalan dengan baik. Sebaliknya, keberadaan KKP juga harus menjamin masyarakat yang hidup di dalam maupun sekitar KKP untuk dapat memanfaatkan KKP dalam mendukung pemenuhan kebutuhan hidupnya. Pengelolaan Subzona melalui perjanjian kemitraan merupakan perwujudan dari pengelolaan KKP yang kolaboratif dimana masyarakat diberi manfaat dan tanggung jawab untuk bersama dengan unit pengelola KKP mengelola sumber daya yang ada secara berkelanjutan. Pedoman ini dimaksudkan untuk menjabarkan penerapan pengelolaan Subzona melalui perjanjian kemitraan di dalam KKP. Disadari bahwa panduan ini masih belum sempurna, oleh karenanya perlu untuk terus menerus diperbaiki sesuai dengan keperluannya.
1.2 Tujuan Pedoman Tujuan penyusunan pedoman ini adalah: 1. Sebagai acuan bagi unit organisasi pengelola kawasan konservasi perairan untuk melakukan kemitraan dengan kelompok masyarakat dalam membentuk Subzona penangkapan ikan di Zona Perikanan Berkelanjutan dalam kawasan konservasi perairan (KKP). 2. Sebagai acuan bagi masyarakat dalam mengajukan usulan program kemitraan dan pelaksanaan kegiatan penangkapan ikan di Zona Perikanan Berkelanjutan dalam kawasan konservasi perairan (KKP).
1.3 Ruang Lingkup Ruang lingkup pedoman ini mengatur tentang pemanfaatan Subzona penangkapan ikan di Zona Perikanan Berkelanjutan untuk kelompok masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan konservasi perairan yang telah memanfaatkan sumber daya ikan di kawasan tersebut selama bertahun-tahun lamanya. Jika kawasan konservasi tersebut telah memiliki sistem zonasi, maka Subzona penangkapan ikan tersebut berada dalam zona perikanan berkelanjutan. Selanjutnya, jika kawasan konservasi yang dimaksud belum memiliki sistem zonasi, maka Subzona penangkapan ikan nantinya dapat diakomodasi kedalam zona perikanan berkelanjutan.
2
Kelompok masyarakat selanjutnya dikelompokkan kedalam dua (2) kategori yakni kelompok masyarakat lokal dan kelompok masyarakat tradisional. 1.4 Pengertian Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan: 1.
Kemitraan adalah hubungan kerja sama antara dua pihak atau lebih, berdasarkan kesetaraan, keterbukaan, dan saling menguntungkan;
2.
Program Kemitraan Kawasan Konservasi Perairan yang selanjutnya disebut Program Kemitraan adalah rencana yang memuat kegiatankegiatan kemitraan sesuai dengan Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan;
3.
Konservasi sumber daya ikan adalah upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk ekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya ikan;
4.
Kawasan Konservasi Perairan adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan;
5.
Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan adalah suatu pengkoordinasian perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumber daya kawasan konservasi perairan yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, antar sektor, antar ekoisistem darat dan laut, serta antar ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
6.
Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan adalah dokumen kerja yang dapat dimutakhirkan secara periodik, sebagai panduan operasional pengelolaan kawasan konservasi perairan;
7.
Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya kawasan konservasi perairan yang dapat dilakukan melalui kegiatan penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pariwisata alam perairan, penelitian, dan pendidikan;
8.
Zonasi Kawasan Konservasi Perairan adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang di kawasan konservasi perairan melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber dayadan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan ekosistem.
3
9.
Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati bersama antara pemangku kepentingan dan telah ditetapkan status hukumnya.
10. Zona Perikanan Berkelanjutan adalah bagian Kawasan Konservasi Perairan yang karena letak, kondisi, dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan. 11. Subzona penangkapan ikan, adalah bagian Zona Perikanan Berkelanjutan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat lokal dan tradisional untuk penangkapan ikan dengan mengedepankan keseimbangan produksi dengan kelestarian untuk jangka waktu tertentu. 12. Penangkapan Ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan diperairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya. 13. Masyarakat Lokal adalah kelompok Masyarakat yang menjalankan tata kehidupan sehari-hari berdasarkan kebiasaan yang sudah diterima sebagai nilai-nilai yang berlaku umum, tetapi tidak sepenuhnya bergantung pada sumber daya dalam Kawasan Konservasi Perairan. 14. Masyarakat Tradisional adalah Masyarakat perikanan tradisional yang masih diakui hak tradisionalnya dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan atau kegiatan lainnya yang sah di daerah tertentu yang berada dalam Kawasan Konservasi Perairan sesuai dengan kaidah hukum laut internasional. 15. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 16. Pemerintah Daerah Provinsi adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 17. Satuan Unit Organisasi Pengelolaan adalah unit pelaksana teknis pusat, unit pelaksana teknis daerah, atau bagian unit dari satuan organisasi yang menangani bidang perikanan.
4
BAB 2. PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN 2.1 Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia Kawasan Konservasi Perairan (KKP) menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. KKP ditetapkan berdasarkan tiga kriteria utama yaitu ekologi, sosial dan budaya, dan ekonomi. Kriteria ekologi meliputi berbagai aspek termasuk keanekaragaman hayati, kealamian, keterkaitan ekologis, keterwakilan, keunikan, produktivitas, daerah ruaya, habitat ikan langka, daerah pemijahan ikan, dan daerah pengasuhan. Kriteria sosial dan budaya meliputi tingkat dukungan masyarakat, potensi konflik kepentingan, potensi ancaman, kearifan lokal serta adat istiadat. Adapun kriteria ekonomi meliputi nilai penting perikanan, potensi rekreasi dan pariwisata, estetika, dan kemudahan mencapai kawasan. Terdapat empat jenis KKP yaitu: Taman Nasional Perairan (TNP), Taman Wisata Perairan (TWP), Suaka Alam Perairan (SAP) dan Suaka Perikanan (SP). Taman Nasional Perairan adalah kawasan konservasi perairan yang mempunyai ekosistem asli, yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan yang menunjang perikanan yang berkelanjutan, wisata perairan, dan rekreasi. Taman Wisata Perairan adalah Taman Wisata Perairan adalah kawasan konservasi perairan dengan tujuan untuk dimanfaatkan bagi kepentingan wisata perairan dan rekreasi. Suaka Alam Perairan adalah kawasan konservasi perairan dengan ciri khas tertentu untuk tujuan perlindungan keanekaragaman jenis ikan dan ekosistemnya. Suaka Perikanan diartikan sebagai kawasan perairan tertentu, baik air tawar, payau, maupun laut dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai tempat berlindung/berkembang biak jenis sumber daya ikan tertentu, yang berfungsi sebagai daerah perlindungan. Berdasarkan kewenangan pengelolaanya, KKP terdiri dari KKP Nasional (KKPN) yang dikelola oleh Pemerintah Pusat dan KKP Daerah (KKPD) yang dikelola oleh Pemerintah Daerah.
2.2
Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan
Mengacu pada definisi KKP diatas maka tujuan pembentukan dan pengelolaan sebuah KKP adalah untuk mewujudkan pengelolaan perikanan 5
termasuk jenis dan keanekaragaman hayati ikan dan ekosistem yang terkait dengannya secara berkelanjutan. Pengelolaan KKP dilakukan berdasarkan rencana pengelolaan KKP yang disusun dan dilaksanakan oleh unit organisasi pengelola. Dokumen rencana pengelolaan KKP memuat rencana zonasi yang terdiri dari: zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan dan zona lainnya. Apabila sebuah KKP diketahui memiliki keterkaitan biofisik dengan KKP lainnya disertai dengan bukti ilmiah yang meliputi aspek oseanografi, limnologi, bioekologi perikanan, dan daya tahan lingkungan, maka kedua KKP tersebut dapat membentuk sebuah jejaring KKP. Dalam pengelolaan KKP, unit organisasi pengelola dapat membangun kemitraan pengelolaan dengan kelompok masyarakat dan/atau masyarakat adat, lembaga swadaya masyarakat, korporasi, lembaga penelitian, maupun perguruan tinggi. Selain zona inti, KKP dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dalam rangka menunjang perikanan dan pariwisata berkelanjutan. Pemanfaatan KKP dapat dilakukan dengan aturan sebagai berikut: a. kegiatan penangkapan ikan dan kegiatan budidaya ikan dapat dilakukan di zona perikanan berkelanjutan; dan b. kegiatan pariwisata bahari dapat dilakukan di zona pemanfaatan dan zona perikanan berkelanjutan c. kegiatan penelitian dan pendidikan dapat dilakukan di zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, maupun zona lainnya. Pemanfaatan KKP dapat berupa pemanfaatan kawasan konservasi perairannya maupun pemanfaatan jenis maupun genetik ikan sesuai dengan aturan yang berlaku. Untuk menjamim ketertiban dalam pengelolaan kawasan maka perlu dilakukan pengawasan terhadap KKP yang dilakukan oleh pihak yang berwenang. Adapun kata atau frasa yang diberi huruf tebal merupakan perangkatperangkat penting pengelolaan KKP sebagaimana telah dijelaskan pada Pengertian di bagian 1.4 di atas.
6
BAB 3. PENGELOLAAN ZONA PERIKANAN BERKELANJUTAN UNTUK KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN Pengelolaan perikanan di Subzona penangkapan ikan dalam Kawasan Konservasi Perairan (KKP) merupakan salah satu bentuk pemanfaatan KKP melalui kegiatan penangkapan ikan secara berkelanjutan. Pemanfaatan Subzona tersebut dilakukan melalui perjanjian kemitraan kepada kelompok masyarakat selanjutnya menjadi bagian resmi dan tidak terpisahkan dari keseluruhan suatu sistem pengelolaan dan zonasi KKP. Secara khusus, Subzona tersebut dapat dialokasikan di beberapa bagian ataupun keseluruhan zona perikanan berkelanjutan KKP. Dalam tingkatan yang lebih luas, Subzona ini merupakan bagian yang bersinergi dengan upaya pengeloaan perikanan secara nasional berbasis Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Negara Republik Indonesia. Pemanfaatan Subzona penangkapan ikan melalui perjanjian kemitraan di dalam KKP merupakan bagian dari upaya pemerintah membantu memperkuat kapasitas kelompok masyarakat untuk dapat mengatur hajat hidup dan meningkatkan kesejahteraannya sendiri dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan di sekitarnya. Secara garis besar, pemanfaatan Subzona dilakukan melalui perjanjian kemitraan dengan kelompok masyarakat akan menurunkan biaya pengelolaan KKP untuk kegiatan perlindungan, pelestarian kawasan, pengawasan, penegakan hukum dan juga manajemen serta administrasi. 3.1 Prinsip-Prinsip Kegiatan Penangkapan Ikan di Kawasan Konservasi Perairan Prinsip-prinsip yang harus diterapkan dalam pengelolaan sumber daya perikanan di dalam Subzona penangkapan ikan adalah sebagai berikut: 1. Pertimbangan ilmiah. pemanfaatan Subzona penangkapan ikan dan pemanfaatan sumber daya ikan harus didasari oleh pertimbangan ilmiah yang mencakupi ilmu pengetahuan alam, sosial dan ekonomi dengan porsi masing-masing yang seimbang. Pengelolaan sumber daya perikanan di dalam Kawasan Konservasi Perairan juga dapat mengacu kepada FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) serta acuan lainnya yang sesuai. 2. Manfaat yang berkelanjutan. Pemanfaatan Subzona penangkapan ikan dan pemanfaatan sumber daya ikan menuntut kelompok masyarakat setempat untuk secara aktif melaksanakan kewajiban yang melekat pada hak yang diberikan, termasuk diantaranya adalah menjaga agar Subzona penangkapan ikan dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan peruntukannya.
7
3. Rasa keadilan masyarakat. Pemanfaatan sumber daya ikan harus memenuhi rasa keadilan masyarakat yang secara historis dan turuntemurun telah memanfaatan sumber daya ikan di lokasi tertentu di dalam KKP. 4. Kemitraan yang menguntungkan. Pemanfaatan sumber daya ikan merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah selaku pengelola KKP dengan kelompok masyarakat setempat yang mengharuskan keduanya untuk bermitra dan berperan aktif dalam pengelolaan, termasuk dalam upaya pengawasan dan penegakan aturan di KKP. 5. Keterpaduan untuk efisiensi. Pemanfaatan sumber daya ikan mengharuskan adanya keterpaduan antara program pengelolaan unit organisasi pengelola KKP dengan program pembangunan pemerintah daerah yang secara administratif menaungi masyarakat yang bertempat tinggal di dalam KKP. 6. Keterbukaan. Pemanfaatan sumber daya ikan harus dilaksanakan secara terbuka dengan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi dan evaluasi penggunaan dan manfaat hak akses yang telah diberikan kepada masyarakat. 7. Kelestarian sumber daya. Pemanfaatan sumber daya ikan harus dapat menjamin kelestarian sumber daya ikan yang merupakan sumber mata pencaharian masyarakat dan kekayaan keanekragaman hayati bangsa Indonesia. 3.2 Karaktersitik Pengelolaan Sumber daya Ikan di Zona Perikanan Berkelanjutan Pengelolaan Subzona penangkapan ikan merupakan salah satu metode pengelolaan perikanan yang semakin banyak diterapkan untuk mengelola sumber daya ikan karena terbukti berhasil mempertahankan kesinambungan sumber daya ikan dan meningkatkan pendapatan nelayan. Keberhasilan pemanfaatan Subzona penangkapan ikan ditentukan oleh berbagai karakteristik utama seperti tertera pada Tabel 1 di bawah. Tabel 1. Karakteristik utama Subzona penangkapan ikan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Karakteristik Penjelasan Utama Batasan Subzona Deliniasi batas-batas Subzona harus yang jelas mempertimbang-kan keberadaan lokasi habitat penting dalam siklus hidup ikan yang akan dikelola seperti daerah pemijahan, daerah pergerakan larva atau juvenil, daerah pembesaran, dan tempat mencari makan. Hal ini untuk memastikan bahwa 8
ikan tersebut memiliki kemampuan untuk mengembangkan baik jumlah dan ukurannya secara berkelanjutan.
Dirancang berdasarkan ilmu pengetahuan
Dikelola berdasarkan karakteristik perikanan setempat
Target kelola ditentukan sesuai kriteria yang disepakati
Penentuan batas-batas Subzona penangkapan ikan juga harus merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan peta zonasi kawasan konservasi perairan, terutama di zona perikanan berkelanjutan. Disain pengelolaan Subzona penangkapan ikan dan pemanfaatan sumber daya ikan harus memperhitungkan kesesuaian antara ketersediaan data/informasi ilmiah, aspek sosial ekonomi masyarakat dan kapasitas kelembagaan kelompok masyarakat. Harus dirancang agar sesuai dengan skala kegiatan penangkapan kelompok masyarakat sehingga dapat dikelola dengan batas-batas Subzona penangkapan ikan yang jelas. Pemanfaatan sumber daya ikan harus memperhitungkan kesesuaian antara kapasitas unit penangkapan ikan yang ada dengan ketersediaan stok ikan yang dikelola untuk mencegah terjadinya kondisi tangkap berlebihan (over fishing) yang akan mengakibatkan hilang atau punahnya sumber daya ikan tersebut. Pengaturan pemanfaatan sumber daya dapat mengikuti beberapa model seperti: a) pengaturan jumlah, jenis dan dimensi unit penangkapan ikan yang diperbolehkan, b) jenis, ukuran dan spesifikasi alat tangkap yang diperbolehkan, c) waktu dan lokasi penangkapan ikan yang diperbolehkan, d) ukuran dan jumlah ikan yang boleh ditangkap. Pemilihan jenis ikan yang dikelola harus memperhatikan besaran jumlah tangkapan, nilai ekonomi, nilai ekologi dan nilai budaya yang ada di kelompok masyarakat. Faktor lain yang harus diperhitungkan adalah tingkat produktivitas (seberapa cepat pulih jumlahnya) dan tingkat kerentanan ikan tersebut terhadap kegiatan eksploitasi. Habitat dan Ekosistem 9
Karaktersitik Penjelasan Utama Keterkaitan ekologis Agar Subzona penangkapan ikan yang akan dimanfaatkan memiliki habitat yang sesuai dan dapat dikelola oleh kelompok masyarakat, maka perlu dilakukan analisis kondisi kesehatan lingkungannya saat ini, daya lentingnya (seberapa cepat pulih setelah ada gangguan/kerusakan), intensitas (besaran dan frekuensi) ancaman terhadap habitat tersebut, dan sumber ancaman baik dari kegiatan perikanan maupun nonperikanan Sosial Kemasyarakatan Karaktersitik Penjelasan Utama Inklusif dan partisipatif
Mengelola konflik
Transparansi
Karakteristisk Utama Kepastian
Pemangku kepentingan secara aktif mendukung penegakan aturan di dalam Subzona penangkapan ikan dan kawasan konservasi secara umum baik secara individu maupun kelembagaan karena turut langsung menyusun rencana pengelolaan dan berbagai aturan pemanfaatan sumber dayanya. Harus dirancang untuk mengelola konflik pemanfaatan sumber daya antara kelompok masyarakat yang mengelola Subzona penangkapan ikan melalui perjanjian kemitraan tertentu dengan individu lain disekitarnya. Lembaga pengelola Subzona penangkapan ikan harus memperhatikan secara serius kepentingan masyarakat subsisten, tradisional dan berskala kecil. Keseluruhan proses yang berjalan dan pengambilan keputusan harus dilakukan secara transparan, melibatkan seluruh pemangku kepentingan utama dan memperhatikan kesetaraan gender. Kelembagaan Penjelasan Pemanfaatan Subzona penangkapan ikan kepada kelompok masyarakat harus memiliki kepastian hukum, dilindungi dan memiliki jangka waktu yang
10
cukup panjang agar dapat memberikan manfaat sesuai tujuan rencana pengelolaan yang diajukan. Subzona tidak Subzona tidak dapat diperjual belikan, dipindahdipindah tangankan tangankan, atau dijadikan agunan. Subzona dapat dibagi (share) kepada nelayan selain kelompok yang memperoleh Subzona sejauh rasio kapasitas penangkapan ikan dengan jumlah stok ikan yang tersedia masih seimbang.
Inisiatif bersama
Kemitraan
Aturan yang mengikat
Akuntabilitas
Alokasi/pembagian Subzona pada nelayan lain diatur bersama oleh unit organisasi pengelola KKP dan kelompok masyarakat yang diberi Subzona. Nelayan luar yang bisa memperoleh bagian Subzona adalah mereka yang memiliki kesamaan jenis dan spesifikasi unit penangkapan ikan, secara historis menangkap ikan di Subzona tersebut, dan bersedia mematuhi segenap ketentuan dan aturan yang ditetapkan oleh unit organisasi pengelola KKP. Kerjasama kemitraan dalam pemanfaatan Subzona melalui perjanjian kemitraan ini dapat diinisiasi atau dimulai dari inisiatif kelompok masyarakat yang tinggal di dalam KKP ataupun prakarsa unit organisasi pengelola KKP. Pemanfaatan Subzona didasarkan pada kerjasama kemitraan antara unit organisasi pengelola dengan kelompok masyarakat yang menjunjung tinggi keterbukaan, dan saling menguntungkan. Prinsip dasarnya adalah tanggung jawab bersama dalam mengelola sumber daya ikan di dalam KKP. Unit organisasi pengelola dan kelompok masyarakat bersama-sama merencanakan dan memanfaatkan sebagian atau seluruh zona perikanan berkelanjutan, serta menjaga zona inti kawasan. Syarat keanggotaan dan aturan yang mengikat anggota kelompok penerima disusun dan disepakati secara bersama dengan memperhatikan kepentingan masyarakat yang lebih besar. Kelompok masyarakat penerima dan unit organisasi pengelolaan KKP harus mematuhi seutuhnya isi perjanjian kemitraan yang telah disusun dan
11
disepakati bersama, terutama aturan mengenai pemanfaatan sumber daya ikan.
Pengawasan dan evaluasi berkala
Ciri Khas Utama Efisiensi dan efektifitas
aturan
Apabila terjadi pelanggaran atas isi perjanjian yang telah disepakati maka dilakukan upaya penyelesaian dengan mengutamakan musyawarah untuk mufakat. Pemberi atau penerima manfaat Subzona bersamasama menyusun dan menyepakati mekanisme dan jadwal pemantauan dan evaluasi pencapaian tujuan pemanfaatan melalui perjanjian kemitraansecara berkala. Kedua belah pihak harus menyertakan langkahlangkah perbaikan didalam pelaksanaan pengelolaan dilapangan seperlunya sesuai dengan hasil rekomendasi perbaikan yang disepakati bersama. Ekonomi Penjelasan Pertimbangan berbagai aspek keekonomian harus dilakukan saat menentukan tujuan pengelolaan dan perancangan program-program kerja pendukung pelaksanaan pemanfaatan Subzona. Secara makro tujuan keekonomian adalah 1) mencegah terjadinya kelebihan kapitalisasi dalam upaya penangkapan ikan, 2) mengurangi biaya pengelolaan kawasan konservasi perairan termasuk upaya penegakan hukumnya, 3) meningkatkan kesejahteraan anggota kelompok penerima manfaat, 4) menciptakan kemandirian ekonomi masyarakat Secara mikro tujuan keekonomian adalah 1) menghemat biaya operasional upaya penangkapan ikan, 2) meningkatkan pendapatan harian anggota, 3) menjamin akses pemasaran yang lebih baik, 4) memberikan alternatif mata pencaharian pendukung, 5) mendapatkan nilai tambah hasil tangkapan
12
3.3 Kondisi dan Permasalahan Pengelolaan Zona Berkelanjutan untuk Kegiatan Penangkapan Ikan
Perikanan
Pengelolaan Subzona penangkapan ikan kepada masyarakat yang tinggal didalam dan sekitar kawasan konservasi merupakan perwujudan dari pengelolaan kawasan konservasi perairan secara kolaboratif. Penerima manfaat Subzona yang merupakan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar KKP secara langsung merupakan bagian penting dari struktur pengelolaan KKP seperti tercermin pada Gambar 1 di bawah ini. Kelompok masyarakat tersebut sekaligus berpartisipasi langsung dalam memanfaatkan dan menjaga sumbedardaya ikan agar tetap lestari. Kolaborasi pengelolaan ini diharapkan bisa mempercepat pencapaian tujuan pembentukan KKP dalam mengelola sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Secara khusus, pemanfaatan Subzona melalui perjanjian kemitraan dapat dialokasikan di beberapa bagian ataupun keseluruhan zona perikanan berkelanjutan KKP. Subzona tidak dimanfaatkan oleh individu atau perorangan melainkan hanya oleh kelompok masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar KKP dan menggantungkan hidupnya dari memanfaatkan sumber daya ikan di zona perikanan berkelanjutan. Adapun kelompok masyarakat tersebut adalah: 1) sejumlah nelayan dari satu desa atau lebih di dalam KKP yang menyatakan dirinya bergabung menjadi satu kelompok; atau 2) sejumlah nelayan dari satu desa atau lebih di dalam KKP yang memiliki kesamaan jenis alat dan metoda penangkapan ikan yang menyatakan dirinya bergabung menjadi satu kelompok; atau 3) organisasi pemerintahan desa; atau 4) kelembagaan kelompok masyarakat lokal dan tradisional; atau 5) kelembagaan masyarakat lainnya termasuk koperasi nelayan dan sejenisnya.
Pemerintah Unit Organisasi Pengelola KKP Penerima Manfaat Rencana Pengelolaan Subzona
Penerima Manfaat Rencana Pengelolaan Subzona
Diadaptasi dari Poon, S. E. and Bonzon, K. (2013). Gambar 1. Kolaborasi pengelolaan penangkapan ikan di dalam KKP
13
BAB 4. TAHAPAN PENGELOLAAN SUBZONA PENANGKAPAN IKAN Tahapan pengelolaan Subzona penangkapan ikan untuk kelompok masyarakat lokal dan kelompok masyarakat tradisional dapat di gambarkan seperti diagram alir berikut ini: I. Tahap Persiapan 1. Pengumpulan data & informasi dasar 2. Identifikasi kesiapan kemitraan 3. Penentuan tujuan pengelolaan 4. Penentuan jenis sumber daya ikan yang dikelola 5. Penentuan batas-batas Subzona II. Tahap Penyusunan Dokumen Rencana Pengelolaan 1. Penyusunan Dokumen Rencana Pengelolaan
III. Tahap Penilaian Dokumen dan Pembentukan Subzona 1. Penilaian Dokumen Rencana Pengelolaan dan Pembentukan Kemitraan 2. Keputusan Pembentukan Subzona 3. Ketentuan dan persyaratan
IV. Tahap Pelaksanaan 1. Monitoring 2. Pengawasan dan penegakan hukum 3. Evaluasi kemitraan 4. Inovasi perbaikan kemitraan
Gambar 2. Tahapan pengelolaan Subzona penangkapan ikan kepada masyarakat lokal dan tradisional
14
Tahap-tahapan tersebut di atas selanjutnya dijelaskan sebagai berikut: 4.1 Tahap Persiapan 4.1.1 Pengumpulan Data dan Informasi Dasar Data dan informasi dasar menyangkut: (a) kondisi sumberdaya kawasan konservasi, (b) kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan konservasi, khususnya Subzona, dan (c) kondisi kelembagaan masyarakat. 4.1.1.1 Kondisi Sumber Daya Kawasan Konservasi Perairan Informasi ekologis yang perlu diketahui adalah sebaran habitat penting bagi ikan dalam keseluruhan siklus hidupnya, termasuk terumbu karang, padang lamun dan hutan bakau, lokasi-lokasi penting tempat pemijahan ikan (spawning aggregation sites) serta jenis, intensitas dan sumber ancaman terhadap habitat penting, untuk mengetahui daya lenting (kemampuan pulih) dari suatu ekosistem, jika mengalami ancaman. 4.1.1.2 Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi Masyarakat Lokal dan Tradisional Kondisi kegiatan ekonomi masyarakat difokuskan pada kegiatan perikanan. Kajian kondisi perikanan merupakan kumpulan data dan informasi yang menggambarkan tentang seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan, pemanfaatan, dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, penanganan hasil tangkapan, pengolahan, dan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Hal terpenting dalam kajian kondisi perikanan adalah mengidentifikasi dan menentukan kondisi, indikator kinerja, dan rekomendasi pilihan intervensi pengelolaan yang memungkinkan tercapainya pengelolaan perikanan yang berhasil ditandai oleh sifat-sifat bertahan dalam jangka panjang, berkelanjutan secara lokal, serta memiliki mekanisme yang mandiri. Jenis data yang dikumpulkan selama pelaksanaan survei meliputi hal-hal sebagai berikut: Sumber daya ikan Data dan informasi yang dikumpulkan berupa nama famili, spesies, nama lokal, musim penangkapan, dan jumlah hasil tangkapan (kg per hari) Kapal penangkapan ikan Data dan informasi yang dikumpulkan berupa ukuran kapal (panjang, lebar, dan dalam), kekuatan mesin, jumlah kapal, jumlah izin. Alat Penangkapan Ikan Data dan informasi yang dikumpulkan berupa jenis alat tangkap dan spesifikasinya. 15
Spesifikasi alat tangkap minimal memuat informasi ukuran mata pancing dan panjang senar, misalnya spesifikasi alat tangkap pancing tonda memiliki 10 mata pancing dengan ukuran mata pancing no 7, Senar/tali pancing memiliki panjang 500 m, mata pancing diikatkan pada senar dengan jarak 2 meter. Informasi alat tangkap dan alat bantunya disertai dengan foto/sketsa, dan metode pengoperasiannya. Daerah Penangkapan ikan Data dan informasi yang dikumpulkan berupa lokasi penangkapan, kedalaman (m), jumlah hasil tangkapan per trip per lokasi penangkapan. Pemasaran Data dan informasi yang dikumpulkan berupa jumlah pengumpul (fish collector), jumlah pedagang (trader). Jumlah eksportir, nama perusahaan, harga beli dan jual setiap tingkatan bisnis, jenis ikan yang diperdagangkan, kuantitas penjualan dalam satuan waktu, serta daerah tujuan penjualan (keseluruhan rantai pasar). Pengolahan Data dan informasi yang dikumpulkan berupa nama perusahaan, kelompok, jumlah tenaga kerja, jenis produk olahan, daerah tujuan pemasaran (domestik atau luar negeri). Infrastruktur Data dan informasi yang dikumpulkan berupa fasilitas perikanan antara lain jumlah dan status tempat pelelangan ikan, pelabuhan perikanan pantai, pabrik es, pengolahan, transportasi. Isu dan permasalahan Data dan informasi yang dikumpulkan berupa isu dan permasalahan terkait kegiatan perikanan seperti kegiatan penangkapan (penanganan hasil tangkapan, penurunan hasil tangkap baik jumlah dan ukuran, penggunaan alat tangkap yang merusak, konflik pemanfaatan), pengolahan (kualitas dan diversifikasi produk), pemasaran (transportasi, kualitas produk, kepastian harga dan penyerapan produk perikanan).
16
4.1.1.3 Kondisi Kelembagaan Masyarakat Lokal dan Tradisional Unit organisasi pengelola KKP perlu mendata keberadaan organisasi dan kelembagaan masyarakat setempat khususnya yang bergerak di sektor perikanan dan memahami efektifitas organisasi dan lembaga-lembaga tersebut. Beberapa aspek yang perlu dianalisis antara lain adalah mengenai keanggotaan dan pembentukan kepengurusan, serta penyusunan peraturan dan prosedur serta kepatuhan anggota terhadap peraturan dan prosedur dalam organisasi atau lembaga tersebut. 4.1.2
Identifikasi Kesiapan Program Kemitraan
4.1.2.1 Persyaratan Calon Mitra Persyaratan minimal calon mitra penerima manfaat Subzona adalah kelompok atau kelembagaan masyarakat yang memiliki badan hukum, serta Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Mekanisme rekrutmen anggota, keanggotaan dan kepengurusan didalam kelompok atau organisasi juga harus diatur dengan baik dan jelas. 4.1.2.2 Penguatan Kelembagaan Kelompok Masyarakat Mitra Bagi kelompok masyarakat yang sudah mengajukan sebagai calon mitra namun dinilai belum memenuhi kriteria dan persyaratan yang ditentukan, maka unit organisasi pengelola KKP dapat membantu, membimbing dan memperkuat kelompok tersebut agar dapat memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Dalam membantu kelompok tersebut, pengelola kawasan dapat berkerjasama dengan pihak lain yang berkompeten. Bagi KKP yang mempunyai potensi pembentukan Subzona penangkapan ikan, Unit Organisasi Pengelola KKP secara aktif mendorong terbentuknya kelompok masyarakat untuk mengajukan pembentukan Subzona. Kelompok tersebut dapat dibentuk sesuai dengan konteks sosial, hukum, dan politik setempat. Berikut adalah proses yang dapat dilalui dalam memfasilitasi pembentukan kelembagaan kelompok masyarakat: 1. Mengidentifikasi pemangku kepentingan utama perikanan. Dalam langkah ini, dilakukan pemetaan pemangku kepentingan perikanan dengan mengidentifikasi siapa saja pengguna sumber daya ikan serta hubungan keterkaitan mereka satu dengan lainnya. 2. Melakukan penjangkauan. Unit organisasi pengelola KKP menjangkau masing-masing kelompok pemangku kepentingan yang relevan untuk mengkomunikasikan konsep dan ide sebuah organisasi yang akan menjadi mitra dalam pengelolaan sumber daya ikan secara berkelanjutan. Perlu pula dijelaskan tentang peran dan tanggung jawab dari organisasi yang akan dibentuk dalam kerangka kemitraan, termasuk dalam pemanfaatan Subzona di dalam kawasan konservasi.
17
3. Menyelenggarakan pertemuan-pertemuan dengan masyarakat luas memperkenalkan organisasi yang akan dibentuk. 4. Menominasikan dan menentukan kelompok-kelompok masyarakat yang akan menjadi anggota organisasi. 5. Menyusun aturan main organisasi, termasuk AD/ART dalam kerangka kemitraan dengan unit pengelola kawasan yang akan dibentuk. 6. Melegalisasi orgnanisasi masyarakat yang dibentuk sesuai dengan prosedur yang berlaku. Kriteria keanggotaan kelompok atau organisasi yang akan dibentuk harus jelas dan disusun melalui proses yang transparan dan berkeadilan. Anggota-anggota hendaknya mempunyai kegiatan dan kepentingan ekonomi yang sama yaitu memanfaatkan sumber daya perikanan untuk pemenuhan kebutuhan hidup dan sumber mata pencaharian. Persyaratan keanggotaan dapat ditentukan oleh Rapat Anggota dan diketahui oleh unit organisasi pengelola kawasan konservasi. Beberapa kriteria dasar keanggotaan meliputi: Penduduk setempat; Nelayan atau pemanfaat sumber daya laut lainnya; Berpartisipasi dalam upaya pelestarian KKP; Memiliki ikatan sejarah dan/atau budaya dengan masyarakat dan lingkungan sekitar KKP; Memiliki keanggotaan dalam suatu organisasi yang sudah ada (nelayan, masyarakat, atau kekerabatan); Memiliki hubungan dengan sumber daya dan/atau berada dekat sumber daya; Patuh terhadap peraturan kelompok pengelola. Kelompok mitra pengelola harus menetapkan persyaratan yang ketat untuk memastikan komitmen dari seluruh anggotanya agar patuh terhadap berbagai aturan dan kesepakatan yang telah dibuat dengan unit pengelola kawasan. Jumlah anggota suatu kelompok atau organisasi dapat ditentukan berdasarkan potensi dan karakteristik stok sumber daya yang dikelola dan peran dari masing-masing anggota. 4.1.3 Penentuan Tujuan Pengelolaan Subzona untuk Kegiatan Penangkapan Ikan oleh Masyarakat Lokal dan Tradisional Melalui Program Kemitraan Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mendefinisikan tujuan pemanfaatan Subzona bersama dengan para pemangku kepentingan terkait. Tujuan pemanfaatan mempertimbangkan perpaduan aspek ekologi, sosial dan ekonomi secara berimbang. Tujuan pemanfaatan dirumuskan melalui berbagai pertemuan, diskusi dan konsultasi dengan melibatkan paling tidak 18
para ahli yang kompeten dibidang perikanan, lingkungan, sosial dan ekonomi. Penentuan tujuan harus memadukan antara data/informasi ilmiah mengenai kondisi perikanan dan lingkungannya dengan: a) kondisi setempat saat itu dan yang akan datang berdasarkan pengamatan empiris, b) hal-hal yang bersifat praktis terkait kondisi dan tingkah laku jenis perikanan yang akan dikelola, c) kesadaran akan pentingnya konservasi sumber daya ikan, dan d) hal-hal terkait lainya yang sifatnya dinamis. Tujuan pemanfaatan Subzona tidak boleh bertentangan dengan visi-misi KKP sebagaimana tertera dalam Rencana Pengelolaan dan Zonasi KKP. 4.1.3.1 Aspek Sumber Daya Kawasan Dari aspek biologis, tujuan utama pemanfaatan Subzona ditekankan pada upaya menghentikan penangkapan ikan berlebihan (overfishing), meningkatkan jumlah populasi/stok ikan yang sudah berkurang dan mencegah terjadinya penangkapan ikan yang bukan sasaran utama (nontarget). Tujuan ini penting untuk memastikan keberlanjutan sumber daya sekaligus memperkuat insentif upaya konservasi sumber daya ikan secara permanen. Dari aspek ekologis, tujuan Subzona ditekankan pada upaya untuk melindungi fungsi ekosistem (terumbu karang, padang lamun, bakau) yang ada dan habitat penting bagi ikan (lokasi memijah, pembesaran, mencari makan, ruaya, dan lain-lain). Secara ideal luasan Subzona harus meliputi bagian dari keseluruhan habitat penting tersebut untuk memastikan perlindungan menyeluruh sumber daya ikan disetiap fase kehidupannya. 4.1.3.2 Aspek Sosial Budaya dan Ekonomi Tujuan pengelolaan dari aspek sosial menitik beratkan pada pemanfaatan Subzona melalui perjanjian kemitraan bagi nelayan subsisten atau skala kecil setempat dengan azas keadilan dan pelestarian karakter dan budaya setempat. Harus dipastikan bahwa manfaat sebesar-besarnya diutamakan bagi masyarakat yang secara historis dan turun temurun telah memanfaatkan sumber daya ikan pada area penangkapan di dalam KKP. Tujuan pengelolaan juga harus dapat membuka peluang alternatif pekerjaan, menjamin pendapatan anggota kelompok dan memberikan kemudahan terhadap akses pasar, serta menjaga ketahanan pangan termasuk manfaat non-perikanan seperti: peningkatkan status sosial, pendanaan pendidikan, perawatan kesehatan dan penyediaan infrastruktur penunjang lainnya. Tujuan pengelolaan dari aspek ekonomi dititik beratkan pada hal-hal seperti: a) peningkatan pendapatan dan keuntungan masyarakat, b) pengurangan kelebihan kapitalisasi (over-capitalization) usaha perikanan, dan 19
c) dukungan keberlanjutan usaha perikanan tangkap untuk jangka panjang. Pemanfaatan Subzona melalui perjanjian kemitraan harus menjamin kepentingan kolektif masyarakat dengan mendistribusikan manfaat dari pengelolaan sumber daya perikanan secara adil. Masyarakat harus mendapatkan jaminan bahwa manfaat dan keuntungan yang diperoleh melalui upaya pengelolaan saat ini, tetap akan menjadi hak mereka di masa yang akan datang. Dengan demikan masyarakat mendapat insentif untuk terus mengelola sumber daya ikan secara bersama-sama dan berkelanjutan. Perhatian juga harus diberikan pada peningkatan kualitas maupun nilai tambah perikanan pasca panen. Selain itu, pengelolaan rantai produksi, rantai pasokan maupun rantai pasar yang tepat akan dapat meningkatkan keuntungan bagi kelompok masyarakat penerima manfaat Subzona. 4.1.3.3 Aspek Kelembagaan Tujuan pengelolaan dari aspek regulasi dan kelembagaan harus menekankan pada kejelasan terhadap hal-hal sebagai berikut: 1. batas Subzona yaitu ada kejelasan batas pengelolaan yang mengandung sumber daya ikan yang bernilai bagi kelompok masyarakat; 2. rincian tentang hal-hal yang diperbolehkan dan yang dilarang, termasuk aturan kapan, dimana, bagaimana dan siapa yang boleh menangkap ikan; 3. jaminan dan perlindungan terhadap manfaat yang diperoleh serta kejelasan lingkup hak dan kewajiban dalam kemitraan; 4. organisasi, lembaga atau kelompok yang dibentuk harus berbadan hukum, memiliki otoritas dari anggota kelompoknya, serta memiliki mekanisme pengambilan keputusan yang akuntabel dan transparan; 5. kejelasan sanksi yang akan dikenakan terkait dengan pelanggaran aturan perundangan, pelanggaran kesepakatan dalam kemitraan, ataupun kegagalan pencapaian tujuan pengelolaan yang telah ditetapkan bersama; 6. mekanisme pemantauan dan evaluasi oleh unit pengelola yang menjamin efektifitas dan efisiensi pengelolaan kawasan oleh kelompok masyarakat. 4.1.4 Penentuan Jenis Ikan yang akan Dikelola Penentuan jenis sumber daya ikan utama dapat dilakukan berdasarkan beberapa kriteteria yang dianggap penting oleh pengelola kawasan, seperti misalnya, nilai ekonomis dan sosial spesies ikan dan tingkat kerentanan spesies ikan. Ikan-ikan ekonomis penting seperti kerapu dan kakap biasanya menjadi target utama tangkapan masyarakat, sehingga rentan terhadap ancaman tangkap lebih. Demikian pula dengan rajungan, teripang dan lola 20
yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Ikan-ikan ekonomis penting sudah tentu menjadi sumber mata pencaharian dan pendapatan masyarakat sehingga perlu dijamin kelestariannya. Jenis ikan yang dikelola dapat berupa satu jenis (spesies) ikan saja atau beberapa jenis (spesies) ikan, tergantung pada tujuan pengelolaan dan karakteristik sumber daya yang ada. Spesies ikan yang dimaksud termasuk ikan yang berenang bebas (fin-fish) dan hewan yang pergerakannya relative terbatas di dasar laut (seperti kekerangan, udang, teripang, rajungan, lola, dll). 4.1.5
Penentuan Batas dan Luasan
Tahapan ini dimaksudkan untuk menentukan batas-batas dan luasan Subzona. Batas Subzona dicantumkan dalam koordinat posisi geografis pada peta kawasan konservasi perairan. Untuk mendukung kemudahan pelaksanaan dan pengawasan, batas-batas harus mudah diidentifikasi dan diketahui. Beberapa batas penanda yang dapat digunakan antara lain titik koordinat pada GPS, mengambil titik ikat dari alam atau penanda buatan manusia, menarik jarak tertentu terhadap daratan, menggunakan garis lurus, menggunakan kontur kedalaman atau mengikuti keberadaan terumbu karang tepi, seperti pada gambar 2 di bawah ini.
Sumber (Poon, S. E. and Bonzon, K. (2013). Gambar 3. Contoh model-model penentuan Subzona penangkapan ikan
Penentuan Subzona harus sesuai dengan peruntukan Rencana Zonasi dan Pengelolaan KKP yang telah ditetapkan. Batas Subzona bisa diseluruh atau sebagian zona perikanan berkelanjutan tergantung dari luasan KKP, luasan zona perikanan berkelanjutan, atau pertimbangan ekologis dan biologis target sumber daya ikan yang hendak dikelola, serta kompleksitas kegiatan perikanan target. Subzona sebaiknya berada dekat dengan pemukiman atau mudah untuk dijangkau oleh kelompok masyarakat sehingga pemanfaatan sumber daya ikan dapat dilakuan dengan biaya relatif 21
murah dan efisien. Selain itu lokasi yang mudah dijangkau akan memudahkan pengawasan oleh kelompok masyarakat tersebut. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penentuan batas-batas Subzona adalah sebagai berikut: 1. Sebagian atau seluruh zona perikanan berkelanjutan kawasan konservasi perairan 2. Mempertimbangkan jangkauan dan kapasitas pengelolaan masyarakat 3. Batas-batas geografis harus mudah diketahui dan diidentifikasi 4. Mencakup keseluruhan atau sebagian besar habitat penting sumber daya ikan target. 5. Memperhitungkan lokasi-lokasi penting seperti tempat pendaratan ikan, lokasi pelelangan, pelabuhan, pengolahan dan pusat distribusi. 6. Berdekatan atau berdampingan dengan zona inti untuk memanfaatkan secara optimal limpahan ikan yang dihasilkan. Subzona harus ditentukan dan disepakati melalui kesepakatan bersama masyarakat. Sebelum kesepakatan bersama ini ditandatangani oleh seluruh komponen masyarakat yang mewakili, terlebih dahulu batas-batas Subzona tersebut disetujui dan divalidasi terlebih dahulu oleh unit organisasi pengelola dengan mengacu pada rencana zonasi KKP. Kesepakatan bersama ini dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan Bersama, ditandatangani dan disaksikan oleh kepala desa/kampung, tokoh agama, toko masyarakat, tokoh pemuda, kelompok masyarakat pengelola dan lainnya. Berita Acara ini menjadi bagian dari keseluruhan dokumen kerjasama kemitraan antara kelompok masyarakat dengan unit organisasi pengelola KKP. 4.2 Penyusunan Dokumen Rencana Pengelolaan Untuk memastikan kelancaran pelaksanaan dan evaluasi Subzona perlu disusun sebuah rencana kerja pengelolaan Subzona. Rencana kerja disusun oleh kelompok masyarakat mitra dipandu oleh unit organisasi pengelola KKP. Rencana kerja tersebut menggambarkan kondisi sumber daya ikan di Subzona, termasuk status stok perikanan, tujuan pelaksanaan pengelolaan, hak dan kewajiban anggota, kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan dalam waktu tertentu, serta hal-hal lain yang dianggap perlu. Dalam dokumen rencana kerja juga berisi indikator-indikator capaian dan strategistrategi pencapaian tujuan, termasuk bagaimana memastikan kepatuhan terhadap seluruh aturan dan rencana pelaksanaan pengelolaan Subzona tersebut. Dokumen rencana kerja pengelolaan wilayah kelola perikanan masyarakat paling sedikit mencakupi hal-hal sebagai berikut:
22
1.
2.
3.
4. 5. 6.
Opsi-opsi pendekatan pengelolaan perikanan (pengaturan jenis dan ukuran unit penangkapan ikan, jumlah unit penangkapan ikan yang diperbolehkan, ukuran dan jumlah ikan yang boleh ditangkap, waktu dan lokasi penangkapan, dan lain sebagainya yang sesuai dengan kondisi perikanan setempat). Tentang organisasi pemanfaatan Subzona (bentuk organisasi, mekanisme pengambilan keputusan, struktur organisasi, keanggotaan, dan lain-lain). Rencana kerja beserta indikator capaian yang terukur dengan tata waktu yang jelas sesuai dengan tujuan yang disepakati bersama, termasuk pelaksanaan rencana kerja pemantauan dan evaluasi. Mekanisme pengawasan, penegakan hukum dan sanksi bagi pelanggaran yang ditemukan. Kesepakatan-kesepakatan antara kelompok masyarakat pengusul jika ada. Biaya yang dibutuhkan dan sumber pendanaan yang diharapkan.
4.3 Penilaian Dokumen Rencana Pengelolaan 4.3.1 Pembentukan Kemitraaan Proses dan kriteria penilaian usulan pemanfaatan Subzona melalui perjanjian kemitraanakan dirinci lebih lanjut sebagai acuan bagi unit organisasi pengelola KKP. Pemanfaatan Subzona melalui perjanjian kemitraan dilakukan melalui mekanisme Perjanjian Kemitraan antara unit organisasi pengelola dengan kelompok masyarakat yang telah memenuhi syarat. Perjanjian Kemitraan ini menjadi dasar bagi unit organisasi pengelola dalam memberikan manfaat Subzona dan dasar bagi kelompok masyarakat yang hidup didalam atau sekitar KKP untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolaan Subzona. Adapun mekanisme dalam membentuk kemitraan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Unit organisasi pengelola KKP mengusulkan program kemitraan kepada kelompok masyarakat atau sebaliknya kelompok masyarakat mengusulkan program kemitraan pengelolaan perikanan kepada unit organisasi pengelola KKP 2. Apabila usulan program kemitraan ini disepakati kedua belah pihak, maka selanjutnya disusun rencana kerja pengelolan melalui tahapan-tahapan yang telah dijelaskan dalam pedoman ini yang kemudian dituangkan dalam sebuah Perjanjian Kemitraan. 3. Perjanjian kemitraan ditandatangani oleh kepala satuan unit organisasi pengelola dengan ketua organisasi atau kelompok masyarakat pengelola kawasan yang dibentuk oleh kelompok masyarakat.
23
4. Kepala satuan unit organisasi pengelola sebelum melakukan penandatangan Perjanjian Kemitraan wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal atau gubernur sesuai dengan kewenangannya. Muatan perjanjian kemitraan antara unit organisasi pengelola KKP dengan kelompok masyarakat penerima manfaat Subzona paling sedikit memuat perihal sebagai berikut: 1. Bentuk dan status hukum kelompok masyarakat penerima manfaat Subzona; 2. Keanggotaan kelompok-kelompok masyarakat dalam kelompok masyarakat penerima manfaat Subzona; 3. Program Kemitraan; 4. Hak dan Kewajiban para pihak; 5. Jangka waktu dan pembiayaan; 6. Pelaporan dan pemantauan; 7. Penyelesaian perselisihan; dan 8. Pemutusan hubungan kerjasama. Sebagai pelengkap perjanjian kemitraan pemanfaatan Subzona, para pihak harus melampirkan Dokumen Rencana Kerja Subzona yang telah disusun dan disepakati bersama sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kemitraan dimaksud. 4.3.2 Pengesahan Rencana Pengelolaan Proses pemanfaatan Subzona melalui perjanjian kemitraan harus dilaksanakan secara adil dan transparan untuk meminimalkan potensi konflik sosial dan mendapat dukungan dari masyarakat. Keputusan diambil dengan mempertimbangkan: (a) riwayat pemanfaatan daerah penangkapan ikan, (b) masukan dari masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya, (c) persyaratan hukum dalam pemanfaatan Subzona melalui perjanjian kemitraan, (d) profil ekologis, sosial, ekonomi, dan kelembagaan setempat yang ada, dan (f) semua potensi konflik pemanfaatan sumber daya yang ada. 4.3.3 Syarat dan Ketentuan Pelaksanaan Program Kemitraan Dalam ketentuan dan persyaratan dalam pemanfaatan Subzona melalui perjanjian kemitraan diatur hal-hal sebagai berikut: 4.3.3.1 Jenis dan Skala Usaha Jenis dan skala usaha penangkapan ikan di dalam Subzona hanya diperuntukan bagi kegiatan penangkapan ikan dengan skala subsisten (untuk mencukupi kebutuhan dasar sehari-hari), dan/atau skala perikanan kecil dengan maksimum ukuran kapal penangkap ikan tidak melebihi 10 GT. Metoda penangkapan ikan yang diperbolehkan adalah metoda penangkapan 24
ikan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak bersifat merusak lingkungan dan sesuai dengan kesepakatan antara kelompok masyarakat dengan unit organisasi pengelola KKP. 4.3.3.2 Lokasi Subzona penangkapan ikan hanya dapat diberikan di dalam zona perikanan berkelanjutan di dalam KKP dengan memperhatikan keberadaan zona inti dan kesesuaiannya dengan zona-zona lain di sekelilingnya. Lokasi dan luasan Subzona disesuaikan dengan pertimbangan ilmiah, kondisi sumber daya dan habitat, praktek penangkapan ikan saat ini, dan kapasitas mitra kelompok masyarakat yang akan memperoleh manfaat dari Subzona. 4.3.3.3 Jangka Waktu Jangka waktu pemanfaatan Subzona melalui perjanjian kemitraan mempertimbangkan lama waktu yang adil bagi kelompok masyarakat penerima untuk mengelola, memanfaatkan sekaligus menikmati manfaat dari upaya yang mereka lakukan untuk melindungi dan memanfaatkan sumber daya ikan secara lestari. Tergantung dari jenis target sumber daya yang hendak dikelola, jangka waktu pemanfaatan Subzona melalui perjanjian kemitraan paling lama 15 tahun dan setiap 5 tahun dilakukan evaluasi. Jaminan jangka waktu yang panjang juga akan membangun kepercayaan sekaligus ikatan sosial yang semakin baik antar kelompokkelompok masyarakat dan unit pengelola KKP untuk mencapai tujuan bersama efektifitas pengelolaan kawasan konservasi perairan. Di sisi lain jaminan jangka waktu yang panjang memungkinkan untuk melakukan berbagai inovasi pengelolaan guna lebih menjamin keberlanjutan sumber daya perikanan.
4.3.3.4 Bentuk Pelaksanaan Kemitraan Pemanfaatan Subzona melalui perjanjian kemitraan diberikan dalam bentuk perjanjian kemitraan antara unit organisasi pengelola KKP dengan kelompok masyarakat yang telah memenuhi syarat. 4.3.3.5 Hak dan Kewajiban Masing-Masing Pihak Unit organisasi pengelola KKP: a) penentuan Subzona di dalam zona perikanan berkelanjutan; b) melakukan pemantauan dan evaluasi berkala; c) melakukan pengawasan dan penegakan hukum; dan d) menjamin pemanfaatan Subzona melalui perjanjian kemitraan yang telah disepakati. Kelompok masyarakat penerima manfaat Subzona: 25
a) mengelola kegiatan penangkapan ikan sesuai perjanjian kemitraan; b) melakukan pemantauan dan melaporkan kegiatan penangkapan ikan yang melanggar hukum dan/atau melanggar perjanjian kemitraan; dan c) menjalankan rencana pengelolaan perikanan, termasuk ketentuan jenis alat tangkap yang dipergunakan sesuai dengan perjanjian kemitraan yang telah disepakati. Para mitra bersama-sama melaksanakan rencana pengelolaan Subzona sesuai dengan tugas dan kewajibannya masing-masing. Dalam pelaksanaannya, unit organisasi pengelola KKP melakukan pembinaan terhadap kelompok masyarakat mitra antara lain dalam bentuk bimbingan, dukungan, sosialisasi, dan/atau penyuluhan pengelolaan KKP, pengelolaan perikanan, dan lainnya. 4.4 Pelaksanaan Kemitraan Tahap pelaksanan merupakan tahapan implementasi dari perencanaan pengelolaan Subzona. Dalam tahapan ini, kegiatan yang harus dilakukan meliputi monitoring, pengawasan, evaluasidan inovasi. 4.4.1 Monitoring Pelaksanaan Kemitraan 4.4.1.1Monitoring Kondisi Sumber Daya Ikan Monitoring kondisi sumber daya ikan secara umum bertujuan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan dan kondisi sumber daya ikan antar waktu khususnya didalam Subzona yang dimanfaatkan. Indikator pemanfaatan dan kondisi sumber daya ikan yang bisa dipergunakan antara lain hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (CPUE - catch per unit effort) dan rasio potensi memijah (spawning potential ratio / SPR). Contoh metode monitoring sumber daya ikan dapat dilihat pada berbagai panduan umum monitoring sumber daya ikan yang telah ada. Inovasi dan perbaikan pengelolaan perikanan di Subzona mutlak harus terus menerus dilaksanakan melalui antara lain penelitian yang tersusun dan terencana dengan baik. Inovasi dalam pemanfaatan sumber daya terkait dengan pembatasan jumlah tangkapan dan pengembangan alat tangkap yang ramah lingkungan dengan tetap memperhatikan tujuan konservasi dan kesejahteraan masyarakat. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya ikan yang lestari diperlukan antara lain: Peningkatan sistem pengelolaan (management), kebijakan, pemantauan (monitoring), pengawasan (surveillance), pengendalian (controlling) secara terpadu dan menyeluruh terhadap seluruh kegiatan perikanan tangkap di Subzona, Penerapan prinsip-prinsip perikanan tangkap yang bertanggung jawab dan lestari, Peningkatan taraf hidup anggota kemitraan, 26
Penggunaan aplikasi teknologi informasi untuk memantau kegiatan, musim, harga dan lain sebagainya.
4.4.1.2 Monitoring Sosial Budaya Dan Ekonomi Monitoring aspek sosial ekonomi bertujuan untuk mengukur perubahan (perbaikan) tingkat perekonomian kelompok masyarakat mitra termasuk juga kepatuhan masyarakat terhadap peraturan (zona larang ambil) yang ditetapkan didalam KKP secara umum dan Subzona yang dimanfaatkan secara khusus. Tehnik pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner survei dan metode pengamatan langsung. Contoh metode monitoring aspek sosial ekonomi dan kepatuhan dapat dilihat pada berbagai panduan umum montoring yang telah ada. 4.4.2 Pengawasan dan Penegakan Hukum Pengawasan dilakukan terhadap pelaksanaan aturan-aturan atau kesepakatan-kesepakatan yang disepakati dan ditetapkan dalam pengelolaan perikanan di dalam Subzona. Kesepakatan ini dapat berupa kesepakatan yang dibuat antara unit organisasi pengelola dengan masyarakat atau kesepakatan diantara masyarakat pengelola yang memperoleh manfaat. Perihal yang diawasai berupa antara lain: apakah masyarakat pengakses Subzona merupakan anggota atau bukan, apakah kuota dan alat tangkap yang digunakan sesuai dengan yang ditentukan, apakah ada pelanggaranpelanggaran didalam pemanfaatan Subzona, dan lain-lain. Pengawasan dilakukan oleh unit organisasi pengelola kawasan konservasi perairan, kelompok masyarakat dan/atau secara bersama-sama. Pelanggaran terhadap aturan dan kesepakatan dapat diselesaikan ditingkat kelompok masyarakat, pemerintahan desa, unit organisasi pengelola atau penegak hukum. Pilihan penyelesaian masalah ini tergantung dari tingkatan dan skala masalah yang ditemui. 4.4.3 Evaluasi Pelaksanaan Kemitraan Evaluasi efektivitas pelaksanaan kemitraan dititikberatkan pada evaluasi terhadap pelaksanaan rencana kerja pengelolaan Subzona. Hal-hal yang dievaluasi termasuk diantaranya: dampak pelaksanaan kemitraan, ketercapaian atau ketidaktercapaian tujuan yang ditetapkan, serta umpan balik terhadap perbaikan rencana kerja. Tingkat efektivitas pelaksanaan program kemitraan merupakan presentase dari realisasi target (sasaran) terhadap keseluruhan target (sasaran) yang telah ditetapkan bersama. Pelaksanaan evaluasi rencana kerja dilakukan dengan memperhatikan tujuh langkah berikut: 1) Menentukan tujuan evaluasi.
27
2)
3)
4)
5)
6)
Aspek ini mencakupi penentuan untuk apa evaluasi dilakukan. Tujuan harus ditentukan dengan singkat dan jelas serta dipahami bersama. Sebagai contoh, tujuan bisa berupa upaya untuk mengetahui dampak pengelolaan Subzona di zona perikanan berkelanjutan secara keseluruhan atau hanya untuk mengetahui capaian pelaksanaan suatu kegiatan yang tertera pada rencana kerja. Menyusun desain evaluasi. Desain evaluasi termasuk penyusunan kuesioner survei, penentuan enumerator lapangan serta metoda pengumpulan data. Bisa juga data dan informasi dikumpulkan melalui laporan atau dokumen-dokumen yang telah dipublikasikan sebelumnya. Mendiskusikan rencana pelaksanaan evaluasi. Rencana evaluasi perlu disepakati tahapan pelaksanaannya, karena akan terkait antara lain dengan tata waktu, biaya, tahapan, metode, dan sumber perolehan data dan informasi. Menentukan pelaku evaluasi. Memastikan siapa saja yang terlibat dan bertanggungjawab atas masingmasing tahapan pelaksanaan kegiatan evaluasi. Melaksanakan evaluasi. Pelaksanaan evaluasi dilakukan dalam rentang waktu tertentu dan sesuai dengan rencana kerja pengelolaan. Mendesiminasikan hasil evaluasi. Hasil evaluasi sebaiknya disebarluaskan ke pihak terkait, sehingga dapat menjadi dasar pihak lain untuk mengetahui kemajuan yang dicapai dan mendorong partisipasi aktif pemangku kepentingan lainnya dalam upaya pengelolaan perikanan.
7) Menggunakan hasil evaluasi. Hasil evaluasi dapat digunakan untuk berbagai kepentingan, salah satunya sebagai acuan untuk perbaikan rencana pengelolaan Subzona dan/atau rencana kerja kemitraan selanjutnya. Pelaksanaan evaluasi efektivitas rencana kerja dilakukan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan Subzona yang dimitrakan. Pelaksanaan waktu evaluasi dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu 1) evaluasi per enam bulan, bertujuan untuk mengetahui perkembangan kegiatan pengelolaan yang telah dilakukan, 2) evaluasi per tahun, bertujuan untuk mengetahui capaian yang telah dilaksanakan sehingga hasil evaluasi dapat digunakan untuk membantu perencanaan kegiatan tahun berikutnya.
28
29
BAB 5. PENUTUP Pedoman ini disusun dalam rangka mendukung upaya pengelolaan efektif kawasan konservasi perairan di Indonesia baik yang dikelola oleh pemerintah pusat maupun daerah. Salah satu pendekatan pengelolaan yang baik adalah dengan melibatkan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan konservasi untuk berpartisipasi secara langsung dan aktif dalam kegiatan-kegiatan pengelolaan kawasan konservasi. Pelibatan lembaga kelompok masyarakat melalui kemitraan dapat dibangun dalam pemanfaatan sumber daya perikanan secara berkelanjutan di dalam kawasan konservasi. Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan panduan kepada unit pengelola kawasan konservasi khususnya dalam mengelola sumeberdaya ikan yang terdapat di dalam zona pemanfaatan melalui pemanfaatan Subzona penangkapan ikan kepada masyarakat yang telah memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan oleh panduan ini. Pemanfaatan Subzona dalam kawasan konservasi secara formal kepada lembaga kelompok masyarakat melalui perjanjian kemitraan merupakan sebuah terobosan inovatif dalam pengelolaan bersama (comanagement) kawasan konservasi perairan di Indonesia. Pedoman ini berupaya untuk mencakupi segala hal yang diperlukansesuai dengan pengetahuan yang dimiliki saat inidalam mewujudkan pendekatan pemanfaatan Subzona tersebut di atas. Meskipun demikian, disadari bahwa pedoman ini masih jauh dari kesempurnaan dan harus diperlakukan sebagai dokumen yang perlu terus disempurnakan setiap waktu dirasa perlu. Beberapa panduan kegiatan lain yang belum tercakupi dan merupakan bagian penting untuk mendukung keberhasilan pengelolaan perikanan dalam kawasan konservasi sebagaimana disebutkan dalam pedoman ini harus segera disusun. Panduan tersebut dapat disusun bersama-sama dengan mitra penerima manfaat Subzona agar dapat dipahami dan diterapkan dengan baik di lapangan.
No.
Lembar Pengesahan Jabatan
1. Sekretaris Ditjen PRL
Paraf
DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT,
2. Direktur KKHL 3. Kabag Hukum, Kepegawaian, dan Organisasi
BRAHMANTYA SATYAMURTI POERWADI
30