BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu runtun waktu adalah himpunan observasi beraturan dalam waktu. Jika pengalaman yang lalu atau keadaan yang akan datang dapat diramalkan secara pasti maka runtun waktu itu dinamakan deterministik dan tidak memerlukan pen2 yelidikan lebih lanjut. Sebaliknya jika pengalaman yang lalu hanya bisa menunjukkan struktur probabilitas keadaan yang akan datang suatu runtun waktu maka runtun waktu semacam ini dinamakan stokastik (proses statistik).
Runtun waktu statistik dapat dipandang sebagai suatu realisasi dari proses statistik (stokastik). Biasanya tidak mungkin diperoleh realisasi yang lain suatu proses statistik, yaitu tidak dapat diulang kembali keadaan untuk memperoleh himpunan observasi serupa seperti yang telah dikumpulkan. Selanjutnya, misalkan Z 1 ,Z 2 ,…,Z n adalah observasi yang telah diidentifikasikan suatu model yang diperkirakan telah menghasilkan observasi itu. Dengan demikian Z t dapat dipandang sebagai suatu realisasi dari suatu variable random Z t
yang mempunyai distribusi dengan fungsi
densitas probabilitas (fdp) tertentu, misalnya p(Z t ).
Setiap
himpunan
Zt.,
misalnya
Zt,…,Zt+r mempunyai
fdp
bersama
p(Z t 1 ,…,Z tr ), jika suatu proses statistic mempunyai fdp bersama p(Z t + n1 ,…,Z t + nm ) yang independen dengan t, sebarang pilihan n 1 ,n 2 ,…,n m
yang mempunyai
struktur
probabilistik tidak berubah dengan berubahnya waktu. Proses seperti ini dinamakan stasioner, jika tidak demikian maka proses itu dinamakan non stasioner.
Universitas Sumatera Utara
Untuk proses Gaussian yang didefinisikan dengan sifat bahwa fkp yang berkaitan dengan sebarang himpunan waktu adalah normal multivariate, stasioneritasnya hanya memerlukan stasioneritas tingkat dua.
Dengan demikian biasanya cukup puas dengan
stasioneritas tingkat dua, yang dinamakan stasioneritas lemah dengan mengharapkan asumsi normalitas yang berlaku.
Runtun waktu yang stasioner pada umumnya jarang sekali dijumpai dalam praktek namun stasioneritas merupakan asumsi yang sangat bermanfaat dalam mengestimasi runtun waktu. Pada tahun 1970-an Box-Jenkins membahas tentang model runtun waktu klasik, termasuk didalamnya model autoregresif klasik. Dalam perkembangannya model autoregresi itu mempunyai dua macam yakni model autoregresif yang stasioner dan model autoregresif yang tidak stasioner (nonstasioner). Pada runtun waktu yang stasioner biasanya bisa langsung dilakukan estimasi terhadap parameter- parameter yang ada, tetapi untuk model runtun waktu yang tidak stasioner perlu dilakukan langkah untuk menjadikan runtun waktu itu stasioner dulu, kemudian mengestimasi parameter-parameternya.
Jika data asli menunjukan adanya ketidakstasioneran, maka perlu dilakukan transformasi, apabila ragam runtun aslinya telah stasioner tetapi nilai tengah
runtun
menunjukan keadaan yang tidak stasioner maka untuk menghilangkan ketidakstasioneran itu digunakan metode pembeda (diferensi). Cara ini akan membuat runtun waktu selisih (derajat tertentu) nilai-nilai yang beurutan dari runtun aslinya Zt (ditulis Wt=Zt-Zt-1) menjadi stasioner, yang dipandang bahwa Zt sebagai integrasi runtun waktu Wt yang dikenal sebagai proses autoregresife integrated moving average (ARIMA), sehingga ketentuan yang berlaku pada proses ARMA barlaku pula untuk proses ARIMA.
Proses ARIMA yang tidak mempunyai proses moving average disebut ARI(p,d) atau ARIMA (p,d,0). Model ini mempunyai beberapa macam model, diantaranya model autoregresif atau ARIMA(1,d,0), (2,d,0), (1,1,0), (2,1,0), (2,2,0) dan (p,d,0).
Model runtun waktu yang tidak stasioner dikelompokan menjadi dua yaitu model runtun waktu tak stasioner (nonstasioner) homogen dan runtun waktu tak stasioner
Universitas Sumatera Utara
(nonstasioner) tak homogen. Runtun waktu nonstasioner yang homogen ditunjukkan oleh selisih (perubahan) nilai-nilai yang berurutan secara stasioner. Proses runtun waktu ARIMA (1,1,0) Box-Jenkins klasik ditulis dalam bentuk:
(1- φ B){(1-B) Z t - µ } = α t
Selanjutnya misalkan Z 1 ,Z 2 ,…,Z n
adalah sekumpulan observasi dan telah
diidentifikasikan suatu model yang diperkirakan telah menghasilkan observasi itu dengan memandang observasi itu sebagai variabel random yang diambil dari distribusi bersama 2
p(W│ φ , µ , σ a ), dengan φ , µ dan
σ
2 a
adalah parameter-parameter yang tidak diketahui,
sedangkan W menunjukkan barisan atau vector yang stasioner dan merupakan selisih observasi
di atas. Dari fungsi bersama tersebut dapat ditentukan estimasi maksimum
Lielihoodnya.
1.2
Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah menentukan nilai-nilai parameter pada model ARIMA (1,1,0) Box-Jenkins dengan mengegunakan metode maksimum likelihood.
1.3
Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini penulis menggunakan buku-buku berikut sebagai sumber utama, diantaranya:
1. Bain dan Engelhardt: Bentuk umum proses runtun waktu Arima (1,1,0) BoxJenkins adalah: Φ (B) {(1 − B )Zt − µ } = α t
Universitas Sumatera Utara
Dimana: Φ
= Fungsi autokorelasi parsial (fkp)
B
= Operator autoregresif stasioner
Zt
= Runtun waktu stasioner
µ
= Rata-rata populasi
αt
= Garisan variabel random yang independent 2. Arthanari, T. S dan Dodge, Y : Fungsi Likelihood untuk model ARIMA (1,1,0)
Box-Jenkins dapatt dikontruksikan melalui asumsi kenormalan dan independensi dari α t dengan distribusi probabilitas bersamanya p(a 1 , a 2 ,..., α t | φ , σ a2 ), dan fungsi
densitas bersama W n adalah p(W n | φ , σ a2 ) dan fungsi likelihood untuk parameterparameternya adalah:
Dimana: L
= Fungsi Likelihood
φˆ
= Estimator untuk parameter φ
σ a2
= Estimator untuk parameter σ
Wn
= Runtun waktu stasioner setelah dilakukan differensi
π
= Nilai konstan (3,14)
n
= Banyak data sampel
Mn
= Matriks simetri ukuran nxn
exp
= Eksponensial bilangan konstan (2,7183)
S( φ )
= Fungsi jumlah kuadrat untuk φ
P
= Fungsi densitas probabilitas
Dalam proses maksimum likelihood, bentuk |M (n1,0 ) | untuk ukuran sampel kecil atau sedang dapat diabaikan karena tidak berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh. Sedangkan parameter-parameter yang diestimasi masuk pada
Universitas Sumatera Utara
bentuk jumlah kuadrat S( φ ) dan mendominasi log fungsi likelihood sehingga langkah untuk memperoleh estimatornya yaitu dengan cara meminimumkan S( φ ) dengan metode kuadrat terkecil sehingga diperoleh:
Dimana:
φˆ
= Estimator untuk parameter φ
D
= Matriks simetri ukuran (p+1)x(p+1)
W
= Runtun waktu stasioner setelah dilakukan differensi
σ a2
= Estimator untuk parameter σ
S( φ )
= Fungsi jumlah kuadrat untuk φ
n
= Banyak data sampel
1.4
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguraikan cara mengestimasi parameter pada model ARIMA (1,1,0) Box-Jenkins dengan meminimumkan jumlah kuadrat mengunakan maksimum Likelihood.
1.5
Kontribusi Penelitian
1. Mengembangkan fungsi estimasi maksimum likelihood dan penggunaannya dalam peramalan. 2. Meningkatkan pemahaman yang baik dalam rangka menerapkan fungsi estimasi maksimum likelihood dalam statistika maupun penerapannya dengan ilmu lain.
Universitas Sumatera Utara
1.6
Metode Penelitian
Uraian metode yang digunakan dalam penelitian secara rinci sebagai berikut: 1. Dengan melakukan studi literatur terlebih dahulu mengenai estimasi maksimum likelihood model ARIMA (1,1,0) Box-Jenkins. 2. Memparkan
langkah-langkah
yang
diperlukan
untuk
menentukan
nilai-nilai
parameter pada model ARIMA (1,1,0) yang homogen dengan menggunakan metode maksimum likelihood. 3. Mengidentifikasi masalah penentuan selisih proses autoregresif tak stasioner sehingga menjadi stasioner. 4. Aplikasi fungsi likelihood untuk model ARIMA (1,1,0) dan model-model autoregresif (ARI) dan estimasi likelihood pada model ARIMA (1,1,0) Box-Jenkins yang homogen. 5. Mengambil kesimpulan dari analisa yang diperoleh.
Universitas Sumatera Utara