BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Kota Palopo merupakan kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang telah
ditetapkan sebagai kota otonom berdasar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Kabupaten Mamasa dan Kota Palopo di Provinsi Sulawesi Selatan. Secara Geografis, Kota Palopo terletak antara 2° 53'15? – 3° 04'08? Lintang Selatan dan 120° 03'10? – 120° 14'34? Bujur Timur. Terbentang dengan luas 247,52 km², Kota Palopo memiliki wilayah administrasi meliputi 9 Kecamatan yang berbatasan dengan Kecamatan Walenrang Kabupaten Luwu di sebelah utara, Teluk Bone di sebelah timur, Kecamatan Bua Kabupaten Luwu di sebelah selatan, dan Kecamatan Tondon Nanggala Kabupaten Toraja Utara di sebelah barat. Dinamika Kota Palopo tergolong cukup tinggi karena ragam potensi yang dimiliki baik dari sektor pertanian, pariwisata, perdagangan, industri, maupun dari sektor jasa. Sektor pertanian di Kota Palopo merupakan sektor yang dominan dibanding sektor lain. Namun, sebagian besar area pertanian menempati wilayah perbukitan, kelerengan yang terjal dan kondisi batuan/tanah yang tidak mendukung kestabilan lereng. Kondisi tersebut merupakan ancaman yang serius terhadap sektor pertanian yang berpotensi mengalami tanah longsor. Ruas jalan Rantepao – Palopo yang membentang sejauh 61 km menjadi jalan penghubung antara Kota Palopo dan Kabupaten Toraja Utara (Rantepao). Kondisi geografis jalanan berkelok, terletak di daerah perbukitan dan disertai jurang yang cukup curam. Hal ini menjadikan ruas jalan tersebut sangat rentan terhadap terjadinya pergerakan tanah atau longsor. Mengingat pentingnya ruas jalan tersebut sehingga perlu dilakukan penanggulangan secara tepat dan sistematis. Berdasar Laporan Tim Teknis Ditjen Bina Marga, longsoran yang terjadi pada minggu malam tanggal 8 November 2009 mengakibatkan kerugian materiil dan immateriil yang luar biasa besarnya, sehingga dikategorikan sebagai bencana nasional. Bencana tanah longsor tersebut dipicu oleh hujan dengan intensitas
1
2
tinggi yang disertai angin kencang. Longsoran lereng tersebar sepanjang 15,4 km dengan tipe longsoran bervariasi, aliran material (debris flow) berupa batu besar/boulders besar sekali dan aliran tanah (soil flow) berpasir dengan disertai tumbangnya pepohonan menerjang badan jalan hingga ke lembah dibawahnya. Berdasar identifikasi lapangan pada 19 November 2009, terdapat 40 titik longsor skala besar dan menengah, sedangkan skala kecil terdapat sekitar 80-an titik longsor. Dimana terdapat juga 15 titik yang tidak dapat dilalui kendaraan roda 4 sepanjang 2,3 km dimulai dari km 360+600 sampai dengan km 362+900. Tidak hanya itu, kejadian longsor ini juga menyebabkan 13 korban jiwa meninggal dunia serta 10 rumah tertimbun dan tertimpa longsor. Penggambaran kerusakan sebagai dampak terjadinya tanah longsor di ruas jalan Rantepao – Palopo tersebut dapat disajikan melalui beberapa foto kejadian pada Gambar 1.1, Gambar 1.2, dan Gambar 1.3.
Gambar 1.1 Kejadian tanah longsor ruas jalan Rantepao – Palopo pada titik lokasi kejadian km 361 + 950
3
Gambar 1.2 Kejadian tanah longsor ruas jalan Rantepao – Palopo pada titik lokasi kejadian km 361 + 300
Gambar 1.3 Kejadian tanah longsor ruas jalan Rantepao – Palopo pada titik lokasi kejadian km 356 + 275 Permasalahan ini menjadi prioritas penanganan oleh Pemerintah Kota Palopo dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam bidang transportasi, mengingat jalan tersebut merupakan jalur penghubung Kota Palopo dan Kota Rantepao. Untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan yang lebih luas, maka diperlukan penanggulangan untuk mengantisipasi risiko terjadinya bencana. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah melakukan pengelolaan risiko bencana melalui kajian terhadap potensi tanah longsor yang kemudian dituangkan dalam
4
bentuk peta risiko tanah longsor sebagai upaya mitigasi terjadinya bencana tanah longsor di sepanjang ruas jalan Rantepao – Palopo. 1.2
Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk melakukan pemetaan terhadap
kerawanan terjadinya bencana tanah longsor di sepanjang ruas jalan Rantepao – Palopo, khususnya di dalam wilayah penelitian di Kecamatan Wara Barat sehingga dapat diminimalkan risiko yang timbul dari bencana alam tersebut. Hal ini dilakukan mengingat pentingnya fungsi ruas jalan Rantepao – Palopo sebagai infrastuktur utama Kota Palopo. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1.
memberikan gambaran kondisi faktor pengontrol dan pemicu terjadinya bencana tanah longsor pada ruas jalan Rantepao – Palopo,
2.
pemetaan wilayah rawan bencana longsor pada ruas jalan Rantepao – Palopo,
3.
memberikan rekomendasi sebagai upaya mitigasi bencana tanah longsor di ruas jalan Rantepao – Palopo.
1.3
Batasan Penelitian Dalam penelitian ini digunakan beberapa batasan agar lebih terarah, yaitu:
1.
lokasi penelitian adalah ruas jalan Rantepao – Palopo yang berada di Kecamatan Wara Barat, Kota Palopo,
2.
Sistem Informasi Geografis (GIS) digunakan dalam melakukan analisis pemetaan kerawanan dan risiko,
3.
skoring pembobotan indikator mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22/PRT/M/2007 yang dilakukan modifikasi sesuai dengan kondisi wilayah penelitian,
4.
indikator kegempaan, indikator drainase dan indikator pembangunan konstruksi tidak ditinjau dalam penelitian ini.
5
1.4
Keaslian Penelitian Kajian dan penelitian tentang risiko terjadinya tanah longsor sudah banyak
dilakukan. Masing-masing penelitian maupun kajian dilakukan dengan metode pembobotan maupun acuan yang berbeda, demikian pula dengan penilaian setiap variabel yang digunakan. Hal ini dilakukan oleh pelaku penelitian atau kajian berdasarkan kepentingan dan peruntukannya. Penelitian-penelitian terdahulu tercantum dalam Tabel 1.1 sebagai berikut ini.
5
4
3
2
1
No
Kartika Sari
Dwi Haryanto
Farul Hasan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007
Leang Sopheap
Peneliti
2010
2009
2008
2007
2007
Tahun
Desa Muncar Kec. Gemawang, Kabupaten Temanggung, Prov. Jawa Tengah
Kota Semarang, Prov. Jawa Tengah
Dusun Gunung Kelir, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulonprogo
Tipologi Zona Zona Tipe A Zona Tipe B Zona Tipe C
Area Piyungan, Patuk, Prov. Yogyakarta
Lokasi
1 : 12.500
1 : 110.000
1 : 3.000
1 : 50.000
1 : 50.000
Skala
Kelerengan Jenis tanah dan geologi Curah hujan Tata guna lahan Kelerengan Jenis Tanah Litologi Curah Hujan Tata Air Lereng Kegempaan Vegetasi Kelerengan Kerapatan Bolder Jarak dari Tekuk Lereng Arah Runtuhan Kelerengan Morfologi Litologi Geologi Teknik Jenis Tanah Curah hujan Elevasi Jarak dari sesar Jarak Dari Sungai Arah Lereng Geologi Kelerengan Morfologi Jarak dari sesar Jarak dari sungai Ketinggian
• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
Aspek
Nilai Kerentanan (SPI)
5 5 4 4 3 2
25 23 12 10 8 6 4 4 4 4
20 % 20 % 20 % 40 %
30 % 15 % 20 % 15 % 7% 3% 10 %
40 % 30 % 20 % 10 %
Bobot
Pola tanam Pemotongan lereng Percetakan kolam Drainase Pembangunan konstruksi Kepadatan rumah Usaha mitigasi
• Penggunaan lahan • Kepadatan rumah
• Penggunaan lahan • Jarak dari jalan • Kepadatan rumah
• Kepadatan penduduk • Penggunaan lahan
• • • • • • •
• Kepadatan penduduk • Penggunaan lahan
Aspek
Nilai Kerawanan (VPI)
Tabel 1.1. Penelitian dan Kajian Risiko Longsor Yang Telah Dilakukan Sebelumnya
5 5
20 10 10
75 % 25 %
10 % 20 % 10 % 10 % 20 % 20% 10 %
60 % 40 %
Bobot
Analisa spasial dengan nilai RI (Risk Index) RI = (0,7 x SPI) + (0,3 x VPI)
Analisa spasial dengan nilai RI (Risk Index) RI = (0,7 x SPI) + (0,3 x VPI)
Formula BAKORNAS Risiko = Bahaya Kerentanan dibagi Kapasitas
Potensi longsor berdasar Aspek Fisik Alami dan Aspek Aktivitas Manusia Total Nilai = (Total Bobot Tertimbang Aspek Fisik Alami + Total Bobot Tertimbang Aspek Aktivitas Manusia) : 2
Analisa spasial dengan nilai RI (Risk Index) RI = (0,7 x SPI) + (0,3 x VPI)
Tingkat Risiko
6
8
7
6
No
Ridha Perkasa
Nukky Meiliana
Tito Palawa Nusanto
Peneliti
Lanjutan Tabel 1.1
2012
2011
2011
Tahun
Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah
Ruas Jalan Lahat – Pagaralam, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan
Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat
Lokasi
1 : 50.000
1 : 50.000
1 : 50.000
Skala
Kemiringan lereng Jenis tanah, Litologi Curah hujan, Tata air lereng Kegempaan Vegetasi.
• • • • • • • Kemiringan lereng Kondisi tanah Kerapatan struktur Curah hujan Tata air lereng Kegempaan Vegetasi
Kemiringan lereng Kondisi tanah, Batuan penyusun lereng Curah hujan, Tata air lereng/jarak sungai dengan jalan • Vegetasi
• • • • •
• • • • • • •
Aspek
Nilai Kerentanan (SPI)
12,5 % 27,5 % 25 % 15 % 5% 5% 10 %
13 %
30 % 15 % 20 % 15 % 7%
30 % 15 % 20 % 15 % 7% 3% 10 %
Bobot
Pola tanam Pemotongan lereng Percetakan kolam Kepadatan penduduk Usaha mitigasi
Pola tanam Percetakan kolam Drainase Pembangunan konstruksi Kepadatan penduduk Usaha mitigasi
• Pola tanam • Penggalian dan pemotongan lereng • Pencetakan kolam • Drainase • Pembangunan konstruksi • Kepadatan penduduk • Usaha mitigasi
• • • • •
• • • • • •
Aspek
Nilai Kerawanan (VPI)
10 % 10 % 20 % 20 % 10 %
10 % 20 %
20 % 20 % 25 % 15 % 20 %
15 % 15 % 10 % 20 % 25 % 15 %
Bobot
?= k
(n max-n min)
Klasifikasi Tingkat Risiko berdasar Interval Kelas
Potensi longsor berdasar Aspek Fisik Alami dan Aspek Aktivitas Manusia Total Nilai = (Total Bobot Tertimbang Aspek Fisik Alami + Total Bobot Tertimbang Aspek Aktivitas Manusia) : 2
Potensi longsor berdasar Aspek Fisik Alami dan Aspek Aktivitas Manusia Total Nilai = (Total Bobot Tertimbang Aspek Fisik Alami + Total Bobot Tertimbang Aspek Aktivitas Manusia) : 2
Potensi longsor berdasar Aspek Fisik Alami dan Aspek Aktivitas Manusia Total Nilai = (Total Bobot Tertimbang Aspek Fisik Alami + Total Bobot Tertimbang Aspek Aktivitas Manusia) : 2
Tingkat Risiko
7