BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1.1.1
Bencana Bencana merupakan suatu peristiwa yang menyebabkan timbulnya kerugian
dan
korban jiwa. Indonesia juga mengalami beberapa bencana alam maupun
bencana akibat tindakan manusia. Bencana alam sendiri seperti bencana gunung berapi, gempa bumi, tsunami, angin topan dan lain-lain. Sedangkan bencana yang timbul akibat perbuatan manusia seperti banjir, kebakaran, konflik, dsb. Meningkatnya intensitas terjadinya bencana di Indonesia mendorong setiap pihak yang
berkepentingan
untuk
lebih
mewaspadai
dan
menata
manajemen
penanggulangan bencana. Lambatnya manajemen penanggulangan bencana bisa berakibat fatal, seperti bertambahnya jumlah korban meninggal, lamanya prosess evakuasi, kacaunya pendistribusian bantuan, tidak memadainya fasilitas tanggap darurat dan lamanya rekonstruksi infrastruktur pasca bencana. Hingga saat ini penampungan penduduk korban bencana dan penempatan fasilitas darurat banyak menggunakan tenda dan bangunan darurat yang dibangun menggunakan sistem struktur dan teknologi konvensional yang memerlukan waktu lama serta biaya yang besar.
Gambar 1. Keadaan Pengungsi Didalam Tenda Sumber : http://geotimes.co.id/kondisi-warga-korban-kebakaran-tanah-abang/ diakses 4 April 2015
1
2 Menurut buku transitional shelter guidelines tahun 2012 mengatakan bahwa tenda akan diganti 2 sampai 15 kali jika digunakan oleh beberapa keluarga karena daya tahan tenda sangat kurang pada jangka waktu tertentu walaupun biaya yang akan dikeluarkan rendah. Menurut Kepala Seksi Operasional Sudin Damkar dan PB Jaktim Idris DN mengatakan bahwa koordinasi penanggulangan bencana sementara ini masih lemah. Dari sisi logistik, DKI sudah siap, seperti untuk makanan dan selimut bagi pengungsi. Walaupun demikian, Jokowi mengakui masih ada kekurangan, yaitu toilet, tenda komando, dan air bersih. Toilet hanya ada 13, padahal kebutuhan kurang lebih 64 unit. Tenda besar juga kurang sehingga mengakibatkan orang mengungsi di kolong jembatan dan jangan sampai ada orang minta-minta di jalan. Sebagai contoh tenda kesehatan yang selama ini digunakan oleh tim medis, penggunaannya tidak sebagaimana mestinya. Ketika suhu mulai tinggi karena tidak ada aliran udara, sehingga udara di dalam tenda tidak dapat bersirkulasi dengan baik maka pihak medis akan menggulung membran tenda. Padahal kebersihan dan kesterilan tenda kesehatan sangatlah penting. Menurut Budi Aksomo, Kepala Sub Seksi Logistis Badan Penanggulangan Bencana Daerah ( BPBD ) Kabupaten Bogor, saat bencana longsor di Bogor pihaknya tidak memprioritaskan warga dievakuasi ke tenda penampungan mengingat kondisi cuaca yang sering hujan tidak baik dan tidak menyenangkan bagi pengungsi untuk tinggal di tenda. Kemudian para kondisi warga korban kebakaran Tanah Abang yang mengungsi di area parkir truk di kelurahan Kebon Melati, Jakarta, (10/3). Sejumlah warga bertahan hidup di tenda pengungsian yang beralasakan terpal dan lingkungan yang bersebelahan dengan tempat pembuangan sampah.
Gambar 2. Foto Pengungsian 1 Sumber : http://geotimes.co.id/kondisi-warga-korban-kebakaran-tanah-abang/ diakses 4 April 2015
3
Gambar 3. Foto Pengungsian 2 Sumber : http://geotimes.co.id/kondisi-warga-korban-kebakaran-tanah-abang/ diakses 4 April 2015
Sedangkan keadaan pengungsian diluar Jakarta yaitu Aceh pasca bencana tsunami dan gempa. Terhitung mulai 1 Juni 2006, Aceh harus bebas dari tenda. Hal itu menjadi awal mula penjajakan pembuatan shelter sebagai alternatif penampungan pengungsi. Alasan tidak menggunakan tenda karena kondisi tenda darurat yang sangat tidak layak huni akibat buruknya sanitasi. Tidak manusiawi membiarkan orang-orang berada di tenda setahun lebih pasca tsunami. Tetapi keberadaan shelter bukanlah tanpa masalah. Permasalahannya adalah pembangunan atau penempatan yang terpencar seperti di Desa Lampaseh yang letaknya menyebar sehingga memberikan dampak penanganan shelter tidak seserius penanganan di barak. Tetapi terdapat kekurangan juga pada barak yaitu secara tidak langsung menyebabkan pengungsi memiliki kecenderungan untuk mengharapkan daripada hidup mandiri. Bencana selalu memberikan kerugian, seperti kerusakan properti, penderitaan manusia, dan kehilangan. Korban harus pindah sementara ke basecamp atau tempat penampungan ketika rumah mereka rusak. Mereka pada dasarnya menjadi pengungsi yang tinggal di tenda-tenda tanpa batas , sekolah , atau fasilitas umum lainnya yang tidak terkena banjir atau kebakaran. Penempatan di sekolah atau pun fasilitas lain akan menggangu fungsi kegiatan sebelumnya. Untuk memperbaiki rumah penduduk dan sarana pra-sarana lokasi yang terkena bencana, diperlukan waktu dan bantuan dari pemerintah. Waktu tersebut disesuaikan dengan kondisi rusaknya lingkungan dan tempat tinggal sehingga diperlukan tempat dan lingkungan baru sementara untuk menampung warga
4 pengungsi. Daerah evakuasi harus dapat memenuhi sarana pra-sarana serta kebutuhan sementara selama masa perbaikan rumah mereka yang rusak. Tetapi masih banyak masalah sanitasi, air bersih, dan tenda yang masih sulit dipenuhi akibat jarak lokasi bencana, keadaan cuaca dan lain-lain.
1.1.2
Sistem Pembangunan Sistem penanggulangan bencana sekarang masih belum menggunakan sistem
teknologi yang efisien dan cepat dalam pembangunan. Sebagai contoh bencana tsunami 2004, harapan pengungsi korban Tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam, untuk segera direlokasi ke barak-barak pengungsi harus tertunda. Hal ini diakibat karena persiapan lahan lambat karena para pekerja terlebih dahulu membersihkan lahan yang sebelumnya dipenuhi pepohonan. Sedangkan material bangunan khususnya kayu, harus didatangkan dari Riau dan Kalimantan. Akibat pembangunan yang lama maka diperlukan perbaikan dalam sistem management penanggulanan bencana dari segi hunian sementara. Hunian dapat dikembangkan menggunakan sistem yang lebih cepat, yang menggunakan teknologi bangunan, fabrikasi, mobilitas dan efisiensi yang tinggi.
Gambar 4. Aceh Barak Sumber : news.liputan6.com diakses 11 Maret 2015
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana modeling hunian sementara yang efisien dan cepat untuk mitigasi bencana di Jakarta ?
5
2. Bagaimana cara mendesain hunian sementara yang dapat menyesuaikan dengan fleksibilitas jumlah korban untuk mitigasi bencana di Jakarta ?
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dan Tujuan dari Penelitian adalah :
1. Membuat hunian sementara yang difungsikan saat keadaan darurat yang efisien dan cepat dengan menggunakan metode knock down, folding atau G – Feet Sticky untuk mitigasi bencana di Jakarta. 2. Membuat hunian sementara yang dapat menyesuaikan dengan fleksibilitas jumlah korban untuk mitigasi bencana di Jakarta. 3. Dari metode tersebut akan dikembangkan menjadi sistem unit berkembang yang efektif, cepat dan menyesuaikan dengan fleksibilitas jumlah korban.
1.4
Ruang Lingkup
1.4.1
Ruang Lingkup Pembahasan
1. Laporan penelitian ini merupakan penelitian tentang modeling sistem bangunan unit berkembang untuk mitigasi bencana dengan meminjam lokasi di Lapangan Bola Urip Sumoharjo. 2. Objek dari penelitian ini adalah sistem bangunan unit berkembang. 3. Penelitian akan membahas tentang modeling sistem bangunan unit berkembang yang akan disesuaikan dengan jumlah penghuni. Hunian sementara dibuat dengan metode knock down, folding atau G – Feet Sticky agar efisien dan cepat dalam pembangunan.
1.4.2
Ruang Lingkup Kawasan Lokasi penelitian berada di Lapangan Bola Urip Sumoharho, Jakarta Timur.
Lokasi dipilih karena lokasi berada di dekat daerah Kampung Melayu yang merupakan kawasan permukiman padat penduduk yang sering terkena bencana banjir dan rentan terhadap bencana kebakaran. Lokasi berada disebelah jalan utama yaitu Jalan Matraman Raya sehingga mudah dalam pencapaian maupun jalur sirkulasi untuk kebutuhan kendaraan evakuasi. Sedangkan modeling hunian akan meminjam beberapa contoh kasus lokasi berkontur, berlumpur sebagai alternatif bentuk.
6 Batas wilayah : Utara
: Permukiman Penduduk
Selatan
: Hotel Alia Matraman, Polres Metropolitas Jakarta Timur.
Barat
: Bank DKI Kantor Kas Pasar Jatinegara.
Timur
: Pusat Grosir Jatinegara
Peruntukan
: lokasi dan jalur evakuasi bencana.
Alamat
: Jalan Jendral Urip Sumohrjo.
Luas keseluruhan taman
: 11.691 meter2.
Gambar 5. Peta Satelit Lokasi Tapak Sumber : Google Earth 2015 diakses 2 April 2015