BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya warga keturunan Tionghoa yang menetap di Indonesia, membuat masyarakat Indonesia lama kelamaan beradaptasi dengan kebudayaankebudayaan Tionghoa tersebut dan mulai timbul ketertarikan. Salah satu kebudayaan yang dibawa oleh orang Tionghoa adalah kesenian Barongsai atau Lion Dance dalam bahasa Inggris. Kesenian barongsai diperkirakan masuk di Indonesia pada abad-17, ketika terjadi migrasi besar dari Tiongkok Selatan. Perkembangan Barongsai sempat terhenti pada masa pemerintahan Presiden Soeharto tahun 1965 setelah meletusnya Gerakan 30 S/PKI. Dengan adanya Intruksi Presiden No 14 Tahun 1967 tentang agama, kepercayaan, dan adat istiadat Cina tanggal 6 Desember 1967, maka pertunjukan barongsai, arak-arakan toapekong dan perayaan Imlek hanya boleh dirayakan dalam lingkungan keluarga saja. (Greif 1994:39). Namun, perubahan situasi politik yang terjadi di Indonesia setelah tahun 1998 membangkitkan kembali kesenian Barongsai. Bangkitnya kembali kesenian |1
Barongsai di Indonesia ini berawal dari dukungan Mantan Presiden Abdurahman Wahid terhadap kebudayaan Tionghoa. Pada tanggal 18 Januari 2000, Pemerintah mengumumkan Keputusan Presiden No. 6 Tahun 2000 yang mencabut Intruksi Presiden No. 14 Tahun 1967. Sejak saat itu, masyarakat Tionghoa di indonesia dinyatakan bebas kembali menjalankan acara-acara agama, kepercayaan, dan adat istiadat mereka (Sudjoko 2001:108). Setelah itu, kesenian Barongsai mulai mengalami perkembangan. Barongsai mulai sering dipentaskan bahkan dipertandingkan. Tidak hanya sebagai sebuah seni pertunjukan namun juga sebagai sebuah cabang olahraga. Olahraga Barongsai memiliki induk organisasi yaitu Federasi Olahraga Barongsai Indonesia (FOBI). FOBI adalah wadah dari olahraga barongsai yang berada di Indonesia dan berada dibawah naungan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). FOBI berdiri pada tanggal 9 Agustus 2012 di Jakarta dan pada tanggal 11 Juni 2013, FOBI resmi masuk KONI. Pada PON XIX di Jawa Barat mendatang, Barongsai akan dipertandingkan pertama kali sebagai cabang olahraga eksibishi. Federasi Olahraga Barongsai Indonesia juga telah mengirimkan atlet barongsai untuk mengikuti Kejuaraan Dunia Barongsai International Dragon and Lion Dance Federation (IDLDF) ke 5, yang diselenggarakan di Putian, Fujian, China, 14-18 November 2013. Hasilnya Tim FOBI Indonesia berhasil meraih 3 perak dan 2 perunggu. (Dikutip dari website FOBI). Kini barongsai bukan lagi hanya sebagai sarana ritual, namun sudah menjadi sebuah olahraga dengan seni akrobatik yang dapat dimainkan oleh seluruh masyarakat tanpa membedakan suku, agama, ras, jenis kelamin, status sosial, dll. Kini di Indonesia, khususnya di Bali telah banyak lahir klub pelatihan Barongsai. Untuk di Bali sendiri terdapat 20 klub Barongsai (Data FOBI Provinsi Bali 2013) yang tersebar di beberapa Kabupaten di Bali. Jumlah klub tersebut terus meningkat sejak klub pertama berdiri tahun 2000, yakni perkumpulan Mutiara Naga dari Klenteng Tanah Kilap, Denpasar. Hal ini menandakan bahwa peminat olahraga Barongsai terus meningkat setiap tahunnya. Namun peningkatan jumlah klub serta peminat Barongsai tersebut belum diikuti dengan prestasi yang diraih. Olahraga barongsai di Bali hingga saat ini belum bisa menunjukkan prestasi di tingkat nasional. Hanya ada satu perkumpulan yang pernah mengikuti
|2
kejuaraan di Surabaya, dan meraih juara 1 Barongsai kategori tradisional, yakni perkumpulan Pusaka Tantra dari Kuta, Badung. Klub yang lainnya belum pernah mengikuti kejuaraan. (Survei 2014) Olahraga
Barongsai di Bali sebenarnya memiliki potensi untuk
berprestasi. Hal tersebut dibuktikan dengan terus bertambahnya jumlah klub-klub Barongsai di Bali. Semakin banyak klub tentunya akan menambah ketat persaingan yang sehat diantara klub-klub tersebut. Namun, di Bali, talenta-talenta atlet Barongsai tersebut belum pernah dipertandingkan pada event kejuaraan. Belum meningkatnya prestasi olahraga Barongsai di Bali disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya ialah, Bali belum memiliki tempat yang representatif dan secara khusus berfungsi untuk menyelenggarakan pertandingan Barongsai. Beberapa GOR di Bali kurang layak untuk menyelenggarakan pertandingan Barongsai, karena beberapa GOR tersebut tidak khusus didesain untuk olahraga Barongsai melainkan didesain untuk cabang olahraga lain seperti basket, voli, bulutangkis, dll. Maka dari itu kebutuhan ruang yang diperlukan pun berbeda. Kekurangan tersebut terlihat pada Kejuaraan Barongsai yang diselenggarakan pada 13-14 Oktober 2014 di GOR Lila Bhuana Denpasar. Selain wadah, penyebab lainnya ialah karena awamnya pengetahuan klubklub barongsai di Bali tentang standar aturan pertandingan Barongsai yang dikeluarkan oleh IDLDF (International Dragon and Lion Dance Federation), sehingga diperlukan banyak pelatihan-pelatihan untuk pelatih, juri dan para atlet oleh FOBI (Federasi Olahraga Barongsai Indonesia). Oleh sebab itu, judul 'Arena Kompetisi dan Pusat Pelatihan Barongsai' diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang ada. Arena Kompetisi ini diharapkan mampu menciptakan iklim kompetisi yang sehat agar dapat mengangkat prestasi olahraga Barongsai khususnya di Provinsi Bali. Selain itu, tempat pelatihan ini diharapkan mampu menampung dan memfasilitasi pelatihan para atlet Barongsai serta pelatihan untuk para pelatih dan juri olahraga Barongsai di Provinsi Bali. Semakin banyak wadah untuk menempa generasi muda melalui olahraga, maka akan semakin besar kesempatan untuk meluruskan jalan generasi penerus bangsa agar lebih mengarah ke aktifitas positif.
|3
1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah pada laporan landasan konsepsual perencanaan dan perancangan ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana spesifikasi umum dan khusus untuk sebuah fasilitas Arena Kompetisi Dan Pusat Pelatihan Barongsai tersebut? 2. Apa program ruang dan tapak yang sesuai untuk sebuah fasilitas Arena Kompetisi Dan Pusat Pelatihan Barongsai tersebut? 3. Bagaimana tema serta konsep perancangan yang tepat untuk fasilitas Arena Kompetisi Dan Pusat Pelatihan Barongsai tersebut?
1.3 Tujuan Tujuan pada laporan landasan konsepsual perencanaan dan perancangan ini terbagi menjadi 2, yakni sebagai berikut: a) Tujuan Proyek Sebagai sarana pengenalan dan pendidikan non formal akan olahraga Barongsai melalui kegiatan pelatihan dengan sarana dan prasarana yang lebih baik dan dengan waktu latihan yang berkala. Diharapkan menjadi wadah yang baik bagi generasi muda untuk berlatih Barongsai guna meningkatkan prestasi olahraga Barongsai Provinsi Bali di Tingkat Nasional maupun International. b) Tujuan Penulisan Menyusun landasan konseptual Arena Kompetisi Dan Pusat Pelatihan Barongsai di Denpasar, yang akan ditransformasikan ke dalam desain arsitektur. Landasan konseptual tersebut berupa rumusan spesifikasi umum dan khusus, program ruang dan program tapak serta tema yang mengikat konsep perancangan yang tepat untuk fasilitas Arena Kompetisi Dan Pusat Pelatihan Barongsai.
1.4 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu teknik pengumpulan data, pengolahan data, dan penyimpulan. 1.4.1. Teknik Pengumpulan Data Data yang dikelompokkan terdiri dari dua jenis data yaitu :
|4
a) Data primer Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya serta semua keterangan yang untuk pertama kalinya diamati dan dicatat oleh peneliti (Bungin, 2004:122). Data primer ini diperoleh melalui : • Interview/wawancara Mengadakan wawancara dengan para ahli pihak-pihak terkait untuk memperoleh data-data yang digunakan untuk pendekatan dan penganalisisan data. Dalam perencanaan arena kompetisi dan pusat pelatihan barongsai ini pihak pihak yang perlu untuk di wawancarai antara lain: Bapak Cahaya Wirawan Hadi selaku Ketua FOBI Provinsi Bali Jerry Kho selaku atlet Barongsai dari Klub Surya Naga Surabaya yang berpengalaman mengikuti kejuaraan nasional maupun internasional. Dan beberapa pengurus klub-klub barongsai yang ada di Bali termasuk para atlet-atletnya. • Studi Banding Studi banding dilakukan pada fasilitas-fasilitas sejenis untuk memperoleh gambaran umum tentang proyek yang akan dibuat. Studi banding dilakukan pada GOR Purna Krida, Sasana Barongsai Pusaka Tantra, serta GOR Lila Bhuana pada saat kejuaran BISW 2014. b) Data sekunder : Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari pihak lain, artinya data tersebut tidak diusahakan sendiri pengumpulannya (Bungin: 2004:122). Data sekunder diperoleh melalui : • Studi literatur Pengumpulan data penunjang sebagai bahan pertimbangan proses perencanaan dan perancangan yang terdiri dari buku-buku, jurnal, koran, internet, dan lain-lain, yang terkait dengan Arena Kompetisi Dan Pusat Pelatihan Barongsai. • Survey instansional Melakukan survey ke instansi-instansi terkait guna memperoleh data yang berhubungan dengan pengadaan proyek.
|5
1.4.2 Teknik Pengolahan Data Teknik pengolahan data yang dilakukan terdiri dari tiga tahapan yaitu : • Kompilasi data Data yang telah dikumpulkan dikelompokkan dengan kriteria data masingmasing yang kemudian dicari kaitannya antara yang satu dengan yang lainnya. • Analisis data Berdasarkan kompilasi data, dilakukan analisis dengan berbagai pertimbangan. Teknik analisis dilakukan dengan dua cara yaitu : a) Kualitatif, yaitu menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data dan membuat diagramatik seperti menyimpulkan beberapa studi banding dan lain-lain. b) Kuantitatif, yaitu menganalisis data dengan cara perhitungan matematis. Analisis Data yang akan digunakan di dalam proses perancangan ini adalah dengan menyederhanakan seluruh data yang telah dikumpulkan, kemudian menyajikannya secara sistematis. Selanjutnya, data-data tersebut diolah, ditafsirkan dan kemudian digunakan dalam setiap proses perancangan yang dilakukan. • Sintesis Mengintegrasikan setiap permasalahan yang ada ke dalam kelompok-kelompok beserta faktor pengaruhnya sebagai jalan keluar tebaik untuk memecahkan permasalahan. 1.4.3. Teknik Penyimpulan Data Dalam teknik penyimpulan data dipergunakan metode deduksi, yaitu suatu metode penyimpulan data dengan bertolak dari hal – hal umum yang mengarah pada kesimpulan yang sifatnya khusus.
|6