BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Intensitas kegiatan manusia saat ini terus meningkat dalam pemanfaatan
sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun pemanfaatan sumberdaya alam ini khususnya di Daerah Aliran Sungai (DAS) tidak bersamaan dengan meningkatnya kesadaran dalam pengelolaan sumberdaya alam yang lestari sehingga menimbulkan banyaknya kerusakan lingkungan, seperti sering terjadinya banjir, kekeringan, kekurangan air bersih, longsor dan sebagainya. Hal ini menjadi indikator telah terjadinya penurunan kualitas lingkungan dan belum optimalnya pengelolaan sumberdaya alam di dalam suatu daerah aliran sungai (Nugroho, 2003) Permasalahan di atas juga terjadi di DAS Barito yang merupakan salah satu DAS terbesar di Pulau Kalimantan dengan panjang sungai kurang lebih 900 km, meliputi dua provinsi yaitu Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimantan Selatan. DAS Barito menurut Tim Koordinasi Kebijakan Pendayagunaan Sungai dan Pemeliharaan DAS merupakan daerah aliran sungai dalam kategori kritis dengan prioritas I (Bahat dkk, 2009). Sementara dari kualitas airnya karena semakin banyaknya beban pencemaran di badan Sungai Barito sekarang ini kualitas airnya adalah kelas II – IV yang berarti sudah tidak layak sebagai bahan baku air minum (KLH, 2010). Dalam kondisi seperti itu, saat ini tujuh kota di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan air bakunya masih berasal dari DAS Barito ini. Permasalahan lain juga terus meningkat, baik pada DAS bagian hulu maupun DAS bagian hilir. Permasalahan – permasalahan tersebut antara lain dapat dilihat dalam pemberitaan berbagai media seperti pada Gambar 1.1. Sedimentasi dibagian hilir DAS Barito berdasarkan data dari ketua komisi III DPRD Kalimantan Selatan yang membidangi pertambangan dan energi, juga terus mengalami peningkatan akibat tingginya erosi di alur Sungai Barito, pertahun
1
tingkat sedimentasi mencapai 3 juta metric Ton / tahun dengan biaya pengerukan 40 50 Dollar Amerika per metriknya (Antara News, 2013))
Gambar 1.1 Berita - berita tentang kerusakan di DAS Barito di beberapa media online (Sumber : AntaraNews ,2013 dan Metronews, 2013)
Penelitian yang dilakukan oleh Moehansyah
(2006) mengenai tingkat
kerawanan banjir, kekeringan dan kebakaran di beberapa subdas Barito, didapatkan hasil seperti dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1 Tingkat kerawanan Bahaya Banjir, Kekeringan dan Kebakaran di Beberapa Subdas Barito. Sub DAS Barito Tengah Barito Hilir Tabalong Kiwa Tabalong Kanan Balangan Danau Panggang Batang Alai Amandit Bahalayung Tapir Riam Kiwa Riam Kanan Alalak Sumber :
Banjir Rawan Rawan Sangat rawan Sangat Rawan Sangat Rawan Sangat Rawan Sangat Rawan Rawan Sangat Rawan Sangat Rawan Sangat Rawan Rawan Sangat Rawan
Kekeringan Rawan Rawan Rawan Rawan Rawan Rawan Rawan Rawan Rawan Rawan Rawan Rawan Rawan
Kebakaran Rawan Rawan Rawan Rawan Rawan Rawan Rawan Rawan Rawan Rawan Rawan Rawan Rawan
Moehansyah( 2006)
2
Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa semua Sub DAS berada pada kondisi rawan bahkan untuk banjir beberapa diantaranya masuk kategori sangat rawan. Kondisi ini tentunya cukup mengkuatirkan bagi kesehatan DAS Barito jika tidak segera dilakukan penanganan yang serius mengingat DAS ini berada di beberapa wilayah kabupaten dan dua provinsi. Banyaknya wilayah administrasi yang berada di DAS Barito jika tidak ada sinkronisasi dan koordinasi yang baik akan menambah parahnya kondisi kesehatan DAS Barito itu sendiri. 1.2
Perumusan Masalah
.
Kabupaten Murung Raya merupakan salah satu kabupaten baru hasil
pemekaran di Kalimantan Tengah
yang saat ini terus berproses dalam
pembangunannya. Perubahan pemanfaatan lahannya pun berjalan sangat dinamis. Di samping itu kabupaten ini juga merupakan bagian hulu dari DAS Barito yang dalam fungsi ekosistem dan hidrologis DAS menjadi kawasan resapan. Sebagai kawasan hulu DAS Barito, proses pembangunan yang dilakukan seperti pembukaan lahan dan hutan, pembuatan jalan dan infrastruktur lainnya akan membawa dampak juga pada kawasan hilir DAS Barito karena DAS merupakan satu kesatuan ekosistem. Meningkatnya
permasalahan
hidrologis,
hidrogeomorfologis
dan
hidroorologis di DAS Barito saat ini sedikit banyak dipengaruhi oleh aktivitas di DAS Barito bagian hulu, namun bagaimana tingkat kerusakan dan pengelolaan DAS yang ada di bagian hulu belum banyak diketahui sehingga perlunya suatu penelitian untuk mengetahui hal tersebut. Tingkat kerusakan DAS salah satunya dapat dilihat dari ada tidaknya perubahan fungsi hidrologi karena DAS merupakan satu sistem hidrologi. Perubahan fungsi hidrologi menuruh Khazanah (2004) dapat didekati dari aspek tingkat laju erosi dan limpasan permukaan. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan mengkaji secara spasial tingkat kerusakan DAS
dan upaya konservasi
apa yang
dapat
dilakukan untuk mengendalikan terjadinya sedimentasi di DAS Barito dilihat dari perubahan fungsi hidrologi melalui aspek tingkat laju erosi dan limpasan permukaan. 3
1.3
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan diatas maka terdapat tiga
pertanyaan penelitian sebagai berikut : a. Sejauh mana kerusakan di DAS Barito bagian hulu dilihat dari perubahan fungsi hidrologinya melalui aspek tingkat laju erosi dan limpasan permukaan. b. Bagaimana tingkat kerusakan DAS yang terjadi dan sebarannya di DAS Barito bagian hulu di Kabupaten Murung Raya Kalimantan Tengah saat ini c. Bagaimana strategi pengelolaan untuk upaya konservasi di DAS Barito bagian hulu
Kabupaten Murung Raya dalam rangka pengendalian
sedimentasi. 1.4
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah a. Melakukan identifikasi kondisi kerusakan DAS di DAS Barito Bagian Hulu di kabupaten Murung Raya dilihat dari aspek perubahan fungsi hidrologis melalui pendekatan tingkat laju erosi dan limpasan permukaan. b. Melakukan penilaian terhadap tingkat kerusakan DAS dan sebarannya di DAS Barito bagian hulu di Kabupaten Murung Raya. c. Membuat
strategi pengelolaan dalam upaya konservasi DAS Barito
bagian hulu dalam rangka pengendalian sedimentasi. 1.5
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan menjadi : a. Referensi semua pihak baik pemerintah, swasta, LSM dan masyarakat dalam rangka mengatasi kerusakan DAS di DAS Barito Bagian Hulu. b. Masukan dalam pengelolaan DAS Barito terutama untuk bagian hulu di Kabupaten Murung Raya Kalimantan Tengah untuk instansi – instansi terkait.
4
1.6
Keaslian Penelitian Penelitian tentang kerusakan DAS dan upaya konservasi di dalamnya sudah
dilakukan beberapa peneliti dengan ciri khasnya masing – masing. Berbagai aspek dalam penelitian tersebut menjadi referensi bagi peneliti baik dari hasil penelitiannya maupun metode
yang digunakan. Beberapa penelitian terdahulu terkait dengan
penelitian ini dijabarkan pada penjelasan sebagai berikut. Penelitian tentang kebijakan pengelolaan DAS dengan menggunakan paradigma baru dilakukan oleh Nugroho (2003). Tujuan dari penelitiannya adalah melakukan analisis terhadap faktor – faktor penyebab kerusakan DAS di 22 DAS di Indonesia dan memberikan alternatif penanggulangannya sesuai dengan kebijakan dan konsep yang ada. Metodenya dengan melakukan analisis kerusakan DAS termasuk penyebabnya dan menganalisis kegagalan pengelolaan DAS saat ini hasilnya adalah adanya paradigma baru dalam pengelolaan DAS yang mengarus utamakan adanya pemberdayaan masyarakat dan pengelolaan yang bersifat bottomup. Dewi dan Iwanudin (2007) melakukan penelitian di DAS Limboto Gorontalo dengan tujuan menganalisis dan memperoleh data serta informasi mengenai tupoksi, wewenang dan peranan lembaga pengelola DAS. Metode yang dipakai adalah analisis stakeholder dengan hasilnya adalah ada 14 stakeholder yang punya kaitan dengan pengelolaan DAS Limboto. Effendi (2008) melakukan kajian tentang sistem pengelolaan daerah aliran sungai dengan mengintegrasikan seluruh pihak dan sektor. Sektor utama yang dianalisis adalah sektor kehutanan, sektor sumberdaya air dan sektor pertanian dan menambahkan sektor permukiman untuk mewakili sektor – sektor lainya yang ada di dalam DAS. Analisis yang digunakan adalah analisis ekonometrik. Lokasi penelitian berada di DAS Ciliwung di Jawa Barat, DAS Jratunseluna Jawa Tengah dan DAS Batanghari di Jambi. Hasil yang didapatkan bahwa kinerja DAS tidak hanya dipengaruhi oleh satu atau dua sektor tertentu. Namun dari tiga sektor yang dianalisis semuanya memberikan pengaruh dengan intensitas yang signifikan sehingga diperlukan pengelolaan yang terpadu untuk mendapatkan hasil yang optimal. Sismanto (2009), melakukan penelitian tentang 5
analisa lahan kritis Sub DAS Riam Kanan DAS Barito Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan, metode yang digunakan dengan menggunakan USLE dalam memetakan sebaran lahan kritis, hasilnya 50 % lahan di sub DAS Riam kanan merupakan daerah kritis yang 43,5 %nya merupakan lahan yang sangat kritis dan sisanya lahan kritis. Upaya konservasi yang dapat dilakukan adalah dilakukan dengan cara bertahap. Rismana dan Firmansyah (2011), melakukan kajian pemanfaatan ruang berdasarkan indeks konservasi di sub DAS Cikapundung Hulu Provinsi Jawa Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui pengaruh pemanfaatan ruang terhadap kondisi
hidrologi atau fungsi konservasinya di sub DAS Cikapundung. Pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan indeks konservasi baik aktual maupun potensial. Hasilnya adalah penggunaan lahan tahun 2009 memberikan kontribusi negatif terhadap kondisi hidrologis dan sebagian besar sub DAS Cikapundung hulu didominasi oleh zona konservasi yang sebarannya berada di bagian tengah sub DAS. Herawati (2010), melakukan analisis spasial tingkat bahaya erosi di wilayah DAS Cisadane Kabupaten Bogor dengan tujuan menghitung tingkat bahaya erosi dengan mengunakan metode USLE dan analisis Sistem Informasi Geografis, hasil akhir berupa lima kelas tingkat bahaya erosi yaitu sangat ringan (55,85%), ringan (15,74%), sedang (6,33%), berat (0,81% dan sangat berat (0,30%). Halengkara (2011) melakukan penelitian tentang kerusakan lahan di DAS Blukar, Kabupaten Kendal Jawa Tengah dengan pendekatan analisis penyimpangan hidrologi dengan parameter limpasan permukaan dan kehilangan tanah. Penginderaan jauh digunakan sebagai alat untuk mengekstraski data citra satelit sedangkan sistem informasi geografis digunakan untuk mengolah dan membantu analisis secara spasial terhadap parameter – parameter dalam menyusun tingkat kerusakan lahan di DAS Blukar. Salah satu hasilnya adalah tidak semua yang mempunyai limpasan permukaan tinggi mengalami erosi tinggi dan begitu juga sebaliknya tidak semua lokasi dengan kehilangan tanah yang tinggi mempunyai tingkat limpasan permukaan yang tinggi pula. Rahman (2013) melakukan penelitian menggunakan Sistem Informasi Geografis untuk estimasi koefisien aliran dan hubungannya dengan tutupan 6
lahan di DAS Riam Kanan Provinsi Kalimantan Selatan, tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kondisi hidrologi terutama distribusi spasial limpasan permukaan dan besarnya debit puncak serta dekomposisi sedimen akibat erosi. Metode yang digunakan menggunakan metode Cook dan hasilnya adalah 61,94 % lahan pada posisi normal dimana ini terjadi ditanah garapan, perkebunan, hutan campuran, padang rumput dan permukiman, kemudian tingkat limpasan rendah sebesar 30,53 %, dan koefisien aliran tertinggi sebesar 7,094 ha atau 7, 53 %. Yang berada di tanah terbuka, tanah sedikit vegetasi, tanah galian dan tanah bekas pertanian. Dari hasil tersebut nilai koefisien limpasan permukaan sangat erat hubungannya dengan penggunaan lahan dan dari hasil uji statistik penelitian ini, taraf kepercayaannya 95% yang berarti estimasi limpasan permukaan menggunakan metode Cook dapat digunakan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Nugroho (2003), Dewi dan Iwanudin (2007), Effendi (2008), Sismanto (2009), Herawati (2010), Rsman dan Firmansyah (2011), Halengkara (2011) dan Rahman (2013) adalah bahwa penelitian ini dilakukan didaerah pemekaran yang sekaligus menjadi DAS bagian hulu dari DAS Barito dengan menggunakan parameter
seperti kemiringan lereng, tingkat
infiltrasi, jenis tanah dan teksturnya, penggunaan lahan, curah hujan, dan pola aliran. Paramater – parameter tersebut digunakan untuk menentukan potensi limpasan permukaan dan potensi laju erosi sehingga diketahui tingkat kerusakan DAS beserta sebarannya. Tingkat kerusakan DAS yang mengakibatkan peningkatan sedimen di bagian hilir DAS perlu dilakukan upaya – upaya sehingga menjadi lebih baik melalui pengelolaan dan strategi
pengelolaan yang sesuai dengan permasalahan dilokasi
penelitian. Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada Tabel 1.2.
7
Tabel 1.2 Tabel Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian sebelumnya No 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Peneliti
Persamaan
Nugroho (2003)
Melakukan kajian terhadap kerusakan DAS dan bagaimana menanggulangi kerusakan tersebut Dewi dan Menggunakan analisis Iwanudin (2007) stakeholder dalam menggali perspektif teradap hasil yang diharapkan dalam pengelolaan suatu DAS Effendi (2008) Mengkaji pengelolaan DAS dengan berusaha mengintegrasikan seluruh pihak dan sektor Sismanto (2009) Menggunakan metode USLE dalam memprediksi tingkat erosi lahan
Perbedaan Sifatnya masih dalam tataran konsep pengelolaan DAS sementara untuk penelitian ini sudah pada aplikasi. Belum memperhatikan aspek lain diluar aspek kelembagaan dalam pengeloaan DAS seperti biofisik sosekbud. Menggunakan ekonometrik,
analisis
Kerusakan lahan dilihat hanya menggunakan faktor kehilangan tanah saja, belum melihat tingkat koefisien limpasan permukaan Herawati (2010) Kajian spasial untuk analisis Belum mempetimbangkan tingkat bahaya erosi faktor tingkat koefisien menggunakan metode USLE di limapasan permukaan bagian hulu DAS Risman dan Melakukan kajian di Das Menggunakan metode indeks Firmansyah Bagian Hulu dan melihat konservasi (2011) pengaruh pemanfaatan lahan terhadap upaya konservasi Halengkara. Kerusakan lahan di DAS Ekstrasi informasi penutupan (2011) diidentifikasi dengan lahan dengan menggunakan pendekatan limpasan Forest Canoy Density dan permukaan dan kehilangan format data raster tanah Rahman (2013) Estimasi limpasan permukaan Kerusakan lahan hanya dilihat menggunakan metode Cook dari besar kecilnya koefisien limpasan permukaan Rosidi (2014) Kajian spasial Kerusakan DAS Pemanfaatan SIG berbasis dengan pendekatan aspek raster dan Strategi pengelolaan tingkat laju erosi dan limpasan sub DASnya dengan meliahat permukaana dengan hulu – hilir sebagai satu memanfaatkan tehnologi kesatuan mengunakan konsep Sistem Informasi Geografis DPSIR
Sumber : Hasil Analisis, 2014
8