1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Partisipasi perempuan dalam pasar kerja global dari waktu ke waktu menunjukkan pola yang dinamis. Dinamisasi itu menunjukkan tingkat intensitas partisipasi dalam pasar kerja yang semakin tinggi. Hal itu ditunjukkan oleh data makro bahwa perempuan generasi 1920-an ketika mempunyai anak berhenti bekerja dan kembali bekerja ketika anak-anak sudah masuk sekolah, perempuan generasi 1930-an ketika mempunyai anak bekerja secara part time, dan generasi 1950-an mengkombinasikan anatara kerja di rumah dan kerja profesional (Isaksson et al., 2006:482). Gejala itu menunjukkan bahwa partisipasi perempuan dalam pasar kerja semenjak 1950-an sudah mengalami peningkatan ke equal opportunities revolution sebagai salah satu nilai-nilai modern atau postmodern berkaitan dengan partisipasi perempuan dalam pasar kerja. Salah satu nilai postmodern yang menggejala adalah bahwa motherhood became just one lifestyle option among others. Dalam kaitan ini, terdapat tiga tipologi gaya hidup perempuan yaitu the home centred woman, the work centred woman, dan the adaptive woman to combine motherhood and employment (Hakim dalam Ruckdechel, 2008:176-177). Namun demikian, secara umum realita di berbagai negara menunjukkan bahwa pola karier perempuan dan laki-laki menunjukkan ketimpangan jender (Johnsrud, 1991; Gardiner, 1996; Partini,1999; Widyastuti dan Harsiwi, 2001; Toha, 2003; Philipov, 2008; Isaksson et al., 2006; Marhaeni, 2011). Kenyataan ini menunjukkan bahwa perjalanan karier perempuan tidak konsisten antara 1
2
ketika sedang studi dan bekerja. Ketika studi, perempuan umumnya berprestasi akademik lebih baik daripada laki-laki, tetapi prestasi itu berbalik dengan lakilaki ketika bekerja (Gardiner, 1996). Abele melukiskan perjalanan antara studi dan kerja perempuan sebagai a brilliant educational biography berkembang menjadi a poor occupational biography (Marks dan Houston, 2002:321). Dalam konteks Indonesia, ketimpangan perempuan dan laki-laki dalam karier (jabatan struktural) juga cukup signifikan. Dari 239.927 pegawai negeri sipil yang menduduki jabatan struktural, perempuan berjumlah 52.800 atau hanya 22 persen. Kecenderungan perempuan untuk menduduki eselon yang semakin tinggi semakin kecil, yakni eselon I sebesar 8,73 persen dan eselon II sebesar 7,31 persen (Tabel 1.1). Tabel 1.1 Perbandingan Jumlah Perempuan dan Laki-laki dalam Jabatan Struktural Jabatan Struktural
Eselon V Eselon IV Eselon III Eselon II Eselon I Jumlah & persentase
Perbandingan menurut jenis kelamin Perempuan Laki-laki Jumlah Persen Jumlah 3 073 42 683 6 375 611 58 52 800
24,48 24,21 15,16 7,31 8,73 22,00
9 479 133 615 35 681 7 743 606 187 127
Persen 75,52 75,79 84,84 92,69 91,27 78,00
Sumber: Data diolah dari Direktorat Aparatur Negara Bappenas, 2009. Sementara itu, data dari Direktorat Ketenagaan Dirjend Dikti Kemdikbud menunjukkan bahwa jumlah dosen di Indonesia adalah 155.012 orang. Dari jumlah tersebut, dosen yang sampai pada jabatan fungsional guru besar sebanyak 4.068 orang (2,62 persen) (Direktorat Ketenagaan, 2009). Sangat disayangkan, Direktorat
Ketenagaan
(Direktorat
Tenaga
Pendidik
dan
Kependidikan
(sekarang)) tidak menyajikan data dosen berdasar komposisi jenis kelamin.
3
Demikian juga berbagai kebijakan pengembangan karier yang dikeluarkannya juga netral jender, atau bahkan buta jender. Sementara itu, jumlah guru besar di Universitas Gadjah Mada yang menjadi barometer kualitas pendidikan tinggi di Indonesia misalnya, pada tahun 2013 sebasar 17,28 persen (42 orang) dari total guru besar di universitas tersebut (243 orang) atau 6,26 persen dari total dosen perempuan UGM yang berjumlah 671 orang. Berdasar tingkat pendidikannya, jumlah dosen perempuan yang doktor sebesar 27,49 persen (215 orang) dan dosen laki-laki 72,49 persen (567 orang) (Suyanto, 2013). Hal ini merupakan bukti yang cukup bahwa perempuan ketika masuk dunia kerja mengalami pemudaran prestasi yang disebabkan oleh berbagai faktor, baik individu, keluarga, sosiokultural, maupun struktural. Sementara itu, laki-laki bersamaan dengan memudarnya prestasi kerja perempuan itu justru mendapatkan peluang mengembangkan kariernya secara lebih leluasa dan menunjukkan ritme karier yang lebih cepat daripada perempuan. Pada saat yang bersamaan, perempuan mulai terlokalisir masuk di ranah domestik dengan segala kompleksitasnya, mulai dari menjalankan peran reproduksi (hamil, melahirkan, menyusui dan implikasinya (merawat anak)), dan berbagai aktivitas domestik, seperti memelihara kebersihan rumah dan lingkungan, memasak, mencuci (pakaian dan peralatan dapur) atau dalam tradisi Jawa, khususnya bagi perempuan yang tidak bekerja di sektor publik dan keluarga tradisional sebagai resik-resik, isah-isah, umbah-umbah, lan lumah-lumah dengan wilayah operasi dapur, sumur, kasur. Bagi perempuan dari lingkungan sosial ekonomi demikian, dalam bahasa Jawa ibarat awan teklek bengi lemek, “siang sebagai alas kaki dan malam sebagai alas tidur”. Secara teoretis dan impiris menunjukkan bahwa
4
perempuan dengan peran reproduksi dan implikasinya yang menegaskan posisinya sebagai ibu biologis, maka menyertai pula peran yang merupakan kepanjangan tangan dari peran ibu biologis yaitu adanya aktivitas domestik seperti disebutkan di atas sebagai manifestasi dari ideologi keibuan (mothering ideology). Hal tersebut merupakan sebuah kondisi umum yang dihadapi perempuan dalam pengembangan karier. Akan tetapi, bagi perempuan dosen dengan kesetaraan pengetahuan, wawasan, status sosial ekonomi, dan perannya dengan laki-laki dosen, apakah menunjukkan fenomena yang sama? Terlebih lagi, dosen perempuan pada umumnya sudah memahami dan mempraktikan perilaku kesetaraan jender yang saat ini merupakan arus utama dalam pembangunan. Dengan demikian, ketimpangan karier di antara dosen perempuan dan laki-laki semestinya tidak terjadi atau jika terjadi ketimpangan akan lebih kecil daripada ketimpangan karier perempuan secara generik. Karena berbagai asumsi itulah, maka penelitian pola karier dosen menemukan urgensinya. Studi ini memfokuskan pada pola karier dosen perempuan yang merupakan pendekatan ketiga dalam studi karier perempuan. Pendekatan pertama dalam studi karier perempuan adalah kesempatan dan hambatan perempuan dalam pengembangan karier. Pendekatan studi kedua adalah orientasi karier perempuan yang sebenarnya menjadi embrio munculnya pendekatan ketiga (pola karier) sebagai sintesis dari pendekatan pertama dan kedua (Betz dan Fitzgerald, 1987; Crozier, 1999). Pada umumnya pola karier perempuan berkaitan erat dengan karakteristik individu dan karakteristik struktural (Johnsrud, 1991); faktor-faktor formasi & perpisahan keluarga dan fertilitas (Fratczak, 1997), kultur, etnik, sejarah masa
5
lalu, dan kekurangberuntungan jender (a lack of gender) (Isaksson et al., 2006); kerja, keluarga, kombinasi kerja dan keluarga (Marks, 2002), ideologi peran jender, tanggung jawab keluarga, dan tanggung jawab ekonomi (Philipov, 2008). Selain itu, dalam konteks Indonesia perkembangan, peluang,
dan tingkat
keberdayaan perempuan dalam karier perempuan berkaitan dengan: kendala sosial, aset sosial kerja, citra perempuan, konsep diri, dan motivasi untuk berprestasi (Partini, 1999); dan motivasi berprestasi, human capital, hambatan sosial psikologis, faktor budaya, demografi, dan hambatan struktural (Marhaeni, 2011). Sementara itu, karier dosen perempuan berkaitan erat dengan kendala sosial budaya dan struktural (Toha, 2003); dan produktivitas kerja, kesempatan aktualisasi diri, dan dukungan kelembagaan (struktural) (Widyastuti dan Harsiwi, 2001). Super (1957) yang pertama kali menggunakan istilah pola karier (perempuan) membedakan pola karier perempuan menjadi (1) the stable homemaking pattern; (2) the conventional career pattern; (3) the stable working pattern; (4) the double track career pattern; (5) the interrupted career pattern; (6) the unstable career pattern; and (7) the multiple-trial career pattern. Adapun Harmon (1967) mengklasisfikasikan pola karier perempuan menjadi lima yakni no job experience, work experience only until marriage or arrival the first child, combined work with marriage and children, reentered the labor force when children were older, and the single career woman. Sementara itu, Betz (1987) mengkategorikan pola karier perempuan menjadi low, moderate, dan high. Low jika perempuan bekerja kurang dari empat tahun dari 10 tahun semenjak lulus sekolah. Moderate jika bekerja antara 4 dan 6,9 tahun. Katergori High jika
6
mereka bekerja minimal tujuh tahun dalam kurun waktu 10 tahun semenjak lulus setudi. Dalam konteks Indonesia, penelitian tentang karier perempuan yang dilakukan secara teoretis cenderung masuk pendekatan pertama, yakni kesempatan dan hambatan perempuan dalam pengembangan kariernya. Penelitian Partini (1999) misalnya, memfokuskan pada peluang pegawai perempuan dalam meraih jabatan struktural. Perbedaan peluang karier laki-laki dan perempuan dipengaruhi oleh faktor: kendala sosial, aset sosial kerja, citra wanita, konsep diri, dan
motivasi
berprestasi
yang rendah.
Selain
itu,
perempuan
dalam
pengembanagn karier menghadapi berbagai kendala internal dan eksternal. Kendala internal berupa kemampuan perempuan dalam menjalankan tugas dan kariernya, sedangak kendala eksternal berupa keluarga, lingkungan kerja, birokrasi, politik, dan lingkungan sosial yang lebih luas. Berkaitan dengan kendala eksternal, kendala paling berpengaruh adalah keluarga terutama anak. Anak secara psikis adalah sumber kebahagiaan, ketenteraman, dan harapan di masa depan. Karena itu, wanita seringkali lebih mengorbankan karier demi anak karena kesuksesan anak sebagai barometer kesuksesan keluarga (Partini, 1999). Penelitian terakhir tentang karier perempuan, khususnya tingkat keberdayaan perempuan dalam jabatan eselon dilakukan oleh Marhaeni (2011:xix). Penelitian ini mengkaji faktor yang memengaruhi tingkat keberdayaan perempuan dalam menduduki jabatan eselon (struktural) yang mencakup faktor internal (motivasi berprestasi, human capital, hambatan sosial psikologis) dan faktor eksternal (demografi, budaya, hambatan struktural). Dari enam faktor tersebut, faktor yang berpengaruh paling kuat adalah (i) hambatan sosial
7
psikologis (faktor internal), (ii) hambatan struktural, dan (iii) budaya (faktor eksternal). Dengan demikian, dalam mempercepat kesetaraan jender dalam pengembangan karier perempuan pada jabatan eselon, maka faktor yang diintervensi terlebih dahulu adalah faktor yang berpengaruh negatif tersebut. Sementara itu, studi ini memfokuskan pada pola karier dosen perempuan. Pola karier dosen perempuan dalam kerangka kerja ini dikaji berdasarkan karakteristik formasi keluarga, dimensi jender (tanggung jawab keluarga dan tanggung jawab kerja), dan dimensi struktural (dukungan kelembagaan dan dukungan sumber daya). Formasi keluarga meliputi (1) lama kawin, (2) jumlah anak, (3) umur anak pertama, dan (4) umur anak terakhir. Dimensi jender meliputi (1) tanggung jawab terhadap keluarga dan (2) tanggung jawab kerja (Philipov, 2008). Dimensi struktural, khususnya dukungan kelembagaan meliputi pimpinan, kebijakan, dan program, sedangkan dukungan sumber daya mencakup dukungan staff administrasi, fasilitas, dan dana. Adapun pola karier mencakup level karier (Isaksson, 2006), dan ritme karier (Corona, 2010). Level karier meliputi (1) posisi dalam jabatan fungsional, (2) tingkat partisipasi kegiatan ilmiah, dan (3) tingkat utilitas bagi lembaga lain. Adapun ritme karier diukur dengan lama (durasi) waktu pada masing-masing jabatan akademik: asisten ahli, lektor, dan lektor kepala. Berbagai studi terdahulu tentang pola karier (perempuan), bukan hanya pola karier dosen perempuan, menggunakan pendekatan yang berbeda-beda. Isaksson (2006) misalnya, dalam studi pola karier menggunakan pendekatan life event yang meliputi peristiwa dalam keluarga, pendidikan, dan bekerja. Sementara itu, Muhlau (2007) dalam studi pola karier menggunakan pendekatan
8
komparatif. Studinya membandingakan pola karier awal sarjana di Jepang dan Belanda. Adapun Corona (2010) dalam studi pola karier (laki-laki dan perempuan) menggunakan pendekatan struktural. Dia meneliti pola karier tentara Angkatan Darat Amerika Serikat dari pangkat letnan II hingga jenderal. Sementara itu, studi pola karier ini menggunakan pendekatan life cycle yang mengkonsentrasikan pada tahap-tahap (fase) dalam siklus hidup (dua komponen lain life cycle yang lain: maturation dan generation (Bonghaart, 1987) diabaikan). Pola karier dosen perempuan dalam tiga tahap siklus hidup yaitu tahap young adulthood : 21-29 tahun, early maturity : 30-44 tahun, dan full maturity : 45 tahun hingga pensiun (65 tahun). Penelitian pola karier dosen perempuan ini mengambil sampel wilayah Kota semarang. Pemilihan ini berdasar beberapa asumsi. Pertama,
Kota
Semarang sebagai ibu kota Provinsi Jawa Tengah merupakan barometer pendidikan di wilayah Jawa Tengah. Kedua, Kota Semarang merupakan daerah pantai yang secara kultural relatif lebih bersifat egaliter daripada daerah pedalaman (pusat kebudayaan Jawa), seperti Solo dan Yogyakarta. Keadaan ini akan berpengaruh pada sistem sosial dan budaya setempat yang ikut berperan dalam mengkontruksi ideologi peran jender bagi penduduk setempat, khususnya perempuan termasuk di dalamnya dosen perempuan. Ideologi ini akan mempengaruhi tanggung jawab perempuan terhadap keluarga dan kerja atau karier. Selain itu, ideologi jender juga akan berperan mempengaruhi formasi keluarga dosen perempuan. Selain itu, faktor ketiga berkaitan dengan daerah penelitian adalah Semarang merupakan kota perdagangan. Ciri khas sebuah kota perdagangan adalah relatif signifikannya arus materialisme mewarnai kehidupan
9
sosial dan budaya setempat. Hal ini akan menjadi faktor penting yang ikut menentukan tanggungjawab kerja dan keluarga bagi dosen perempuan. Hal ini menarik karena analisis menggunakan pendekatan life cycle sehinga dapat melihat keterkaitan setting itu dengan berbagai variabel penelitian ini.
1.2 Permasalahan dan Pertanyaan Penelitian Beberapa model pengembangan karier melihat bahwa kesuksesan karier sebagai langkah-langkah tak terputus (proses akumulatif) dalam menjalani garis karier dari satu posisi ke posisi selanjutnya yang lebih tinggi. Definisi kesuksesan karier berhubungan dengan ritme karier.
Ritme karier operasionalisasinya adalah
berupa waktu transit (transite time), yakni seberapa cepat waktu yang dibutuhkan sesorang dalam menapaki tangga karier dan mencapai status yang lebih tinggi (Corona, 2010:4), baik dalam status (jabatan) yang bersifat struktural maupun fungsional. Asumsi di atas merupakan pola karier laki-laki, tetapi akan lebih kompleks lagi bagi pola karier perempuan.
Pola karier perempuan sering
merupakan gabungan definisi alternatif sukses, pergerakan di dalam dan luar dunia kerja, dan konflik dengan berbagai norma sosiokultural
yang tidak
selamanya cocok bagi perempuan yang mempunyai anak. Berbagai faktor itulah yang menyebabkan perempuan pada umumnya bersusaha mengatur kecepatan ritme karier ketika berhadapan dengan tanggung jawab terhadap keluarga, terutama berkaitan dengan tanggungjawab pemeliharaan dan pengasuhan anak (anak) (Isaksson et al., 2006). Bagi perempuan, kesuksesan karier merupakan proses negosiasi dinamis dari interaksi kompleks berbagai faktor: individu, organisasi, keluarga, masyarakat, dan kelembagaan (Brown, 1990; Partini, 1999;
10
Wasburn, 2007); ideologi jender, tanggungjawab ekonomi, dan tanggungjawab keluarga (Philipov, 2008). Kerangka kerja konseptual studi ini berdasar asumsi bahwa karier perempuan merupakan proses negosiasi kompleks dari berbagai faktor. Oleh karena itu, disertasi ini melihat pola karier perempuan dari tataran keluarga (formasi keluarga), sistem nilai sosial budaya (tanggung jawab keluarga, dan tanggung jawab kerja dalam perspektif jender), dan struktural (kelembagaan dan sumberdaya) secara simultan. Tiga faktor utama yang berpengaruh pada pola karier dosen perempuan itu diwujudkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimanakah pola karier dosen perempuan berdasarkan karakteristik formasi keluarga? 2. Bagaimanakah pola karier dosen perempuan berdasarkan tanggung jawab terhadap keluarga dan kerja dalam perspektif jender? 3. Bagaimanakah dukungan kelembagaan dan sumber daya terhadap pola karier dosen perempuan? 4. Bagaimanakah pola karier dosen perempuan berdarkan faktor formasi keluarga, tanggung jawab keluarga, tanggung jawab kerja, dukungan kelembagaan dan sumber daya secara simultan? 5. Mengapa antara faktor formasi keluarga, tanggungjawab keluarga dan kerja, dan dukungan kelembagan dan sumber daya memiliki peran yang bervariasi dalam menentukan pola karier dosen perempuan? 6. Bagaimanakah implikasi kebijakan strategis dalam pengembangan pola karier dosen perempuan di perguruan tinggi negeri?
11
Pola karier tersebut dianalisis menggunakan pendekatan life cycle. Pendekatan ini menganalisis pola karier perempuan berdasarkan pentahapan kehidupan perempuan yang dimulai pada umur 21 tahun hingga masa pensiun (retirement age). Siklus hidup perempuan yang bekerja sebagai dosen dibagi menjadi tiga tahap, yakni (1) young adulthood (21-29 tahun), (2) early maturity (30-44 tahun), dan (3) full maturity (45 tahun hingga pensiun) (Encyclopedia of Anthrophology,1976). Walaupun harus diakuai bahwa pentahapan di atas kurang detail karena rentang waktu pentahapan mulai umur 30 tahun terlalu panjang sehingga tidak mampu mengungkap berbagai gejala secara mendalam.
1.3 Tujuan Penelitian Berangkat dari permasalahan penelitian di atas, maka secara umum tujuan penelitian ini adalah menjelaskan pola karier dosen perempuan berdasarkan tahap-tahap dalam berbagagai siklus hidup (life cycle). Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Menguji dan menjelaskan pola karier dosen perempuan berdasarkan karakteristik formasi keluarganya. 2. Menguji dan menjelaskan pola karier dosen perempuan berdasarkan tanggung jawab keluarga dan tanggung jawab kerja dalam perspektif jender. 3. Mengkaji dukungan kelembagaan dan sumber daya terhadap pola karier dosen perempuan.
12
4. Menguji hubungan antara faktor formasi keluarga, tanggung jawab keluarga, tanggung jawab kerja, dukungan kelembagaan dan sumber daya dalam menentukan pola karier dosen perempuan. 5. Menjelaskan
variasi
hubungan
antara
faktor
formasi
keluarga,
tanggungjawab keluarga dan kerja, dan dukungan kelembagan dan sumber daya dalam menentukan pola karier dosen perempuan. 6. Merumuskan implikasi kebijakan strategis dalam pengembangan pola karier dosen perempuan di perguruan tinggi negeri.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berkontribusi secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu mengisi kekosongan studi jender, khususnya dalam studi karier perempuan, lebih spesifik lagi dosen perempuan. Selain itu, studi ini hendak menguji hasil studi Philipov (2008) dan Partini (1999). Studi Philipov (2008) menyatakan bahwa dalam hubungan suami istri terjadi pergeseran secara menyeluruh dari nilai-nilai tradisional menuju nilainilai modern atau postmodern. Nilai-nilai modern atau postmodern ditandai oleh kebebasan individu (individual autonomy) perempuan dalam memutuskan gaya hidup personal dan individu yang lain. Dalam kaitannya dengan kebebasan individu, kebebasan ekonomi merupakan tujuan mendasar. Untuk mencapai kebebasan individu, penolakan terhadap kontrol institusi merupakan instrumen penting. Dengan demikian, bagi perempuan keputusan untuk memiliki anak dan bekerja menjadi kurang dipengaruhi oleh norma sosial, agama, dan institusi lain. Motif signifikan bagi perempuan untuk bekerja adalah keinginan untuk
13
pemenuhan dan pengakuan diri. Sementara itu, studi Partini (1999) menunjukkan bahwa pengembanagn karier perempuan menghadapi berbagai kendala, internal dan eksternal. Ketika berhadapan dengan kendala eksternal, khususnya keluarga, kendala paling berpengaruh adalah anak. Ketika dihadapkan pada kendala tentang anak, perempuan seringkali lebih mengorbankan karier demi anak karena kesuksesan anak merupakan barometer kesuksesan keluarga. Bagi perempuan, sia-sia sukses di luar akan tetapi anak tidak berhasil karena anak secara psikis merupakan sumber kebahagiaan, ketenteraman, dan harapan di masa depan (Partini, 1999). Dua hasil penelitian tersebut masing-masing dapat dianggap mewakili kondisi perempuan dalam bekerja (di ruang publik) antara di Barat (Eropa dan Amerika) dan di Timur (Indonesia). Oleh karena itu, dua hasil penelitian yang mewakili dua kultur itu akan diuji dalam studi ini secara teoretis. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi signifikan dalam pengambilan kebijakan pengembangan karier dosen, lebih khusus lagi dosen perempuan, baik di tingkat pusat maupun institusi (universitas) di Indonesi. Hal ini disebabkan intervensi dalam pengembangan karier dosen pada umumnya dan dosen perempuan pada khususnya hingga saat ini belum menjadi prioritas oleh Kemdikbud, khususnya Direktorat Tenaga Pendidik dan Kependidikan (dalam pemerintahan Joko Widodo saat ini menjadi Kemenristek dan Dikti) dan di tingkat universitas. Sampai saat ini, pengembangan karier dosen masih berjalan sangat normatif, karena itu perlu adanya affirmative action.
14
1.5 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini adalah hasil penelitian Johnsrud (1991), Fratczak (1997), Widyastuti (2001), Toha (2003), Partini (1999), Isaksson at.al (2006), Philipov (2006), Cooper (2007), Muhlau (2007), Kern (2009), Gash (2009), Corona (2010), Marhaeni (2011). Dari penelusuran berbagai hasil penelitian terdahulu, maka topik penelitian ini secara keseluruhan merupakan suatu isu yang belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Akan tetapi, berbagai penelitian di atas merupakan inspirasi penelitian ini, terutama penelitian Johnsrud (1991), Fratczak (1997), Widyastuti (2001), Toha (2003), Isaksson et al. (2006), Philipov (2008), dan Corona (2010), dan Marhaeni (2011). Studi Fratczak (1997) memfokuskan penelitiannya pada proses-proses formasi dan perpisahan keluarga serta riwayat fertilitas perempuan. Studi tersebut berdasar survai retrospektif “ jalan hidup (life course) yang mencakup keluarga, pekerjaan (occupational), dan perpindahan jalan hidup (migratory biography)”. Formasi keluarga menurut Fratczak berkaitan erat dengan cohort, jenis kelamin, tempat kelahiran, tingkat pendidikan, latar belakang sosial (latar belakang orang tua: ayah), pekerjaan, umur kawin, dan migrasi kerja. Formasi sebuah keluarga dimulai ketika pernikahan. Disertasi ini mengikuti kerangka kerja Fratczak berkaitan dengan variabel formasi keluarga, walaupun dengan penyesuaian. Dalam studi ini, formasi itu untuk menganalisis pola karier perempuan berdasar life cycle, sementara Fratczak menggunakan variabel itu untuk menganalisis perpindahan karier. Adapun
Isaksson
(2006)
menganalisis
pola
karier
perempuan
menggunakan pendekatan life event yang meliputi peristiwa berkaitan dengan
15
pendidikan, peristiwa berkaitan dengan keluarga, dan peristiwa berkaitan dengan kerja. Variabel pengaruh terhadap pola karier perempuan dalam penelitian ini adalah keadaan keluarga, pendidikan, sejarah karier, pengalaman kerja, nilai-nilai kerja, kepuasan hidup, aktivitas waktu luang, dan kesehatan. Perjalanan karier dimulai pada umur tertentu ketika pendidikan yang merupakan syarat masuk kerja ditamatkan. Studi tersebut menyimpulkan bahwa pola karier perempuan meliputi (1) karier horizontal, (2) mobilitas ke atas satu langkah, (3) mobilitas ke atas lebih dari satu langkah, (4) kemajuan karier tertunda, dan (5) ketidakberlanjutan karier jangka panjang. Disertasi ini mendapat inspirasi dari Isaksson dalam hal pemolaan karier. Perbedaan pemolaan karier Isaksson dengan studi ini adalah bahwa studi Isaksson memformulasi pola karier berdasarkan dinamika partisipasi perempuan dalam pasar kerja melalui pendekatan live event. Sementara studi ini memolakan karier perempuan menggunakan pendekatan life cycle yang dimulai sejak young adulthood atau masa transisi dari remaja ke dewasa (umur 21 tahun) hingga masa pensiun (retirement age), umur 65 tahun. Pola karier ini dikaitkan dengan faktor: formasi keluarga (Fratczak, 1990), dimensi jender (Philipov, 2006), dan dukungan kelembagaan dan sumberdaya (Johnsrud, 1991; Wasburn, 2007). Studi lain yang menginspirasi studi ini adalah studi Dimieter Philipov (2008). Studi itu menganalisis tiga dimensi jender (ideologi peran jender, tanggung jawab keluarga, dan tangungjawab ekonomi perempuan) kaitannya dengan keluarga. Menurutnya, perubahan ideologis masyarakat kontemporer dalam hubungan suami istri menunjukkan pergeseran menyeluruh dari masyarakat tradisional menuju nilai-nilai modern dan postmodern Hal ini
16
berpengaruh signifikan pada tingkat partisipasi perempuan dalam bursa pasar kerja (Philipov, 2008:155). Tiga dimensi itu diadopsi dalam studi ini sebagai variabel pengaruh terhadap pola karier dosen perempuan. Sementara dalam studi Philipov tiga variabel itu untuk melihat kecenderungan perempuan dalam menentukan antara kerja dan keluarga. Pemolaan karier oleh Corona (2010) berdasar ritme karier yang opersionalisasinya dalam bentuk waktu transit (transite time). Penelitian itu, mengambil subjek penelitian Angkatan Darat Amerika Serikat antara tahun 18151990. Fokus penelitian Corona adalah jangka
waktu pencapaian peristiwa
kenaikan pangkat yang berupa waktu transit. Perbedaan keduanya adalah bahwa studi Corona mendasarkan pada pencapaian status (pangkat) dari letnan II hingga jenderal berdasarkan peristiwa yang dialami, yakni perang dan pelatihan atau pendidikan tambahan. Sementara itu, pemolaan karier dalam disertasi ini mendeskripsikan dan menjelaskan perjalanan karier perempuan atas dasar siklus hidup (life cycle) dosen perempuan yang diuji melalui
tiga variabel, yakni
formasi keluarga, dimensi jender, dan dukungan kelembagaan, dan sumberdaya. Dengan demikian, penelitian ini merupakan kombinasi dari salah satu atau dua aspek penelitian-penelitian di atas menjadi satu isu yang berbeda dari kesemua penelitian di atas.