BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Bank sebagai lembaga intermediasi keuangan, memiliki kemampuan untuk
menyalurkan
mendayagunakan
dana
dana dari
kepada
para
para
tabungan
debiturnya
dengan
deposannya.
cara
Kegagalan
pengembalian dana dari para debiturnya dapat berakibat pada kehancuran ekuitas para pemegang saham, dana para deposan serta lebih jauh berdampak terhadap sistem perekonomian secara keseluruhan (risiko sistemik). Sesuai dengan sifat bank sebagai lembaga yang ‘highly geared’. Menyadari pentingnya fungsi bank didalam masyarakat, maka sejumlah peraturan dibutuhkan untuk memastikan praktik perbankan yang prudent. Melalui praktik perbankan yang pada prudent bank dapat menjaga kepercayaan dari para nasabah. Salah satu peraturan yang perlu dibuat untuk mengatur perbankan adalah peraturan mengenai permodalan bank yang berfungsi sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya kerugian. Mengingat pentingnya peran modal pada bank, The Basel Committee untuk pertama kalinya mengeluarkan suatu metodologi standar perhitungan jumlah modal berbasis risiko yang harus dimiliki sebuah bank, lebih dikenal dengan Basel Capital Accord I. The Basel Committee yang merupakan
1
2
pertemuan dari perwakilan seluruh bank sentral didunia di kota Basel, pada tahun 1988. Basel Accord I mengenal berbagai multiplier (dikenal dengan bobot risiko / risk weight) yang sederhana, masing-masing untuk utang pemerintah, utang bank dan utang perusahaan dan pribadi, dikalikan dengan 8% target rasio modal. Basel Accord I hanya mencakup risiko kredit dan berdasarkan standar-standar yang ada sekarang, dapat dikatakan bahwa hubungan antara risiko dan modal yang dikemukakan belum cukup memadai. Sejalan dengan semakin berkembangnya produk-produk yang ada di dunia perbankan seperti komoditi, indeks, instrumen keuangan dan instrument derivative lainnya yang semuanya mengandung risiko pasar, maka Basel Committee mengeluarkan ketentuan baru yang disebut dengan Market Risk Amendement. Basel Committee selanjutnya mengembangkan Capital Accord baru yang disebut dengan Basel II (Basel II Accord) yang memperhitungkan risiko operasional dan risiko pasar kedalam perhitungan modal dan menyempurnakan metode perhitungan risiko kredit. Setelah melalui berbagai konsultasi dan pembahasan, Basel Accord II ini mulai diadopsi sejak tahun 2004, dimana perhitungan modal yang dibutuhkan menjadi lebih risk sensitive. Dalam penerapan Basel II juga terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan selain perhitungan kecukupan modal, seperti sistem pengawasan pada internal bank serta penerapan disiplin pasar dalam transaksi perbankan.
3
Menilik pada sejarah yang terjadi pada satu dasawarsa yang lalu (19971998), dimana Indonesia mengalami krisis ekonomi yang menyebabkan sebagian besar bank di harus dilikuidasi. Diharapkan dengan penerapan Basel II adalah langkah kongkrit untuk mendorong praktek perbankan yang sehat, sehingga krisis tersebut tidak perlu terjadi kembali.
1.2
Identifikasi Masalah GFP ini mencoba menawarkan jawaban terhadap permasalahan yang dihadapi oleh perbankan pada umumnya dan Bank Mega pada khususnya dalam mengimplementasikan Basel II, yakni : (1) Perbedaan dari Basel I dan Basel II (2) Mengapa bank harus melakukan implementasi Basel II (3) Pembahasan metode-metode pendekatan yang ditawarkan dari Basel II (4) Road Map Bank Mega untuk implementasi Basel II (5) Hal-hal yang harus diperhatikan Bank Mega untuk implementasi Basel II (6) Kendala-kendala yang dihadapi Bank Mega untuk mengimplementasikan Basel II (7) Perhitungan modal yang dibutuhkan oleh Bank Mega berdasarkan Basel II (8) Rencana aksi untuk menyempurnakan perhitungan risiko kredit pada Bank Mega.
4
1.3
Tujuan dan Manfaat Tujuan dari GFP ini adalah: 1. Membantu Bank Mega menerapkan Basel II khususnya yang terkait dengan kemampuan manajemen risiko. 2. Memperkenalkan teknik penilaian risiko secara lebih komprehensif kepada manajemen Bank Mega 3. Menghubungkan dampak dari Implementasi Basel II dan kebutuhan modal Bank Mega. 4. Meningkatkan kualitas pengawasan pada perhitungan risiko kredit di Bank Mega. 5. Memperluas kesetaraan dalam persaingan Bank Mega dengan menciptakan level playing field sesuai standar perbankan internasional. 6. Memperbaiki kelemahan dalam framework Basel I terdahulu yang diterpapkan di Bank Mega yaitu : •
Pendekatan “one-size-fits-all” sudah tidak relevan.
•
Belum mencakup seluruh risiko yang dihadapi bank (mis. risiko operasional, reputasi, strategic, likuiditas, dll.).
•
Belum mengakui keberadaan agunan (collateral) dan bentuk mitigasi risiko lainnya yang dapat menciptakan insentif bagi perbaikan pengelolaan risiko.
5
Manfaat dari GFP ini untuk Bank Mega: 1. Dengan membantu Bank Mega menerapkan Basel II diharapkan Bank
Mega mampu meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem keuangan dengan menitikberatkan pada perhitungan permodalan yang berbasis risiko, supervisory review process, dan market discipline. 2. Dengan membantu Bank Mega dalam penerapan Basel II yang merupakan
standar yang diakui secara internasional, akan mudah bagi Bank Mega untuk beroperasi secara global serta diterima oleh pasar internasional. 3. Memberikan ilustrasi kinerja dari Bank Mega sebelum dan sesudah
dilakukannya implementasi Basel II. 4. Memberikan
gambaran akan terhadap beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam rangka persiapan implementasi Basel II.
1.4
Ruang Lingkup Pada GFP ini pembahasan permasalahan dibatasi pada implementasi Basel II terkait dengan risiko kredit : 1. Transisi dari Basel I menuju pada Basel II. 2. Persyaratan umum dalam implementasi Basel II. 3. Implementasi Basel II di Indonesia secara umum. 4. Metode-metode pendekatan yang ditawarkan dari Basel II untuk risiko kredit. 5. Penerapan Basel II dalam perhitungan modal berdasarkan dari risiko kredit pada Bank Mega.