Page | 1
Page | 2
Page | 3
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat-Nya lah akhirnya jurnal UIAC 2015 ini berhasil diselesaikan. Jurnal UIAC ini diinisiasi akan keinginan untuk menghadirkan karya-karya ilmiah mahasiswa Indonesia dari berbagai penjuru wilayah dalam sebuah jurnal. Hal ini diharapkan dapat menginisiasi karya-karya dan ide-ide brilian mahasiswa lainnya dalam menyumbangkan pemikirannya terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban. Pemikiran-pemikiran hebat telah terangkum dan terdistribusi pada beberapa topik disiplin ilmu di Amy Kurniawati dalam jurnal ini, dan 15 karya terbaiklah yang terpilih untuk dimuat. Semoga ini dapat menjadi Ketua UIAC 2015 awal bagi ledakan dahsyat dalam dunia riset, khususnya di tingkat mahasiswa. Akhir kata, saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya untuk tim research UIAC yang telah bekerja keras, tim media publikasi UIAC, dan seluruh anggota UIAC yang telah mengerahkan daya dan upaya nya untuk menyelesaikan jurnal ini dengan baik. Tak lupa pula ucapan terimakasih banyak untuk para peserta jurnal UIAC yang telah turut berpartisipasi dalam mempublikasikan karyanya untuk pembelajaran bagi teman-teman mahasiswa di seluruh Indonesia. Semoga penelitian di Indonesia semakin maju dan berjaya yang pada akhirnya akan melahirkan karya-karya besar bagi kemaslahtan umat manusia. Kami menyadari bahwa jurnal ini jauh dari sempurna, oleh karenanya kami mengharapkan saran dan masukan untuk perbaikan jurnal ini di masa yang akan datang. Salam Prestatif - Kontributif Amy Kurniawati Ketua UIAC 2015 Page | 4
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
SOSIAL & HUMANIORA Tragedi Pembantaian Khojaly: Cermin Pembelajaran Mengenai Lemahnya Perlindungan Dunia Internasional Terhadap Konflik Internasional 1 Aristyo Rizka Darmawan Konversi Modal Dalam Mobilitas Sosial di Sektor Informal: Studi Kasus Pedagang Kaki Lima (PKL) Penjual Martabak yang Memiliki Karyawan 9 Dicky Rachmawan PRT, UU Tenaga Kerja, dan Eksklusi Gender
15
Heidy Angelica Suharno Variasi Urutan Fungsi Sintaksis dalam Surat-Surat Dinas Pra-EYD Dan Pasca-EYD 20 Innova Safitri S.P. Dinasti Politik dalam Pemilu 2014
28
Inggar Saputra
KESEHATAN Possibility of Human-to-Human Influenza A H5N1 Transmission Among Indonesian Suffers: A Mutation Study in Hemaglutinin 37 Yoga Mulia Pratama Rebeca: Red-Kidney Bean Pancake, Innovation of High Fiber and Low Fat Food in Modern Era 40 Evi Nurhidayati, Eka Vitria Camelia, dan Putri Mei Saimima Potensi Penggunaan Melatonin sebagai Alternatif Pengobatan Virus Ebola 43 Alvin Valentino Gonsales
Page | 1
Nindya Indah Damayanti, Putri Mayasari Hidayat, Radika Afiko Pradesti
Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas dalam Upaya Swamedikasi di Kecamatan Purwokerto Barat 48 Nindya Indah Damayanti, Putri Mayasari Hidayat, Radika Afiko Pradesti dan Irma Budiarti ICOLE (Instant Corn Noodle): An Alternative Source of Carbohydrate for Achieving World Sustainable Food 56 Bertri Maulidya Masita, Dian Nur Laili Mayang, Gusti Indah Lestari, Shaffa’ati Fadzrin, Yuni Amalia
SAINS & TEKNOLOGI Ekstraksi Pelarut (Solvent Extraction) Unsur Yttrium dari Konsentrat Oksida Yttrium Pulau Bangka Menggunakan D2EHPA dan TBP 62 Bayu Eko Prastyo dan Achmad Anggawirya Alimin The Art of Activated Carbon (2 in 1): Lukisan Unik Berbahan Dasar Karbon Aktif Sebagai Penghilang Bau Ruangan Pada Green Bulding System 66 Febiyanto, Umi Salamah dan Yuyun Septyana Analisis Probabilitas dan Sensitivitas pada Kestabilan Lereng Pit Seam 22 GSB-01 PT. Kitadin Site Embalut 75 Muamar Khadafi Panggabean Desain Material Fotokatalis Nonstoikiometri Ni-SrTiO3 dengan Metode Solvotermal dan Aplikasinya untuk Fotodegradasi Metilen Biru 82 Muhammad Rifqi Rosyadi, Resha Permana Putra, dan Ridwan Ramdani Keanekaragaman Komunitas Avifauna di Kawasan PPLH Seloliman, Mojokerto 88 Muhammad Evan Nurrahmawan dan Erlyta Vivi Permatasari
Page | 2
Page | 3
Tragedi Pembantaian Khojaly: Cermin Pembelajaran Mengenai Lemahnya Perlindungan Dunia Internasional Terhadap Konflik Internasional
Aristyo Rizka Darmawan Faculty of Law, University of Indonesia
[email protected]
Abstract. The development of International law in this twenty first century basicly are aimed to create peacefull world that based on the rule of law, but infact when it comes to the implementation of the law that have been made by the international community it always difficult and there are many obstacle to make sure that the international law inforcement ae really implemented. This article are aimed to see the conflict between Azerbaijan and Armenian in the conflict of the Khojaly region and how the International community help the problem to be solved and analys the role of the international community such as the United Nations, International Criminal Court, Islamic Cooperation Organization and also bilateral and multilateral relation with the other states. Keyword: International Conflict, International Law, Khojaly, Azerbaijan.
A. PENDAHULUAN “Persecution against any identifiable group or collectivity on political, racial, national, ethnic, cultural, religious, gender as defined in paragraph 3, or other grounds that are universally recognized as impermissible under international law, in connection with any act referred to in this paragraph or any crime within the jurisdiction of the Court”.1 Hukum Internasional yang mulai berkembang pada abad ke 21 pada dasarnya bertujuan menciptakan terwujudnya perdamaian dunia. Banyak kesepakatan-kesepakatan Internasional yang telah dibuat untuk mewujudkan perdamaian dunia dari kejahatan perang, genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan lain sebagainya. Essay ini di buka dengan mengutip Pasal 7 ayat (1) poin H dalam Statuta Roma yang mengatakan bahwa kejahatan kemanusiaan yang berkaitan dengan ras, suku, etnik, agama adalah terlarang dalam hukum internasional dan kejahatan tersebut berada di dalam yurisdiksi mahkamah pidana internasional atau International Criminal Court. Penulis sengaja membuka tulisan ini 1
Pasal 7 ayat (1) huruf H Statuta Roma mengenai
kejahatan terhadap kemanusiaan. 2
dengan mengutip pasal tersebut untuk dapat mengaitkan kepada tragedi pembantaian sadis yang di alami oleh warga Azarbaijan oleh Republik Armenia yang terjadi di Khojaly pada tahun 1992 yang menewaskan lebih dari 7000 warga sipil Azarbaijan. Pembantaian terbesar tersebut terjadi pada malam hari pada tanggal 25 hingga 26 Februari 1992 yang menewaskan 613 penduduk sipil Azarbaijan termasik di antaranya 106 penduduk wanita, 83 anak-anak, menjadi pembunuhan paling sadis selama 3 tahun konflik tersebut berlangsung.2 Kejadian tersebut sudah jelas-jelas melanggar kesepakatan yang tertuang dalam Statuta Roma yang merupakan kesepakatan dalam Hukum Internasional, namun dalam kenyataan dan pengaplikasiannya ternyata masih sangatlah lemah, salah satu bukti bahwa lemahnya hukum Indernasional adalah pada kasus pembantaian dan kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Kohjaly Azarbaijan yang seakan tidak tersentuh oleh hukum internasional. Tragedi Pembantaian yang terjadi di Kohjaly ini sendiri di latar belakangi oleh perebutan wilayah Azarbaijan yang di kleim oleh Armenia sehingga menimbulkan perang yang “,http://web.justiceforkhojaly.org/en/about-khojaly, 11 Januari 2015.
List of Innonent Victims, “Justice for Khojaly
Campaign Development & Support
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 1
berujung pada pembantaian terhadap rakyat sipil Azarbaijan yang terletak di Khojaly. Selain itu salah satu tujuan Armenia ingin merebut Kohjaly adalah karena Khojaly merupakan tempat yang mencerminkan sejarah dan tradisi Azerbaijan sejak zaman kuno. Budaya yang berbeda ini diklasifikasikan sebagai budaya material yang mencerminkan dinamika pembangunan sosial.3 Sehingga Armenia dengan segala upaya ingin merebut Khojaly walaupun hingga menewaskan ribuan masyarakat sipil setempat. Tragedi ini menjadi salah satu tragedi pembantaian paling mengerikan pada awal era abad ke 21 yang tidak boleh lagi terjadi pada era moderen saat ini. Yang penulis akan bahas lagi lebih lanjut pada essay ini adalah peran dan sikap dari dunia Internasional baik itu peran organisasi Internasional, hubungan multilateral antar negara hingga hubungan bilateral terkait dengan kasus pembunuhan yang terjadi di Khojaly.
tindakan agresi atau pelanggaran lain dari perdamaian, membawa dengan cara damai, dan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan hukum internasional, serta penyesuaian atau penyelesaian sengketa internasional atau situasi yang mungkin menyebabkan pelanggaran perdamaian. Namun apabila kita melihat pada kondisi keadaan nyata yang terjadi pada konflik genosida dan kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Khojaly seakan PBB tidak memiliki peran yang cukup signifikan untuk menjaga perdamaian dan menghentikan pembantaian yang terjadi pada saat kejadian pembantaian berlangsung. Jika kita melihat organ PBB yang secara langsung seharusnya bertanggung jawab dalam menjaga keamanan dan perdamaian dunia adalah Dewan keamanan PBB atau United Nations Security Council yang terdiri dari 5 negara yang memiliki hak veto yaitu Amerika Serikat, Inggris, Federasi Russia, China dan Prancis.5
B. PERAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM KASUS PEMBANTAIAN KHOJALY
“The Security Council shall consist of fifteen Members of the United Nations. The Republic of China, France, the Union of Soviet Socialist Republics, the United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland, and the United States of America shall be permanent members of the Security Council. The General Assembly shall elect ten other Members of the United Nations to be non-permanent members of the Security Council, due regard being specially paid, in the first instance to the contribution of Members of the United Nations to the maintenance of international peace and security and to the other purposes of the Organization, and also to equitable geographical distribution.”6
Perserikatan Pangsa Bangsa (PBB) adalah orgnanisasi Internasional yang terbentuk pada tahun 1942 pasca perang dunia ke 2 yang bertujuan untuk menjaga perdamaian dan ketertiban dunia, seperti yang tercantum pada Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa, “To maintain international peace and security, and to that end: to take effective collective measures for the prevention and removal of threats to the peace, and for the suppression of acts of aggression or other breaches of the peace, and to bring about by peaceful means, and in conformity with the principles of justice and international law, adjustment or settlement of international disputes or situations which might lead to a breach of the peace.”4 Pada pembukaan Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa tersebut jelas tertulis bahwa PBB di bentuk dengan tujuan untuk menjaga perdamaian dan keamanaan Internasional dan PBB dapat mengambil langkah-langkah kolektif yang efektif untuk pencegahan dan penghapusan ancaman terhadap perdamaian, untuk menekan
3 A.Bakykhanov, “KHOJALY GENOCIDE - THE TRAGEDY OF THE 20TH CENTURY”, Azarbayzan.az, 11 Februari 2015 4 Pasal 1 ayat (1) Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa.
Dalam upayanya untuk turut menghentikan konflik yang terjadi di Khojaly, Dewan keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa pada dasarnya telah melakukan beberapa hal, yaitu yang pertama adalah Dewan Keamanaan Perserikatan Bangsa Bangsa telah mengeluarkan beberapa resolusi terkait agresi militer Armenia di Khojaly Azarbaijan, Resolusi 822 Dewan Keamanan PBB meminta penarikan segera semua pendudukan kekuatan dari Kalbadjar dan daerah Azerbaijan lainnya yang diduduki, 5 Five permanent member of the United Nations Security Council, http://www.un.org/en/sc/members/. 6 Pasal 23 ayat (1) Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa.
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 2
Resolusi 853 Dewan Keamanan PBB, yang meminta “Penarikan pasukan secara langsung, menyeluruh, dan mutlak dari distrik Agdam dan daerah Republik Azerbaijan lainnya yang diduduki”, Resoliusi 884 Dewan Keamanan PBB yang mengutuk pendudukan distrik Zangilan dan kota Horadiz, menyerang warga sipil dan membombardir wilayah Republik Azerbaijan dan meminta penarikan unilateral pasukan pendudukan dari distrik Zangilan dan Horadiz, dan penarikan pasukan dari wilayah Republik Azerbaijan lainnya yang diduduki.7 Namun walaupun PBB telah mengeluarkan beberapa resolusi dan pengecaman terhadap pembantaian yang di lakukan oleh Armenia terhadap warga Khojaly, pada kenyataannya di lapangan upaya PBB dalam konflik tersebut di rasa kurang maksimal, sehingga pembantaian sadis tersebut masih saja menewaskan hingga ribuan warga sipil yang tidak bersalah. Anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa sendiri jika kita amanti beranggotakan mayoritas negara barat yaitu Amerika Serikat, Inggris dan Prancis yang notabene merupakan negara yang sangat menjunjung tinggi dan bahkan negara tempat lahirnya nilai nilai hak asasi manusia, yang seharusnya memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kasus pelanggaran hak asasi manusia. Namun pada kenyataannya jika kita mengacu pada apa yang terjadi dan di alami oleh masyarakat Khojaly maka peran negara-negara tersebut sangatlah minim dalam mencegah genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi sehingga dapat terlihat bahwa ada standar ganda yang di tetapkan oleh negranegara tersebut dalam menegakkan hak asasi manusia. Selain itu penulis juga beranggapan bahwa faktor lain yang menyebabkan lemahnya peran Dewan Keamanan Perserikstan Bangsa Bangsa (DKPBB) dalam menangani kasus genosida yang terjadi di Khojaly adalah karena salah satu anggota permanen dewan keamanan perserikatan bangsa bangsa adalah Federasi Russia yang secara tidak langsung terlibat dalam konflik genosida yang terjadi di Khojaly. Dapat penulis simpulkan bahwa dalam kasus pembantaian genosida terhadap masyarakat Azarbaijan di Khojaly Perserikatan Bangsa Bangsa walaupun sebenarnya telah memiliki keweangan cukup signifikan yang di atur dalam 7
Fakta dan Perkembangan konflik Armenia dan Azarbaijan, Website Kedutaan besar Azarbaijan, http://www.azembassy.or.id/ind/agr.shtml. 10 Januari 2015. 8 Kerjasama Mulilateral, Kementrian Luar Nrgri Republik Indonesia, Organisasi Kerjasama Islam
Piagam PBB belum melaksanakan fungsi dan wewenangnya dengan maksimal, dapat di buktikan dari masih sangat minimnya peran PBB dalam mencegah pembantaian yang terjadi di Khojaly. Penulis berpendapat bahwa Perserikatan Bangsa Bangsa sebagai satu satunya organisasi Internasional yang memiliki peran dan kewenangan yang sangat besar dalam menjaga perdamaian dunia seharusnya dapat melakukan tindakan yang lebih represif yang sesuai dengan aturan hukum internasional yang berlaku untuk dapat membantu pencegahan dan memberi sanksi kepada Armenia.
C. PERAN ORGANISASI KERJASAMA ISLAM (OKI) DALAM KASUS PEMBANTAIAN DI KHOJALY Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dibentuk setelah para pemimpin sejumlah negara Islam mengadakan Konferensi di Rabat, Maroko, pada tanggal 22 - 25 September 1969, dan menyepakati Deklarasi Rabat yang menegaskan keyakinan atas agama Islam, penghormatan pada Piagam PBB dan hak asasi manusia.8 OKI sendiri dibuat berdasarkan kesepakatan dan solidaritas antara negara negara islam dengan tujuan sebagai berikut: “To safeguard and protect the common interests and support the legitimate causes of the Member States and coordinate and unify the efforts of the Member States in view of the challenges faced by the Islamic world in particular and the international community in general”9 Azarbaijan sebagai salah satu negara anggota dari Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga seharusnya memiliki dukungan yang cukup kuat dalam memperjuangkan daerah dan hak haknya seperti yang tertulis dalam piagam OKI seperti yang sudah tecantum dalam piagam Organisasi Kerjasama Islam, “To support the restoration of complete sovereignty and territorial integrity of any Member State under occupation, as a result of aggression, on the basis of international law and cooperation with (OKI), http://www.kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Nam e=MultilateralCooperation&IDP=4&P=Multilateral& l=id, 11 Januari 2015. 9 Pasal 2 Piagam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 3
the relevant international and regional organisations.”10 Berdasarkan Piagam tersebut maka tujuan terbentuknya Organisasi Kerjasama Islam adalah untuk saling mendukung kepentingankepentingan negara anggotanya ketika menghadapi permasalahan, bahkan pada Pasal 4 Piagam Organisasi Kerjasama Islam sendiri telah mengatakan untuk mendukung pemulihan kedaulatan dan integritas teritorial negara anggota yang berada di bawah pendudukan atau sebagai akibat dari agresi, atas dasar hukum dan kerja sama dengan organisasi-organisasi internasional dan regional yang relevan, pasal tersbut pada dasarnya menunjukan komitmen yang kuat dari negara negara anggota OKI untuk membantu permasalahan yang di hadapi oleh negara negara anggota yang sedang mengalami permasalahan akibat dari agresi seperti yang sedang di alami Azarbaijan dalam kasus genosida yang terjadi di Khojaly. Terlebih lagi pembantaian yang terjadi di Khojaly sudah merupakan salah satu pembantaian dan kejahatan terhadap kemanusiaan terbesar dalam sejarah peradaban umat manusia. Lebih dari itu yang menjadi korban dalam pembantaian tersebut mayoritas adalah umat islam sehingga seharusnya solidaritas OKI dalam membantu menangani konflik pembantaian yang terjadi di Khojaly dapat dilakukan dengan semaksimal mungkin. Sejauh ini peran Organisasi Kerjasama Islam dalam konflik yang terjadi di Khojaly cukup banyak walaupun pembantaian yang terjadi tidak terelakkan dan tetap memakan hingga ribuan korban jiwa. Organisasi Kerjasama Islam sendiri pada dasarnya sudah cukup berupaya dalam membantu penyelesaian konflik Khojaly. Bahkan hingga saat ini OKI melalui Youth Forum Secretary General telah sukses banyak melakukan propaganda-propaganda dan kegiatan untuk terus dapat membumikan isu di berbagai negara, dan upaya yang di lakukan oleh Youth Forum Secretary General sendiri menunjukan respon yang positif, dari berbagai kalangan di masyarakat untuk dapat mengungkap dan terus mengingat tragedi kemanusiaan di khojaly agar jangan sampai terulang lagi kejadian serupa di masa depan. Selain itu kegiatan yang di lakukan oleh OIC Youth Forum Secretary General juga bertujuan 10 Pasal 4 Piagam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). 11 Trend V. Zhavoronkova, “OIC Youth Forum Secretary General: Azerbaijan's success is
untuk mengungkap fakta fakta di balik tragedi tersebut sekalgus untuk mengedukasi masyarakat mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Berbagai propaganda telah di lakukan seperti membuat berbagai diskusi publik, menggelar perlombaan hingga berbagai propaganda menarik di media sosial yang juga sangat mendapatkan respon yang positif dari masyarakat. Lebih dari itu peran OKI yang juga cukup berpengaruh pada perkembangan penyelesaian kasus Khojaly adalah pada Parliamentary Assembly Organisasi Kerjasama Islam yang di hadiri oleh 51 negara anggota OKI berhasil mengadopsi resolusi untk menyepakati kejadian tersebut sebagai kejahatan genosida. Selain itu peran OKI yang cukup signifikan juga ditunjukan dengan di akuinya pembantaian genosida di Khojaly oleh parlemen Pakistan, Meksiko, Turki yang perupakan negara anggota OKI11, pembumian isu tersebut haruslah di mulai di level nasional baru kemudia di level internasional. Pembumian isu seperti demikian haruslah di ikuti oleh parlemen-parlemen setiap negara terutama negara-negara anggota OKI agar tragedi yang terjadi di Khojaly perlahan perlahan terungkap dan secara sosiologis di dukung oleh lebih banyak lagi masyarakat global. Kampanye dan propaganda demikian sangatlah penting agar tragedi Khojaly tidak di lupakan oleh waktu dan jika perhatian dunia Internasional terhadap kasus tersebut meningkat bukan tidak mungkin kasus pembantaian genosida yang terjadi di Khojaly kembali di selidiki dan di bawa ke mahkamah pidana Internasional untuk di selidiki dan untuk dapat mengungkap keadilan. Maka dari itu peran Organisasi Kerjasama Islam sendiri dalam kasus ini cukup signifikan, walaupun begitu upaya yang di lakukan oleh OKI untuk terus mengungkap dan membumikan isu ini tidak akan berjalan dengan baik dan lancar tanpa dukungan dari setiap negara anggota OKI itu sendiri. Hal yang juga penting di lakukan oleh OKI adalah menjalin hubungan dan kerjasama dengan berbagai organisasi Internasional agar lebih mudah untuk membumikan isu ke negara negara di luar anggota OKI. Upaya tersbut sebenarnya telah di lakukan oleh OKI dengan berkerjasama dengan kantor Perserikatan Bangsa Bangsa di Ganeva untuk menyelenggarakan berbagai aktivitas aktivas terkait isu pembantaian Khojaly dan menghasilkan respon yang juga positif.
recognition of Khojali tragedy as genocide at political level”, en.trend.az, 13 Januari 2015.
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 4
Respon dan tindakan dari OKI terhadap tragedi genosida yang terjadi di Khojaly sangatlah penting sebagai pembelajaran mengenai sikap organisasi multilateral dan juga solidaritas antara sesama negara islam terhadap kejadian atau permasalahan kemanusiaan yang di alami oleh salah satu negara anggota dan juga untuk dapat mengevaluasi mengenai tragedi tersebut agar jangan sampai terulang kembali dia masa yang akan datang, lebih dari itu juga untuk menunjukan eksistensi dari solidaritas antara negara islam ke dunia internasional bahwa dalam menghadapi permasalahan transnasional, antara sesama negara islam memiliki hubungan yang amat kuat dalam mendukung dan membantu antara satu sama lain sehingga peran OKI dan hubungan antara sesama negara islam haruslah selalu dijaga dan juga ditingkatkan.
D. PERAN HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA AZERBAIJAN DALAM KASUS PEMBANTAIAN DI KHOJALY Penandatanganan surat pengakuan Republik Indonesia yang mengakui kemerdekaan Republik Azarbaijan pada tanggal 28 Desember 1991 menjadi awal sejarah terjalinnya hubungan bilateral antara Republik Indonesia dan Republik Azarbaijan yang kemudian di susul dengan di kukuhkannya hubungan diplomatik antara kedua negara tersebut pada tanggal 24 September 1992.12 Setelah terjadinya proses bersejarah tersebut, kedua negara mulailah menjajaki hubungan persaudaraan dan persahabatan dalam berbagai hal. Seirinng berjalannya waktu Republik Indonesia dan Republik Azarbaijan telah banyak melakukan kerjasama dan juga berbagai dukungan di berbagai bidang ekonomi, pendidikan, bantuan bencana alam dan lain sebagainya. Salah satunya adalah ketika tsunami Aceh terjadi pada tahin 2004 Republik Azarbaijan melalui PBB memberikan bantuan sebesar 1 juta dollar AS kepada penduduk Indonesia yang mengalami kerugian akibat dari bencana alam Tsunami.13 Dalam Konflik antara Armenia dan Azarbaijan peran Indonesia sebagai negara sahabat sekaligus negara sesama anggota OKI sejauh ini cukup berperan dan sangat mendukung Azarbaijan. Sikap Indonesia dalam 12
“Tongak-tongak Hubungan Azarbaijan-Inonesia”. Azembassy.or.id, 13 Januari 2015. 13 Tamerlan Garayev (Duta besar luar biasa dan berkuasa penuh Republik Azerbaijan untuk Republik Indonesia), “ 22 Tahun Hubungan Bilateral
konflik yang terjadi di Khojaly Azarbaijan sangatlah jelas bahwa Indonesia sepenuhnya mengakui bahwa daerah yang saat ini di kleim oleh Armenia adalah milik Azarbaijan, selain itu hingga saat ini Indonesia juga telah mengakui bahwa Armenia adalah negara agresor yaitu negara yang melakukan agresi atau penyerangan terhadap pihak negara lain. Langkah Indonesia yang mengakui Armenia sebagai negara agresor sangatlah di apresiasi oleh pemerintah Azarbaijan, dan pemerintah Azarbaijan juga berharap sikap tersebut juga di contoh dan di lakukan oleh negara-negara sahabat lainnya. Peran Indonesia sendiri dalam hal hubungan diplomatik juga sudah sangatlah jelas, Ketua DPR RI periode 2009 – 2014 Marzuki Ali mengatakan bahwa Indonesia tidak akan membuka kantor kedutaan besar Armania di Jakarta hingga Armenia mengembalikan Grabagh atas ke Azarbaijan, walaupun pada tahun 2012 ketika mentri luar negri Armenia berkunjung ke Jakarta bertemu mentri luar negri Indonesia dan mengatakan bahwa Armenia akan segera membuka kedutaan di Indonesia, namun kenyataannya hingga saat ini belum terealisasi. Selain peran dalam dunia diplomasi, dukungan Indonesia terhadap konflik yang terjadi di Khojaly juga di tunjukakan dengan d]berbagai gerakan gerakan sosial kemasyarakatan, seperti di selenggarakan beberapa kegiatan seminar diskusi maupun berbagai kegiatan lainnya yang bertujuan untuk membumikan isu Khojaly kepada masyarakat Indonesia agar dapat menjadi pelajaran dan juga mengingatkan kembali pada salah satu peristiwa kelam dalam sejarah peradaban manusia yang tidak boleh terjadi lagi pada era meoderen saat ini. Peran Indonesia dalam konflik Khojaly seharusnya sangatlah penting dan harus di tingkatkan mengingat bahwa Indonesia adalah negara dengan jumlah umat muslim terbayak di dunia seharusnya memiliki kewajiban hablum minanas dan persaudaraan sesama muslim yang kuat termasuk dengan negara-negara muslim lainnya yang sedang mengalamin konflik dan tragedi kemanusiaan, dan sekaligus juga diharapkan dapan menjadi motor yang menggerakan negara negara islam atau negara dengan mayoritas muslim lainnya untuk turut berperan aktif dalam membantu penyelesaian dan pasca konflik yang terjadi. Namun sejauh ini
Azarbaijan- Indonesia”, Irs Hubungan.
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 5
walaupun sikap pemerintah Indonesia telah jelas dan positif dalam mendukung dan mengakui wilayah Grabagh Atas dan Khojaly milik Azarbaijan namun penulis beranggapan bahwa peran Indonesia dengan politik luar negeri bebas aktifnya belum menunjukan sikap kepemimpinan global yang seharusnya Indonesia dapat lakukan dengan negara negara sahabat lainnya dalam membantu menerjunkan pasukan bantuan dalam konflik ataupun keseriusan dalam turut membawa kasus tersebut ke mahkamah pidana Internasional untuk di selidiki. Penulis juga berharap menagih keseriusan pemerintah untuk tidak membuka hubungan dipomatik kedutaan besar Republik Armenia di Jakarta sebelum terselesaikannya dan tuntasnya penanganan kasus tersebut, hal tersebut juga bertujuan untuk menekan pemerintah Armenia agar dapat secepatnya menyelesaikan konflik yang terjadi.
E. PERAN MAHKAMAH PIDANA INTERNASIONAL (ICC) DALAM KASUS KHOJALY International Criminal Court (ICC) atau Mahkamah Pidana Internasional yang terbentuk pada 1998 atau enam tahun setelah terjadinya genosida di Khojaly, terbentuk dengan berbagai tujuan mulia untuk menyelenggarakan dunia yang damai dan terbebas dari berbagai kejahatan kemanusiaan seperti yag tertuang dalam Rome Statute yang menjadi dasar terbentuknya ICC, dan memiliki yuridiksi seperti yang tertera berikut, The jurisdiction of the Court shall be limited to the most serious crimes of concern to the international community as a whole. The Court has jurisdiction in accordance with this Statute with respect to the following crimes: (a) The crime of genocide; (b) Crimes against humanity; (c) War crimes;
14 Pasal 5 Statuta Roma tentang kejahatan yang berada di bawah yusidiksi Mahkamah Pidana Internasional. 15 “Seba Aghayeva, “Azerbaijani Ambassador to Mexico: Resolutions on Khodjaly prove that
world community is tired of Armenian lies,”Tre n d , April 30, 2012
(d) The crime of aggression. 14 Jika kita menganalisa lebih lamjut mengenai kejahatan apa saja yang berada dalam yuridiksi Mahkamah Pidana Internasional berdasarkan pasal tersebut maka apa yang terjadi di Khojaly telah masuk ke dalam semua poin dalam pasal tersebut, genosida yang terjadi di Khojaly dapat di buktikan dari banyak di akuinya tragedi di khojaly gebagai genosida oleh banyak negara, yang di awali oleh negara Meksiko yang menyetujui resolusi tragedi Khojaly sebagai kejahatan genosida. “Mexico was the first country to adopt a resolution condemning the Khojaly genocide, Pakistan became the second country, and they were joined recently by Colombia (…) Naturally, we will not stop, we go ahead and hope that many countries will follow the example of Mexico. It is our civic duty in the nameof the memory of the victims of genocide,in the name of justice”15 Dengan pengakuan tersebut maka dapat di katakan bahwa apa yang terjadi di Khojaly tersebut adalah sebuah kejahatan genosida sehingga telah sesuai dan masuk ke dalam yuridiksi Mahkamah Pidana Internasional. Selain itu poin ke 2 dari Pasal 5 statuta roma yang mengatakan Crimes Against Humanity atau kejahatan terhadap kemanusiaan juga tetelah terbukti dan di akui oleh berbagai negara ataupun organisasi-organisasi pembela hak asasi manusia dalam berbagai forum ataupun dokumen resmi,16 sehingga poin kedua pun telah terpenuhi bahwa apa yang terjadi di Khojaly adalah merupakan salah satu tragedi kejahatan terhadap kemanusiaan atau crimes against humanity. Tragedi yang terjadi di Khojaly sebagai kejahatan perang atau War Crimes juga telah di amini dan bahkan telah di bahas lebih lanjut dalam buku karangan Fional Machlachn yang mengungkap tragedi di Khojali banyak kejahatan perang yang terjasdi di sana.17 maka dengan demikian poin tiga tersebut telah terpenuhi. Dan yang terakhir adalah The crime of aggression yang juga terjadi di Khojaly, maka dengan demikian sudah sangatlah jelas bahwa tragedi 16
Ayten Mustafayeva, “KHOJALY GENOCIDE ISTHE WORST CRIME AGAINST HUMANITY”, Institute of Human Rights and Conflict Studies, http://www.ihraz.org/index.php?lang=1&ind=conf&id=43, 19 Januari 2015 17 Machlachan Fiona, Peart Ian, “Khojaly Witness of a war crime: Armenia in the Dock”, Ithaca Pers.
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 6
kemanusiaan yang terjadi di Khojaly berada di bawah yuridiksi Mahkamah Pidana Internasional (ICC), sehingga seharusnya tragedi yang terjadi di Khojaly telah dapat di bawa ke mahkamah pidana Internasional untuk di selidiki dan di usut siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa kelam dalam sejarah peradaban umat manusia tersebut. Sehingga yang saat ini di butuhkan adalah komitmen dari Perserikata Bangsa Bangsa untuk dapat mengirimkan kasus tersebut ke mahkamah pidana internasional sesuai dengan ketentuan sebagai berikut, A situation in which one or more of such crimes appears to have been committed is referred to the Prosecutor by the Security Council acting under Chapter VII of the Charter of the United Nations; 18 PBB sebenarnya telah dapat mengirimkan kasus tersebut untuk di adili di mahkamah pidana internasional apabila telah memenuhi unsur berada di bawah ruang lingkup mahkamah, namun selain PBB yang juga dapat mengirimkan kasus tersebut ke mahkamah pidana internasional adalah negara sesuai dengan ketentuan berikut, A State Party may refer to the Prosecutor a situation in which one or more crimes within the jurisdiction of the Court appear to have been committed requesting the Prosecutor to investigate the situation for the purpose of determining whether one or more specific persons should be charged with the commission of such crimes.19 Maka dengan demikian pada dasarnya masyarakat warga Azarbaijan dan juga masyarakat global hanya dapat menagih keseriusan dari pihak pihak terkaitapakah benar benar serius ingin menyelesaikan kasus tersebut ke mahkamah pidana internasional untuk dapan di selidiki dan untuk di temukan siapa yang harus bertanggung jawab atas tragedi tersebut demi mengungkap keadilan. Maka pihak yang seharusnya bertanggung jawab haruslah dapat mempertanggung jawabkan dan di beri hukuman oleh mahkamah pidana internasional sesuai dengan ketentuan hukum internasional yang berlaku.
18 19
F. KESIMPULAN Peran yang telah di lakukan oleh dunia Internasional pada tragedi kemanusiaan yang terjadi di Khojaly sangatlah penting sebagai tolak ukur dan pembelajaran mengenai bagaimana seharusnya dunia dapat berperan dalam konflik transnasional yang terjadi antar negara dan sekaligus sebagai bahan evaluasi untuk masa yang akan datang. Walaupun pada tragedi genosida yang telah terjadi di Khojaly peran dunia Internasional masih dirasa kurang signifikan, namun peran pasca terjadinya genosida hingga saat ini masih dapat di tingkatkan dan harus lebih di galakkan lagi, karena pada dasarnya segala tragedi dan tindakan di masa lalu walaupun sudah tidak bisa di rubah namun masih dapat di selesaikan dengan mengusut tuntas siapa yang harus bertanggung jawab atas tragedi tersebut agar keadilan harus tetap di tegakan dan agar tidak menciderai hati nurani mereka yang kehilangan krabat, keluarga dan saudara. Dan juga untuk dapat segera mencari jalan keluar penyelesaian sengketa antara Republik Armenia dan Republik Azarbaijan. Peran dunia Internasional pada dasarnya haruslah di mulai dari lingkup nasional untuk terus mengingat dan jangan sampai melupakan tragedi Khojaly agar semangat dan solidaritas untuk tetap menyelesaikan konflik yang terjadi tersebut dapat segera terselesaikan. Maka dengan demikian kegiatan sosial baik yang bersifat kultural maupun akademis seperti apa yang telah di lakukan oleh OIC Youth Forum Secretary General dengan mengadakan seminar dan kompetisi dalam rangka untuk terus mengingat tragedi Khojaly sangatlah penting agar terus dapat memupuk kepedulian dan terus mengingatkan pada setip generasi mendatang mengenai apa yang telah terjadi, bagaimana dunia Internasional seharusnya merespon dalam menyelesaikan kasus tersebut agar jangan sampai tragedi demikian terjadi lagi di masa yang akan datang. Walapupun apa yang terjadi di Khojaly tersebut sangatlah melukai hati nurani kemanusiaan, namun terus mengingat dan memperingati kejadian tersebut menjadi sangat penting agar mata dunia Internasional tidak tertutup untuk melihat dan tetap terus mengungkap tragedi tersebut untuk dapat menegakkan keadilan yang seadil adilnya, karena pada dasarnya keadilan haruslah tetap di tegakkan dalam kondisi dan situasi apapun, seperti adagium Viat Justitia Ruat Caelum yaitu
Pasal 13 poin (b) Statuta Roma. Pasal 14 ayat (1) Statuta Roma.
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 7
Keadilan haruslah teteap di tegakkan walaupun langit runtuh, begitu pula dalam kasus tragedi genosida Khojaly maka siapa yang bertanggung jawab atas genosida tersebut haruslah mempertanggung jawabkan di hadpan mahkamah pidana Internasional.
e=MultilateralCooperation&IDP=4&P=Multilateral& l=id, 11 Januari 2015.
Sekarang yang dapat kita lakukan adalah menagih hati nurani dari masing masing individu, kepala negara, kepala organisasi internasional dan seluruh umat mausia apakah ingin benar benar serius untuk mengungkap keadilan untik Khojaly atau akan melupakan dan menguburnya dalam dalam, semua adalah pilihan dan keseriusan dari hati masing masing individu termasuk saudara yang sedang membaca essay ini
Seba Aghayeva, “Azerbaijani Ambassador to Mexico: Resolutions on Khodjaly prove that
DAFTAR PUSTAKA Artikel Internet
List of Innonent Victims, “Justice for Khojaly Campaign Development & Support “,http://web.justiceforkhojaly.org/en/about-khojaly, 11 Januari 2015.
world community is tired of Armenian lies,”Tre n d , April 30, 2012 Tamerlan Garayev (Duta besar luar biasa dan berkuasa penuh Republik Azerbaijan untuk Republik Indonesia), “ 22 Tahun Hubungan Bilateral Azarbaijan- Indonesia”, Irs Hubungan. Tongak-tongak Hubungan Azarbaijan-Inonesia”. Azembassy.or.id, 13 Januari 2015. Trend V. Zhavoronkova, “OIC Youth Forum Secretary General: Azerbaijan's success is recognition of Khojali tragedy as genocide at political level”, en.trend.az, 13 Januari 2015.
Ayten Mustafayeva, “KHOJALY GENOCIDE ISTHE WORST CRIME AGAINST HUMANITY”, Institute of Human Rights and Conflict Studies, http://www.ihraz.org/index.php?lang=1&ind=conf&id=43, 19 Januari 2015
United Nations Security http://www.un.org/en/sc/members/.
A.Bakykhanov, “KHOJALY GENOCIDE - THE TRAGEDY OF THE 20TH CENTURY”, Azarbayzan.az, 11 Februari 2015
Machlachan Fiona, Peart Ian, “Khojaly Witness of a war crime: Armenia in the Dock”, Ithaca Pers.
Fakta dan Perkembangan konflik Armenia dan Azarbaijan, Website Kedutaan besar Azarbaijan, http://www.azembassy.or.id/ind/agr.shtml. 10 Januari 2015. Kerjasama Mulilateral, Kementrian Luar Nrgri Republik Indonesia, Organisasi Kerjasama Islam (OKI), http://www.kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Nam
Council,
Buku
Piagam Internasional Piagam Organisasi Kerjasama Islam (Organization Islamic Cooperation Charter) Piagam Perserikatan Bangsa- Bangsa (United Nations Charter ) Statuta Roma ( Rome Statute )
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 8
Konversi Modal dalam Mobilitas Sosial di Sektor Informal: Studi Kasus Pedagang Kaki Lima (PKL) Penjual Martabak yang Memiliki Karyawan
Dicky Rachmawan Departemen Sosiologi, Universitas Indonesia Depok, Universitas Indonesia
[email protected]
Abstract. The informal sector is often underestimated, but actually economic activity in informal sector is general tendency of economic structure in Indonesia. Several previous studies have discussed about groups who are in the informal sector, one of them is “pedagang kaki lima” or called “PKL”. From previous studies PKL are vulnerable and weak even they can not survive from rapid development of city. But there is PKL who acctually can survive even expand his business and have employees to run it. The different from previous studies that author focuses on the process of social mobility from PKL specially “pedagang martabak” from the starts of his business until that PKL have employees to running his business through the convertion of his capital. The result is show that social capital has an important role in the capital conversion to accessing economic capital and culutural capital, starting from change of job and income, initial capital to run his business (economic capital) and the ability to make martabak (cultural capital). The conversion between social capital and culutural capital is occurs to ensuring the achievement of the maximal profit (economic capital) through employement management capability that guarantee of trust between PKL and his employees. But, not only social capital, cultural capital and economic capital that have role in social mobility. Other capital such a location of business or site has important role that determining the “development” PKL business because it is linked to consumer demand and opportunity of profit. Keywords: Informal sector, PKL, capital, convertion, social mobility.
A. PENGANTAR Sektor Informal memiliki peranan penting di perekonomian Negara Indonesia. Sebesar 70% perekonomian Negara Indonesia ditopang oleh sektor informal dengan kontribusi sebesar 40% terhadap GDP [3]. Tumbuhnya sektor informal pada suatu wilayah biasanya pada kota-kota besar disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk yang tak terserap oleh sektor formal [7]. Kota Depok sebagai salah satu kota penyangga Kota Jakarta berbeda dengan kota lain seperti Bekasi dan Tanggerang, memiliki peran sebagai kawasan pemukiman dan mengalami kemajuan yang cukup pesat [2]. Bertambahnya penduduk berdampak pada perkembangan ekonomi di sektor informal Kota Depok, dimana pedagang besar dan eceran menempati urutan kedua penyumbang ekonomi sebesar 25% [6]. Peningkatan ekonomi sektor informal dapat dilihat pada terjadinya peningkatan jumlah pedagang kaki lima (PKL)
pada jalan utama hingga jalan protokol lainnya di Kota Depok seperti di Jalan Margonda, Jalan Raya Sawangan, dan jalan-jalan lainnya. Keberadaan para PKL mencari tempattempat strategis untuk mendekatkan diri pada konsumen di pinggir jalan-jalan protokol Kota Depok. Menjadikan PKL rentan terhadap kerugian jika terjadi penertiban yang tak jarang menggunakan cara represif [6].
B. RENTANNYA POSISI PEDAGANG KAKI LIMA DAN MINIMNYA AKSES MODAL Pedagang kaki lima (PKL) tergolong dalam kelompok yang marginal dan tidak berdaya. PKL termasuk ke dalam kelompok marginal karena rata-rata tidak dapat mengakses modal di dalam masyarakat karena arus kehidupan kota dan bahkan tergilas oleh kemajuan kota itu sendiri. Keterbatasan akses modal yang dihadapi oleh PKL pada tulisan ini adalah
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 9
keterbatasan PKL untuk dapat terus bertahan dan bahkan mendapatkan keuntungan atau bahkan mengembangkan usaha yang dimilikinya. Kemudian dikatakan tidak berdaya karena PKL adalah tidak terjangkau dan tidak terlindungi oleh hukum, posisi tawar menawar lemah dan seringkali menjadi objek penertiban dan penataan kota yang tidak jarang bersifat represif [6]. Namun tidak semua PKL memiliki keterbatasan akses modal seperti yang disebutkan oleh Siswono [6]. Bahkan terdapat PKL yang memiliki karyawan untuk menjalankan usahanya. Keunikan tersebut menjadi menarik disamping menjadi kebaruan pada pembahasan tentang ekonomi sektor informal khususnya pembahasan tentang PKL. Tulisan ini bertujuan untuk melihat proses bagaimana awal perkembangan usaha yang dilakukan oleh PKL hingga memiliki karyawan sebagai refleksi dari mobilitas sosial.
C. MODAL, MOBILITAS SOSIAL DAN SEKTOR INFORMAL (PKL) Modal Modal didefinisikan oleh Bourdieu dalam Achwan [1] tidak hanya menekankan pada aspek ekonomi. Namun modal yang dimaksud juga termasuk pada modal sosial sosial dan modal kultural. Modal Ekonomi Modal ekonomi atau modal keuangan adalah modal material yang bersifat objektif guna melakukan transaksi antara satu aktor dengan aktor lainnya seperti uang [1]. Pada tulisan ini akan ditekankan pada kemampuan ekonomi sang PKL untuk mengembangkan usahanya. Modal Sosial Modal sosial adalah jaringan sosial atau relasi-relasi yang dimiliki oleh aktor [1]. Brinton dan Nee [4] menjelaskan pentingnya norma dan kepercayaan di dalam jaringan sosial pada satu unit sosial. Pada tulisan ini akan lebih ditekankan bagaimana aktor menggunakan modal sosialnya untuk memulai usaha hingga mengembengkannya. Modal Kultural Modal kultural adalah nilai-nilai yang dipelajari tetang suatu hal [1]. Pembahasan tentang nilai-nilai akan lebih ditekankan pada
nilai-nilai, kemampuan hingga pengetahuan yang didapatkan dari pendidikan informal dalam memulai usaha yang dilakukan aktor hingga pengembangan usahanya. Mobilitas Sosial Zanden [10] mendefinisikan mobilitas sosial sebagai perpindahan individu atau kelompok dari satu kelas ke kelas lainnya. Sedikit berbeda Lipset dan Bendix dalam Gardono [11] juga mendefinisikan mobilitas sosial sebagai perpindahan posisi invididu dalam masyarakat. Kemudian Giddens dalam Gardono [11] mendefinisikan mobilitas sosial sebagai erubahan individu dan kelompok dalam aspek sosial-ekonomik. Sehingga dapat ditarik esensi bahwa mobilitas sosial merupakan perpindahan tingkat/level individu/kelompok dalam masyarakat berdasarkan aspek sosial ekonomi (persepsi rangking pekerjaan, rangking pendapatan, rangking konsumsi, dan rangking kekuasaan). Namun pada tulisan ini akan difokuskan pada rangking pendapatan sebagai refleksi mobilitas sosial yang dilihat dari kemampuan PKL mengakses modal ekonomi yaitu memperoleh keuntungan dari usaha yang dimilikinya. Disishkannya dimensi persepsi rangking pekerjaan, konsumsi dan kekuasaan karena jelas seperti apa yang dijelaskan oleh Siswono [6] bahwa PKL merupakan kelompok yang tak berdaya dan dianggap rendah. Sektor Informl (PKL) Gardono [10] menyebutkan bahwa ekonomi sektor informal adalah saluran mobilitas sosial bagi mereka yang berada pada keadaan ekonomi yang lemah. Sedikit berbeda dengan Gardono [11], Hatta [2] menyebutkan bahwa sektor informal adalah suatu ruang yang dianggap lemah yang muncul bukan pada tempat khusus, tak terorganisasir dan tak tersentuh hukum. Kemudian Gardono [11] mendefinisikan ekonomi sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang diselenggarakan oleh mereka yang kurang memiliki akses hukum dan ekonomi seperti tukang ojek, pedagang bakso, pedagang ketoprak dan seterusnya. Dari ketiga definisi tersebut dapat ditarik esensi sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu/kelompok yang bersifat tak terorganisir dan tak tersentuh hukum yang dilakukan oleh mereka yang berada pada keadaan lemah untuk melakukan mobilitas sosial. Lebih lanjut Hatta [2], Siswono [6] dan Gardono [11] menyebutkan bahwa sektor informal sangat erat kaitannya dengan PKL
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 10
sebagai kelompok yang tergolong marginal dan tidak berdaya atau lemah. Adapun jenis PKL yang dimaksud dalam tulisan ini adalah PKL dalam bentuk gerobak dorong seperti yang disebutkan oleh Widihandoko dan Allie [9] secara spesifik yaitu pedagang martabak namun memiliki karyawan yang berjumlah 4 orang karyawan.
D. KONVERSI MODAL DAN MOBILITAS SOSIAL DI SEKTOR INFORMAL 1. Konversi Modal Sosial untuk Mengakses Modal Ekonomi dan Modal Kultural (Menjadi Karyawan Pedagang Martabak) Sebelum membahas tentang pencapaian PKL pedagang martabak hingga memiliki 4 orang karyawan, penting untuk melihat pekerjaan dan penghasilan yang dulu didapatkannya dalam mengkaji mobilitas sosial. Informan dengan status pendidikan yang hanya mengecap pendidikan dasar menyebutkan bahwa dulu sebelum menjadi pedagang martabak ia berporfesi sebagai petani dengan penghasilan kurang lebih mencapai Rp.25.000,- per hari, maka jumlah penghasilan per bulannya adalah Rp.750.000,- di tahun 1980-an. Terlebih dengan terdapatnya ketidakpastian keuntungan seperti gagal panen akibat hama atau penyakit tanaman. Kemudian melalui relasi sosial atau jaringan (modal sosial) dari kerabat atau tetangga yang ia miliki terdapat kesempatan untuk bekerja menjadi karyawan martabak di daerah Jabodetabek. Informan pun bekerja menjadi salah satu dari 9 karyawan martabak selama 6 tahun. Pekerjaannya sebagai karyawan martabak selama 6 tahun menghasilkan sejumlah uang yang ia tabung dari sisa gaji yang didapatkannya (modal ekonomi) dan kemahiran (skill) yang dipelajari untuk membuat martabak (modal kulutral). Pada tahap ini dapat dilihat disamping status pendidikan yang kurang pada informan, maka modal sosial memiliki peran yang signifikan yang dikonversikan untuk mendapatkan modal ekonomi (gaji) dan modal kultural (kemampuan membuat martabak).
ditabung dari hasil bekerja selama 6 tahun dan kemampuan membuat martabak (modal kultural), namun Informan masih belum memiliki cukup modal ekonomi untuk memulai usaha. Kurangnya akses modal ekonomi untuk melakukan pinjaman ke bank menjadikan informan mengkonversi modal sosial yang ia miliki untuk mendapatkan modal awal dalam memulai usahanya. Kekurangan modal ekonomi yang Informan hadapi untuk modal pertama membuka usaha diselesaikan melalui uang yang dipinjamkan oleh mertua Informan. Gerobak yang digunakan untuk usaha pertama kali pun ia dapatkan melalui kenalannya dengan sistem pembayaran cicilan. Modal sosial pun digunakan tidak hanya untuk mengurangi biaya awal, namun Informan melalui kenalannya pun mendapatkan informasi lokasi yang strategis untuk memulai usaha martabaknya yang berada di perapatan mampang Jalan Raya Sawangan Depok tepatnya disamping Mesjid Al-Istiqomah. Sehingga dapat dilihat melalui modal sosial yang Informan miliki selain dapat mengurangi beban modal usaha namun juga dapat memberikan informasi lokasi yang strategis dimana Informan pun dapat memulai usaha martabaknya (konversi modal sosial untuk mengakses modal ekonomi). 3. Konformitas dan Konversi Modal Sosial juga Modal Kultural pada Peningkatkan Akses Modal Ekonomi (Pedagang Martabak dengan Karyawan) Lokasi strategis yang didapatkan dari informasi yang diberikan oleh teman di perapatan mampang Jalan Raya Sawangan Depok tepatnya disamping Mesjid Al-Istiqomah berdampak pada terlihatnya usaha martabak yang dimiliki oleh informan. Terlihatnya usaha martabak secara jelas di perempatan menjadikan ketika adanya satu orang yang membeli “martabak” pada usaha yang dilakukan informan secara tidak langsung memberitahu kepada setiap orang lain yang berkendara di “perempatan” bahwa “martabak” yang
2. Konversi Modal Sosial untuk Mengakses Modal Ekonomi (Menjadi Pedagang Martabak) Modal sosial tetap menjadi modal yang signifikan bagi informan untuk melakukan mobilitas sosial dari karyawan pedagang martabak menjadi pedagang martabak. Setelah memiliki sejumlah uang (modal ekonomi) yang
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 11
dijajakan oleh informan adalah makanan yang menarik dan diminati.
empat orang karyawan yang memiliki perannya masing-masing20 seperti gambar di bawah ini:
Hal tersebut secara tidak langsung menjadi daya tarik tersendiri yang dimiliki oleh informan pertama kepada masyarakat secara umum baik yang berkendara atau pun tidak. Terlebih ketika kondisi pembeli bertambah yang akhirnya menjadikan orang yang sedang berkendara lewat pun dapat berhenti dan ingin mencoba membeli martabak yang dengan kata lain dapat disebut sebagai konformitas [7], seperti gambar berikut: Gambar 2. Karyawan Informan sedang bekerja sesuai perannya
Gambar 1. Antrian Motor yang Membeli Martabak
Karena tempat yang strategis tersebut yang berdampak pada semakin meningkatnya permintaan akan martabak Informan. Hal ini sejalan dengan yang disebutkan oleh Williamson dalam Nee [5] bahwa modal lainnya diluar modal yang disebutkan oleh Bourdieu dalam Achwan [1] yaitu lokasi yang strategis atau site berdampak pada peningkatan akses modal ekonomik (keuntungan). a. Konversi Modal Sosial dalam Peningkatan Modal Ekonomi (Peningkatan Produktivitas & Keuntungan) Meningkatnya permintaan martabak karena lokasi yang strategis menjadikan meningkatnya kebutuhan akan tenaga produksi. Adanya kesempatan tersebut pun digunakan oleh informan dengan merekrut karyawan utamanya didasarkan pada relasi atau hubungan sosial yang dimiliki oleh Informan, sama halnya seperti yang terjadi pada Informan saat menjadi karyawan pedagang martabak. Bertambahnya tenaga produksi atas dasar relasi atau hubungan sosial menjadikan semakin tingginya produktivitas, yang ditandai dengan tidak hanya memproduksi martabak tapi juga memproduksi kue-kue. Hingga kini total karyawan yang dimiliki informan berjumlah 20
satu orang memproduksi martabak telor, satu orang memasak adonan martabak manis, satu orang memotong martabak manis dan membungkusnya juga
Kini pendapatan dari usaha yang dimiliki oleh Informan kurang lebih mencapai Rp.4.380.000,- per hari dengan secaa spesifik sebagai berikut, yaitu keuntungan dari menjual kue yang habis dalam sehari mencapai Rp. 1.500.000,-. Keuntungan dari martabak manis dan martabak telor kurang lebih 40-50 (rata-rata 45 loyang) loyang dengan harga rata-rata mencapai Rp.32.000,-/loyang berarti pada satu jeni martabak mendapat keuntungan kotor sebesar Rp.1440.000,-. Lebih lanjut karena ada dua jenis martabak berarti keuntungan kotor kemungkinan mencapai Rp. 2.880.000,-. Kemudian total keuntungan kue dan martabak adalah kemungkinan mencapai Rp.4.380.000,/hari. Keuntungan bersih yang didapatkan informan per hari adalah Rp.2.380.000,- karena total bahan baku mencapai Rp. 2000.000,-. Jika di hitung secara total keuntungan bersih maka usaha maratabak yang digeluti oleh Informan pertama mencapai Rp.71.4000.000,- per bulannya. Namun terdapat beban gaji karyawan Rp.5.000.000,- per bulan, beban makan adalah Rp. 7.200.000,-, beban kontrakan Rp.2.000.000 juta per bulan (karena menyewa 2 kontrakan yaitu satu untuk karyawan dan satu untuk keluarga), beban rokok mencapai Rp.1.080.000,-, kemudian peralatan mandi Rp. 200.000,- dan sewa lapak mencapai Rp. 350.000,- yang jika di total beban biaya adalah Rp.15.830.000,-/bulan . Sehingga potensi kemungkinan keuntungan bersih yang didapat oleh Informan kurang lebih mencapai Rp. 55.570.000,-/bulan atau. Terlebih Informan juga membangun modal sosial dengan para
satu orang melayani pembelian kue atau martabak selain mencatat pesanan.
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 12
konsumennya melalui pencantuman kontak personal informan di bungkus dari martabaknya. Meningkatnya permintaan produksi yang diimbangi dengan peningkatan tenaga produksi atas dasar relasi sosial untuk meningkatkan produktivitas berdampak pada keuntungan ekonomi yang dirasakan oleh Informan (konversi modal sosial pada peningkatan akses modal ekonomi). b. Konversi Modal Kultural dalam Modal Sosial yang Berperan Menjaga Produktivitas (Pengelolaan Karyawan) Nilai kejujuran karyawan (modal kultural) merupakan aspek yang dijunjung tinggi oleh Informan juga merefleksikan loyalitas terhadap berjalannya usaha martabak Informan sehingga produktivitas dan keuntungan dapat tercapai secara maksimal (modal ekonomi). Terjadinya pelanggaran terhadap nilai kejujuran merupakan hal serius yang segera Informan tindak lanjuti jika memang benar terjadi. Seperti yang dijelaskan sebelumnya dimana Informan merekrut karyawan atas dasar relasi atau hubungan sosial. Hal tersebut dikarenakan menurut Informan karyawan yang direkrut atas dasar relasi sosial lebih dapat dipercaya dan lebih mudah dikontrol untuk dapat menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran. Sehingga kepercayaan dari nilai-nilai kejujuran (modal kultural) karyawan kepada Informan (modal sosial) dapat memelihara dan menjaga agar produktivitas dan keuntungan dapat tercapat secara maskimal (modal ekonomi). Selain pemeliharaan modal kulutral dalam modal sosial usaha martabak Informan, terdapat juga pengetahuan dan kemampuan (skill-modal kultural) yang dimiliki Informan dalam pengelolaan karyawan yang dipelajari selama 6 tahun selama Informan menjadi karyawan pedagang martabak. Pengelolaan tersebut adalah dijaminnya kebutuhankebutuhan dasar para karyawan yaitu pada biayabiaya seperti biaya makan, kontrakan, beban rokok dan peralatan mandi. Sehingga karyawankaryawan pun mendapatkan gaji bersih yang bisa mereka tabung tanpa ada biaya lainnya. Terjaminnya biaya hidup dan didapatkannya gaji bersih bagi karyawan tersebut berperan menjaga hubungan baik antara Informan dan para karyawan (modal sosial). Terjaganya hubungan baik menjadikan terjaganya kepercayaan dan nilai kejujuran (modal kultural) yang akhirnya terjaminnya produktivitas sehingga dapat mencapai keuntungan yang maksimal (akses terhadap
modal ekonomi) seperti yang disebutkan oleh Brinton dan Nee [4].
E. KESIMPULAN Dari pembahasan di atas, dapat dilihat signifkannya peran modal sosial sebagai sarana untuk melakukan mobilitas sosial dalam sektor informal. Keterbatsan akses “PKL” terhadap modal ekonomi seperti pinjaman Bank atau lembaga pendanaan lainnya dapat digantikan melalui pengkonversian modal sosial sehingga seseorang dapat memiliki modal ekonomi dalam bentuk uang, atau pun barang, bahkan informasi penting. Semakin besar modal sosial atau jaringan yang dimiliki seseorang maka semakin besar pula kemungkinan didapatkannya modal lainnya (modal ekonomi atau modal kultural) dari pengkoversian modal sosial dan semakin memperbesar kemungkinan terjadinya mobilitas sosial. Pada kasus ini, PKL pedagang martabak, penting untuk melihat modal lainnya yang berperan mendorong meningkatnya permintaan yang tidak disebutkan oleh Bourdieu dalam Achwan [1] namun disebutkan oleh Williamson dalam Nee [5] yaitu modal lokasi yang strategis atau site. Dalam perkembangan usaha lokasi yang strategis memainkan peran penting pada tingkat permintaan yang disebabkan karena konformitas [7]. Adanya peningkatan permintaan ini yang merupakan titik penentu dapat berkembangnya usaha PKL atau tidak sehingga membuka “peluang” pada peningkatan keuntungan namun harus diimbangi dengan kemampuan produksi (penambahan karyawan). Upaya pemasaran dengan pencantuman kontak Informan pada bungkus martabak juga memudahkan konsumen agar dapat memesan martabak melalui pesan singkat (peningkatan efisiensi dan pembangunan jaringan sosial konsumen dan produsen). Kemudian pengkonversian modal yang penting untuk dilihat adalah adanya kemampuan pengelolaan karyawan (modal kultural) yang menjamin hubungan atau relasi sosial (modal sosial) yang di dalamnya terdapat nilai kejujuran (modal kulutural). Terjaminnya nilai kejujuran dalam relasi atau hubungan sosial memunculkan “kepercayaan” seperti yang disebutkan oleh Brinton dan Nee [4] sehingga berdampak pada terjaminnya produktivitas dan keuntungan yang maksimal (akses terhadap modal ekonomi). Terakhir dari tulisan ini membuktikan bahwa tidak semua pedagang kaki lima atau PKL tergolong pada kelompok yang tidak dapat mengakses modal ekonomi atau mendapatkan
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 13
keuntungan seiring perkembangan yang terjadi di Kota Depok, terlebih dari mobilitas yang telah dilakukan oleh PKL pedagang martabak hingga mencapai keuntungan bersih kurang lebih Rp.55.570.000,- per bulannya, seperti yang disebutkan oleh Hatta [2], Siswono [6] dan Gardono [11].
DAFTAR PUSTAKA [1] R. Achwan. Sosiologi Ekonomi di Indonesia, Jakarta, Indonesia: Universitas Indonesia Press, 2014 [2] L. Hatta, S. Setiadi, W. Wibowo, D. Wahab dan Rohaili, “Profil Sektor Informal Pedagang Kaki Lima di Jalan Margonda Raya Depok”, Universitas Indonesia, 1994. [3] D. R. Kusuma. (2013) Dari Website Detik Finance. [Online]. Tersedia: http://finance.detik.com/read/2013/05/05/14222 9/2238328/4/70-pertumbuhan-ekonomiindonesia-disumbang-sektor-informal [4] M. C. Brinton dan V. Nee. The New Institutionalism in Sociology. New York, USA: Russell Sage Foundation, 1998. [5] V. Nee. New Institutionalsm, Economic and Sociological, Princeton, USA: Princeton University Press. [6] E. Siswono, “Resistensi dan akomodasi : Suatu kajian tentang hubungan-hubungan kekuasaan pada Pedagang Kaki Lima ( PKL ), preman dan aparat di Depok”. Desertasi, Univeristas Indonesia, Depok, Indonesia, 2009. [7] K. Soenarto. Pengantar Ilmu Sosiologi, Ed. Revisi, Jakarta, Indonesia: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. [8] Taekoes. (2009) Dari website PONDOKINFO.COM. [Online]. Tersedia: http://www.pondokinfo.com/index.php/pondok -realita/45-masyarakat/64-sektor-informalpermasalahan-dan-upaya-mengatasinya.html [9] B. Widihandoko dan A. M. Allie, “Karakteristik Sektor Informal pada Kereta Rel Listrik (KRL) Ekonomi (rute: Jakarta-Bogor)”. Jurnal Teknik PWK, vol. 2 (4), pp 1018-1028. [10] J. W. V. Zanden. Sociology, 4th edition. New York, USA: John Wiley & Sons, Inc. [11] “Mobilitas Sosial” materi yang disampaikan oleh Prof. Iwan Gardono Sujatmiko, Ph.D mata kuliah Stratifikasi Sosial, Depok, Indonesia.
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 14
PRT, UU Tenaga Kerja, dan Eksklusi Gender
Heidy Angelica Suharno Department of Sociology, Universitas Indonesia Depok, Indonesia
[email protected]
Abstract. National economic growth should be followed by social justice and improvement of social welfare. In fact, there are still many groups within society that have been marginalized & excluded. In gender perspective, the most excluded group is woman. Through cases and legislations reviews, this paper argues that women workers in Indonesia, especially domestic workers, are still excluded from formal legislation and government’s assurance. Therefore, government must review and make better legislation that ensures domestic workers’ welfare. Government should also ratify legislation of domestic workers protection in Indonesia. Keywords: domestic workers, gender exclusion, social justice, social welfare.
A. PENDAHULUAN Dalam dinamika perubahan ekonomi suatu negara, “pembangunan” menjadi tema utama yang terus-menerus dibahas dan bahkan diperdebatkan. Teori-teori pembangunan awal memfokuskan perhatiannya pada pertumbuhan ekonomi nasional. Namun pada faktanya, pertumbuhan ekonomi nasional tidak secara otomatis diikuti oleh peningkatan kesejahteraan masyarakat yang merata. Bahkan perubahan ekonomi yang semakin kapitalis dan neo-liberal juga menyebabkan terjadinya eksklusi sosial kepada kelompok masyarakat tertentu yang tidak mampu masuk dan mengikuti desakan kapitalisme tersebut. Karena itu, para akademisi maupun aktivis mulai menaruh perhatian pada isu-isu kesenjangan sosial dan kemiskinan [1]. Organisasi-organisasi internasional seperti ILO (International Labor Organization) pun menempatkan analisis kesenjangan dalam melakukan usaha-usaha mereka menangani kemiskinan, khususnya kelompok-kelompok yang termarjinalkan atau bahkan tereksklusi. Perjuangan Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional harus disertai dengan perhatian khusus pada kelompok-kelompok masyarakat yang masih tertinggal dari kesejahteraan, bahkan tereksklusi dari hak-hak yang seharusnya mereka terima. Harapannya, melalui usaha atau kebijakan pemerintah terwujudlah pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan yang merata untuk seluruh masyarakat. Kewajiban pemerintah tersebut sejalan dengan definisi
Walker & Walker [2] yang melihat eksklusi sosial sebagai pengabaian atau kondisi tidak dianggapnya hak-hak warganegara yang terdiri dari hak sipil, politik dan hak-hak sosial masyarakat. Masyarakat yang mengalami eksklusi sosial tidak mampu atau dibatasi aksesnya kepada pekerjaan, hidup layak, kesehatan, kesejahteraan dan aspek-aspek hidup mendasar lainnya yang dapat diakses oleh masyarakat pada umumnya. Padahal menurut Marshall [2], hak-hak warganegara tersebut (citizenship) merupakan hak yang harus diberikan negara kepada mereka yang merupakan warganegaranya. Dalam perspektif eksklusi sosial berbasis gender, kelompok masyarakat yang terkena dampak terbesar dari eksklusi sosial dalam pembangunan ekonomi adalah kaum perempuan. Rini S.pd, Koordinator Hubungan Internasional Aksi Perempuan Indonesia (API) Kartini berpendapat bahwa kapitalisme yang meningkatkan tekanan dan persaingan ekonomi, telah mendorong perempuan untuk keluar dari rumah dan mencari penghasilan untuk mampu menghidupi keluarganya [3]. Perempuan yang kurang memiliki pendidikan dan keterampilan terpaksa bekerja sebagai buruh. BPS (2012) mencatat, jumlah buruh Indonesia mencapai 112 juta orang dan sebanyak 43 juta di antaranya adalah buruh perempuan [4]. Neo-liberalisme juga mendorong munculnya praktik tenaga kerja dengan upah murah. Upah murah inilah yang membuat buruh menjadi salah satu kelompok masyarakat yang paling sering diperjuangkan haknya atas kesejahteraan. Namun di kalangan
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 15
buruh sendiri, ternyata buruh perempuan mengalami penindasan yang lebih memprihatinkan daripada buruh pria. Mulai dari upah lebih rendah, pelecehan seksual, resiko pemotongan upah atau bahkan pemecatan ketika buruh perempuan sedang haid atau hamil. Kesenjangan upah antar gender sebanyak 17-22 persen [4]. Kondisi yang lebih memprihatinkan lagi dialami oleh buruh perempuan yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT). Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, buruh/pekerja adalah “setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”. Artinya, PRT juga termasuk pekerja yang kondisi kerjanya seharusnya disesuaikan dengan UU tersebut. Namun pada faktanya, iklim kerja PRT sampai sekarang jauh berbeda dengan yang diatur UU, seolah-olah PRT bukan tenaga kerja yang termasuk dalam UU. PRT juga mengalami berbagai kasus penganiayaan yang menunjukkan kegagalan pemerintah dalam melindungi warganegaranya, khususnya mereka yang termasuk kelompok marjinal. Tahun 2013, Amnesty International mengecam pemerintah Indonesia dan Hongkong atas kondisi ribuan tenaga kerja rumah tangga perempuan asal Indonesia di Hongkong yang disebutnya sebagai “perbudakan”. Tahun 2011, ILO juga sudah mendesak Indonesia untuk meratifikasi konvensi ILO no. 189 mengenai aturan-aturan PRT. Dengan demikian, kondisi PRT di Indonesia memang sangat penting untuk dibahas dan diperhatikan. Karena itu, makalah ini ingin fokus membahas mengenai eksklusi sosial yang dialami oleh perempuan yang bekerja sebagai PRT di Indonesia. Kondisi yang dialami PRT bukan lagi sekedar diskriminasi ataupun termarjinalkan. Namun dengan tidak adanya peraturan pemerintah yang mengatur dengan jelas sistem pekerjaan PRT, maka PRT tereksklusi dari jaminan hukum atas hak-hak sosial dan sipilnya sebagai warganegara
B. KASUS PRT DI INDONESIA Di tahun 2011, ILO mengadakan konvensi khusus no 189 yang membahas mengenai pekerja rumah tangga (domerstic workers) dan mendesak negara-negara untuk menyusun aturan legal dan formal terkait sistem kerja dan jaminan kerja bagi PRT yang selama ini diabaikan. Berbagai organisasi masyarakat dan serikat pekerja yang tergabung dalam Komite Aksi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran (KAPPRT-BM)
menuntut pemerintah Indonesia untuk meratifikasi Konvensi ILO No. 189 tersebut [5]. Dalam forum internasional perburuhan yang digelar ILO tahun 2011, mantan presiden SBY sebenarnya sudah berjanji akan meratifikasi. Namun langkah pemerintah tersendat pada RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang sudah melalui Uji Publik di 27 Februari 2013, tapi sampai sekarang belum ada kepastian disahkannya RUU tersebut. Desakan-desakan kepada pemerintah untuk membuat jaminan hukum yang jelas bagi PRT ini muncul karena melihat betapa memprihatinkannya kondisi PRT Indonesia baik yang bekerja di dalam negeri maupun di luar negeri. Tidak hanya sekedar upah yang tidak layak (jauh di bawah UMR) dan jam kerja PRT yang tidak jelas (terutama yang tinggal di rumah, pasti lebih dari 8 jam sehari). PRT Indonesia bahkan banyak sekali yang mengalami penganiayaan, pemerasan, dan kekerasan. Berikut beberapa kasus yang menimpa mereka. Syamsul Anwar dan istrinya menjadi tersangka atas kasus pembunuhan terhadap Hermin Rusdiawati alias Cici, serta penganiayaan terhadap 3 saksi korban lainnya yakni Anis, Endang, dan Rusmini [6]. Setelah diselidiki, ditemukan tulang korban di belakang rumah Syamsul dan ditemukan juga luka bakar serta patah tulang di tubuh pekerja lainnya. Bahkan sebelum adanya pembunuhan tersebut, Sadiah, seorang PRT yang bekerja di Syamsul juga sempat melaporkan majikannya atas penganiayaan terhadap dirinya dan pekerja lainnya di rumah Syamsul [7]. Ratna Sitompul, Koordinator AWAS HAM (Aliansi Warga Sumateras Utara untuk Hak Azasi Manusia) mengaku tidak kaget dengan kasus pembunuhan tersebut karena ternyata pada 24 September 2012, kepolisian juga pernah menyerahkan enam korban penganiayaan dan penyekapan yang dilakukan keluarga Syamsul Anwar kepada Yayasan Pusaka Indonesia. Keenamnya adalah Sadiah, Rohayati, Fitri, Novi, Rumsana, dan seorang lelaki, Eko Purnomo, yang bekerja sebagai penjaga rumah Syamsul. Ironisnya, kasus tersebut tersendat dan tidak diurus lagi lantaran tidak cukup bukti [7]. Setelah kasus pembunuhan Hermin mencuat di media massa, kasus penganiayaan lainnya juga diungkap. Roheti, PRT yang bekerja di Bekasi, mendapatkan perlakuan kasar dari majikannya sehingga luka lebam ada di wajah dan sekujur tubuhnya. Gajinya yang hanya Rp 800.000 pun terlambat dibayar. HP Roheti diambil sehingga ia tidak bisa berkomunikasi
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 16
dengan keluarganya, dan ia diancam sehingga tidak bisa keluar rumah [6]. Selain kasus dalam negeri, ada juga kasus penganiayaan yang menimpa Erwiana, seorang PRT yang bekerja di Hongkong pada tahun 2015. Law Wan Tung, majikan Erwiana, dinyatakan bersalah dalam 18 dari 20 butir dakwaan, antara lain memukul, menciderai dan mengintimidasi Erwiana. Erwiana dipulangkan dalam keadaan lemah, dengan luka bakar di sekujur badan [8].
C. PRT DAN KEBIJAKAN Kasus penganiayaan bahkan pembunuhan dan hukuman mati yang menimpa PRT Indonesia sangat sering terjadi baik di dalam negeri dan luar negeri. Hal ini dikarenakan lemahnya hukum ketenagakerjaan yang mengatur dan menjamin kondisi kerja PRT Indonesia. PRT mendapat jaminan hukum secara nasional hanya melalui UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan juga UU KDRT yang melarang tindak kekerasan terhadap PRT yang tinggal di rumah. Namun belum ada UU khusus yang mengatur mengenai PRT. Sebagian besar dari 2,6 juta orang Indonesia yang menjadi PRT di dalam Indonesia masih berada di luar sistem perundangan formal [9]. Implikasinya antara lain tidak jelasnya standar minimum gaji PRT, tidak diberikannya tunjangan atau asuransi apapun kepada PRT, dan PRT juga tidak memiliki akses terhadap mekanisme penyelesaian perselisihan kerja, seperti pengadilan industrial yang dibentuk menurut UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Hubungan kerja antara PRT dan majikannya masih lebih banyak didasarkan oleh kepercayaan saja. Hal itu juga terlihat dari anggapan umum bahwa PRT adalah “pembantu” rumah tangga dan bukan “pekerja” rumah tangga. Banyak PRT juga masih tidak berani untuk menuntut hak-haknya karena dirinya juga bekerja di bawah ikatan dan perjanjian personal, bukan legal formal [9]. Peraturan yang menjamin PRT secara khusus hanya ada di beberapa daerah di Indonesia, salah satunya adalah DKI Jakarta. Peraturan Daerah DKI Jakarta yang memberikan perlindungan kepada PRT adalah Perda No. 6 Tahun 1993 tentang Peningkatan Kesejahteraan Pekerja Rumah Tangga dan Perda No. 6 Tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan secara umum [9]. Dalam Perda khusus PRT, yayasan penyalur wajib memberikan akomodasi, pelatihan, perawatan kesehatan, pekerjaan sekurangkurangnya 6 bulan, pilihan pekerjaan, kontrak tertulis, dan tidak ada biaya yang dibebankan oleh agen tersebut. Sedangkan para majikan
memiliki kewajiban untuk memberikan para PRT upah, makanan, minuman, cuti tahunan, sepasang pakaian baru setiap tahun, tempat yang layak untuk tidur, perlakuan yang manusiawi, kesempatan beribadah, perawatan kesehatan dasar, pendaftaran di kelurahan, dan pendaftaran di kantor tenaga kerja Jakarta (jika tidak menggunakan agen). Jika terjadi pelanggaran terhadap peraturan tersebut maka akan dikenakan padanya sanksi selama tiga bulan penjara. Adanya perda DKI Jakarta yang secara khusus mengatur hubungan kerja PRT merupakan langkah awal yang baik dalam memperjuangkan perlindungan PRT. Namun perda tersebut tetap memiliki kekurangan. Dalam perda tersebut belum diatur masalah ketentuan pemberian upah minimum dan pemberian upah berdasarkan skill. Tidak ada juga larangan untuk mempekerjakan PRT yang masih berada di bawah umur. Selain itu perda ini juga masih belum mencantumkan batas maksimal jam kerja yang ditanggung oleh PRT, mengingat mayoritas PRT di Indonesia adalah PRT yang tinggal di rumah majikan selama 24 jam. Unsur yang dirasa penulis sangat penting juga untuk ada dalam perda adalah mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap yayasan/agen penyalur PRT dan juga terhadap majikan pemberi kerja PRT. Ranah domestik yang dikerjakan oleh PRT menyebabkan sulitnya pemerintah melakukan pengawasan. Namun pengawasan tetap harus dilakukan. Jika tidak, maka aturan mengenai pelanggaran dan sanksinya menjadi sia-sia dan tidak terwujud dalam realita. Faktanya, agen penyalur jasa yang terlihat lebih “formal” dibandingkan dengan calo desa, tetap melakukan praktik-praktik pemerasan dan penahanan dokumen penting milik PRT. Hasil penelitian Asia-Pasific Amnesty International tahun 2013 [10] bahkan menunjukkan adanya penipuan agen pada para perempuan yang mendaftar kerja di Hong Kong, “mereka terjebak dalam lingkaran eksploitasi lewat berbagai kasus penyiksaan yang dinilai sebagai perbudakan modern”. Hal ini tidak akan terjadi jika pemerintah melakukan pemberesan hukum dan sistem yang teliti bagi pekerjaan PRT.
D. IMPLIKASI KEBIJAKAN Data temuan di atas mengindikasikan bahwa PRT mengalami eksklusi sosial karena tidak mendapatkan hak-hak sosial dan sipilnya sebagai warganegara. Mereka tidak mendapat upah yang layak sehingga mereka kurang sejahtera dan juga tidak mendapatkan jaminan
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 17
hukum ketenagakerjaan. Dalam beberapa kasuskasus penganiayaan, mereka juga tereksklusi dari dunia luar karena dihalangi untuk berkomunikasi apalagi untuk berserikat. Jika dilihat dari perspektif modernisasi [11], PRT merupakan salah satu jenis pekerjaan yang masih berlandaskan nilai-nilai tradisional seperti relasi patron-klien majikan dan bawahan, mirip dengan abdi dalem. Padahal sesuai dengan definisi UU ketenagakerjaan No. 13, PRT setara dengan pekerja/buruh/karyawan yang seharusnya segala hal yang terkait dengan pekerjaannya diatur sedemikian rupa oleh aturan formal. Ikatan kerja antara majikan dan PRT yang dilandasi oleh ikatan-ikatan personal, seharusnya diganti dengan ikatan legal-formal, sehingga ada reward and punishment yang sesuai. Jika tidak, maka nilai-nilai tradisional tersebut menghambat peningkatan kesejahteraan dari PRT dan akhirnya menghambat pemerataan pembangunan ekonomi nasional. Selain karena absennya negara dalam masalah ketenagakerjaan PRT, PRT bisa tereksklusi juga karena capability deprivation yang dialaminya [12]. Mayoritas perempuan yang bekerja sebagai PRT adalah mereka yang tamat hanya sampai SMP atau bahkan SD. Terkadang mereka juga tidak memiliki skill memasak, menjahit, atau skill lainnya. Kurangnya pendidikan dan keterampilan tersebut menyebabkan mereka tereksklusi dari pekerjaan lainnya yang lebih layak namun menuntut kapabilitas yang lebih. PRT juga sangat rentan tertindas karena PRT kurang memiliki pengetahuan akan hak-haknya sebagai pekerja sehingga sangat diperlukan pelatihan dan pendidikan untuk mengembangkan kapabilitas PRT. Hal ini bisa dilakukan dengan cara penerapan jam kerja maksimal dan adanya minimum 24 jam libur setiap minggunya agar PRT juga memiliki kesempatan untuk mengikuti pelatihan, kursus, dan juga berserikat dengan PRT lainnya. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan 2 PRT di Jakarta, keduanya memang digaji kurang dari Rp 1.200.000, jam kerja selalu melebihi 8 jam, dan mereka tidak tahu menahu tentang perda DKI yang sedikit menjamin hak-hak mereka, mereka juga tidak punya pengetahuan akan kesempatan pelatihan dan berserikat dengan PRT lainnya. Mereka juga tidak pernah menuntut hak-hak mereka karena rasa enggan terhadap majikan dan merasa diri mereka sudah seharusnya menerima keputusan majikan. Melalui berbagai penyuluhan, para PRT juga bisa disadarkan bahwa pekerjaan mereka butuh ada ikatan legal-formal dan tidak hanya berdasarkan kepercayaan dan relasi personal
saja. Hal ini sejalan dengan usulan Naila Kabeer (2003), bahwa ada 3 hal kunci yang harus diperhatikan dalam usaha pemberdayaan perempuan yaitu, agency, resource, dan achievement. Dalam agency, perempuan dibangun rasa self-worth atau kepercayaan dirinya sehingga ia mampu secara kritis memandang kondisinya sebagai perempuan dan mampu berespon kritis terhadap kondisi pekerjaannya. Resource dan achievement juga bisa diraih dengan bantun pemerintah membuat public policy yang memberi akses dan bantuan sebesar-besarnya untuk menginklusi PRT yang selama ini tereksklusi dan termarjinalkan.
E. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pemaparan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa PRT merupakan kelompok masyarakat yang tereksklusi dan perlu diperhatikan secara khusus dalam kebijakankebijakan dan perencanaan pembangunan ekonomi nasional yang merata. Kedua, proses eksklusi sosial yang dialami oleh PRT di Indonesia terjadi karena nilai-nilai tradisional patron-klien yang masih melekat pada relasi kerja PRT dengan majikannya, capability deprivation yang dialami oleh PRT, dan juga tidak adanya aturan formal dari pemerintah Indonesia yang mengatur sistem kerja PRT sehingga tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran HAM dan ketenagakerjaan. Dengan demikian, saran konkret yang ditujukan bagi pemerintah adalah pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga menjadi UU yang mengatur dan menjamin perempuan yang bekerja sebagai PRT. Kedua, peninjauan ulang sistem ketenagakerjaan Indonesia baik PRT yang di dalam negeri maupun luar negeri. Ketiga, penataan ulang secara teliti dan terperinci struktur dan sistem penyaluran tenaga kerja yang seluruhnya ada di bawah kendali dan pengawasan pemerintah. Hal ini penting untuk menangani agen-agen penyalur jasa PRT yang akhirnya melakukan pemerasan dan penganiayaan juga terhadap PRT. Pemerintah harus mencegah berkembangnya bentuk-bentuk lain dari perdagangan dan perbudakan manusia ini di era modern ini. Saran lain bagi pemerintah adalah pengembangan industri kecil rumah tangga sehingga perempuan yang kurang terdidik dan kurang terampil bisa tetap memperoleh penghasilan dan kesejahteraan tanpa harus menjadi PRT. Saran lain yang ditujukan kepada LSM atau CSO adalah terus mendesak pemerintah dan memengaruhi public policy yang memihak rakyat marjinal. Kedua, melakukan pemberdayaan dan pendidikan
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 18
kesadaran bagi PRT dan buruh perempuan lainnya sehingga mereka juga memiliki power dan daya tawar lebih menghadapi pemerintah dan majikannya. Hal ini sejalan dengan pendekatan women in development yang fokus mendorong peran aktif dan produktif perempuan serta keterlibatan perempuan dalam proses modernisasi. DAFTAR PUSTAKA [1] Martinussen, John. 1999. Society, State, and Market: A Guide to Competing Theories of Development. London & New York: Fernwood Publishing. [2] Bryne, David. 2005. Social Exclusion. New York: Open University Press. [3] http://www.berdikarionline.com/opini/2015050 1/potret-buram-buruh-perempuan-indonesia-dibawah-neoliberalisme.html [4] http://www.voaindonesia.com/content/aktivisstop-diskriminasi-buruh-perempuan/1776974.html [5] http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52f ccf2e628d0/pemerintah-dituntut-seriusratifikasi-konvensi-prt [6] http://news.liputan6.com/read/2144626/lagiprt-jadi-korban-kekerasan-majikan-di-bekasi [7] http://regional.kompas.com/read/2014/12/13/02 410881/Kasus.Penganiayaan.Keluarga.Syamsul .Tahun.2012.Mengendap [8] http://www.dw.de/majikan-penyiksa-tkierwiana-di-hongkong-divonis-bersalah/a18249421 [9] ILO. 2006. The Regulation of Domestic Workers in Indonesia: Current Laws, International Standards, and Best Practices. Jakarta: ILO. [10] http://www.dw.de/perbudakan-modern-atasburuh-migran-indonesia/a-17243617 [11] Suwarsono, et.al. 1991. Perubahan Sosial dan Pembangunan di Indonesia. Jakarta: LP3S. [12] [12] Sen, Amartya (2000). “Social Exclusion: Concept, Application, and Scrutiny”. Social Development Papers No. 1. Asian Development Bank: Office of Environment and Social Development, Juni 2000.
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 19
Variasi Urutan Fungsi Sintaksis dalam Surat-Surat Dinas Pra-Eyd dan Pasca-Eyd21
Innova Safitri S.P. Mahasiswa Program Studi Indonesia, FIB UI
[email protected] Abstrak. Active and passive sentences have different views on the structure of the third distinguishing factor, such as type predicate verb, subject and object, and verb forms are used. Regarding of language development, the language gradually change to reflect the development of the society. In the period of pre-and post-EYD (Ejaan Yang Disempurnakan), EYD has developed in matter of syntax structure. The analysis focuses on the different patterns of active and passive sentences, and the comparison regarding of the structure in both type octive and passive sentences. The data for this reseach are the Indonesian official letter from the period of the pre-and post-EYD EYD. These active and passive sentences shows variatios in the sequence of function, such as Subject (Subjek), Predicate (Predikat), Object (Objek), Complement (Pelengkap) and Additional Information (Keterangan). In Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia(2014: 352), the definiton of active and passive sentences icludes several things: (1) verb type becoming predicate, (2) the subject and the object, and (3) the implementation of the verb used. In my hypothesis, the pre-EYD official letter is more complicated than the post-EYD official letters in matter of the sequence of syntax function. Kata kunci: Aktif, Fungsi, Pasif, Sintaksis, Surat dinas
A. PENDAHULUAN Tiap-tiap bahasa memiliki pola dan struktur bahasa yang khas. Kekhasan pola-pola ini dapat dikaji melalui disiplin ilmu linguistik dari ranah bunyi, kata, kalimat hingga wacana. Dalam ranah kalimat atau sintaksis, yang dipelajari di dalamnya mencakup kata dan satuan-satuan yang lebih besar daripada kata, serta hubungan antara satuan-satuan itu22. Berdasarkan cakupan tersebut, analisis sintaksis dimulai dari kata yang berkaitan dengan komponen kategori, kemudian masuk ke dalam cakupan yang lebih besar ke dalam frasa, klausa, dan kalimat. Dalam kalimat aktif dan pasif, struktur kedua kalimat ini memiliki perbedaan struktur dilihat dari ketiga faktor pembedanya, yaitu macam verba yang menjadi predikat, subjek dan objek, dan bentuk verba yang dipakai. Berkaitan dengan perkembangan bahasa, lambat laun bahasa berubah menyesuaikan dengan perkembangan masyarakatnya. Seperti juga dalam bahasa Indonesia, utamanya bahasa Indonesia pra-EYD dan pasca-EYD, pasti terdapat perkembangan
struktur bahasa. Analisis ini melihat bagaimana pola-pola yang terjadi, perbedaan pola kalimat aktif dan pasif, dan perbandingannya antara struktur kalimat aktif dan kalimat pasif bahasa Indonesia dalam surat dinas era pra-EYD dan pasca-EYD.
B. KALIMAT AKTIF DAN KALIMAT PASIF DALAM STRUKTUR SINTAKSIS BAHASA INDONESIA Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (2014: 352), pengertian aktif dan pasif dalam kalimat menyangkut beberapa hal: (1) macam verba yang menjadi predikat, (2) subjek dan objek, dan (3) bentuk verba yang dipakai. Berikut adalah contoh kalimat aktif. Pak Toha
Mengangkat
seorang asisten baru.
S
P
O
Klausa Verbal Aktif prefiks me-
Dalam struktur kalimat aktif, verba yang digunakan adalah verba transitif. Sebagai
21 Tulisan ini pernah dimuat sebagai tugas akhir semester genap 2014/2015 untuk mata kuliah Perkembangan Bahasa Indonesia. 22 Harimurti Kridalaksana dan Tim Peneliti Linguistik Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Tata Wacana Deskriptif Bahasa Indonesia. 1999: hlm. 6.
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 20
kalimat transitif, paling tidak terdapat tiga unsur wajib di dalamnya, yakni subjek, predikat, dan objek. Verba transitif yang dipakai adalah dalam bentuk aktif, yakni verba yang memakai prefiks meng-. Pemasifan dalam bahasa Indonesia dilakukan dengan dua cara: (1) menggunakan verba berprefiks di- dan (2) menggunakan verba tanpa prefiks di-. Hasan Alwi dkk. (2010: 354) membagi pengubahan bentuk penulisan kalimat aktif menjadi kalimat pasif ke dalam dua cara: 1. Menggunakan verba berprefiks di-, a. Pertukarkanlah Subjek dengan Objek. b. Gantilah prefiks meng- dengan dipada Predikat. c. Tambahkan kata oleh di muka untur yang tadinya Subjek. 2. Menggunakan verba tanpa prefiks di-, a. Pindahkan O ke awal kalimat. b. Tanggalkan prefiks meng- pada Predikat. c. Pindahkan Subjek ke tempat yang tepat sebelum verba. Dengan dua opsi kaidah pengubahan kalimat di atas, perubahan kalimat yang terjadi adalah sebagai berikut. No. 1.
Perubahan kalimat a. b. b.
2.
a. b.
3.
a.
4.
b. a. b.
Seorang sekretaris baru mengangkat Ayah.* Seorang sekretaris baru diangkat Ayah. Seorang sekretaris baru diangkat oleh Ayah Jembatan rusak itu harus diperbaiki dengan segera oleh pemerintah. Jembatan tua itu harus diperbaiki segera pemerintah.* Ruangan ini akan dibersihkan oleh mereka. Ruangan ini akan mereka bersihkan. Buku itu sudah dibaca oleh dia/olehnya. Buku itu sudah dibacanya/dia baca.
Dari contoh-contoh perubahan kalimat aktif menjadi kalimat pasif pada tabel di atas, terdapat penjelasan tentang kaidah penulisan kalimat pasif sebagai berikut berdasarkan Alwi, dkk. (2010: 353). 1. Penggunaan preposisi oleh bersifat manasuka dengan ketentuan wajib dituliskan jika verba predikat tidak
2.
3.
4.
5.
6.
diikuti langsung oleh pelengkap pelaku. Contoh (1)-(4). Pemasifan dengan cara pertama umumnya digunakan jika subjek kalimat aktif berupa nomina atau frasa nomina. Contoh (1) dan (2) Jika subjek kalimat aktif berupa gabungan pronomina dengan pronomina maka padanan kalimat pasif menggunakan cara pertama.(Alwi, 2010: 354) Dan disini preposisi oleh wajib digunakan. Namun, kalimat dengan dua pronomina memiliki kesalahan karena dua pronomina tersebut dapat diganti dengan pronomina yang lebih tepat. Contoh: a. Pekerjaan ini harus diselesaikan oleh kamu dan saya.* b. Pekerjaan ini harus kamu dan saya selesaikan.* c. Pekerjaan ini harus kita selesaikan. Jika subjek kalimat aktif transitif panjang, padanan kalimat pasif dibentuk dengan cara pertama. Contoh: Nama panjang. Padanan pasif kalimat aktif transitif yang subjeknya pronomina dibentuk dengan cara kedua.Contoh (3). Jika subjek kalimat transitif berupa pronominal persona atau nama diri yang relatif pendek maka padanan pasifnya dapat dibentuk dengan cara pertama atau kedua. Contoh (4).
Dalam struktur kalimat pasif, terdapat peraturan penggunaan satu partikel, yaitu partikel oleh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata oleh memiliki beberapa pengertian. Pengertian oleh yang pertama adalah partikel penanda pelaku pada kalimat pasif. Pengertian yang lain, oleh dapat memiliki arti sebab, karena, akibat, pada, bagi, dan dengan. Penulisan oleh ini juga bergantung pada konteks kalimat yang akan dituliskan. Kata oleh termasuk dalam preposisi dasar yang tidak mengalami proses morfologis dan di dalam kalimat, oleh dapat menyatakan hubungan penjadian. Satu-satunya kata yang dipandang baku yakni oleh. Preposisi oleh itu hanya dapat disertai oleh nomen, (atau frasa nominal perluasannya) dan pronomen orang. Dikatakan menyatakan hubungan penjadian, karena dari preposisi oleh itu tecermin adanya pelaku atau pencipta dari sesuatu peristiwa atau kejadian yang menyertainya (Sudaryanto, 1979:216)
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 21
Sudaryanto (1979:2) memaparkan contoh penggunaan oleh dalam kalimat pasif sebagai berikut. 1. Norton dipukul bertubi-tubi oleh Ali. 2. Pendudukan negeri Belanda oleh Jerman dilakukan selama perang dunia kedua. 3. Tanda tanganilah perjanjian ini sekarang oleh Anda berdua! 4. Saya benar-benar tertarik oleh sikapnya. 5. Betapa pun lemahnya pelannya kedengaran juga oleh saya langkah itu. Dari penjelasan di atas, fungsi preposisi oleh dalam kalimat pasif bersifat opsional dan manasuka. Penggunaan preposisi oleh dalam kalimat pasif bebas dituliskan atau dihilangkan sesuai dengan kaidah fungsi dalam kalimat pasif.
C. VARIASI FUNGSI KALIMAT DALAM SURAT-SURAT DINAS PRA-EYD DAN PASCA-EYD Untuk menganalisis variasi struktur fungsi dalam kalimat dari dua masa yang berbeda—pra-EYD dan pasca-EYD—, diambil dua sampel data berupa surat dinas pemerintahan. Sampel pertama sebagai surat dinas pra-EYD, adalah Surat Edaran Kepada Saudara Menteri-Menteri dan Kepala Djawatan/Kantor Otonoom Republik Indonesia di Jogjakarta yang dikeluarkan pada 17 Februari 1950 oleh Kantor Urusan Pegawai Negeri di Yogyakarta. Sampel kedua sebagai surat dinas pasca-EYD, adalah Surat Edaran Tentang Penjelasan Anggota PPK, PPS dan KPPS Belum Pernah Menjabat 2 Kali yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum Jakarta pada 27 April 2015.
Dilihat secara sekilas dari kedua sampel surat yang diambil, terdapat perbedaanperbedaan yang cukup mencolok. Perbedaan yang paling jelas adalah ejaan. Misalnya penulisan bunyi /c/,/j/, dan /y/ dalam surat praEYD ditulis dengan tj (ketjuali), dj (sedjak), dan j (jang). Penulisan ketiga huruf tersebut kemudian disempurnakan sesuai dengan bunyi aslinya menjadi c,j, dan y. Selain contoh ejaan, dari sudut pandang korespondensi pun kedua surat tersebt memiliki perbedaan. Namun, masalah korespondensi tidak akan dibahas dalam masalah ini, melainkan pembahasan dari sudut pandang linguistik historis komparatif dengan menitikberatkan pada komponen fungsi sintaksis. Fungsi dalam sintaksis, utamanya dalam klausa, terdapat unsur-unsur yang berhubungan secara fungsional, yaitu subjek, predikat, pelengkap dan keterangan (Harimurti, 1999: 129). Untuk melihat variasi-variasi struktur sintaksis dari segi fungsional pada tiap-tiap unsurnya, sampel tersebut dipecah-pecah menjadi di kalimat-kalimat yang utuh. Setelah pemecahan bagian surat tersebut, terlihat pada sampel surat dinas pra-EYD memiliki 13 kalimat dan sampel surat dinas pasca-EYD memiliki 5 kalimat. Dalam hal pengambilan sampel, pemecahan kalimat ini mungkin memiliki kelemahan dari segi ketimpangan jumlah kalimat. Pengambilan sampel surat dinas ini dilakukan secara acak tanpa memperhatikan panjang-pendek surat. Berikut bagian surat yang dipecah menjadi kalimat-kalimat dan dianalisis unsur fungsional dalam sintaksis.
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 22
Surat Dinas Pra-EYD Surat Edaran No.
Kepada Saudara Menteri-Menteri dan Kepala Djawatan/Kantor Otonoom Republik Indonesia di Jogjakarta (17 Februari 1950)
1.
Pada rapat jang kami adakan dengan saudara2 Sekretaris-Djenderal Kementerian-Kementerian dan Kepala Djawatan Polisi Negara R.I. pada tanggal 7 bulan ini (S) ternjatalah (P) bahwa Kementerian-kementerian (S) belum mengetahui (P) djumlah pegawainja jang ada atau semestinja bekerdja (O) di Pusat sehingga di daerah-daerah (Ket.) (Plkp). S + P (ter-Adj-lah) + Plkp (S + P + O + Ket.)
2.
Djumlah itu (S) tidak sadja mengenai (P) jang sebelum Clash II masih bekerdja/(ketjuali jang menjeberang)jang lebih dahulu harus diketahui (O1), tetapi djuga jang tetap setia (non - kooperatiep) jang sedjak Clash I hingga sekarang belum bekerdja (O2). S + P (me-V-i) + O (O1 + tetapi juga + O2)
3.
Pada rapat tersebut (Ket.1) kami (S) andjurkan (P) supaja diusahakan selekas-lekasnja (Plkp) untuk lekas dapat mengetahui djumlah tersebut (Ket.2). Ket.1 + (S + P (V-kan) + Plkp) + Ket.2
4.
Setelah djumlah itu (S1) diketahui (P1) suka hendaknja dengan segera (Ket.1) ditetapkan (P2) formasi pegawai jang diperlukan (S2) di Kementerian (PUSAT) sehingga di daerah-daerah (Ket.2). (Setelah + S1 + P1 (di-V-i)) + suka hendaknya + (Ket.1 + (P2 (di-V-kan) + S2) + Ket.2)
5.
Djika sekiranja untuk Sumatra (S1) belum dapat dikerdjakan (P1), baiklah untuk Djawa (S2) dulu (P2). Djika sekiranya + (S1 + P1 (di-V-kan)) + , + (S2 + P2 (N))
6.
Sesudahnya formasi (S) ditetapkan (P1) lalu dilihat (P2) apakah (S) ada (P) pegawai kelebihan (O) (O). S + P1 (di-V-kan) + lalu + (S) + P2 (di-V) + O (S + P (V)+ O)
7.
Djika kelebihan (Plkp), maka sebaiknja di ambil (P) tindakan-tindakan sbb (S)* :
8.
a. dianjurkan (P) kepada Kementerian-Kementerian lainnja (Ket.) untuk menerima mereka itu (Plkp);
9.
b. djika dengan djalan itu (Ket.) masih sadja ada (P) kelebihan (S), maka hendaknja diatur (P) demikian (Plkp):
Plkp + P (di-V) + S*
(S*) + P (di-V-kan) + Ket. + Plkp
Djika + Ket. + P (V) + S + maka + (S) + P (di-V) + Plkp* 10.
Pegawai jang telah berhak pension dan tidak dibutuhkan (S1), supaja disuruh (P1) minta pensiun (Plkp) dan pegawai jang belum berhak pensiun (S2) dengan menunggu penempatannja dikemudian hari (Ket.) diberi (P2) uang tunggu (afvlooings wachtgeld) (O). Plkp* = (S1 + P1 (di-V)+ Plkp) + dan + (S2 + Ket. + P2 (di-V) + O)
11.
Dengan djalan diatas (Ket.1) menurut (P1) pendapat kami (Plkp), Pemerintah (S) dapat mengatur (P2) kedudukan pegawai (O) dengan memperhatikan kepentingan pegawai jang bersangkutan (Ket.2). Ket.1 + P1 (me-V) + Plkp + , + (S + P2 (me-V)+ O + Ket.2)
12.
Kami (S1) mempunjai (P1) harapan (O1), bahwa djika pekerdjaan pemulihan (herstel) dan pembangunan (opbouw) (S2) oleh Pemerintah (O2) dapat digiatkan (P2), keadaan kelebihan pegawai itu (S3) akan berobah (P3) mendjadi kekurangan pegawai (Plkp). (S1 + P1 (me-V-i) + O1 + (jika + S2 + O2 + P2 (di-V-kan))) + (S3 + P3 (ber-V) + Plkp)
13.
Kira-(P1)-nja-(S1)- ada baiknja djuga (Plkp1) djika para pegawai jang mendapat wachtgeld itu (S2) diberi (P2) didikan vak matjam-matjam menurut dasar dan bakatnja masing2 (O) guna kepentingan pembangunan (Plkp2). (P1 (V) + S1) + Plkp1 + jika + S2 + P2 (di-V) + O + Plkp2
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 23
Surat Dinas Pasca-EYD No.
Surat Edaran Tentang Penjelasan Anggota PPK, PPS dan KPPS Belum Pernah Menjabat 2 Kali (27 April 2015)
1.
Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2015 tentang Tata Kerja KPU, KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota, Pembentukan dan Tata Kerja PPK, PPS dan KPPS dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota (Ket.1), dengan ini (Ket.2) disampaikan (P) hal-hal sebagai berikut (S): Ket.1 + Ket.2 + P (di-V-kan) + S
2.
Merujuk Pasal 18 ayat (1) huruf k (Ket.) disebutkan (P) bahwa persyaratan menjadi anggota PPK, PPS, dan KPPS (S) belum pernah menjabat (P) 2 (dua) kali sebagai anggota PPK, PPS, dan KPPS (Plkp) (S); Ket. + P (di-V-kan) + S
3.
Persyaratan sebagaimana dimaksud angka 1 diatas (S) adalah (P) anggota PPK, PPS, dan KPPS yang sudah menjabat 2 (dua) kali periode berturut-turut dalam pelaksanaan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota serta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilihan Umum (O) pada : a.
Periode pertama dimulai dari tahun 2005 hingga tahun 2009 (Ket.1);
b.
Periode kedua dimulai pada tahun 2010 hingga tahun 2014; dan seterusnya (Ket.2), S + P (V-lah) + O + K (Ket.1/Ket.2)
4.
Pembuktian bahwa yang bersangkutan tidak pernah menjabat 2 (dua) kali sebagai anggota PPK, PPS, dan KPPS (S) dimuat (P1) dalam surat pernyataan (Ket.1) dan (S) dikonfirmasi (P2) dalam wawancara (Ket.2). S + P1 (di-V) + Ket.1 + dan + (S) + P2 (di-V) + Ket.2
5.
Demikian (S) untuk (P) menjadi perhatian dan dilaksanakan (Plkp). S + P (Prep.) + Plkp
Dari tabel yang berisi kalimat di atas, kalimat-kalimat tersebut telah dianalisis bagianbagian fungsinya. Berdasarkan pembagian fungsi tersebut, muncullah variasi-variasi urutan fungsi sintaksis yang berbeda dengan sistem urutan fungsi bahasa Indonesia secara umum. Berikut perumusan urutan fungsi yang ditemukan dalam surat dinas pra –EYD dan surat dinas pasca-EYD.
i. Djika + Ket. + P (V) + S + maka + (S) + P (di-V) + Plkp* j. Plkp* = (S1 + P1 (di-V)+ Plkp) + dan + (S2 + Ket. + P2 (di-V) + O) k. Ket.1 + P1 (me-V) + Plkp + , + (S + P2 (me-V)+ O + Ket.2) l. (S1 + P1 (me-V-i) + O1 + (jika + S2 + O2 +
1. Surat Dinas Pra-EYD a. S + P (ter-Adj-lah) + Plkp (S + P + O + Ket.)
P2 (di-V-kan))) + (S3 + P3 (ber-V) + Plkp) m. (P1 (V) + S1) + Plkp1 + jika + S2 + P2 (diV) + O + Plkp2
b. S + P (me-V-i) + O (O1 + tetapi juga + O2) c. Ket.1 + (S + P (V-kan) + Plkp) + Ket.2 d. (Setelah + S1 + P1 (di-V-i)) + suka hendaknya + (Ket.1 + (P2 (di-V-kan) + S2) + Ket.2)
2. Surat Dinas Pasca-EYD a. Ket.1 + Ket.2 + P (di-V-kan) + S b.
Ket. + P (di-V-kan) + S
c.
S + P (V-lah) + O + K (Ket.1/Ket.2)
d.
S + P1 (di-V) + Ket.1 + dan + (S) + P2
e. Djika sekiranya + (S1 + P1 (di-V-kan)) + , + (S2 + P2 (N))
(di-V) + Ket.2 e.
S + P (Prep.) + Plkp
f. S + P1 (di-V-kan) + lalu + (S) + P2 (di-V) + O (S + P (V)+ O) g. Plkp + P (di-V) + S* h. (S*) + P (di-V-kan) + Ket. + Plkp
Dari urutan fungsi yang telah dianalisis pada tiap-tiap sampel, terlihat perkembangan sintaksis yang cukup pesat dari masa sebelum EYD (1950) hingga masa setelah EYD (2015). Meskipun secara garis besar struktur fungsi
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 24
sintaksis bahasa Indonesia tidak mengalami perubahan—urutan S+P+O—, urutan fungsi sintaksis dalam surat dinas pra-EYD dan pascaEYD sangat variatif. Hal tersebut tampak pada tiap sampel yang tidak benar-benar memiliki urutan yang ajeg.
Verba tanpa akfis. Verba berafiks yang ditemukan adalah me-V-I pada mengetahui dan mempunyai, V-kan pada anjurkan, me-V pada menurut dan mengatur, dan afiks ber- pada berobah. Verba tanpa afiks yang ditemukan hanya terdapat dua kata yaitu kata ada dan kira.
Pada surat dinas pra-EYD, variasi urutan fungsi sintaksis terjadi pada semua sampel kalimat yang dipecah ke dalam 13 kalimat. Variasi urutan yang terjadi tidak hanya terjadi pada urutan Subjek dan Predikat, melainkan juga pada Pelengkap dan Keterangan. Dari 13 kalimat, ditemukan enam kalimat aktif dengan lima variasi urutan fungsi sintaksis. Lima variasi urutan fungsi sintaksis ini mengandung Predikat yang terdiri atas Verba berafiks dan
Dari klausa aktif yang ditemukan, terdapat urutan S+P+O dengan Objek mengandung dua Objek pada kalimat nomor 2. Variasi urutan yang lainmenghadirkan Keterangan yang diletakkan di bagian awal kalimat ke-3, 9, dan ke-11. Dalam klausa aktif tidak ditemukan penulisan Pelengkap di awal kalimat. Berikut lima variasi urutan fungsi sintaksis klausa aktif yang ditemukan dalam surat dinas pra-EYD.
No. 2.
Kalimat dalam Surat Djumlah itu (S) tidak sadja mengenai (P) jang sebelum Clash II masih bekerdja/(ketjuali jang menjeberang)jang lebih dahulu harus diketahui (O1), tetapi djuga jang tetap setia (non kooperatiep) jang sedjak Clash I hingga sekarang belum bekerdja (O2). S + P (me-V-i) + O (O1 + tetapi juga + O2)
3.
Pada rapat tersebut (Ket.1) kami (S) andjurkan (P) supaja diusahakan selekas-lekasnja (Plkp) untuk lekas dapat mengetahui djumlah tersebut (Ket.2). Ket.1 + (S + P (V-kan) + Plkp) + Ket.2
9.
b. djika dengan djalan itu (Ket.) masih sadja ada (P) kelebihan (S), maka hendaknja diatur (P) demikian (Plkp): Djika + Ket. + P (V) + S + maka + (S) + P (di-V) + Plkp*
11.
Dengan djalan diatas (Ket.1) menurut (P1) pendapat kami (Plkp), Pemerintah (S) dapat mengatur (P2) kedudukan pegawai (O) dengan memperhatikan kepentingan pegawai jang bersangkutan (Ket.2). Ket.1 + P1 (me-V) + Plkp + , + (S + P2 (me-V)+ O + Ket.2)
12.
Kami (S1) mempunjai (P1) harapan (O1), bahwa djika pekerdjaan pemulihan (herstel) dan pembangunan (opbouw) (S2) oleh Pemerintah (O2) dapat digiatkan (P2), keadaan kelebihan pegawai itu (S3) akan berobah (P3) mendjadi kekurangan pegawai (Plkp). (S1 + P1 (me-V-i) + O1 + (jika + S2 + O2 + P2 (di-V-kan))) + (S3 + P3 (ber-V) + Plkp)
13.
Kira-(P1)-nja-(S1)- ada baiknja djuga (Plkp1) djika para pegawai jang mendapat wachtgeld itu (S2) diberi (P2) didikan vak matjam-matjam menurut dasar dan bakatnja masing2 (O) guna kepentingan pembangunan (Plkp2). (P1 (V) + S1) + Plkp1 + jika + S2 + P2 (di-V) + O + Plkp2
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 25
Jika urutan fungsi sintaksis dalam kalimat aktif pada surat dinas pra-EYD masih mematuhi kaidah umum—S+P+O—, tidak demikian yang terjadi dalam delapan kalimat pasif. Pada delapan variasi kalimat pasif, urutan fungsi sintaksis memiliki kerumitan yang lebih tinggi. Terdapat kalimat yang menuliskan Pelengkap sebelum Predikat dan Subjek seperti pada kalimat nomor 7. 7.
Djika kelebihan (Plkp), maka sebaiknja di ambil (P) tindakan-tindakan sbb (S) : Plkp + P (di-V) + S*
Banyak kalimat-kalimat yang berdiri sebagai kalimat majemuk yang terdiri atas dua sampai tiga klausa. Kalimat majemuk tersebut memiliki beberapa variasi klausa. Ada kalimat majemuk yang memiliki klausa yang semuanya aktif atau pasif, ada pula kalimat majemuk yang mengandung klausa aktif dan klausa pasif (9, 10, 12, 13). Dalam surat dinas, biasanya terdapat penulisan langkah-langkah dalam suatu tujuan yang dituliskan dalam abjad yang pada kalimat sebelumnya diindikasikan dengan demonstrativa, pada kalimat-kalimat tersebut ditemukan beberapa pelesapan sebanyak lima pecahan kalimat. Pelesapan yang terjadi adalah pelesapan Subjek dan Pelengkap sebagai berikut. 6.
7.
8.
9.
10.
Sesudahnya formasi (S) ditetapkan (P1) lalu (formasi) dilihat (P2) apakah (S) ada (P) pegawai kelebihan (O) (O). S + P1 (di-V-kan) + lalu + (S) + P2 (di-V) + O (S + P (V)+ O) Djika kelebihan (Plkp), maka sebaiknja di ambil (P) tindakan-tindakan sbb (S)* : Plkp + P (di-V) + S* a. (Tindakan-tindakan sbb) dianjurkan (P) kepada Kementerian-Kementerian lainnja (Ket.) untuk menerima mereka itu (Plkp); (S*) + P (di-V-kan) + Ket. + Plkp b. djika dengan djalan itu (Ket.) masih sadja ada (P) kelebihan (S), maka (kelebihan) hendaknja diatur (P) demikian (Plkp)*: Djika + Ket. + P (V) + S + maka + (S) + P (di-V) + Plkp* (No. 10) Pegawai jang telah berhak pension dan tidak dibutuhkan (S1), supaja disuruh (P1) minta pensiun (Plkp) dan pegawai jang belum berhak pensiun (S2) dengan
menunggu penempatannja dikemudian hari (Ket.) diberi (P2) uang tunggu (afvlooings wachtgeld) (O). Plkp* = (S1 + P1 (di-V)+ Plkp) + dan + (S2 + Ket. + P2 (di-V) + O) Dalam variasi urutan fungsi sintaksis dalam surat dinas pasca-EYD memiliki lima variasi kalimat. Lima kalimat tersebut terdiri atas empat kalimat tunggal dan satu kalimat majemuk. Kalimat tunggal pada sampel tersebut memiliki dua kalimat pasif dan kalimat aktif. Kalimat majemuk dalam sampel mengandung dua klausa yang semuanya bersifat pasif. Predikat aktif yang ditemukan terdapat Verba berafiks –lah pada adalah, dan bukan Predikat nonverba, yaitu Preposisi untuk. Dibandingkan dengan surat pra-EYD yang mengalami penumpukan klausa dengan pembolak-balikan penulisan Keterangan, struktur urutan fungsi sintaksis pada surat dinas pasca-EYD lebih teratur. Contohnya penulisan Keterangan di awal kalimat yang ditemukan dalam sampel terdapat dua kalimat sebagai berikut. 1.
2.
Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2015 tentang Tata Kerja KPU, KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota, Pembentukan dan Tata Kerja PPK, PPS dan KPPS dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota (Ket.1), dengan ini (Ket.2) disampaikan (P) hal-hal sebagai berikut (S): Ket.1 + Ket.2 + P (di-V-kan) + S Merujuk Pasal 18 ayat (1) huruf k (Ket.) disebutkan (P) bahwa persyaratan menjadi anggota PPK, PPS, dan KPPS (S) belum pernah menjabat (P) 2 (dua) kali sebagai anggota PPK, PPS, dan KPPS (Plkp) (S); Ket. + P (di-V-kan) + S
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 26
Di dalam surat dinas pasca-EYD ditemukan satu pelesapan pada kalimat majemuk setara sebagai berikut. 4.
Pembuktian bahwa yang bersangkutan tidak pernah menjabat 2 (dua) kali sebagai anggota PPK, PPS, dan KPPS (S) dimuat (P1) dalam surat pernyataan (Ket.1) dan (S) dikonfirmasi (P2) dalam wawancara (Ket.2). S + P1 (di-V) + Ket.1 + dan + (S) + P2 (di-V) + Ket.2
Komisi Pemilihan Umum Jakarta pada 27 April 2015. Diakses dan diunduh dari http://www.kpusulutprov.go.id/get_unduh.php?file=se183-tahun-2015-ttg-periode-badanadhock.pdf&session=331 pada 1 Juni 2015 pukul 17.00 WIB. 2. Acuan [1] Hasan Alwi, dkk. 2014. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. [2] Lyle Campbell. (1998). Historical Linguistics: an Introduction. Edinburgh: Edinburgh University Press. [3] Harimurti Kridalaksana dan Tim Peneliti Linguistik Fakultas Sastra Universitas Indonesia. 1999. Tata Wacana Deskriptif Bahasa Indonesia. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
D. KESIMPULAN Dari surat dinas pra-EYD dan pascaEYD, dapat dilihat perkembangan variasi-variasi urutan fungsi sintaksis dalam kalimat aktif dan kalimat pasif. Kalimat dalam bahasa Indonesia terdiri atas kalimat aktif dan kalimat pasif. Kalimat aktif adalah kalimat dengan urutan fungsi S + P + O + (Ket./Plkp). Dalam analisis sintaksis ini, Predikat berupa Verba, Preposisi, dan Ajektiva. Verba dan Ajektiva dalam kalimat aktif mengalami afiksasi me-, ber-, me- -i, -kan dan –lah.Pada kalimat pasif, Predikat yang ditemukan mengalami afiksasi di-, ter-, di- -kan, dan ter- -lah. Dari kedua surat tersebut, masingmasing kalimat memiliki variasi urutan fungsi yang variatif. Pada kalimat aktif ditemukan tujuh variasi urutan baik di dalam surat dinas pra-EYD (6 variasi) maupun surat dinas pasca-EYD (2 variasi), sedangkan variasi yang ditemukan dalam surat dinas pra-EYD (7 variasi) dan pascaEYD (3 variasi) sebanyak 10 variasi urutan. Dari variasi urutan fungsi tersebut, surat dinas praEYD yang mengandung kalimat majemuk dan kalimat bertingkat memiliki variasi urutan fungsi yang lebih rumit dibandingkan dengan surat dinas pasca-EYD.
DAFTAR PUSTAKA 1. Sumber Data [1] Surat Edaran kepada Saudara MenteriMenteri dan Kepala Djawatan/Kantor Otonoom Republik Indonesia di Jogjakarta dikeluarkan pada 17 Februari 1950 oleh Kantor Urusan Pegawai Negeri Yogyakarta. Disalin dari dokumen Arsip Nasional Republik Indonesia pada 10 Mei 2015. [2] Surat Edaran Tentang Penjelasan Anggota PPK, PPS dan KPPS Belum Pernah Menjabat 2 Kali yang dikeluarkan oleh
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 27
Dinasti Politik Dalam Pemilu 2014
Inggar Saputra Ketahanan Nasional, Universitas Indonesia Gedung C FakultasKedokteran Gigi, Lantai IV, Salemba, Jakarta, Indonesia
[email protected]
Abstract. Mastery of the family in a political party to be a trend in national politics Indonesia after the reform was included in the 2014 election. That condition cannot be separated from perspective of feudalism, strong figures and political oligarchy. No doubt , in every election momentum, almost certainly ruling parties put relatives in legislative candidates (candidates) numbered one. As a result of political regeneration stagnated and closed opportunities members of political parties who reach the political career from the bottom to get a space larger distribution of power in a political competition. For the political parties have to do recruitment and political regeneration with the system of meritocracy where resource management cadre should on the basis of achievement. Besides the necessary awareness and strong willingness of political parties to be transparent in the process of legislative elections by involving cadres and sympathizers to choose legislative candidates or public officials of a political party. If it is able to do the political dynasty will be reduced and political competition will run well.. Keyword: dinasti politik, partai politik, pemilihan umum.
A. PENDAHULUAN Tidak dapat dipungkiri, kehidupan perpolitikan Indonesia saat ini masih menyisakan situasi yang paradoks. Bagaimana tidak, pasca berakhirnya kekuasaan Orde Baru memang diakui politik Indonesia terus bergerak menuju kemapanan demokrasi. Itu ditandai keinginan untuk terus berusaha meningkatkan partisipasi politik masyarakat, menguatnya peran lembaga demokrasi, menciptakan kebebasan berpendapat secara lebih luas dan desentralisasi pemerintahan yang tertuang dalam bentuk otonomi daerah. Semua itu merupakan kemajuan demokrasi yang baru berhasil ditemukan ketika Soeharto yang memimpin Indonesia selama 32 tahun dapat dijatuhkan melalui gerakan reformasi mahasiswa dan rakyat Indonesia. Meski mencatat beberapa kemajuan penting, harus pula diakui sistem demokrasi Indonesia masih terus mendapatkan ujian yang berat akibat tumbuh subur dan berkembangnya dinasti politik yakni praktik distribusi kekuasaan yang didominasi anggota keluarga. Dalam konteks demokrasi Indonesia khususnya Pemilu Legislatif (Pileg) pada 9 April 2014 yang lalu, politik dinasti ditandai dengan maraknya elite parpol yang menempatkan keluarganya dalam posisi strategis penyusunan daftar calon anggota
legislatif untuk bertarung dalam pemilu 2014. Hal ini terjadi pada berbagai tingkatan baik caleg tingkat pusat (DPR) maupun daerah (DPRD provinsi dan kabupaten/kota) Kondisi ini sangat disayangkan sebab dinasti politilk menihilkan adanya persaingan sehat dalam perpolitikan Indonesia. Parpol yang seharusnya melahirkan kader berjiwa pemimpin yang ditempa dalam jenjang kaderisasi sistematis beralih fungsi menjadi produsen kader karbitan yang tidak mengenal makna kerja keras dalam menapaki karir politik.Realitas politik itu menguatkan tesis Robert Michels tentang Hukum Besi Oligarki (The Iron Law of Oligarchy) bahwa di setiap organisasi partai politik pada hakikatnya hanya dikuasai segelintir elite Fenomena ini, seperti dijelaskan Burhan Magenda (2013) terjadi akibat kegagalan partai politik dalam melahirkan pekerja partai yang tangguh. Dalam pandangannya, Burhan menegaskan parpol dewasa ini kehilangan pekerja partai yang mau memulai proses pembinaan dan pengkaderan kepemimpinan politiknya dari bawah. Padahal masa sebelumnya, kita mengenal misalnya Akbar Tanjung, sosok politisi Golkar yang memulai karirnya dari organisasi kemahasiswaaan sampai menjadi Ketua Umum Golkar dan Ketua DPR RI. Bangsa ini juga pernah menyaksikan
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 28
bagaimana kerja Anis Matta yang memulai karirnya dari pendiri PK, Sekjen PKS, anggota DPR sampai akhirnya menjadi Presiden PKS. Pekerja penuh partai inilah yang sekarang mulai minus dalam peta perpolitikan Indonesia sehingga melahirkan budaya kader karbitan (artis, seniman dan publik figur lainnya) termasuk kerabat parpol yang tanpa uji kompetensi secara mendalam mendapatkan naik jenjang yang drastis. Semua produk karbitan itu sangat disayangkan hanya mengandalkan popularitas dan kekerabatan namun miskin gagasan dan kompetensi politik Dampak miskinnya jumlah pekerja penuh politik melahirkan proses tiranik yang termanifestasikan dalam praktek dinasti politik. Selain dalam proses penyusunan caleg Pemilu 2014, kondisi ini mengemuka pada sejumlah daerah di Indonesia sehingga mengundang keresahan masyarakat luas. Saat ini, politik dinasti terjadi pada beberapa daerah di Indonesia seperti Banten (dinasti Atut Chosiyah), Sulawesi Selatan (dinasti Yasin Limpo), Sumatera Selatan (dinasti Oesman) dan lainnya. Kondisi itu meminjam pernyataan Gaffar (2004) bahwa demokrasi Indonesia belum berhasil menjalankan rotasi kekuasaan dan rekruitmen politik yang terbuka. Padahal dalam demokrasi, keduanya dibutuhkan supaya tidak hanya satu orang yang selalu memegang jabatan, sementara peluang orang lain tertutup sama sekali dan jabatan politik harus dijalankan orang yang berkompeten. Dalam skala luas, politik dinasti menjadi virus yang menyebar dalam berbagai dimensi kehidupan masyarakat. Pada sektor ekonomi, politik yang menggandeng keluarga untuk menduduki kekuasaan ini mengakibatkan terjadi penumpukan dan pertahanan kekayaan pada segelintir elite politik. Sedangkan masyarakat dipaksa semakin miskin sebab hanya menjadi objek elite saja, tanpa adanya partisipasi secara luas dalam kesempatan berusaha dan mengembangkan kesejahteraan dalam hidupnya untuk kesuksesan pembangunan demokrasi. Pembiaran ini sangat sistemik, sebab jika para dinasti politik berhasil menang dalam kontestasi politik, maka mereka secara massif, sistemik dan liar akan mudah saja membagi kekuasaan dan kewenangan dalam urusan dana pembangunan tanpa memikirkan dampaknya kepada lingkungan dan masyarakat luas. Mereka saling berbagi sebagai upah politik dimana kemenangan politik baik dalam pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden tidak terlepaskan dari bantuan finansial pengusaha dan kerabat dekatnya yang menyokong secara penuh
kemenangannya. Balas budi politik ini akan berujung pada bentuk program-program pembangunan setelah terpilih akan mengutamakan hasil kongkalikong legislatif dan eksekutif yang meminggirkan kepentingan rakyat secara luas. Kini, menjelang pemilu legislatif praktek dinasti politik kembali menggurita khususnya dalam sebagian besar parpol peserta pemilu 2014. Hampir sebagian besar elite partai politik besar seperti PDIP, Partai Golkar dan Partai Demokrat berperan dominan mendudukkan kerabat dekatnya sebagai caleg untuk mempertahankan kelangsungan dominasi politiknya. Semua itu menandakan bagaimana sistem distribusi kekuasaan adalah monopoli elite politik. Partai politik Indonesia pasca reformasi secara jelas masih terwariskan budaya politik pada masa kerajaan dan Orde Baru, dimana kekuasaan politik diwariskan secara turun temurun kepada kerabat terdekatnya. Tabel 1.1 Daftar Dinasti Politik Calon Anggota Legislatif dalam Pemilu 2014
No
Nama Caleg
1
Edhie Baskoro Yudhoyono Hartanto Edhie Prabowo Agus Hermanto Lintang Pramesti
2
3 4
Asal Partai Partai Demokrat
Hubunga n Putra SBY
Partai Demokrat
Adik ipar SBY
Partai Demokrat Partai Demokrat
Adik ipar SBY Anak Agus Hermanto Kemenak an Agus Hermanto Sepupu SBY Anak Hadi Utomo Anak Hadi Utomo Kemenak an Hadi Utomo Kemenak an Hadi Utomo
5
Putri Permatasari
Partai Demokrat
6
Sartono Hutomo Dwi Astuti Wulandari
Partai Demokrat Partai Demokrat
8
Nurcahyo Anggorojati
Partai Demokrat
9
Decky Hardijanto
Partai Demokrat
10
Indri Sulistiyowati
Partai Demokrat
7
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 29
11
Sumardany Zirnata
Partai Demokrat
12
Mexicana Leo Hananto Wibowo Syariefuddin Hasan
Partai Demokrat
Inggrid Maria Palupi Kansil
Partai Demokrat
Amir Syamsuddin Didi Irawadi Syamsuddin
Partai Demokrat Partai Demokrat
Suaidi Marasabessy Derita Rina
Partai Demokrat Partai Demokrat
Teuku Riefky Harsa Adinda Yuanita
Partai Demokrat
13
14
15 16
17 18
19
20
26
Heriyanto
27
Sri Budiyantini Putut Wijanarko Sri Hidayati
28 29
30 31
32 33
34
Partai Demokrat
Partai Demokrat
Partai Demokrat Partai Demokrat Partai Demokrat Partai Demokrat
Eddy Wirabhumi Gray Koes Moertiyah
Partai Demokrat Partai Demokrat
Rosyid Hidayat Setyarin Dwiretnati
Partai Demokrat Partai Demokrat
Ichlas El Qudsi
Partai Amanat Nasional
Suami Indri Sulistiyo wati Kemenak an SBY Suami Inggrid Kansil Istri Syariefud din Hasan Anak Amir Syamsud din
Istri Suaidi Marasabe ssy -
35
Dhifla Wiyani
36
Andi Taufan Tiro
37
Nieke Voniela Samsara Taufan Eko Nugroho Tororasiko Dave Akbarshah Fikarno Laksono Jerry Sambuaga
38
39
40
42
Agati Sulie Mahyudin
43
49
Hikmat Tomet Andika Harzumy Ade Rossi Chaerunnisa Tanto W. Arban Lili Asdjuriredja Itje Siti Dewi Kuraesih Soepriyatno
50
Karlina
51
Puan Maharani Guruh Soekarno Putra Nazaruddin Kiemas Puti Guntur Soekarno
PDI Perjuangan PDI Perjuangan
Yustiman Ihza Mahendra
Partai Bulan Bintang
45
Istri Heriyanto -
48
46 47
52
53 Istri Rosyid Hidayat -
Partai Golkar
Mahyudin
Istri Teuku Riefky Harsa -
Istri Eddy Wirabhu mi -
Partai Golkar
41
44
Istri Putut Wijanark o -
Partai Amanat Nasional Partai Amanat Nasional Partai Amanat Nasional Partai Golkar
54
55
Partai Golkar Partai Golkar Partai Golkar Partai Golkar Partai Golkar Partai Golkar Partai Golkar Partai Golkar Partai Gerindra Partai Gerindra
PDI Perjuangan PDI Perjuangan
Istri Ichlas El Qudsi -
Istri Andi Taufan Tiro Menantu Aburizal Bakrie Anak Agung Laksono Anak Theo Sambuag a Istri Mahyudi n Suami Atut Anak Atut Istri Andika Menantu Atut Istri Lili Asdjurire dja Istri Soepriyat no Anak Megawati Adik Megawati Adik ipar Megawati Keponak an Megawati Adik Yusril Ihza
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 30
56
Yuyun Rachmawati
57
Tri Natalie Read
58
Wardatul Asriah
59
Kartika Yudhisti
60
Rendhika D. Harsono
61
Achmad Dimyati Natakusuma h Irna Narulita
62
63
Iskandar D. Syaichu
64
Yulia Ellyda
Partai Bulan Bintang
Partai Bulan Bintang Partai Persatuan Pembangu nan Partai Persatuan Pembangu nan Partai Persatuan Pembangu nan Partai Persatuan Pembangu nan Partai Persatuan Pembangu nan Partai Persatuan Pembangu nan Partai Persatuan Pembangu nan
Mahendr a Istri Yustiman Ihza Mahendr a Menantu Yusril Istri Suryadha rma Ali Anak Suryadha rma Suami Kartika
-
Istri Achmad Dimyati Natakusu mah -
Istri Iskandar D. Syaichu
Diolah dari berbagai sumber Berdasarkan data di atas, terdapat tiga kesimpulan penting. Pertama, Partai Demokrat dan Partai Golkar merupakan penyumbang terbanyak dalam proses politik oligarki dalam tubuh partai politik. Kedua, hampir semua pimpinan parpol menempatkan anak dan istrinya untuk bertarung dalam dapil yang strategis sebagai upaya mengamankan dan memenangkan ketatnya pertarungan suara di wilayah tersebut. Ketiga, bentuk oligarkisme politik umumnya ditandai dengan hubungan darah anak-bapak dan suami-istri sebagai upaya kelanggengan pengaruh politik ketika terpilih di masyarakat nantinya. Ketiga fakta ini menjelaskan bagaimana para elite parpol berusaha
mewariskan kepemimpinan politik berdasarkan hubungan darah semata tanpa mempertimbangkan kualitas seperti aspek kompetensi, karir politik dan integritasnya di mata publik. Maraknya keluarga elite parpol sebagai caleg “nomor jadi” dari sebuah parpol jelas mengundang pertanyaan apakah sudah sedemikian buruk sistem rekrutmen parpol. Pertanyaan ini layak diajukan mengingat pada dasarnya fungsi parpol adalah melakukan rekrutmen politik untuk mempersiapkan calon pemimpin di lembaga eksekutif dan legislatif. Ketika akhirnya parpol lebih mengutamakan penerapan politik kekerabatan, sesungguhnya terjadi perongrongan kepada demokrasi dan pengabaian terhadap kompetensi kader parpol. Kondisi ini, seperti dijelaskan Marcus Mietzner dapat membuat demokrasi tidak sehat, karena kontrol terhadap pemerintah yang diperlukan dalam demokrasi seperti checks and balances misalnya menjadi lemah. Dengan semakin semaraknya dinasti politik, demokrasi berarti sedang dalam zona bahaya.
B. OLIGARKI PARPOL MEMBUNUH DEMOKRASI Kata oligarki berasal dari bahasa Yunani yakni oligon (sedikit) dan arkho (memerintah). Secara umum oligarki dapat diartikan sebagai bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh segelintir elit kecil dalam masyarakat baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga atau militer. Dalam International Encyclopedia of the Social Sciences dijelaskan oligarki adalah sebuah bentuk pemerintahan yang kekuatan politiknya berada di tangan sekelompok kecil (minoritas) anggota masyarakat. Model politik oligarki di Indonesia sudah berkembang kuat pada masa Orde Baru, dimana ketika itu Soeharto menempatkan para kerabat dekatnya untuk menduduki sektor strategis dalam arah kebijakan publik sehingga berbagai sektor kehidupan masyarakat dikuasai para kepanjangan tangan Orde Baru (Ade Reza: 2013). Rezim Cendana yang ditopang Partai Golkar, birokrasi dan militer menempati banyak pos strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui cengkeraman kuat Soeharto, anaknya dan kerabat dekatnya program pembangunan dijalankan denga mengorbankan kepentingan masyarakat, penuh nuansa KKN dan teror politik yang mengerikan untuk semua yang menentang kekuasaannya.
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 31
Ketika Indonesia sukses melewati proses reformasi, politik oligarki mengalami pergeseran kepada partai politik seiring berkembangnya proses demokrasi (kebebasan sipil, pers, maraknya pembentukan parpol dan lainnya) Pasca reformasi, oligarkisme politik diwarnai adanya ketua parpol yang memberikan akses dan peluang yang lebih besar kepada keluarganya untuk menang dan berkuasa dalam konteks suatu wilayah baik unsur eksekutif (Gubernur, Bupati, Walikota dan lainnya) maupun ruang legislatif (DPR, DPRD Tk. I dan Tk. II). Dewasa ini dalam konteks pemilihan calon anggota legislatif (caleg) Pemilu 20142019, perkembangan politik oligarki dimainkan partai besar seperti Partai Demokrat, Partai Golkar dan PDIP dimana kerabat (bapak-anak, suami-istri dan keponakan) para pimpinan parpol tersebut mendominasi caleg urutan teratas di beberapa daerah pemilihan (dapil) sebagai upaya melanggengkan kekuasaan elite partai. Robert Michels (dalam Ichlasul Amal: 1988) meletakkan pengertian oligarki lebih pada aspek sejumlah kecil yang memerintah atau dominasi elite atas organisasi yang kompleks. Menurutnya, organisasi partai merupakan satusatunya sarana ekonomi atau politik untuk membuat kemauan kolektif. Setiap organisasi, terutama kepartaian mewakili kekuatan oligarkis yang didasarkan atas basis demokratis. Oligarki muncul sebagai kebutuhan teknis yang mendesak akan kepemimpinan. Fenomena oligarki juga sebagai dampak dari transformasi psikis yang dialami oleh pemimpin-pemimpin partai sepanjang hidup mereka. Oligarki juga tergantung kepada apa yang dikatakan sebagai “psikologi organisasi itu sendiri”, yakni pada kebutuhan-kebutuhan taktis dan teknis yang berasal dari konsolidasi setiap kesatuan politik yang berdisiplin. Organisasilah yang melahirkan dominasi golongan terpilih atas pemilih, pemegang mandat atas pemberi mandat, utusan atas pengutus Airlangga Pribadi (2012) mengartikan kekuasaan oligarki sebagai persekutuan kekuatan bisnis besar dan elite politik, dari tingkat nasional sampai lokal, yang secara terpusat mengontrol dan memanfaatkan proses politik demokrasi melalui arena legislatif ataupun eksekutif bagi kepentingan ekonomipolitik sendiri. Pada konteks relasi bisnis-politik, oligarki nasional sampai lokal yang berpusat di partai dan menjadikan parlemen dan eksekutif sebagai instrumen, kepentingan mereka lebih berimpit dengan aktor-aktor ekonomi berskala besar di sektor finansial, ritel, real estate, dan modal asing terutama di wilayah pertambangan
daripada bersinggungan dengan kepentingan ekonomi-politik masyarakat bawah yang mengalami proses pemiskinan struktural Salah satu studi paling mutakhir mengenai perkembangan kekuasaan oligarkis di Indonesia adalah karya Richard Robison dan Vedi R. Hadiz, yakni Reorganising Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in An Age of Markets (2004). Dalam karyanya itu, Robison dan Hadiz memaknai oligarki sebagai sistem pemerintahan di mana semua kekuasaan politik berada di tangan sekelompok kecil orang-orang kaya yang membuat kebijakan publik lebih untuk keuntungan finansial mereka sendiri, melalui kebijakan subsidi langsung terhadap perusahaanperusahaan pertanian milik mereka atau usahausaha bisnis lainnya, kontrak karya pemerintah yang bernilai besar, juga tindakan proteksionis bisnis mereka dengan tujuan untuk menghancurkan saingan bisnis. Menurutnya, rezim oligarkis menciptakan negara predator, dimana kebijakan dan barang publik dinikmati dan diperjualbelikan pejabat dan politisi untuk mendapatkan dukungan politik sehingga mampu meraih kekuasaan. Sedangkan Winters (2011) mengartikan oligarki sebagai para pelaku yang menguasai dan mengendalikan konsentrasi besar sumber daya material yang bisa digunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan kekayaan pribadi dan posisi sosial eksklusifnya.Dalam pandangan Winters, terdapat empat tipe oligarki.
Tabel 1.2 Bentuk-Bentuk Oligarki Tipe Oligarki Oligarki Panglima
Oligarki Penguasa Kolektif
Ciri-ciri
Negara
Menggunakan kekuatan fisik sehingga negara tidak stabil Dapat dilihat dari hubungan kepala suku dan panglima perang.
Italia dan beberapa negara Afrika
Penguasaan sumber daya dilakukan kolektif melalui jaringan sosial dan institusi negara dengan aturan yang jelas Adanya pemanfaatan pengaruh dengan
Komisi mafia di Italia dan Amerika Serikat
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 32
memaksa pemilik otoritas resmi demi keuntungan kaum oligarkis yaitu mempertahankan dan mengakumulasi kekayaan Oligarki Sultanistik
Mengandalkan kekuatan paksaan dan kekuatan ekonomi untuk mengendalikan oligarki-oligarki lain di bawahnya agar tunduk pada oligarki utama Tidak ada hak kepemilikan yang absolut, yang ada hanyalah klaim properti. Stabilitas oligarki kesultanan tergantung kemampuan pemimpin mengelola perlindungan kekayaan untuk para oligarki anggotanya secara umum Oligarki Para oligarki Sipil memanfaatkan kekuatan keuangan dan kepemilikan aset untuk menguasai perangkat hukum dan menjaga keabsahan hak miliknya Oligarki jenis ini membutuhkan seperangkat sistem hukum yang kuat untuk mempertahankan keunggulan materi seperti tanah, uang, bangunan, atau asetaset properti. Sumber: Winters (2011)
Filipina dan Indonesia
partai dan bersekutu dengan kelompok kepentingan lainnya untuk memperjuangkan tujuan pribadi dan kelompoknya, yang menyimpang dari tujuan partai dan bukan pula tujuan yang dijanjikan kepada pendukungnya pada masa pemilihan. Mereka (elit partai-pen) membangun blok kepentingannya sendiri yang terlepas dari kepentingan dan kemauan massa anggotanya. Para pimpinan parpol yang membangun kekuatan ini sebenarnya sadar, secara kepatutan dan aturan hukum mereka mendapatkan tantangan yang kuat dari masyarakat sebab mereka sudah berkuasa cukup lama. Maka langkah yang dapat ditempuh secara rasional adalah menjatuhkan pilihan kepada keluarga atau kerabat dekatnya untuk bertarung menduduki pos yang dtinggalkannya. Kondisi itu diperburuk masih rendahnya kesadaran politik masyarakat secara umum sehingga elite parpol memanfaatkan kelemahan itu dengan mengajak masyarakat memilih kerabat dekat sang elite parpol dalam pemilihan umum (Ahmad Syafi’i : 2013)
C. MENGHAPUS POLITIK
Amerika Serikat dan Singapura
Sementara itu, Soedaryanto (2009) menilai oligarki muncul disebabkan para pemimpin yang dipilih secara demokratis secara diam-diam membangun kekuatan dalam tubuh
DINASTI
Pada dasarnya dinasti politik menghasilkan tiga kerugian fundamental terhadap perkembangan demokrasi Indonesia. Pertama, dinasti politik melahirkan kartelisasi politik sehingga menutup jenjang karir berpolitik para pekerja penuh di parpol. Para elite politik yang bertarung dalam pencalegan dengan bermodalkan kekerabatan, penguasaan sumber daya ekonomi dari organisasi bisnis dan keuangan akan mereduksi demokrasi sehingga melahirkan kekuasaan penuh nepotisme dan mengabaikan kepentingan rakyat. Mereka secara utuh telah merusak fungsi partai politik sebagai alat rekrutmen politik, sebab kader yang berjuang sejak dari bawah diabaikan, terkalahkan kader yang merupakan kerabat ketua parpol karena tidak memiliki jaringan kedekatan dan kalah dari segi penguasaan sumber daya finansial. Dampak jangka panjangnya, setelah berkuasa mereka akan menerapkan politik balas budi dan politik uang untuk melanggengkan penguasa parpol. Kedua, dinasti politik memicu kerawanan sosial sebab melahirkan kesenjangan antar anggota masyarakat dalam melihat peta perpolitikan nasional khususnya dalam penempatan para calon anggota legislatif. Dalam konteks pemilihan caleg, partai politik akan dinilai diskriminatif sebab hanya memberikan
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 33
peluang besar kepada kerabat penguasa parpol dan meminggirkan caleg yang berjuang keras sejak bawah maupun caleg yang berjuang dengan bermodalkan kemampuan intelektual dan modal sosial tinggi. Dalam dinasti politik, distribusi kesejahteraan akan terjadi secara masif untuk kalangan keluarga dan kroninya saja, sementara rakyat tidak dapat merasakan keadilan dan kesejahteraan. Fenomena ini barangkali bisa kita saksikan pada dinasti politik yang dibangun keluarga Susilo Bambang Yudhoyono dan kerabat dekat elite Partai Demokrat dimana perputaran uang dan sumber daya politik lainnya hanya “mengalir” di arena dinasti.. Padahal, filsuf politik kontemporer John Rawls (1993) pernah mengatakan kesetaraan adalah syarat penting bagi hidup bernegara.Dalam dinasti politik, “kesetaraan” telah berubah bentuk menjadi “keserakahan”. Ketiga, dinasti politik akan menyebabkan konsolidasi demokrasi terhambat. Demokrasi terancam berjalan mundur dan sebagai dampaknya harga diri demokrasi akan rusak di mata masyarakat. Jika demokrasi kehilangan harga dirinya, maka masyarakat tidak lagi percaya dengan sistem demokrasi yang sudah lama dibangun dengan pengorbanan.Padahal, demokrasi adalah sistem bernegara paling baik di antara yang buruk sekarang ini.Karena itu, kita khawatir jika dinasti politik tak segera dibendung, maka sistem demokrasi Indonesia akan terus dikuasai oligarki. Sebab, jika melihat klan dinasti politik di Tanah Air yang tercemin dari daftar caleg dan kepala daerah, kemungkinan itu dapat terjadi. Pasalnya, jika dalam delapan tahun saja dinasti politik sudah bisa tumbuh 10,6 persen, berarti dalam waktu 32 tahun ke depan, dinasti politik di Indonesia bisa mencapai 50 persen lebih.
D. KESIMPULAN Dalam pandangan penulis, parpol di masa mendatang harus mulai berfikir akan pentingnya pendidikan politik untuk rakyat dengan meniadakan dinasti politik yang merugikan perjalanan demokrasi Indonesia.Untuk itu, parpol harus melakukan rekrutmen dan kaderisasi politik dengan sistem meritokrasi, dimana pengelolaan sumber daya kader harus atas dasar prestasi. Dengan bermodalkan prestasi, setiap masyarakat Indonesia pada umumnya dan anggota parpol pada khususnya dapat mencalonkan diri sebagai wakil rakyat selama memiliki prestasi berbentuk rekam jejak yang baik. Kapasitas, integritas, kapabilitasnya dapat dipertanggungjawabkan di mata publik. Sistem ini nantinya tidak
memandang seorang caleg berdasarkan kekerabatan, melainkan sejauhmana kemampuannya dapat dipakai untuk menduduki jabatan tertentu. Melalui sistem meritokrasi, jika prestasi suatu caleg bagus maka probabilitas terpilihnya semakin besar. Sedangkan kalau prestasinya rendah, akan susah terpilih. Semua akan kembali pada seberapa besar prestasi yang pernah diukirnya. Dalam penyusunan caleg, parpol tidak lagi mengandalkan kekerabatan melainkan kompetensi seseorang untuk menjadi caleg sehingga berdampak ketika kampanye tidak bermodalkan janji dan pepesan kosong melainkan apa saja prestasi yang pernah dibangun untuk mensejahterakan rakyat. Selain itu, diperlukan kesadaran dan kemauan kuat parpol untuk transparan dalam proses pemilihan calon anggota legislatif sehingga kewenangan penuh elite parpol tidak lagi bersifat dominan. Dalam konteks ini, sistem pemilu internal parpol harus diarahkan kepada peningkatan partisipasi politik dengan melibatkan kader dan konstituen sehingga terdapat kesadaran bersama dalam memilih caleg atau pejabat publik dari suatu partai. Jika itu mampu dilakukan parpol akan menjadi alat pembelajaran politik bagi pendukungnya (kader dan simpatisan) sehingga nilai dan etika menjadi prioritas utama dalam menuju kehidupan berpolitik yang demokratis. Kita tentu tidak ingin Indonesia seperti Filipina, sebuah negara demokrasi dengan “raksasa” dinasti politik yang menyuburkan perilaku korupsi.Menurut data Center for People Empowerment in Governance (2013), di Filipina saat ini terdapat sebanyak 94% provinsi atau sebanyak 73 dari total 80 provinsi yang membangun dinasti politik.Tentu fakta ini mencengangkan karena hampir mayoritas lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif di Filipina dikuasai oleh keluarga dinasti.Jangan sampai karena lemahnya daya kritis masyarakat dan kalangan peduli demokrasi, Kondisi serupa berkembang di Indonesia yang ditandai mayoritas legislator Indonesia nantinya didominasi kekerabatan politik. DAFTAR PUSTAKA [1] Jeffrey, A. Winters. (2011). Oligarchy.New York: Cambridge University Press. [2] Amal, Ichlasul.(1988).Teori-Teori Mutakhir Partai Politik.Yogyakarta:PT Tiara Wacana. [3] Robison, Richard dan Vedi. R. Hadiz. (2004), “Reorganising Power in Indonesia: The Politics
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 34
of Oligarchy in An Age of Markets,” London: Routledge. [4] Rif’an, Ali. (2013). Dinasti Politik dan Zona Bahaya Demokrasi.Majalah TRIAS Politika. Edisi 15-30 November [5] Budi, Arya.28 Agustus 2013.Pemilu Nepotisme Elektoral. Tempo. [6]
dan
Syafi’I, Ahmad.9 Januari 2013.Politik Dinasti di Negara Demokrasi, Wawasan.
[7] Yudha, Hanta. 6 Februari 2009.“Dinastitokrasi dan Oligarki Politik”, Kompas. [8]
Pribadi, Airlangga. (2012).“Kuasa Oligarki”.(Online). (http://megapolitan.kompas.com/read/2012/09/06/03 241944/Kuasa.Oligarki, diakses 26 Maret 2014).
[9] Soedaryanto, “Pidato Pergerakan Kebangsaan “ disampaikan pada pembukaan konferensi studi dan rapat kerja nasional ormas pergerakan kebangsaan, 23 Februari 2009 [10] Hutagalung, Daniel. (2011).“Oligarki: Kanker dalam Rahim Demokrasi”.(Online).(http://dhutag.wordpress. com/2011/04/16/oligarki-dan-plutokrasikanker-dalam-rahim-demokrasi/ diakses pada 22 Maret 2013). [11] Haryadi, Ade Reza. (2013)“Politik Oligarki: Pengalaman Indonesia, “. (Online).(http://www.pergerakankebangsaan.org/?p =1207)diakses pada 22 Maret 2013).
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 35
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 36
Possibility of Human-to-Human Influenza A H5N1 Transmission Among Indonesian Suffers: A Mutation Study in Hemaglutinin
Yoga Mulia Pratama Faculty of Medicine, Sebelas Maret University Jl Ir Sutami 36A Surakarta Indonesia
[email protected]
Abstract. Influenza A H5N1 infection in human is fatal case and can causing death. The process of transmission of Influenza A H5N1 virus so far has only known as bird-to-human transmission. While the human-to-human transmission has not trustworthy occurred although some reports indicate that there were some suspected cases of human-to-human transmission. Human-to-human transmission of influenza A H5N1 virus could be potentially occur because of the characteristics of this virus that easily to mutate. Mutations in the hemagglutinin protein, protein that plays a role in virus infection, to host cells may lead to increased activity of hemagglutinin binding to host cell receptors in human (sialic acid α2,6 galactose), especially in the respiratory tract epithelial cell. In results, 108 samples GenBank DNA sequences Influenza A H5N1 was isolated from humans in Indonesia. Then, coding sequences of the H5 hemagglutinin gene were analyzed. The coding sequence was accordanced with the consensus sequence (RefSeq NC_007362). The results of genetic analysis obtained 16 D94N and 91 D94S while 1 sample was not detected. Aspartic acid to asparagine mutation at residue-94 can lead to easier hemagglutinin binds to sialic acid α2,6 galactose receptors (human type receptor) and would potentially causing human-to-human transmission. In conclusion, there is only little possibility human-to-human transmission among Indonesian people because of only 15% D94N (16/108) Influenza A H5N1 infecting humans in Indonesia. But, substitution with serine at residue aspartic acid-94 hemagglutinin H5 should be further investigated to determine the effect of this substitution on the process of virus infection to human host cells and the potential for human-to-human transmission. Keywords: Influenza A, H5N1, hemagglutinin, human-to-human transmission, mutation.
A. PENDAHULUAN Virus Influenza A merupakan negativestrand RNA virus yang tergolong dalam famili Orthomyxoviridae. Virus Influenza A dibagi menjadi beberapa subtipe berdasarkan glikoprotein pada permukaannya yaitu Hemaglutinin dan Neuraminidase. Virus ini dapat menginfeksi mamalia termasuk manusia serta dapat menginfeksi sel inang antar spesies yang berbeda [1]. Proses transmisi virus Influenza A H5N1 sejauh ini baru diketahui dari unggas ke manusia sedangkan transmisi dari manusia ke manusia dipercaya belum terjadi meskipun beberapa laporan menunjukkan bahwa ada beberapa kasus yang dicurigai berasal dari transmisi manusia ke manusia [2,3]. Transmisi dari manusia ke manusia berpotensi terjadi karena karakteristik virus influenza A H5N1 yang mudah bermutasi [4,5]. Mutasi pada protein
hemaglutinin yang merupakan protein yang berperan dalam infeksi virus ke sel inang dapat menyebabkan peningkatan aktivitas pengikatan Hemaglutinin ke reseptor sel inang pada manusia (sialic acid α2,6 galactose) terutama pada sel epitel saluran pernapasan [3]. Perubahan spesifisitas reseptor dari sialic acid α2,3 galactose (tipe reseptor unggas) ke sialic acid α2,6 galactose (tipe reseptor di manusia) merupakan faktor utama infeksi virus Influenza A antar spesies [6,7]. Terdapat beberapa mutasi yang menyebabkan perubahan spesifisitas pengikatan Hemaglutinin ke reseptor yang berbeda, salah satunya adalah mutasi subtitusi asam aspartat oleh asparagin pada residu ke 94 asam amino (D94N) pada protein Hemaglutinin. Perubahan ini menyebabkan Hemaglutinin lebih mudah berikatan dengan sialic acid α2,6 galactose (tipe reseptor di manusia) [8]. Infeksi Influenza A H5N1 pada manusia merupakan kasus yang fatal dan dapat
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 37
menyebabkan kematian [9]. Kasus fatal pada infeksi influenza A H5N1 rata-rata mencapai 61 persen dengan kasus tertinggi pada usia 10-19 tahun dan paling rendah pada usia diatas 50 tahun [10]. Laporan terakhir jumlah kasus H5N1 mencapai 641 kasus dengan 380 orang meninggal dunia, sedangkan Indonesia merupakan negara dengan jumlah kasus terbanyak yaitu 194 kasus dengan 162 diantaranya meninggal dunia [10]. Secara filogenetik, Influenza A H5N1 yang ada di Indonesia merupakan clade 2.1 dimana clade ini banyak ditemukan di manusia dan resisten terhadap beberapa obat antiviral. Studi lebih lanjut mengenai karakteristik molekuler dari virus Influenza A H5N1 isolat Indonesia sangat diperlukan mengingat clade dari isolat Indonesia memiliki patogenitas yang tinggi [11]. Selain itu studi karakteristik molekuler isolat Influenza A H5N1 Indonesia juga berguna untuk mengetahui kemungkinan transmisi dari manusia ke manusia. Pada penelitian ini dilakukan pengkajian mengenai kemungkinan transmisi Influenza A H5N1 dari manusia ke manusia di Indonesia melalui studi mutasi residu asam amino ke-94 protein Hemaglutinin H5 isolat Influenza A H5N1 pada manusia di Indonesia.
B. METODE Total dari 108 sampel sekuen cDNA Influenza A H5N1 isolat Indonesia yang berasal dari manusia didownload dari GenBank National Centre for Biotechnology Information (NCBI). Sekuen yang didapat kemudian dilakukan multiple gene sequence alignment menggunakan program ClustalW. Kemudian dilakukan pencarian coding sequences dari gen hemaglutinin H5 sesuai konsensus dengan Refseq NC_007362. Sekuen cDNA ditranslasikan ke asam amino sehingga didapatkan urutan asam amino dari 108 sampel Influenza A H5N1 isolat Indonesia yang berasal dari manusia. Kemudian dilakukan analisis mutasi titik pada residu asam amino ke-94 dari protein Hemaglutinin.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil analisis genetik didapatkan 16 D94N (Mutasi substitusi asam aspartat dengan arginin residu asam amino ke-94) dan 91 D94S (Mutasi substitusi asam aspartat dengan serin residu asam amino ke-94) sedangkan 1 sampel tidak terdeteksi dari total 108 sampel. Mutasi Asam aspartat dengan asparagin pada
residu ke-94 dapat menyebabkan Hemaglutinin lebih mudah berikatan dengan reseptor sialic acid α2,6 galactose (reseptor tipe manusia) yang berpotensi menjadi transmisi dari manusia ke manusia [8]. Berdasarkan hasil studi epidemiologi di Indonesia pada tahun 2005 didapatkan kasus yang dicurigai sebagai transmisi virus Influenza A H5N1 dari manusia ke manusia. Dimana pada studi tersebut didapatkan 2 kluster yang terinfeksi Influenza A H5N1 tidak punya riwayat berhubungan dengan unggas [12]. Belum dapat dipastikan apakah benar terjadi transmisi dari manusia ke manusia karena dari studi karakteristik molekuler virus Influenza A H5N1 isolat Manusia Indonesia justru didapatkan 84% dari 108 sampel terjadi mutasi substitusi Asam aspartat dengan serin pada residu asam amino ke-94 (D94S) Hemaglutinin H5. Substitusi Asam aspartat dengan serin pada residu asam amino ke-94 (D94S) hemaglutinin H5 belum diketahui pengaruhnya dalam infeksi virus Influenza A H5N1 ke sel inang. Kemungkinan besar mutasi D94S (84%) juga berpengaruh pada virulensi Influenza A H5N1 dimana dari data WHO disebutkan bahwa Indonesia merupakan negara yang mempunyai kasus terbanyak dengan fatalitas infeksi Influenza A H5N1 yang tinggi [10]. Mutasi substitusi Asam aspartat dengan serin pada residu asam amino ke-94 (D94S) hemaglutinin H5 dapat diteliti lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh substitusi ini pada proses infeksi virus ke sel inang manusia dan potensi untuk terjadi transmisi antar manusia karena D94S terdeteksi lebih banyak pada sampel Influenza A H5N1 yang menginfeksi manusia di Indonesia (91/108) daripada D94N (16/108).
D. KESIMPULAN Berdasarkan studi karakteristik molekuler pada isolat Influenza A H5N1 pada manusia di Indonesia didapatkan mutasi D94N sebanyak 15% (16/108) pada protein Hemaglutinin H5 sehingga kecil kemungkinan terjadi transmisi antar manusia. Tetapi, penelitian lebih lanjut mengenai potensi transmisi H5N1 antar manusia pada mutasi D94S perlu dilakukan karena belum adanya studi adekuat mengenai pengaruh mutasi D94S pada transmisi antar manusia.
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 38
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan dukungan terhadap penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA [1] Chutinimitkul et al. 2010. In Vitro Assessment of Attachment Pattern and Replication Efficiency of H5N1 Influenza A Viruses with Altered Receptor Specificity. Journal of Virology. p.6825– 6833. [2] Ungchusak K, Auewarakul P, Dowell SF, et al. 2005. Probable person-to-person transmission of avian influenza A (H5N1). N Engl J Med. 352:333-40. [3] Yamada S, Suzuki Y, Suzuki T, Le MQ, Nidom CA, Sakai-Tagawa Y, Muramoto Y, Ito M, Kiso M, Horimoto T, Shinya K, Sawada T, Kiso M, Usui T, Murata T, Lin Y, Hay A, Haire LF, Stevens DJ, Russell RJ, Gamblin SJ, Skehel JJ, Kawaoka Y. 2006. Haemagglutinin mutations responsible for the binding of H5N1 influenza A viruses to human-type receptors. Nature 444:378–382.
relation to virus entry into live mammalian cells. Arch Virol. 153:2253–2261. [9] Gambotto A, Barratt-Boyes SM, de Jong MD, Neumann G, Kawaoka Y. 2008. Human infection with highly pathogenic H5N1 influenza virus. Lancet 371:1464– 1475. [10] World Health Organization. 2013. Cumulative number of confirmed human cases of avian influenza A/(H5N1) reported to WHO. http://www.who.int/entity/influenza/huma n_animal_interface/EN_GIP_20131008Cu mulativeNumberH5N1cases.pdf (diakses pada 17 November 2013). [11] de Jong M, Simmons CP, Thanh TT, et al. 2006. Fatal outcome of human influenza A (H5N1) is associated with high viral load and hypercytokinemia. Nat Med. 12: 12037. [12] Kandun I N et al. 2006. Three Indonesian Clusters of H5N1 Virus Infection in 2005. N Engl J Med 2006; 355:2186-2194.
[4] Glaser L, Stevens J, Zamarin D, Wilson IA, Garcia-Sastre A, Tumpey TM, Basler CF, Taubenberger JK, Palese P. 2005. A single amino acid substitution in 1918 influenza virus hemagglutinin changes receptor binding specificity. J Virol 79:11533– 11536. [5] Matrosovich M, Tuzikov A, Bovin N, Gambaryan A, Klimov A, Castrucci MR, Donatelli I, Kawaoka Y. 2000. Early alterations of the receptor-binding properties of H1, H2, and H3 avian influenza virus hemagglutinins after their introduction into mammals. J Virol 74:8502–8512. [6] Kuiken T, Holmes EC, McCauley J, Rimmelzwaan GF, Williams CS, Grenfell BT. 2006. Host species barriers to influenza virus infections. Science (New York) 312:394–397. [7] Suzuki Y. 2000. Receptor sialylsugar chains as determinants of host range of influenza viruses. Nippon Rinsho 58:2206– 2210. [8] Su Y, Yang HY, Zhang BJ, Jia HL, Tien P. 2008. Analysis of a point mutation in H5N1 avian influenza virus hemagglutinin in
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 39
Rebeca: Red-Kidney Bean Pancake, Innovation of High Fiber and Low Fat Food in Modern Era Evi Nurhidayati1*, Eka Vitria Camelia2 & Putri Mei Saimima3 1
Department of Nutrition, Faculty of Public Health, Universitas Indonesia
2
Department of Nutrition, Faculty of Public Health, Universitas Indonesia
3
Department of Nutrition, Faculty of Public Health, Universitas Indonesia 1
[email protected]
Abstract. In modern era, there are many snacks which contain high fat and calories but low protein and fiber. Pancake is one of the favorite food-especially for adolescents-because its form and taste. In this experiment, pancake is not only consist of whole flour but also substituted by red-kidney bean flour. To make the pancake one is so simple like cooking pancake generally. Red kidney bean which contains high protein and fiber, make Rebeca (Red-kidney bean pancake) as a healthy food with high fiber, high protein and low fat that can be consumed by all ages. Furthermore, Rebeca-as a healthy food-can prevent obesity and degenerative diseases. Keywords: Fat, fiber, pancake, red-kidney bean.
A. INTRODUCTION There are some criteria of healthy food, such as no more than 35% of calories from fat (with no more than 10% of calories from saturated fat); no more than 35% of sugar by weight; 0% trans fat; and higher levels of dietary fiber[1]. Snacks chosen by teens tend to be highsugar or high-fat food[2]. Similar finding have been reported that fatty/sugary foods were the most well-liked[3]. Adolescents say that in order to improve their eating, healthy foods should be appealing and taste good, and be more widely available. There are many limitations of fast foods, such as low in fiber, high-fat and highsugar, low calcium, riboflavin, vitamin A, vitamin C and folate[2]. Now, in modern area, people usually like to consume food with high sugar and high calories like pancake. The nutritional information of pancake (include 2 oz of MapleFlavored Syrup) contains 1100 kcal calories, 350 kcal calories from fat, 40 g total fat, 166 g total carbohydrates, 21 g protein and 2 g dietary fibers[4]. Dietary fiber is important for normal bowel function and play a role in the prevention of chronic diseases, such as certain cancers, coronary artery disease, and diabetes mellitus type 2. Adequate fiber intake is also thought to
reduce serum cholesterol levels, moderate blood sugar levels, and reduce the risk of obesity[5]. Beans provide protein, fiber, folate, iron, potassium and magnesium; also a rich source of soluble and insoluble fiber[6]. Red-kidney bean have lots of fiber and protein, as well as a trace mineral called molybdenum. This mineral can detoxify sulfites, preservatives often found in processed food[7]. Red-kidney bean contains 314 kcal of energy, 56.2 gram of carbohydrate, 1.1 gram of fat, 22.1 gram of protein, 4 gram of fiber per 100 gram edible part. And for the red-kidney bean flour contains 375.28 kcal of energy, 71.08 gram of carbohydrate, 2.21 gram of fat, 17.24 gram of protein, and 26.7 gram of fiber per 100 gram edible part[8]. Based on the background, we choose red-kidney bean as a substitute flour beside whole flour as the ingredient of pancake.
B. METHODOLOGY 1. Process I. Process to make red-kidney bean flour is simple and do not need many time to make it: First, wash and clean red-kidney bean, after that dry them under the sunshine for about 15 minutes. Then, frying them without cooking oil for five minutes. After that, blend them until having granulated like
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 40
flour. If you want to get smoother texture, sifting them first before mixing with other ingredients. II. The Process to make Rebeca (RedKidney Bean Pancake) is very simple (modified from Sajian Sedap (n.d.)[9]). The ingredients are: a. 100 gram of flour mid protein b. 100 gram of red-kidney bean flour c. 1½ tablespoon of powdered sugar d. ½ tablespoon baking powder e. ¼ tablespoon salt f. 2 eggs, beaten off g. 250 ml milk h. 30 gram of margarine, melted How to make it: 1. Sift flour, red-kidney bean flour, sugar, and baking powder. Add the salt. Stir well. Set a side. 2. Mix eggs and milk. Stir well. Pour into flour mixture gradually while stirring. 3. Add a little melted margarine, stirring gently. 4. Pour a small ladle on a flat griddle. Cook them until the color change become brownish. Reverse it till cooked. 5. Serve them with or without sauce. 2. Organoleptic Test Organoleptic test is used to measure the acceptance of Red-Kidney Bean Pancake (Rebeca). This test use hedonic test (acceptance test)[10]. Hedonic test is applied to measure the acceptance of red-kidney bean pancake by scoring the quality of product which is favourable. The panelists were asked to give their opinion according to their predilection of the redkidney bean pancake. Characteristic of this test is subjective scoring, but in the conclusion must be objective. Indicators in this test based on scoring in shape, color, size, texture, and taste of redkidney bean pancake. The scoring scale in each indicators use score from 1 until 7 points. Small point indicates the respondents do not like and big point indicates the respondents like. Redkidney bean pancake is tested to 20 students of University of Indonesia were randomly selected.
consumed as a healthy food. Rebeca can be consumed as a main course or snack because it so nutritious that contains 326.82 kcal of energy, 43.07 gram of carbohydrate, 11.48 gram of fat, 12.16 gram protein, and 6.675 gram of fiber per 1 piece of Rebeca (+30 gram). The nutrients content of Rebeca are displayed below: Table 1. Summary of nutrient content in Rebeca as a Main Course (2 pieces per serving) Nutrients Content Dietary % of Intake DI (DI) 2000 kcal Energy (kcal) 653.64 2000 32.68% Carbohydrate 86.14 300 28.71% (g) Fat (g) 22.96 55.6 41.29% Protein (g) 24.32 75 32.43% Fiber (g) 13.35 28 47.69%
Table 2. Summary of nutrient content in Rebeca as a Snack (1 piece per serving) Nutrients Content Dietary % of Intake DI (DI) 2000 kcal Energy (kcal) 326.82 2.000 16.34% Carbohydrate 43.07 300 14.35% (g) Fat (g) 11.48 55,6 20.65% Protein (g) 12.16 75 16.22% Fiber (g) 6.675 28 23.85% Note: This calculation based on American Dietetics Association (ADA) (2008)[11] and Fatsecret Indonesia (n.d.)[12]. Based on organoleptic test to 20 respondents, 55% like the shape of Rebeca, 25% like the color of Rebeca, 50% like the size of Rebeca, 45% like the texture of Rebeca, and 25% like the taste of Rebeca. The result of organoleptic test of Rebeca is displayed below.
C. RESULT Rebeca (Red-kidney Bean Pancake), that made from red-kidney bean flour, has high fiber, high protein, an low fat, so it can be
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 41
Preferences”. .British Journal of Nutrition. 93: 741-746, 2005. [4] Village Inn. “Nutritional Information”. Available from
, [Accessed June 6th, 2014], 2013.
Figure 1. Column graph of organoleptic test
D. CONCLUSION Rebeca (Red-kidney Bean Pancake) can be produced as a healthy and nutritious food because it contains high fiber, high protein, and low fat. Rebeca also can be a main course or snack that consumed daily with simple process. In modern era, Rebeca is the one of healthy food with fast and simple process to make it. Based on organoleptic test, Rebeca has a good acceptance especially for the shape, size, and texture
E. RECOMMENDATIONS Rebeca (Red-kidney Bean Pancake) can be sold in supermarket, canteen, restaurant, café or we can make it by ourselves at home. In the future, Rebeca can be the one of healthy food that can prevent degenerative diseases and obesity.
REFERENCES [1] Wellness Works Alameda County. “Nutrition & Physical Activity Policy Implementation Resource”: Healthy Food and Beverages Criteria. Available from , [Accessed June 8th, 2014], No Year. [2] Story, M & Moe, J. “Nutrition and The Pregnant Adolescent”. Available from , [Accessed June 6th, 2014], 2000. [3] Cooke, L. J. & Wardle, J. “Age and Gender Differences in Children’s Food
[5] Stang, J. & Story, M. “Guidelines for Adolescent Nutrition Services”. Available from , [Accessed June 6th, 2014], 2005. [6] Garden-Robinson, J. & McNeal, K. ” All about Beans: Nutrition, Health Benefits, Preparation and Use in Menus”. Available from , [Accessed June 6th, 2014], 2013. [7] Right Weigh Clinic. “Beans”. Available from , [Accessed June 6th, 2014], 2012. [8] Ekawati, Dian. “Pembuatan Cookies dari Tepung Kacang Merah (Bulgaris L) sebagai Makanan Pendamping ASI (MPASI)”. Thesis, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University, 1999. [9] Sajian Sedap. “Pancake Saus Cokelat”. Available from , [Accessed June 5th, 2014], No Year. [10] Setyaningsih, Dwi, Anton Apriyantono, and Maya Puspita Sari. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press, 2010. p. 59-60. [11] American Dietetic Associations. “The Position of the American Dietetic Association: Health Implications of Dietary Fiber”. Journal of American Dietetic Association. Vol. 108, (10: 1716-1731), 2008. [12] Fatsecret Indonesia. “Gula Pasir”. , [Accessed June, 18th, 2014], NoYear
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 42
Potensi Penggunaan Melatonin sebagai Alternatif Pengobatan Virus Ebola
Alvin Valentino Gonsales Fakultas Faramasi, Universita Hasanuddin Makassar, Indonesia [email protected]
Abstract. The Ebola virus (EBOV) is the cause of an emerging disease that may be harbored across a much larger geographic range then previously assumed. The present large outbreak of EBOV illustrates how an emerging disease may start and spread, the difficulty of its containment, and the sociopolitical factors that may appear during an emerging disease outbreak. EBOV targets the body’s immune system, causes harmful inflammatory responses such as a cytokine storm, leads to apoptosis of many cell types including vascular endothelium and lymphocytes, and in fatal cases terminates in the multiple organ dysfunction syndrome (MODS) and multiple organ failure. The purpose of this report is to emphasize the potential utility for the use of melatonin in the treatment of individuals who are infected with the Ebola virus. The pathological changes associated with an Ebola infection include, most notably, endothelial disruption, disseminated intravascular coagulation and multiple organ hemorrhage. Melatonin has been shown to target these alterations. Numerous similarities between Ebola virus infection and septic shock have been recognized for more than a decade. Moreover, melatonin has been successfully employed for the treatment of sepsis in many experimental and clinical studies. Based on these factors, as the number of treatments currently available is limited and the useable products are not abundant, the use of melatonin for the treatment of Ebola virus infection is encouraged. Additionally, melatonin has a high safety profile, is readily available and can be orally self-administered; thus, the use of melatonin is compatible with the large scale of this serious outbreak. Keywords: Ebola virus, endothelial damage, melatonin, multiple organ hemorrhage.
A. INTRODUCTION Penyebaaran wabah virus ebola di Afrika Barat adalah yang paling parah sejak virus ini teridentifikasi pada 1976 (1). Wabah ini telah menginfeksi penduduk di 4 negara lainnya termasuk Guinea, Sierra Leone, Liberia, dan Nigeria. Ribuan orang telah terinfeksi dan lebih dari setengah dari pasien telah meninggal karena terinfeksi penyakit mematikan ini. Epidemi penyakit ini terus meningkat sejak wabah pada bulan Desember 2013, dan bertambahnya kasus yang mungkin terjadi di negara-negara lain. Karena sifatnya sangat menular dengan tingkat kematian sangat tinggi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan ini epidemi sebagai darurat kesehatan masyarakat internasional. Selain itu, sekarang ada kekhawatiran yang cukup besar bahwa Ebola ini wabah akan mengancam keamanan dunia (2).
Gbr. 1. Virus Ebola., Zaire Filovirus (electron micrograph, Fred Murphy, U.S. CDC)
Pengobatan penyakit ini belum mencapai hasil klinis yang maksimal, karena belum ada obat yang efektif untuk membunuh virus ebola. WHO telah merekmendasikan untuk menggunakan antibodi (Zmapp) yang berpotensi mengobati penyakit ebola, tetapi kelemahan obat
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 43
ini adalah obat ini belum melalui uji klinis yang akan digunakan untuk mengobati beberapa pasien ebola dan ketersediaannya sangat terbatas, sehingga tidak dapat mengobati semua pasien ebola karena skala wabah ini yang menyebar dengan sangat cepat (3). Untuk mengurangi kepanikan di seluruh dunia dan memungkinkan untuk menyelamatkan banyak nyawa pasien yang terinfeksi virus ebola, para peneliti medis telah mengajukan beberapa pengobatan alternatif yaitu senyawa melatonin. Melatonin (N-asetil-5methoxytryptamine) merupakan senyawa indolic yang berasal dari triptofan. Biasanya diidentifikasi sebagai neurotransmitter atau hormon hewan, senyawa ini terdeteksi pada tanaman pada tahun 1995. Melatonin terdapat pada berbagai spesies tanaman yang diteliti, dengan variasi konsentrasi kandungan yang berbeda-beda dan lebih banyak terdapat pada daun dan biji dari tanaman aromatik (4). Fungsi Melatonin sebagai agen antiinflamasi dan antioksidan yang dapat menargetkan langsung semua peristiwa responsive immune-inflammatory dan mengurangi efek inflamasi yang terkait dengan infeksi virus ebola.Sehingga penggunaan senyawa melatonin memiliki efek positif pada epidemi penyakit ebola dan dapat diproduksi dalam jumlah yang cukup banyak selama periode intervensi hingga tersedianya vaksin yang efektif untuk membunuh virus ebola (3, 4) .
B. MEKANISME VIRUS EBOLA
PATOLOGIS
Perubahan patologis utama yang disebabkan oleh virus ebola adalah rusaknya lapisan endotel pembuluh darah. Virus ebola menyerang sistem imun termasuk monosit, makrofag, dan sel dendritik sehingga menyebabkan inflamasi (5). Setelah virus ebola menginfeksi sel-sel ini, maka sel-sel ini akan diaktifkan untuk melepaskan sitokin, kemokin, protein virus ebola, mikropartikel dan oksigen reaktif beracun dan nitrogen berlebihan (Gbr. 2). Sitokin dan kemokin yang diproduksi meliputi TNF a, IFN- a, IL6, IL8, TF, MCP-1. Faktorfaktor ini merupakan mediator memicu sejumlah reaksi destruksi pada sel endotel, meliputi aktivasi sistem koagulasi, reaksi inflamasi, dan gangguan pembuluh darah endotel mengakibatkan jaringan mengalami kelainan koagulasi (pembekuan darah), setelah terinfeksi virus ebola (5-7).
Gbr. 2. Infeksi patologis dari virus ebola dan potensi senyawa melatonin
Ketika rekombinan nematode antikoagulan c2 protein (rNAPc2) inhibitor diberikan kepada monyet rhesus yang terinfeksi virus ebola, akan secara signifikan meningkatkan kelangsungan hidup hewan yang terinfeksi (8). Hal ini disebabkan berkurangnya aktivasi koagulasi, fibrinolisis, dan juga karena pelemahan dari respon proinflamasi sistemik, sehingga memiliki kapasitas untuk menghentikan atau mengurangi reaksi immunoinflammatory berlebihan, serta menghambat terjadinya gangguan endotel dan kelainan koagulasi yang disebabkan oleh virus ebola. Oleh karena itu, kemungkinan akan mengurangi tingkat kematian.
C. EFEK POTENSI SENYAWA MELATONIN PADA PATOLOGIS EBOLA Melatonin adalah derivative dari asam amino esensial, tryptophan. Melatonin berpotensi menargetkan secara langsung terhadap responsive immuno-inflammatory (Gbr. 2). Melatonin adalah senyawa antioksidan dan agen anti-inflamasi (9, 10). Melatonin memilki kemampuan membatasi stres oksidatif dan cedera inflamasi yang terjadi pada jaringan sel endotel yang terinfeksi. Kemampuan melatonin untuk menjaga sel endotelium pembuluh darah telah diamati dalam beberapa penelitian terakhir. Melatonin akan mengurangi permeabilitas pembuluh darah dan menghambat
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 44
kerusakan plasma dari kapiler darah yang disebabkan oleh iskemia / kerusakan reperfusi (11-13) (Gbr. 3).
D. BIOSINTESIS EKSTRAKSI MELATONIN
DAN SENYAWA
Pada tahun 1959, melatonin diidentifikasi sebagai N-asetil 5 methoxytryptamine dan jalur biosintesisnya pada tanaman dari triptofan, dengan serotonin sebagai precursor (21-23). Dalam sebuah studi tentang sifat antioksidan dari berbagai senyawa indolic, ditemukan bahwa melatonin memiliki kapasitas antioksidan 2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan antioksidan standar seperti asam askorbat atau trolox (analog sintetis dari vitamin E) dan sekitar dua kali lipat dari indoles lainnya seperti indolyl-3-acetic acid, indole-3-metanol, indole3-asam propionat, asam indole-3-butirat, dan triptofan (33). Gbr. 3 Pengaruh melatonin pada permeabilitas pembuluh darah dan stres oksidatif. Keterangan : Bagian kiri ; jaringan mikrovaskuler setelah terjadi iskemia / reperfusi pembuluh darah. Peningkatan permeabilitas vascular dan edema menunjukkan gangguan sel endotel. Bagian kanan ; jaringan mikrovaskuler setelah terjadi iskemia / reperfusi pembuluh darah yang kemudian diobati dengan melatonin. Melatonin mencegah peningkatan permeabilitas kapiler yang disebabkan oleh iskemia / reperfusi kapiler darah (11).
Metode ekstraksi phytomelatonin, diekstraksi dari jaringan tanaman menggunakan pelarut organik seperti metanol, kloroform, atau etil asetat (24-26) . Kandungan melatonin pada berbagai tanaman berbeda-beda dan pemilihan metode ekstraksi mempengaruhi tingkat kandungan melatonin yang dapat diekstrak (27, 29) . Berikut jalur biosintesis melatonin pada tanaman :
Penelitian terbaru telah menemukan mekanisme potensial dimana melatonin menunjukkan efek menguntungkan pada sel endotel. Melatonin akan menekan kadar TNF- α, IFN- α, IL6, IL8, TF, MCP-1, VEGF, fosforilasi JNK, dan degradasi protein dan mengurangi apoptosis endotel, sehingga mengurangi cedera sel endotel dan menghindari perdarahan mematikan pada akhir infeksi virus ebola(1416). Keamanan melatonin telah diteliti dalam berbagai percobaan pada hewan dan uji klinis pada manusia melalui berbagai dosis. Melatonin memiliki profil keamanan yang sangat tinggi dan tidak ada kematian atau toksisitas serius terkait dengan penggunaan melatonin (17-19). Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa melatonin menunjukkan efek ganda yaitu mengurangi tingkat TF, aktivasi trombosit dan koagulasi faktor VIII tetapi juga merangsang endotel vascular sel untuk mengeluarkan TPPI inibitor (20). Mekanisme ganda dari senyawa melatonin sangat efektif sebagai antikoagulan.
Gbr. 4. Struktur molekul melatonin dan senyawa yang terkait dalam jalur biosintesis melatonin: triptofan, serotonin, dan tryptamine.
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 45
Penggunaan prosedur identifikasi melatonin secara kualitatif dan kuantitatif dapat mengguanakan metode analisis LC/MS (Liguid Chromatography/Mass Spectroscopy), HPLC (High Performance Liquid Chromatography), dan GC-MS (Kromatografi Gas - Spektroskopi Massa) (27, 29-32) . Beberapa tahun terakhir telah dilakukan penelitian tentang uji tingkat konsentrasi tertinggi melatonin terdapat dalam biji mustard putih (Brassica hirta L), alfalfa seed (Medicago sativa L)., fenugreek seed (Trigonella foenum-graecum L), dan bunga matahari (28). Tabel 1. Data kandungan melatonin pada tanaman. Spesies tanaman
Melatonin content (pg/g FW(DW) tissue)
No
Family
1
Umbelliferae
Helianthus annuus L.
29,000DW
2
Fabaceae
Medicago sativa L. Trigonella foenumgraecum L.
16,000DW
3
Brassicaceae
Brassica hirta L. Brassica nigra L.
43,000DW
189,000DW 129,000DW
E. KESIMPULAN Pengobatan alternatif melatonin bertujuan untuk memperlambat immunoinflammatory berlebihan pada tubuh yang disebabkan oleh infeksi virus ebola. Sehingga, tingkat keparahan dari koagulasi dan pecahnya pembuluh darah, serta reaksi immunoinflammatory berlebihan dapat ditekan. Oleh karena itu, melatonin mungkin dapat meningkatkan ketahanan individu terhadap infeksi virus ebola dan memberikan waktu tambahan untuk kelangsungan hidup pasien, sehingga kemungkinan sistem kekebalan tubuh beberapa pasien akan memiliki cukup waktu untuk pulih dan akhirnya membasmi virus ebola. Sehingga, angka kematian akibat wabah virus ebola akan signifikan berkurang. Mengingat saat ini, masih kurangnya pengobatan terhadap penyakit ini dan belum tersedianya vaksin untuk membunuh virus ebola. Melatonin menjadi pertimbangan untuk pengobatan penyakit ini dan keuntungan lain dari melatonin adalah dapat diproduksi dalam skala besar untuk situasi penyebaran wabah yang meluas.
DAFTAR PUSTAKA [1] R.T Emond, B. Evans, E.T Bowen et al. A case of Ebola virus infection.; 2:541–544, Br Med J 1977. [2] AKST J. Ebola Outbreak Threatens World Security. The Scientist, 2014 (September 22). [3] D. X. Tan, A Korkmaz, R. J. Reiter and L. C. Manchester, “Ebola virus disease: potential use of melatonin as a treatment,” Journal of Pineal Research, pp. 57:381–384, Sep 2014. [4] M. B. Arnao, “Phytomelatonin: Discovery, Content, and Role in Plants,” Hindawi Publishing Corporation Advances in Botany, pp. 1-7, April 2014. [5] L.E Hensley, T.W Geisbert, “The contribution of the endothelium to the development of coagulation disorders that characterize Ebola hemorrhagic fever in primates”. Thromb Haemost pp. 94:254–261, Jan 2005 [6] H Le, Y. Ha, P.B Jahrling et al. “Proinflammatory response during Ebola virus infection of primate models: possible involvement of the tumor necrosis factor receptor superfamily”. Immunol Lett, pp. 80:169–179. 2002. [7] O. Martinez, C. Valmas, C.F Basler. “Ebola virus-like particle- induced activation of NFkappaB and Erk signaling in human dendritic cells requires the glycoprotein mucin domain”. Virology 2007; 364:342–354. [8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
T.W Geisbert, L.E Hensley, P.B Jahrling et al. “Treatment of Ebola virus infection with a recombinant inhibitor of factor VIIa/tissue factor: a study in rhesus monkeys”. Lancet 2003; 362:1953–1958. D.X Tan, L.C Mancester, M.P Terron et al. “One molecule, many derivatives: a never-ending interaction of melatonin with reactive oxygen and nitrogen species”, J Pineal Res 2007; 42:28–42. A. Galano, D.X Tan, R.J Reiter, “On the free radical scavenging activities of melatonin’s metabolites”, AFMK and AMK. J Pineal Res 2013; 54:245–257 S. Bertuglia, P.L Marchiafava, A. Coulantoni. “Melatonin prevents ischemia reperfusion injury in hamster cheek pouch microcirculation”. Cardiovasc Res 1996; 31:947–952. M.W Hung, G.M Kravtsov, C.F Lau et al. “Melatonin ameliorates endothelial dysfunction, vascular inflammation, and systemic hypertension in rats with chronic intermittent hypoxia”. J Pineal Res 2013; 55:247–256. T. Nakao, H. Morita, K. Maemura et al. “Melatonin ameliorates angiotensin II-induced vascular endothelial damage via its antioxidative properties”. J Pineal Res 2013; 55:287–293. M. Alamili, K. Bendzten, et al. “Melatonin suppresses markers of inflammation and oxidative damage in a human daytime endotoxemia model”. J Crit Care 2014; 29:184.e9–184.e13. J. Song, S.M Kang, W.T Lee et al. The beneficial effect of melatonin in brain endothelial cells against oxygenglucose deprivation followed by reperfusion-induced injury. Oxid Med Cell Longev 2014; 2014:639531. G. Ozdemir, Y. Ergeun, S. Bakaris et al. Melatonin prevents retinal oxidative stress and vascular changes in diabetic rats. Eye (Lond) 2014; 28:1020–1027.
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 46
[17] T.G, Sener, A. Yarat et al. Melatonin reduces oxidative damage to skin and normalizes blood coagulation in a rat model of thermal injury. Life Sci 2005; 76:1259– 1265. [18] P.H Wirtz, M. Spillmann, C. Bearthschi et al. Oral melatonin reduces blood coagulation activity: a placebo-controlled study in healthy young men. J Pineal Res 2008; 44:127–133. [19] WIRTZ PH, B€ARTSCHI C, SPILLMANN M et al. Effect of oral melatonin on the procoagulant response to acute psychosocial stress in healthy men: a randomized placebo-controlled study. J Pineal Res 2008; 44:358–365. [20] KOSTOVSKI E, DAHM AE, IVERSEN N et al. Melatonin stimulates release of tissue factor pathway inhibitor from the vascular endothelium. Blood Coagul Fibrinolysis 2011; 22:254–259. [21] A. B. Lerner, J. D. Case, and R. V. Heinzelman, “Structure of melatonin,” Journal of the American Chemical Society, vol. 81, no. 22, pp. 6084–6085, 1959. [22] H. Weissbach, B. G. Redfield, and J. Axelrod, “Biosynthesis of melatonin: enzymic conversion of serotonin to Nacetylserotonin,” Biochimica et Biophysica Acta, vol. 43, pp. 352–353, 1960. [23] J. Axelrod and H.Weissbach, “Enzymatic Omethylation of Nacetylserotonin to melatonin,” Science, vol. 131, no. 3409, p. 1312, 1960. [24] C. Pape and K. L¨uning, “Quantification of melatonin in phototrophic organisms,” Journal of Pineal Research, vol. 41, no. 2, pp. 157–165, 2006. [25] R. J. Reiter, L. C. Manchester, and D.-X. Tan, “Melatonin in walnuts: influence on levels of melatonin and total antioxidant capacity of blood,” Nutrition, vol. 21, no. 9, pp. 920–924, 2005. [26] S. Burkhardt, D.-X. Tan, L. C. Manchester, R. Hardeland, and R. J. Reiter, “Detection and quantification of the antioxidant melatonin in Montmorency and Balaton tart cherries (Prunus cerasus),” Journal of Agricultural and Food Chemistry, vol. 49, no. 10, pp. 4898–4902, 2001. [27] J. Cao, S. J. Murch, R. O’Brien, and P. K. Saxena, “Rapid method for accurate analysis ofmelatonin, serotonin and auxin in plant samples using liquid chromatography-tandem mass spectrometry,” Journal of Chromatography A, vol. 1134, no. 1-2, pp. 333–337, 2006. [28] L. C. Manchester, D.X. Tan, R. J. Reiter,W. Park, K. Monis, and W. Qi, “High levels of melatonin in the seeds of edible [29] plants: possible function in germ tissue protection,” Life Sciences, vol. 67, no. 25, pp. 3023–3029, 2000. [30] M. B. Arnao and J. Hern´andez-Ruiz, “Assessment of different sample processing procedures applied to the determination of melatonin in plants,” Phytochemical Analysis, vol. 20, no. 1, pp. 14–18, 2009. [31] J. Kol´aˇr and I. Mach´aˇckov´a, “Melatonin in higher plants: occurrence and possible functions,” Journal of Pineal Research, vol. 39, no. 4, pp. 333–341, 2005. [32] S. D. Paredes, A. Korkmaz, L. C. Manchester, D.-X. Tan, and R. J. Reiter, “Phytomelatonin: a review,” Journal of Experimental Botany, vol. 60, no. 1, pp. 57– 69, 2009. [33] A. Cano, O. Alcaraz, andM. B. Arnao, “Free radicalscavenging activity of indolic compounds in aqueous and ethanolicmedia,” Analytical and Bioanalytical Chemistry, vol. 376, no. 1,pp. 33–37, 2003. [34] A. Cano, O. Alcaraz, andM. B. Arnao, “Free radicalscavenging activity of indolic compounds in aqueous and ethanolicmedia,” Analytical and Bioanalytical Chemistry, vol. 376, no. 1,pp. 33–37, 2003.
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 47
Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas dalam Upaya Swamedikasi di Kecamatan Purwokerto Barat Nindya Indah Damayanti1*, Putri Mayasari Hidayat 1 , Radika Afiko Pradesti1 dan Irma Budiarti1 1
Pharmacy Faculty, Muhammadiyah University of Purwokerto Jalan Raya Dukuh Waluh Purwokerto Indonesia *
[email protected]
Abstract. Self medication had done to relieve symptoms of minor illness such as fever , dizzy , cough , cold , gastritis , diarrhea , skin disease etc. Nowdays , medicine informations can be access by everyone not only for people who work in health sciene. But unfortunetly, it does not make sure that public has good knowledge of it. Sometimes , on the medicine advertisement a lot of important things has disappear which it should be inform such as medicine side effect , contradiction , drugs interaction etc. This research aimed to measure mother knowledge level of medicine for self medication. And also to correlated mother occupation and education status with the knowledge of medicine. This was a descriptive and analytical research. The number of respondent was 43, and the samples were chosen by purposive sampling method with descriptive categoric formula based on the villages number . Respondent were mothers who were not health workers and illiterate . Data was collected by using questionnaire. The univariat data was analyzed by decscriptive counting and bivariate analysis by Chi Square test with PearsonChi – Square as parameter value. The result of the research showed that there was only 37.2% mother with high level knowledge and 62.8% mother with low level knowledge of medicine for self medication. And also there was no significant relationship between occupation and education status with knowledge of medicine for self medication. Keywords: knowledge , medicine , mother , self medication .
A. LATAR BELAKANG Dewasa ini banyak sekali ditemui berbagai informasi tentang obat – obatan yang beredar dipasaran. Informasi itu tak hanya dapat dilihat ditelevisi saja bahkan pada media informasi lain seperti koran, majalah, brosur dan internet. Memang tak dapat dihindari bahwa semakin majunya zaman, seseorang dapat dengan mudahnya mengakses informasi yang diinginkan. Bahkan informasi itu seolah datang menghampiri kita. Mudahnya seseorang akan akses terhadap informasi khususnya pada bidang kefarmasian sedikit banyak membantu tugas pemerintah dan para akademisi kesehatan dalam upaya mensosialisasikan program swamedikasi. Menurut WHO [3], swamedikasi diartikan sebagai pemilihan dan penggunaan obat, termasuk pengobatan herbal dan tradisional, oleh individu untuk merawat diri sendiri dari penyakit atau gejala penyakit. Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan – keluhan dan penyakit ringan yang sering dialami
masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, kecacingan, diare, penyakit kulit dan lain – lain. Obat – obat golongan bebas dan obat bebas terbatas merupakan obat yang relatif aman digunakan untuk swamedikasi. Jadi swamedikasi dapat didefinisikan sebagai upaya penyembuhan yang dilakukan diri sendiri. Tetapi pada pelaksanaanya, swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) karena terbatasnya pengetahuan masyarakat akan obat. Penggunaan obat bebas yang tak sesuai aturan adalah salah satu bentuk penyimpangan dari pemanfaatan obat [3]. Pada penelitan sebelumnya di Cianjur, diperoleh data 55% masyarakat melakukan pengobatan sendiri dengan tidak sesuai aturan [17] . Didalam tesis Septyowati [12] disebutkan pula di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan hanya 46,10% ibu – ibu melakukan pengobatan yang melakukan
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 48
pengobatan sendiri dengan tepat aturan. Penelitian lainnya menyebutkan bahwa ibu dengan tingkat pengetahuan rendah memiliki resiko 7 kali lebih besar melakukan pengelolaan demam yang buruk pada anak dibanding ibu yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi. Variabel yang diteliti yaitu tingkat pendidikan ibu dan besarnya penghasilan keluarga [10]. Adapun faktor – faktor lain yang dapat menghambat dan mendorong penggunaan bebas yaitu karakteristik individu, akses informasi, keterpaparan informasi obat, serta dukungan tenaga kesehatan [12]. Pada penelitian ini, peneliti memilih ibu sebagai objek penelitian karena ibu sebagai “key person“ dalam penggunaan obat khususnya dilingkungan rumah tangga [7]. Ibu yang biasanya memiliki hubungan terdekat dengan anggota keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sikap dan perilaku kesehatan anggota keluarga lainnya. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti berinisiatif melakukan penelitian ini untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang obat bebas dan obat bebas terbatas dan untuk mengetahui hubungan antara status pekerjaan dan status pendidikan ibu terhadap tingkat pengetahuan tentang obat bebas dan obat bebas terbatas.
B. TINJAUAN PUSTAKA Swamedikasi Pengobatan sendiri atau yang disebut dengan swamedikasi, merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi gejala penyakit sebelum mencari pertolongan dari tenaga kesehatan [7]. Umumnya, swamedikasi dilakukan untuk mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang dialami masyarakat, seperti demam, batuk, flu, diare, dan gastritis[19][1]. Kemudian beberapa hal yang turut meningkatkan perilaku swamedikasi dimasyarakat diantaranya sosioekonomi, kemudahan askes pada produk obat, manajemen penyakit dan rehabilitasi, demografi dan epidemiologi, reformasi pada sektor kesehatan, dan juga ketersediaan produk-produk baru yang mudah digunakan [22] Namun dalam swamedikasi, kesalahan penggunaan obat masih terjadi terutama karena ketidak tepatan obat dan dosis obat. Apabila kesalahan ini terus menerus terjadi dalam waktu yang lama, dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko yang menghawatirkan [6][18].Salah satu dampaknya yaitu dapat menyebabkan bahaya serius terhadap kesehatan seperti reaksi obat yang tidak diinginkan, perpanjangan masa sakit, risiko kontraindikasi, dan ketergantungan obat. Oleh
karena itu, upaya untuk membekali masyarakat agar mempunyai keterampilan mencari informasi obat secara tepat dan benar perlu dilakukan, dengan memanfaatkan sumbersumber informasi yang telah tersedia di masyarakat [7][15]. Penggolongan Obat Dalam Peraturan Pemerintah No.72 tahun 1998, obat didefinisikan sebagai bahan atau paduan bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem, fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan, dan peningkatan kesehatan termasuk kontrasepsi dan sediaan biologis. Obat merupakan zat yang dapat bersifat sebagai obat dan racun. Sebagaimana terurai dalam definisi obat bahwa obat yang bermanfaat untuk diagnosa, pencegahan penyakit, menyembuhkan atau memelihara kesehatan yang hanya didapat kan pada dosis dan waktu yang tepat, namun dapat bersifat sebagai racun bagi manusia apabila digunakan salah dalam pengobatan dengan diagnosis yang berlebihan atau tidak sesuai aturan yang telah ditetapkan. Dalam batasan dosis terapi, obat dapat memiliki efek ikutan yang tidak diinginkan. Efek ini disebut dengan efek samping obat. Dalam penggunaannya obat dibagi menjadi 3 golongan yang memiliki tanda khusus pada kemasannya masing – masingnya yaitu [2]: o o
o
o
Obat Bebas, ditandai dengan lingkaran hijau garis tepi hitam. Obat Bebas Terbatas, ditandai dengan lingkaran biru garis tepi hitam, dapat diberikan tanpa resep dokter dan terdapat kotak peringatan khusus terkait keamanan pemakaian obat. Obat Keras, obat ini hanya dapat diberikan dengan resep dokter dengan lingkaran merah garis tepi hitam dan terdapat huruf ‘K ‘ ditengah – tengah lingkaran Obat Narkotik, obat golongan ini dibagi dalam tiga golongan.
Media Informasi Obat Informasi tentang obat kepada masyarakat dapat disampaikan dalam bentuk pendidikan/edukasi. Namun, informasi tersebut dapat juga bersifat komersil yang disebut sebagai promosi/iklan, sesuai dengan definisi dari promosi yaitu memberitahukan keberadaan atau perkembangan tentang sesuatu, baik sebuah produk, pelayanan, ide – ide terbaru , ataupun sebuah organisasi yang bertujuan untuk
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 49
menginformasikan melalui metode persuasif [9] . Menurut Shirmp [13] dalam bukunya yang berjudul “Integrated Marketing Communication in Advertising & Promotion“, ada tiga kelompok media beriklan yaitu media tradisional (surat kabar, majalah, radio dan televisi), internet, dan media lainnya (video, dvd, CD-ROM, yellow pages, video game, serta media luar ruang). Dalam iklan obat komersil, beberapa informasi penting menjadi hilang disebabkan karena penekanan iklan hanya pada manfaat obat tanpa membahas efek samping maupun kontra indikasi dari obat tersebut, sehingga mengakibatkan informasi menjadi tidak objektif. Oleh karenanya banyak orang tidak menyadari bahwa iklan – iklan obat bebas tanpa disadari dapat menimbulkan efek yang merugikan dan bahkan menyebabkan seseorang menjadi ketagihan untuk selalu mengkonsumsi obat [11]
2.
a.
b.
3.
Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian dekskriptif – analitik. Penelitian ini dilakukan dengan membagikan kuesioner yang berisi pertanyaan – pertanyaan seputar pengetahuan ibu tentang obat bebas dan obat bebas terbatas. Serta untuk mengetahui hubungan antara faktor status pekerjaan dan status pendidikan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang obat bebas dan obat bebas terbatas.
Batasan Variabel Operasional
a. b.
Penggunaan obat yang rasional pada empat aspek kesesuaian yang utama yaitu obat yang sesuai (correct medicine), dosis obat yang sesuai (correct dose), lama pengobatan yang sesuai (correct duration) dan harga yang sesuai (correct cost). Obat yang sesuai didefinisikan sebagai penggunaan obat yang didasarkan atas keluhan klinis pasien dan tidak berlebihan yang secara klinis sesungguhnya tak diperlukan. Kesesuaian dosis dan lama penggunaan dimaksudkan sebagai dosis yang ditetapkan dengan didasarkan kepada kebutuhan masing – masing pasien, termasuk jangka waktu pemberian obat yang benar sesuai petunjuk penggunaan obat yang benar. Sedangkan yang dimaksud dengan kesesuain harga adalah harga terendah bagi pasien dalam suatu komunitas dari pilihan obat yang tersedia [23].
1.
Variabel Bebas (independent variables) , yaitu status pekerjaan dan status pendi dikan ibu. Variabel Terikat (dependent variables), yaitu tingkat pengetahuan ibu tentang o bat bebas dan obat bebas terbatas dalam upaya swamedikasi.
Pada penelitian ini, cakupan penelitian akan dibatasi berdasarkan batasan variabel operasional. Hal ini akan lebih memfokuskan tujuan penelitian. Berikut batas – batasan tersebut :
Obat Rasional
C. METODE PENELITIAN
Varibel Penelitian
c.
d.
e.
f.
4.
Swamedikasi adalah upaya penyembu han yang dilakukan diri sendiri. Obat bebas adalah obat yang ditandai dengan lingkaran hijau garis tepi hitam. Obat bebas terbatas adalah obat yang ditandai dengan lingkaran biru garis tepi hitam, dapat diberikan tanpa resep dokter dan terdapat kotak peringatan khusus terkait keamanan pemakaian obat. Status pekerjaan yang dimaksud adalah bekerja atau tidaknya ibu hingga saat dilakukan penelitian ini. Status pendidikan yang dimaksud yaitu tingginya pendidikan formal yang pernah ditempuh ibu hingga saat dilakukan penelitian ini. Tingkat pengetahuan yang dimaksud adalah seberapa baik pengetahuan ibu tentang penelitian yang dimaksud.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Januari – Juni 2015. Lokasi dilakukannya penelitian ini yaitu di Kecamatan Purwokerto Barat, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. 5.
Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat Kecamatan Purwokerto Barat, Kabupaten Banyumas Jawa Tengah. 6.
Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah ibu – ibu yang berdomisili di Kecamatan Purwokerto
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 50
Barat, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Pegambilan sample pada penelitian ini dilakukan secara purposive sampling yaitu teknik penentuan sample dengan pertimbangan tertentu. Sampel pada penelitian ditetapkan dengan kriteria inklusi dan eksklusi. a. Kriteria inklusi 1) Responden adalah ibu – ibu yang berdomisili di Kecamatan Purwokerto Barat di Kabupaten Banyumas. 2) Responden yang pernah membeli obat bebas dan obat bebas terbatas dalam upaya swamedikasi. 3) Responden yang bersedia menjadi responden yang dibuktikan dengan surat persetujuan menjadi responden (inform consent). b. Kriteria Eksklusi 1) Responden yang menolak menjadi responden. 2) Responden yang buta huruf. 3) Responden yang bekerja dibidang kesehatan. 7.
Besaran Sample
Jumlah/ukuran sampel (n) diambil berdasarkan penelitian deskriptif kategorik [4].
n = Zα2 x P x Q d2
8.
Kuesioner
Pada penelitan survey, penggunaan kuesioner merupakan hal yang pokok untuk mengumpulkan data. Hasil kuesioner tersebut akan terjelma dalam angka – angka, tabel – tabel, analisa statistik dan uraian serta kesimpulan hasil penelitian. Isi pertanyaan kuesioner adalah pertanyaan tentang fakta, pedapat dan sikap, informasi, dan presepsi diri. Selain itu, pada penelitian ini kuesioner digunakan dengan cara kuesioner diisi sendiri oleh kelompok [14]. 9.
Uji Validitas dan Reabilitas
Sebagai alat ukur atau instrumen penelitian, kuesioner terlebih dahulu harus diuji validitas dan reliabilitasnya sebelum disebarkan pada responden. Uji validitas menilik isi dan kegunaan suatu alat ukur. Sejauh mana pertanyaan kuesioner dapat dikatakan valid atau tak valid. Tidak validnnya pertanyaan dapat disebabkan karena kurang baiknya susunan kata – kata atau karena makna pertanyaan yang ambigu. Sedangkan pada uji reabilitas lebih ditekankan pada : a.
b.
Keterangan : Zα
= deviat baku alfa
P
= proporsi kategori variable yang diteliti
Q
=1-P
d
= presisi
Parameter berasal dari kepustakaan adalah nilai P (proporsi kategori variable yang diteliti) sedangkan Zα dan nilai d (presisi) ditetapkan oleh peneliti. Dalam penelitian deskriptif, proporsi (P) yang dimaksud adalah proporsi dari kategori variabel yang diteliti. Namun, jika belum ada penelitian sebelumnya, gunakan nilai P = 0,5. Pemakaian P = 0,5 ini dimaksudkan untuk memperoleh besar sampel yang maksimal, karena perkalian P x (1 – P) akan maksimal jika P = 0,5. Besar sampel yang maksimal diharapkan dapat menghasilkan penelitian yang lebih valid [4].
c.
Kemantapan yaitu bila hasil pengukuran yang dilakukan berkali – kali tetap memberikan hasil yang sama. Ketepatan yaitu bila pertanyaan yang diajukan berulang – ulang, tetap memberikan interpretasi yang tetap sama dari responden satu ke responden lainnya. Homogenitas yaitu bila pertanyaan – pertanyaan kuesioner memiliki kaitan satu sama lain
Berdasarkan metode Guttman , pertama – tama kuesioner yang dibuat diuji validitas dan reliabilitasnya pada suatu sampel lain yang mirip dengan sampel penelitian yang besarnya lebih kurang 50 responden. Lalu, kuesioner yang telah diisi, dianalisis berdasarkan banyaknya pertanyaan yang dapat dijawab dan tidak dijawab, dengan rumus Kr (koefisien reprodusibilitas) dan ks (koefisien skalabilitas). Jika nilai Kr = 0.90 dan Ks = 0.65 keatas, alat ukur atau pertanyaan kuesioner dapat diterima. Bila nilai tersebut tidak terpenuhi, peneliti dapat memperbaikinya, mengganti dengan pertanyaan lain atau menghilangkannya [14].
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 51
responden yang dicari untuk mengisi kuesioner adalah ibu – ibu yang berdomisili di Kecamatan Purwokerto Barat, Kabupaten Banyumas.
10. Prosedur Penelitian 1.
Tahap Persiapan
D. HASIL & PEMBAHASAN Menyiapkan sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan penelitian seperti perizinan (kecamatan, kelurahan, Komisi Etik Fakultas Kedokteran dan pihak terkait lainnya) dan tempat kegiatan . 2.
3.
Tahap pelaksanaan a. Peneliti menentukan sampel yang akan digunakan sebagai data penelitian. Kemudian, panitia me mperkenalkan diri pada responden dan memberikan surat ijin penelitian. b. Peneliti memberikan lembar kuesioner untuk diisi oleh responden. c. Peneliti mengumpulkan lembar kuesioner yang telah diisi.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik yang berjudul Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas dalam Upaya Swamedikasi di Kecamatan Purwokerto Barat periode penelitian Januari hingga Juni 2015. Hasil penelitian ini disajikan dalam tiga bagian yaitu tingkat pengetahuan secara umum serta hubungan status pendidikan dan status pekerjaan terhadap tingkat pengetahuan ibu di Kecamatan Purwokerto Barat. Pada penelitian ini digunakan instrument berupa kuesioner. Sebelumnya kuesioner diuji validitas dan reabilitasnya di daerah luar sampel. Untuk jumlah/ukuran sampel (n) diambil berdasarkan penelitian deskriptif kategorik [4]. n = Zα2 x P x Q d2
Tahap Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis berdasarkan: a.
= 1.962 x 0.5 x 0.5
kemudian
0.152
Analisis Univariat = 42,684 ( dibulatkan 43 ) Analisis univariat pada penelitian ini dilakukan dengan mendeskripsikan tingkat pengetahuan ibu terhadap obat bebas dan obat bebas terbatas yang pernah dibeli dalam upaya swamedikasi.
b.
Analisis Bivariat Analisis ini dilakukukan terhadap dua variabel yang saling berhubungan. Dalam penelitian ini, analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara status pekerjaan dan status pendidikan terhadap tingkat pengetahuan ibu tentang pemilihan obat bebas dan obat bebas terbatas.
Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pekerjaan Pada penelitian ini status pekerjaan responden dibagi kedalam dua kategori yaitu bekerja dan tak bekerja [21] . Responden bekerja sebesar 53.5% atau 23 responden & responden tak bekerja sebesar 46.5% atau 20 responden dari total 43 responden. Karakteristik responden pada penelitian ini sejalan dengan penelitian [21] yang menunjukan bahwa sebagian besar masyarakat bekerja. Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pekerjaan No 1 2
Status Pekerjaan Bekerja Tak Bekerja Total
Frekuensi (n) 23 20 43
Persentase (%) 53.5 % 46.5% 100%
11. Etika Penelitian Responden menandatangani surat persetujuan yang telah disediakan oleh peneliti. Penelitian ini bersifat sukarela dan tidak memaksa. Calon
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 52
Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pendidikan
Hubungan Status Pekerjaan dengan Tingkat Pengetahuan
Berdasarkan penelitian sebelumnya [21], status pendidikan dibagi menjadi dua yaitu pendidikan tinggi & pendidikan rendah. Dikatakan berpendidikan tinggi bila responden lulusan perguruan tinggi. Dikatakan berpendidikan rendah bila responden berpendidikan terakhir dibawah tingkat perguruan tinggi atau tak pernah mengecap pendidikan formal . Dari hasil penelitian diketahui responden berpendidikan tinggi sebesar 20.9% atau sebanyak 9 responden. Responden berpendidikan rendah sebesar 79.1% atau sebanyak 34 responden dari 43 responden. Hal ini sejalan dengan penelitian terkait [21] yang menunjukan bahwa mayoritas masyarakat berpendidikan rendah.
Dari hasil analisis , responden bekerja tingkat pengetahuan tinggi 23.26 % , bekerja tingkat pengetahuan rendah 30.23% , tak bekerja tingkat pengetahuan tinggi 13.95% dan tak bekerja tingkat pegetahuan rendah 32.56%. Presentase pengetahuan terbaik dicapai oleh responden bekerja. Hal ini terjadi karena responden bekerja umumnya memiliki latar belakang pendidikan yang cukup, sering berhubungan dengan dunia luar ataupun berinteraksi dengan rekan kerjanya. Proses yang dijalani selama bekerja setidaknya mempengaruhi pola pikir responden dan pada akhirnya mempengaruhi keputusan pengobatan sendiri yang diambil [21]. Tabel 4. Persentase dan Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan Status Pekerjaan
Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pendidikan No 1 2
Status Pendidikan Tinggi Rendah Total
Frekuensi (n) 9 34 43
Persentase (%) 20.9 % 79.1% 100 %
Tingkat Pengetahuan Ibu Tingkat pengetahuan responden dikategorikan menjadi dua yaitu tingkat pengetahuan tinggi dan pengetahuan rendah [21]. Berdasarkan analisis dekskriptif rata – rata skor tiap responden . Responden dikatakan berpengetahun tinggi jika X > Mean dan dikategorikan pengetahuan rendah bila X< Mean. Dari hasil analisis, diketahui responden berpengetahuan tinggi 37.2% atau sebanyak 16 responden & responden berpengetahuan rendah 62.8% atau 27 responden. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya [17] yang menunjukanbahwa pengetahuan pengobatan sendiri umumnya masih rendah & kesadaran masyarakat untuk membaca label pada kemasan obat juga masih kecil. Tabel 3. Persentase Tingkat Pengetahuan Responden No 1 2
Tingkat Pengetahuan Tinggi Rendah Total
Frekuensi (n) 16 27 43
Persentase (%) 37.2 % 62.8% 100 %
No
1 2
Status Pekerjaan Bekerja Tak Bekerja Total
Tingkat Tinggi 23.26 % 13.95 % 37.21%
Pengetahuan Rendah 30.23 % 32.56 %
Chi Square Test 0.362
62.79%
Namun dari analisis Chi Square menunjukan tidak ada hubungan bermakna antara status pekerjaan dengan tingkat pengetahuan karena nilai p > 0.05 yaitu sebesar 0.362. Hal ini dimungkinkan adanya sarana informasi lain yang dinilai juga efektif untuk mengedukasi pasien tentang manfaat dan penggunaan obat adalah komunikasi melalui media iklan diantaranya media elektronik, media [6]. Hubungan Status Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan Diketahui responden berpendidikan tinggi tingkat pengetahuan tinggi 9.30 % , pendidikan tinggi tingkat pengetahuan rendah 11.63% , pendidikan rendah tingkat pengetahuan tinggi 27.91% dan pendidikan rendah tingkat pengetahuan rendah 51.16%. Tabel 5. Persentase dan Hubungan Status Pendidikan Responden terhadap Tingkat Pengetahuan No 1 2
Status Pendidikan Tinggi Rendah Total
Tingkat Tinggi 9.30 % 27.91% 37.21%
Pengetahuan Rendah
Chi Square Test
11.63 % 51.16 % 62.79%
0.614
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 53
Berdasarkan analisis Chi Square menunjukan tidak ada hubungan antara status pendidikan dengan tingkat pengetahuan karena nilai p > 0.05 yaitu sebesar 0.614 . faktor yang mempengaruhi hasil ini yaitu maraknya informasi megenai obat beberapa tahun belakangan.. Penelitian yang dilakukan oleh Subaryanti [16] pada tahun 1993 di Kelurahan Lenteng Agung, Jakarta Selatan tahun 1993 menyebutkan bahwa, iklan obat dari media elektronik (televisi dan radio) lebih mempengaruhi masyarakat dalam swamedikasi dibandingkan media cetak seperti koran atau majalah.
E. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian menunjukan hanya 37.2% ibu yang memiliki pengetahuan baik mengenai obat bebas dan obat bebas terbatas untuk swamedikasi ( pengobatan sendiri ). Status pekerjaan dan pendidikan ibu tak memiliki pengaruh terhadap pengetahuan ibu. Hal ini dimungkinkan terdapat media lain yang dinilai efektif dalam mengedukasi pasien . Selain itu, dimungkinkan bagi ibu yang tak bekerja terkadang lebih selektif dalam memilih obat untuk berswamedikasi.
F. UCAPAN TERIMAKASIH Tim peneliti mengucapkan terimakasih kepada DIKTI atas bantuan penelitian yang dihibahkan melalui Program Kreatifitas Mahasiswa tahun anggaran 2015 , dosen pembimbing ibu Wahyu Utaminingrum M.Sc.,Apt , Dekan Fakultas Farmasi UMP ibu Dr.Nunuk Aries Nurulita M.Sc.,Apt , Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan ibu Dr.Asmiyenti Djalilasrin Djalil segenap civitas akademika Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto , orangtua tim peneliti , teman – teman Farmasi angkatan 2013 dan seluruh responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA [1] Abay,S. & Amelo, W. 2010. Assessment of Self Medication-Practices Among Medical, Pharmacy, and Health Science Students in Gondar University , Ethiophia. Journal of Young Pharmacist, 2(3),306-310 [2] Anief, Moh. 1997 . Apa yang Perlu Diketahui tentang Obat .Yogyakarta : Gajah Mada University Press. [3] Badan Pengawas Obat dan Makanan . Menuju Swamedikasi yang Aman. Bulletin Info POM , Vol.15 No.1 Januari – Februaari 2014
[4] Dahlan, M Sopiyudin . 2010. Besaran Sample dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta : Salemba Medika. [5] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia [6] Davis Joel J, 2007, Consumers Preferences for The Communication of Risk Information in Drug Advertising dalam Health Affairs Vol 26 no. 3, Juni 2007, hal. 863-870 [7] Departemen Kesehatan RI. 2008 . Modul Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta : Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional. [8] Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Penggunaan Sediaan Farmasi. [9] Pathak , et al , 1992 dalam Tesis : Studi Pemilihan & Penggunaan Obat Bebas Dalam Upaya Swamedikasi Pada Kader Kesehatan Di Kabupaten Pandeglang Tahun 2009. [10] Riandita, Amarilla. 2012. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Demam Dengan Pengelolaan Demam Pada Anak , Karya Tulis Ilmiah. [11] Schlaadt , Richard G dan Peter T Shamon . 1990. Drugs 3rd edition. New Jersey : Pratice Hall Inc. [12] Septyowati, Priharika. 2009 . Tesis : Studi Pemilihan & Penggunaan Obat Bebas Dalam Upaya Swamedikasi Pada Kader Kesehatan Di Kabupaten Pandeglang Tahun 2009. [13] Shrim,Terence.A.2007. Integrated Marketing Communication in Advertising and Promotion 7th edition. USA : Thomson South Western [14] Singarimbun , Masri dan Effendi . 1982. Metode Penelitian Survai . Jakarata : LP3S [15] Sontakke, S.D., Bajait, C.S., Pimpalkuthe, S.A., Jaiswal, K.M., dan Jaiswal, S.R. 2011. Comparative Study of Evaluation of SelfMedication Practices in First and Third Year Medical Students. Internasional Journal of Biological & Medical Research, 2(2), 561-564. [16] Subaryanti ; Afdhal, Ahmad Fuad, 1992, Pengaruh Iklan Obat Bebas dalam Upaya Pengobatan Sendiri, Skripsi, Institut Sains danTeknologi Nasional, Jakarta. [17] Supardi, S., dan Notosiswoyo, M., 2005, Pengobatan sendiri sakit kepala, demam, batuk dan pilekpada masyarakat desa Ciwalen, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. 2, 134-144 [18] Supardi, S. & Notosiswoyo, M. 2006. Pengaruh Penyuluhan Obat Menggunakan Leaflet Terhadap Perilaku Pengobatan Sendiri di Tiga Kelurahan Kota Bogor. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol 9, 4, 213-219. [19] Supardi, S. & Raharni. 2006. Penggunaan Obat Yang Sesuai Dengan Aturan Dalam Pengobatan Sendiri Keluhan Demam, Sakit Kepala, Batuk ,Flu ( hasil analisis lanjut data Survay Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001) . Jurnal Kedokteran Yarsi , 14 (1) , hal 61-69
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 54
[20] Supardi, Sudibyo et all . 2002. Pengobatan Sendiri yang Sesuai dengan Aturan pada Ibu – Ibu yang Sesuai dengan Aturan pada Ibu – Ibu di Jawa Barat Buletin Penelitian Kesehatan, Volume 30 no.1 [21] Susi Ari Kristina , Yayi Suryo Prabandari dan Riswaka Sudjaswadi.2008. Rational behavior of self medication on the community of Cangkringan and Depok subdistrict of Sleman district. Majalaah Farmasi Indonesia 19(1), 32 – 40, 2008 [22] World Heaalth Organization. 1998. Education for Health a Manual on Health Education in Primary Health Care. Geneve : World Heaalth Organization. [23] World Health Organization, Regional Office for South – East Asia . 2006 . The Role of Education in The Rational Use of Medicines. New Delhi : SEARO Technical Series No.45
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 55
ICOLE (Instant Corn Noodle): An Alternative Source of Carbohydrate for Achieving World Sustainable Food
Bertri Maulidya Masita1 , Dian Nur Laili Mayang2 , Gusti Indah Lestari3 , Shaffa’ati Fadzrin4 , Yuni Amalia5 1
Nutrition Department, Faculty of Public Health, Universitas Indonesia, Depok, West Java Nutrition Department, Faculty of Public Health, Universitas Indonesia, Depok, West Java 3 Nutrition Department, Faculty of Public Health, Universitas Indonesia, Depok, West Java 4 English Department, Faculty of Humanities, Universitas Indonesia, Depok, West Java 5 Nutrition Department, Faculty of Public Health, Universitas Indonesia, Depok, West Java 2
[email protected] [email protected] [email protected] [email protected] [email protected] Abstract. Agriculture is an important sector that fulfill human daily needs especially for food. Wide agriculture sector makes processed food production spread all over the world supported with advanced technology and varying agricultural innovation. This condition is aimed to achieve world sustainable food which is expected to be stable all the time. However, world sustainable food index has not reached its stability point which is safe and holistic. It is proven by unfulfilled Millennium Development Goals (MDGs) target in some countries in which famine and malnutrition still become their major problems with high number cases for each of them. Besides that, if we take a look on national food production particularly rice production in Indonesia, we are now suffering from rice crisis. Indonesian always depend on rice, yet there is another alternative for carbohydrate source which can substitute rice as primary source of carbohydrate which is corn. There are several ways to produce varying food products from corn that can be an alternative way for creating food sustainability. In this paper, we propose a solution to achieve world sustainable food by making Instant Corn Noodle. To reach this goal, we have done literature studies form several reliable sources. This instant corn noodle product can be an alternative source of carbohydrate because of its high calories and inexistence of chemical color substance in it. The instant corn noodle which is made from drying process has low level of fat and longer time of storage. Also, since it is dried, it has smaller volume which is good for minimizing the use of plastic for its pack and minimizing the space in transportation process. It is also lighter than the usual instant noodle so that it can minimize the transportation funding. Keywords: carbohydrate source, corn noodle, food product, nutrition, sustainable food.
A. INTRODUCTION Agriculture is an important sector that fulfills human daily needs. It has taken more than a third of earth surface and used abundance of water. Therefore, technology development and agricultural innovation become a substantial matter for human civilization. A data shows that human population has increased since industrial revolution in 1790 with the number of 800 million population to seven billion population. It is expected to raise again around 9.3 million population in 2050. According to Food and Agriculture Organization (FAO), an effort to reach MDGs target in reducing a half of all famine cases was not successful yet. The fact is
that around 795 million people or more than one per ninth people are still suffering from hunger. However, from the development of FAO’s project, it has helped in reducing the famine and malnutrition cases. The data shows that famine cases had decreased from 18.6 percent in 19901992 to 10.9 percent in 2014-2016. Indonesia itself as one of Asian countries that has strong basic in agriculture is now suffering from food crisis caused by minimum number of national rice production. The cause of this rice crisis is varying, such as agriculture conversion problem, irrigation system problem, climate change, and worm attack. Even nowadays, we usually find development project in Indonesia that destroys
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 56
agricultural area. It is undeniable that the dependency on rice production is still dominant in Indonesia. On the other hand, the national rice production is keep decreasing. During 1960 to 2013, national rice production showed varying number. Less variation of food source consumed by citizen creates a high dependency on a particular food nutrition, especially the dependency on rice as source of carbohydrate. An effort for improving national food production is identic to an effort for increasing the rice production. In the future, national food needs should be fulfilled, if not government will import rice from other countries. In order to fulfill the national food needs until 2020, government has to provide new area or extended area for agriculture for about 1.614.000 ha or 161.400 ha per year. According to World Health Organization (WHO), there are three basic of food sustainability, which are food availability, food accessibility, and food utility. Then, FAO added the fourth basic of food sustainability which is food stability. The improvement for agriculture productivity, especially food product has become a big focus for new agricultural projection. Related to those food products, there are many ways to do innovation with basic resources to make outstanding products which can be an alternative for achieving food sustainability. Hence, the world has to make new innovations to fulfil their food needs. The dependency on wheat and starch should be decreased since their numbers are keep decreasing so that they cannot fulfil human basic needs anymore. The use of other carbohydrate sources such as corn or tubers should be increased. One of the solution proposed by us is to use corn processed food. Based on an adaptation from a research conducted by Bogor Agricultural Institute about corn processed food which was packed became corn noodle, writers have an innovative idea about “ICOLE (Instant Corn Noodle): An Alternative Source of Carbohydrate for Achieving World Sustainable Food.”
B. METHODOLOGY Based on a research by Angelina Merdiyanti from Bogor Agricultural Institute, she declared that corn noodle is a kind of noodle that is made from flour or corn starch as its main ingredients and then added with some additional ingredients. The ingredients that are used for making one kilogram of instant corn noodle consists of 80 percent water, 6 percent eggs, and 1.3 percent salt. Meanwhile, the necessary tools
are scale or measurement, hand mixer, steamer, roller sheeting, slitter, and oven. The process of making instant corn noodle consists of some steps, such as mixing ingredients, first steaming, sheeting or pressing, slitting, cutting, second steaming, and drainage (Juniawati, 2003). 2.1 Mixing the Ingredients The process of mixing the main and additional ingredients are aimed to get flour hydration with water so that we can get homogeny dough. First of all, flour and corn starch are added with guar gum and baking powder. After that, salt that had been dissolved in water are added and mixed into prevalent. Adding solvent salt must be step by step in order to dough does not clot. Time for mixing the dough is for about 15 to 25 minutes with its temperature is around 25 to 40oC (Astawan, 2005). The temperature also can increase the mobilization and activation of water into flour tissue so that the dough can swell. Because of that, the dough that had been made is supposed to be homogeny and absorb the water optimally so that it is not sticky. The mixing tool which is used in this process is mixer.
2.2 First Steaming The aim of steaming process is to get starch pre-gelatinization condition that will be functioned as binding agent in sheeting and slitting process. If it is only added with water, the protein of corn flour that mostly consists of zein and glutein cannot form an elastic and cohesive mass. The steaming process uses common steamer (langseng) and need to be mixed manually so that the heat distribution will be more prevalent to all part of the dough. The parameters that influence number of gelatinized starch in dough are temperature and processing time. Besides, the kind and the size of measuring tool that is used in this process will affect the sufficiency and heat distribution in the dough. The steaming process will use hot steam with 90 to 100oC temperature which is made from heat water up using stove. The addition of steaming time for about 20 minutes can improve the characteristics of corn noodle production even though not as good as corn noodle from dry milling process. 2.3 Sheet Forming, Strands Printing, and Cutting Process In the process of forming the sheet, the dough which has been steamed gradually is passed through the rollers sheeting repeatedly (5 to 10 times). This process will transform the
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 57
dough into noodle sheet. Initially, we use the small roller distance (0.6 to 0.8 mm) to form thin plates. After that, the distance between the rollers is enlarged to produce a noodle sheet with a thickness of 1.5 to 2.0 mm. During this pressing process, the noodle sheet is pulled into a direction so that the fibers are parallel. The smooth and parallel fibers will produce noodles which are soft, chewy, and elastic (Astawan, 2005). The dough temperature must be in a hot condition so that the formation process of the sheet will be easy. Dough temperature is expected to be in the gelatinization temperature range. Corn starch gelatinization temperature ranged from 73.5 to 91.5 °C (Fadlillah, 2005). This is to avoid the phenomenon of retrogradation in which the starch that had been gelanitized previously is recrystallized. In addition, the rotation speed of the roller sheeting which consists of two metal rollers should also be considered in the formation process of the sheets because it will affect the quality of the noodle sheet. Then, the thin noodle sheets are printed into noodle strands using a roller noodle printer (slitter). Slitter is used as noodle printer, and mainly functioned to suppress and cut strands of noodles that have been printed. This whole process will produce raw noodles. Some factors that need to be considered in the printing process of noodles are roller distance, sharpness comb, and slabs of noodle cutter.
Pic 2.2 Strands Cutting Process
2.4 Second steaming Strands of noodle that have been printed have to be steamed before drying process to produce dried noodles. This second steaming is aimed to enhance the starch gelatinization so that noodle will not be easily destroyed when it is cooked. This process uses hot steam in the temperature of 90 to 100 . Meanwhile, the steaming time may be various depending on the size of noodle that will be steamed, but the degree of gelatinization is almost the same. The second steaming has become one of the critical factors in the production of dry noodle which is dried using oven because it affects the water rehydration rate of the product. The adequacy of time in this second steaming will determine the rehydration time which is needed to ripe the corn noodle. Steaming time interval that is used in this process are 10, 15, 20, 25, and 30 minutes. In addition, besides the rehydration time, another factor which is used to determine the steaming time is the number or the amount of broken or crushed noodles during the cooking process and water turbidity after this noodle cooking process. 2.5 Drying Process
Pic 2.1 Noodle Sheet Forming
Angelina’s research using noodles’ drying method with oven is equipped with traytray to put the noodles that will be dried. Corn noodles that have been steamed are put in the oven in order to be completely dried (11 to 12 percent moisture content), and making it as a product that is dry and crispy. Drying process is conducted at a temperature of 55 to 600 °C for 1 to 1.5 hours. Drying process is considered to be sufficient if the noodles are easily broken and no longer sticking to the tray. Based on the production up to a scale of 1 kilogram, the yield of dried noodle products that are produced is 74.53 percent (986.29 gram). The important factor to be considered in the drying process is
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 58
the control of temperature, relative humidity, and drying time, so there is no cooking loss that is indicated by the turbidity color of water. (Kruk, 1998).
2.
C. RESULT 3. Instant corn noodle has several advantages compared to other food products. Instant corn noodle contains good nutritional value which is about 360 calories each packaging or higher than the nutritional value of the rice (178 calories), cassava (146 calories), and sweet potatoes (123 calories) (Juniawati, 2003). The high nutritional value contained in this product shows that the product can be used as an alternative food to substitute rice and wheat. Moreover, instant corn noodle that is obtained by drying process has lower fat content and longer storage time compared to common noodle product cooked by frying process. Because of being dried, the volume of the product is smaller so that it can minimize the transportation space and packaging process. Also, the lighter weigh making the transportation cost is relatively cheap. In addition, instant corn noodle does not use additional colorants like instant wheat noodle. Yellow color on corn noodle is the natural color of yellow pigments in corn, namely carotene, lutein, and zeaxanthin. Table 3.1. Comparison of the nutritional value in corn noodle and wheat noodle Corn Noodle
Wheat Noodle
11.67
3.5
Abu Levels
1.2
2.13
Crude Protein Levels
6.16
10
Rough Fat Levels
2.27
21.43
Carbohydrates
78.69
61.43
Starch
65.92
54.28
Fiber
6.8
2.85
Composition (%) Water Content
E. RECOMMENDATION Instant corn noodle can be used as an alternative for carbohydrate source beside other carbohydrate sources, and it can be consumed like other instant noodles that are sold in the market. Instant corn noodle has similar flavor like the wheat noodles that already existed in the market. However, instant corn noodle can be served in more varying ways, such as for meatball noodles, fried noodles, food additional ingredient, and so on. In addition, this product has more advantages compared to wheat noodles. The advantages are no chemical color substance, local raw materials (no need to import), highcarbohydrate, high-fiber, and low in fat and contain carotene. Instant corn noodle can be consumed by autism and also people who have hypersensitivity to the wheat protein. Therefore, diversification of food products such as this instant corn noodle is suitable for improving food sustainability in Indonesia and in the world level.
REFERENCES [1] Astawan, M. 2005. Membuat Mi dan Bihun. Jakarta : Penebar Swadaya.
D. CONCLUSION Based on the result of the literary studies above, it can be concluded that: 1.
natural color from carotene, lutein, and zeaxanthin pigments. Instant corn noodle that is obtained by drying process has lower fat and longer time of storage than the usual instant noodle. Because of drying process, the volume of the product is smaller so that it can minimize the transportation space and packaging process. In addition, the lighter weigh making the transportation cost is relatively cheap.
Instant corn noodle product can be used as an alternative source of carbohydrate because it has much calories and no chemical color substance because of its
[2]
Dermoredjo et al. Sistem Produksi Padi Nasional. Sistem Produksi Padi dan Ketahanan Pangan Nasional. Available: www.pertanian.go.id
[3]
Fadlillah, H. N. 2005. Verifikasi formulasi mi jagung instan dalam rangka penggandaan skala. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
[4] FAO, IFAD and WFP. 2015. The State of Food Insecurity in the World 2015. Meeting the 2015 international hunger targets: taking stock of uneven progress. Rome, FAO. Available : www.fao.org [5] H. E. A. F. Bayoumi Hamuda et al. Strategy for Improve the Global Food Production. Óbuda University e‐
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 59
Bulletin Vol. 2, No. 1, 2011. uni.obuda.hu
Available
:
[6]
Hikam, As Muhammad. 2014. Memperkuat Ketahanan Pangan Demi Masa Depan Indonesia 2015-2025. Jakarta Pusat : CV Rumah Buku.
[7]
Hou, G.& M. Kruk. 1998. Asian Noodle Technology. (2006, 28 June). Available : secure.aibonline.org
[8] Juniawati. 2003. Optimasi proses pengolahan mi jagung instan berdasarkan kajian preferensi konsumen. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. [9]
Merdiyanti, Angelina. 2008. Paket Teknologi Pembuatan Mi Kering dengan Memanfaatkan Bahan Baku Tepung Jagung. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
[10] Sofia, Maya et al. 805 Juta Orang di Dunia Masih Kelaparan. (2014, 16 September). Available : m.news.viva.co.id [11] Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center IPB. Mie Jagung. (2010, 8 July) Available : www.seafast.ipb.ac.id [12] Sustainable Development Solutions Network. Solutions for Sustainable Agriculture and Food Systems, (2013, 18 September). Available : www.unsdsn.org [13] Wirakartakusumah, M. A., et al. 1992. Peralatan dan unit proses industri pangan. Depdikbud, Dirjen Dikti, PAU, IPB, Bogor. [14] Website Resmi Pekalongan. Mie Jagung dalam Pesprektif Teknologi Pangan. (2008, July). Available : www.pekalongankab.go.id
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 60
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 61
Ekstraksi Pelarut (Solvent Extraction) Unsur Yttrium dari Konsentrat Oksida Yttrium Pulau Bangka Menggunakan D2EHPA dan TBP Bayu Eko Prastyo1 and Achmad Anggawirya Alimin2 1
Department of Metallurgy and Materials Engineering, University of Indonesia Kampus Baru UI Depok, Indonesia 2 Department of Chemical Engineering, University of Indonesia Kampus Baru UI Depok, Indonesia 1 [email protected] 2 [email protected]
Abstract. A batch process is develop to separate yttrium (Y) from rare earths oxide cake produced from xenotime mineral of Bangka island after thorium-separation. The process based on solvent extraction by di-2ethylhexylphosphoric acid (D2EHPA) and tributylphosphate (TBP) have been investigated using kerosene as diluent. The basis of solvent extraction is the preferential distribution of a certain solute elements between two immiscible liquid phases, organic phase and water liquid phase. D2EHPA 30% and TBP 40% in fraction of volume with kerosene are used to observed the distribution of yttrium ions in organic phase. Two different concentrate of yttrium oxide were used as samples, dissolved first in 1 molar of HNO3 before extraction. The highest distribution of yttrium is found in D2EHPA organic solvent with 98 % yttrium has extracted from ionic liquid phase. The proposed separation of yttrium(III) from yttrium concentrate obtained from acid leaching of Bangka Island is outlined. Keywords: di-2-ethylhexylphosphoric acid (D2EHPA); solvent extraction; tributylphosphate (TBP); yttrium.
A. PENDAHULUAN Logam tanah jarang, dengan sifat fisikkimia yang unik telah diaplikasikan dalam ruang lingkup yang sangat luas. Logam tanah jarang terdiri dari golongan lantanida ditambah unsur yttrium dan skandium. Berdasarkan studi yang dilakukan Krishnamurthy dan Gupta [1], kelimpahan yttrium dikerak bumi mencapai 28 ppm. Jika dibandingkan dengan sesama logam tanah jarang lain, nilai kelimpahan yttrium adalah tertinggi kedua setelah serium. Yttrium banyak diaplikasikan dalam lampu fluorescent, phosphor, industri gelas, zat aditif pada keramik, dan laser. Aplikasi yang signifikan dalam mayoritas teknologi modern telah mendorong eksplorasi dan eksploitasi sumber mineral baru dan teknik ekstraksi yang lebih optimal. Metode pemurnian yang secara signifikan digunakan dalam proses pemurnian logam tanah jarang adalah ekstraksi pelarut. Berdasarkan definisi yang dikeluarkan Rydberg [2], Ekstraksi pelarut (solvent extraction) adalah metode distribusi suatu unsur tertentu antara fasa cair dan fasa organik/ionik. Prinsip dasar teknik
ekstraksi pelarut adalah adanya kecenderungan suatu logam tertentu (solute) untuk terdistribusi pada salah satu dari dua fasa cair yang tidak dapat menyatu. Fasa air yang mengandung ion logam dilakukan kontak langsung dengan fasa cair organik. Karena cairan organik memiliki massa jenis yang lebih rendah, cairan tersebut akan mengapung diatas fasa air membentuk lapisan pisah atau emulsi. Logam tanah jarang memiliki sifat ketertarikan terhadap ligan (fasa organik) tertentu, oleh karena itu akan terjadi distribusi solute dari fasa air ke fasa organik sampai terjadi keseimbangan. Wei dkk. [3] menggunakan Taskspecific Ionic Liquids jenis [1-alkyl-3-(1carboxylpropyl)im][PF6] untuk mengekstrak yttrium dengan hasil optimal ekstraksi 95 %. Sedangakan Desouky dkk [4] menggunakan primene-JMT dalam matriks anion asam sulfat dengan hasil akhir 76.3 % yttrium oksida (setelah dikalsinasi). Wei li dkk. [5] menggunakan kombinasi sec-octylphenoxy acetic acid (CA-12) dengan tri-n-butyl phosphate (TBP) dengan yield ekstraksi yttrium 95 %. Banyak penelitianpenelitian lain yang bertujuan untuk menemukan
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 62
larutan organik yang optimal dan ekonomis. Zhang dkk [6] menggunakan campuran 2ethylhexyl phosphonic acid mono-(2-ethylhexyl) ester (HEHEHP, H2A2) dan bis(2,4,4trimethylpentyl) phosphinic acid (Cyanex272, H2B2), Shaohua dkk [7] menggunakan sistem D2EHPA-HCl-LA, Radhika dkk [8] menggunakan TOPS 99 (Talcher Organic Phosphorus Solvent), dan Wang dkk [9] menggunakan sec-octylphenoxy acetic acid (CA12, HA) and bis(2,4,4-trimethylpentyl) phosphinic acid (Cyanex272, HB) dengan tingkat ekstraksi pada kisaran 95 %. Pada paper ini dipaparkan hasil penelitian ekstraksi yttrium menggunakan asam di(2-ethylhex-yl)phosphoric (D2EHPA) dan trin-butyl phosphate (TBP) dalam pelarut kerosene. Kedua senyawa organik tersebut memiliki ruang kosong pada sela - sela gugus fungsi yang memiliki diameter dan luas yang hampir sama dengan diameter atom yttrium. Berdasarkan studi yang dilakukan Mogens [10], struktur molekul senyawa organik tersebut ditunjukkan pada gambar 1.
B. METODE PENELITIAN Seluruh kegiatan pada penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium dan dilakukan di Laboratorium Kimia Teknologi Proses, Pusat Sains dan Teknologi Akselerator Badan Tenaga Nuklir Nasional (PSTA – BATAN), Yogyakarta. 1. Reagen, Bahan, Alat, dan Karakterisasi Ekstraksi pelarut dilakukan dengan menggunakan dua jenis larutan organik, di(2ethylhex-yl)phosphoric (D2EHPA) dan tri-nbutyl phosphate (TBP). Dua larutan tersebut didapat dari E. Merck, Jerman. Pelarut zat organik yang digunakan adalah kerosene (E. Merck), asam pelarut HNO3 (E. Merck), dan akuades. Seluruh bahan kimia tersebut didapat dalam keadaan standar analisis (pro analysis). Untuk konsentrat yttrium didapatkan dari Pusat Sains dan Teknologi Akselerator (PSTA-Batan). Peralatan yang digunakan adalah tabung erlemenyer berbagai ukuran, pengaduk magnetik, batang magnet, gelas kimia berbagai ukuran, tabung pemisah, dan foil. Sedangkan karakterisasi dilakukan dengan menggunakan XRay Fluorescene ORTEC 7010 dengan sumber radiasi Mo. 2. Pembuatan Larutan Konsentrat Yttrium dan E kstraktan
(a)
(b)
Gambar 1. Struktur molekul D2EHPA (a), dan struktur molekul TBP (b).
Mengadopsi hasil studi yang dilakukan Mogens, mekanisme penarikan logam yttrium oleh fasa organik dapat dijelaskan pada gambar 2. Gugus hidrogen dari dua molekul D2EHPA terlepas dan kemudian atom oksigen mengikat ion logam yttrium (pada gambar disimbolkan M). Mekanisme penarikan ion yttrium oleh gugus TBP juga mengikuti pola yang sama. Dapat dilihat bahwa jumlah tangan atom dari senyawa organik akan menentukan distribusi yang terjadi.
Sebanyak 0,50 gram konsentrat oksida yttrium dilarutkan dalam 1 molar HNO3, diaduk sampai terbentuk larutan homogen. Selanjutnya, larutan ini digunakan sebagai umpan dalam percobaan ekstraksi. Pembuatan larutan ekstraktan dilakukan dengan menggunakan kerosene sebagai pelarut. Sebagai nilai perbandingan tetap, digunakan 30% fraksi volume D2EHPA dalam kerosene. Dan digunakan 40% fraksi volume TBP dalam kerosene. Dua jenis larutan ekstraktan tersebut digunakan dalam dua kali percobaan menggunakan larutan konsentrat yttrium sebagai umpan. Hasil dari dua kali percobaan tersebut dicari nilai rata-rata untuk mendapatkan hasil akhir. Perbandingan persentase ekstraksi yttrium dari dua pelarut tersebut digunakan sebagai parameter keberhasilan. 3. Proses Ekstraksi
Gambar 2. Mekanisme penarikan ion logam (M) oleh gugus D2EHPA
Proses ekstraksi dilakukan dalam tabung erlemenyer. Sebanyak 10 ml larutan umpan ditambahkan dengan 10 ml larutan ekstraktan. Proses ekstraksi dilakukan selama 15 menit dalam suhu ruang dan agitasi pada nilai 200 rpm. Luas kontak antara fasa organik dan
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 63
fasa air dijadikan variabel tetap. Selanjutnya kedua fasa didiamkan selama lima menit untuk mengoptimalkan separasi antara larutan fasa organik dan fasa air. Pemisahan kedua fasa larutan tersebut dilakukan menggunakan corong pemisah. Selanjutnya dilakukan pengujian kuantitatif unsur yttrium pada fasa air menggunakan spektrometer pendar sinar -X. Kandungan yttrium yang terambil dalam fasa organik dihitung menggunakan hukum kesetimbangan massa. Koefisien distribusi (Kd) yttrium pada fasa organik dihitung dengan melakukan operasi pembagian kadar ppm yttrium pada fasa organik dengan kadar ppm yttrium yang masih tertinggal dalam fasa air. Penghitungan koefisien distribusi dapat dirumuskan secara matematika sesuai dengan rumus (1). Kd
ppm fasa organik x volume organik 1 ppm fasa air x volume air
Koefisien distribusi digunakan untuk mengetahui nilai kecenderungan ion logam yttrium tertarik ke dalam fasa organik. Untuk mempermudah melihat perbedaan daya ekstrak masing – masing senyawa organik, dilakukan penghitungan persentase efisiensi ekstraksi (Ef) yttrium dengan menggunakan rumus (2). Ef
ppm fasa organik x volume organik 2 ppm fasa air awal x volume air awal
Tabel 2. Koefisien distribusi dan efisiensi ekstraksi yttrium pada pelarut TBP 40% dan D2EHPA 30%. Sampel Sampel 1 Sampel 2
TBP Kd Efisiensi 0,375475 27,297833 0,596453 37,361148
D2EHPA Kd Efisiensi 41,250684 97,633174 64,05965 98,462949
Selanjutnya dilakukan penghitungan nilai rata - rata Kd dan efisiensi ekstraksi dari dua sampel yang digunakan. Nilai rata – rata hasil penggabungan ditampilkan dalam tabel 3. Tabel 3. Nilai Kd dan efisiensi ekstraksi rata – rata. Nilai Koefisien distribusi (Kd) Efisiensi ekstraksi (%)
TBP 40%
D2EHPA 30%
0,49
52,66
32,33
98,05
Dari data pada tabel 3 dapat dilihat bahwa TBP memiliki nilai ekstraksi yttrium dari fasa air pada nilai 32,33 %. Sedangkan D2EHPA memiliki nilai ekstraksi mencapai 98,05 %. Dapat disimpulkan bahwa D2EHPA lebih tepat digunakan sebagai pelarut pada ekstraksi pelarut konsentrat yttrium. Hubungan koefisien distribusi dan efisiensi ekstraksi pelarut TBP dan D2EHPA dalam bentuk grafik dapat dilihat pada gambar 3.
C. DATA DAN PEMBAHASAN Nilai kandungan yttrium pada larutan umpan ditampilkan pada tabel 1. Tabel 1. Kadar ppm filtrat ekstraksi pelarut Sampel uji
Kadar yttium (ppm) Sampel 1
Sampel 2
Filtrat awal konsentrat
2221,8991
1925,738
Filtrat cair hasil pisah TBP Filtrat cair hasil pisah D2EHPA
1615,3688
1206,2602
52,5885
29,5996
Nilai koefisien distribusi (Kd) unsur yttrium dihitung menggunakan rumus (1), sedangkan nilai efisiensi ekstraksi yttrium dihitung menggunakan rumus (2). Data hasil penghitungan koefisien distribusi dan efisiensi ekstraksi ditampilkan dalam tabel 2.
Gambar 3. Perbandingan persentase Kd dan Ef yttrium menggunakan D2EHPA (a), dan struktur molekul TBP (b).
D. KESIMPULAN Larutan organik TBP 40% dapat mengekstrak ion yttrium dari fasa air dengan persentase 32,33 %, dan larutan organik D2EHPA 30 % mengekstrak ion yttrium dengan persentase mencapai 98,05 %. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa D2EHPA lebih optimal dijadikan sebagai pelarut organik dalam ekstraksi yttrium.
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 64
DAFTAR PUSTAKA N. Krishnamurthy and C. K. Gupta, Extractive Metallurgy of Rare Earths, New York, USA: CRC Press, 2004. [2] J. Rydberg, Solvent Exraction Principles and Practice, New York, USA: Marcell Dekker Inc., 1992. [3] W. Wei, L. Yu, X. Aimei, Y. Hualing, C. Hongmin, and C. Ji, “Solvent Extraction of Yttrium by Task-specific Ionic Liquids Bearing Carboxylic Group,” Chinese Journal of Chemical Engineering., vol. 20, pp. 40-46, 2012. [4] O.A. Desouky, A.M. Daher, Y.K. AbdelMonem, and A.A. Galhoum, “Liquid–liquid extraction of yttrium using primene-JMT from acidic sulfate solutions,” Hydrometallurgy., vol. 96, pp. 313-317, Dec. 2008. [5] W. Li, X. Wang, S. Meng, D. Li, and Y. Xiong, “Extraction and separation of yttrium from the rare earths with sec-octylphenoxy acetic acid in chloride media,” Separation and Purification Technology., vol. 54, pp. 164-169, Aug. 2006. [6] C. Zhang, L. Wang, X. Huang, J. Dong, Z. Long, and Y. Zhang, “Yttrium extraction from chloride solution with a synergistic system of 2ethylhexyl phosphonic acid mono-(2ethylhexyl) ester and bis(2,4,4-trimethylpentyl) phosphinic acid,” Hydrometallurgy., vol. 147, pp. 7-12, Apr. 2014. [7] Y. Shaohua, W. Wenyuan, Z. Bo, Z. Fengyun, L. Yao, L. Shiwei, and B. Xue, “Study on separation technology of Pr and Nd in D2EHPAHCl-LA coordination extraction system,” Journal of Rare Earths., vol. 28, pp. 111-115, Oct. 2010. [8] S. Radhika, B. N. Kumar, M.L. Kantam, and B. R. Reddy, “Solvent extraction and separation of rare-earths from phosphoric acid solutions with TOPS 99,” Hydrometallurgy., vol. 110, pp. 5055, Aug. 2011. [9] Y. Wang, W. Liao, and D. Li, “A solvent extraction process with mixture of CA12 and Cyanex272 for the preparation of high purity yttrium oxide from rare earth ores,” Separation and Purification Technology., vol. 82, pp. 197201, Sep. 2011. [10] Mogens B. R., Organic Synthesis and Molecular Engineering, New Jersey, USA: John Wiley & Sons,Inc. 2014. [1]
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 65
The Art of Activated Carbon (2 in 1): Lukisan Unik Berbahan Dasar Karbon Aktif Sebagai Penghilang Bau Ruangan Pada Green Bulding System Febiyanto1, Umi Salamah2 dan Yuyun Septyana3 1,2
3
Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Indonesia
Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Indonesia 1
[email protected]
Abstract. Clean air is a fundamental requirement for human and the orthers. In particular, the quality of air must be maintained from air pollution becauce almost 90% of people living in the room. The air pollution in the room arising from the activity of people in industrial and transportation sectors. This was reported by EPA in 1989 that study of indoor air pollution is more severe than the outdoors. It reduce the labor productivity up to US $10 billion. People generally use Air Conditioner (AC) and air freshener to decrease the bad smell in the room. However, use of Air Conditioner has a bad impact because it contains Chlor (Cl) like Freon and CFC (Chlorofluorocarbon). It was decreasing the ozon layer causing global warming. Then, it also comsumses of 45-66% electrical energy. The alternative solution to solve this problem is to use activated carbon as adsorbent which is more saving energy and friendly technology. The use of activated carbon is one application of Green Building. The activated carbon is a good adsorbent for purification, decreasing dye and smell, dechlorination, detoxification, filtration, separation as well as a catalys. The activated carbon has long been studied because its ability to absorb the air pollution. For example, Basuki (2007), make a media-coated exhaust activated carbon without the insertion of TiO2 can reduce HC air pollution with long media 5,10 and 15 cm are 142,67; 122,67 and 90,67 ppm respectively, from initial concentration 663 ppm. Whereas, SO2 gas can be decreased to 477,950; 367,353; 215,95 µg/m3 respectively, from initial concentration 930,41 µg/m3 etc.The activated carbon with a specific method can be packed into a painting. Through the use of activated carbon as a panting not only can absorb the odors but also improve the aesthetics of the room (2 in 1). Keywords: activated carbon,Green Building System, the painting.
A. PENDAHULUAN Perkembangan industri dan teknologi manusia dalam beberapa dekade terakhir memberikan banyak manfaat dan kemudahan bagi manusia itu sendiri. Seiring dengan berbagai perkembangan tersebut, timbul masalah baru yakni terjadinya penurunan kualitas udara akibat adanya peningkatan pencemaran udara. Pencemaran udara dapat diakibatkan oleh asap yang dihasilkan dari sumber-sumber industri atau pabrik, kendaraan bermotor dan pembakaran [1]. Pencemaran udara menurut PP RI No. 41/1999 (tentang Pengendalian Pencemaran Udara) adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi dan atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertinggi yang tidak dapat memenuhi fungsinya. Sumber pencemaran udara
yang terbesar berasal dari transportasi khususnya kendaraan bermotor [2]. Udara bersih adalah kebutuhan mendasar bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Kualitas udara harus terpelihara dari pencemaran yang timbul akibat aktivitas manusia baik itu kegiatan industri maupun transportasi. Pada lingkungan yang lebih kecil seperti ruang bangunan atau kantor, kebutuhan akan udara bersih sangat vital guna menjaga para pekerja tetap beraktifitas dengan baik. Hal ini karena kualitas udara dalam ruang sangat mempengaruhi kesehatan manusia dimana hampir 90% hidup manusia berada dalam ruangan. Sebanyak 400 sampai 500 juta orang khususnya di negara yang sedang berkembang sedang berhadapan dengan masalah polusi udara dalam ruangan. Di Amerika, isu polusi udara dalam ruang ini mencuat ketika EPA pada tahun 1989 mengumumkan studi polusi udara dalam
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 66
ruangan lebih berat daripada di luar ruangan. Polusi jenis ini bahkan bisa menurunkan produktivitas kerja hingga senilai US $10 milyar [3]. Sumber penyebab polusi udara dalam ruangan berhubungan dengan bangunan itu sendiri meliputi kondisi bangunan, suhu, kelembaban, pertukaran udara, perlengkapan dalam bangunan seperti karpet, AC (Air Conditioner), serta hal-hal yang berhubungan dengan perilaku orang-orang yang berada di dalam ruangan, misalnya merokok dan aktivitas kerja lainnya. Sumber polusi udara dalam ruang selain dapat berasal dari bahan-bahan sintetis dan beberapa bahan alamiah yang digunakan untuk membuat karpet, busa, pelapis dinding, dan perabotan rumah tangga (asbestos, formaldehid, VOC), juga dapat berasal dari produk konsumsi seperti pengkilap perabot, perekat, kosmetik, dan pestisida atau insektisida[4]. Aktivitas di dalam gedung yang semakin banyak dapat meningkatkan jumlah polutan dalam ruangan yang akhirnya membawa dampak negatif terhadap pekerja atau karyawan berupa keluhan gangguan kesehatan [5]. Selama ini penanggulangan polusi udara dalam ruangan khususnya penyebab bau tak sedap adalah dengan menggunakan AC dan pengharum ruangan. Namun, penggunaan AC memiliki dampak negatif yaitu AC biasanya mengandung klor (chlor) seperti freon atau CFC (Chlorofluorocarbon) yang tidak ramah lingkungan dan dapat menipiskan lapisan ozon yang mengakibatkan pemanasan global [6]. Selain itu, konsumsi energi listrik yang digunakan cukup tinggi mencapai 45-66% [7], sehingga tidak sesuai dengan konsep Green Building System yang memiliki kriteria bangunan ramah lingkungan. Oleh karena itu, untuk menanggulangi bau mengurangi penggunaan AC dalam menanggulangi polusi udara dalam ruangan sesuai konsep Green Building System maka dapat diterapkan suatu teknologi adsorpsi dengan menggunakan karbon aktif. Karbon aktif ini dapat dikemas menjadi suatu lukisan indoor. Lukisan karbon aktif ini dapat dipasang di dalam ruangan dengan ukuran dan jumlah yang bervariasi sesuai dengan kapasitas maksimum karbon aktif dalam menyerap gas atau bau. Melalui penggunaan lukisan berbahan dasar karbon aktif ini selain mengurangi bau atau gas dalam ruangan namun juga mampu menurunkan konsumsi energi listrik pada penggunaan AC.
B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Dampak Negatif dan Sumber Bau atau Polusi Udara Kualitas udara dalam ruangan yang baik didefinisikan sebagai udara yang bebas bahan pencemar penyebab iritasi, ketidaknyamanan atau terganggunya kesehatan penghuni. Temperatur dan kelembapan ruangan juga mepengaruhi kenyamanan dan kesehatan penghuni. Kualitas udara dalam ruang sebenarnya ditentukan secara sengaja ataupun tidak oleh penghuni ruangan itu sendiri. Ada gedung yang secara khusus diatur, baik suhu maupun frekuensi pertukaran udaranya dengan memakai peralatan ventilasi khusus atau ada pula yang dilakukan dengan mendayagunakan keadaan cuaca alamiah dengan mengatur bagian gedung yang dapat dibuka sehingga kualitas udara dalam ruangan sangat bervariasi. Udara dalam ruang memungkinkan bahan pencemar udara dalam konsentrasi yang cukup, memiliki kesempatan untuk memasuki tubuh penghuni [5]. Sumber pencemaran udara dalam ruangan menurut penelitian The National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) dirinci menjadi 5 sumber [8] meliputi: (1) pencemaran akibat kegiatan penghuni dalam gedung seperti asap rokok, pestisida, bahan pembersih ruangan; (2) pencemaran dari luar gedung meliputi masuknya gas buangan kendaraan bermotor, cerobong asap dapur karena penempatan lokasi lubang ventilasi yang tidak tepat; (3) pencemaran dari bahan bangunan ruangan seperti formaldehid, lem, asbestos, fibreglass, dan bahan lainnya; (4) pencemaran mikroba meliputi bakteri, jamur, virus atau protozoa yang dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin ruangan beserta seluruh sistemnya; dan (5) kurangnya udara segar yang masuk karena gangguan ventilasi udara dan perawatan sistem peralatan ventilasi. Aktivitas di dalam gedung yang semakin banyak dapat meningkatkan jumlah polutan dalam ruangan. Kenyataan ini menyebabkan risiko terpaparnya polutan dalam ruangan terhadap manusia semakin tinggi, namun hal ini masih jarang diketahui oleh masyarakat umum. Kualitas udara yang buruk akan membawa dampak negatif terhadap pekerja atau karyawan berupa keluhan gangguan kesehatan. Dampak pencemaran udara dalam ruangan terhadap tubuh terutama pada organ tubuh yang kontak langsung dengan udara contohnya sebagai berikut: iritasi selaput lendir; iritasi mata: mata pedih, mata merah, mata
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 67
berair; iritasi hidung: bersin, gatal; iritasi tenggorokan: sakit menelan, gatal, batuk kering; gangguan neurotoksik: sakit kepala, lemah atau capai, mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi; gangguan paru dan pernapasan: batuk, nafas berbunyi atau mengi, sesak nafas, rasa berat di dada; gangguan kulit: kulit kering, kulit gatal; gangguan saluran cerna: diare atau mencret; lainlain: gangguan perilaku, gangguan saluran kencing, sulit belajar. Keluhan tersebut biasanya tidak terlalu parah dan tidak menimbulkan kecacatan tetap, tetapi jelas terasa amat mengganggu, tidak menyenangkan dan bahkan mengakibatkan menurunnya produktivitas kerja para penghuni ruangan [5]. Kontrol terhadap kualitas udara dalam ruang melibatkan tiga strategi utama yang terintegrasi. Pertama, mengatasi sumber polutan baik dengan mengeluarkannya dari dalam gedung atau memisahkannya dari pekerja dengan penghalang fisik, mengatur tekanan udara, atau dengan mengontrol lamanya penggunaan. Kedua, melarutkan polutan dan membuangnya dari dalam gedung melalui ventilasi. Ketiga, menggunakan filter untuk membersihkan udara dari polutan [4]. 2. Konsep Green Building System Konsep green building hadir dan menjadi suatu kebutuhan di tengah fenomena global warming dan isu kerusakan lingkungan yang sedang melanda bumi. Menurut data dari hasil studi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), menunjukkan bahwa bangunan berpotensi memberikan dampak pada kerusakan lingkungan. Green Building didefinisikan sebagai sebuah perencanaan dan perancangan bangunan melalui sebuah proses yang memperhatikan lingkungan dan menggunakan sumber daya secara efisien pada seluruh siklus hidup bangunan dari mulai pengolahan tapak, perancangan, pembangunan, penghunian, pemeliharaan, renovasi dan perubahan bangunan[9]. Pemerintah Indonesia serta beberapa negara maju telah mengeluarkan peraturan tentang penerapan konsep pembangunan berkelanjutan atau dikenal dengan sustainable building. Salah satu wujud implementasi konsep pembangunan berkelanjutan adalah bangunan ramah lingkungan (green building). Khususnya di Indonesia sendiri saat ini telah mengumumkan untuk memulai gerakan nasional penghematan energi, baik dalam penggunaan bahan dan penghematan penggunaan listrik dan air. Bangunan ramah lingkungan mengacu kepada
suatu tatanan pembangunan yang memanfaatkan proses-proses yang ramah lingkungan dan dalam pengoperasiannya memakai sumber daya secara efisien [10]. Manusia membutuhkan sesuatu yang ramah lingkungan atau “back to nature”, penggunaan karbon aktif termasuk salah satu implementasi Bangunan Hijau (Green Building). Sudah lama karbon aktif ini dilirik karena kemampuannya untuk mengadsorpsi yang bagus khususnya dalam menangani masalah polutan udara. Sebelumnya berbagai metode telah dikembangkan untuk meningkatkan kualitas udara dalam ruangan tertutup, diantaranya adalah filtrasi, pembentukan ion, dan prespitasi elektrostatik. Meskipun metode filtrasi cukup efektif untuk menyingkirkan partikel tersuspensi tetapi metode ini tidak mampu menghilangkan senyawa organik volatil dari udara. Metode lain yang dapat digabungkan dengan filtrasi ialah metode adsorpsi melalui penggunaan adsorben. Karbon aktif relatif lebih mudah diperoleh dan telah terbukti kemampuannya untuk mengadsorbsi senyawa organik [11]. 3. Karbon Aktif Karbon atau arang aktif merupakan suatu bentuk arang yang telah melalui aktifasi dengan menggunakan gas CO2, uap air atau bahan-bahan kimia sehingga pori-porinya terbuka dan dengan demikian daya adsorpsinya menjadi lebih tinggi terhadap zat warna dan bau. Arang didefiniskan sebagai suatu bahan padat berpori-pori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung unsur karbon (C). Arang dapat digunakan selain untuk bahan baku pada pembuatan baterai juga dapat diolah lebih lanjut menjadi arang aktif. Arang aktif digolongkan ke dalam produk kimia dan bahanbahan energi seperti arang atau briket arang yang sebagian besar masih tertutupi dengan hidrokarbon dan senyawa organik, sedangkan arang aktif mampu melakukan adsorpsi karena permukaannya lebih luas dan pori-porinya telah terbuka. Karbon aktif mengandung 5-15% air, 23% abu dan sisanya terdiri dari karbon. Karbon yang sekarang banyak digunakan berbentuk butiran (granular) dan berbentuk bubuk (tepung) [12-13]. Karbon aktif digunakan sebagai adsorben karena [14] : 1. Mempunyai daya adsorpsi selektif 2. Berpori, sehingga luas permukaan persat uan massa besar
3. Mempunyai daya ikat yang kuat terhada
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 68
p zat yang hendak dipisahkan secara fisik atau kimiawi. Karbon aktif dapat dibuat dari berbagai macam bahan dasar yang mengandung karbon. Bahan dasar yang biasa digunakan diantaranya, batu bara, tempurung kelapa, tempurung kelapa sawit, petrole coke, limbah pinus, dan kayu. Besarnya daya serap karbon aktif sangat dipengaruhi oleh keadaan pori-pori yang terbentuk.
Gambar 1. Karbon aktif [15].
Menurut Holle dkk. [1] pori-pori pada karbon aktif memiliki beberapa jenis yaitu: 1.
Mikropori dengan ukuran dibawah 40 Angstrom
2.
Mesopori dengan ukuran antara 40 - 5000 Angstrom
3.
Makropori dengan ukuran diatas 5000 Angstrom
Kemampuan karbon aktif dalam menurunkan kadar gas telah diteliti oleh Basuki [2] dengan membuat media knalpot yang dilapisi karbon aktif tanpa penyisipan TiO2 menunjukkan penurunan polusi udara HC pada panjang media 5, 10, dan 15 cm berturut-turut 142,67; 122,67; dan 90,67 ppm dari konsentrasi awal sebesar 663 ppm. Sedangkan gas SO2 terjadi penurunan pada panjang media 5, 10, dan 15 cm berturut-turut 477,950; 367,353; 215,95 µg/m3 dari konsentrasi awal sebesar 930,41 µg/m3. Penurunan konsentrasi emisi HC dan SO2 ini terjadi karena sebagian dari polutan HC dan SO2 telah terjerap oleh media karbon aktif. Pada knalpot uji terjadi proses adsorpsi gas oleh zat padat, dimana karbon aktif akan berfungsi sebagai adsorben, HC dan SO2 merupakan adsorbat dan knalpot uji dalam hal ini berfungsi sebagai kolom kontinu untuk proses adsorpsi (bed adsorption). Sebagian dari polutan HC dan SO2 yang terkandung dalam emisi gas buang kendaraan uji akan terjerap ke dalam pori-pori media karbon
aktif pada knalpot uji, sedangkan sebagian yang lain dari polutan HC dan SO2 yang tidak terjerap oleh pori-pori karbon aktif (lattice) akan tetap keluar sebagai emisi gas buang. Dari penelitian ini dengan variasi panjang media 5 cm, 10 cm, dan 15 cm yang telah dilakukan terlihat bahwa semakin panjang media karbon aktif pada knalpot uji, maka semakin kecil konsentrasi HC dan SO2 pada emisi gas buang kendaraan.
C. METODOLOGI PENULISAN Penyusunan karya tulis ilmiah ini bertempat di kampus Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Jenderal Soedirman. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, yang bersumber dari jurnal ilmiah, hasil penelitian, buku teks dan referensi pendukung lainnya. Data karya tulis mahasiswa dikumpulkan melalui penelusuran dari jurnal ilmiah, buku teks dan informasi pendukung lain yang berkaitan. Diskusi dilakukan dengan pembimbing untuk mengkaji permasalahan secara lebih mendalam. Metode penulisan yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah metode deskriptif analitis yaitu: 1. Mengidentifikasi permasalahan berdasarkan data dan fakta yang ada. 2. Menganalisis permasalahan berdasarkan pustaka, diskusi, dan data pendukung. 3. Mencari solusi alternatif pemecahan masalah bau pada ruangan menggunakan lukisan unik berbahan dasar karbon aktif guna meminimalisir penggunaan AC yang membutuhkan energi listrik yang besar.
D. PEMBAHASAN 1. Proses Penurunan Bau Menggunakan Lukisan Berbahan Dasar Karbon Aktif Pada Ruangan Green Building System merupakan suatu sistem bangunan dengan konsep bangunan ramah lingkungan. Green Building System ini dapat direalisasikan melalui beberapa cara diantaranya memperbanyak ventilasi udara untuk mengurangi penggunaan AC (Air Conditioner) [15]. Umumnya ruangan atau gedung-gedung tidak menggunakan ventilasi khususnya untuk meminimalisir bau sehingga meningkatkan jumlah penggunaan AC. Penggunaan AC yang tinggi meningkatkan dampak negatif tersendiri diantaranya konsumsi energi listrik yang tinggi. Hal ini dapat ditanggulangi, yakni dengan meminimalisir bau
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 69
sekaligus mengurangi penggunaan AC dengan menerapkan teknologi adsorpsi menggunakan adsorben. Penurunan bau khususnya dalam ruangan menggunakan adsorben terjadi melalui proses adsorpsi atau penyerapan molekul gas pada permukaan adsorben. Adsorpsi adalah salah satu alternatif untuk mengatasi pencemaran udara [1] seperti bau. Hal ini terjadi bila dua fasa saling bertemu, sehingga di antara kedua fasa tersebut terbentuk daerah antar muka yang sifatnya berbeda dengan fasa ruah kedua fasa tersebut. Pada kondisi tertentu atom, ion atau molekul dalam daerah ini mengalami ketidakseimbangan gaya atau dengan kata lain proses dimana molekul gas terperangkap kedalam struktur suatu media padat dan seolaholah menjadi bagian dari keseluruhan media tersebut [2]. Sehingga dalam hal ini bau yang ada dalam ruangan suatu bangunan akan teradsorp atau terserap pada permukaan adsorben dan kadarnya dalam ruangan dapat diturunkan. Karbon aktif merupakan adsorben yang baik untuk pemurnian, menghilangkan warna dan bau, deklorinasi, detoksifikasi, penyaringan, pemisahan, dan dapat digunakan sebagai katalis [15]. Karbon aktif ini melalui keunggulannya dapat digunakan sebagai adsorben bau atau polutan gas dalam ruangan. Berikut merupakan proses penempelan polutan gas atau bau dalam ruangan pada permukaan karbon aktif [14]: 1. 2.
3.
4.
Molekul adsorbat berpindah menuju lapisan terluar dari adsorben. Karbon aktif dalam kesatuan kelompok mempunyai luas permukaan pori yang besar sehingga terjadi penyerapan terhadap adsorbat. Sebagian adsorbat ada yang teradsorpsi di permukaan luar, tetapi sebagian besar teradsorpsi di dalam pori-pori adsorben dengan cara difusi. Bila kapasitas adsorpsi masih sangat besar, sebagian besar molekul adsorbat akan teradsorpsi dan terikat di permukaan. Namun, bila permukaan pori adsorben sudah jenuh dengan adsorbat maka akan terjadi dua kemungkinan. Pertama, terbentuknya lapisan adsorpsi kedua, ketiga dan seterusnya. Kedua, tidak terbentuk lapisan adsorpsi kedua, ketiga dan setersunya sehingga adsorbat yang belum teradsorpsi akan terus berdifusi keluar pori.
(a)
(b) Keterangan: a. Molekul polutan dan ruangan b. Molekul polutan teradsorpsi pada permukaan karbon aktif c. Karbon aktif d. Substrat atau penyangga Gambar 2. Ilustrasi adsorpsi polutan pada permukaan karbon aktif; (a) sisi atas dan (b) sisi samping
Karbon aktif yang digunakan untuk menjerap molekul-molekul gas adalah karbon aktif yang berpori-pori mikro. Menurut Cheremisinoft [17], karbon aktif ini dapat menyebabkan molekul gas yang sangat kecil mampu melewatinya. Cameron Carbon Incorporated [18], karbon aktif dengan dominasi mikropori sangat sesuai untuk digunakan sebagai penyerap molekul-molekul kecil seperti molekul gas dan dengan tingkat kontaminan rendah. Bahan dasar karbon aktif yang digunakan untuk penyerapan polutan gas atau bau dalam ruangan salah satunya adalah tempurung kelapa. Tempurung kelapa merupakan salah satu bahan dasar pembuatan karbon aktif yang baik. Hal ini karena kandungan selulosa yang tinggi yang ditandai dengan tempurung yang keras. Menurut Basuki [2], karbon aktif dengan ukuran pori 20 Å dapat
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 70
dibuat dengan tempurung kelapa melalui pemanasan sampai pada suhu 100oC dimana molekul-molekul air tersebut akan menguap (keluar) sehingga karbon aktif dapat berfungsi sebagai penyerap gas. 2. Penerapan Lukisan Berbahan Dasar Karbon Aktif (The Art of Activated Carbon) (2 in 1) dalam ruangan Karbon aktif terbukti sebagai salah satu bahan yang dapat digunakan untuk mengurangi bau atau mampu meningkatkan kualitas udara dalam ruangan. Namun, fungsinya dalam menurunkan bau belum dapat dioptimalalkan penggunaannya. Terlebih karbon aktif memiliki struktur yang kurang baik dipandang sehingga menurunkan daya penggunaannya dalam ruang bangunan atau gedung. Hal ini dapat dioptimalkan dengan membuat lukisan yang berbahan dasar karbon aktif sehingga penggunaannya sebagai peminimalisir bau dapat digunakan dalam ruangan dan bernilai estetika yang tinggi. Lukisan yang akan digunakan merupakan lukisan siluet berbahan dasar karbon aktif. Berikut merupakan tahapan dalam membuat lukisan berbahan dasar karbon aktif. 1.
2.
3.
4.
5.
Bahan-bahan pembuatan lukisan berbahan dasar karbon aktif dipersiapkan seperti kayu atau substrat padat dengan ukuran tertentu (misalnya ukuran 0,5m x0,75m), karbon aktif baik karbon aktif komersil atau karbon aktif dengan perlakuan tertentu sehingga menghasilkan keadaan optimum, perekat atau lem, palu, penggaris, dan pensil. Karbon aktif apabila dalam keadaan bongkahan dihaluskan sampai berbentuk serbuk dengan menggunakan palu. Buat sket bidang bingkai pada kayu dengan menggunankan pensil dengan ukuran yang ditunjukkan pada Gambar 3. Setelah dibuat sket bingkai kemudian buat sket gambar yang diinginkan mislanya sket gambar kupu-kupu. Kemudian pada bidang isian karbon aktif diberi perekat atau lem (Gambar 4). Karbon aktif halus ditaburkan pada bidang yang telah diberi lem dengan ketebalan 0,2-0,5 cm secara merata. Tunggu hingga lem kering dan karbon aktif benar-benar menempel (Gambar 5).
Gambar 3. Sket dasar pembuatan lukisan.
Gambar 4. Lukisan dengan sket gambar kupu-kupu
Gambar 5. Proses penaburan serbuk karbon aktif pada bidang isian
6.
Setelah karbon aktif kering dan benarbenar menempel pada kayu, maka lukisan unik berbahan dasar karbon aktif dapat digunakan dalam ruangan untuk menurunkan bau (Gambar 6).
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 71
Gambar 6. Lukisan bergambar kupu-kupu dengan bahan dasar karbon aktif
7.
Sket lukisan dapat digambar sesuai dengan keinginan atau desain lukisan siluet seperti pada Gambar 7.
karbon aktif guna menurunkan bau dalam ruangan. Kajian atau uji penelitian ini dapat diperoleh yakni pertama, melalui penelitian secara kompherenshif dimana dilakukan serangkaian uji baik konsentrasi, ukuran pori serta yang berkaitan dengan kondisi optimum karbon aktif dan penempatan lukisan berbahan dasar karbon aktif sehingga penyerapan gas dalam ruangan pada keadaan optimum. Kedua, melalui kuisioner dimana peran dari pengguna ruangan sangat mendukung terutama saran dan pengalaman saat menggunakan ruangan yang ditempatkan lukisan berbahan dasar karbon aktif guna mendukung penelitian yang berkelanjutan. Ketiga, data di lapangan yakni melalui penggunaan lukisan berbahan dasar karbon aktif dimana memberikan efisiensi yang tinggi pada sektor-sektor tertentu seperti plot kurva penghematan biaya listrik dengan kondisi ruangan yang diberikan lukisan berbahan dasar karbon aktif. Sehingga dari serangkaian metode dan penggunaan karbon aktif sebagai pengilang bau pada ruangan akan menciptakan Green Building. Strategi penerapan karbon aktif sebagai lukisan dapat diringkas dalam Bagan 1.
Gambar 7. Desain lukisan siluet dari karbon aktif
3. Strategi Penerapan Lukisan Berbahan Dasar Karbon Aktif (The Art of Activated Carbon) (2 in 1) Karbon aktif memiliki keunggulan yakni berdasarkan penelitian menghasilkan penyerapan yang baik terhadap gas, bahan dasar yang digunakan mudah ditemukan, murah, bahan bisa berasal dari limbah seperti limbah tempurung kelapa dan mudah dalam pembuatannya. Penggunaan karbon aktif sebagai adsorben bau dapat meminimalisir penggunaan AC (Air Conditioner) yang selama ini digunakan dimana penggunaan AC ini memiliki dampak negatif. Sesuai dengan konsep Green Building System penggunaan AC ini dapat digantikan dengan adanya karbon aktif yang dibuat sedemikian rupa sehingga menghasilkan karya seni yang indah dan memiliki nilai estetika bila ditempatkan dalam ruangan. Hal ini tidak menutup adanya kerja sama baik dengan pihak terkait seperti perusahaan dan peneliti untuk mengkaji optimalisasi lukisan berbahan dasar
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 72
Bagan 1. Alur strategi penerapan lukisan berbahan dasar karbon aktif Polusi udara dalam ruangan (bau) Penggunaan Air Conditioner (AC)
X
Muncul dampak negatif
- konsumsi energi yang tinggi mencapai 45-66% - AC mengandung chlor yang tidak ramah lingkungan - biaya tagihan yang besar dan lain-lain.
Bekerjasama dengan pihakpihak terkait seperti pemilik kantor dan sebagainya.
Solusi penanggulangan
Penggunaan teknologi adsorpsi
Adsorben dari karbon aktif
Inovasi dengan lukisan unik berbahan dasar karbon aktif
Penerapan pada ruang kantor atau bangunan
1. Penelitian 2. Kuisioner 3. Data dari lapangan
Metode uji
Pengontrolan dan uji penelitian kondisi ruangan yang diberikan lukisan berbahan dasar karbon aktif
Terbentuknya Green Building System
E. KESIMPULAN Proses penyerapan bau pada ruangan dalam konsep Green Building System dapat menggunakan karbon aktif dengan pori-pori ukuran mikro. Karbon aktif dengan ukuran mikro dapat menyerap molekul-molekul gas yang sangat kecil dengan tingkat kontaminan rendah. Aplikasi penerapan karbon aktif yakni dapat dibuat menjadi lukisan unik berbahan dasar karbon aktif. Lukisan berbahan dasar karbon aktif ini dapat dipasang dalam ruangan untuk meminimalisir bau dalam ruangan. Lukisan karbon aktif dapat dibuat dengan ukuran, sket dan jumlah yang bervariasi sesuai dengan keinginan, luas ruang dan kemampuan optimum penyerapan bau denganmenggunakan karbon aktif.
UCAPAN TERIMAKASIH Suyata, M.Si selaku dosen pembimbing dan mediator dalam berdiskusi.
DAFTAR PUSTAKA [1] Holle, Rizky B., A.D. Wuntu dan M.S. Sangi, “Kinetika Adsorpsi Gas Benzen Pada Karbon Aktif Tempurung Kelapa,”Jurnal MIPA Unsrat, vol. 2, pp. 100-104, 2013. [2] Basuki, K.T, “Penurunan Konsentrasi HC dan SO2 Pada Emisi Kendaraan Bermotor dengan Menggunakan TiO2 Lokal yang Disisipkan Karbon Aktif,”Prosiding PPI-PDIPTN, ISSN 0216-3128, p.105-114, 2007. [3] Environmental Protection Agency. (2007) Indoor Air Facts No. 4 (revised) Sick Building Syndrome (SBS). Environmental Protection Agency, United States[Online]. Available: http://www.epa.gov/iaq/pubs/sbs.html
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 73
[4] Fitria, L., R.A. Wulandari, Ema Hermawati, dan Dewi Susana, “Kualitas Udara dalam Ruangan Perpustakaan Universitas “X” ditinjau dari Kualitas Biologi, Fisik, dan Kimiawi,”MAKARA, KESEHATAN, vol.12, 2008. [5] Candrasari, Cahyatri Rupisianing dan J Mukono., “Hubungan Kualitas Udara Dalam Ruang Dengan Keluhan Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kabupaten Sidoarjo,” Jurnal Kesehatan Lingkungan, vol. 7, 2013. [6] Sunaryo dan A. Pranoto, “Komparasi Kinerja Sistem Air Conditioning (AC) dengan Refrigeran Propan Isobutan dan Freon R-12 Pada Mobil,”Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III, ISSN 1979-911X, p. A388-A393, 2012. [7] Aziz, A. dan A. K. Mainil, “Penggunaan Encapsulated Ice Thermal Energy Storage Pada Residential Air Conditioning Menggunakan Refrigeran Hidrokarbon Substitusi R-22 Yang Ramah Lingkungan,”Jurnal Teknik Mesin, vol. 7, 2010. [8] Aditama, T.Y., “Polusi Udara dan Kesehatan,” Jakarta: Arcan, 1992. [9] Andini, R. dan C. Utomo, “Analisa Pengaruh Penerapan Konsep Green Building Terhadap Keputusan Investasi Pada National Hospital Surbaya,”Jurnal Teknik POMITS, vol. 3, pp. 5356, 2014. [10] Green Building Council Indonesia, “Greenship Rating Tools: Greenship untuk Gedung Baru versi 1.1 Ringkasan Kriteria dan Tolak Ukur,” Departemen Rating Development, 2012. [11] Audy D, Wuntul, dan V.S. Kamu, “Adsorpsi Aseton, Benzena, dan Toluena Pada Karbon Aktif Tempurung Kelapa Sebagai Pembersih Udara Ruang Tertutup,”Manado: FMIPA Universitas Sam Ratulangi, 2008. [12] Harsanti, E.S., dan Ardiwinata A.N., “Arang Aktif Meningkatkan Kualitas Lingkungan,” Sinar Tani, Edisi 6-12: 10-12, Jakarta: Badan Litbang Pertanian. [13] Wijaja, T., A. Altway, dan Soeprijanto, “Studi Proses Hybrid: Adsorpsi Pada Karbon Aktif/Membran Bioreaktor Untuk Pengolahan Limbah Cair Industri,”Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 2009. [14] Lacouture, Daniel Castro., Jorge A. Sefair., Laura Florez., Andres L. Medaglia., “Optimization Mode l For The Selection of Materials Using a LEED-Based Green Building Rating System in Colombia,”Building and Environment, pp. 1162-1170, 2009. [15] Syauqiah, I.., M. Amalia., dan H.A. Kartini., “Analisis Variasi Waktu dan Kecepatan Pengaduk pada Proses Adsorpsi Limbah Logam Berat dengan Arang Aktif,” Info Teknik, vol.12, 2011. [16] Basuki, K.T., “Penurunan Konsentrasi CO dan NO2 Pada Gas Buang dengan Menggunakan Media Penyisipan TiO2 Lokal Pada Karbon Aktif,” JFN, vol.1, pp. 45-64, 2007.
[17] Cheremisinoft, “Carbon Adsorption Hand Book,” New Jersey: Ann. Arboor. Science, 1998. [18] Cameron Carbon Incorporated, “Activated Carbon manufacture, structure and properties,” Amerika, 2006.
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 74
ANALISIS PROBABILITAS DAN SENSITIVITAS PADA KESTABILAN LERENG PIT SEAM 22 GSB-01 PT. KITADIN SITE EMBALUT
Muamar Khadafi Panggabean Prodi S1Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman Jalan Sambaliung No. 9 Samarinda 75119, http.//ftunmul.ac.id Phone 081259000853 [email protected] Abstract. Failure in surface mining make disadvantage direct cost like risk accident, and production lose.
Hence plan of safe slope design is needed. Nowadays, Safety Factor (SF) is indicator to determine slope stability. SF is recognized as average scorethat represent that character. Beside the parameter has score variance with different characteristic. As alternative beside using SF approach, currently probability method based on Failure Probability (FP) is being developed. Hence, slope safety based on failure probability can be determined. This study analyzed FP on pit Seam 22 GSB-01 PT. Kitadin Embalut Site. This study was conducted by calculating input parameter statiscally with Mohr Coulomb failure criteria. Furthermore by Bishop Simplified method to determine SF (mean & deterministic, also PF with Monte Carlo simulation by software Slide 6.0. Based on the calculation obtained that was not any possibility of slope failure in highwall and lowwall at section A-A’ and B-B’ with high SF and realibility index. Hence, to optimalized it geometry redesign should be conducted based on analysis of lithology and recommended height 5 m and single slope 60° with the result calculated obtained npossibility slope won’t be failure in highwall and lowwall at section A-A’ and B-B’ with FP 0% high SF and realibility index. For optimized should redesain slope geometry based analysis of lithology and recommended height 5 m and single slope 60°. The result that FP 0% high SF and realibility index. Sensitivity analysis obtained that ini section AA’ the sensitive parameters are unit weight sandstone overburden (OB), friction angle and cohesion siltstone (OB. The sensitive parameters in lowwal are friction angle coal and siltstone, unit weight silty sandstone (OB). The result in section B-B’ are unit weight siltystone (OB), friction angle sandstone (OB) and cohesion coal, and in lowwall are friction angle siltstone (OB), cohesion sandstone (OB) and unit weight sandstone (OB). Keywords: Bishop Simplified Method, Failure Probability, Monte Carlo, and Safety Factor.
A. PENDAHULUAN Dalam kegiatan penambangan bahan galian batubara dengan sistem terbuka, pada umumnya dengan aktivitas penggalian menghasilkan lubang bukaan (pit) yang membentuk adanya lereng. Pada lereng terdapat gaya-gaya yang bekerja yaitu gaya dorong dan gaya penahannya sehingga membentuk kesetimbangan sehingga lereng menjadi stabil. Namun adanya gaya dorong yang bereaksi pada material melebihi gaya penahannya, sehingga menghasilkan suatu longsoran pada lereng (Australia Department of Minerals and Energy, 1999).
Longsoran yang terjadi dapat mengakibatkan kerugian biaya secara langsung dari pemindahan material yang runtuh dan menstabilkan kembali lereng. Sedangkan kerugian secara tidak langsung adalah kerusakan alat berat, resiko kecelakaan pada pekerja, dan kehilangan produksi (Wyllie & Christopher, 2004). Dalam meningkatkan produksinya, PT. Kitadin Site Embalut akan melakukan pembukaan pit baru Seam 22 GSB-01 yang memerlukan lereng stabil dalam perencanaannya. Sejauh ini dalam melakukan desain suatu lereng digunakan satu indikator kestabilan lereng yaitu nilai faktor keamanan selanjutnya dalam penelitian ini disingkat (FK), yang dianggap sebagai nilai rata-rata parameter
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 75
masukan sudah mewakili karakteristik masingmasing tersebut. Secara aktual pada parameter tersebut memiliki variasi nilai yang memiliki karakteristik masing-masing parameter (Masagus dkk, 2012). Sebagai suatu alternatif selain dilakukan pendekatan dalam FK, saat ini telah dikembangkan metode probabilistik yang didasarkan pada perhitungan probability failure atau probabilitas kelongsoran yang selanjutnya dalam penelitian ini disingkat (PK) suatu lereng. Dalam hal ini nilai FK digambarkan sebagai variabel acak yang mempunyai fungsi distribusi dengan parameter yang diperlakukan seperti nilai rata-rata dan standar deviasi. Sehingga pada nantinya dapat diketahui optimasi nilai PK yang dapat memberikan tingkat keyakinan terhadap desain tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan suatu analisis probabilitas pada lereng, sebagai suatu evaluasi untuk mendapatkan penaksiran terhadap tingkat kemungkinan terjadinya longsoran dan parameter yang paling mempengaruhinya. Sehingga nantinya pada penelitian ini bertujuan: 1.
Menentukan nilai FK deterministik dan FK mean yang optimal dengan tingkat PK yang minimum pada lereng Pit Seam 22 GSB-01 PT. Kitadin Site Embalut
2.
Menentukan nilai PK dan indeks relibilitas pada lereng Pit Seam 22 GSB-01 PT. Kitadin Site Embalut
3.
Merekomendasikan geometri lereng yang sesuai dengan hasil metode probabilitas
4.
Mengetahui parameter yang paling mempengaruhi terhadap kestabilan lereng berdasarkan analisis dari metode sensitivitas
B. METODE PENELITIAN Adapun dalam pendekatan analisis ini didasarkan pada kriteria runtuhan MohrCoulomb untuk didapatkan nilai FK, kemudian dilakukan analisis terhadap probabilitas adanya kelongsoran serta parameter yang paling berpengaruh terhadap tingkat kemungkinan suatu longsoran. Kriteria keruntuhan MohrCoulomb memiliki persamaan untuk memperkirakan parameter kohesi dan sudut gesek dalam pada persamaan Mohr-Coulomb. Persamaan dasar dari kriteria keruntuhan MohrCoulomb adalah persamaan linier dari tegangan geser terhadap kohesi, sudut geser dalam dan
tegangan normal dinyatakan dalam persamaan berikut (Hoek et al, 2002):
τ = c’ + σ tan ϕ’ (1) dengan: -
τ c σ ϕ
= Tegangan geser = Kohesi = Tegangan normal = Sudut geser dalam
Untuk menyelesaikan masalah fenomena acak, maka digunakan analisis probabilitas yang menggunakan distribusi probabilitas dan statistik dalam penyelesaiannya. Distribusi probabilitas digunakan untuk menyajikan kondisi ke dalam bentuk visual, yaitu bentuk diagram frekuensi (histogram). Sedangkan statistik disajikan dalam bentuk besaran berupa angka, diantaranya jumlah data, nilai rata-rata (mean), nilai tengah (median), nilai dominan (modus), nilai simpang baku (standar deviasi) dan sebagainya, yang dapat mewakili seluruh data yang teramati. Dengan kata lain statistik adalah kuantifikasi secara matematik dari sebuah ketidakpastian (uncertainty). Pada Gambar 1 menyajikan konsep probabilitas kelongsoran dan besaran ketidakpastian. PK lereng ditentukan dari perbandingan antara luas daerah di bawah kurva dari distribusi nilai FK <1 terhadap distribusi FK ≥ 1. Makin besar rentang distribusi nilai FK, maka makin tinggi ketidakpastian dari nilai FK dengan nilai PK yang sama. Berikut adalah keuntungan penggunaan PK dibandingkan FK terhadap indikasi kestabilan lereng. Secara definisi ada hubungan linier antara nilai PK dengan peluang (likelihood) kelongsoran, sementara tidak berlaku untuk hubungan FK dengan peluang kelongsoran. Dalam penentuan variabel acak dilakukan simulasi Monte Carlo adala suatu nama kode algoritma yang ditemukan oleh John von Newmann (1946) atas perintah Stanislaw Ulam. Tahapan yang dilakukan dalam metode ini sebagai berikut. Dasar dari simulasi Monte Carlo adalah percobaan elemen kemungkinan dengan menggunakan sampel random acak) (Masagus, 2011).
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 76
C. PEMBAHASAN Dilakukan perhitungan nilai FK (mean & deterministik) dan tingkat probabilitas kelongsoran pada tiap section. Dalam setiap section terdapat dua bagian dinding lereng, pada section utara – selatan yakni: A-A’ dan B-B’, terdiri atas highwall dan lowwall. Sedangkan penentuan nilai tingkat kemungkinan terjadinya longsoran menggunakan distribusi normal dan menggunakan simulasi Monte Carlo dengan iterasi sebanyak 1000.
Gambar 1. Konsep Probabilitas Kelongsoran dan besaran ketidakpastian (Steffen dkk., 2008)
Selanjutnya adalah tahapan pengumpulan data yang akurat, relevan dan berguna dalam menyelesaikan dari permasalahan yang ada yaitu: 1. Data Primer
Gambar 2. Section Analisis Lereng pada
Data primer merupakan data yang diperoleh dari penelitian langsung di lapangan. Dalam penelitian ini, data-data primer yang diambil meliputi: a.
Foto-foto dokumentasi Pengambilan penelitian
b.
gambar
pada
daerah
Penentuan deskripsi litologi Pengambilan data strike dan dip bedding plane di sekitar daerah telitian, selain itu menentukan litologi batuan sekitar
Pit Seam 22 GSB-01
Setelah dilakukan input pada parameter masukan dan kedudukan muka air tanah dengan elevasi – 0,444 msl. Pada Gambar 3 dan 4 merupakan salah satu dari hasil permodelan dan perhitungan pada analisis kestabilan lereng dan tingkat probabilitas kelongsorannya. Lereng highwall atau lowwal cenderung aman dengan tingkat kemungkinan longsorannya 0%. Didapatkan nilai FK deterministik, FK mean dan indeks relibilitasnya pada highwall adalah 3,552, 4,388 dan 5,59.
2. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung, yang dalam hal ini didapat dari pengujian atau penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh perusahaan yang dalam hal ini PT. Kitadin Site Embalut. Data tersebut adalah: a.
b. c.
Uji Sifat Fisik & Mekanik Batuan - Bobot isi jenuh (KN/m3) - Kohesi (KN/m2) - Sudut geser dalam (°) Desain final pit Seam 22 GSB-01 Data muka air tanah
Gambar 3. Hasil Perhitungan Highwall Section A-A’
Sedangkan lowwall didapatkan FK deterministik, FK mean dan indeks relibilitasnya adalah 4,15, 4,965 dan 7,351.
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 77
Gambar 4. Hasil Perhitungan Lowwall Section A-A’
Gambar 6. Hasil Perhitungan Lowwall Section B-B’
Pada analisis section B-B’ terlihat Gambar 5 dan 6 merupakan salah satu dari hasil permodelan dan perhitungan pada analisis kestabilan lereng dan tingkat probabilitas kelongsorannya. Dari hasil perhitungan analisis section B-B’ untuk lereng highwall atau lowwal sama dengan section A-A’ yang cenderung aman dengan tingkat kemungkinan longsorannya 0%. Didapatkan nilai FK deterministik, FK mean dan indeks relibilitasnya pada highwall adalah 2,986, 3,817 dan 6,442. Sedangkan lowwall didapatkan FK deterministik, FK mean dan indeks relibilitasnya adalah 4,15, 4,965 dan 7,351.
Dalam melakukan rekomendasi terhadap redesain lereng diperlukan mengetahui FK pada tiap zona baik overburden, interburden yang dalam hal ini IB 22 C 20. Analisis kestabilan lereng tunggal dilakukan untuk menentukan nilai faktor keamanan dengan tingkat kemungkinan terjadinya longsoran yang minim. Dalam analisis kestabilan lereng tunggal digunakan beberapa asumsi sebagai berikut:
Gambar 5. Hasil Perhitungan Highwall Section B-B’
-
Material penyusun diasumsikan homogen
lereng
tunggal
-
Analisis dilakukan pada tiap-tiap zona yaitu: overburden dan IB 22 C 20 per litologinya
-
Berdasarkan desain lereng dengan sudut 40° untuk mendapatkan nilai FK yang optimal pada material disposal dilakukan analisis dengan tinggi 5 m dan 10 m
-
Analisis overburden dan interburden dilakukan analisis tinggi lereng 5 m, 10 m, 15 m dan sudut 45°, 50°, 55°, dan 60°
-
Rekomendasi FK didasarkan pada nilai kritis 1
Berdasarkan analisis diatas maka direkomendasikan untuk materal interburden 22 C 20 single slope 60° dan tingginya 10 m, pada saat nantinya akan dilanjutkan penggalian pada seam berikutnya. Setelah dilakukan penentuan rekomendasi geometri berdasarkan analisis tiap zona, maka dilakukan analisis untuk lereng keseluruhan (overall slope). Analisis ini untuk memberikan desain lereng dengan kemantapan yang stabil dan tingkat terjadinya longsoran yang dapat dihindari (0%). Dengan dilakukan penentuan redesain geometri lereng pada material menjadi lebih tegak, nilai probabilitas
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 78
kelongsoran masih pada nilai 0%. Hal ini menunjukkan redesain dengan sudut yang lebih tinggi tetap menghasilkan nilai FK dan PK yang tergolong aman. Sehingga hasil analisis ini menunjukan rekomendasi mendapatkan nilai FK yang optimal dan PK dengan kemungkinan longsoran dapat dihindari. Didapatkan nilai FK deterministik, FK mean dan indeks relibilitasnya pada highwall yang telah diredesain adalah 3,031 , 3,829 dan 4,591. Sedangkan lowwall didapatkan FK deterministik, FK mean dan indeks relibilitasnya adalah 2,566, 3,222 dan 5,182. Lihat Gambar 7 & 8. Berikut adalah Tabel.1 yang merupakan hasil analisis redesain section A-A’ dan B-B’:
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas yang dilakukan pada semua section dengan input parameter masukan berupa kohesi, sudut geser dalam, dan bobot isi pada masing-masing zona dapat dilihat pada Gambar 9 sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Rekomendasi Perhitungan Nilai FK, PK dan Indeks Relibilitas Gambar 9. Hasil Analisis Sensitivitas Highwall Section A-A’
Gambar 7. Hasil Perhitungan Redesain Highwall Section A-A’
Gambar 8. Hasil Perhitungan Redesain Lowwall Section A-A’
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas disimpulkan bahwa sumbu x menunjukkan prosentase nilai parameter yang berdasarkan percobaan sampel acak dan sumbu y menunjukkan nilai FK. Kisaran prosentase 0 % menunjukkan nilai minimum dari variabel, sedangkan untuk 100% menunjukkan nilai maksimumnya. Sehingga intersection atau perpotongan pada semua kurva akan berada di prosentase 50%, hal ini dikarenakan menunjukkan nilai mean dari setiap variabel.Pada parameter yang paling berpengaruh ditunjukkan pada kurva dengan bagian curam (steepest), apakah semakin besar nilai semakin memberikan nilai FK yang tinggi atau rendah begitu pula sebaliknya dengan nilai yang semakin rendah menunjukkan nilai FK yang tinggi atau rendah. Pada redesain section A-A’ lereng highwall parameter berpengaruh adalah bobot isi batupasir (overburden) dengan kurva menurun, hal ini didapatkan untuk nilai parameternya yang semakin tinggi maka akan berpengaruh pada penurunan nilai FK. Nilai maksimal parameter bobot isi batupasir (overburden) 21,5 KN/m3 menunjukkan nilai FK 2,645, sedangkan nilai minimumnya 18,18 KN/m3 akan didapatkan nilai FK 5,687. Pada parameter berpengaruh lainnya adalah sudut geser dan kohesi batulanau (overburden) yang menunjukkan kurva menaik, hal ini menyimpulkan bahwa nilai parameter yang semakin tinggi nantinya akan memberikan penaikan pada nilai FK. Nilai parameter maksimal sudut geser dan kohesi adalah 42,36°dan 482,82 didapatkan nilai FK 10,003 & 5,657. Sedangkan nilai minimal sudut geser dan
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 79
kohesi adalah 34,05°dan 51 didapatkan nilai FK 2,49 & 3,328. Sedangkan lowwall section A-A’ parameter berpengaruh adalah sudut geser dan kohesi batupasir (overburden) yang menunjukkan kurva menaik, nilai maksimal sudut geser dan kohesi adalah 51,14°dan 570,76 didapatkan nilai FK 3,57 & 4,38. Sedangkan nilai minimal sudut geser dan kohesi adalah 2,37°dan 95,04 didapatkan nilai FK 3,55 & 3,503.
untuk maksimal 2,11 sedangkan nilai minimal 5,27.
D. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT. Kitadin Embalut Site pada desain pit Seam 22 GSB-01 diperoleh hasil sebagai berikut : Dengan pembagian 2 section yaitu AA’ dan B-B’diindikasikan tidak terdapat kemungkinan kelongsoran pada lereng highwall dan lowwall. Setelah dilakukan analisis pada tiap zona didapatkan geometri lereng yang sesuai dengan tingkat probabilitas kelongsoran yang minimum. Diberikan rekomendasi untuk per zona tinggi 10 m dan sudut single slope 550 Sehingga berdasarkan analisis dapat dilakukan optimasi terhadap desain geomteri lereng, sehingga nantinya akan didapatkan bahan galian batubara yang optimal.
Gambar 10. Hasil Analisis Sensitivitas Highwall Section B-B’
Untuk redesain section B-B’ lereng highwall parameter berpengaruh adalah sudut geser batupasir (overburden) dan sudut geser batubara dengan kurva menaik, adapun nilai maksimal sudut geser batupasir dan batubara adalah 51,14° & 39,94° dengan didapatkan nilai FK 8,83 & 4,14. Sedangkan nilai parameter minimalnya sudut geser batupasir dan batubara adalah 2,37° & 36,78° dengan didapatkan nilai FK 2,95 & 2,7. Untuk parameter berpangaruh lainnya adalah bobot isi batulanau (overburden) dengan kurva menurun, nilai parameter maksimal 22,78 dengan nilai FK 2,29. Sedangkan pada nilai miminalnya 20,89 didapatkan nilai FK 6,53. Lereng lowwall section B-B’ adalah kohesi batupasir (overburden) dan sudut geser batulanau (overburden). Untuk nilai maksimal kedua parameter tersebut adalah 4,21 & 4,03, sedangkan untuk nilai minimal parameternya adalah 95,04 & 34,05 dengan nilai FK didapatkan 2,79 & 2,675. Parameter berpengaruh lainnya adalah bobot isi batupasir (overburden) dengan nilai maksimal dan minimalnya 21,5 & 18,18 didapatkan nilai FK
DAFTAR PUSTAKA [1] Australia Department of Minerals and Energy, Geotechnical Considerations in Open Pit Mines Guidelines, Department of Minerals and Energy 100 Plain Street, ISBN 0 7309 7807 9, State of Western Australia. August 1999 [2] Chrzanowska, Anna, Modeling of Deformations in Geomechanics, Wreclaw University of Technology, Mining and Power Engineering, ISBN 978-83-6209899-6, 2011 [3] Deere, D.U dan R.P Miller, Engineering Classification and Index Properties for Intact Rock, Technical report No. AFWLTR-65-116, University of Illinois, Urbana, 1996 [4] Departemen Pekerjaan Umum, Interpretasi Hasil Uji Penyusunan Laporan Geoteknik, Vol.. III Pd T-05-2005, 2005 [5] Evert Hoek dkk, Applicability of the Geological Strength Index (GSI) Classification for Very Weak and Sheared Rock Masses. The Case of the Athens Schist
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 80
Formation, Bull Eng Geol Env 57 : 151160, Springer-Verlag, 1998 [6] E. Hoek, dan Carter T.G Diederich, Quantification of the Geological Strength Index Chart, American Rock Mechanics Association, 2013 [7] E. Hoek, C.Carranza-Tores, dan B. Corkum, Hoek-Brown Failure Criterion2002 Edition, Proc. NARMS-TAC Conference, Toronto, 2002, 267-273 [8] Hack, Robert dan Marco Huisman, Estimating Rock Strength of a Rock Mass by Simple Means, Bull. Engg. Geol. Env. 60, 85-92, 2001 [9] Hudson, J.A dan Harrison, J.P, Engineering Rock Mechanics, An Introduction to the Pronciples, Pergamon, 1997 [10] Masagus, A.,Azizi, dan Harimuke, Eko, (2011), “Karakteristik Parameter Masukan Untuk Analisis Kestabilan Lereng Tunggal”, Prosiding Seminar Nasional Avoer-3, Palembang [11] Masagus, A.Azizi, dkk., (2012), “Analisis Resiko Kestabilan Lereng Tambang Terbuka”, Prosiding Simposium dan Seminar Geomekanika Ke-1 Tahun 2012, Jakarta [12] Saptono, Singgih dkk, “Pengaruh Ukuran Contoh terhadap Kekuatan Batuan”, JTM Vol. XVI No. 1/2009, 2009 [13] Steffen, O.K.H., Contreras, L.F.,Terbrugge, P.J., Venter, J., (2008), “A Risk Evaluation Approach for Pit Slope Design”, the 42nd US Rock Mechanics Symposium and 2nd US-Canada Rock Mechanics Symposium, San Francisco [14] Supandi. (2011). “Pengamatan Kestabilan Lereng Tambang Menggunakan Slope Stability Radar (SSR)”. Jurusan Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta. JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA. ISSN: 1979-8415, Vol. 4 No. 1 Agustus 2011 94. [15] Wyllie. C Duncan & Christopher W Mah, Rock Slope Engineering Civil and Mining, Institute of Mining and Metallurgy and E. Hoek & J.W Bray 2 Park Square, Milton, Oxon, ISBN 0-203-49908-5 Master e-book ISBN, 2004
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 81
Desain Material Fotokatalis Nonstoikiometri Ni-SrTiO3 dengan Metode Solvotermal dan Aplikasinya untuk Fotodegradasi Metilen Biru
Muhammad Rifqi Rosyadi, Resha Permana Putra dan Ridwan Ramdani Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal Soedirman [email protected] Abstract. SrTiO3 photocatalyst modifications involving nickel metal has been done using solvothermal method in a closed room at a temperature of 200oC. SrTiO3 modifications done by comparing the ratio of Ni / Sr wherein the ratio of Sr / Ti was made permanent. The ratio of Ni / Sr done is 0, 0.005 and 0.009 where Sr / Ti at a ratio of 1:25. light source used is UV light and red light. The results showed that the catalyst SrTiO3 having a perovskite structure composite cube and there SrTiO3-Ni (OH) 2 on the catalyst ratio of Ni / Sr = 0.005 and 0.009. Ni-SrTiO3 photocatalyst able to shift towards energy bandgap light. The best photocatalytic activity in UV light indicated by catalyst Ni / Sr = 0,000 with a decrease of 60.46% percent, and for the red light is shown by the ratio of the catalyst Ni / Sr = 0.005 with a decline of 73.5%. Keywords: bandgap, nickel, photocatalyst, solvothermal.
A. PENDAHULUAN Limbah cair industri batik banyak mengandung material organik, berbau juga berwarna. Limbah cair industri batik dihasilkan dari proses pengkanjian, proses penghilangan kanji, pengelantangan, pemasakan, maserasi, pencetakan, pewarnaan dan proses penyempurnaan dengan jumlah cukup besar yang menimbulkan pencemaran lingkungan, karena lingkungan mempunyai kemampuan terbatas untuk mendegradasi bahan pencemar tersebut[1]. Kandungan yang terdapat dalam limbah cair industri batik diantaranya adalah metilen biru. Metilen biru merupakan salah satu zat warna thiazine yang sering digunakan, karena harganya ekonomis dan mudah diperoleh. Produksi batik menggunakan salah satu bahan pewarnaan kainnya dengan menggunakan metilen biru. Zat warna metilen biru merupakan zat warna dasar dalam proses pewarnaan kulit, kain mori dan kain katun. Penggunaan metilen biru dapat menimbulkan beberapa efek, seperti iritasi pada kulit, iritasi saluran pencernaanjika tertelan, menimbulkan sianosis jika terhirup. Banyaknya limbah zat warna menyebabkan perlu adanya suatu katalis yang efektif untuk mendegradasi zat warna. Serbuk
semikonduktor oksida logam yang menunjukkan aktivitas dibawah radiasi sinar UV telah digunakan sebagai fotokatalis untuk degradasi polutan. Di antaranya fotokatalis, SrTiO3 telah digunakan untuk pemisahan air dan mineralisasi polutan organik di bawah radiasi sinar UV. Meskipun SrTiO3, salah satu fotokatalis yang paling menjanjikan, tetapi hanya sebagian kecil cahaya UV matahari, sekitar 2-3%, yang bisa dimanfaatkan untuk aktivitas fotokatalis karena band gap yang besar 3,2 eV. Oleh karena itu, pengembangan fotokatalis SrTiO3 yang menunjukkan tingginya tingkat aktivitas di bawah cahaya tampak sangat diperlukan[2]. Modifikasi fotokatalis SrTiO3 melibatkan doping dari logam dan non-logam. Penelitian terbaru pada modifikasi SrTiO3 difokuskan pada penerapan unsur nonlogam seperti nitrogen[3], flor[4], karbon[5] dan belerang[6]. Penelitian ini menggunakan Ni untuk memodifikasi SrTiO3 menjadi Ni-SrTiO3 yang memungkinkan pemanfaatan sinar matahari sebagai sumber energi.
B. TUJUAN •
Membuat Ni-SrTiO3 yang dilakukan dengan metode solvotermal.
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 82
•
Mendapatkan hasil karakterisasi Ni-SrTiO3 menunjukkan pergeseran pita absorbsi ke arah pita cahaya sinar tampak.
Ti(OC3H7)4, SrCl2.6H2O, NiCl3. 6H2O, aqua DM, aquades, KOH, asam oleat, 2propanol, aseton absolut, metilen blue.
•
Mendapatkan pengaruh perbandingan Ni/Sr terhadap aktifitas fotokatalis NiSrTiO3
Alat
•
Alat yang diperlukan yaitu labu ukur 100 mL, pipet ukur 10 mL, pipet ukur 1 mL, filler, beker gelas 50 mL, beker gelas 100 mL, batang pengaduk, spatula, autoklaf, oven, vacum furnace, cawan porselen, hot plate-stirer, magnetic stirer, sentrifus (quantum), reaktor UV, sinar merah,sinar UV, kuvet, spektrofotometer UV-Vis, spektrofotometer DRS (UI) dan XRD SIMADZU 6000 (UNS).
Mendapatkan penurunan kadar metilen biru oleh fotokatalis Ni-SrTiO3 dengan sinar merah dan sinar uv.
C. METODE PENELITIAN 1.
Waktu dan Tempat
Program penelitian dilaksanakan selama 4 bulan di Laboratorium Kimia Anorganik MIPA Universitas Jenderal Soedirman. 2.
D. PROSEDUR PERCOBAAN
Bahan dan Alat Penelitian 1.
Bahan
Sintesis Ni-SrTiO3 Perbandingan Ni pada SrTiO3 (Sr/Ti=1.25)
Bahan yang digunakan adalah
Tabel 1. Sintesis Ni-SrTiO3 dengan variasi s Ni/Sr untuk Sr/Ti = 1.25 No
(Ni-SrTiO3, Sr/Ti=1.25) s =Ni/Sr
NiCl3. 6H2O
SrCl2.6H2O
Ti(OC3H7)4
(0.01 M) Mmol
ml
mol
g
mol
g
1
0,000
0,0000
0
0,0025
0,6667
0,0020
0,5684
2
0,001
0,0025
0,25
0,0025
0,6667
0,0020
0,5684
3
0,003
0,0075
0,75
0,0025
0,6667
0,0020
0,5684
4
0,005
0,0125
1,25
0,0025
0,6667
0,0020
0,5684
5
0,007
0,0175
1,75
0,0025
0,6667
0,0020
0,5684
6
0,009
0,0225
2,25
0,0025
0,6667
0,0020
0,5684
Ni-mendopan SrTiO3 dengan s = Ni/Sr 0.000, 0,001, 0,003, 0,007, 0,009, disiapkan dengan metode solvotermal. Perbandingan itu dibuat sebagai terlihat pada tabel 1. Untuk mendapatkan jumlah volume Ni/Sr dapat diperoleh dari larutan induk NiCl3. 6H2O 0,01 M. Proses pengencerannya dibuat dari 1 g NiCl3. 6H2O 0,01 M diencerkan dalam labu ukur 250 ml
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 83
2.
Karakterisasi
Absorbansi
dengan aqua DM sampai batas pengenceran, untuk s Ni/Sr 0,001 didapat jumlah larutan sebanyak 0,25 ml NiCl3. 6H2O 0,01 M dari larutan induk. Untuk s Ni/Sr selanjutnya diambil sesuai perhitungan. Jumlah SrCl2.6H2O yang digunakan sebanyak 0,6667 g dan jumlah Ti(OC3H7)4 yang digunakan sebanyak 0,5684 g dibuat konstan untuk setiap perlakuan. Ketiga bahan yang terlihat pada tabel 1. diatas kemudian dicampurkan. Kemudian campuran KOH 2M sebanyak 7ml, asam oleat 0,5 ml, aqua DM 0,5 ml ditambahkan kedalam campuran larutan serta sebanyak 5 ml 2-propanol ditambahkan. Larutan tersebut kemudian diaduk hingga homogen menggunakan stirer selama 15 menit. Larutan tersebut kemudian dipanaskan 2000C selama 3 jam. Serbuk yang didapatkan dicuci dengan aseton dan aqua dm dengan perbandingan 1 : 1, kemudian dikeringkan di oven suhu 1050C selama 24 jam
Sebanyak 0,5 gram fotokatalis Ni-SrTiO3 menggunakan perbandingan Ni/Sr dan Sr/Ti masing-masing dikarakterisasi dengan spektrofotometer DRS. Karakterisai DRS dilakukan untuk menetukan celah pita menggunakan spektofotometer merk Shimadzu 2450 UV-Vis NIR yang dilengkapi dengan sphere terintegrasi untuk merekam diffuse reflectance spectra (DRS) dan data absorbansi sampel yang diamati. Menentukan struktur kristal 0,5 g fotokatalis dikarakterisasi dengan analisis XRD. 3.
Uji Aktifitas Fotokatalis
Aktifitas fotokatalis dilakukan untuk mengetahui penurunan kadar metilen biru oleh fotokatalis Ni-SrTiO3. Metilen biru dengan konsentrasi 10 ppm sebanyak 5 ml dimasukan kedalam labu ukur 50 ml dan diencerkan sampai tanda batas. Kemudian dimasukan ke dalam beaker gelas 100 ml dan dimasukan dalam reaktor. Fotokatalis Ni-SrTiO3 dimasukan ke dalam larutan. Uji aktifitas dilakukan 30 menit pertama diambil 4 ml untuk mengetahui nilai absorbansinya tanpa menggunakan cahaya. Selanjutnya setiap 1 jam selama 3 jam diambil sebanyak 4 ml untuk diukur penurunan kadar metilen biru dengan spektrofotometer UV-Vis dengan adanya sinar merah. Aktifitas fotokatalis yang paling baik dengan menggunakan sinar merah dilanjutkan dengan menggunakan sinar UV. Fotolisis dilakukan terhadap lampu merah dan UV sebagai pembanding terhadap pengaruh adanya katalis dengan tanpa adanya katalis.
E. HASIL DAN PEMBHASAN 1.
Karakterisasi DRS
Karakterisasi menggunakan DRS (Diffuse Reflectance Spectroscope) dilakukan untuk melihat energi celah pita. Sampel yang dikaraktersisasi dengan DRS yaitu sampel pada Ni/Sr = 0,000; 0,005 dan 0,009. Hasil karakterisasi menggunakan Diffuse Reflectance Spectroscope dapat dilihat pada Gambar 1:
2 1,5
c b
1 a
0,5 0 250
350 450 Panjang Gelombang (nm) Gambar 1. Spektrum serapan diffuse reflectance spectroscope Ni/Sr (a) 0,000 (b) 0,005 (c) 0,009
Energi celah pita dapat ditentukan dengan menarik garis lurus dari sisi serapan kurva (Gambar 1.) kearah sumbu x. Perpotongan garis lurus dengan sumbu x menghasilkan nilai panjang gelombang yang kemudian dikonversi ke dalam satuan energi (eV) dengan menggunakan rumus: E (eV)
=
dengan h adalah 6,626.10-34 J.s (Konstanta Planck), c adalah 3.108 m/s (kecepatan cahaya) λ adalah panjang gelombang (nm), dengan 1 eV= 1,6. 10-19 (Joule). Energi celah pita yang didapatkan pada tabel 2 :
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 84
Tabel 2. Panjang gelombang dan energi celah pita Ni-SrTiO3 Fotokatalis
2.
Panjang Gelombang (nm)
E (eV)
SrTiO3 Ni/Sr= (0,000)
390
3,18
SrTiO3 Ni/Sr= (0,005)
408
3,04
SrTiO3 Ni/Sr= (0,009)
400
3,1
Karakterisasi XRD
Difraktogram sinar-X SrTiO3 (Gambar 2 (a)) tersebut menunjukan terbentuknya puncakpuncak tajam disekitar sudut 2θ (*) yaitu: 22,8◦; 32,5◦; 40,0◦; 46,6◦; 52,3◦; 57,8◦; 67,9◦; 72,3◦ dan 77,3◦. Data ini menunjukkan SrTiO3 mempunyai struktur kubus perovskit berdasarkan JCPDS No. 79-0176 (Tarawipa et al., 2008). Pada Gambar 2 (b) dan (c) tanda (x) merupakan puncak Ni dalam bentuk Ni(OH)2 [7].
Fungsi dari krakterisasi ini adalah untuk mengetahui struktur dari SrTiO3, dimana hasil dari XRD ini harus menunjukan bahwa struktur SrTiO3 berbentuk kubus perovskit. Difraktogram sinar-X SrTiO3 dapat dilihat pada Gambar 2:
* a *
*
Intensitas (a.u)
*
*
*
b
*
x
x
c
Gambar 2. Difraktrogram sinar-X perbandingan Ni/Sr, (a) 0,000 (b) 0,005 (c) 0,009
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 85
Penurunan Konsentrasi (%)
1.
63 61 59 57 55 53 51 49 47 45
Uji Aktifitas Fotokatalis
a
b
0
50
100 Waktu (menit)
c
150
200
Gambar 3. Uji aktifitas fotokatalis menggunakan sinar UV, perbandingan Ni/Sr, (a) 0,000 (b) 0,005 (c) 0,009
Penurunan Konsentrasi (%)
Pada Gambar 3. Didapatkan aktifitas fotokatalis paling tinggi menggunakan sinar UV adalah Ni-SrTiO3 perbandingan Ni/Sr = 0,000 sebesar 60,46 % penurunan konsentrasi metilen biru.
75 b
70 65 60 55
c
a
50 45 0
50
100 Waktu (menit)
150
200
Gambar 4. Uji aktifitas fotokatalis menggunakan sinar merah perbandingan Ni/Sr, (a) 0,000 (b) 0,005 (c) 0,009
F. KESIMPULAN DAN SARAN Pada Gambar 4. Didapatkan aktifitas fotokatalis paling tinggi menggunakan sinar merah adalah Ni-SrTiO3 perbandingan Ni/Sr = 0,005 sebesar 73,5 % penurunan konsentrasi metilen biru. Perbandingan antara sinar UV dan merah aktifitas palingtinggi adalah sinar merah dengan Ni-SrTiO3 perbandingan Ni/Sr = 0,005 sebesar 73,5 %. Penambahan Ni pada pada proses sintesis ternyata dapat meningkatkan aktifitas fotokatalis dan aktif pada sinar tampat yaitu sinar merah.
Kesimpulan 1. Hasil karakterisasi Ni-SrTiO3 menunjukkan pergeseran pita absorbsi ke arah pita cahaya sinar tampak. 2. Aktifitas fotokatalitik terbaik pada sinar tampak ditunjukkan oleh katalis rasio Cr/Sr=0,005 dengan persentasi penurunan congo red hingga 73,5 %. Sedangkan aktifitas fotokatalitik terbaik pada sinar UV ditunjukkan
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 86
oleh katalis rasio Cr/Sr=0,000 dengan nilai persentasi penurunan congo red hingga 60,46 % Saran Perlu dilakukan sintesis dengan optimasi rasio Ni/Sr supaya dapat menemukan nilai penuruna terbaik.
DAFTAR PUSTAKA [1] Sugiharto (1987), Dasar – dasar Pengelolaan Air Limbah, Cetakan Pertama, UI Press, Jakarta. [2] Celiker, G.. 2001. New Photocatalitic Exterior and Interior Wall Coatings for Clean Surfaces.. Turki: Yasar Paint and Chemicals Group. [3] Cheng, F., D. Changseng, G. Mingyuan, dan D. Xiaming. 2008.Effect of Urea on The Photoactivity of Titania Powder Prepared by sol-gel Method. Material Chemistry and Physics. 107. 77-81. [4] Zhang, T.O., Akio Aoshima, Hisao Hidaka, Jincai Zhao, Nick Serpone. 2002. Photocatalyzed N-demethylation and degradation of methylene blue in titania dispersions exposed to concentrated sunlight Journal of Photochemistry and Photobiology A: Chemistry, Volume 140, Issue 2, 10 May 2001, Pages 163 - 172. [5] Riyani, K., Tien S., dan Dian W. D, 2010, Sintesis Fotokatalisis TiO2-N sebagai Upaya Memanfaatkan Sinar Matahari untuk Fotodegradasi Limbah Cair Industri Tekstil, Laporan penelitian, LPPM, UNSOED. (belum dipublikasikan). [6] T. Ohno, M. Akiyoshi, T. Umebayashi. 2004. Preparation of S-doped TiO2 photocatalysts and their photocatalytic activities. Appl. Catal. A: Gen. Vol. 265, p. 115–123. [7] Thie, Sebastian, 2007, Interface Structure and Electronic Properties of SrTiO3 and YBa2Cu3O7 Crystals and Thin Films, Universiti at Hamburg Hamburg, German. [8] Beale, Gough., 2005. Treatment Options for Primary Varicose Veins-A Review. Eur J Vasc Endovasc Surg 30, 83-95.
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 87
Keanekaragaman Komunitas Avifauna di Kawasan PPLH Seloliman, Mojokerto
Muhammad Evan Nurrahmawan1 and Erlyta Vivi Permatasari2 1,2
Biology Department, Institute Technology of Sepuluh Nopember ITS Highway, Campus ITS Sukolilo, Surabaya, East Java 60111 1
[email protected] [email protected]
2
Abstract. Avifauna are groups of vertebrates which fly and are distributed vertically and horizontally. The distribution and diversity of avifauna in each location depend on the habitat, vegetation structure and environment quality. The diversity of avifauna could serve as an indicator of environment quality because the existence of avifauna is highly influenced by physical, chemical and biological factors. This study aims to analyze the relativity dominance, evenness species and avifauna diversity at PPLH Seloliman, Mojokerto. The study was held on 26 April 2015 at 07.00-12.00 WIB. The method used to observe the diversity of avifauna in this study include line transect and point count. The observation include the species, quantities, habitats and behaviors. The data analysis used in this study is ecological index approach including relativity dominance, evenness species and Shannon-Wiener diversity. Results showed that there are 27 species and 8 families live in PPLH Seloliman, Mojokerto. The most dominant species is Collocalia linchi or cave swiftlet (walet lichi). The index of diversity was in the range of 1,0 < H’ < 3,322, categorized as medium. On the other hand, index of evenness was categorized as even. Keywords: Avifauna, Diversity Evenness, PPLH, Seloliman .
A. PENDAHULUAN Burung merupakan salah satu kelompok vertebrata terbesar yang banyak dikenal dan diperkirakan ada 8600 jenis burung di dunia [1]. Lingkungan yang dianggap sesuai sebagai habitat bagi burung akan menyediakan makanan, tempat berlindung maupun tempat berbiak yang sesuai bagi burung [2]. Burung memiliki persebaran merata secara vertikal maupun horizontal. Persebaran dan keanekaragaman burung pada setiap wilayah berbeda, hal tersebut dipengaruhi oleh luasan habitat, struktur vegetasi, serta kualitas habitat di masing-masing wilayah [3]. Pengetahuan mengenai perubahan komposisi jenis burung dan struktur populasi dari beberapa jenis yang ada dapat pula menjadi prediksi yang baik tentang masa depan dari satu areal rehabilitasi / reklamasi bekas tambang, karena kehadiran banyak jenis burung berkaitan erat dengan kehadiran beberapa jenis tumbuhan yang muncul bukan hanya dari aktivitas penanaman / rehabilitasi tapi juga dari kemunculan banyak jenis tumbuhan secara alami [4].
Keanekaragaman jenis merupakan aspek penting dalam kajian komunitas. Kajian mengenai keanekaragaman jenis dalam komunitas, umumnya dilakukan untuk menunjukan hubungan antara keanekaragaman jenis dengan aspek lainnya dalam komunitas, seperti struktur habitat dan faktor lingkungan [5]. Keanekaragam jenis burung dapat dijadikan sebagai indikator kualitas lingkungan, karena keberadaan suatu komunitas burung dipengaruhi oleh faktor fisik, hayati dan kimia. Faktor fisik dapat berupa suhu, cahaya, kelmbapan dan topografi. Faktor kimia antara lain berupa makanan, air, mineral dan vitamin, baik secara kuantitas maupun kualitas. Faktor hayati dimaksud di antaranya berupa tumbuhan, manusia dan predator [6]. PPLH (Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup) seloliman, terletak di desa seloliman, kecamatan Trawas, kabupaten Mojokerto, provinsi Jawa Timur. PPLH Seloliman didirikan pada tahun 1990 dengan tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang sadar dan peduli akan lingkungan sebagai tempat tinggal yang perlu dijaga kelestariannya. PPLH sendiri merupakan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dibidang lingkungan hidup. dibangun
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 88
di area hutan sekunder lereng penanggungan seluas 3.5 hektar [7].
gunung
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keanekaragaman jenis dan kemelimpahan avifauna di kawasan PPLH Seloliman Mojokerto dengan menggunakan pendekatan indeks ekologis.
B. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di kawasan PPLH Seloliman Mojokerto, Jawa Timur pada tanggal 26 April 2015 pukul 06.00-12.00 WIB. Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah teropong binokuler 17x35, kamera DSLR, Global Positioning System (GPS), buku panduan identifikasi burung dan lembar data pengamatan. Lokasi penelitian berada pada titik koordinat 07°36′27.1″S 112°35′05.9″E dengan lima titik pengamatan.
Gambar. 1. Titik lokasi pengamatan avifauna di kawasan PPLH Seloliman, Mojokerto.
Penelitian ini menggunakan metode gabungan point count (titik hitung) dan line transect (garis transek). Langkah pertama yang dilakukan adalah ditentukan line transect sepanjang 80 m dengan menggunakan metode point count pada jarak antara 0 m, 20 m, 40 m, 60 m, dan 80 m. Kemudian pada masing–masing point count dilakukan pengamatan komunitas avifauna selama 30 menit berupa jenis burung, jumlah burung, habitat dan aktivitas. Selanjutnya data-data tersebut dianalisis menggunakan indeks-indeks ekologi. Struktur komunitas avifauna dapat ditampilkan melalui beberapa indeks-indeks ekologi sebagai berikut: Indeks Dominasi Relatif Di = ((ni)⁄(N))×100%
(1)
Di : dominansi spesies i ni : jumlah individu spesies i N : jumlah total individu keseluruhan spesies Indeks Kemerataan Jenis (Eveness) Pielou
J= N/ln S
(2)
J : indeks kemerataan H : indeks keanekaragaman S : jumlah spesies dalam sampel Indeks Keanekaragaman Jenis ShannonWiener (H’) H’= -∑{(ni/N)x ln(ni/N)}
(3)
H’ : indeks Keanekaragaman Jenis ShannonWiener ni : jumlah individu spesies i N : jumlah total individu semua spesies
C. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian komunitas avifauna di kawasan PPLH Seloliman, Mojokerto menunjukkan terdapat 27 spesies dan 8 famili dengan jumlah spesies terbanyak adalah Collocalia linchi sebesar 193 ekor dan jumlah spesies terkecil adalah Cocomantis merulinus, Cyniris jugularis, Dryocopus javensis, Orthotomus ruficeps dan Zosterops palpebrosus. Analisis dominasi spesies burung digunakan untuk melihat bagaimana komposisi jenis burung yang dominan, sub dominan, dan tidak dominan dalam komunitas burung yang diamati, Nilai dominansi diperoleh terdiri atas dua komponen yaitu kelimpahan dan penyebaran burung tersebut. Tingkat dominansi setiap jenis menggunakan pengkategorian yang dikeluarkan [8], yakni <2% (tidak dominan), 2-5% (subdominan), dan >5% (dominan). Jenis-jenis burung dominan memiliki indeks dominan (Di) berkisar antara 5,08-0,08%. Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan hasil dominasi spesies untuk kategori dominan (5%) sebanyak 4 spesies yakni yakni Collocalia linchi, Cypsiurus balasiensis, Hirundo rustica, dan Pycnonotus aurigaster, kategori sub-dominan (2-5%) sebanyak 4 spesies yakni yakni Aegithina tiphia, Dicaeum trochileum, Halcyon chloris, dan Pericrocotus cinnamomeus, dan kategori tidak dominan (<2%) sebanyak 20 spesies yakni Artamus leucorynchus, Cacomantis merulinus, Centropus bengalensis, Cyniris jugularis, Dicaeum sanguinolentum, Dicaeum trigonostigma, Dryocopus javensis, Lalage nigra, Lonchura Leucogastroides, Lonchura punctulata, Orthotomus ruficeps, Orthotomus sutorius, Pericrocotus miniatus, Pycnonotus goiavier, Rhipidura euryura, Rhipidura javanica,
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 89
Streptopelia bitorquata, Treron vernans, dan Zosterops palpebrosus. Tabel 1. Hasil pengamatan komunitas avifauna di kawasan PPLH Seloliman, Mojokerto. No 1 2
Spesies Aegithina tiphia Artamus leucorynchus
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Cacomantis merulinus Centropus bengalensis Collocalia linchi Cyniris jugularis Cypsiurus balasiensis Dicaeum sanguinolentum Dicaeum trigonostigma Dicaeum trochileum Dryocopus javensis Halcyon chloris Hirundo rustica Lalage nigra Lonchura Leucogastroides Lonchura punctulata Orthotomus ruficeps Orthotomus sutorius Pericrocotus cinnamomeus Pericrocotus miniatus Pycnonotus aurigaster Pycnonotus goiavier Rhipidura euryura Rhipidura javanica Streptopelia bitorquata Treron vernans Zosterops palpebrosus
Nama Indonesia Cipoh Kacat Kekep Babi
Famili Aegithinidae Artamidae
Wiwik Kelabu Bubut Alang - alang Walet lichi Burung-madu Sriganti Walet Palem Asia Cabai Gunung Cabai Bunga Api Cabe Jawa Pelatuk Ayam Cekakak Sungai Layang-layang Api Kapasan Kemiri Bondol Jawa Bondol Peking Cinenen Kelabu Cinenen Pisang Sepah Kecil Sepah Gunung Cucak Kutilang Merbah Cerucuk Kipasan Bukit Kipasan Belang Dederuk Jawa Punai Gading Kacamata Biasa
Cuculidae Cuculidae Apodidae Nectariniidae Apodidae Dicaeidae Dicaeidae Dicaeidae Picidae Alcedinidae Hirundinidae Campephagidae Estrildidae Estrildidae Cisticolidae Cisticolidae Campephagidae Campephagidae Pycnonotidae Pycnonotidae Rhipiduridae Rhipiduridae Columbidae Columbidae Zosteropidae
Tabel 2. Nilai dominasi tiap spesies avifauna di kawasan PPLH Seloliman, Mojokerto. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Spesies Aegithina tiphia Artamus leucorynchus Cacomantis merulinus Centropus bengalensis Collocalia linchi Cyniris jugularis Cypsiurus balasiensis Dicaeum sanguinolentum Dicaeum trigonostigma Dicaeum trochileum Dryocopus javensis Halcyon chloris Hirundo rustica Lalage nigra Lonchura Leucogastroides Lonchura punctulata Orthotomus ruficeps Orthotomus sutorius
Nilai dominasi 2,851323829 0,407331976 0,203665988 0,814663951 39,30753564 0,203665988 11,81262729 0,814663951 0,407331976 3,869653768 0,203665988 2,240325866 11,81262729 1,018329939 0,814663951 0,407331976 0,203665988 1,018329939
19 20 21 22 23 24 25 26 27
Pericrocotus cinnamomeus Pericrocotus miniatus Pycnonotus aurigaster Pycnonotus goiavier Rhipidura euryura Rhipidura javanica Streptopelia bitorquata Treron vernans Zosterops palpebrosus
Jumlah 14 2 1 4 193 1 58 4 2 19 1 11 58 5 4 2 1 5 23 7 54 7 3 5 3 3 1
4,684317719 1,425661914 10,99796334 1,425661914 0,610997963 1,018329939 0,610997963 0,610997963 0,203665988
Indeks keanekaragaman ShannonWiener (H’) menggambarkan keanekaragaman spesies, produktivitas ekosistem, tekanan pada ekosistem, dan kestabilan ekosistem. Semakin tinggi nilai ndeks H’ maka semakin tinggi pula keanekaragaman spesies, produktivitas ekosistem, tekanan pada ekosistem, dan kestabilan ekosistem.
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 90
Tabel 3. Tolak ukur nilai keanekaragaman (H’). No 1
Kategori H’ < 1,0
2
1,0 < H’ < 3,322
3
H’ > 3,322
Tolak ukur -keanekaragaman rendah -miskin (produktivitas sangat rendah) sebagai indikasi adanya tekanan ekologis yang berat) -ekosistem tidak stabil -keanekaragaman sedang -produktivitas cukup -kondisi ekosistem cukup seimbang -tekanan ekologis sedang -keankeragaman tinggi -stabilitas ekosistem baik -Produktivitas tinggi
Hasil pengamatan komunitas avifauna menunjukkan nilai indeks keanekaragaman spesies H’ di kawasan PPLH Seloliman, Mojokerto sebesar 2,172887449. Berdasarkan tolok ukur nilai keanekaragaman spesies, dapat diambil kesimpulan bahwa kawasan PPLH Seloliman, Mojokerto termasuk ke dalam kategori 1,0 < H’ < 3,322 dan memiliki ciri-ciri keanekaragaman sedang, produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang, tekanan pada ekosistem dan kestabilan ekosistem. Ada 6 faktor yang saling berkaitan dalam menentukan naik turunnya keanekaragaman jenis dalam 1 komunitas yaitu: waktu, heteroginitas ruang, persaingan, pemangsaan, kestabilan lingkungan dan produktivitas [9]. Keanekaragaman jenis tidak hanya berarti kekayaan atau banyaknya jenis, akan tetapi juga kemerataan dari kelimpahan setiap individu.
Tabel 4. Nilai keanekaragaman tiap spesies avifauna di kawasan PPLH Seloliman, Mojokerto. No
Spesies
1 2 3 4 5 6 7 8
Aegithina tiphia Artamus leucorynchus Cacomantis merulinus Centropus bengalensis Collocalia linchi Cyniris jugularis Cypsiurus balasiensis Dicaeum sanguinolentum Dicaeum trigonostigma Dicaeum trochileum Dryocopus javensis Halcyon chloris Hirundo rustica Lalage nigra
9 10 11 12 13 14
Nilai keanekaragaman 0,101432617 0,022416688 0,012620049 0,039186556 0,367035662 0,012620049 0,252317851 0,039186556 0,022416688 0,12584134 0,012620049 0,085099873 0,252317851 0,046710858
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Lonchura Leucogastroides Lonchura punctulata Orthotomus ruficeps Orthotomus sutorius Pericrocotus cinnamomeus Pericrocotus miniatus Pycnonotus aurigaster Pycnonotus goiavier Rhipidura euryura Rhipidura javanica Streptopelia bitorquata Treron vernans Zosterops palpebrosus Total
0,039186556 0,022416688 0,012620049 0,046710858 0,143384619 0,060598244 0,24277565 0,060598244 0,031147649 0,046710858 0,031147649 0,031147649 0,012620049
2,172887449
Indeks kemerataan jenis menunjukkan pola sebaran komunitas avifauna yaitu merata atau tidak merata. Jika nilai kemerataan relatif tinggi maka keberadaan setiap jenis spesies dalam kondisi merata. Nilai indeks kemerataan jenis (J) berkisar antara 0-1.00. Semakin tingggi nilai J (mendekati 1.00) maka penyebaran populasi adalah merata dalam komunitas dan sebaliknya bila nilai J rendah (mendekati 0.00) maka penyebaran populasi tidak merata dan cenderung terjadi dominansi oleh salah satu atau beberapa spesies tertentu [10]. Namun demikian perlu diperhatikan juga bahwa kadang kekayaan jenis yang tinggi tidak selalu diikuti dengan kemerataan jenis yang tinggi pula, hal inilah yang menyebabkan tidak semua lokasi yang memiliki kekayaan jenis yang tinggi keanekaragaman jenisnya juga tinggi. Aktivitas manusia (pengolahan lahan pertanian) akan berdampak pada penurunan keanekaragaman jenis tumbuhan asli yang juga akan berdampak pada perubahan jenis burung yang ada. [11] mengemukakan bahwa ketidakhadiran suatu jenis burung di satu tempat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu ketidakcocokan habitat, perilaku (seleksi habitat), kehadiran jenis hewan lain (predator, parasit dan pesaing) dan faktor kimiafisika lingkungan yang berada di luar kisaran toleransi jenis burung yang bersangkutan. Hasil pengamatan komunitas burung (avifauna) menunjukkan nilai indeks kemerataan jenis (J) di kawasan PPLH Seloliman, Mojokerto sebesar 0,652087062. Berdasarkan tolok ukur nilai kemerataan jenis menunjukkan bahwa penyebaran populasi avifauna di kawasan PPLH Seloliman, Mojokerto adalah merata karena nilai J masing-masing area mendekati 1.00. Kemerataan ini didukung ketersediaan sumber daya yang menyokong hidup avifauna
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 91
bersangkutan. Keberadaan tumbuhan sangat terkait dengan ketersediaan pakan, tempat bersarang, perlindungan dari pemangsa dan juga faktor mikroklimat, dengan demikian tumbuhan dapat mempengaruhi ada dan tidaknya suatu jenis burung di suatu lokasi. Hal ini sesuai dengan pendapat [12] bahwa perubahan komposisi komponen habitat berupa jenis-jenis tumbuhan yang berimplikasi langsung terhadap perubahan ketersediaan sumberdaya, akan merubah pula komposisi burung-burung yang memanfaatkanya yang sekaligus akan merubah jenis burung yang mendiami habitat tersebut. Pada lahan yang banyak berhubungan dengan aktivitas manusia kekayaan jenis burungnya lebih rendah dibandingkan yang cenderung lebih alami. Keanekaragaman jenis burung cenderung rendah dalam ekosistem yang terkendali secara fisik dan cenderung tinggi dalam ekosistem yang diatur secara biologi [13].
D. KESIMPULAN Pengamatan avifauna di kawasan PPLH Seloliman, Mojokerto menunjukkan bahwa terdapat 27 spesies dan 8 famili dengan spesies dominan adalah Collocalia linchi. Indeks keanekaragaman menunjukkan kategori sedang dan indeks kemerataaan menunjukkan kategori merata.
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT atas segala petunjuk, karunia, hidayah, dan rahmat-Nya sehingga saat ini kami berada d jalan yang mulia dengan cahaya Islam dan dapat menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih atas segala bimbingan, bantuan, dan dukungan dari semua pihak sehingga penelitian ini dapat kami selesaikan. Terima kasih kepada Bapak Farid K. Muzaki selaku dosen Ekologi jurusan Biologi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember yang telah memberikan masukan serta teladannya, juga kepada laboratorium Ekologi yang telah memfasilitasi kegiatan yang telah dilaksanakan mulai dari berangkat hingga selesai lengkap dengan peralatan yang disediakan, terima kasih kepada Cholis Muchlisin dan Muhammad Ali selaku asisten praktikum yang telah memberikan pemikiran, tenaga, waktu, dan bantuannya dalam menyelesaikan penelitian ini, serta kepada mbak Nur Sabhrina yang telah memberikan masukan mengenai struktural ilmiah pada tulisan ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa jurusan Biologi atas bantuan, dukungan, dan do’anya.
DAFTAR PUSTAKA [1] J. MacKinnon, K. Phillips, dan B.V. Balen. “Panduan Lapangan Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan.” Jakarta: Puslitbang Biologi-LIPI, 1998. [2] T. Whitten, and R. E. Soeriatmadja, S, A. Afif. “The Ecology of Java and Bali.” Vol II. Singapore : Peripuls Edition (Hk) Ltd, 1996. [3] Bibby. “Expedition Field Techniques Bird Surveys.” London: SW7 2AR, 1998. [4] C. Boer. “Restorasi Ekologi Lahan Bekas Tambang Batubara Areal PT. Kaltim Prima Coal. Biodiversity and Monitoring Report.” Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, 2004. [5] M. Rahayuningsih, A. Mardiastuti, L.B. Prasetyo dan Y.A. Mulyani. “Bird Community in Burung Island, Karimunjawa National Park, Central Java. Biodiversitas 8 , 2007. [6] P.R. Krausman et. Al.. “Cumulative Effect In Wildlife Management: impact mitigation.” U.S: CRC Press, 2011. [7] (2015) PPLH website. [Online]. Available: http:// pplhselo.or.id/ [8] Helvoort, B Van. “Bird Population in the Rural Ecosystem of West Java.” Natural Conservation Department Agriculture University. Wageningen, the Netherland, 1981. [9] J. C. Krebs. "Ecological Methodology." New York: Harper and Row Publisher, 1978. [10] M. Ferianita dan Fachrul. “Metode Sampling Bioekologi.” Jakarta: Bumi Aksara, 2007. [11] Krebs, JR. & NB Davies. “Behavioural ecology: an Evolutionary Approach. 3rd ed.” London: Blackwell Scientific Publication, 1978. [12] Partasasmita, R. 2003. Ekologi Burung Pemakan Buah dan Biji sebagai Penyebar Biji (Paper Falsafah [13] Odum, EP. “Fundamentals of Ecology 3rd”. Philadelphia: W.B Saunders & Co. (XIV + 574), 1971.
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 92
JURNAL UIAC Vol. 1 No. 1 2015 | 61