2
mahasiswa yang melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi baik di dalam negeri maupun di luar negeri mengalami peningkatan. Memasuki dunia perkuliahan merupakan pengalaman awal yang dialami oleh tiap mahasiswa baru (Santrock, 2002).
Mahasiswa akan mengalami
berbagai macam perubahan di awal tahun perkuliahan. Mahasiswa memiliki penyesuaian dalam aktivitas belajar yang berbeda sewaktu berada di tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Umum (SMU). Hal paling nyata yang membedakan saat berada di bangku sekolah dengan berada di perguruan tinggi adalah pemberian kebebasan, karena di perguruan tinggi merupakan saat pertama mahasiswa mendapatkan kebebasan untuk mengatur diri dan membagi waktu. Schunk, Pintrich, & Meece (2010) menjelaskan bahwa mahasiswa menghadapi banyak penyesuaian di awal perkuliahan seperti perubahan tenaga pengajar, materi perkuliahan, aturan-aturan dan prosedur, jadwal kuliah, teman baru, dan jika mahasiswa berhasil dalam proses ini akan memprediksi keberhasilan belajar. Papalia, Olds, & Feldmen (2007) menjelaskan hal senada bahwa mahasiswa yang memiliki kemampuan beradaptasi akan mengalami kelancaran proses belajar, sebaliknya mahasiswa yang mengalami kesulitan selama masa transisi di awal perkuliahan akan berdampak pada prestasi akademik. Soekirno & Fatchiatati (2012) menjelaskan bahwa minat terhadap bidang pekerjaan profesi klasik masih menjadi minat utama bagi mahasiswa. Pekerjaan profesi klasik yang dimaksud seperti dokter, insinyur, pengacara, dan pegawai bank. Minat terhadap bidang pekerjaan profesi klasik dapat diketahui melalui persentase sebagai berikut: bidang profesi (teknik, kesehatan, pendidikan, hukum) 34,8%, prestasi (olahraga, seni, hiburan) 18,6%, jurnalistik (penyiaran)
2
3
14,3%, perekonomian (bisnis, keuangan, perbankan) 12,9%, Pegawai Negeri Sipil (birokrasi/TNI) 12,1%, berhubungan dengan alam (pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, kelautan) 7,2%.
Lebih lanjut Soekirno & Fatchiatati
(dalam Media Indonesia, 2012) menjelaskan bahwa minat pada bidang pekerjaan yang menjadi pilihan pertama adalah Tentara Nasional Indonesia (TNI), bidang kelautan, bidang hukum, pertanian, peternakan dan kehutanan, olahraga, jurnalistik, birokrasi, broadcast, pendidikan, teknik, kesehatan, seni dan hiburan,
bisnis,
keuangan
dan
perbankan.
Namun
demikian,
adanya
perkembangan dan kemajuan teknologi dapat mempengaruhi pada profesi pekerjaan yang diminati mahasiswa saat ini. Minat mahasiswa terhadap penggunaan perangkat mobile dan internet secara lebih bebas membawa pengaruh cukup kuat sehingga dapat mempengaruhi pilihan dalam pekerjaan. Chen & Fu (2009) menjelaskan bahwa mahasiswa lebih memilih mendapatkan fleksibilitas dan dapat bekerja secara mobile dibandingkan dengan pekerjaan yang menawarkan sedikit fleksibilitas. Beberapa jenis bidang pekerjaan yang diminati mahasiswa, contohnya sebagai host, pembaca berita, reporter tv. Bidang pekerjaan yang juga mulai diminati adalah di bidang IT seperti IT programmer yang bekerja sebagai karyawan di perusahaan, muncul pula self employeed profession di bidang IT sebagai game designer atau web designer. Self employeed juga semakin bertambah dengan adanya toko-toko online. Berdasarkan bidang pekerjaan yang diminati oleh mahasiswa, maka dapat disimpulkan bahwa bidang pekerjaan tertentu membutuhkan pencapaian prestasi yang cemerlang di bidangnya masing-masing dan hal ini tidak terlepas dari nilai akademik mahasiswa.
3
4
Adanya perbedaan antara jenis-jenis pekerjaan yang menuntut batasan IPK dengan jenis-jenis pekerjaan yang tidak terlalu menuntut batasan IPK untuk melamar pekerjaan menjadi sebuah pertanyaan: apakah IPK masih menjadi hal penting untuk kesuksesan mahasiswa? Terlepas dari perbedaan apakah IPK masih menjadi faktor penting sebagai standar ataupun tidak dalam menentukan kesuksesan mahasiswa yang melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, sampai saat ini nilai prestasi akademik berupa IPK masih menjadi evaluasi keberhasilan mahasiswa yang berada di perguruan tinggi. Robbins, Lauver, Le, Davis, & Langley (2004) menyatakan bahwa kesuksesan akademik mahasiswa ditunjukkan melalui nilai rata-rata yang diperoleh atau disebut dengan IPK dan skor hasil tes. Pentingnya IPK sebagai penilaian keberhasilan mahasiswa secara akademik berpengaruh saat mahasiswa melamar pekerjaan di dunia kerja, beberapa perusahaan baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta masih menentukan batasan IPK minimal sebagai salah satu syarat untuk melamar pekerjaan bagi lulusan perguruan tinggi. Soenarno et al. (2010) menjelaskan bahwa penentuan standar IPK di dunia kerja pada masing-masing perusahaan memiliki kriteria yang berbeda, tetapi secara umum standar IPK yang melamar pekerjaan adalah 2,75. Berdasarkan syarat penerimaan calon pegawai negeri sipil tahun 2009 yang dikeluarkan Badan Standarisasi Nasional menjelaskan bahwa fenomena lowongan kerja di perusahaan swasta masih memandang IPK sebagai pertimbangan awal untuk seleksi administratif dalam penerimaan calon karyawan, walaupun ada pertimbangan lain dalam perekrutan karyawan seperti pengalaman kerja, usia, dan keterampilan yang dimiliki.
4
5
Menurut Fortier, Vallerand, & Guay (1995) mahasiswa yang memiliki prestasi
akademik
tinggi
dapat
memperoleh
beberapa
manfaat
akan
pencapaiannya tersebut seperti sedikit tingkat ketidakhadiran di kelas dan penyesuaian diri yang baik. Mahasiswa yang memiliki prestasi akademik tinggi tidak berhubungan dengan perilaku negatif seperti kenakalan, keikutsertaan dalam keanggotaan geng, perilaku seks bebas, penggunaan obat-obat terlarang, sehingga mahasiswa lebih cepat dalam menyelesaikan perkuliahan. Selanjutnya Sorrentino & Yamaguchi (2008) menjelaskan bahwa mahasiswa yang memiliki tingkat pendidikan dan prestasi akademik tinggi, memiliki kesempatan lebih mudah dalam mendapatkan pekerjaan. Atkinson (2004) memaparkan bahwa mahasiswa dengan prestasi akademik tinggi berorientasi ke masa depan, dapat memanfaatkan waktu dengan baik, serta tangguh dalam menyelesaikan tugas. Masalah
prestasi
akademik
rendah
pada
mahasiswa
tentunya
memberikan konsekuensi negatif bagi mahasiswa seperti tingkat ketidakhadiran yang lebih banyak di perkuliahan dan suka melakukan perilaku negatif (Fortier, Vallerand, & Guay, 1995). Prestasi akademik rendah dapat menimbulkan kenakalan pada mahasiswa maupun mahasiswi dengan bentuk yang berbeda. Mahasiswa menunjukkan perilaku kenakalan seperti melakukan kegiatan buruk, merusak fasilitas umum dan mencoba minum-minuman keras bersama temanteman
sekelompoknya.
Mahasiswi
menunjukkan
kenakalannya
seperti
mengajak teman lainnya untuk membolos kuliah (Baba, 2001; Choi, 2006; McNulty & Bellair, 2003). Putra (2008) menyatakan bahwa prestasi akademik rendah dapat menyebabkan bursa kerja tidak terisi dengan maksimal karena persyaratan akademik yang tidak dapat dipenuhi saat mendaftar secara administratif sehingga dapat berakibat sulit dalam mendapatkan pekerjaan
5
6
terutama untuk jenis pekerjaan klasik. Atkinson (2004) menjelaskan bahwa remaja dengan prestasi akademik rendah merasa gagal, pesimis terhadap masa depan dan memiliki penilaian negatif terhadap diri. Selanjutnya Amayadori (2009) menjelaskan dampak negatif dari prestasi akademik rendah adalah menarik diri, kurang bersemangat, tergantung pada orang lain, dan memiliki masalah dalam hal perhatian. Di Indonesia, beberapa Perguruan Tinggi masih memiliki masalah dengan prestasi akademik rendah pada mahasiswa. Sumargi, Christanti, & Simanjuntak (2004), menjelaskan bahwa persentase mahasiswa yang terancam tidak dapat melanjutkan kuliah di Fakultas Psikologi Unika Widya Mandala Surabaya sebesar 9,5 % dari total jumlah mahasiswa, data ini merupakan data pada semester genap tahun 2003/2004. Data selanjutnya menunjukkan bahwa di Institut Teknologi Bandung (ITB) (dalam Putra, 2008), terdapat ratusan mahasiswa gagal melanjutkan kuliah per tahunnya disebabkan persoalan akademik. Berdasarkan data Keluarga Mahasiswa ITB, tahun 2007 ada 174 mahasiswa yang rata-rata bermasalah dengan bidang prestasi akademik, sisanya masalah kasuistik. Berdasarkan pandangan para ahli mengenai dampak positif mahasiswa yang memiliki prestasi akademik tinggi (Atkinson, 2004; Fortier et al., 1995; Sorrentino & Yamaguchi, 2008) dan dampak negatif pada mahasiswa yang memiliki prestasi akademik rendah (Baba, 2001; Choi, 2006; Fortier et al., 1995; McNulty & Bellair, 2003), maka perlu kiranya untuk memahami faktor-faktor apa saja yang berperan dalam peningkatan prestasi akademik sehingga konsekuensi negatif dari prestasi akademik rendah dapat diminimalkan.
6
7
Pascarella & Terenzini (1991) menyatakan bahwa banyak penelitian yang meneliti mengenai proses perubahan selama belajar di tingkat perguruan tinggi. Berkaitan dengan faktor-faktor yang menentukan kesuksesan akademik, beberapa penelitian sebelumnya melihat kesuksesan akademik dari sudut pandang pendidikan. Peneliti-peneliti berikutnya mulai mempertimbangkan kesuksesan akademik dari sudut pandang pendidikan dan psikologi. Robbins et al. (2004) menyatakan bahwa dalam literatur pendidikan kesuksesan akademik mengarah pada faktor kognitif, psikologis dan sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesuksesan akademik dipengaruhi oleh beberapa faktor psikososial. Faktor psikologis atau faktor dalam diri yang mempengaruhi prestasi akademik adalah efikasi diri akademik (Baird, Scott, Dearing, & Hamill, 2009; Hsieh, Sullivan, & Guerra, 2007; Lee & Klien, 2002; Mclaughlin, Moutray, & Muldoon, 2007), motivasi (Brousser, 2002; Pintrich & Schunck, 1996; Vansteenkiste, Lens & Deci, 2006), orientasi tujuan belajar (Griffin, 2006; Harackiewicz, Barron, & Tauer, 2000; Lynch, 2006), gaya belajar (Murphy, Gray, Straja, & Bogert, 2004; Zapalska & Brozik, 2007), minat (Chambers & Schreiber, 2004; Djafri, 2008; Eccles, Barber, Stone, & Hunt, 2003; Krapp & Prenzel, 2011). Faktor sosial yang mempengaruhi prestasi akademik seperti adanya dukungan sosial dari orang tua, teman sebaya, pengajar, masyarakat (Codjoe, 2007; Deplenty, Kern, & Duchane, 2007; Gonzalez & Wolters, 2006; Griffin, 2006; Halawah, 2006; Hsieh et al., 2007; Laursen, Noack, Wilder, & Williams, 2000), ekstrakurikuler (Chambers & Schreiber, 2004; Djafri, 2008; Eccles, Barber, Stone, & Hunt, 2003; Krapp & Prenzel, 2011), cara mengajar (Brown, 2003; Dras, 2008; Glover & Law, 2005; Okanlawon, 2006).
7
8
Studi pendahuluan tentang faktor psikososial yang berkaitan dengan prestasi akademik dilakukan melalui focus group discussion (kelompok diskusi terarah) pada 15 mahasiswa, diperoleh hasil bahwa ada beberapa faktor psikososial yang berhubungan dengan prestasi akademik mahasiswa, yaitu cara belajar, efikasi diri akademik, motivasi, minat pada ekstrakurikuler, dukungan orang tua, dukungan teman, dan musik. Penelitian lebih lanjut dilakukan bulan Maret
tahun 2011 pada salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta,
melibatkan 80 mahasiswa. Hasil studi pendahuluan kedua menunjukkan bahwa ada faktor psikososial yang berperan dalam kesuksesan akademik mahasiswa. Faktor sosial yang berperan adalah dukungan orang tua dan faktor dalam diri yang berperan adalah minat pada ekstrakurikuler, efikasi diri akademik, dan motivasi belajar. Berdasarkan studi pendahuluan kedua, diketahui bahwa: 1)
Dukungan orang tua selama ini dinilai belum cukup bagi mahasiswa. Orang tua lebih mengutamakan memberikan dukungan berupa materi, padahal mahasiswa masih membutuhkan dukungan emosional.
2)
Minat mahasiswa pada ekstrakurikuler masih rendah, mahasiswa merasa bahwa mengikuti ekstrakurikuler hanya akan menambah kesulitan dalam pengaturan waktu. Adanya perasaan khawatir dari orang tua bahwa ekstrakurikuler dapat mengganggu jadwal kuliah juga menyebabkan mahasiswa tidak memiliki keinginan untuk berpartisipasi dalam mengikuti ekstrakurikuler.
3) Efikasi diri akademik yang dimiliki mahasiswa masih dirasa kurang mencukupi untuk keberhasilan selama proses belajar di dalam perkuliahan. Hal ini menyebabkan mahasiswa takut bertanya mengenai materi yang belum
8
9
dimengerti pada dosen, karena dianggap memiliki kemampuan akademik rendah oleh mahasiswa lainnya. 4) Motivasi belajar kurang ditunjukkan dalam bentuk perilaku pengumpulan tugas yang tidak tepat waktu, ketidaksiapan mengerjakan latihan-latihan yang diberikan di kelas maupun di rumah, jarang melakukan penelusuran materi perkuliahan secara individual dan lebih mengandalkan materi dari dosen. Berdasarkan
faktor-faktor
yang
berhubungan
dengan
kesuksesan
akademik, maka tujuan utama dari penelitian ini adalah meneliti kesuksesan akademik dengan mempertimbangkan faktor psikososial yang mempengaruhi prestasi akademik. Psikososial di sini mencangkup faktor psikologis dan sosial. Psiko disini berarti lebih ke dalam diri dan dalam penelitian ini yang dianggap berkaitan dengan psikologis adalah minat pada ekstrakurikuler, efikasi diri akademik dan motivasi belajar. Sementara yang mencakup faktor sosial adalah dukungan orang tua. Menurut Bandura (1997), perilaku individu merupakan hasil interaksi faktor dalam diri dan lingkungan, sehingga untuk mendapatkan pemahaman mengenai faktor-faktor yang berperan pada pencapaian prestasi akademik
mahasiswa maka perlu kiranya untuk memperhatikan faktor
psikososial, yaitu diri individu, lingkungan atau sosial. Sejumlah penelitian telah menggambarkan pentingnya kualitas hubungan antara orang tua dan anak dalam menunjang pendidikan anak di sekolah dasar maupun menengah (Bean, Bush, McKenry & Wilson, 2003; Cutrona, Cole, Colangelo, Assouline, & Russell, 1994; Jeynes, 2005), namun hanya sedikit penelitian yang membahas kualitas hubungan antara orang tua dan anak yang berada di jenjang perguruan tinggi. Hal ini karena adanya pandangan yang menganggap bahwa individu yang telah dewasa seperti mahasiswa, dianggap
9
10
tidak membutuhkan bimbingan dan dukungan dari orang tua, sehingga peran orang tua terhadap mahasiswa menjadi tidak penting lagi. Pandangan pentingnya dukungan orang tua pada mahasiswa didukung oleh pendapat Boyd & Bee (2009) yang menerangkan bahwa kedekatan orang tua dengan anak di awal kehidupan memiliki hubungan yang lekat tetapi memasuki remaja awal mulai mengalami penurunan. Namun demikian, di tahap selanjutnya hubungan orang tua dengan remaja mengalami kedekatan kembali, bahkan orang tua memberikan dukungan yang tidak hentinya sampai dewasa. Dukungan orang tua berupa arahan, keuangan, kesamaan tujuan antara orang tua dan remaja yang sudah memasuki dunia perguruan tinggi dapat membantu kesuksesan akademik mahasiswa. Deplenty, Kern, & Duchane (2007) menemukan bahwa mahasiswa yang kurang cukup dukungan dari orang tua memiliki nilai IPK yang lebih rendah daripada mahasiswa yang mempersepsikan cukupnya dukungan dari orang tua. Kim, Sherman, & Taylor (2008) menjelaskan bahwa individu yang berasal dari Asia kurang dalam pencarian dukungan sosial. Rendahnya pencarian dukungan sosial pada individu yang berasal dari Asia karena lingkungan sudah memberikan dukungan sosial, sebaliknya individu yang berasal dari Eropa lebih banyak mencari dukungan sosial karena dalam lingkungannya kurang tersedia dukungan sosial. Dukungan orang tua dibutuhkan peserta didik sejak awal anak masuk dunia pendidikan sampai akhir yaitu di perguruan tinggi, hal ini menunjukkan bahwa dukungan orang tua diperlukan individu sampai lulus pendidikan di perguruan tinggi (Deplenty et al., 2007; Somers, Owens, & Piliawsky, 2008). Gonzalez & Wolters (2006) mengungkapkan bahwa dukungan orang tua berupa keterlibatan dalam membantu mahasiswa seperti menunjukkan ketertarikan
10
11
mengenai apa saja yang terjadi di perkuliahan, merupakan hal penting untuk motivasi belajar dan kesuksesan di perkuliahan. Mahasiswa merasa bahwa saat mereka menceritakan permasalahan seputar perkuliahan dan mendapatkan respon dari orang tua, dapat memperkuat kondisi emosional dalam menghadapi masalah seputar perkuliahan. Bandura (1997) menjelaskan bahwa dukungan orang tua berupa penghargaan secara verbal akan kemampuan yang dimiliki individu dalam melakukan tugas-tugas kuliah, dapat meningkatkan pembentukan efikasi diri akademik, karena salah satu sumber dari pembentukan efikasi diri akademik adalah verbal persuation.
Bandura (1997)
menjelaskan
bahwa
individu dapat diyakini secara verbal oleh lingkungan seperti dari orangn tua, sehingga individu akan mengeluarkan usaha yang lebih besar dibandingkan jika dirinya memiliki keraguan akan kemampuan yang dimilikinya. Individu yang diarahkan
dengan
saran,
nasihat
dan
bimbingan
dapat
meningkatkan
kapasitasnya tentang kemampuan-kemampuan yang dimilikinya sehingga individu dapat mencapai tujuan yang diinginkannya. Hsieh, Sullivan, & Guerra (2007) menyatakan bahwa dukungan orang tua berupa pemberian keyakinan pada mahasiswa mengenai kemampuan yang dimiliki mampu meningkatkan efikasi diri akademik. Baird, Scott, Dearing, & Hamill (2009) serta Davis, Fedor, Parsons, & Herold (2000) menjelaskan bahwa efikasi diri akademik tinggi yang dimiliki mahasiswa dapat menyebabkan mahasiswa memiliki kemampuan dalam mengatasi tugas-tugas yang relatif sulit karena efikasi diri akademik berhubungan dengan suksesnya penyelesaian tugas yang sifatnya kompleks. Keterangan tersebut didukung oleh Bauer & Taylor (2002) yang menjelaskan bahwa individu dengan efikasi diri akademik tinggi akan berusaha keras dan memiliki kesempatan sukses lebih tinggi. Keyakinan
11
12
bahwa individu dapat melakukan tugasnya merupakan hal yang berarti bagi individu. Jaccard, Litardo, & Wan (1999) menerangkan bahwa jika individu merasa tidak yakin akan kemampuan yang dimiliki, maka motivasi belajar yang dimilikinya pun berkurang dan kemungkinan berhasil dalam pelaksanaan tugas akan menurun. Penjelasan dari Jaccard et al. (1999) menunjukkan bahwa efikasi diri akademik dapat berpengaruh terhadap motivasi belajar mahasiswa. Efikasi diri akademik memberikan peran penting dalam perilaku, berdasarkan Teori Belajar Sosial dari Bandura (1997) bahwa ada hubungan antara lingkungan, perilaku dan faktor individu. Individu memiliki kemampuan kognitif dan sistem pengaturan diri. Pada batas tertentu, individu tidak hanya dibentuk oleh lingkungan namun juga individu membentuk dan mempengaruhi lingkungan sehingga faktor lingkungan, individu dan perilaku saling berinteraksi dan menentukan. Efikasi diri akademik merupakan salah satu faktor kognitif yang mengantarai interaksi antara individu dengan lingkungan. Bandura (1997) menjelaskan bahwa individu yang memiliki efikasi diri akademik yakin dirinya mampu berperilaku tertentu untuk mencapai hasil yang diinginkan atau target yang ditetapkan pada situasi tertentu, maka peristiwa yang terjadi di sekitar individu akan berpengaruh pada pikirannya. Individu yang memiliki pikiran negatif, konsekuensinya adalah gangguan emosional dan perilaku. Sebaliknya, individu yang memiliki pikiran positif maka hasil positiflah yang didapatkan. Individu yang mempunyai efikasi diri akademik tinggi, lebih giat dan tekun dalam berusaha. Begitu pula dalam menghadapi kesulitan, individu yang mempunyai keraguan terhadap kemampuannya atau memiliki efikasi diri akademik rendah lebih mudah menyerah.
12
13
Orang tua dapat memberi peran dalam tumbuhnya minat pada diri individu. Minat merupakan hal penting untuk perkembangan psikologis baik karena adanya dorongan dari internal maupun eksternal yang pengenalannya dapat dilakukan oleh orang tua. Individu yang mendapat dukungan atas aktivitas yang dilakukan akan merasa senang bahwa apa yang dilakukannya adalah suatu perbuatan yang benar, sehingga tidak ada rasa bersalah dan terpaksa saat menjalani aktivitas tersebut. Aktivitas yang ditekuninya merupakan rangsang untuk relaksasi (Sroufe, 1996). Minat mahasiswa pada ekstrakurikuler dapat memberi hal positif pada mahasiswa, seperti meningkatkan efikasi diri akademik. Pengalaman
yang
diterima
saat
mengikuti
ekstrakurikuler
menambah
pengetahuan mahasiswa dalam belajar di perkuliahan. Perasaan senang terhadap ekstrakurikuler yang diikuti dan pengalaman yang diterima mahasiswa, seperti keberhasilan dalam melakukan tugas saat mengikuti ekstrakurikuler dapat sebagai sumber pembentukan efikasi diri sehingga mahasiswa juga memiliki keyakinan bahwa mereka dapat berhasil dalam menyelesaikan tugastugas yang berkaitan dengan akademik. Chambers & Schreiber (2004) menemukan bahwa mahasiswa yang memiliki ketertarikan pada ekstrakurikuler dan berpartisipasi dalam ekstrakurikuler berhubungan dengan persepsi remaja terhadap efikasi diri akademik yang dimiliki dalam melakukan suatu tugas. Pengalaman yang didapatkan selama mengikuti ekstrakurikuler menambah keyakinan remaja akan kemampuan yang dimiliki pada pengerjaan tugas akademik. Bandura (1997) menjelaskan bahwa sumber kedua dari pembentukan efikasi diri akademik adalah vicarious experience yaitu pengalaman yang didapat ketika individu melihat orang lain berhasil menyelesaikan suatu tugas dengan baik. Pengamatan ini menumbuhkan keyakinan bahwa suatu saat dirinya mampu
13
14
dan berhasil jika berusaha secara intensif serta tekun. Demikian pula pada mahasiswa, pengamatan terhadap keberhasilan temannya dapat menimbulkan sugesti pada dirinya, bahwa jika temannya dapat melakukan dengan baik maka dirinya juga mampu. Mahasiswa yang memiliki minat pada ekstrakurikuler serta turut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut dapat merasakan rasa senang dan perasaan yang dialami ini berhubungan dengan motivasi belajarnya ditandai dengan kerajinan hadir di perkuliahan dan memberikan keterampilan dalam hubungan sosial (Lee & Klien, 2002; Marsh & Kleitman, 2002). Seguin & Case (2010) menyatakan bahwa motivasi dapat meningkat jika mahasiswa diberikan kegiatan yang sesuai dengan bakat dan minatnya, dimana kegiatan yang sesuai dengan bakat dan minat berkaitan dengan emosi
rasa senang sehingga
menjauhkan dari rasa bosan. Eccles, Barber, Stone, & Hunt (2003) menjelaskan bahwa remaja yang memiliki ketertarikan pada ekstrakurikuler dan mengikutinya, merasa tidak mudah jenuh dalam menghadapi aktivitas maupun tugas-tugas yang diberikan. Remaja tertarik untuk segera menyelesaikan tugas-tugas dengan cara mencari sumber-sumber informasi yang berhubungan dengan tugas yang sedang dikerjakan. Dukungan orang tua memiliki peran terhadap motivasi belajar mahasiswa ditandai mahasiswa lebih terdorong dalam penguasaan materi dan berprestasi (Alfaro, Taylor, & Bamaca, 2006; Kuenning & Duryea, 2006). Cobb (2001) menjelaskan bahwa, 87 % mahasiswa merasa nyaman, aman dan lebih terdorong minat belajarnya ketika mengetahui bahwa apa yang dikerjakannya mendapatkan dukungan dari orang-orang di sekitarnya (orang tua, teman dan pengajar). Adanya suatu penghargaan akan hasil belajar mahasiswa membuat
14
15
mereka memiliki motivasi belajar dan dapat meningkatkan prestasi akademiknya. Alfaro, Taylor, & Bamaca (2006) menjelaskan bahwa dukungan akademik yang diberikan orang tua pada mahasiswa, berhubungan dengan motivasi, dukungan yang diberikan orang tua menyebabkan mahasiswa berusaha dengan sungguhsungguh untuk mencapai tujuan. Dilorio, Kelley, & Eaton (1999) mengemukakan bahwa keberhasilan mahasiswa dalam pendidikan sebagian besar tergantung pada pendidikan dan pengajaran yang diberikan orang tua. Semakin tinggi kualitas orang tua dalam memberikan pengajaran dan dukungan, maka prestasi akademik mahasiswa semakin baik. Dukungan orang tua memainkan peranan penting dalam prestasi akademik mahasiswa. Mahasiswa akan memiliki perasaan positif dalam mengikuti proses belajar, jika adanya hubungan baik antara lingkungan rumah dan lingkungan pendidikan. Keterlibatan orang tua untuk menyediakan waktu berdiskusi, bermanfaat dalam pembuatan rencana belajar yang berhubungan dengan prestasi akademik, sebaliknya orang tua yang kurang dalam pemberian dukungan dapat berhubungan dengan pencapaian prestasi yang rendah (Deplenty et al., 2007). Pendidikan saat ini tidak lepas dari penggunaan internet sebagai media yang dapat membantu proses belajar. Pertumbuhan internet secara dramatis telah mengubah cara individu dalam menggunakan media, dan kaum muda berada di garis depan perubahan-perubahan ini. Generasi digital berjumlah sekitar 60 juta individu yang lahir setelah tahun 1979, mewakili generasi terbesar kaum muda dalam sejarah Amerika Serikat (Montgomery, Robles & Larson, 2004). Buckingham & Willet (2006) mendefinisikan generasi digital sebagai generasi yang terlibat dalam penggunaan teknologi. Harwood & Asal (2007)
15
16
menjelaskan hasil dari Pew Internet American Life Project menunjukkkan 94 % individu yang berusia 12–17, menggunakan internet untuk kepentingan di sekolah, dan 78 % untuk membantu tugas-tugas sekolah. Di Indonesia, pengguna internet di kota-kota besar telah mencapai 55 juta pada tahun 2011 dan mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun 2010 yaitu 42 juta orang. Angka pertumbuhan pengguna internet di Indonesia ternyata didominasi oleh anak muda dari kelompok umur 15 – 30 tahun yaitu sekitar 50 % – 80 % (Wahyudi, 2011). Sementara pada tahun 2012, jumlah pengguna internet mengalami kenaikan menjadi 61,08 juta orang. Berdasarkan jumlah pengguna internet tersebut, 58 juta orang atau 95 % merupakan kelompok umur 15 – 30 tahun (Baskoro, 2012). Lebih lanjut, Montgomery (2007) menganggap bahwa remaja belasan tahun dapat disebut sebagai pengguna dari budaya media digital. Internet telah memainkan peran penting dalam kehidupan remaja, serta mempengaruhi hubungan dalam keluarga dan sosial. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan bahwa pengguna internet di Indonesia tahun 2013 mencapai 63 juta orang. Sembilan puluh lima persen, menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial (Kemenkominfo, 2013). Hasil dari Indonesia Internet Survey tahun 2013 yang dilakukan oleh Merketeers bersama MarkPlus Insight menyimpulkan bahwa pengguna internet di Indonesia mencapai 74 juta orang. Sebagian besar pengguna internet ini dikategorikan sebagai Netizen, yaitu menggambarkan orang yang menghabiskan hidupnya di dunia maya lebih dari tiga jam setiap hari. Hampir separuh dari Netizen di Indonesia merupakan pengguna internet muda berusia di bawah 30 tahun, sedangkan 16 persen adalah Netizen berusia di atas 45 tahun dan hampir
16
17
95 persen dari Netizen ini merupakan pengguna internet melalui perangkat mobile seperti telepon selular pintar (Republika, 2013). Remaja telah banyak menggunakan fasilitas yang berhubungan dengan internet seperti dalam penggunaan pesan singkat, mengunjungi ruang chatting. Berada dalam garis depan inovasi teknologi, remaja dengan cepat telah mengadopsi telepon seluler dan gadgets yang menawarkan komunikasi dan informasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Baskoro (2012) menjelaskan bahwa properti-properti dari media interaktif ini, sesuai dengan kebutuhan perkembangan remaja. Alat-alat komunikasi online mendorong secara instan dan konstan untuk berhubungan dengan kelompok sebaya; halaman web pribadi menawarkan peluang untuk ekspresi diri pencarian identitas; dan alat yang bersifat portabel memfasilitasi mobilitas dan kebebasan dalam komunikasi. Luasnya jangkauan internet, menjanjikan untuk menciptakan lingkungan yang mendorong pencarian informasi dalam keragaman topik yang tidak dapat diakses atau tabu pada generasi sebelumnya. Ruang chatting dan forum mengijinkan remaja untuk mendorong diskusi dan debat tanpa rasa takut. Media digital telah menjadi tantangan institusi di saat ini untuk dapat beradaptasi dengan kemajuan informasi. Menurut Hill & Hannafin (2001) dalam era digital terjadi perubahan tidak hanya pada sumberdaya dan informasi, namun juga telah mengubah beberapa tatanan sosial dan ekonomi. Masyarakat kontemporer atau latar dimana individu hidup, bekerja dan belajar; telah berubah secara dramatis. Khususnya dalam belajar, peran dari sumberdaya pendidikan telah mengalami suatu perubahan. Perubahan yang terjadi tidak hanya pada media namun juga pada distribusi produksi dan akses terhadap sumber daya digital, yang juga mengubah secara
17
18
fundamental tentang bagaimana, kapan, dan tujuan dari sumberdaya diciptakan dan digunakan. Perubahan di era digital ini didorong oleh pertumbuhan pada sistem informasi seperti internet dan World Wide Web (the Web), serta kehadiran teknologi di dalam kelas, perpustakaan, rumah, dan bisnis. Mahasiswa saat ini, sebagai bagian dari generasi digital tentu tidak terlepas dari penggunaan internet dan penggunaan teknologi lainnya. Perguruan tinggi dewasa ini juga mengikuti perkembangan teknologi informasi ini. Hasil penelitian Wardiana (2002) mengenai penggunaan internet sebagai teknologi informasi untuk proses belajar cenderung tidak konsisten, apakah penggunaan teknologi informasi dapat meningkatkan prestasi akademik atau sebaliknya justru menurunkan prestasi akademik. Menurut Wardiana (2002), dengan masuknya pengaruh globalisasi, pendidikan masa mendatang akan lebih bersifat terbuka dan dua arah, beragam, multidisipliner dan kompetitif. Menurut Harwood & Asal (2007) tantangan pendidikan pada generasi digital adalah mengintegrasikan teknologi sehari-hari dengan waktu yang digunakan di sekolah setiap hari. Chen & Fu (2009) menemukan bahwa dengan menggunakan mesin pencari internet dapat membantu meningkatkan nilai ujian. Namun penggunaan internet untuk sosialisasi dan bermain game mempengaruhi buruknya kinerja ujian, sama halnya dengan pergi ke warung internet. Chen & Fu (2009) juga menemukan bahwa pencarian informasi pada remaja pria dan wanita membantu prestasi akademik, sementara penggunaan internet untuk sosialisasi melemahkan prestasi akademik remaja wanita dan remaja pria. Sementara Kim (2011) menemukan bahwa hubungan orang tua dan anak (baik hubungan yang dekat maupun konflik) merupakan hal utama bagi penyesuaian remaja dan
18
19
memainkan peran yang penting dalam hubungannya dengan penggunaan internet dan prestasi akademik. Berdasarkan hasil paparan di atas, penelitian mengenai prestasi akademik pada mahasiswa masih perlu dilakukan dengan melihat faktor psikososial yang berpengaruh terhadap prestasi akademik yaitu faktor sosial berupa dukungan orang tua dan faktor dalam diri yaitu minat pada ekstrakurikuler, efikasi diri akademik dan motivasi belajar, agar dapat meningkatkan prestasi akademik mahasiswa.
B. Rumusan Permasalahan Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini berdasarkan uraian latar belakang di atas, yaitu: 1. Apakah dukungan orang tua berpengaruh terhadap prestasi akademik mahasiswa yang dimediasi minat pada ekstrakurikuler, efikasi diri akademik dan motivasi belajar? 2. Apakah dukungan orang tua berpengaruh langsung terhadap prestasi akademik mahasiswa ? 3. Apakah dukungan orang tua berpengaruh tidak langsung terhadap prestasi akademik melalui minat pada ekstrakurikuler ? 4. Apakah dukungan orang tua berpengaruh tidak langsung terhadap prestasi akademik melalui efikasi diri akademik ? 5. Apakah dukungan orang tua berpengaruh tidak langsung terhadap prestasi akademik melalui motivasi belajar ?
19
20
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh dukungan orang tua terhadap
prestasi
akademik
mahasiswa
yang
dimediasi
minat
pada
ekstrakurikuler, efikasi diri akademik dan motivasi belajar. Tujuan penelitian berikutnya adalah untuk menguji pengaruh langsung dukungan orang tua terhadap prestasi akademik mahasiswa dan menguji pengaruh tidak langsung dukungan orang tua terhadap prestasi akademik yang dimediasi minat pada ekstrakurikuler, efikasi diri akademik dan motivasi belajar. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu: 1) Manfaat teoritis yaitu dapat memperkaya wacana di bidang Psikologi Pendidikan mengenai prestasi akademik mahasiswa. Pada penelitian ini juga diharapkan adanya pemahaman mengenai faktor-faktor psikososial yang mempengaruhi prestasi akademik mahasiswa; 2) Manfaat praktis berupa informasi pada pihak-pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan formal, mengenai
faktor-faktor
psikososial
yang
berpengaruh
terhadap
prestasi
akademik, sehingga dapat dipertimbangkan dalam usaha meningkatkan prestasi akademik mahasiswa.
D. Keaslian Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya terkait mengenai prestasi akademik, maka dapat dilihat bahwa penelitian prestasi akademik telah diteliti oleh peneliti lain sebelumnya. Penelitian mengenai prestasi akademik dari 19962011 baik penelitian dalam negeri maupun luar negeri yang melibatkan faktor sosial berupa dukungan orang tua (Alfaro et al., 2006; Codjoe, 2007; Deplenty et al., 2007; Gonzalez & Wolters, 2006; Halawah, 2006; Laursen et al., 2000;
20
21
Suarni, 2011), ekstrakurikuler (Chambers & Schreiber, 2004; Djafri, 2008; Eccles et al., 2003; Mello & Worrell, 2008; Séguin & Case, 2010) dan faktor dalam diri seperti motivasi (Brousser, 2002; Pintrich & Schunck, 1996), efikasi diri akademik (Baird et al., 2009; Chyung, 2007; Mclaughlin, Moutray, & Muldoon, 2007; Vrugt, Oort, & Zeeberg, 2002). Keaslian dari penelitian ini yang membedakan dengan penelitian sebelumnya terletak pada tiga hal. Keaslian pertama, berkaitan dengan variabelvariabel yang mempengaruhi prestasi akademik: dukungan orang tua, minat pada ekstrakurikuler, efikasi diri akademik dan motivasi belajar. Penelitian yang menggunakan variabel-variabel bebas dan memiliki kemiripan adalah penelitian yang dilakukan Bambang (2004) yang melibatkan peranan pola asuh orang tua, bimbingan belajar, efikasi diri akademik terhadap prestasi akademik. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian Bambang (2004) terletak pada variabel dukungan orang tua dan minat pada ekstrakurikuler sebagai faktor eksternal dari prestasi akademik. Penelitian Siti (2005), melibatkan kontribusi efikasi diri akademik dan motivasi berprestasi terhadap prestasi akademik. Penelitian Siti (2005), tidak melibatkan variabel dukungan orang tua, minat pada ekstrakurikuler dan motivasi belajar. Penelitian Tanty (2006) yaitu hubungan antara motivasi dan dukungan orang tua dengan prestasi akademik pada siswa penyandang cacat tuna rungu. Penelitian Tanty (2006) tidak melibatkan variabel minat pada ekstrakurikuler, efikasi diri akademik dan motivasi belajar sebagai variabel independennya. Penelitian-penelitian sebelumnya hanya melibatkan efikasi diri akademik dan harapan orang tua sebagai variabel bebas (Warsito, 2009; Witono, 2007). Suarni (2011) meneliti mengenai pengaruh dukungan orang tua, dukungan
21
22
teman sebaya, dan regulasi diri terhadap prestasi akademik. Husni (2011) meneliti mengenai prestasi akademik ditinjau dari keterlibatan orang tua dalam pendidikan, regulasi diri dan harga diri. Rochmawati (2011) meneliti mengenai suasana pembelajaran, strategi belajar dan prestasi akademik. Penelitian Mello & Worrell (2008) mengenai minat pada ekstrakurikuler dengan prestasi akademik mahasiswa. Penelitian Mello & Worrell (2008) hanya melibatkan satu variabel independen yaitu minat pada ekstrakurikuler dalam memprediksi prestasi akademik mahasiswa. Sama halnya dengan penelitian Krapp & Prenzel (2011) yang hanya melibatkan minat pada ekstrakurikuler dalam memprediksi prestasi akademik Keaslian kedua, penelitian ini terletak pada teknik analisis data yang digunakan yaitu path analysis untuk menguji hipotesis penelitian. Penelitian sebelumnya yang menggunakan path analysis yaitu Warsito (2009), yang melibatkan efikasi diri akademik, penyesuaian akademik, prestasi akademik. Penelitian-penelitian yang melibatkan prestasi akademik sebagai variabel dependennya namun menggunakan analisis regresi, antara lain penelitian yang dilakukan Yusdiana (2002) mengenai penilaian siswa terhadap kompetensi guru dan motivasi belajar terhadap prestasi akademik siswa pada mata pelajaran bahasa Arab.
Penelitian Mulyawati (2006)
mengenai hubungan antara
pengalaman belajar pada masa pra sekolah dan sikap terhadap sekolah dengan prestasi akademik. Linda (2007) meneliti mengenai kontribusi jenis-jenis konsep belajar dan jenis-jenis proses belajar terhadap prestasi akademik. Penelitian orientasi belajar (Romauli, 2006; Widiastuti, 2003), dan kebisaan belajar (Fuji, 2001;
Romauli,
2006),
dapat
meningkatkan
prestasi
akademik.
Tjokrosuprihartono (2006), yang menunjukkan ada hubungan antara inteligensi,
22
23
kreativitas dan pengikatan diri terhadap tugas dengan prestasi akademik mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Negeri Jakarta. Mashoedi & Markum (2005) meneliti mengenai adanya hubungan antara gaya pengasuhan dengan gaya atribusi mahasiswa dalam prestasi akademik. Dharmayana (2010), menggunakan analisis SEM untuk menguji model kompetensi emosi dan keterikatan siswa pada sekolah (school engagement) prediktor penting prestasi akademik siswa unggul. Penelitian dari Vermaas, Dijl, & Houdt (2009), menggunakan chi-square dalam analisis penelitiannya mengenai perbedaan jenis ekstrakurikuler yang diikuti dengan prestasi akademik. Keaslian ketiga pada penelitian ini terletak pada sampel penelitian, dimana penelitian-penelitian terdahulu melibatkan subjek penelitiannya pada mahasiswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, namun hanya pada jenis ekstrakurikuler tertentu. Penelitian dari Brown, Sautreau, Soobiah, Ali, Ahmed, & Hussain (2005) meneliti pada mahasiswa farmasi yang mengikuti ektrakurikuler yang berkaitan dengan mata kuliah farmasi. Goodman & Young (2006) meneliti mahasiswa Psikologi yang melakukan ekstrakurikuler saat liburan berupa kerja sementara di sekolah umum. Penelitian yang dilakukan Strapp dan Farr (2010) juga memiliki kemiripan dengan penelitian Goodman & Young (2006) yang melibatkan mahasiswa Psikologi yang berhubungan dengan jurusan mereka. Penelitian
lain
melibatkan
sampel
penelitian
yang
mengikuti
kegiatan
ekstrakurikuler maupun yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler (Darling, Caldwell & Smith, 2005; Guest & Schneider, 2003; Mello & Worrell, 2008). Perbedaannya adalah dalam penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah mahasiswa yang mengikuti ekstrakurikuler dengan beragam jenis ekstrakurikuler.
23
24
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu, terletak pada variabel-variabel penelitian dan juga pada teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu path analysis, yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara dukungan orang tua, yang dimediasi minat pada ekstrakurikuler, efikasi diri akademik dan motivasi belajar terhadap prestasi akademik. Subjek yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang mengikuti ekstrakurikuler dari berbagai jenis ekstrakurikuler.
24