AUDIT OPERASIONAL TERHADAP TATA KELOLA KREDIT BERMASALAH PADA PT. BANK TABUNGAN PENSIUNAN NASIONAL Tbk. KCP LEUWILIANG BOGOR Tantri Giovini Dosen Pembimbing: Armanto Witjaksono SE.,AK.,MM Universitas Bina Nusantara, Dramaga Bogor, 0812975565120,
[email protected]
ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menganalisis apakah tata kelola terhadap kredit bermasalah pada Bank BTPN KCP Leuwiliang Bogor sudah berjalan secara memadai. Beberapa metode yang digunakan dalam pengumpulan datanya ialah dengan cara melakukan wawancara, kuesioner, serta penelusuran dokumen pada Bank BTPN KCP Leuwiliang Bogor secara langsung. Pelaksanaan audit dan analisis yang dilakukan melalui beberapa tahapan audit telah menghasilkan temuan-temuan atas beberapa kelemahan bank. Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan secara garis besar bahwa seluruh kegiatan penanganan atas kredit bermasalah pada Bank BTPN KCP Leuwiliang Bogor telah dilakukan sesuai prosedur dan berjalan dengan cukup baik dengan tingkat NPL dibawah 0,6% per tahun. Meskipun masih ada ditemukannya kekurangan pada kegiatan sales support yang sedikit menghambat penanganan kredit bermasalah pada proses visiting on the spot pada debitur, namun kekurangan ini tetap tidak menurunkan performance pada tata kelola kredit bermasalah. Hal ini dibuktikan dengan penyelesaian kredit bermasalah yang telah bank capai pada tahun 2014 dengan tingkat NPL sebesar 0,00%. Kata Kunci: Audit Operasional, Kredit Bermasalah ABSTRAK The aim of this study was to analyze whether the governance of the Bank's non-performing loans in the Bank KCP Leuwiliang Bogor already running adequately. Some methods used in collecting data is by doing interviews, questionnaires, and search documents on Bank KCP Leuwiliang Bogor directly. Audit and analysis are conducted through several stages of the audit have resulted in findings on some of the weaknesses of the bank. Based on the research results can be concluded broadly that the whole of the handling of non-performing loans in Bank KCP Leuwiliang Bogor has been done according to procedure works quite well with NPL levels below 0.6% per year. Although there are still shortcomings in the discovery of a little sales support activities hamper the handling of non-performing loans in the process of visiting on the spot on the debtor, but the shortage is still not degrade the performance of the governance problem loans. This is evidenced by the settlement bank's non-performing loans that have been achieved in 2014 with the NPL level of 0.00%.
1
Keywords: Operational Audit, Non Performing Loans
PENDAHULUAN Dengan semakin berkembangnya persaingan antar perusahaan, maka dibutuhkan suatu peningkatan kinerja dari suatu perusahaan termasuk pada tata kelola perusahaan itu sendiri. Dan hal ini tentu akan sangat berkaitan dan berpengaruh pada laju operasional perusahaan tersebut. Sementara itu di Indonesia, praktek perbankan sudah tersebar hingga sampai ke seluruh pelosok pedesaan. Hal ini menunjukkan bahwa perbankan di Indonesia semakin bertambah maju dan juga pesat dalam perkembangannya. Berbicara soal bank, masing-masing bentuk lembaga bank memiliki karakteristik yang berbeda, namun secara umum memiliki fungsi yang sama. Salah satunya adalah melakukan pemberian kredit terhadap nasabahnya, yang juga merupakan suatu bentuk usaha pokok yang dapat dilakukan oleh sebuah bank. Secara garis besar, yang dimaksud usaha pokok itu tersebut yakni adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat atau berbagai macam pihak yang membutuhkannya. Oleh karena alasan itu lah, diperlukan adanya pengawasan ketat dalam kegiatan perbankan demi menjaga kepercayaan para nasabah atau masyarakat yang juga berpengaruh pada kelangsungan eksistensi pada bank itu sendiri. Namun seiring berjalannya aktivitas kredit berlangsung, tentu tidak akan lepas dari sebuah resiko yaitu akan timbulnya suatu keadaan yang disebut kredit bermasalah (kredit macet) atau sering juga disebut dengan istilah Non Performing Loan (NPL). Timbulnya kredit bermasalah selanjutnya dapat mengakibatkan kesulitan dari bank tersebut untuk memenuhi kewajibannya kepada para deposan. Hal ini mengakibatkan terjadinya tunggakan atau adanya potensi kerugian yang sewaktu-waktu dapat terjadi pada bank. Dan agar penanganan sesuai dengan rencana yang ditetapkan, usaha tertentu yang dilakukan untuk membantu pencapaian tujuan tersebut. Maka dari itu, akan dibutuhkan suatu alat manajerial yang digunakan dan alat itu adalah audit operasional. Sebelum audit operasional pada kredit bermasalah dapat dilaksanakan, tentu dibutuhkan adanya keberadaan tata kelola yang menangani kredit bermasalah itu sendiri. Sehingga kemudian berujung pada pertanyaan apakah tata kelola sudah melaksanakan segala kegiatan yang sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan? Atau dengan kata lain, audit operasional juga dilakukan untuk menilai apakah suatu lembaga telah memenuhi tujuan yang ditetapkan dalam mencapai suatu standar kelayakan pembuatan lembaga tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Emelia, (Universitas Hasanuddin), dengan judul skripsinya Evaluasi Audit Operasional Terhadap Kredit Bermasalah Pada Kredit Pemilikan Rumah (Studi Kasus Pada Bank XYZ Cabang Makassar Provinsi Sulawesi Selatan), 2013, rumusan masalahnya dibandingkan dengan aturan yang berlaku seperti pada SPFAIB (Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank) dan untuk mengetahui peranan audit operasional dalam meningkatkan efektivitas kegiatan perkreditan Bank YXZ Cabang Makassar. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus dengan metode dekskriptif yang memaparkan bagaimana pelaksanaan audit operasional pada Bank XYZ Cabang Makassar. Data yang digunakan adalah data primer berupa hasil wawancara dengan bagian internal kredit dan auditor internal kredit dan bagian lain yang terkait dan data sekunder yaitu kualitas kredit pemilikan rumah yang diperoleh dari bagian kredit, dengan teknik pengumpulan data menggunakan teknik penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan audit operasional telah memadai dimana audit operasional telah mengikuti standar-standar minimal yang telah ditetapkan Bank Indonesia yang tentunya disesuaikan dengan lingkup usaha bank tersebut. Audit operasional telah cukup berperan dalam meningkatkan efektivitas kegiatan perkreditan dan meminimalisir terjadinya kredit bermasalah. Hal ini bisa dilihat dari performing loan tidak melebihi dari batas maksimal sebesar 5%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Luthfiani (Universitas Widyatama), dengan judul penelitiannya Peranan Audit Internal Dalam Upaya Menekan Kemungkinan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus Pada PT. Bank Central Asia, Tbk. Kantor Cabang Umum Kota Bandung), 2014, melakukan pengidentifikasian masalah mengenai bagaimana gambaran peranan audit internal pada kredit macet yang terjadi pada PT. Bank Central Asia, Tbk. Kantor Cabang Umum Kota Bandung. Faktor yang diuji dalam penelitian ini adalah audit internal sebagai variabel independen, sedangkan kredit macet sebagai variabel dependen. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey, sedangkan desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah 30 karyawan di bagian kredit dan auditor di bagian Satuan Pengawas Intern (SPI) pada PT. Bank Central Asia, Tbk. Kantor Cabang Utama di Kota Bandung. Teknik penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu total sampling, dengan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang. Sedangkan metode analisis yang digunakan
2
dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear sederhana pada taraf signifikansi sebesar 5%. Program yang digunakan dalam menganalisis data menggunakan Statistical Package for Social Sciences (SPSS) Ver. 19.00. Hasil penelitian menunjukan bahwa audit internal berperan efektif dalam proses pemberian kredit dan kondisi kredit macet masih dalam batas aman di PT. Bank Central Asia, Tbk. Kantor Cabang Utama di Kota Bandung. Hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa audit internal berperan secara signifikan terhadap kredit macet, sedangkan besar peranan audit internal dalam memberikan kontribusi untuk menekan kemungkinan terjadinya kredit macet sebesar 24,5%. Berdasarkan penelitan penulis yang berjudul Audit Operasional Terhadap Tata Kelola Kredit Bermasalah Pada PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk. KCP Leuwiliang Bogor yang memiliki tujuan untuk mengetahui dan menilai bagaimana pelaksanaan operasional pada tata kelola kredit bermasalah pada Bank BTPN KCP Leuwiliang Bogor dilakukan, untuk mengidentifikasi risiko-risiko yang terjadi sewaktu penyelesaian kredit bermasalah pada Bank BTPN KCP Leuwiliang Bogor berjalan, dan untuk mengetahui dan mengevaluasi penyebab-penyebab terjadinya kredit bermasalah pada Bank BTPN KCP Leuwiliang Bogor dan kelemahannya serta memberikan rekomendasi untuk pihak bank. Dari hasil penelitian diketahui bahwa Bank BTPN KCP Leuwiliang Bogor telah melakukan proses penanganan kredit bermasalah dengan benar dikarenakan telah sesuai dengan prosedur yang terdapat pada SOP (Standard Operating Procedure) yang dimiliki bank. Selain itu, bank juga telah melakukan penyelesaian kredit bermasalah dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya penyelesaian kredit macet pada tahun 2012 dan 2013 di tahun 2014 dan tingkat kredit macet yang selalu dibawah 0,6%. Namun penulis juga tetap menemukan beberapa kelemahan yaitu terjadinya keterlambatan dalam penagihan kewajiban pembayaran terhadap debitur melalui telemarketing dan pengiriman surat peringatan dan juga terjadinya tidak tercapainya pencapaian target kerja pada sales support (SS) yang cukup signifikan dan berpengaruh pada proses visit on the spot debitur yang tentu akan berdampak pada proses penanganan kredit bermasalah pada Bank BTPN KCP Leuwiliang Bogor.
METODE PENELITIAN Penulis melakukan metode penelitian yang memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut : 1. Jenis penelitian adalah kualitatif dari riset eksploratoria. 2. Dimensi waktu adalah melibatkan urutan waktu (time series). 3. Kedalaman riset dalam penelitian ini hanya melibatkan satu objek saja. 4. Metode pengumpulan datanya adalah dengan melakukan penelitian lapangan, pengamatan, wawancara, kuesioner, studi kepustakaan, dan dokumentasi. a. Wawancara (Interview) Merupakan pengumpulan data yang akan dilakukan dengan proses tanya-jawab secara lisan dengan pihak-pihak yang bersangkutan serta berwenang atas objek penelitian. b. Kuesioner (Questionnaire) Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau kepada orang lain yang dijadikan responden untuk dijawab. c. Studi Kepustakaan (Library Research) Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi yang berasal dari literatur atau buku-buku untuk mengetahui teori-teori yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. d. Dokumentasi (Documentation) Dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan atau memakai dokumen tertulis dan kemudian menelaahnya, sehingga dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan. 5. Lingkungan penelitiannya adalah lingkungan riil. 6. Melakukan penelitian pada sumber-sumber kepustakaan.
HASIL DAN BAHASAN Tahapan Audit Operasional Terhadap Kredit Bermasalah 1.
Survei Pendahuluan Kredit Bermasalah Prosedur Survei Pendahuluan:
3
1.
2. 3.
Melakukan pengumpulan data/informasi tertulis mengenai struktur organisasi pada Bank BTPN KPC Leuwiliang Bogor pada divisi yang terkait dengan penanganan kredit bermasalah serta data-data mendukung lainnya. Melakukan wawancara dengan pihak/divisi yang terkait gambaran umum kredit bermasalah. Memahami dan mempelajari prosedur-prosedur penanganan kredit bermasalah yang berlaku pada bank.
Hasil Pemeriksaan Survei Pendahuluan: 1.
2.
3.
4.
5.
6. 7.
8.
2.
Bank menjadikan divisi Credit Acceptance (CA) sebagai pihak yang menangani NPL/kredit bermasalah serta didasari oleh wewenang pihak manajemen, sehingga bisa dikatakan tidak ada divisi khusus yang menangani NPL pada BTPN KCP Leuwiliang Bogor. Pada dasarnya, tugas umum bank meliputi pemberian gaji dari manfaat pensiun. Sehingga apabila terdapat kondisi terjadinya masalah atas kredit, pasti akan berpengaruh juga pada gaji pensiun debitur. Bank BTPN KCP Leuwiliang Bogor merupakan sebuah bank dengan area sentralisasi, yang artinya bank memiliki dua jenis dalam pembagian tugasnya yakni service dan sales. Dan CA merupakan bagian dari tim service. Bank memiliki BWMK (Batas Wewenang Memutus Kredit) inisiasi kredit pensiun dan telah dibuat secara tertulis. BWMK yang dimaksud adalah merupakan suatu wewenang yang diberikan kepada pejabat pemutus kredit untuk menyetujui/menolak permohonan kredit pensiun dalam jumlah tertentu sebagai pendelegasian wewenang dalam pemberian kredit pensiun bank. Pihak yang memiliki BWMK pada Bank BTPN KCP Leuwiliang Bogor ialah Branch Manager-nya sendiri, dan hal ini juga berlaku pada kantor cabang lainnya (BWMK dimiliki oleh branch manager pada masing-masing kantor cabang). Ini bisa diartikan bahwa branch manager pada Bank BTPN KCP Leuwiliang Bogor berandil besar dalam penanganan NPL yang terjadi pada bank. Bank memiliki dashboard yang hanya terdapat pada sebuah portal khusus yang dimiliki bank/kantor cabang lainnya. Dashboard ini merupakan sebuah sistem tidak dapat diakses secara umum oleh bank selain oleh beberapa supervisor dan branch manager. Dashboard ini berisikan mengenai ringkasan perkembangan kinerja bank termasuk review NPL tiap tahunnya terhitung dari tahun 2010. Bank memiliki set instruksi SOP (Standard Operating Procedure) credit process dan terakhir ter-update pada Oktober 2013 lalu. Bank memberikan transaction history tercetak secara lengkap mengenai status kredit terhadap debitur terbaru termasuk rekap berdasarkan kolektibilitas pada periode berjalan di bulan April 2015. Bank hanya memiliki wewenang untuk melakukan penanganan kredit bermasalah secara langsung sampai pada kolektibilitas 3. Sehingga untuk kolektibilitas 4 dan 5 bank harus menunggu pihak credit risk mengantarkan keputusan yang datang dari pihak pusat (regional) dalam penanganannya. Selain itu, bank juga memiliki batas/plafond limit dari kredit yang ditangani, yakni 2 juta – 300 juta. Jika >300 juta, maka bank tidak memiliki wewenang untuk menanganinya, sehingga kembali harus diberikan kepada pihak pusat.
Penelaahan Dan Pengujian Atas Sistem Pengendalian Manajemen
Kredit Bermasalah
Prosedur Penelaahan Dan Pengujian Atas Sistem Pengendalian Manajemen: 1. 2. 3.
Mengetahui segala bentuk aktivitas yang dilaksanakan terkait credit control pensiun yang dilakukan bank. Mencari informasi penanganan, penyelamatan hingga penyelesaian kredit bermasalah yang dilakukan bank. Mengidentifikasi tindakan/kegiatan yang memperlihatkan kelebihan maupun kelemahan kegiatan melalui hasil dari kuesioner yang berisikan pertanyaan mengenai kegiatan operasional terkait kredit bermasalah (dibahas pada subbab terpisah).
Hasil Pemeriksaan Penelaahan Dan Pengujian Atas Sistem Pengendalian Manajemen
4
1.
2.
3.
Bank telah melakukan credit control dan diawasi oleh pihak manajemen. Beberapa aktivitas yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Melakukan prinsip-prinsip perkreditan yang sehat dalam proses inisiasi, verifikasi, persetujuan hingga pencairan kredit. b. Memenuhi kelengkapan dokumen inti, dokumen persyaratan dan dokumen hukum serta dokumen pendukung. c. Menerapkan batas waktu dokumen TBO (To Be Outstand). d. Melakukan pemblokiran angsuran kredit apabila diperlukan. e. Melakukan segregation of duties dan four eyes principles dalam pemberian kredit. f. Menggunakan sistem aplikasi dalam pemberian kredit. g. Melakukan penanganan collection dan rekening-rekening bermasalah. h. Memastikan orang penerima dana pencairan kredit adalah debitur yang bersangkutan. i. Melakukan tindakan dual control pada proses kredit. j. Melakukan approval kredit oleh pejabat yang berwenang. Segala bentuk aktivitas ini juga nantinya akan diperiksa kembali oleh unit Quality Assurance (QA) atau semacam unit credit risk untuk cabang yang kemudian akan membuat regular report (biasanya dilakukan pada minggu pertama setiap bulan) baik dalam bentuk progress atau final report. Hal ini bertujuan agar segala bentuk penyimpangan dalam penyaluran kredit, pencairan kredit, collection dan penanganan dokumen dapat dihindari. Dan berikut adalah beberapa tahapan detail yang dilakukan bank dalam penanganan kredit bermasalah a. CA akan melakukan telemarketing, yakni mengubungi para debitur dengan melihat nomor telepon melalui database yang tersedia dan meminta debitur untuk datang. b. Apabila tidak tertagih, CA akan mengirimkan surat tagihan atau surat peringatan (SP) 1 hingga 3. c. Apabila masih tidak tertagih, bank akan melakukan visit on the spot yang dilakukan oleh sales support (SS) berdasarkan alamat dari database yang tersedia. SS sendiri merupakan unit yang disediakan oleh kantor pusat untuk melakukan penagihan secara on the spot ketika dibutuhkan oleh kantor cabang. Biasanya pada kasus ini, bank sudah mengalami lost contact dengan debitur. d. Apabila ternyata ditemukan bahwa alamat debitur sudah berubah (ketika melakukan visit), CA akan mencari informasi kepada kepengolalahan unit dana pensiun yakni Taspen (untuk para debitur pensiunan PNS), Asabri (untuk para debitur pensiunan Angkatan Darat, Laut, Udara, atau Polisi), atau dana pensiunan lainnya (untuk para debitur pensiunan bank BUMN). Hal ini dilakukan, dikarenakan Bank BTPN sudah memiliki hubungan dengan beberapa mitra tersebut dengan melakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS) atau sebagai saluran payment dalam pemberian manfaat gaji pensiun. Mitra-mitra tersebut akan melakukan listing informasi mengenai pembayaran dan manfaat pensiun Bank BTPN yang selalu di-update setiap semesternya melalui pengisian SPTB (Surat Pemberitahuan Tanda Bukti Diri) yang dilakukan nasabah (semua jenis pensiun). e. Tahap terakhir adalah, apabila ditemukan bahwa ternyata debitur sudah meninggal dunia, bank akan mencari ahli waris untuk pelepasan SK pensiun dan pengklaiman dana asuransi yang juga bekerjasama dengan Bank BTPN (Allianz, Avrist, Genereli). Namun apabila tidak ditemukannya ahli waris (istri maupun anak-anaknya), bank akan melakukan write-off atau penghapusan yang akan ditangani oleh kantor pusat. Pengujian Terinci Kredit Bermasalah Prosedur Pengujian Terinci:
1. 2. 3.
Mengumpulkan dan menganalisis perkembangan melalui data/informasi review NPL untuk tiga tahun terakhir (2012, 2013, 2014) yang didapatkan dari sistem dashboard bank. Memeriksa kesesuaian hasil temuan dengan kriteria performa yang telah diidentifikasi pada tahap sebelumnya. Memberikan tanggapan berdasarkan informasi yang telah diperoleh.
Hasil Audit Pengujian Terinci:
5
Berikut adalah hasil yang didapatkan melalui audit pengujian terperinci (detailed examination) yang telah dilakukan:
Tabel 1 Review Tingkat NPL Tahun 2012 Keterangan
Level
OS
NoA
Leuwiliang
Branch
50.852
1.450
Collect 2
NPL
NoA
Vol
%
NoA
Vol
%
5
102
0,20%
2
37
0,07%
Sumber: Rekap Laporan Keuangan Dashboard Bank BTPN Tahun 2012
Pada tabel diatas, diketahui outstanding banksecara keseluruhan adalah sebesar 50.852 (dalam juta) dengan jumlah number of account (NoA) atas jumlah tersebut sebanyak 1.450 rekening. Bank memisahkan antara kolektibilitas dua dengan NPL dimana kolektibilitas dua (perhatian khusus) dianggap masih memiliki potensi yang cukup untuk terjadinya pelunasan. Terlihat pada tahun 2012 NoA untuk kolektibilitas dua terdapat 5 rekening dengan volume/jumlah sisa kewajiban atas rekening tersebut adalah sebanyak 102 (dalam juta) dan memiliki persentase sebesar 0,20% yang artinya kondisi untuk golongan kolektibilitas dua dikategorikan baik karena masih dibawah 0,60%. Sementara itu untuk NPL, pada tahun 2012 terdapat NoA sebanyak 2 rekening dengan volume/jumlah sisa kewajiban atas rekening tersebut adalah sebesar 37 (dalam juta) dan memiliki persentase sebesar 0,07% yang juga dikategorikan baik.
Tabel 2 Review Tingkat NPL Tahun 2013 Level
OS
NoA
Branch
53.784
1.571
Collect 2
NPL
Keterangan Leuwiliang
NoA
Vol
%
NoA
Vol
%
6
161
0,30%
1
11
0,02%
Sumber: Rekap Laporan Keuangan Dashboard Bank BTPN Tahun 2013
Pada tabel diatas, diketahui outstanding bank secara keseluruhan adalah sebesar 53.784 (dalam juta) dengan jumlah number of account (NoA) atas jumlah tersebut sebanyak 1.571 rekening. Terlihat bahwa terjadi peningkatan growth yang baik pada bank jika dibandingkan dengan tahun 2012. Kemudian pada tahun 2013, NoA untuk kolektibilitas dua adalah sebesar 6 rekening dengan volume/jumlah sisa kewajiban atas rekening tersebut adalah sebanyak 161 (dalam juta) dan memiliki persentase sebesar 0,30% yang artinya terjadi penurunan namun tidak signifikan pada bank untuk penanganan kolektibilitas dua. Kondisi ini juga masih dikategorikan baik karena persentase masih dibawah 0,60%. Sementara itu untuk NPL, pada tahun 2013 terdapat NoA yang hanya berjumlah 1 rekening dengan volume/jumlah sisa kewajiban atas rekening tersebut adalah sebesar 11 (dalam juta) dan memiliki persentase sebesar 0,02%. Pada kondisi ini artinya bank telah mengalami pelunasan atau penyelesaian tagihan atas 1 rekening dengan terjadinya penurunan tingkat NPL pada bank.
Tabel 3 Review Tingkat NPL Tahun 2014 Keterangan
Level
OS
NoA
Leuwiliang
Branch
56.511
1.727
6
Collect 2
NPL
NoA
Vol
%
NoA
Vol
%
14
286
0,51%
0
0
0,00%
Sumber: Rekap Laporan Keuangan Dashboard Bank BTPN Tahun 2014
Pada tabel diatas, diketahui outstanding bank secara keseluruhan adalah sebesar 56.511 (dalam juta) dengan jumlah number of account (NoA) atas jumlah tersebut sebanyak 1.727 rekening. Terlihat bahwa terjadi peningkatan growth yang semakin baik pada bank jika dibandingkan dengan tahun 2012 dan 2013. Kemudian pada tahun 2014, NoA untuk kolektibilitas dua adalah sebesar 14 rekening dengan volume/jumlah sisa kewajiban atas rekening tersebut adalah sebanyak 286 (dalam juta) dan memiliki persentase sebesar 0,51% yang artinya terjadi penurunan yang cukup signifikan pada bank untuk penanganan kolektibilitas dua jika dibandingkan dengan tahun 2012 dan 2013. Namun kondisi ini juga masih dikategorikan baik karena persentase yang ada masih dibawah 0,60%. Sementara itu untuk NPL, pada tahun 2014 terdapat NoA yang hanya berjumlah 0 rekening dengan volume/jumlah sisa kewajiban atas rekening tersebut serta persentasenya sebesar 0,00%. Pada kondisi ini artinya bank telah mengalami pelunasan atau penyelesaian penagihan kredit bermasalah atas 1 rekening lagi yang sebelumnya masih belum terselesaikan. Berdasarkan review dari ketiga tabel diatas, dapat dibuktikan bahwa penanganan kredit bermasalah pada Bank BTPN KCP Leuwiliang Bogor sudah baik sampai pada tahun 2014 dikarenakan penyelesaian NPL sudah terjadi. Dan berikut kondisi terakhir bank terkait pada periode berjalan dengan Key Performance Indicator tahun 2015yang dicatat dan di-review melalui sistem:
Tabel 4 Target KPI (Key Performance Indicator) Unit Sentralisasi Tahun 2015
BSA (service)
Growth (OS)
Credit Acceptance
Credit Acceptance Supervisor
Teller
Sales Support (sales)
Branch Service Manager
25%
25%
25%
40%
30%
Sumber: Notulen Hasil Meeting Sosialisasi KPI 2015
Tabel 5 Realisasi KPI (Key Performance Indicator) Periode Mei 2015
BSA (service)
Growth (OS)
Credit Acceptance
Credit Acceptance Supervisor
Teller
Sales Support (sales)
Branch Service Manager
25%
25%
25%
25%
30%
Sumber: Notulen Hasil Meeting Sosialisasi KPI 2015
Dari kedua tabel diatas, didapati persentase kinerja pihak serta posisi terkait dalam pemberian kredit hingga penanganan kredit bermasalah sudah mencapai target. Dimulai dari posisi teller yang bertugas untuk melakukan penawaran kredit hingga pembayaran kredit baik tunai maupun non tunai dan kinerjanya sudah sesuai target. Kemudian CAS dan CA yang melakukan segala bentuk kepengurusan pemberian kredit hingga penanganan kredit yang kinerjanya juga sudah mencapai target. Lalu terdapat SS (bukan bagian tim service) yang memiliki kewajiban untuk melakukan visiting pada debitur yang memiliki kredit
7
bermasalah dan kinerjanya ternyata tidak mencapai target dikarenakan terdapat beberapa kondisi dimana tidak tersedianya pihak SS ketika dibutuhkan untuk melakukan visit terhadap debitur dan hal ini tentu akan menjadi salah satu penghambat dalam proses penanganan kredit bermasalah. Yang terakhir adalah BSM dimana merupakan pihak yang memiliki wewenang dalam setiap pengambilan keputusan kredit pada Bank BTPN KCP Leuwiliang Bogor dan sudah melakukan pencapaian target pada kinerjanya. 4.
Pengembangan Laporan Kredit Bermasalah Prosedur Pengembangan Laporan (Report Development):
1.
Memberikan temuan-temuan audit yang akan dijabarkan berdasarkan kondisi, kriteria, sebab, akibat, dan rekomendasi. Hasil Pengembangan Laporan (Report Development):
1.
2.
3.
Adanya keterlambatan dalam penagihan kewajiban pembayaran terhadap debitur. Kondisi: Terjadinya keterlambatan dalam penagihan kewajiban pembayaran terhadap debitur melalui telemarketing dan pengiriman surat peringatan. Kriteria: Penagihan kewajiban pembayaran terhadap debitur harus dilakukan tepat waktu dan sesuai schedule yang telah ditetapkan. Sebab: Karena adanya suatu kondisi dimana bank sedang benar-benar kekurangan karyawan dan pada saat bersamaan bank sedang mengalami peningkatan nasabah. Akibat: CA melewatkan salah satu tugas pentingnya yakni untuk melakukan penagihan kewajiban pembayaran terhadap debitur sehingga tercipta kondisi dimana debitur tidak melakukan kewajiban pembayaran secara tepat waktu dan terjadi tunggakan yang menyebabkan kredit bermasalah serta penghambatan terhadap penyelesaiannya. Rekomendasi: Dengan mengetahui keadaan dimana bank sedang mengalami kekurangan tenaga kerja, seharusnya bank sudah menyiapkan plan B untuk beberapa kondisi darurat yang sekiranya akan terjadi. Selain itu, seharusnya tidak semua unit CA melakukan tugas lain diluar schedule yang telah ditetapkan. Setidaknya seharusnya harus ada satu karyawan yang tetap melakukan penagihan kewajiban pembayaran terhadap debitur (unit tidak melakukan pembagian tugas). Tidak tertagihnya kewajiban pembayaran kredit sebagian oleh debitur. Kondisi: Terjadi kondisi tidak tertagihnya pembayaran kredit sebagian oleh debitur. Kriteria: Pembayaran kredit harus dilunasi sesuai jumlah yang seharusnya sesuai dengan waktu jatuh tempo yang telah ditentukan. Sebab: Adanya kesulitan pada saat follow up lebih lanjut terhadap debitur. Selain itu, debitur juga mengalami kesulitan dalam melengkapi beberapa persyaratan yang diperlukan dalam pelunasan kewajiban pembayaran serta tidak ada tindak lanjut yang signifikan yang dilakukan oleh bank dalam mengatasinya, namun kondisi ini juga tidak terlepas dari kurangnya transparansi strategi pelunasan debitur terhadap bank. Akibat: Bank akan mengalami kesulitan dalam tindak lanjut yang seharusnya dilakukan dan kondisi ini akan mengakibatkan kerugian juga dari sisi debitur untuk mendapatkan manfaat gaji pensiunnya Rekomendasi: Pihak bank seharusnya sudah melakukan tindakan pendekatan terhadap debitur secara lebih lanjut dari awal sebelum melakukan pemberian kredit, dimana tindakan tersebut akan menghasilkan informasi mengenai karakter calon debitur dan juga perkiraan kemampuan debitur dalam memenuhi kewajibannya, hal ini juga akan memudahkan bank dalam pengambilan keputusan tindak lanjut yang akan dilakukan pihak bank. Selain itu, melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen jaminan debitur juga perlu dilakukan untuk berjaga-jaga. Tidak tercapainya pencapaian target kerja pada sales support (SS).
8
Kondisi:
Terjadinya tidak tercapainya pencapaian target kerja pada sales support (SS) yang cukup signifikan.
Kriteria:
Seharusnya pencapaian target kerja pada SS dapat dilakukan melihat pencapain target kerja pada unit lain sudah tercapai dan mengingat SS merupakan salah satu perantara antara bank dengan debitur dalam melakukan penyelesaian kredit bermasalah. Sulitnya SS yang tersedia pada saat diperlukan untuk melakukan visit on the spot dalam rangka penanganan kredit bermasalah, sehingga menyebabkan adanya penghambatan dalam penyelesaian kredit bermasalah. Penanganan melalui visit on the spot akan tertunda, sehingga mengakibatkan terjadinya keterlambatan penanganan dan penyelesaian kredit bermasalah. Seharusnya bank sudah menyiapkan/membagi SS berdasarkan daerah/area masing-masing cabang. Sehingga hal ini akan memudahkan proses penanganan dan mengurangi adanya risiko tidak tersedianya SS untuk melakukan aktivitas visiting.
Sebab:
Akibat:
Rekomendasi:
Hasil Dari Kuesioner Setelah melakukan teknik pengumpulan data melalui kuesioner, didapati berbagai kondisi yang akan diuraikan sebagai berikut: Kelebihan: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Bank melakukan penanganan kredit bermasalah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dan tidak memiliki masalah berarti dalam melakukan penerapannya, atau dengan kata lain, bank sudah memiliki pemahaman yang baik terkait penanganan kredit bermasalah sesuai ketetapan yang berlaku. Bank merincikan deskripsi tugas per-divisi baik secara lisan maupun non lisan sehingga terdapat kejelasan pada tanggung jawab yang harus dilaksanakan dan dijalani oleh setiap individu pada bank. Penanganan kredit bermasalah dilakukan oleh orang-orang yang dinilai berkompeten dalam bidangnya. Kondisi ini didukung dengan terlihatnya bagaimana aktivitas penanganan kredit ditangani secara langsung oleh divisi yang bersangkutan, dimulai dari proses awal pemberian kredit hingga proses pemeliharaan hingga penanganan tanpa harus melibatkan banyak campur tangan pusat. Masing-masing divisi memiliki pemahaman yang jelas mengenai struktur organisasi dan juga wewenang divisi lainnya. Hal ini terlihat dikarenakan adanya pembagian deskripsi tugas divisi lain secara lisan untuk setiap divisi. Selain itu, setiap divisi juga diberikan pengertian mengenai hubungan antar divisi yang saling berkesinambungan. Pihak manajemen yakni branch manager pada bank memiliki andil yang besar dalam penanganan kredit bermasalah. Selain dikarenakan BM yang ditunjuk sebagai pejabat yang memiliki BWMK, BM juga membantu banyak dalam realisasi penanganan kredit bermasalah sehari-hari secara langsung. Pihak manajemen yakni branch manager bank selalu melakukan pemantauan terhadap rancangan operasional bank agar efektif dan efisien. Hal ini diakui dengan adanya monitoring rutin yang dilakukan atas dasar personal baik berupa meeting maupun briefing. Pihak manajemen juga selalu memberikan bimbingan dengan terus mem-follow up unit bawahannya terkait penanganan kredit bermasalah. Bank melakukan program peningkatan kemampuan karyawan secara efektif dan efisien. Salah satunya adalah dengan melakukan KYPP dan KYP test yang diadakan setiap semester (6 bulan). Test ini bertujuan agar seluruh tim service termasuk CA selalu meng-update pengetahuan mereka mengenai setiap memo/SOP yang dikeluarkan oleh management HO (head office) yang berasal dari kantor pusat. Kebijakan kredit bermasalah dilakukan secara efektif dan efisien karena sudah terlaksana sesuai prosedur hingga terjadinya penyelesaian kredit bermasalah dan penanganan juga sudah dilakukan oleh pihak yang memiliki wewenang serta tanggung jawab terhadap penanganan tersebut.
9
9.
10. 11.
12. 13.
14.
15. 16.
17. 18.
19.
Kebijakan penanganan kredit bermasalah telah didasari oleh peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Bank juga melakukan perevisian dalam rangka penyesuaian apabila ditemukan adanya perubahan terhadap peraturan perundang-perundangan yang terkait. Kebijakan penanganan kredit bermasalah yang digunakan oleh bank sudah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan bank dan sangat diperlukan pada perealisasiannya. Bank sudah melakukan perevisian kebijakan apabila dinilai perlu. Selain untuk menyesuaikan dengan peraturan hukum yang diatur undang-undang, revisi juga dilakukan untuk peningkatan dan pengembangan. Bank tidak pernah melakukan aktivitas penanganan dilluar kebijakan yang berlaku karena akan dinilai sebagai suatu pelanggaran. Penanganan kredit bermasalah pada bank dinilai telah terbebas dari fraud dikarenakan belum pernah ada terjadinya kasus sedemikian rupa dan juga bank menilai potensi untuk melakukan fraud sangatlah kecil. Pihak manajemen memiliki tindakan manajerial dalam upaya mengurangi risiko fraud dengan cara melakukan evaluasi termasuk memeriksa kesesuaian yang ada antar report yang dibuat oleh unit bawahannya dilengkapi dengan adanya sosialisasi fraud awarness yang rutin dilakukan setiap meeting. Nilai yang tercatat pada saldo pembayaran kredit dinilai sudah terbebas dari fraud karena sudah diperiksa secara aktual oleh pihak region. Pihak manajemen memiliki penanggulangan risiko atas kemungkinan terjadinya kesalahan pada dokumen penagihan kewajiban pembayaran dengan cara memberikan himbauan untuk melakukan monitoring atas rekening gaji pensiun yang tidak mengambil manfaat gaji pensiun setiap periode tiga bulan lebih yang kemudian akan disesuaikan oleh dokumen penagihan kewajiban pembayaran terhadap debitur. Bank melakukan pencapaian target kerja yang telah sesuai dengan ketetapan yang ditentukan terlihat dari hasil realisasi yang dibandingkan oleh target. Bank tidak pernah melakukan keputusan diluar pihak yang tidak memiliki wewenang yang seharusnya terkait penanganan kredit bermasalah karena hal tersebut dianggap merupakan suatu bentuk pelanggaran. Penanganan kredit bermasalah melalui collection, restrukturisasi, dan keringanan pembayaran (settlement at discount) telah dilakukan sesuai dengan ketetapan yang berlaku, dan pada perealisasiannya akan disesuaikan dengan kondisi yang ada. Penanganan juga akan dilakukan apabila didasari oleh kelengkapan syarat-syarat yang diperlukan.
Kelemahan: 1. 2.
3.
4.
Adanya perangkapan kerja yang dilakukan CA sebagai unit service yang melakukan beberapa tanggung jawab yang seharusnya dilaksanakan oleh operation. Bank pernah mengalami keterlambatan dalam penagihan kewajiban pembayaran dalam bentuk telemarketing dan surat tagihan yang harusnya dilakukan dan dikirimkan pada schedule yang ditentukan. Kantor cabang pernah mengalami kegagalan penagihan namun tidak sampai menyebabkan bank harus memberikannya terhadap pihak pusat untuk melakukan hapus tagih. Apabila terdapat kondisi tidak tertagihnya kewajiban pembayaran sampai batas tertentu, bank masih bisa melakukan pemotongan terhadap manfaat gaji pensiun yang dimiliki debitur. Kondisi bank yang sedang kekurangan tenaga kerja/karyawan sejak tahun lalu dianggap tidak mempengaruhi performance penanganan kredit bermasalah, namun menyebabkan adanya risiko tidak fokusnya divisi yang terkait untuk menangani kredit bermasalah secara optimal.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1.
2.
Penanganan kredit bermasalah yang dilakukan oleh Bank BTPN KCP Leuwiliang Bogor sudah sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) yang telah ditetapkan dan sudah didasari oleh peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Terdapat beberapa risiko yang terjadi sewaktu penyelesaian kredit bermasalah dilakukan yaitu terjadinya keterlambatan dalam penagihan kewajiban pembayaran terhadap debitur kemudian
10
3.
4.
5.
6.
7.
8.
tidak tertagihnya pembayaran kredit sebagian oleh debitur dikarenakan sulitnya melakukan follow up terhadap debitur. Selain itu, sales support (SS) yang memiliki peran yang cukup signifikan dan berpengaruh pada proses penanganan kredit bermasalah, juga terkadang tidak tersedia sepenuhnya pada setiap aktivitas visiting terhadap debitur dilakukan dan tentu akan mengakibatkan proses penanganan kredit bermasalah terhambat. Beberapa penyebab yang menimbulkan terjadinya kredit bermasalah pada Bank BTPN KCP Leuwiliang Bogor yakni dikarenakan terjadi perubahan struktur manajemen yang mendadak pada bank sehingga menghasilkan susunan yang kurang matang. Sementara itu pihak manajemen merupakan salah satu kunci utama dalam penanganan kredit terkait wewenang yang dimilikinya. Selain itu, terjadinya penarikan melebihi plafond kredit yang dimiliki debitur yang kemudian akan ada kewajiban untuk menutupi plafond tersebut dan tidak dipenuhi oleh debitur. Berikutnya adalah adanya kondisi debitur (para pensiunan) mengalami sakit sehingga ada kesulitan untuk melakukan proses follow up secara langsung yang menyebabkan terjadinya tunggakan. Adapula kondisi dimana debitur juga meninggal dunia dan kemudian terjadi sulitnya penanganan pada ahli waris. Namun biasanya akan terjadi kesepakatan antara dua pihak untuk melakukan perpanjangan waktu jika dianggap memungkinkan. Pihak manajemen sangat berperan penting dalam pelaksanaan penanganan kredit bermasalah yang dilakukan oleh Bank BTPN KCP Leuwiliang Bogor. Selain terkait dengan wewenang atas pemutusan yang akan dilakukan, pihak manajemen juga melakukan tindakan-tindakan yang bertujuan untuk meningkatkan performance dalam penanganan kredit bermasalah melalui sistem pengendalian manajemen yang juga diterapkan pada unit bawahannya secara keseluruhan. Bank memiliki program untuk peningkatan kemampuan karyawan yakni dengan melakukan test serta meeting untuk awareness yang dilakukan secara berkala. Hal ini akan meningkatkan wawasan dan pengetahuan karyawan yang akan ter-update mengenai kebijakan-kebijakan yang ada dan mempengaruhi kinerja karyawan dalam perealisasiannya karena segala tugas yang dilaksanakan sudah didasari pemahaman yang benar dan sudah sesuai kebijakan termasuk untuk penanganan kredit bermasalah. Secara garis besar, pencapaian target kerja yang telah ditentukan sudah sesuai dengan perealisasiannya. Hal ini ditunjukkan pada informasi yang didapat dari Key Performance Indicator terakhir bank pada periode Mei 2015 yang menggambarkan kondisi terakhir yang dimiliki bank. Penanganan kredit bisa dikatakan baik karena terjadinya penyelesaian pada tahun 2014. Sementara pada dua tahun sebelumnya, tidak terjadi perubahan yang signifikan, yang artinya penanganan yang dilakukan sudah dapat diartikan benar dan berhasil. Pada kredit unit bisnis pensiun seperti yang dijalankan oleh Bank BTPN KCP Leuwiliang Bogor, adanya risiko untuk mengalami kredit bermasalah tergolong kecil. Hal ini dikarenakan bank memiliki manfaat gaji pensiun yang dimiliki debitur, sehingga apabila terdapat kondisi dimana debitur memiliki kesulitan untuk melunasi kewajiban pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya, maka bank akan langsung melakukan pemotongan atas manfaat gaji pensiun tersebut secara auto debet.
Saran 1.
2.
Sebaiknya bank benar-benar memperhatikan dan mengambil tindakan lebih lanjut mengenai masalah kurangnya tenaga kerja yang sedang dialami oleh bank sejak satu tahun terakhir. Meskipun terlihat bahwa adanya suatu anggapan bank bahwa hal itu tidak akan mempengaruhi performance kinerja karyawan, namun pada kenyataannya tetap selalu akan ada risiko yang terjadi yang disebabkan oleh masalah ini terutama untuk permasalahan-permasalahan teknis bahkan seperti terjadinya keterlambatan pengiriman surat tagihan kepada debitur yang dapat menyebabkan akibat buruk bagi bank sendiri. Bank seharusnya melakukan pengarsipan secara rutin dan berkala. Setelah melakukan observasi, penulis menemukan adanya keadaan dimana bank tidak melakukan pencetakan transaction history terhitung dari bulan Januari 2015 hingga bulan Maret 2015 yang bahkan seharusnya rekapan tersebut harus dicetak secara per hari. Hal ini juga tentu akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan, karena semakin bank melakukan penundaan, akan terjadi semakin banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pencetakan transaction history yang seharusnya menjadi arsip perusahaan. Selain itu, bank juga akan mengalami kesulitan dalam melakukan trail pada transaction history apabila suatu waktu diperlukan. Karena sistem pada bank sekalipun, tidak memiliki kapasitas sebesar itu untuk menampung banyaknya segala aktivitas serta transaksi
11
yang dilakukan bank. Sistem pada bank hanya bisa mengakses hingga pada beberapa bulan terakhir saja.
REFERENSI Agoes, S. (2012). Auditing Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan Oleh Akuntan Publik (Edisi Keempat), Jakarta: Salemba Empat. Agoes, S., & Hoesada, J. (2012). Bunga Rampai Auditing (Edisi 2). Jakarta: Salemba Empat. Arens, Alvin A. et al. (2010). Auditing and Assurance Service an Integrated (11thEdition). New Jersey: Pearson International Edition.
Approach
Bayangkara, IBK. (2011). Audit Manajemen: Prosedur dan Implementasi. Jakarta: Salemba Empat. Budisantoso, T., & Nuritomo. (2014). Bank dan Lembaga Keuangan Lain (Edisi 3). Jakarta: Salemba Empat. Emelia. (2013). Evaluasi Audit Operasional Terhadap Kredit Bermasalah Pada Kredit Pemilikan Rumah (Studi Kasus Pada Bank XYZ Cabang Makassar Provinsi Sulawesi Selatan). Makassar. Islahuzzaman. (2012). Istilah-Istilah Akuntansi & Auditing. Jakarta: Bumi Aksara. Ismail. (2010). Manajemen Perbankan: Dari Teori Menuju Aplikasi. Jakarta:
Kencana.
Kasmir. (2010). Manajemen Perbankan (Edisi Revisi). Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Kasmir. (2012). Bank & Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Rajawali Pers. Mahmoeddin, A. (2010). Melacak Kredit Bermasalah. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Martono. (2010). Bank & Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta: Ekonisia. PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk. www.btpn.com (Diakses Pada Sabtu, 24 Januari 2015 Jam 22.27). Putri, S., & Luthfiani, N. (2014). Peranan Audit Internal Dalam Upaya Menekan Kemungkinan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus Pada PT. Bank Central Asia, Tbk. Kantor Cabang Umum Kota Bandung). Bandung. Republik Indonesia. (1998). Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Unit Gubernur Bank Indonesia. (2005). Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/2/PBI/2005 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. Unit Gubernur Bank Indonesia. (2009). Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/2/PBI/2009 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. Unit Gubernur Bank Indonesia. (2012). Peraturan Bank Indonesia Nomor: 14/2/PBI/2012 Tentang Pemberian Kredit Atau Pembiayaan Oleh Bank Umum Dan Bantuan Teknis Dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah. Tunggal, A. W. 2011. Operational Auditing: Meningkatkan Efisiensi Operasi dan Efektivitas Organisasi. Jakarta: Harvarindo. www.wikipedia.org. Bank Tabungan Pensiunan Nasional. (Diakses Pada Minggu, 25 Januari 2015 Jam 00.34)
12
RIWAYAT PENULIS Tantri Giovini, lahir di Cianjur pada 13 Februari 1994. Penulis menamatkan Sarjana Strata-1 (S1) jurusan Akuntansi di Universitas Bina Nusantara pada tahun 2015.
13