AUDIT KINERJA TERHADAP PELAYANAN BLU TRANSJAKARTA BUSWAY Afandika Akbar Utama Binus University, Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
Abstrak DKI Jakarta terus melakukan pembenahan sistem transportasinya, salah satunya adalah sistem transportasi berbasis bus. Transjakarta busway dikelola oleh Badan Layanan umum. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menilai kinerja operasional pelayanannya apakah telah berjalan dengan efektif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dalam memperoleh teori-teori terkait, dan melalui penelitian lapangan dengan melakukan wawancara dan observasi langsung di lapangan. Kesimpulan dari hasil observasi langsung dan wawancara, ditemukan bahwa di dalam beberapa substansi pelayanan dalam sistem Transjakarta Busway masih belum dijalankan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang telah ditetapkan. Beberapa proses pelayanan yang dilakukan oleh BLU Transjakarta Busway belum efektif atau tidak sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan. Penulis memberikan beberapa saran perbaikan antara lain: melakukan kordinasi ulang mengenai sterilisasi jalur busway kepada instansi-instansi terkait agar tidak terdapat kejelasan tanggung jawab dalam hal sterilisasi jalur busway, memaksimalkan pengoperasian portal jalur busway,
mengevaluasi desain halte transit, dan memperbaiki standar operasi prosedur untuk prosedur penaikan penumpang ke dalam bus.
Kata kunci : Audit Kinerja, BLU Transjakarta Busway, Pelayanan
1. Pendahuluan Setiap sarana pelayanan sektor publik tentunya dibangun menggunakan dana anggaran dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dana anggaran tersebut diperoleh melalui penerimaan pajak dan pendapatan lainnya bukan pajak. Untuk itu pemerintah baik pusat maupun daerah berkewajiban melaporkan penggunaan anggaran mereka kepada masyarakat. Hal tersebut untuk menilai akuntabilitas dan kinerja organisasi sektor publik. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selaku penerima wewenang pengelolaan dana publik yang digunakan untuk penyediaan pelayanan publik harus dapat mempertanggungjawabkan pengelolaan berbagai sumber daya yang dimiliki kepada publik. Value for money (VFM) bagi penyelenggaraan
pemerintahan
merupakan
suatu
keharusan
sebagai
wujud
tanggungjawabnya mewujudkan akuntabilitas publik. Konsep VFM penting bagi pemerintah sebagai pemberi layanan kepada masyarakat, karena implementasi tersebut akan memberi manfaat bagi efektivitas layanan publik, meningkatkan mutu layanan publik, menggunakan sumber daya dan ekonomi secara ekonomis, efisien dan efektif, meningkatkan kesadaran atas dana publik dan mengelola serta mengembalikan kembali dana yang dipercayakan dari publik kepada publik dalam berbagai bentuk aktivitas, sarana, sumber daya dan layanan yang bermutu kepada publik.
Kinerja suatu organisasi publik dinilai baik jika organisasi tersebut mampu melaksanakan kegiatannya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan pada standar yang tinggi dengan biaya yang rendah. Kinerja yang baik bagi suatu organisasi dicapai ketika administrasi dan penyediaan jasa dilakukan pada tingkat yang ekonomis, efisien dan efektif. Berdasarkan uraian diatas dengan jelas bahwa dalam wewenangnya mengelola keuangan yang berasal dari dana masyarakat dan untuk memberikan pelayanan publik, organisasi sektor publik atau dalam hal ini Badan Layanan Umum harus dapat mempertanggungjawabkan kepada publik kinerja yang telah dicapainya apakah telah mencapai tingkat ekonomis, efektif dan efisien.
2. Methodologi Dalam melaksanakan audit kinerja terhadap suatu proses pelayanan atau operasional suatu perusahaan ataupun badan pelayanan sektor publik dibutuhkan perencanaan sacara baik terlebih dahulu. Perencanaan tersebut bertujuan agar pelaksanaan audit kinerja dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Berikut ini adalah perencanaan audit kinerja terhadap pelayanan BLU Transjakarta Busway: 1. Survei pendahuluan Tujuan dari survei pendahuluan adalah untuk memperoleh informasi mengenai gambaran umum dari BLU Transjakarta Busway. Kegiatan yang dilakukan pada survei pendahuluan adalah :
a. Memahami entitas yang diaudit b. Mengidentifikasi area kunci c. Menetapkan tujuan dan lingkup audit 2. Pengembangan hasil temuan atau audit rinci Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah : a. Melakukan pemeriksaan terinci terhadap area kunci yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan standar pelayanan minimum yang digunakan oleh BLU Transjakarta Busway b. Menetapkan unsur-unsur temuan, seperti kondisi, kriteria, sebab, akibat, dan rekomendasi.
2.1.
Survei Pendahuluan Entitas merupakan Badan Layanan Umum Daerah di bawah Dinas Perhubungan
DKI Jakarta. Kegiatannya adalah menyelenggarakan pelayanan publik berupa moda transportasi publik berbasis bus. Entitas bertanggung jawab terhadap infrastuktur Transjakarta Busway yang mencakup rute busway, halte busway, dan infrastruktur pelengkap. Operasional bus dan tiket dikerjasamakan dengan pihak swasta. Kendaraan yang dipakai untuk layanan rute Busway berupa bus non-gandeng (single bus) dengan kapasitas 85 penumpang dan bus gandeng (articulated bus) dengan kapasitas 160 penumpang. Operator bus berupa badan hukum dari perusahaan angkutan penumpang dalam kota Jakarta dan/atau antar kota, yang dipilih dan ditunjuk melalui penunjukkan langsung atau melalui proses penawaran terbuka. Pemberian upah berdasarkan jumlah
kilometer yang ditempuh dan Rupiah per Kilometer yang ditawarkan. Tiket Transjakarta Busway terdiri atas tiket kertas, tiket elektronik dan kartu EDC JakCard; tiket kertas berbentuk karcis dengan spesifikasi khusus yang berbentuk security paper yang terdiri atas dua tipe tiket yaitu tiket full price dan tiket economic price. Pendekatan yang dilakukan dalam pemilihan area kunci yang penulis lakukan adalah berdasarkan faktor pemilihan (selection factors) yang terdiri atas: 1. Risiko manajemen 2. Signifikansi 3. Dampak audit 4. Auditabilitas Dari hasil analisis lebih lanjut atas area pelayanan yang dipilih, penulis melihat bahwa area Ketepatan Headway termasuk ke dalam kategori kehandalan pelayanan, sedangkan Kepadatan penumpang di dalam halte dan bus serta waktu tunggu di halte termasuk ke dalam kategori kenyamanan. Intinya terdapat dua area kunci yang akan dinilai oleh penulis dalam kegiatan pelaksanaan audit di lapangan. Tujuan auditnya adalah Menilai efektifitas Pengoperasian dan Pelayanan jasa yang diberikan BLU Transjakarta Busway kepada penumpang transjakarta melalui Pelayanan Kenyamanan dan ketepatan Headway yang terjamin. Lingkup yang diaudit adalah yang berhubungan dengan area kunci yaitu, pada halte persinggungan dan bus yang beroperasi melewati halte tersebut.
2.2.
Pengembangan Hasil Temuan atau Audit Rinci Berdasarkan penelitian audit kinerja terhadap pelayanan BLU Transjakarta
Busway, terdapat beberapa kelemahan yang ditemukan pada saat pemeriksaan area kunci yang perlu diberikan rekomendasi perbaikan yaitu: 1. Kepadatan penumpang di dalam halte transit melebihi jumlah maksimum yang ditetapkan SPM. Kondisi: Sistem Transjakarta memiliki halte untuk transit penumpang antar koridor yang disebut halte transit. Halte transit terletak di persinggungan dua atau lebih koridor yang bersinggungan. Halte transit telah di desain dengan spesifikasi khusus dan ketersediaan ruang. Karena disinggahi oleh penumpang dari dua atau lebih koridor, membuat halte transit selalu padat penumpang. Kriteria: Kepadatan penumpang di dalam halte harus sesuai dengan jumlah maksimum yang ditetapkan di dalam SPM yang dimiliki BLU Transjakarta Busway. hal tersebut unutk memenuhi substansi kenyamanan terhadap pelayanan yang diberikan oleh BLU Transjakarta Busway. Jumlah maksimum kepadatan penumpang di dalam halte adalah sebanyak 5 orang per meter persegi (off peak), 8 orang per meter persegi (peak) dan 10 orang per meter persegi (crush). Selain itu kepadatan penumpang di dalam halte seharusnya masih dapat memberikan ruang gerak yang cukup nyaman untuk penumpang. Sebab:
Sterilisasi jalur busway yang dikordinasikan dengan instansi terkait belum berjalan secara berkesinambungan. BLU Transjakarta Busway kurang memiliki wewenang untuk pengaturan sterilisasi, wewenang nya terdapat pada kepolisian dan DLLAJR. BLU Transjakarta Busway sebatas mengatur buka tutup portal pada persimpangan jalur busway yang dioperasikan langsung oleh petugas di lapangan. Akibat: Kurang efektifnya operasional sistem Transjakarta busway sebagai akibat dari tidak adanya kerja sama yang berkesinambungan antar instansi terkait. Pihak BLU lebih merasa hal tersebut bukan dalam wewenang tanggung jawabnya, sehingga jalur busway sering tidak dijaga sterilisasinya dari kendaraan lain selain bus. Kedatangan bus yang mengalami keterlambatan untuk mengangkut penumpang dari dalam halte transit karena kurangnya sterilisasi jalur membuat halte transit mengalami kepadatan yang tinggi dan mengurangi kenyamanan penumpang. Rekomendasi: BLU Transjakarta Busway sebaiknya melakukan kordinasi ulang mengenai sterilisasi jalur busway kepada instansi-instansi terkait agar terdapat kejelasan tanggung jawab dalam hal sterilisasi jalur busway. dengan adanya kordinasi ulang diharapkan pembagian tugas dan wewenang setrilasasi jalur busway dapat terlaksana secara berkesinambungan. Wewenang pengoperasian portal di jalur busway sebaiknya di maksimalkan oleh BLU Transjakarta busway dengan konsisten menempatkan petugas untuk operasonal buka tutup jalur busway dan melakukan pengawasan terhadap operasional portal. BLU Transjakarta busway sebaiknya melakukan evaluasi terhadap desain halte transit terkait kapasitas daya tampungnya untuk dapat menyesuaikan kapasitas halte terhadap kepadatan penumpang di dalam halte.
2. Kepadatan penumpang di dalam bus melebihi jumlah maksimum yang ditetapkan SPM. Kondisi: Operasional sistem Transjakarta busway di dukung oleh dua jenis bus, yaitu bus nongandeng dan bus gandeng. Bus non-gandeng mempunyai kapasitas daya angkut sebanyak 85 penumpang, sedangkan bus gandeng memiliki daya angkut kapasitas sebanyak 160 penumpang. Pada waktu peak daya angkut bus melebihi dari kapasitas normalnya. Satgas on board berperan dalam penaikkan dan penurunan penumpang. Kriteria: Kepadatan penumpang di dalam bus harus sesuai dengan jumlah maksimum penumpang di dalam bus yang ditetapkan di dalam SPM BLU Transjakarta Busway. Jumlah maksimum penumpang di dalam bus adalah sebanyak 5 orang per meter persegi (off peak) dan 8 orang per meter persegi (peak). Selain itu kepadatan penumpang di dalam bus seharusnya masih dapat memberikan ruang gerak yang cukup nyaman untuk penumpang. Sebab: Tingginya jumlah penumpang pada waktu peak. Tidak adanya penjelasan atau standar jumlah maksimum penumpang yang dapat diangkut dari dalam halte pada waktu peak. Satgas on board kurang bisa membatasi jumlah penumpang yang memaksa naik ke dalam bus. Akibat:
Terjadi kepadatan penumpang di dalam bus yang melebihi kapasitas dan standar jumlah maksimum kepadatan penumpang di dalam bus yang di tetapkan di dalam SPM BLU Transjakarta Busway. selain itu, peran dari satgas on board dalam hal rentang waktu dan jumlah maksimum penaikkan penumpang menjadi kurang efektif. Rekomendasi: BLU Transjakarta Busway sebaiknya memperbaiki prosedur penaikan penumpang dari dalam halte ke dalam bus secara tertulis dan jelas agar kinerja satgas on board dapat berjalan lebih efektif. Prosedur tersebut diharapkan memuat standar acuan rentang waktu dan jumlah maksimum penaikan penumpang. Dengan adanya perbaikan prosedur tersebut diharapkan akan dapat mengurangi kepadatan penumpang di dalam bus sehingga salah satu substansi pelayanan yaitu kenyamanan dapat diberikan secara efektif.
3. Kesimpulan 1. Kepadatan penumpang di dalam halte transit dan kepadatan penumpang di dalam bus pada waktu peak melebihi jumlah maksimum yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Minimum, sehingga mengurangi aspek kenyamanan yang seharusnya diberikan oleh Transjakarta. 2. Kerjasama dengan instansi-instansi terkait dalam hal sterilisasi jalur busway masih belum efektif. Banyaknya instansi yang terlibat dalam pengaturan sterilisasi jalur busway membuat sterilisasi kurang dijalankan secara berkesinambungan dan terkordinasi dengan baik. 3. Kurang jelasnya pengaturan tentang rentang waktu dan jumlah maksimum penumpang pada saat penaikkan penumpang ke dalam bus. Hal tersebut membuat
satgas on board kurang bisa membatasi jumlah penumpang yang naik ke dalam bus pada waktu peak dan membuat kepadatan di dalam bus menjadi tinggi dan kurang nyaman.
Daftar Pustaka [1] Arens, A.A., Elder, R.J., & Beasley, M.S. (2006). Auditing and assurance service and integrated approach (11th ed.). New Jersey: Prentice Hall, Inc. [2] Bayangkara, IBK. (2008). Audit Manajemen: Prosedur dan Implementasi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. [3] Boynton, W.C., Johnson, R.N., & Kel, W.G. (2002). Modern auditing jilid 1 (edisi 7). (Alih bahasa Rajoe, P.A., Gania, G., & Budi, I.S) Jakarta: Penerbit Erlangga. [4] Madura, Jeff. (2007). Pengantar Bisnis buku 1 (edisi 4). (Alih bahasa Yulianto, A.A., Krista) Jakarta: Penerbit Salemba Empat. [5] Rai, I.G. (2008). Audit Kinerja pada Sektor Publik. Jakarta: Penerbit Erlangga. [6] Robbins, S., Judge, T., & Campbell, T. (2010). Organizational Behaviour.
PERFORMANCE AUDIT OF BLU TRANSJAKARTA SERVICES Afandika Akbar Utama Binus University, Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
Abstract Jakarta Capital City continues to reform the system of transportation, one of which is the busbased transport system. Transjakarta busway is managed by the Public Service Board. The purpose of this study was conducted to assess the operational performance of its services if it has been carried out effectively. This study uses qualitative research methods. The method of this study conducted by the research literature in obtaining relevant theories, and through field research by conducting interviews and direct observation in the field. Conclusions from the results of direct observation and interviews, found that in some substance in the system Transjakarta Busway services are still not executed in accordance with minimum service standards that have been established. Some of the services performed by BLU Transjakarta Busway has not been effective or not in accordance with a defined minimum service standards. Authors gives some improvement suggestions are: to coordinate re-sterilization of the busway lane to the appropriate agencies so that there is no clarity of responsibility in terms of sterilization lane busway, busway lane to maximize the operation of the portal, evaluate the design of transit bus shelter, and improve the standard operating procedure to procedure raising the passengers on the bus.
Key words: Performance Audit, BLU Transjakarta Busway, Services
1. Introduction Any public sector service facilities must be built using funds from the central budget and local government. The budget funds acquired through tax revenues and other non-tax revenues. For that both central and regional governments are obliged to report the use of their budget to the public. This is to assess the accountability and performance of public sector organizations. Provincial Government Jakarta Capital City as the recipient of the authority to manage public funds used for the provision of public services must be accountable for the management of various resources of the public. Value for money (VFM) for governance is a necessity to realize its responsibility as a form of public accountability. The concept of VFM is important for the government as provider of services to the community, because implementation will provide benefits to the effectiveness of public services, improving the quality of public services, and economic use of resources economically, efficiently and effectively, increase awareness of public funds and to manage and restore the funds back entrusted to the public from the public in various forms of activities, facilities, resources and quality services to the public. Performance of a public organization considered good if the organization is able to carry out its activities in order to achieve the goals set at a high standard with low cost. Good performance for an organization is achieved when the administration and provision of services performed at an economical, efficient and effective.
Based on the above description it is clear that the authority to manage finances from public funds and to provide public services, public sector organizations or in this case the Public Service Board should be accountable to the public performance has been achieved if it has reached the level of economical, effective and efficient.
2. Methodologi In implementing the performance audit of a service process or the operations of a company or public sector service agency needs planning well in advance. Plans are aimed at making the implementation of the performance audit can be carried out effectively and efficiently. Here is a performance audit of the service planning BLU Transjakarta Busway: 1. Preliminary survey The purpose of the survey was to obtain preliminary information on the general picture of the BLU Transjakarta Busway. Activities performed on a preliminary survey are: a. Understanding the audited entity b. Identify key areas c. Establish objectives and scope of the audit 2. Development of the audit findings Activities performed at this stage are: a. Detailed examination of the key areas that have been previously determined based on minimum service standards that are used by BLU Transjakarta Busway. b. Establish the elements of the findings, such as the condition, criteria, cause, effect, and recommendations.
2.1.
Preliminary survey An entity is a Regional Public Service Board under the Jakarta Transportation
Agency. Its activities are organized in the form of public service bus based public transport modes. Entity responsible for the infrastructure that includes Transjakarta Busway route busway, busway bus shelter, and complementary infrastructure. Operational bus and tickets cooperation with the private sector. Vehicles used to service Busway route of non-articulated bus (single bus) with a capacity of 85 passengers and bus trailer (articulated bus) with a capacity of 160 passengers. Bus operators in the form of legal entity of the company's passenger transport in the city and / or between cities, selected and appointed by direct appointment or through an open bidding process. Remuneration based on the number of kilometers traveled and the amount offered per miles. Transjakarta Busway ticket consists of a paper ticket, electronic ticket and card
JakCard EDC; ticket-shaped paper tickets with special specifications in the form of security paper consists of two types of tickets are full price ticket and economic ticket price. The approach taken in the selection of key areas that the author did was based on the selection factors which consists of: 1. risk management 2. significance 3. impact of audit 4. Auditabilitas From the results of further analysis on the chosen service area, the authors see that the accuracy of Headway area fall into the category of service reliability, while the density of passengers in bus bus shelter and waiting time at bus shelter and fall into the
category of comfort. Essentially there are two key areas to be assessed by the authors in the implementation of audit activities in the field. Assessing the effectiveness of the audit objectives is Operation and Services BLU Transjakarta services rendered to the passengers Transjakarta Busway through Leisure Services and Headway accuracy guaranteed. Scope of the audit is related to key areas, namely, at the intersection of bus shelter and bus which operates through the bus shelter.
2.2.
Development of theaudit findings Based on the study of the performance audit services BLU Transjakarta Busway,
there are some weaknesses were found during examination of the key areas that need to be given recommendations for improvement are: 1. The density of transit passengers in the bus stops exceeds the specified maximum number of SPM. Conditions: Transjakarta system has a bus stops for passenger transit corridor between the socalled transit bus stops. Transit stops are located at the intersection of two or more corridors that intersect. Transit stops have been designed with special specifications and availability of space. Because visited by passengers from two or more corridors, making bus stops transit passengers are always crowded. Criteria: Passengers at the bus stops density should correspond to the maximum amount specified in the SPM owned BLU Transjakarta Busway. this fatherly comfort meets substance of the services provided by BLU Transjakarta Busway. The maximum
number of passengers at the bus stops density is as much as 5 people per square meter (off peak), 8 people per square meter (peak) and 10 people per square meter (crush). In addition the density of passengers in the bus stops should still be able to provide enough space for passenger comfortable. Cause: Sterilization lane busway is coordinated with relevant agencies have not run continuously. BLU Transjakarta Busway lacked the authority for the regulation of sterilization, its authority contained in the police and DLLAJR. BLU Transjakarta Busway limited set open and close the portal to the busway lane intersection that is operated directly by the officers in the field. As a result of: Lack of effective operational Transjakarta busway system as a result of the absence of a continuous cooperation between related institutions. More BLU-party feel it is not within the authority of its responsibilities, so that the busway is often not kept track sterilisasinya of vehicles other than buses. Delayed arrival of buses to transport passengers from the bus stops due to lack of sterilization transit lines make transit bus stops have a high density and reduce passenger comfort. Recommendation: BLU Transjakarta Busway should do the coordination re-sterilization of the busway lane to the appropriate agencies so that there is clarity of responsibility in terms of sterilization lane busway. coordination with the expected re-distribution of duties and authority of the busway lane sterilization can be carried out continuously. Authority operating in the lane busway portal should be maximized by BLU Transjakarta busway has consistently put the officer to open the closed lane busway Operational
and oversight of the operational portal. BLU Transjakarta busway should evaluate the design of transit bus stops related to the capacity of the accommodation to be able to adjust capacity to the density of passengers at bus stops in bus stops. 2. The density of passengers on the bus exceeds the specified maximum number of SPM. Conditions: Transjakarta busway operating systems are supported by two types of buses, ie nonarticulated buses and articulated buses. Non-articulated bus has a haulage capacity of 85 passengers, while the articulated bus has a carrying capacity of 160 passenger capacity. At peak times buses carrying capacity in excess of normal capacity. Task Force on board boosts and play a role in the decline in passengers. Criteria: The density of passengers on the bus must comply with the maximum number of passengers on the bus set out in the SPM BLU Transjakarta Busway. The maximum number of passengers on the bus are as many as 5 people per square meter (off peak) and 8 people per square meter (peak). In addition the density of passengers on the bus should still be able to provide enough space for passenger comfortable. Cause: The high number of passengers at peak times. The lack of explanation or standard maximum number of passengers that can be transported from the bus stops at peak times. Task Force on board is less able to limit the number of passengers is forced up into the bus.
As a result of: Density occurs a passenger in a bus that exceeds the capacity of standard maximum density and a passenger in a bus which is set in the SPM BLU Transjakarta Busway. in addition, the role of the task force on board in terms of time span and boosts the maximum number of passengers to be less effective. Recommendation: BLU Transjakarta Busway should improve the procedure of raising passenger in the bus to be in writing and clearly so that the performance of the task force on board can be run more effectively. The procedure is expected to contain a reference standard over time and raising the maximum number of passengers. With the improvement of the procedures are expected to reduce the density of passengers on the bus so that any substance that is comfort care can be provided effectively.
3. Conclusion
1. Passengers at the bus stops density and the density of transit passengers in the bus at peak time exceeds the maximum amount specified in the Minimum Service Standards, thereby reducing the convenience aspect that should be given by Transjakarta. 2. Cooperation with related agencies in terms of sterilization of busway track is still not effective. The number of agencies involved in the regulation of sterilization makes sterilization less lane busway run continuously and properly coordinated. 3. Lack of clarity about the timescales and setting the maximum number of passengers at the time of transporting passengers on the bus. This makes the task force members on
board are less able to limit the number of passengers who got on the bus at peak times and make the bus density is high and less comfortable.
References [1] Arens, A.A., Elder, R.J., & Beasley, M.S. (2006). Auditing and assurance service and integrated approach (11th ed.). New Jersey: Prentice Hall, Inc. [2] Bayangkara, IBK. (2008). Audit Manajemen: Prosedur dan Implementasi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. [3] Boynton, W.C., Johnson, R.N., & Kel, W.G. (2002). Modern auditing jilid 1 (edisi 7). (Alih bahasa Rajoe, P.A., Gania, G., & Budi, I.S) Jakarta: Penerbit Erlangga. [4] Madura, Jeff. (2007). Pengantar Bisnis buku 1 (edisi 4). (Alih bahasa Yulianto, A.A., Krista) Jakarta: Penerbit Salemba Empat. [5] Rai, I.G. (2008). Audit Kinerja pada Sektor Publik. Jakarta: Penerbit Erlangga. [6] Robbins, S., Judge, T., & Campbell, T. (2010). Organizational Behaviour.