AUDIT ENERGI PADA PROSES PRODUKSI CPO (CRUDE PALM OIL) DI PABRIK KELAPA SAWIT (PKS) KERTAJAYA PTP NUSANTARA VIII (PERSERO) LEBAK, BANTEN
RANTO RICHARDO SIREGAR
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Audit Energi pada Proses Produksi CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak, Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2013 Ranto Richardo Siregar NIM F14080109
ABSTRAK RANTO RICHARDO SIREGAR. Audit Energi pada Proses Produksi CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak, Banten. Dibimbing oleh SRI ENDAH AGUSTINA. Keterbatasan BBM dan isu lingkungan mendorong pemerintah untuk mencari bahan bakar alternatif yaitu salah satunya bahan bakar nabati (BBN) yang berasal dari CPO. Sebagai sumber energi alternatif, kebutuhan dan penggunaan energi untuk proses produksi CPO itu sendiri perlu diketahui. Tujuan penelitian ini adalah melakukan audit energi pada proses produksi CPO di PKS Kertajaya. Metode audit yang digunakan adalah preliminary audit dilanjutkan dengan detailed audit. Berdasarkan hasil penelitian, untuk memproduksi tiap Kg CPO pada kapasitas pengolahan 60 ton TBS/jam dengan tingkat rendemen 21.55% dibutuhkan masukan energi primer rata-rata sebesar 16.6779 MJ. Konsumsi energi primer tersebut berasal dari input energi solar sebesar 0.4125 MJ (2.47%), energi biomassa sebesar 15.8900 MJ (95.28%), energi pupuk sebesar 0.3492 MJ (2.09%) dan energi biologis manusia sebesar 0.0262 MJ (0.16%). Berdasarkan tahapan proses produksi, energi primer tersebut digunakan pada kegiatan budidaya sebesar 0.3636 MJ (2.18% dari total konsumsi energi primer), kegiatan pemanenan sebesar 0.0018 MJ (0.01%), kegiatan pengangkutan TBS sebesar 0.1778 MJ (1.07%) dan pengolahan TBS serta sarana pendukung sebesar 16.1347 MJ (96.74%). Upaya konservasi energi dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi olah riil pabrik sehingga mengurangi pemborosan terhadap konsumsi energi selama proses pengolahan antara lain dengan meningkatkan jam olah riil dan meningkatkan produksi TBS di lapangan. Kata kunci: CPO (crude palm oil), audit energi, proses produksi CPO
ABSTRACT RANTO RICHARDO SIREGAR. Energy Audit on CPO (Crude Palm Oil) Production Process at PKS Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak, Banten. Supervised by SRI ENDAH AGUSTINA. Depletion of fosil fuel resources and environmental issues has been encourage many efforts to find and depelop other energy resources, such as biodiesel. Energy auditing on CPO production system is very important due to CPO is raw material of many kinds of industries and also for biodiesel production. The aim of this research is to conduct energy auditing on CPO production system in PKS Kertajaya – Banten province. The method of auditing is preliminary audit continuing with detailed audit. The result shows that total primary energy consumed to produce 1 kg CPO si 16.6779 MJ. Those energy was supplied by diesel oil 2.47%, biomass waste 95.28%, fertilizer 2.09%, and human/labor 0.16%. Processing stage consumed 96.74% of the total energy input, while cultivation consumed 2.18%, harvesting consumed 0.01% and transportation 1.07%. The energy conservation can be conducted by upgrading real processing time and increasing fresh fruit bunch production. Keywords: crude palm oil, energy audit, CPO production process
AUDIT ENERGI PADA PROSES PRODUKSI CPO (CRUDE PALM OIL) DI PABRIK KELAPA SAWIT (PKS) KERTAJAYA PTP NUSANTARA VIII LEBAK, BANTEN
RANTO RICHARDO SIREGAR
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Audit Energi pada Proses Produksi CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak, Banten Nama : Ranto Richardo Siregar NIM : F14080109
Disetujui oleh
Ir. Sri Endah Agustina, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Desrial, M.Eng Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 ini ialah audit, dengan judul Audit Energi pada Proses Produksi CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak, Banten. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Sri Endah Agustina, MS selaku dosen pembimbing yang telah sabar dan banyak memberikan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Wahyudi, Bapak Dede, Bapak Agus, dan Bapak Adang yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada G. Siregar, A. br Simbolon, Swarni, Uki, Jelita, Putra, Obed, Faisal, Uda Prasetya, Tante Josua selaku keluarga dari penulis atas segala doa dan kasih sayangnya serta Chatrina Sihombing selaku pasangan penulis atas doa, perhatian dan kasih sayangnya. Tidak lupa juga terima kasih kepada teman-teman Teknik Mesin dan Biosistem angkatan 45 khususnya Tino, Jo Pangkar, Zega, Andre, Indra, Rombongan GPK, Ninggar, Lita, Nuha, dan teman-teman Kopelkhu khususnya Leo, Lia, Melisa, Liber, Eta, Adhi, serta teman-teman Bapa House, Hisar, Agung, Samuel, Rio, Alex, Tunggul, Joen, Rodex, Lundu, terima kasih atas dukungan dan semangatnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, November 2013
Ranto Richardo Siregar
i
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL i DAFTAR GAMBAR i DAFTAR LAMPIRAN ii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Permusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 3 TINJAUAN PUSTAKA 3 Kelapa Sawit 3 Proses Produksi CPO 4 Kebutuhan Energi dalam Industri Pertanian 11 Audit Energi 17 Hasil-hasil Penelitian Audit Energi pada Proses Produksi CPO 18 PROSES PRODUKSI CPO DI PABRIK KELAPA SAWIT (PKS) KERTAJAYA PTP NUSANTARA VIII (PERSERO) LEBAK, BANTEN 19 Budidaya Tanaman Kelapa Sawit 19 Budidaya tanaman kelapa sawit yang dilakukan di Kebun Kertajaya akan disajikan pada bagan alir berikut beserta penjelasannya. 19 Gambar 2 Bagan alir proses budidaya kelapa sawit di Kebun Kertajaya (Vademikum Kelapa Sawit PTPN III, 2001) 19 Pengolahan TBS menjadi CPO 20 Sarana Pendukung Proses Pengolahan CPO 27 METODE PENELITIAN 29 Waktu dan Tempat 29 Metode Audit Energi 29 Parameter yang Diukur 33 Alat dan Bahan 33 Metoda Pengumpulan Data 34 Perhitungan dan Analisis Data 34 HASIL DAN PEMBAHASAN 37 Konsumsi Energi pada Proses Produksi CPO di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak Banten 37 PELUANG PENGHEMATAN DAN KONSERVASI ENERGI 49 SIMPULAN DAN SARAN 52 Simpulan 52 Saran 53 DAFTAR PUSTAKA 54 LAMPIRAN 56 RIWAYAT HIDUP 74
i
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Pangsa produksi CPO dunia tahun 2011 Luas areal dan kelapa sawit Indonesia Nilai energi per unit beberapa jenis bahan bakar Input energi untuk beberapa operasi pertanian Masukan energi produksi bahan baku dan pabrikasi beberapa alat mesin Masukan energi untuk pupuk Fosfat dan pupuk Kalium Masukan energi untuk pupuk Nitrogen Input energi untuk memproduksi beberapa jenis pestisida Nilai embodied energy dari beberapa bahan kimia Kebutuhan energi manusia untuk melakukan aktivitas pada beberapa kondisi beban kerja Kebutuhan energi biologis (manusia) pada beberapa kegiatan pertanian Hubungan antara fraksi kematangan TBS dengan rendemen dan kadar Tingkat kematangan TBS Rincian proses perebusan di PKS Kertajaya Konsumsi energi primer pada proses produski CPO di PKS Kertajaya Konsumsi energi final pada tiap tahapan produksi CPO di PKS Kertajaya Konsumsi energi pada tahapan budidaya Konsumsi energi pada kegiatan pengolahan TBS menjadi CPO Konsumsi energi pada sarana pendukung Konsumsi energi biologis manusia pada setiap tahapan produksi Konsumsi energi solar Konsumsi energi listrik pada pengolahan dan sarana pendukung Efisiensi teknis alat atau mesin produksi CPO di setiap stasiun pengolahan Konsumsi energi pupuk pada kegiatan budidaya Konsumsi pestisida pada kegiatan budidaya
4 5 12 12 13 14 14 15 15 16 16 22 22 23 38 39 40 40 41 43 44 45 46 46 47
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Rangkaian kegiatan proses budidaya tanaman kelapa sawit Bagan alir proses budidaya kelapa sawit di Kebun Kertajaya Bagan alir proses pengolahan TBS menjadi CPO di PKS Kertajaya Bagan alir proses dan input energi pada tiap tahapan produksi CPO Batasan sistem dalam audit energi di PKS Kertajaya Aliran energi pada produksi CPO di PKS Kertajaya Aliran energi pada stasiun penyediaan energi Skema siklus Rankine Diagram T-s
5 19 21 31 32 42 48 51 51
ii
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Data produksi TBS Kebun Kertajaya tahun 2008-2012 Penggunaan Energi Pupuk Penggunaan Pestisida Penggunaan Energi BBM (Solar) Penggunaan Energi Biomassa Penggunaan Energi biologis manusia Ouput Energi Listrik dari sarana penyediaan energi Penggunaan Energi Listrik Cara-cara perhitungan
56 56 58 58 59 62 65 66 71
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Energi merupakan faktor terpenting dalam menunjang pembangunan nasional, baik bahan baku industri mau pun sebagai bahan bakar dan catudaya kelistrikan di hampir semua sektor pembangunan. Pemanfaatan energi akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi nasional. Indonesia dikaruniai berbagai sumber daya energi yang cukup beragam, baik sumber daya energi fosil seperti minyak bumi, batubara, dan gas alam, mau pun sumber daya energi baru dan terbarukan seperti tenaga air, panas bumi, biomassa, tenaga surya, tenaga angin, dan laut. Menurut salah satu anggota dewan pakar Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Arya Rezavidi Ph.D dalam tulisannya yang berjudul “Membaca Nasib Energi Baru dan Terbarukan di Indonesia” (www.meti.or.id), salah satu permasalahan pokok dalam pemanfaatan energi secara nasional yakni energi mix nasional saat ini masih didominasi oleh sumber daya energi fosil. Lebih dari 50% sumber daya energi yang digunakan berasal dari minyak bumi dan bila memasukkan batubara dan gas alam maka angkanya mencapai 90%. Dengan komposisi penggunaan energi seperti ini, maka ketahanan energi nasional sangat rapuh karena cadangan sumber daya energi fosil ini terbatas dan pasar dunia hanya dikuasai oleh sekelompok orang sehingga apabila terjadi gejolak harga mau pun kekurangan pasokan, maka ekonomi Indonesia akan langsung terpengaruh (Rezavidi, 2012). Menurut Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas BPMIGAS, Gde Pradnyana, cadangan terbukti minyak nasional terus menyusut dalam 10 tahun ini dari 4,3 miliar barel menjadi 3,9 miliar barel. Dia menambahkan, dengan kebutuhan/konsumsi bahan bakar minyak (BBM) nasional yang saat ini sudah diatas 1,2 juta barel per hari dan kemampuan kilang domestik hanya 700 ribu barel per hari, maka sisa kebutuhan BBM masih harus diimpor (http://www.esdm.go.id/berita/migas, Maret 2012). Dari pernyataan di atas dapat kita ketahui bahwa Indonesia sudah tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan BBM sendiri dan cadangan minyak nasional yang semakin menipis dan terbatas. Disadari atau tidak, penggunaan bahan bakar minyak berbasis fosil saat ini telah menjadi penyebab utama perubahan iklim dunia. Bahan bakar fosil itu meliputi minyak bumi, batubara, dan gas alam, yang biasa digunakan manusia sebagai sumber energi untuk transportasi, industri, dan rumah tangga. Di seluruh dunia, minyak bumi, batubara, dan gas alam memasok 88% dari kebutuhan energi global. Pada hal, ketiga jenis energi itu bisa menghasilkan gas-gas seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dan nitrous oksida (N 2 O) yang jumlahnya semakin lama semakin memenuhi kuota atmosfer dunia (Tim Nasional Pengembangan BBN, 2007). Pembakaran bahan fosil meningkatkan konsentrasi CO2 di bumi sehingga melampaui tingkat-tingkat alamiah. Meskipun CO2 tidak beracun seperti halnya CO, tetapi CO2 dapat berakibat naiknya suhu bumi. Hal ini merupakan salah satu penyebab siklus karbon selain berkurangnya hutan dan lahan hijau.
2 Keterbatasan BBM yang dan isu lingkungan tersebut telah mendorong pemerintah untuk mengubah kebijakannya. Melalui Perpres 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional telah dicanangkan target energi mix nasional, dimana peran energi baru terbarukan (EBT) sebanyak 17% pada tahun 2025 dan direvisi pada tahun 2011 menjadi 25% pada tahun 2025 (www.meti.or.id). Salah satu bahan bakar alternatif tersebut adalah bahan bakar nabati (BBN) yang bersumber dari CPO. Menurut Kementrian Perindustrian Republik Indonesia dalam Outlook Industri 2012, Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia dengan produksi mencapai 23.9 juta ton atau 47.80% dari total pangsa produksi CPO di dunia pada tahun 2011 (Tabel 1). Besarnya produksi CPO Indonesia membuat CPO tidak hanya sebagai bahan baku berbagai industri (pangan, sabun, baja, tekstil) melainkan juga sebagai bahan baku energi alternatif, yaitu biofuel. Sebagai sumber energi alternatif, kebutuhan dan penggunaan energi untuk proses produksi CPO itu sendiri perlu diketahui. Dalam proses produksi CPO, aspek efisiensi penggunaan energi perlu diperhatikan karena berpengaruh pada kemampuan kompetisi harga di pasar global. Penggunaan energi secara efisien adalah salah satu usaha penghematan energi dan hasilnya dapat dirasakan dalam waktu relatif singkat. Audit energi merupakan langkah awal dari usaha penghematan energi. Audit energi bertujuan untuk mempelajari penggunaan energi pada suatu proses produksi yang meliputi jumlah energi , jenis energi, sumber energi, aliran energi, dan biaya energi. Hasil audit energi dapat dijadikan sebagai acuan bagi perusahaan untuk membantu menentukan strategi yang tepat untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi sehingga dapat meningkatkan efisiensi produksi. Perumusan Masalah Sebagai sumber energi alternatif, kebutuhan dan penggunaan energi untuk proses produksi CPO itu sendiri perlu diketahui. Cara yang dilakukan adalah dengan mengetahui pola penggunaan energi melalui audit energi. Dengan adanya audit energi, perusahaan akan mengetahui kebutuhan energi dan efisiensi penggunaan alat dan mesin pada tiap tahapan produksi dengan rinci.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: 1. Menghitung kebutuhan energi untuk menghasilkan per satuan produk CPO di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya. 2. Mengetahui jenis, jumlah, dan sumber energi pada tiap tahapan proses produksi. 3. Mencari peluang penghematan energi yang dapat dilakukan.
3 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat sebagai rekomendasi untuk melakukan penghematan penggunaan energi tanpa mengurangi produktivitas yang telah dicapai sebelumnya sehingga dapat meningkatkan daya saing.
TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (palm oil) merupakan salah satu tumbuhan tropis yang termasuk tanaman monokotil. Secara taksonomi, tanaman ini diklasifikasikan sebagai berikut (Pahan, 2007): Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili : Arecaceae (dahulu disebut Palmae) Sub-famili : Cocoidae Genus : Elaesis Spesies : 1. Elaesis guineensis Jacq 2. Elaesis oleifera Cortes 3. Elaesis odora Tanaman kelapa sawit memiliki beberapa varietas yang digolongkan berdasarkan tebal tipisnya cangkang (endocarp) dan berdasarkan warna buah (Setyamidjaja, 2006). Berdasarkan tebal tipisnya cangkang, dikenal tipe-tipe kelapa sawit sebagai berikut: • Tipe Dura: tipe ini memiliki ciri-ciri daging buah (mesocrap) tipis, cangkang (endocarp) tebal (2-8 mm), inti (endosperm) besar, dan tidak terdapat cincin serabut. Persantase daging buah 35% - 60% dengan rendemen minyak 17% - 18%. • Tipe Pisifera: tipe ini memiliki ciri-ciri daging buah tebal, tidak mempunyai cangkang, tetapi terdapat cincin serabut yang mengelilingi inti. Perbandingan daging buah terhadap buahnya tinggi dan kandungan minyaknya tinggi. • Tipe Tenera: tipe ini merupakan hasil persilangan antara tipe Dura dan tipe Pisifera. Sifat tipe Tenera merupakan kombinasi sifat khas kedua induknya. Tipe ini memiliki tebal cangkang 0.5–4 mm, mempunyai cincin serabut walaupun tidak sebanyak seperti pada Pisifera, sedangkan intinya kecil. Perbandingan daging buah terhadap buah 60% - 90%, rendemen minyak 22% - 24%. Kelapa sawit pertama kali diintroduksikan ke Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848, tepatnya di Kebun Raya Bogor. Sesudah tahun 1911, K. Schadtseorang berkebangsaan Jerman dan M. Adrien Hallet berkebangsaan Belgia-mulai mempelopori budidaya tanaman kelapa sawit. Schadt
4 mendirikan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Tanah Ulu (Deli), sedangkan Hallet mendirikan perkebunan di daerah Pulau Raja (Asahan) dan Sungai Liput (Aceh) (Pahan, 2007). Dewasa ini tanaman kelapa sawit tersebar di sepanjang daerah tropis, terutama di kawasan yang terletak antara 150 Lintang Utara sampai 150 Lintang Selatan. Tanaman kelapa sawit menghendaki keadaan topografi berbentuk landai (kemiringan lahan tidak lebih dari 150), dengan ketinggian sampai sekitar 500 meter di atas permukaan laut, pH tanah sekitar 4-6. Curah hujan yang diperlukan berkisar 2000 mm sampai 3000 mm per tahun yang tersebar merata sepanjang tahun, kelembaban udara antara 50%-90% dan lamanya penyinaran (cahaya matahari) antara 5 jam sampai 7 jam per hari. Kelapa sawit dapat tumbuh tegak lurus mencapai ketinggian sampai 20 meter. Kelapa sawit mulai menghasilkan pada umur sekitar 30 bulan setelah tanam dan kelapa sawit biasanya sudah tidak produktif lagi pada umur lebih dari 25 tahun (Setyamidjaja, 2006). Menurut Pahan (2007), saat ini perkebunan kelapa sawit telah berkembang lebih jauh sejalan dengan kebutuhan dunia akan minyak nabati dan produk industri oleochemical. Industri hulu perkebunan kelapa sawit menghasilkan produk primer berupa minyak kelapa sawit (crude palm oil disingkat CPO) dan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil disingkat PKO). Dari produk CPO dan PKO dapat dikembangkan menjadi bermacam-macam produksi industri hilir yang menhasilkan minyak goreng, margarine, lilin, sabun, cream lotion, shampoo, dan lain-lain. Proses Produksi CPO Proses produksi CPO merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dari budidaya di kebun sampai pengolahan TBS di pabrik dengan berbagai sarana pendukungnya. Proses produksi ini bertujuan untuk menghasilkan sebanyak mungkin CPO dengan tetap memperhatikan mutunya agar sesuai dengan standar produk. Produksi CPO Indonesia tumbuh signifikan rata-rata 13.4% selama satu dasawarsa terakhir, yang didukung oleh pertumbuhan areal tanam rata-rata 6.7% per tahun (Tabel 2). Pangsa produksi CPO Indonesia di pasar internasional senantiasa menunjukkan tren peningkatan. Total produksi minyak sawit (CPO) dunia pada 2011 sebesar 50 juta ton, dimana Indonesia dan Malaysia menguasai 85.4% produksi minyak sawit dunia. Pangsa CPO Indonesia sebesar 47.8% sedangkan Malaysia sebesar 37.6%, sisanya merupakan share sejumlah negaranegara lain (Tabel 1). Tabel 1 Pangsa produksi CPO dunia tahun 2011 Produksi minyak Pangsa produksi Nomor Negara sawit (ton) (%) 1. Indonesia 23.9 juta 47.80 2. Malaysia 18.8 juta 37.60 3. Negara lainnya 7.3 juta 14.60 Total 50 juta 100.00 Sumber: Kemenperin, 2011 dalam ‘Outlook Industri 2012’
5 Tabel 2 Luas areal dan produksi kelapa sawit Indonesia Tahun Luas areal (hektar) Produksi (ton) 2008 7 363 847 17 539 788 2009 7 873 294 19 324 293 2010 8 385 394 21 958 120 2011 8 992 824 23 096 541 2012*) 9 074 621 23 521 071 Sumber: Ditjen Perkebunan-Kementrian Pertanian, 2013 dalam ‘Percepatan Pelaksanaan Program Peningkatan Produksi dan Produktivitas Perkebunan Berkelanjutan 2013’ Keterangan: * = sementara 1. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit Proses budidaya tanaman kelapa sawit terdiri dari pembibitan, pembukaan lahan, pembuatan rancangan kebun, penanaman bibit kelapa sawit, penanaman tanaman penutup tanah, pemeliharaan tanaman, dan pemanenan.
Pembibitan Pembukaan lahan Perancangan kebun
Penanaman Penanaman tanaman penutup Pemeliharaan
Pemanenan Gambar 1 Rangkaian kegiatan proses budidaya tanaman kelapa sawit (Setyamidjaja, 2006). a. Pembibitan Pembibitan merupakan kegiatan awal di lapangan yang bertujuan untuk mempersiapkan bibit siap tanam. Pembibitan harus sudah disiapkan sekitar satu tahun sebelum penanaman di lapangan, agar bibit yang ditanam memenuhi syarat, baik umur mau pun ukurannya. Agar pembibitan berjalan dengan baik dan aman,
6 lokasi pembibitan harus memenuhi persyaratan-persayaratan berikut (Setyamidjaja, 2006): 1) Lokasi pembibitan sebaiknya datar dan rata, bila tidak datar sebaiknya dibuat teras. 2) Lokasi pembibitan dekat dengan sumber air dan selalu tersedia air untuk keperluan penyiraman. 3) Lokasi pembibitan sedapat mungkin di tengah-tengah areal yang akan ditanami. 4) Lokasi pembibitan bebas dari kemungkinan gangguan hewan, baik hewan liar mau pun hewan piaraan. 5) Lokasi pembibitan mudah dikunjungi dan diawasi serta tersedia bangunan bagi pekerja yang melakukan pemeliharaan dan pengawasan. Saat ini sistem pembibitan kelapa sawit dikenal dengan menggunakan kantong plastik atau polybag. Sistem pembibitan kelapa sawit menggunakan kantong plastik dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pembibitan satu tahap dan pembibitan dua tahap. Pada sistem satu tahap, bibit langsung ditanami di dalam polybag besar hingga umur 12 bulan tanpa harus ditanami terlebih dahulu di polybag kecil. Pada sistem pembibitan dua tahap, penanaman bibit dilakukan dua kali. Tahap pertama disebut pembibitan awal (pre-nursery) dan tahap kedua disebut pembibitan utama (main nursery). Pada tahap pembibitan awal kecambah ditanam menggunakan polybag kecil sampai bibit umur 3 bulan. Kemudian pada tahap pembibitan utama, bibit dari tahap pembibitan awal ditanam menggunakan polybag besar selama 9 bulan. b. Pembukaan lahan Tanaman kelapa sawit sering ditanam pada berbagai kondisi areal sesuai dengan ketersedian lahan yang akan dibuka menjadi perkebunan kelapa sawit. Cara membuka lahan untuk tanaman kelapa sawit disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia. 1) Bukaan baru (new planting) pada hutan primer, hutan sekunder atau areal yang ditumbuhi lalang. 2) Konversi, yaitu penanaman pada areal yang sebelumnya ditanami dengan tanaman perkebunan seperti karet, kelapa atau komoditas tanaman perkebunan lainnya. 3) Bukaan ulang (replanting), yaitu areal yang sebelumnya juga ditanami kelapa sawit. Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan secara mekanis, khemis/kimia, atau manual. Cara-cara pembukaan lahan diatas dipakai sesuai dengan kondisi lahan yang akan dijadikan perkebunan kelapa sawit. Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit harus memperhatikan pula upaya-upaya pengawetan tanah dan air, agar tidak terjadi kerusakan tanah seperti erosi dan atau tanah longsor yang dapat merugikan di masa yang akan datang. c. Pembuatan rancangan kebun Setelah pembukaan lahan selesai, kegiatan selanjutnya adalah membuat rancangan untuk menetapkan lokasi-lokasi emplasemen (kantor dan pabrik), perumahan bagi karyawan dan pekerja kebun, jalan-jalan kebun, jembatan, dan sebagainya. Jaringan jalan merupakan alat vital bagi perkebunan karena menunjang pelaksanaan berbagai kegiatan kebun. Jenis-jenis jalan yang ada di
7 areal perkebunan kelapa sawit diberi nama sesuai dengan kepentingannya dan dikenal beberapa jalan, seperti: jalan utama, jalan pengangkutan hasil, jalan kontrol (untuk memudahkan pengawasan kebun oleh pimpinan kebun), dan jalan pringgan (berada di pinggir kebun). d. Penanaman bibit kelapa sawit Kegiatan penanaman terdiri atas pengajiran, pembuatan lubang tanam, dan menanam. Pengajiran atau memancang adalah menentukan tempat-tempat yang akan ditanam bibit kelapa sawit sesuai dengan jarak tanam dan hubungan tanaman yang dipakai dalam penanaman kelapa sawit. Sistem jarak tanam yang umum digunakan adalah segitiga sama sisi dengan jarak tanam 9 meter x 9 meter x 9 meter. Pembuatan lubang tanam harus dilakukan beberapa minggu sebelum penanaman agar tanah yang digali dan lubang tanam mengalami pengaruh iklim sehingga terjadi perbaikan tanah secara fisika atau pun kimia dan dapat dilakukan pemeriksaan lubang, baik ukuran mau pun jumlahnya per hektarnya. Lubang tanam untuk kelapa sawit biasanya dibuat dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm dan akan diperoleh populasi atau kerapatan tanaman 143 pohon per hektar. Pada saat menggali, tanah atas (topsoil) dan tanah bawah (subsoil) harus dipisahkan karena fungsi keduanya akan dibedakan untuk menutup lubang tanam pada saat penanaman. Penanaman sebaiknya dilakukan antara bulan Oktober sampai dengan bulan Februari, karena pada bulan-bulan ini curah hujan sudah mencukupi kebutuhan air tanaman. Urutan tahapan penanaman adalah bibit dikeluarkan dengan cara menyobek polybag. Bibit beserta tanahnya diletakkan tegak lurus pada lubang tanam, lalu ditimbun dan dipadatkan tanahnya. Tanah yang pertama ditimbun adalah bagian topsoil agar akar dapat berkembang jika terjadi regenerasi akar. Kemudian pada bagian atas ditimbun dengan tanah bagian subsoil. e. Penanaman tanaman penutup tanah Penanaman tanaman penutup tanah biasa dilaksanakan pada perkebunan kelapa sawit. Tanaman penutup tanah adalah tanaman kacangan yang tumbuhnya menjalar dan bersifat bukan pesaing bagi tanaman pokok. Penanaman tanaman kacangan penutup tanah bertujuan untuk memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia, dan biologi tanah, mencegah terjadinya erosi, mempertahankan kelembaban tanah, dan menekan tumbuhan penggangu (gulma). Jenis-jenis tanaman kacangan penutup tanah yang umum ditanam di perkebunan kelapa sawit adalah Calopogonium caeruleum, Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica, Pueraria phaseoloides, Centrocema pubescens, Psophocarphus palustries, dan Mucuna cochinchinensis. f. Pemeliharaan tanaman Tanaman kelapa sawit dibagi atas dua periode pertumbuhan, yaitu tanaman belum menghasilkan (TBM) yang berusia dibawah 3 tahun dan tanaman menghasilkan (TM) yang berusia antara 3-25 tahun. Pada kedua periode tersebut tanaman perlu pemeliharaan secara intensif agar proses pertumbuhan dan hasil produksinya optimal. Tanaman belum menghasilkan (TBM) memerlukan pemeliharaan yang baik agar tumbuh dengan sehat, subur, dan terbebas dari gangguan hama dan penyakit. Beberarapa kegiatan pemeliharaan TBM yang penting dilaksanakan adalah penyulaman (mengganti tanaman yang mati atau abnormal), pembuatan dan
8 pemeliharaan piringan/lingkungan di sekitar individu tanaman (radius 1.0 – 1.5 meter dari pokok kelapa sawit), pemeliharaan tanaman kacangan penutup tanah, pemupukan (jenis pupuk: Urea atau ZA, Rock Phospate, Muriate of Phosphate, Kieserite, dan Borax), pemangkasan daun atau menunas daun, kastrasi bunga (pembuangan bunga jantan dan bunga betina), penyerbukan bantuan, pengendalian hama dan penyakit. Pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM) merupakan kegiatan pemeliharaan lanjutan tanaman belum mengahasilkan (TBM). Beberapa kegiatan pemeliharaan TM adalh pengendalian gulma, pemupukan, dan pemeliharaan lainnya seperti pemeliharaan jalan, pemeliharaan parit, dan sebagainya. g. Pemanenan Pemanenan merupakan kegiatan akhir pada tahapan budidaya tanaman kelapa sawit. Hasil panen dari tanaman kelapa sawit adalah tandan buah segar (TBS) yang kemudian dari TBS akan diperoleh minyak sawit (CPO) dan minyak inti setelah diolah di pabrik. Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut brondolan, serta pengangkutan dari dalam kebun menuju tempat pengumpulan hasil (TPH). Pemanenan TBS harus dilaksanakan pada saat yang tepat karena pemanenan akan menentukan tercapainya kuantitas dan kualitas minyak sawit yang dihasilkan. Pemanenan yang dilakukan sebelum proses pembentukan minyak selesai akan mengakibatkan hasil minyak kurang dari semestinya. Sedangkan pemanenan yang melewati proses pembentukan minyak akan merugikan karena sebagian kandungan minyaknya akan berubah menjadi asam lemak bebas (free fatty acid) yang mengakibatkan turunnya mutu minyak kelapa sawit. Untuk itu hal-hal berikut perlu diperhatikan, antara lain kriteria matang panen, persiapan panen (kesiapan alat pemotong dan pengumpul buah serta tenaga kerja), rotasi dan sistem pemanenan, dan transportasi hasil panen. Suatu areal tanaman belum menghasilkan (TBM) dapat berubah menjadi tanaman menghasilkan (TM) dan mulai dapat dilakukan pemanenan apabila 60% buah atau lebih telah matang panen. Kriteria matang panen yang dijadikan patokan di perkebunan kelapa sawit adalah bila sudah ada 2 brondolan (buah yang jatuh dari tandannya) untuk tiap kilogram tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau 1 buah brondolan untuk tiap kilogram tandan yang beratnya lebih dari 10 kg. 2. Pengolahan TBS menjadi CPO Proses pengolahan TBS di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak sawit (CPO) yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS dan brondolan dari TPH ke pabrik sampai dihasilkan minyak sawit dan hasil sampingannya. Secara ringkas, tahap-tahap proses pengolahan TBS sampai dihasilkan minyak diuraikan sebagai berikut. a. Pengangkutan TBS ke pabrik TBS harus segera diangkut ke pabrik untuk diolah, yaitu maksimal 8 jam setelah panen harus segera diolah. Alat angkut yang dapat digunakan dari kebun ke pabrik diantaranya adalah lori, traktor gandengan, dan truk. Setelah TBS sampai di pabrik segera dilakukan penimbangan untuk mendapatkan angka-angka yang berkaitan dengan produksi, pembayaran upah pekerja, dan perhitungan rendemen minyak sawit (Fauzi dkk, 2007). TBS kemudian ditampung di dalam
9 loading ramp untuk kemudian didistribusikan ke dalam lori-lori yang akan membawa TBS ke dalam ketel rebus (sterilizer) untuk direbus. b. Perebusan TBS Pada dasarnya tujuan perebusan adalah merusak enzim lipase yang menstimulir pembentukan ALB, mempermudah pelepasan buah dari tandan dan inti dari cangkang, memperlunak daging buah sehingga memudahkan proses pemerasan, dan untuk mengkoagulasikan (mengendapkan) protein sehingga memudahkan pemisahan minyak (Fauzi dkk, 2007). Perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap panas selama 1 jam atau tergantung tekanan uap. Pada umumnya besar tekanan uap yang digunakan adalah 2.5 atmosfer dengan suhu uap 125 0C (Fauzi dkk, 2007). Perebusan yang terlalu lama dapat menurunkan kadar minyak dan pemucatan kernel, sebaliknya perebusan terlalu singkat menyebabkan banyak buah yang tidak rontok dari tandannya. c. Perontokan dan pelumatan buah Lori-lori yang berisi TBS yang telah direbus ditarik keluar dari sterilizer menggunakan capstand kemudian diangkat dengan alat hoisting crane yang digerakkan motor. Hoisting crane akan membalikkan TBS ke dalam hopper untuk selanjutnya diterusakan ke mesin perontok buah (thresher). Dari thresher, buah yang telah rontok dibawa ke mesin pelumat (digester). Selama proses pelumatan, digester dipanasi dengan uap untuk lebih memudahkan penghancuran daging buah dan pelepasan biji. d. Pemerasan atau ekstraksi minyak Untuk memisahkan biji sawit dari hasil lumatan buah, perlu dilakukan pengadukan selama 25-30 menit. Setelah lumatan buah bersih dari biji sawit, tahap selanjutnya adalah pemerasan atau ekstraksi. Tujuan ekstraksi adalah untuk mengambil minyak dari masa adukan. Ada beberapa cara dan alat yang digunakan dalam proses ekstraksi minyak, antara lain dengan sentrifugasi, dengan screw press, dengan bahan pelarut, dan dengan tekanan hidrolis (Fauzi dkk, 2007). e. Pemurnian minyak Minyak yang keluar dari stasiun pengempaan masih mengandung padatan dan air. Oleh sebab itu minyak perlu dipisahkan dari kotoran-kotoran tersebut secara bertahap. Tahapan pemisahan dalam pemurnian ini meliputi filtrasi, pengendapan, pengupan, sentrifugasi, dan pengeringan. Minyak hasil ekstraksi kemudian disimpan di dalam tangki penyimpanan. f. Pengolahan biji Biji sawit yang telah dipisahkan pada proses pengadukan diolah lebih lanjut untuk diambil minyaknya. Sebelum dipecah, biji-biji sawit dikeringkan dalam silo minimal 14 jam dengan sirkulasi udara kering pada suhu 50 0C. Akibat proses pengeringan ini, inti sawit akan mengerut dan memudahkan pemisahan inti sawit sari cangkang atau tempurungnya. Pemisahan inti sawit dari tempurungnya berdasarkan berat jenis antara inti sawit dan tempurung. Alat yang digunakan adalah hydrocyclone separator. Inti dan tempurung dipisahkan oleh aliran air yang berputar dalam sebuah tabung atau dapat juga dengan mengapungkan bijibiji yang pecah dalam larutan lempung yang mempunyai berat jenis 1.16. Untuk menghindari kerusakan akibat mikroorganisme, maka inti sawit harus segera dikeringkan dengan suhu 80 0C. Setelah kering, inti sawit dapat dipak atau diolah lebih lanjut untuk menghasilkan minyak inti sawit (palm kernell oil, PKO) (Fauzi dkk, 2007).
10 g. Stasiun pendukung Proses pengolahan TBS menjadi CPO tidak akan berlangsung tanpa didukung oleh stasiun pendukung. Keberadaan stasiun pendukung produksi ini sangat berperan penting karena untuk jalannya pengolahan. Stasiun-stasiun pendukung pengolahan kelapa sawit meliputi stasiun penyediaan energi, stasiun pengolahan air, dan sistem pengelolaan limbah. 1) Stasiun penyediaan energi Penyedia utama kebutuhan energi di pabrik kelapa sawit adalah Ketel Uap (Boiler). Boiler adalah bejana tertutup dimana panas pembakaran dialirkan ke air sampai terbentuk uap bertekanan (steam). Steam kemudian dialirkan ke turbin uap untuk memutar sudu-sudu turbin. Putaran turbin (energi mekanis) yang dihasilkan akan digunakan untuk membangkitakan energi listrik melalui alternator. Turbin uap dilengkapi dengan alat pengumpul uap bekas yang disebut dengan Back Pressure Vessel (BPV) yang berfungsi untuk mendistribusikan steam ke stasiun sterilizer, stasiun clarification, stasiun digester, stasiun screw press, stasiun kernell, stasiun storage dan stasiun fat fit. Uap bekas dari stasiun-stasiun ini akan dikembalikan ke pengolahan air untuk diolah lagi untuk digunakan sebagai air boiler. Penyedia kebutuhan energi lainnya adalah diesel engine. Diesel engine diperlukan pada saat start awal proses dan juga pada saat tenaga yang dihasilkan turbin tidak mencukupi untuk proses pengolahan. Pada saat tenaga yang dihasilkan turbin berkurang, maka diesel engine diparalel dengan turbin. Diesel engine juga diperlukan untuk menggantikan peran turbin pada saat pabrik tidak melakukan pengolahan. Pada mesin diesel berlangsung empat siklus, yaitu: Proses Induksi Yaitu proses pemasukan/penghisapan udara ke dalam silinder, melalui inlet valve. Proses Kompresi Yaitu proses pemampatan udara (kedua inlet valve dan outlet valve tertutup) sehingga temperatur dalam silinder naik. Proses Pembakaran Yaitu proses peledakan akibat bahan bakar diinjeksikan ke ruangan yang bertekanan dan bertemperatur tinggi, sehingga mendorong piston ke bawah. Proses Exhaust Yaitu proses pembuangan sisa pembakaran dengan cara mendorong ke atas dan gas keluar melalui outlet valve. Diesel genset bekerja dengan prinsip mengubah energi hasil pembakaran solar menjadi energi mekanis berupa putaran. Putaran ini selanjutnya digunakan untuk memutar poros generator. Generator adalah alat yang mengkonversi energi gerak berupa putaran menjadi energi listrik akibat adanya induksi gaya gerak listrik (GGL). 2) Stasiun Penyediaan Air Sistem penyediaan air bertujuan untuk meningkatkan kualitas air sebyelum digunakan agar memenuhi persyaratan yang ditentukan. Persyaratan tersebut dilihat berdasarkan kandungan bahan-bahan kimia, bahan padatan
11 terlarut, dan sebagainya. Untuk memenuhi persyaratan tersebut, diperlukan adanya proses penanganan (treatment) pada air terlebih dahulu. Proses penangan air di pabrik kelapa sawit terdiri dari dari external water treatment dan internal water treatment. Setelah air memenuhi persyaratan, air dialirkan ke boiler sebagai umpan. 3) Sistem pengelolaan limbah Limbah pabrik kelapa sawit umumnya terdiri dari limbah padat, cair dan gas. Limbah-limbah ini ditangani oleh unit pengolahan limbah (UPL). Unit pengolahan Limbah (UPL) pada pabrik kelapa sawit terdiri dari: Fat pit Fungsi fat pit adalah sebagai tempat penampungan sludge (kotoran yang masih mengandung minyak) di pabrik dan stasiun klarifikasi, pengutipan minyak yang masih tersisa, dan menghomogenkan kepekatan limbah. Cooling tower Pada alat ini terjadi penurunan suhu limbah menjadi 43–45 0C, bila suhu limbah > 45 0C maka bakteri yang digunakan untuk perombakan akan mati. Kolam I dan II (anaerobic pond) Pada kolam ini bakteri anaerobik yang aktif akan membentuk asam organik dan CO 2 . Selanjutnya bakteri metan (methagonic bacteria) akan mengubah asam organik menjadi metan dan CO 2 . Waktu penahanan untuk kolam ini adalah selama 30 hari. Bakteri yang akan digunakan dalam proses anaerobik pada awalnya dipelihara dalam suatu tempat yang bertujuan untuk memulai pembiakan bakteri. Kolam III dan IV (kolam aerobik) Proses yang terjadi pada kolam aerobik adalah proses aerobik. Pada kolam ini telah tumbuh ganggang dan mikroba heterotrop yang membentuk flok. Hal ini merupakan proses penyediaan oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba dalam kolam. Metode pengadaan oksigen dapat dilakukan secara alami dan atau menggunakan aerator.
Kebutuhan Energi dalam Industri Pertanian Kebutuhan energi di bidang industri dan pertanian dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu energi langsung, energi tidak langsung dan energi biologis khususnya dari tenaga manusia. Energi tersebut dibutuhkan sebagai input atau masukan pada proses produksi. 1. Energi Langsung Energi langsung merupakan energi yang digunakan secara langsung pada proses produksi yaitu berupa bahan bakar fosil (Abdullah, 1998). Peran energi langsung sangat besar dalam suatu proses produksi, terutama untuk proses produksi yang padat energi, hal ini terkait dengan kebutuhan bahan bakar yang cukup. Nilai energi dari beberapa jenis bahan bakar dapat dilihat pada Tabel 3 sedangkan jumlah energi bahan bakar yang digunakan untuk beberapa operasi mekanis pada lahan pertanian dengan merata-ratakan antara operasi di tanah ringan dan berat, cuaca basah dan kering serta tanah datar dan berbukit, dapat dilihat pada Tabel 4.
12 Tabel 3 Nilai energi per unit beberapa jenis bahan bakar Sumber energi Unit Nilai kalor Input produksi Nilai kalor (MJ/unit) (MJ/unit) total (MJ/unit) Gasolin Liter 32.24 8.08 40.32 Minyak diesel Liter 38.66 9.12 47.78 LPG Liter 26.10 6.16 32.26 3 Gas alam m 41.38 8.07 49.45 Batubara keras kg 30.23 2.36 32.59 Batubara kg 30.29 2.37 32.76 ringan Kayu keras kg 19.26 1.44 20.70 Kayu lunak kg 17.58 1.32 18.90 Listrik kWh 3.60 8.39 11.99 Sumber: Cervinka (1980) dalam Indrayana (2001) Tabel 4 Input energi untuk beberapa operasi pertanian Operasi Energi (MJ/ha) Membajak (kedalaman 0.2 m) 1180 Mengolah tanah tahap kedua 390 Mengolah tanah dengan rotary 1430 Mengolah tanah ringan 240 Membuat alur 240 Sumber: Leach (1976) dalam Pimentel (1980) 2. Energi Tidak Langsung Energi tidak langsung merupakan energi yang digunakan untuk memroduksi suatu masukan produksi seperti pupuk, pestisida, alat dan mesin. Jumlah energi langsung dan energi tidak langsung yang digunakan untuk memroduksi suatu barang disebut embodied energy. Menurut Doering (1978) dalam Rahmat (2002), embodied energy adalah energi yang digunakan secara tidak langsung pada produksi pertanian, dalam hal ini yaitu energi untuk memroduksi mesin, peralatan, pupuk, pestisida, bangunan dan bahan pendukung lainnya. Menurut Flucks (1992) dalam Rahmat (2002), embodied energy mengacu pada total energi yang diperlukan dalam pembuatan suatu barang. Embodied energy mengandung arti semua jenis energi yang dibutuhkan untuk memroduksi suatu barang, baik secara langsung mau pun tidak langsung. a. Kebutuhan energi untuk memroduksi peralatan dan mesin Menurut Doering III dan C. Otto (1978) dalam Rahmat (2002), tiga kategori energi yang dihitung secara terpisah sebelum dikombinasikan untuk menyatakan energi total yang terkandung dalam suatu alat dan mesin pertanian adalah energi yang terkandung pada suatu alat (embodied energy), energi pabrikasi dan energi perbaikan serta perawatan. Masukan energi produksi bahan baku dan pabrikasi dari beberapa alat dan mesin pertanian dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
13 Tabel 5 Masukan energi produksi bahan baku dan pabrikasi dari beberapa alat dan mesin Kategori energi Masukan energi (MJ/kg) Embodied energy Ban 85.81 Baja 62.79 Traktor 49.45 Mesin perakit 50.29 Energi pabrikasi Traktor 14.63 Mesin perakit 13.01 Singkal, piringan 8.63 Chisel 8.35 Alat semprot 7.38 Sumber: Doering III dan C. Otto, 1978 dalam Indrayana (2001). Besarnya energi produksi bahan baku alat dan mesin pertanian yang meliputi kegiatan dari penambangan hingga menjadi bahan baku, ditunjukkan pada persamaan (Doering III, 1978 dalam Pimental, 1980): Epb = m x Cpb dimana: Epb = energi produksi bahan baku (MJ) M = massa alat atau mesin pertanian (kg) Cpb = nilai kalor energi produksi bahan baku alat pertanian (MJ/kg) Disamping energi untuk memroduksi bahan baku, diperlukan juga energi pabrikasi dalam pengerjaan dan pembentukan alat atau mesin pertanian yang ditunjukkan persamaan (Doering III, 1978 dalam Pimental, 1980): Ef = m x Cf dimana: Ef = energi pabrikasi (MJ) m = massa alat atau mesin pertanian (kg) Cpb = nilai kalor energi pabrikasi suatu alat atau mesin pertanian (MJ/kg) Menurut Doering III dan C. Otto (1978) dalam Indrayana (2001), energi total produksi alat atau mesin pertanian diasumsikan sebesar 82% dari total energi bahan baku dan pabrikasi. Nilai tersebut diambil sesuai dengan pendekatan umur peralatan dan umur mesin yang dapat dipercaya dan persamaannya dapat ditunjukkan sebagai berikut: Etf = 0.82 x (Epb + Ef) dimana: Etf = energi total produksi alat atau mesin pertanian (MJ) Epb = energi produksi bahan baku (MJ) Ef = energi pabrikasi (MJ) Besarnya energi yang digunakan untuk perbaikan dan perawatan ditunjukkan melalui persamaan (Doering III, 1978 dalam Pimental, 1980): Epr = (Epb + Ef) x TAR x 0.333
14 dimana: Epr = energi perbaikan dan perawatan (MJ) Epb = energi produksi bahan baku (MJ) Ef = energi pabrikasi (MJ) TAR = koefisien perbaikan total akumulasi (%), merupakan perbandingan biaya perbaikan dan perawatan akumulasi dengan harga sebenarnya pada umur alat. Dari persamaan di atas, embodied energy alat atau mesin pertanian merupakan penjumlahan dari total energi produksi dan energi perbaikan serta perawatan. Nilai embodied energy dapat dilihat pada persamaan berikut (Doering III, 1978 dalam Pimental, 1980): Ee = Etf + Epr Dimana: Ee Etf Epr
= embodied energy alat atau mesin pertanian (MJ) = energi total produksi alat atau mesin pertanian (MJ) = energi perbaikan dan perawatan (MJ)
b. Kebutuhan energi untuk memroduksi pupuk Penentuan jumlah energi yang diperlukan untuk menghasilkan satu kilogram pupuk relatif sulit karena pupuk yang sama jenisnya, bisa berupa produk yang berbeda, misalnya pupuk nitrogen bisa berupa amoniak, urea, atau amonium sulfat. Masukan energi tidak langsung dari pupuk didasarkan pada jumlah energi yang diperlukan untuk memroduksi transportasi dan distribusi maupun penyimpanan. Masukan energi untuk beberapa jenis pupuk dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Tabel 6 Masukan energi untuk pupuk Fosfat dan pupuk Kalium Jenis pupuk Produksi Transportasi Distribusi Total (MJ/kg) (MJ/kg) (MJ/kg) (MJ/kg) Phospate Rock 1.67 3.77 5.44 Normal Super 2.51 0.84 6.28 9.63 Phospate (0-20-0) Triple Super 9.21 0.84 2.51 12.56 Phospate (0-46-0) Muriate of Potash 4.60 2.09 6.69 (0-60-60) / KCL Sumber: Blouin et al. (1975) dalam Pimentel (1980) Tabel 7 Masukan energi untuk pupuk Nitrogen Jenis pupuk Produksi Transportasi Distribusi (MJ/kg) (MJ/kg) (MJ/kg) Anhydrous ammonia 49.97 0.84 0.42 Urea 56.93 1.67 1.26 Ammonium nitrate 58.18 2.09 1.26 Sumber: Blouin et al. (1975) dalam Pimentel (1980)
Total (MJ/kg) 50.23 59.86 61.53
c. Kebutuhan energi untuk memroduksi pestisida Besarnya masukan energi tidak langsung dari energi pestisida didasarkan pada besarnya energi yang dibutuhkan untuk memproduksi pestisida tersebut. Masukan energi untuk beberapa jenis pestisida dapat dilihat pada Tabel 8.
15 Tabel 8 Input energi untuk memproduksi beberapa jenis pestisida Jenis Pestisida Herbisida MCPA Diuron Atrazine Trifuralin Paraquat 2,4-D 2,4,5-T Chloramben Dinoseb Propanil Propachlor Dieamba Glyphosate Diquat Insektisida DDT Texaphane Methyl parathion Carbofuran Carbaryl Fumigan Methyl bromide Fungisida Ferban Maneb Captan Sulfur Sumber: Pimentel (1980)
Input Energi (MJ/kg) 129.57 269.12 189.38 147.22 458.45 101.30 137.35 198.88 79.87 218.68 209.04 294.03 452.51 398.68 101.30 159.49 57.81 452.51 152.50 66.77 63.84 98.66 114.61 111.43
d. Energi bahan lainnya Selain pupuk dan pestisida, dalam industri dan pertanian sering digunakan beberapa jenis bahan kimia pembantu untuk menunjang proses produksi. Nilai embodied energy dari beberapa jenis bahan kimia pembantu dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Nilai embodied energy dari beberapa bahan kimia Bahan Embodied Energy (MJ/kg) NaOH 1.43 NaCl 1.43 Belerang (SO 2 ) 31.38 CaO 1.30 MgO 1.32 Na 3 PO 4 1.43 Batu kapur 1.32 Sumber: Pimentel (1980)
16 3. Energi Biologis dari Tenaga Manusia Operasi di bidang pertanian tidak bisa lepas dari peran tenaga manusia, walaupun mungkin peran tenaga manusia hanya sebagai operator atau tenaga pembantu. Kebutuhan energi dasar seseorang tergantung pada ukuran badan, umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, iklim, dan faktor lingkungan lainnya (Callubine, 1950; Quenoville et al, 1951; Sugss & Splinter, 1961; FAO & WHO, 1974 dalam Abdullah dkk, 1998). Menurut Astrand & Rodhal dalam Abdullah dkk (1998), hanya 20%-30% energi kimia dari makanan dapat dikonversikan menjadi tenaga mekanis. Untuk kerja sehari penuh, keluaran energi manusia diperkirakan sekitar 0.1 HP (75 watt atau 1.07 kCal/menit). Menurut Departemen Mekanisasi Pertanian dalam Sholahuddin (1999), pengeluaran tenaga manusia secara normal berkisar antara 0.4-0.7 kW (setara dengan 1.44 MJ/jam – 2.52 MJ/jam). Dengan memperhitungkan waktu istirahat selama 8 jam kerja, maka kebutuhan tenaga manusia sekitar 0.32 kW – 0.35 kW (setara dengan 1.15 MJ/jam – 1.20 MJ/jam). Wanders dalam Indrayana (2001) mengemukakan tabel kalsifikasi beban kerja secara karas yang disebut skala Chirstensen untuk tenaga kerja berumur 20 tahun - 50 tahun yang dapat dilihat pada tabel 10. Sedangkan kebutuhan energi manusia di berbagai kegiatan pertanian dapat dilihat pada tabel 11. Tabel 10 Kebutuhan energi manusia untuk melakukan aktivitas pada beberapa kondisi beban kerja Kerja ringan
Kerja sedang
(MJ) (MJ) Aktivitas Wanita (berat badan 55 kg) Istirahat (8 jam) 1.80 1.80 Kerja (8 jam) 3.30 4.20 Rata-rata/kg berat badan 0.15 0.17 Pria (berat badan 55 kg) Istirahat (8 jam) 2.10 2.10 Kerja (8 jam) 4.60 5.80 Rata-rata/kg berat badan 0.17 0.19 Sumber: FAO dan WHO (1974) dalam Indrayana (2001)
Kerja berat (MJ)
Kerja sangat berat (MJ)
1.80 5.90 0.20
1.80 7.50 0.23
2.10 8.00 0.23
2.10 10.00 0.26
Tabel 11 Kebutuhan energi biologis (manusia) pada beberapa kegiatan pertanian Kegiatan kKal/menit Pra panen Membersihkan semak 6.1 Penanaman 3.2 Menyiangi rumput 6.1 Pemanenan 4.9 Aplikasi pestisida 6.9 Pengolahan tanah secara mekanis 4.2 Pengolahan tanah secara manual 6.9 Memupuk 6.9 Mengukur/merintis 2.0 Pembuatan drainase/jalan 6.1 Wiping 6.1 Pasca panen Pengolahan di pabrik 1.4 Sumber: Stout (1990) dalam Indrayana (2001)
MJ/jam 1.532 0.803 1.532 1.230 1.733 1.055 1.733 1.733 1.502 1.532 1.532 0.725
17 Audit Energi Audit energi merupakan bentuk kegiatan untuk menghitung jumlah energi yang digunakan dalam setiap tahapan di dalam suatu sistem secara keseluruhan (Abdullah dkk,1998). Sedangkan menurut PT. Koneba dalam Wibowo (2008), audit energi adalah kegiatan penelitian pemanfaatan energi untuk mengetahui keseimbangan energi dan mengetahui peluang-peluang penghematan energi. Audit energi adalah kegiatan untuk mengidentifikasi potensi penghematan energi dan menentukan jumlah energi dan biaya yang dapat dihemat dengan usaha konservasi energi dari suatu sistem, sarana mau pun peralatan yang telah ada (KEPRES 43/1993, Konversi Energi dalam Setiawan 2010). Bagian dari usaha konservasi energi adalah dengan cara mengetahui sumber-sumber pemborosan pemakaian energi, serta memberikan analisis dan jawaban mengenai tindakan yang bisa dilakukan terhadap pemakaian energi yang lebih tepat tanpa mengurangi produktifitas yang telah dicapai sebelumnya (PII, 1992 dalam Setiawan 2010). Menurut Koneba (1989) dalam Mulyawan (1997), metode audit energi terdiri dari dua tahapan, yaitu audit energi awal (preliminary energy audit) dan audit energi terinci (detailed energy audit). 1. Audit energi awal Adalah berupa pengumpulan data awal dan analisis pendahuluan yang terdiri dari pengelompokan sumber data, mengidentifikasi data yang diperlukan, pengumpulan data, analisis data, dan pembuatan rencana pengembangan. 2. Audit energi terinci Adalah dengan melakukan penjajagan terhadap peralatan yang dipakai dalam suatu pabrik dan melakukan analsis, baik terhadap alat yang tetap digunakan secara kontinyu mau pun alat yang bersifat tidak tetap. Tahapan audit energi terinci yaitu: • Evaluasi pengelolaan energi harian • Melakukan audit energi awal • Rencana pengembangan kegiatan pabrik • Pemilihan bagian-bagian yang akan diaudit secara rinci • Persiapan perlengkapan kerja • Pemeriksaan data lapangan • Evaluasi data yang dikumpulkan • Mengidentifikasi peluang konservasi energi • Rencana pengembangan aktivitas peralatan • Pengawasan penggunaan energi secara kontinyu • Penyempurnaan pengelolaan energi secara menyeluruh Menurut Wayne C. Turner, (1982) dalam Sholahudin (1999), langkahlangkah dalam audit energi adalah pengumpulan data, analsis, evaluasi biaya peralatan, membuat laporan hasil perhitungan konsumsi energi. Masing-masing langkah tersebut akan diuraikan secara rinci dalam uraian berikut ini. 1. Pengumpulan data Teknik pengumpulan data meliputi teknik analisis pendahuluan, pengumpulan data tetapan-tetapan peralatan, catatan lapang, pengoperasian data terhadap persamaan yang telah ada dan uji coba perlatan atau unjuk kerja.
18 2. Analisis Tahapan analisis ini meliputi: • Menganalisis konsep penambahan biaya untuk tahapan tertentu • Menganalisis kesetimbangan massa dan energi • Menganalisis pindah panas • Mengevaluasi sifat muatan listrik • Membuat model dan simulasi 3. Evaluasi biaya peralatan 4. Membuat laporan hasil perhitungan konsumsi energi Tahapan ini merupakan langkah terakhir dalam perumusan audit energi yang meliputi: • Laporan utama, merupakan hasil keseluruhan dari auditing (mulai bahan baku sampai barang jadi yang siap dipasarkan) • Laporan biasa, merupakan data hasil perhitungan harian dari sebelum dijadikan hasil audit energi yang baku • Laporan efektifitas pengelolaan peralatan auditing mau pun peralatan pabrik • Laporan tinjauan tiap tahapan proses Philippines National Oil Company (1986) dalam Mulyawan (1997) membagi audit energi menjadi beberapa tingkatan, yaitu: 1. Primary audit atau prelimary audit yang terdiri dari kegiatan pencatatan dan analisis pemakaian energi dengan cara melakukan tinjauan singkat pada fasilitas pabrik dan analisis kebutuhan serta pembelian bahan bakar minyak. Pemeriksaan visual dilakukan untuk menentukan peluang penghematan energi dan membuat rencana analisis yang lebih rinci. Primary audit dikerjakan 1-3 hari tergantung pada tingkat kerumitan pabrik. 2. Detailed audit atau maxi audit yang terdiri dari catatan lengkap pemakaian energi untuk menghitung tingkat pemakaian energi dan efisiensi. Hal ini mengharuskan penggunaan alat-alat pengukuran. Detailed audit ini dapat dikerjakan dalam waktu satu minggu atau lebih. 3. Plant survey atau mini audit yang terdiri dari identifikasi energi terpakai, menganjurkan peningkatan pemeliharaan dan praktek pengoperasian alat secara benar. Mini audit memerlukan pengujian data pengukuran jumlah energi terpakai dan hilang. Mini audit juga meliputi anjuran dan analisis peluang konservasi energi dengan anggaran yang relatif murah. Waktu pelaksanaan sangat bervariasi tergantung dari keadaan pabrik. Hasil-hasil Penelitian Audit Energi pada Proses Produksi CPO Penelitian oleh Hendi Sholahudin Amri pada tahun 1999 tentang audit energi di PTPN VIII (Persero) PKS Kertajaya Banten Selatan meliputi kegiatan budidaya kelapa sawit hingga pengolahan TBS menjadi CPO. Masukan energi terbagi dua, yaitu energi langsung dan energi tidak langsung. Energi langsung berasal dari tenaga manusia, bahan bakar minyak (solar), biomassa (cangkang dan serat), dan listrik, sedangkan masukan energi tidak langsung meliputi energi pupuk dan energi pestisida. Hasil audit energi pada proses produksi CPO adalah 18.6680 MJ/kg CPO dengan rincian: energi tenaga manusia sebesar 2.624 MJ/kg
19 CPO, energi listrik sebesar 0.1631 MJ/kg CPO, energi bahan bakar solar sebesar 2.1286 MJ/kg CPO, energi biomassa sebesar 2.827 MJ/kg CPO, energi pestisida sebesar 0.7598 MJ/kg CPO dan energi pupuk sebesar 10.7901 MJ/kg CPO. Penelitian oleh Tedi Ali Rahmat pada tahun 2002 tentang audit energi di UU Rejosari PTPN VII (Persero) Lampung Selatan meliputi kegiatan budidaya kelapa sawit, pengolahan TBS menjadi CPO dan kegiatan yang berlangsung pada sarana pendukung produksi. Hasil audit energi pada proses produksi CPO adalah sebesar 15.7550 MJ/kg CPO dengan rincian: energi tenaga manusia sebesar 0.1903 MJ/kg CPO, energi listrik sebesar 0.3969 MJ/kg CPO, energi bahan bakar solar sebesar 0.7197 MJ/kg CPO, energi biomassa sebesar 9.9200 MJ/kg CPO, dan energi pupuk sebesar 4. 9250 MJ/kg CPO. Penelitian oleh Sulitiono Ari Wibowo pada tahun 2008 tentang audit energi di PMKS PT Condong Garut, Jawa Barat meliputi kegiatan budidaya kelapa sawit hingga pengolahan TBS menjadi CPO. Hasil audit energi pada proses produksi CPO adalah sebesar 33.4840 MJ/kg CPO dengan rincian: energi tenaga manusia sebesar 4.713 MJ/kg CPO, energi bahan bakar solar sebesar 3.728 MJ/kg CPO, energi biomassa sebesar 22.776 MJ/kg CPO, dan energi pupuk sebesar 2.267 MJ/kg CPO.
PROSES PRODUKSI CPO DI PABRIK KELAPA SAWIT (PKS) KERTAJAYA PTP NUSANTARA VIII (PERSERO) LEBAK, BANTEN Budidaya Tanaman Kelapa Sawit Budidaya tanaman kelapa sawit yang dilakukan di Kebun Kertajaya akan disajikan pada bagan alir berikut beserta penjelasannya.
Persemaian Pembukaan lahan Penanaman Pemeliharaan Pemanenan Gambar 2 Bagan alir proses budidaya kelapa sawit di Kebun Kertajaya (Vademikum Kelapa Sawit PTPN III, 2001)
20 1. Persemaian Kebun Kertajaya menerima kecambah dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) di Medan. Kecambah dikirim dalam kotak dengan jumlah sekitar 5000 butir kecambah tiap kotak. Di dalam kotak disertakan bubuk gergaji sebagai bahan penahan guncangan dan kekeringan. Persemaian kelapa sawit di Kebun Kertajaya dilakukan dalam dua tahap, yaitu pembibitan awal (Pre Nursery) dan pembibitan utama (Main Nursery). Pembibitan awal dilakukan selama 3 bulan di polybag kecil sedangkan pembibitan utama dilakukan selama 9 bulan di polybag besar. Pada kegiatan persemaian ini membutuhkan input energi berupa energi biologis manusia, energi listrik, energi pupuk dan energi pestisida. 2. Pembukaan Lahan Pembukaan lahan/areal merupakan tahapan awal yang sangat penting untuk menunjang keberhasilan kegiatan-kegiatan dalam usaha perkebunan kelapa sawit. Kondisi lahan yang akan dibuka tidak selalu sama, baik ditinjau dari segi vegetasi, topografi serta bekas hutan (lahan bukaan baru, new planting), dan bekas lahan perkebunan kelapa sawit (replanting). 3. Penanaman Kegiatan penanaman bibit kelapa sawit meliputi pengajiran/pemancangan, pembuatan lubang tanam, dan penanaman. Kebun Kertajaya menggunakan jarak tanam 9.2 m x 9.2 m x 9.2 m sehingga didapatkan kerapatan tanaman tiap hektar adalah 136 tanaman. Penanaman dilakukan secara manual sehingga input energi yang dibuthkan berupa tenaga manusia dan serta membutuhkan pupuk untuk menyuburkan tanaman. 4. Pemeliharaan Pemeliharan tanaman kelapa sawit di Kebun Kertajaya dibagi menjadi dua periode, yakni pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (TBM) dan pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM). Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharaan TBM adalah pemeliharaan saluran air dan jalan, penyulaman, babad, bobokor, chemis, pengendalian hama dan penyakit, kastrasi serta pemupukan. Pada kegiatan pemeliharaan TM umunnya sama dengan kegiatan pemeliharaan TBM, hanya saja kegiatan seperti kastrasi tidak lagi dilakukan di pemeliharaan TM. Pada kegiatan pemliharaan ini dibutuhkan masukan energi berupa tenaga manusia, pupuk, dan pestisida. 5. Pemanenan dan Transportasi Pada dasarnya tujuan pembudidayaan tanaman kelapa sawit adalah untuk dipanen buahnya yang lazim disebut tandan buah segar (TBS). Alat yang digunakan untuk memanen TBS adalah dodos atau egrek. Dalam proses pemanenan hanya membutuhkan input energi berupa tenaga manusia. Setelah TBS dipanen selanjutnya TBS diangkut menggunakan truk ke pabrik sehingga dibutuhkan input energi berupa solar sebagai bahan bakar. .
Pengolahan TBS menjadi CPO Pabrik Kelapa Sawit Kertajaya merupakan unit pengolahan TBS menjadi crude palm oil (CPO) dan palm kernel oil (PKO) dengan bahan baku TBS yang berasal dari Kebun Kertajaya, Kebun seinduk, Kebun Plasma (pihak ketiga). Pada
21 prinsipnya pengolahan kelapa sawit ditujukan bagaiman menghasilkan minyak yang terkandung dalam buah semaksimal mungkin dengan menekan susut. Berikut diagaram alir proses pengolahn TBS menjadi CPO di PKS Kertajaya. PKS Kertajaya memiliki kapasitas terpasang 60 ton/jam, yang dibagi menjadi 2 line. Masing-masing line memiliki kapasitas terpasang 30 ton/jam, dimulai dari stasiun penebahan sampai stasiun kernel. Berikut disajikan bagan alir proses pengolahan TBS menjadi CPO di PKS Kertajaya beserta penjelasannya. TBS
Penerimaan buah (Loading ramp)
Perebusan (Sterillizer)
Penebahan (Theresser)
Pengadukan (Digester)
Pengepresan (Screw Press)
Pemurnian (Clarification Tank)
Pengolahan biji (Vibrating Screen)
CPO
PKO
Gambar 3 Bagan alir proses pengolahan TBS menjadi CPO di PKS Kertajaya (SOP Pengolahan Kelapa Sawit PKS Kertajaya, 2011) 1. Stasiun penerimaan buah Stasiun penerimaan buah adalah stasiun awal yang menerima datangnya tandan buah segar yang berasal dari kebun seinduk atau pun dari pihak ketiga. Stasiun penerimaan buah terbagi menjadi 3 unit, yaitu: jembatan timbang, sortasi, loading ramp. Ketiga unit tersebut diuraikan sebagai berikut. a. Jembatan timbang Jembatan timbang berfungsi untuk mengetahui jumlah TBS yang diterima pabrik. Penimbangan dilakukan dengan menimbang truk yang berisi TBS masuk ke pabrik (penimbangan I), setelah TBS dibongkar di loading ramp,
22 truk kosong dirimbang kembali untuk mengetahui berat truk kosong (penimbangan II). Berat TBS yang diterima pabrik dapat diketahui dengan menghitung selisih penimbangan I dengan penimbangan II. b. Sortasi Sortasi bertujuan untuk mengetahui mutu TBS yang layak olah, TBS tidak layak olah dan klaim. Sortasi dilakukan saat pembongkaran TBS di loading ramp. Mutu TBS dapat diklasifikasikan atas beberapa fraksi berdasarkan tingkat kematangan TBS yng dapat dilihat pada Tabel 12 berikut. Tabel 12 Tingkat kematangan TBS Fraksi
Persentase Jumlah Brondolan
Tingkat Kematangan
00 Tidak ada yang membrondol Sangat mentah 0 Buah luar membrondol 1 - 12.5% Mentah 1 Buah luar membrondol 12.5 - 25% Kurang matang 2 Buah luar membrondol 25 - 50% Matang 3 Buah luar membrondol 50 - 75% Matang 4 Buah luar membrondol 75 - 100% Lewat matang 5 Buah dalam ikut membrondol Buah busuk Sumber: PPKS Medan dalam Pedoman teknis panen sawit PTP Nusantara VIII, 2009 Hubungan teoritis fraksi kematangan buah berkaitan dengan rendemen minyak dan kadar asam lemak bebas (ALB) disajikan pada Tabel 13 berikut ini. Tabel 13 Hubungan antara fraksi kematangan TBS dengan rendemen dan kadar ALB Fraksi Rendemen minyak (%) Kadar ALB (%) 0 1 2 3 4 5
16.0 21.4 22.1 22.2 22.2 22.9
1.6 1.7 1.8 2.1 2.6 3.8
Sumber: PPKS Medan dalam Pedoman teknis panen sawit PTP Nusantara VIII, 2009 Fraksi 00 dan fraksi 5 adalah buah yang diklaim karena tidak layak olah, sedangkan fraksi 0 samapi fraksi 4 adalah buah layak olah. Sampai saat ini pensortiran TBS dilakukan dengan cara pengamatan langsung. c. Loading ramp Loading ramp berfungsi sebagai tempat penimbunan sementara TBS sebelum diumpankan ke lori rebusan serta untuk mengurangi kotoran yang terbawa oleh TBS dari kebun. Loading ramp memiliki 20 pintu dan masingmasing pintu memiliki kapasitas 15 ton, sehingga total kapsitas loading
23 ramp yang ada di PKS Kertajaya adalah 300 ton. TBS diumpankan ke lori rebusan melalui pintu-pintu loading ramp dengan membuka pintu hopper hydrolic. 2. Stasiun perebusan Lori-lori yang sudah berisi TBS dibawa ke sterilizer melalui transfer carriage. Perebusan dilakukan dengan menggunakan uap panas (steam) yang berasal dari BPV sebagai media penghantar panas dengan suhu 130-140 0C dan tekanan 2.8-3.0 kg/cm2. Perebusan bertujuan untuk untuk menginaktifkan enzimenzim yang ada di buah sawit, mengurangi kadar air dalam buah dan inti sawit, memudahkan pelepasan brondolan dari tandan, melunakkan daging buah agar mudah dilumat dalam digester, dan memudahkan proses pengolahan kernel. Untuk mencapai tujuan tersebut, TBS direbus dengan menginjeksikan steam ke sterilizer selama 85-90 menit dengan pola triple peak. Sebelum proses perebusan, dilakukan deaerasi untuk menghilangkan udara dalam sterilizer selama 3-5 menit. Selama deaerasi berlangsung tekanan uap dalam sterilizer harus tetap 0 kg/cm2 untuk mencegah terjadinya turbulensi uap. Pada Tabel 14 berikut dijelaskan secara rinci proses perebusan yang terjadi di PKS Kertajaya. Tabel 14 Rincian proses perebusan di PKS Kertajaya Jenis kegiatan Waktu (menit) Tekanan (kg/cm2) Deaerasi (buang udara) Tekanan puncak I Buang kondensat I Tekanan puncak II Buang kondensat II Tekanan puncak III Buang exhaust Buka tutup pintu
3-5 15 4 20 3-5 55 6 10
0-1.4 1.4-0 0-1.8 1.8-1 1-2.4 2.4-0 -
Sumber: SOP pengolahan kelapa sawit PKS Kertajaya, 2011 3. Stasiun penebahan Setelah proses perebusan selesai, lori-lori rebusan ditarik untuk dikeluarkan dari sterilizer dengan menggunakan capstand. Setelah itu, satu per satu lori-lori rebusan tersebut diangkat ke atas auto feeder dan kemudian lori dibalik sehingga tandan buah rebus keluar dari lori dan jatuh ke dalam auto feeder. Auto feeder akan berputar secara otomatis dan mengatur tandan buah rebus masuk ke dalam thresher untuk dibanting sehingga buah lepas dari tandannya. Melalui kisi-kisi thresher, buah jatuh ke bottom conveyor dan dinaikkan ke fruit distiributing conveyor oleh fruit elevator. Kemudian fruit distributing conveyor akan mendistribusikan buah ke digester-digester untuk di ekstraksi minyaknya. Sedangkan tandan yang sudah kosong yang berasal dari thresher dibawa empty bunch conveyor menuju hopper tandan kosong untuk dijadikan pupuk di kebun. 4. Stasiun pengadukan Pengadukan buah menggunakan alat yang disebut digester. Buah yang dibawa oleh fruit distributing conveyor didistribusikan ke dalam digester-digester. Dalam proses pengadukan di dalam digester terjadi proses penghancuran,
24 peremasan, dan pemanasan buah sehingga buah akan hancur dan lumat. Secara prinsip proses pengadukan buah bertujuan untuk membuka jaringan buah dan selsel yang mengandung minyak serta melepaskan dinding buah dari bijinya supaya proses pengempaan di screw press menjadi lebih muda. Digester terdiri dari pisau perajang untuk melumatkan buah dan pisau pelempar untuk mengumpankan lumatan buah ke screw press. Digester dilengkapi dengan steam jacket yang berfungsi untuk menjaga temperatur berada pada kisaran 90-95 0C. Pengadukan berlangsung selama 15-20 menit. Pada waktu proses pelumatan, digester harus dalam keadaan penuh dengan buah rebus agar hasil pengadukan lebih baik. 5. Stasiun pengempaan Buah yang telah lumat diumpankan ke screw press untuk memisahakan minyak dari ampas. Untuk mempermudah pemisahan dan pengaliran minyak maka perlu ditambahkan air panas. Di dalam screw press, selain buah lumat diputar, juga ditekan menggunakan tekanan hidrolik sehingga cake akan betukbetul bebas dari minyak. Tekanan yang digunakan harus tepat karena apabila tekanan kurang maka kandungan minyak akan terikut dengan ampas dan apabila tekanan terlalu besar dapat menyebabkan pecah pada inti. Selanjutnya minyak diumpankan ke stasiun pemurnian minyak sedangkan ampas (serat dan biji) diumpankan ke stasiun pengolahan biji. 6. Stasiun pemurnian Minyak yang diperoleh dari hasil pengempaan masih sangat kotor karena masih tercampur dengan bahan-bahan lain, seperti pasir, air dan sludge (lumpur) sehingga perlu di lakukan proses pemurnian minyak. Tujuan dari proses pemurnian adalah untuk memperoleh semaksimal mungkin minyak kelapa sawit (CPO) yang bersih dan bermutu. Proses pemurnian minyak berlangsung di stasiun klarifikasi yang terdiri dari unit-unit sebagai berikut. a. Crude oil gutter Crude oil gutter berfungsi sebagai penampung minyak kasar (crude oil) hasil pengempaan, selanjutnya crude oil disalurkan menuju sand trap tank untuk memisahkan minyak kasar dari kotoran dan pasir. b. Sand trap tank Pada sand trap tank, minyak dipisahkan dari kotoran dan pasir yang berlangsung secara gravitasi. Pasir dan kotoran dengan masa jenis yang lebih besar akan berada pada lapisan bawah dan akan dilakukan blow down secara berkala menuju decanting basin, sedangkan minyak yang berada pada lapisan atas akan dialirkan ke vibrating screen secara overflow. Temperatur pada sand trap tank dijaga 90-95 0C dengan menginjeksikan steam. c. Vibrating screen Benda-benda padat yang masih terbawa dalam minyak kasar setelah melewati sand trap tank dipisahkan lagi dengan vibrating screen. Kemudian minyak hasil penyaringan ditampung dalam crude oil tank yang berada di bawah vibrating screen. d. Crude oil tank Crude oil tank merupakan tangki bersekat yang membagi tangki menjadi tiga bagian. Di crude oil tank terjadi pemisahan minyak dengan air secara gravitasi. Minyak, dengan berat jenis lebih kecil dibanding berat jenis air,
25
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
akan berada apada lapisan atas dan akan mengalir dari bagian 1 secara overflow ke bagian 2 dan dari bagian 2 ke bagian 3 untuk selanjutnya dipompakan ke continuous settling tank. Sedangkan air bercampur kotoran (sludge) berada pada lapisan bawah dan dialirkan ke decanting basin. Temperatur pada crude oil tank dijaga pada 90-95 0C dengan menginjeksikan steam. Continuous settling tank Continuous settling tank berfungsi untuk memisahkan minyak, air dan sludge secara gravitasi. Untuk mempermudah pemisahan, temperatur dijaga pada 90 – 95 0C dengan menginjeksikan steam. Minyak dengan berat jenis paling kecil akan berada pada lapisan atas, sedangkan air berada di lapisan tengah, dan sludge berada di lapisan bawah. Hal ini disebabkan oleh perbedaan berat jenis dari masing-masing benda. Minyak yang ada di lapisan atas dialirkan secara overflow ke oil tank sedangkan sludge yang berada di bagian bawah dipompakan ke sludge tank. Oil tank Oil tank berfungsi untuk mengendapkan kotoran dan sebagai bak penampungan sebelum minyak masuk ke oil purifier. Temperatur pada tank ini mencapai 95o C. Karena minyak masih mengandung air dan kotoran, maka perlu diolah lagi sampai kadar air dan kotoran sekecil mungkin. Oil purifier Minyak dari oil tank diumpankan ke oil purifier untuk mengurangi kadar air dan kotoran pada minyak. Kotoran-kotoran yang mengendap di oil tank di blow down secara berkala menuju decanting basin. Pemurnian minyak di oil purifier dilakukan berdasarkan perbedaan berat jenis dengan gaya sentrifugal. Minyak dengan berat jenis lebih kecil bergerak ke aras poros dan terdorong keluar selanjutnya dipompakan ke vacuum dryer sedangkan kotoran dan air yang berat jenisnya lebih besar terdorong ke dinding oil purifier dan mengalir ke decanting basin. Kotoran-kotoran yang melekat pada dinding oil purifier dicuci secara berkala. Vacuum dryer Minyak yang dihasilkan dari oil purifier masih mengandung air, untuk itu minyak diumpankan ke vacuum dryer. Vacuum dryer merupakan alat pengering untuk mengurangi kadar air minyak sehingga kadar air menjadi sekitar 0.1%. Penguapan pada vacuum dryer menggunakan sistem pengkabutan minyak dalam ruang hampa. Storage tank Fungsi dari storage tank sebagai tangki penimbunan produksi CPO dengan temperatur di storage tank mencapai 40 oC. Untuk itu minyak dilewatkan ke oil cooler agar temperatur minyak turun dari 80 0C menjadi 40 0C. Sludge tank Sludge merupakan campuran antara lumpur, air dan kotoran lainnya yang masih mengandung minyak. Sludge ditampung di sludge tank untuk diolah kembali untuk diambil minyaknya dan kemudian dialirkan ke brush strainer. Brush strainer Pada brush strainer, sludge dan kotoran disaring untuk mengurangi kotoran pada sludge.
26 l. Sludge separator Sludge separator berfungsi untuk memisahkan sludge yang masih terkandung pada minyak, setelah itu lumpur dan kotoran dialirkan ke tempat pembuangan sedangkan minyak dipompakan ke continuous settling tank. m. Decanting basin Decanting basin berfungsi untuk menampung cairan-cairan yang masih mengandung minyak dari blow down tangki-tangki pada pemurnian minyak. Minyak yang dapat dipisahkan dipompakan ke sand trap tank sedangkan sludge dialirkan ke deoiling pond. n. Deoiling pond Deoiling pond merupakan tempat pengutipan minyak terakhir. Minyak yang dapat dipisahkan dipompakan ke decanting basin sedangkan sludge dialirkan ke unit pengolahan limbah. 7. Stasiun pengolahan biji Stasiun pengolahan biji berfungsi untuk mengolah biji sawit (nut) menjadi palm kernell oil (PKO). Stasiun pengolahan biji terdiri dari 12 unit yang akan diuraikan sebagai berikut. a. Cake braker conveyor Cake (campuran fibre dan nut) yang berasal dari screw press diumpankan ke dalam cake brakaer conveyor. Cake braker conveyor berfungsi untuk memecah gumpalan antara fibre dan nut dan sekaligus mengumpankan cake ke dalam depericarper. b. Depericarper Depericarper berupa cerobong yang berfungsi sebagai pemisah fibre dan nut. Fibre dengan bobot lebih ringan dibanding nut akan terhisap oleh blower yang ada di atas cerobong yang kemudian diteruskan ke fibre cyclone untuk dijadikan umpan boiler, sedangkan nut akan jatuh dan masuk ke nut polishing drum. c. Nut polishing drum Nut polishing drum merupakan drum berputar yang berfungsi untuk memisahkan fibre yang masih melekat pada nut. Fibre yang dapat dipisahkan terhisap ke dericarper sedangkan nut diangkut oleh nut conveyor ke destoner. d. Destoner Destoner berupa pemisah benda non biji yang berasal dari polishing drum. Jadi fibre yang tidak terhisap akan dipisahkan di destoner sedangkan nut yang sudah bersih dari fibre akan diumpankan ke nut silo. e. Nut silo Nut silo berfungsi untuk mengurangi kadar air nut supaya memudahkan proses pemecahan nut di ripple mill. f. Ripple mill Ripple mill berfungsi untuk memecahkan nut. Ripple mill berada tepat di bawah nut silo. Nut akan turun secara gravitasi ke riipple mill untuk digiling sampai nut pecah sehingga kernel dan shell (cangkang) terpisah. g. Craker mixture conveyor Cangkang dan kernel dari ripple mill diumpankan oleh craker mixture conveyor ke LTDS I. h. Light tenera dust separator (LTDS) I
27
i.
j.
k.
l.
LTDS I berfungsi untuk memisahkan cangkang dan kernel secara gravitasi tahap I dengan hisapan blower. Cangkang dengan bobot lebih ringan dibanding kernel akan terhisap oleh blower dan masuk ke shell cyclone sebagai bahan bakar boiler sedangkan kernel masuk ke grading drum. Grading drum Grading drum berupa silinder horizontal berfungsi sebagai pemisah menurut ukuran lubang berdasarkan dari inti utuh, biji pecah dan biji utuh. Dari grading drum, kernell masuk ke LTDS II untuk pemisahan tahap II sedangkan biji dikembalikan ke polishing drum. LTDS II LTDS II berfungsi untuk memisahkan cangkang yang tidak terpisahkan pada LTDS I dengan menggunakan hisapan blower. Cangkang dengan bobot lebih ringan dibanding kernel akan terhisap oleh blower dan masuk ke shell cyclone sedangkan kernel diumpankan ke kernell silo. Kernell silo Kernell silo berfungsi untuk mengurangi kadar air kernell hingga 6 %. Sistem pemanasan di kernell silo menggunakan steam coil untuk mempertahankan temperatur silo pada bagian atas 60 - 70 0C, temperatur silo bagian tengah 50 – 60 0C, dan temperatur silo bagian bawah 40 – 50 0C. Dari kernell silo, kernel diumpankan ke kernell bin. Kernell bin Kernell bin berfungsi sebagai tempat penyimpanan kernel sebelum dijual atau didistribusikan.
Sarana Pendukung Proses Pengolahan CPO Proses produksi CPO di PKS Kertajaya tidak akan berjalan jika tidak didukung oleh sarana pendukung seperti sarana penyediaan air dan sarana penyediaan energi. Berikut penjelasan kedua sarana pendukung tersebut. 1. Penyediaan air Setiap pabrik kelapa sawit membutuhkan air bersih untuk proses pengolahan TBS menjadi CPO. Air digunakan unutk kebuthan domestik dan untuk diumpankan ke boiler untuk menghasilkan uap. Air yang digunakan harus memenuhi standar sebelum diumpankan ke boiler. Standar tersebut dilihat berdasarkan kandungan bahan-bahan kimianya, bahan padatan terlarut, dan sebagainya. Penanganan air ini terbagi dua yaitu external treatment dan internal treatment. a. External Treatment PKS Kertajaya menggunakan air yang berasal dari sungai Ciliman yang berlokasi di dekat pabrik. Air diambil dengan pemompaan dan dialirkan ke clarifier tank untuk mengendapkan kotoran. Air kemudian dialirkan ke sand filter yang berfungsi untuk menyaring pasir kemudian dialirkan ke menara air (kapasitas 60 m3/jam) yang berfungsi untuk mengirimkan air ke pabrik. Bahan kimia yang ditambahkan dalam external treatment ini yaitu PAC dan Flockgulan. b. Internal Treatment Internal treatment merupakan perlakuan lanjutan terhadap air yang akan digunakan untuk umpan boiler. Air dari menara air akan masuk ke cation tank
28 untuk menarik ion positif kemudian dialirkan ke degasifer tank. Degasifer tank berfungsi untuk menerima air dari cation tank dan menghisapnya untuk dikirim ke anion tank untuk menarik ion negatif dan kemudian air masuk ke feed tank untuk memanaskan air. Selanjutnya air masuk ke deaerator untuk menarik oksigen yang terlarut dalam air. Bahan kimia yang ditambahkan dalam internal treatment ini adalah HCl dan NaOH untuk anion-cation exchanger serta Tanin, Polyperse dan Alkali untuk menghilangkan karat dalam boiler. 2. Penyediaan Energi Penyediaan energi merupakan sarana untuk menghasilkan energi listik dan energi panas untuk keperluan operasional pabrik. Sarana penyediaan energi terdiri dari boiler, turbin uap, dan mesin pembangkit tenaga diesel (diesel engine). a. Boiler Boiler adalah bejana tertutup untuk mengubah air menjadi uap bertekanan tinggi dengan bantuan pemanasan yang diperoleh dari pembakaran. Bahan bakar yg digunakan di PKS Kertajaya adalah ampas dari pengolahan berupa serat dan cangkang sawit. Uap bertekanan yang dihasilkan boiler dialirkan melalui pipa ke turbin uap untuk membangkitkan tenaga listrik yang digunakan untuk keperluan proses pengolahan di pabrik. Di PKS Kertajaya terdapat 3 unit boiler, 2 unit untuk dioperasikan dan 1 unit untuk cadangan. Unit boiler terdiri dari beberapa bagian seperti ruang bakar, upper drum, lower drum, pipa saturated, pipa superheated, input bahan bakar, dust collector, cerobong asap, blower, dan alat-alat kontrol. Proses pembakaran dimulai ketika serat dan cangkang mulai masuk ke fuel feeding melalui fibre conveyor dan shell conveyor. Selanjutnya udara luar ditarik menggunakan blower untuk menyuplai oksigen dan proses pembakaran dimulai. Air dari deaerator (air hasil internal treatment) dipompa ke upper drum dan kemudian masuk ke pipa saturated dan lower drum. Air umpan kemudian mendidih dan terbentuk uap saturated. Untuk mengubah air menjadi uap superheated maka uap saturated dari upper drum dialirkan ke pipa superheated. Gas dan abu sisa pembakaran keluar melalui cerobong dan kerak sisa pembakaran akan jatuh ke dust collector. b. Turbin Uap Turbin uap merupakan unit pengkonversi energi dari steam menjadi energi mekanis (putaran) lalu diubah menjadi energi listrik. Turbin uap yang digunakan berjumlah 3 unit dengan daya listrik output terpasang yaitu 800 kW (2 unit) dan 960 kW (1 unit). Uap dari boiler yang telah digunakan untuk memutar turbin kemudian ditampung dalam BPV yaitu berupa bejana/tangki. Dari BPV kemudian uap didistribusikan ke stasiun-stasiun pengolahan di pabrik, seperti stasiun perebusan, stasiun pelumatan, stasiun klarifikasi, stasiun biji dan tangki timbun. c. Generator Diesel Generator diesel merupakan peralatan untuk mendukung penyediaan energi listrik dari turbin uap, terutama saat awal mulai pengolahan dimana pasokan energi listrik dari boiler belum optimal, saat pemakaian energi listrik meningkat atau kualitas uap dari boiler kurang sehingga listrik dari turbin uap juga kurang. Generator diesel yang digunakan di PKS Kertajaya berjumlah 4 unit dengan kapasitas terpasang bebeda-beda, yaitu 220 kW (2 unit), 200 kW (1 unit) dan 440 kW (1 unit).
29
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya PT. Perkebunan Nusantara VIII, Banten dan Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian TMB FATETA IPB dengan waktu penelitian selama 5 bulan dalam selang waktu antara Oktober 2012 sampai Februari 2013.
Metode Audit Energi 1. Pendekatan masalah dan batasan sistem Dalam pelaksanaan audit energi, sistem yang akan diteliti perlu dibatasi. Batasan sistem yang diaudit didekati dengan asumsi bahwa kegiatan produksi CPO dimulai dari budidaya kelapa sawit di kebun sampai dengan pengolahan TBS menjadi CPO. Batasan sistem yang akan diaudit adalah sebagai berikut: a. Proses produksi untuk menghasilkan CPO dimulai dari kegiatan budidaya sampai dengan pengolahan TBS menjadi CPO dengan sarana pedukungnya, yaitu sarana penyediaan air dan energi. Hal ini dianggap satu kesatuan sistem produksi. b. Pengamatan terhadap proses produksi CPO dilakukan secara berurutan mengikuti proses yang berlangsung. c. Pada saat pengamatan rinci, setiap tahapan proses produksi CPO yang diamati dianggap merupakan tahapan proses produksi yang dapat diputus dari tahapan sebelum dan sesudahnya. d. Semua kegiatan dan jalannya proses produksi CPO dianggap tetap setiap tahunnya dan dalam keadaan normal. e. Masukan energi biologis tenaga manusia hanya dihitung yang langsung berhubungan dengan proses produksi. Untuk pegawai administrasi di kantor tidak dihitung. f. Pada kegiatan budidaya, energi langsung dari sinar matahari tidak diperhitungkan sebagai energi. g. Masukan energi listrik yang dihitung hanya untuk kegiatan yang langsung berhubungan dengan proses produksi. Penggunaan listrik untuk peralatan dan penerangan kantor serta kebutuhan listrik untuk perumahan karyawan tidak dihitung. h. Energi yang dihasilkan dari sistem ketel uap (uap) dan pembangkit tenaga diesel tidak dianggap sebagai input energi total, tetapi yang diperhitungkan hanya bahan bakar dari kedua sistem pembangkit uap dan listrik tersebut. Tetapi energi uap dan listrik untuk setiap tahapan produksi tetap dihitung dihitung sebagai input energi pada tiap tahapan produksi yang mengonsumsinya. i. Input energi tidak langsung dari pestisida tidak diperhitungkan dalam perhitungan kebutuhan energi produksi tiap kg CPO karena kurangnya data pendukung, tetapi tetap diaudit dan disajikan sebagai data pelengkap dalam bentuk satuan unit bahan (bukan satuan unit energi).
30 j. Masukan energi listrik yang merupakan input energi sekunder dari BBM dan biomassa hanya dihitung sebagai input energi pada tiap tahapan produksi yang mengonsumsinya. k. Energi yang dihasilkan dari sistem boiler (uap) dan diesel tidak dianggap sebagai input energi, yang dihitung hanya bahan bakar dari kedua sistem pembangkit listrik tersebut. Efisiensi boiler dan generator diesel akan dihitung dengan membandingkan input dan output dari masing-masing sistem. l. Dalam proses produksi CPO, semua embodied energy dari mesin dan peralatan pabrik serta peralatan bengkel yang digunakan dalam proses produksi CPO tidak diperhitungkan sebagai masukan energi karena data produksi dan pustaka yang kurang mendukung. m. Input energi primer dihitung dari masukan energi pupuk, manusia, solar, dan biomassa. Masukan energi listrik yang merupakan input energi sekunder yang berasal dari solar dan biomassa hanya dihitung pada tiap tahapan produksi yang mengkonsumsinya. Input energi primer digunakan untuk menghitung energi primer riil yang digunakan pada total sistem. Bagan alir kegiatan budidaya kelapa sawit sampai pengolahan TBS menjadi CPO serta masukan energi pada tiap kegiatannya dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.
31 Alat atau mesin
Tahapan proses
Input energi
Pisau (alat potong) dan alat laboratorium
Pembibitan
Tenaga manusia, listrik, BBM, bahan pembantu
Traktor, cangkul
Persiapan lahan
Tenaga manusia, BBM
Alat tanam
Penanaman
Tenaga manusia
Cangkul, garuk, traktor
Pemeliharaan
Tenaga manusia, pupuk, pestisida, BBM
Pisau panen, egrek
Pemanenan
Tenaga manusia
Truk, wheel loader
Pengangkutan TBS
Tenaga manusia, BBM
Peralatan dan mesin timbang
Penimbangan dan penyortiran TBS
Tenaga manusia, listrik
Peralatan dan mesin stasiun perebusan
Perebusan
Tenaga manusia, listrik, uap
Peralatan dan mesin stasiun penebahan
Penebahan
Tenaga manusia, listrik
Peralatan dan mesin stasiun pengadukan
Pengadukan
Tenaga manusia, listrik, uap
Peralatan dan mesin stasiun pengempaan
Pengempaan
Tenaga manusia, listrik, uap
Peralatan dan mesin stasiun pemurnian
Pemurnian minyak
Tenaga manusia, listrik, uap
Peralatan dan mesin pengeringan
Pengeringan
Tenaga manusia
Peralatan dan mesin stasiun simpan
Penyimpanan CPO
Uap
Gambar 4 Bagan alir proses dan input energi pada tiap tahapan produksi CPO
32 32 Alat dan mesin pertaniaan
Pembibitan
Pengolahan tanah
A Pupuk
Pestisida
Tenaga manusia
Penanaman
Pemeliharaan tanaman
BBM
Pemanenan
Pengangkutan TBS
Penerimaan TBS
Diesel Listrik
Perebusan
Turbin uap
B Penebahan
BPV
Pelumatan dan pengempaan
Pemurnian minyak
Keterangan garis: = input listrik = input uap = energi manusia = aliran energi mesin = energi pupuk = batasan sistem
Ampas
Ketel uap
Pengolahan biji
= energi BBM = energi pestisida A
= kegiatan budidaya
B
= kegiatan pengolahan
Gambar 5 Batasan sistem dalam audit energi di PKS Kertajaya
33 2. Metode audit Metode audit energi yang digunakan dalam penelitian ini adalah audit energi awal (preliminary energy audit) dan dilanjutkan ke tahap audit energi terinci (detailed energy audit). Pada tahap audit energi awal, setiap masukan energi dikonversi dalam satuan energi yang sama yaitu Joule (J) atau Mega Joule (MJ). Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya di perkebunan yang lainnya agar dapat dilakukan analisis faktor yang berpengaruh dalam penggunaan energi pada proses produksi CPO. Jika terdapat perbedaan yang mencolok pada suatu sistem, maka akan dilakukan audit energi terinci pada sistem tersebut.
Parameter yang Diukur Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kebutuhan energi manusia Data yang digunakan meliputi jumlah tenaga kerja tiap tahapan produksi, jumlah jam kerja, jumlah produksi CPO dan nilai kalor biologis manusia. 2. Kebutuhan energi BBM Data yang digunakan meliputi konsumsi BBM, nilai kalor BBM, dan jumlah produksi CPO. 3. Kebutuhan energi biomassa Data yang digunakan meliputi jumlah cangkang dan serat yang dihasilkan dan dikonsumsi, nilai kalor cangkang dan serat, dan jumlah produksi CPO. 4. Kebutuhan energi uap Data yang digunakan meliputi waktu operasi boiler, suhu air umpan, entalpi air umpan, suhu uap, tekanan uap, entalpi uap dan jumlah produksi CPO 5. Kebutuhan energi listrik Data yang digunakan meliputi jenis alat, jumlah alat, lama penggunaan alat, daya, tegangan, arus listrik yang terpasang dan terukur, faktor daya listrik, efisiensi dan jumlah produksi CPO. 6. Kebutuhan energi pupuk Data yang digunakan meliputi konsumsi pupuk pada kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit di kebun, nilai kalor jenis pupuk yang digunakan, dan produksi TBS per hektar. 7. Kebutuhan energi pestisida Data yang digunakan meliputi konsumsi pestisida pada kegiatan pemberantasan hama dan penyakit, nilai kalor jenis pestisida yang digunakan, dan produksi TBS per hektar. 8. Efisiensi penggunaan energi Data yang digunakan dalam menentukan efisiensi penggunaan energi adalah energi input, energi berguna, kapasitas terukur, dan kapasitas terpasang pada tiap tahapan produksi. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah TBS, CPO, cangkang, serat, biji sawit, air dan BBM. Ada pun alat yang digunakan dalam penelitian ini
34 adalah seluruh peralatan produksi serta alat ukur yang terpasang di jembatan timbang, ruang mesin, oven pengering (drying oven), timbangan, tang ampere, termometer, KWh-meter, kapas, tali plastik, bomb calorimeter, kertas tisu, filamen.
Metoda Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara pengamatan langsung (pengumpulan data primer) dan pengumpulan data sekunder. Dalam kegiatan pembibitan, pembukaan lahan, dan penanaman, data yang diperoleh adalah merupakan data sekunder. Data sekunder digunakan karena pada saat dilakukan penelitian, kegiatan tersebut sudah tidak dilakukan. Data primer yang dapat diamati dan diukur adalah penggunaan pada proses pengangkutan TBS. Data yang diambil berupa jenis kendaraan, konsumsi BBM, jarak tempuh, jumlah trip pengangkutan, jumlah TBS yang diangkut, jumlah tenaga kerja dan jam kerjanya. Ada pun data yang termasuk data sekunder adalah data produksi TBS dalam 5 tahun terakhir, konsumsi pupuk, pestisida, dan jumlah tenaga kerja (manusia) jumlah jam kerja, jumlah BBM yang digunakan untuk transportasi TBS dari kebun ke pabrik.
Perhitungan dan Analisis Data Perhitungan terhadap masukan energi yang digunakan dilakukan pada setiap tahapan yang telah ditentukan. Setiap masukan energi dikonversi ke dalam satuan energi yang sama yaitu Mega Joule (MJ). 1. Kebutuhan energi biologis manusia Kebutuhan energi biologis manusia dapat dihitung dengan persamaan berikut (Anwar, 1990 dalam Sholahudin, 1999): Etm = (n x T x Nem)/Jcpo Keterangan: Etm = Konsumsi energi tenagan biologis manusia dalam kegiatan produksi tiap kilogram CPO (MJ/kg CPO) n = jumlah tenaga kerja tiap tahapan produksi T = waktu kerja manusia per hari (jam/hari) Nem = nilai kalor manusia (MJ); 0.725 MJ/jam untuk pengolahan di pabrik Jcpo = jumlah produksi CPO per hari (kg/hari) 2. Kebutuhan energi BBM BBM digunakan sebgai bahan bakar pembangkit tenaga diesel. Jumlah energi BBM dalam kegiatan pengolahan untuk memroduksi tiap kg CPO adalah (Anwar, 1990 dalam Sholahudin, 1999): Ebbm = (n x t x N)/Jcpo Keterangan: Ebbm = BBM untuk memroduksi tiap kg CPO (MJ/kg CPO) n = kebutuhan BBM tiap jam (liter/jam) t = jam jalan/operasi pembangkit tenaga diesel (jam/hari)
35 N Jcpo
= nilai kalor BBM (MJ/liter); solar 47.78 MJ/liter (Cervinka dalam Pimentel, 1980) = jumlah produksi CPO per hari (kg/hari)
3. Kebutuhan energi biomassa Jumlah energi biomassa yang digunakan untuk bahan bakar boiler dihitung dengan persamaan (Anwar, 1990 dalam Sholahudin, 1999): Ebb = (JBB x NK)/Jcpo Produksi uap secara teoritis didekati dengan persamaan: JBB = (Mu (hs-hw)) / (LHV x ηk) Keterangan: Ebb = energi bahan bakar (MJ/kg CPO) JBB = jumlah bahan bakar (kg) NK = nilai kalor bahan bakar (MJ/kg) Mu = kapasitas uap (kg/jam) hs = entalpi uap superheated (kJ/kg) hw = entalpi air umpan (kJ/kg) LHV = nilai kalor bahan bakar (kJ/kg) ηk = efisiensi ketel uap (%) Jcpo = jumlah produksi CPO per hari (kg/hari) 4. Kebutuhan energi listrik Besarnya energi listrik yang digunakan untuk memroduksi tiap kg CPO didekati dengan persamaan (Anwar, 1990 dalam Sholahudin, 1999): E = (P x T x η)/Jcpo Untuk menghitung nilai daya listrik (tiga fasa) digunakan persamaan: P = V x I x cos θ √3 Keterangan: E = energi listrik yang diukur dan digunakan untuk memroduksi tiap kg CPO (MJ/Kg CPO) P = daya motor (kW) T = waktu pemakaian alat (jam); 1 kWjam = 3.6 MJ η = efisiensi alat (%) V = tegangan (volt) I = arus (ampere) Cos θ = faktor daya Jcpo = jumlah produksi CPO per hari (kg/hari) 5. Kebutuhan Energi Pupuk Besarnya energi pupuk yang digunakan pada semua tahapan produksi TBS di kebun dihitung dengan persamaan (Anwar, 1990 dalam Sholahudin, 1999): Epp = ∑
𝐊𝐩𝐩 (𝐢)𝐱 𝐍𝐞𝐩𝐩 𝐉𝐭𝐛𝐬
Maka jumlah energi pupuk untuk memroduksi tiap kg CPO dapat ditentukan dengan persamaan: 𝑬𝒑𝒑 Epp (total) = 𝑹𝒅
36 Keterangan: Epp (tot) = jumlah energi pupuk yang digunakan untuk memroduksi tiap kilogram CPO (MJ/kg CPO) Epp = jumlah energi pupuk yang digunakan untuk memroduksi tiap kilogram TBS (MJ/kg TBS) Kpp (i) = konsumsi pupuk pada tahap ke-i (kg/ha) Nepp = nilai kalor pupuk (MJ/kg) Jtbs = jumlah produksi TBS per hektar (kg/ha) Rd = rendemen (%); perbandingan berat CPO yang dihasilkan (kg) dengan berat TBS yang diolah (kg), yang digunakan sebagai faktor konversi i = 1,2,3,...... 6. Kebutuhan energi pestisida Besarnya energi pestisida yang digunakan pada semua tahapan produksi TBS di kebun dihitung dengan persamaan (Anwar, 1990 dalam Sholahudin, 1999): Epe = ∑
𝐊𝐩𝐞 (𝐢)𝐱 𝐍𝐞𝐩𝐞 𝐉𝐭𝐛𝐬
Maka jumlah energi pestisida untuk memroduksi tiap kg CPO dapat ditentukan dengan persamaan: 𝑬𝒑𝒆 Epe (total) = 𝑹𝒅 Keterangan: Epe (tot) = jumlah energi pestisida yang digunakan untuk memroduksi tiap kilogram CPO (MJ/kg CPO) Epe = jumlah energi pestisida yang digunakan untuk memproduksi tiap kilogram TBS (MJ/kg TBS) Kpe = konsumsi pestisida pada tahap ke-i (kg/ha) Nepe = nilai kalor pestisida (MJ/kg) Jtbs = jumlah produksi TBS per hektar (kg/ha) Rd = rendemen (%); perbandingan berat CPO yang dihasilkan (kg) dengan berat TBS yang diolah (kg), yang digunakan sebagai faktor konversi i = 1,2,3,...... 7. Penggunaan Energi Perhitungan pada penggunaan energi adalah sebagai berikut: a. Efisiensi riil, perbandingan antara jumlah energi berguna dengan jumlah energi input, dihitung dengan persamaan: Ef. riil = (UE/IE) x 100% Keterangan: Ef. rill = efisiensi riil penggunaan energi (%) UE = energi berguna (MJ) IE = input energi (MJ) b. Efisiensi teknis, perbandingan antara kapasitas alat/mesin terukur dengan kapasitas alat/mesin terpasang, dihitung dengan persamaan:
37 𝐤𝐚𝐩𝐚𝐬𝐢𝐭𝐚𝐬 𝐚𝐥𝐚𝐭/𝐦𝐞𝐬𝐢𝐧 𝐭𝐞𝐫𝐮𝐤𝐮𝐫
Ef. teknis = 𝐤𝐚𝐩𝐚𝐬𝐢𝐭𝐚𝐬 𝐚𝐥𝐚𝐭/𝐦𝐞𝐬𝐢𝐧 𝐭𝐞𝐫𝐩𝐚𝐬𝐚𝐧𝐠 x 100%
Analisis data dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pengukuran terhadap jalannya proses produksi CPO. Data yang diperoleh dimasukkan dalam persamaan yang telah ditentukan, sehingga diperoleh nilai konsumsi energi pada tiap tahapan proses produksi. Kebutuhan total energi untuk menghasilkan tiap kg CPO merupakan jumlah energi pada tiap tahapan proses produksi. Hasil tersebut kemudian akan dibandingkan dengan penelitian sebelumnya pada komoditas yang sama yaitu CPO dengan lokasi penelitian yang sama mau pun berbeda tempat. Analisis selanjutnya yaitu melihat efisiensi alat dan proses pada tiap tahapan produksi, sehingga dapat diketahui besarnya pemborosan energi. Analisis data secara keseluruhan digunakan untuk memperoleh kesimpulan tentang efisien atau tidaknya penggunaan energi pada proses produksi CPO yang berlangsung.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Energi pada Proses Produksi CPO di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak Banten
Perhitungan konsumsi energi yang dilakukan di PKS Kertajaya meliputi kegiatan-kegiatan pada proses budidaya kelapa sawit di kebun (termasuk pengangkutan TBS ke pabrik) dan proses pengolahan TBS menjadi CPO di pabrik (termasuk sarana pendukung). Pada audit energi ini, jenis energi primer yang diaudit, yakni energi langsung (biomassa dan solar), energi tidak langsung (pupuk dan pestisida) dan energi biologis dari tenaga manusia. Besarnya konsumsi energi primer untuk menghasilkan 1 kg CPO di PKS Kertajaya tanpa menghitung energi dari pestisida dan bahan kimia pembantu pada kapasitas pengolahan 60 ton TBS/jam dengan besar rendemen 21.55% adalah sebesar 16.6779 MJ. Konsumsi energi primer pada proses produksi CPO di PKS Kertajaya dapat dilihat pada Tabel 15 berikut. Input energi primer terbesar berasal dari energi biomassa sebesar 15.8900 MJ/kg CPO, 95.28% dari total masukan energi primer, dengan input energi terkecil berasal dari energi biologis manusia sebesar 0.0258 MJ/kg CPO, 0.16% dari total masukan energi primer. Sedangkan tahapan produksi yang mengkonsumsi energi primer terbesar adalah pada kegiatan pengolahan TBS di pabrik serta sarana pendukungnya yaitu sebesar 16.1347 MJ/kg CPO, sebesar 96.74% dari total konsumsi energi primer. Sedangkan tahapan produksi yang paling kecil adalah pada kegiatan pemanenan yaitu sebesar 0.0018 MJ/kg CPO, 0.01% dari total konsumsi energi primer.
38 Tabel 15 Konsumsi energi primer pada proses produski CPO di PKS Kertajaya Konsumsi energi (MJ/kg CPO) Jenis energi
Budidaya
Panen
Angkut TBS
Pengolahan dan sarana pendukung
Total
Persentase (%)
A.Energi langsung 1. Solar 0.1721 0.2404 0.4125 2.47 2. Biomassa 15.8900 15.8900 95.28 B. Energi tidak langsung 1. Pupuk 0.3492 0.3492 2.09 2. Pestisida * * C. Energi biologis 0.0144 0.0018 0.0057 0.0043 0.0262 0.16 manusia Total 0.3636 0.0018 0.1778 16.1347 16.6779 Persentase 2.18 0.01 1.07 96.74 100.00 (%) *) Input energi tidak langsung dari pestisida tidak dimasukkan dalam perhitungan konsumsi energi primer karena kurangnya data pendukung, tetapi penggunaan pestisida tetap diaudit dan disajikan sebagai data pelengkap dalam bentuk satuan unit bahan (bukan satuan unit energi) pada Tabel 25.
Nilai konsumsi energi primer di PKS Kertajaya yaitu 16.6779 MJ/kg CPO, lebih besar dibanding dengan hasil penelitian di PTPN VII Unit Usaha Rejosari (Rahmat, 2002) yaitu sebesar 15.7550 MJ/kg CPO. Hal ini disebabkan input energi langsung dari biomassa di PKS Kertajaya lebih besar dibanding input energi biomassa di Unit Usaha Rejosari. Namun apabila nilai konsumsi energi primer ini dibandingkan dengan hasil penelitian di PTPN VIII PKS Kertajaya (Sholahuddin, 1999), dan PMKS PT. Condong Garut yang masing-masing sebesar 18.6680 MJ/kg CPO dan 33.4840 MJ/kg CPO, maka nilai konsumsi energi primer di PKS Kertajaya pada saat ini lebih kecil dibanding penelitian terdahulu tersebut. Perbedaan konsumsi energi primer yang paling besar terlihat pada energi biomassa. Selain itu konsumsi energi tidak langsung dari pupuk di PKS Kertajaya paling rendah dibanding hasil-hasil penelitian terdahulu tersebut. Besarnya konsumsi energi pada setiap tahapan produksi setelah input energi solar dan biomassa pada stasiun penyediaan energi dikonversi menjadi energi listrik, sehingga input yang yang diperhitungkan berupa energi uap dan energi listrik disajikan dalam Tabel 16 berikut.
39 Tabel 16 Konsumsi energi final pada tiap tahapan produksi CPO di PKS Kertajaya Jenis energi
Budidaya
Panen
Konsumsi energi (MJ/kg CPO) Pengangkutan Pengolahan Sarana TBS TBS pendukung
Total
A.Energi langsung 1. Solar 0.1721 0.1721 2. Listrik 0.2063 0.0982 0.3045 3. Uap 4.7277 0.5382 5.2659 B. Energi tidak langsung 1.Pupuk 0.3492 0.3492 2.Pestisida * * C.Energi biologis 0.0144 0.0018 0.0057 0.0028 0.0015 0.0262 manusia Total 0.3636 0.0018 0.1778 4.9368 0.6379 6.1179 Persentase 5.94 0.03 2.91 80.69 10.43 *) Input energi tidak langsung dari pestisida tidak dimasukkan dalam perhitungan konsumsi energi final karena kurangnya data pendukung, tetapi penggunaan pestisida tetap diaudit dan disajikan sebagai data pelengkap dalam bentuk satuan unit bahan (bukan satuan unit energi) pada Tabel 25.
Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa total konsumsi energi final untuk memproduksi 1 kg CPO setelah energi biomassa dan energi solar pada stasiun penyediaan energi dikonversi menjadi energi listrik adalah sebesar 6.1179 MJ. Masukan energi terbesar berasal dari energi uap yaitu 5.2659 MJ/kg CPO atau 86.07% dari total masukan energi. Sedangkan masukan energi terkecil berasal dari energi biologis tenaga manusia yaitu 0.0262 MJ/kg CPO atau 0.50% dari total masukan energi. Untuk tahapan produksi yang mengkonsumsi energi paling besar adalah kegiatan pengolahan TBS yaitu 4.9368 MJ/kg CPO atau 80.69% dari total masukan energi sedangkan tahapan produksi yang mengkonsumsi energi paling kecil adalah kegiatan pemanenan yaitu0.0018 MJ/kg CPO atau0.03% dari total masukan energi. Pada kegiatan budidaya kelapa sawit di Kebun Kertajaya, konsumsi energi terbesar diperlukan untuk kegiatan pemeliharaan TM sebesar 0.2621 MJ/kg CPO atau sebesar 72.11% dari total konsumsi energi pada kegiatan budidaya. Sedangkan kegiatan yang paling kecil mengkonsumsi energi yaitu kegiatan persemaian yaitu sebesar 0.0040 MJ/kg CPO atau 1.10% dari total konsumsi energi pada kegiatan budidaya. Jenis energi yang paling banyak di konsumsi adalah energi pupuk yaitu 0.3491 MJ/kg CPO atau 96.04% dari total masukan energi untuk kegiatan budidaya. Konsumsi energi pada kegiatan budidaya disajikan pada Tabel 17 berikut ini.
(%)
3.27 5.78 86.07
6.63
0.50
100.00
40 Tabel 17 Konsumsi energi pada tahapan budidaya Konsumsi energi (MJ/kg CPO) Jenis energi
Persemaian
Persiapan Lahan
PenaNaman
Pemel TBM
Pemel TM
Total
(%)
A. Energi langsung 1. Solar B. Energi tidak langsung 1. Pupuk 0.0027 0.0047 0.0832 0.2585 0.3491 96.04 2. Pestisida * * * * * C. Energi 0.0013 0.0095 0.0036 0.0144 3.96 manusia Total 0.0040 0.0047 0.0927 0.2621 0.3635 Persentase 1.10 1.29 25.50 72.11 100.00 *) Input energi tidak langsung dari pestisida tidak dimasukkan dalam perhitungan konsumsi energi pada tahapan budidaya karena kurangnya data pendukung, tetapi penggunaan pestisida tetap diaudit dan disajikan sebagai data pelengkap dalam bentuk satuan unit bahan (bukan satuan unit energi) pada Tabel 25.
Pemanenan yang dilakukan di Kebun Kertajaya hanya menggunakan masukan energi biologis dari tenaga manusia yaitu sebesar 0.0018 MJ/kg CPO. Sedangkan pada kegiatan pengangkutan TBS dari kebun ke pabrik hanya menggunakan masukan energi berupa energi biologis tenaga manusia dan energi solar, masing-masing sebesar 0.0057 MJ/kg CPO dan sebesar 0.1721 MJ/kg CPO. Konsumsi energi yang digunakan untuk proses pengolahan TBS menjadi CPO dapat dilihat pada Tabel 18. Pada kegiatan ini, masukan energi terbesar berasal dari energi uap yaitu sebesar 4.7277 MJ/kg CPO atau 95.76% dari total konsumsi energi pada kegiatan pengolahan TBS. Sedangkan tahapan paling besar untuk input energi listrik dan manusia tanpa input energi uap (karena input energi uap tidak dapat dihitung per stasiun) adalah tahapan pengempaan sebesar 0.07373 MJ/kg CPO atau 1.49% dari total konsumsi energi manusia dan energi listrik pada kegiatan pengolahan TBS menjadi CPO. Tabel 18 Konsumsi energi pada kegiatan pengolahan TBS menjadi CPO Kegiatan
E. listrik E. manusia E. uap Total Persentase (MJ/kg (MJ/kg CPO) (MJ/kg (MJ/kg (%) CPO) CPO) CPO) Penerimaan buah 0.00174 0.00083 0.00257 0.05 Perebusan 0.00074 0.00039 * 0.00113 0.02 Penebahan 0.03045 0.00059 0.03104 0.63 Pengempaan 0.07334 0.00039 * 0.07373 1.49 Pemurnian minyak 0.04223 0.00024 * 0.04247 0.86 Pengolahan biji 0.05779 0.00039 * 0.05818 1.18 Total 0.20629 0.00283 4.72770 4.93682 Persentase 4.18 0.06 95.76 100.00 *) Input energi uap tidak disajikan secara rinci perstasiun tetapi tetap diaudit dan dihitung secara keseluruhan untuk total energi pada kegiatan pengolahan TBS menjadi CPO
41 Konsumsi energi pada sarana pendukung disajikan pada Tabel 19. Dari tabel telihat, sarana penyediaan energi mengkonsumsi energi paling besar yaitu 0.1975 MJ/kg CPO atau 58.08% dari total masukan energi untuk sarana pendukung sedangkan sarana penyediaan air mengkonsumsi energi paling sedikit yaitu 0.0221 MJ/Kg CPO atau 6.51% dari total masukan energi untuk sarana pendukung. Sarana pendukung di PKS Kertajaya mengkonsumsi energi listrik sebesar 0.0273 MJ/kg CPO, energi manusia sebesar 0.00151 MJ/kg CPO, dan energi solar sebesar 0.2404 MJ/kg CPO. Energi yang paling besar penggunaannya pada stasiun pendukung adalah energi solar dengan persentase sebesar 89.31% dari total masukan energi untuk sarana pendukung. Tabel 19 Konsumsi energi pada sarana pendukung
Kegiatan Penyediaan energi Penyediaan air Lain-lain*) Total Persentase
Energi listrik (MJ/kg CPO)
Energi manusia (MJ/kg CPO)
Energi uap (MJ/kg CPO)
Energi solar (MJ/kg CPO)
Total (MJ/kg CPO)
Persentase (%)
0.07624
0.00088
0.5382
0.1204
0.73572
83.77
0.02194
0.00019
-
-
0.02213
2.52
0.09818 11.18
0.00044 0.00151 0.17
0.5382 61.28
0.1200 0.2404 27.37
0.12044 0.87829
13.71 100.00
*) Kegiatan lain-lain yang dimaksud adalah pengangkutan tandan kosong dan pengoperasian unit loader yang juga merupakan sarana pendukung/penunjang proses pengolahan di pabrik
Dari analisis yang sudah dilakukan, maka dapat dibuat aliran energi pada tiap tahapan produksi CPO di PKS Kertajaya sebgaimana disajikan dalam Gambar 6 berikut.
42 TBS Ma = 0.0013 Pu = 0.0027 Pe = *
Persemaian Persiapan lahan
-
Pu = 0.0047 Ma = 0.0095 Pu = 0.0832 Pe = *
Penanaman Pemeliharaan TBM
Ma = 0.0036 Pu = 0.2585 Pe = *
Pemeliharaan TM
Ma = 0.0018
Pemanenan
Ma = 0.0057 So = 0.1721
Pengangkutan TBS
Ma = 0.00083 Li = 0.00174
Penerimaan buah
Ma = 0.00039 Li = 0.00074 Uap = *
Perebusan
Ma = 0.00059 Li = 0.03045
Penebahan
Ma = 0.00039 Li = 0.07334 Uap = * Ma = 0.00024 Li = 0.04223 Uap = *
Penyediaan air
Pengempaan
Klarifikasi CPO
Penyediaan energi
Pengolahan biji
Ma = 0.00088 Li = 0.07624 So = 0.1204 Bi = 11.6300 Uap = 0.5382 Ba = *
Ma = 0.00019 Li = 0.02194 Ba = *
Ma = 0.00039 Li = 0.05779 Uap = *
Kernel
Ket: Ma = energi biologis manusia (MJ/kg CPO), Li = energi listrik (MJ/kg CPO) Pu = energi pupuk (MJ/kg CPO), Bi = energi biomassa (MJ/kg CPO) Uap = energi uap (total 4.7277 MJ/kg CPO), Ba = bahan kimia pembantu Pe = pestisida dalam bentuk satuan unit bahan So = energi solar (MJ/kg CPO) *) Energi uap tidak disajikan secara rinci per stasiun tetapi secara keseluruhan pada pengolahan TBS menjadi CPO dan pada stasiun penyediaan energi untuk air umpan.
Gambar 6 Aliran energi pada tiap tahapan produksi CPO di PKS Kertajaya
43 Konsumsi energi pada proses produksi CPO di PKS Kertajaya Lebak, Banten diuraikan sebagai berikut. 1. Energi Biologis Manusia Energi biologis manusia memiliki peranan penting pada produksi CPO di PKS Kertajaya. Peranan tersebut terlihat dari penggunaan tenaga manusia pada tiap tahapan proses, mulai dari kegiatan budidaya di kebun, pemanenan, pengangkutan TBS ke pabrik, pengolahan TBS menjadi CPO, dan kegiatan di sarana pendukung produksi di pabrik. Total penggunaan energi biologis manusia pada proses produksi CPO di PKS Kertajaya adalah sebesar 0.0262 MJ/kg CPO. Penggunaan energi biologis manusia yang paling besar adalah pada kegiatan budidaya yaitu sebesar 0.0144 MJ/kg CPO atau 54.96% dari total konsumsi energi biologis manusia. Sedangkan penggunaan energi yang paling kecil adalah pada kegiatan pemanenan yaitu sebesar 0.0018 MJ/kg CPO atau 6.87% dari total konsumsi energi biologis manusia. Pada kegiatan budidaya kelapa sawit, tahapan kegiatan yang paling banyak mengkonsumsi energi adalah pada tahap pemeliharaan TBM yaitu sebesar 0.0095 MJ/kg atau 65.97% dari jumlah konsumsi energi biologis manusia pada kegiatan budidaya. Sedangkan konsumsi energi biologis manusia paling kecil adalah pada kegiatan persemaian yaitu sebesar 0.0013 MJ/kg CPO atau 9.03% dari jumlah konsumsi energi biologis manusia pada kegiatan budidaya. Konsumsi energi biologis manusia pada setiap tahapan produksi disajikan pada Tabel 20 berikut ini. Tabel 20 Konsumsi energi biologis manusia pada setiap tahapan produksi Konsumsi Persentase Persentase Total energi (MJ/kg terhadap (%) CPO) jumlah (%) A. Budidaya 0.0144 100.00 54.96 -Persemaian 0.0013 9.03 -Persiapan lahan * * -Penanaman * * -Pemeliharaan TBM 0.0095 65.97 -Pemeliharaan TM 0.0036 25.00 B. Pemanenan 0.0018 100.00 6.87 C. Pengangkutan buah 0.0057 100.00 21.75 D. Pengolahan TBS 0.00283 100.00 10.80 -Penerimaan buah 0.00083 29.33 -Perebusan 0.00039 13.78 -Penebahan 0.00059 20.85 -Pengempaan 0.00039 13.78 -Pemurnian minyak 0.00024 8.48 -Pengolahan biji 0.00039 13.78 E. Sarana Pendukung 0.00151 100.00 5.72 -Penyediaan energi 0.00088 58.28 -Penyediaan air 0.00019 12.58 -Lain-lain 0.00044 29.14 Total 0.0262 100 100.00 *) = Konsumsi energi biologis manusia pada pembukaan lahan dan penanaman tidak dimasukkan pada audit ini karena kuangnya data pendukung (kegiatan tersebut dilakukan oleh pihak ketiga/kontraktor). Kegiatan
44 Jumlah konsumsi energi biologis manusia di PKS Kertajaya PTP Nusantara Lebak, Banten lebih kecil dibanding penggunaan energi biologis manusia di PTPN VIII (Persero) PKS Kertajaya Banten Selatan (Sholahudin, 2008), di PMKS PT Condong Garut, Jawa Barat (Sulistiono, 2008), dan di UU Rejosari PTPN VII (Persero) Lampung Selatan (Rahmat, 2002), masing-masing yaitu sebesar 2.624 MJ/kg CPO, 0.1903 MJ/kg CPO, dan 4.713 MJ/kg CPO. Hal ini terjadi karena pada kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit di PKS Kertajaya, yaitu pada tahapan pembukaan lahan dan penanaman tidak diaudit karena kurangnya data pendukung. 2. Energi BBM (Solar) Jenis bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan dalam proses produksi CPO di PKS Kertajaya adalah solar. Solar digunakan untuk bahan bakar generator diesel pada sarana penyediaan energi, bahan bakar truk untuk pengangkutan TBS ke pabrik, bahan bakar truk pengangkut tandan kosong (tankos) dan bahan bakar unit loader. Konsumsi energi solar di PKS Kertajaya dapat dilihat pada Tabel 21 dibawah ini. Tabel 21 Konsumsi energi solar Konsumsi energi Kegiatan Persentase (%) (MJ/kg CPO) Pengangkutan TBS 0.1721 41.72 Sarana pendukung - Penyediaan energi 0.1204 29.19 - Pengangkutan tankos 0.0836 20.27 - Pengoperasian loader 0.0364 8.82 Total 0.4125 100.00 Dari tabel terlihat bahwa total konsumsi energi solar di PKS Kertajaya adalah sebesar 0.4125 MJ/kg CPO. Konsumsi energi solar terbesar terdapat pada proses pengangkutan TBS yaitu sebesar 0.1721 MJ/kg CPO atau 41.72% dari total penggunaan energi solar. Sedangkan tahapan kegiatan yang mengkonsumsi energi solar paling kecil adalah pada pengoperasian unit loader yaitu sebesar 0.0364 MJ/kg CPO atau sebesar 8.82% dari total penggunaan energi solar. Total konsumsi energi solar di PKS Kertajaya lebih kecil dibanding dengan PKS Kertajaya Banten Selatan (Sholahudin, 2008) dan UU Rejosari Lampung Selatan (Rahmat, 2002) yaitu masing-masing sebesar 2.1286 MJ/kg CPO dan 0.7197 MJ/kg CPO. Tingkat konsumsi solar yang berbeda ini dipengaruhi oleh efisiensi mesin diesel yang digunakan, jarak antara kebun dan pabrik, kondisi jalan, dan kondisi dari mobil pengangkut yang digunakan oleh masing-masing perusahaan. 3. Energi Biomassa Pada proses produksi CPO di PKS Kertajaya, biomassa digunakan sebagai bahan bakar pada ketel uap (boiler). Jenis biomassa yang digunakan adalah ampas dari pengolahan kelapa sawit yaitu berupa serat (fibre) dan cangkang (shell). Ratarata jumlah serat dan cangkang yang dihasilkan oleh PKS Kertajaya masingmasing adalah 116226 kg dan 58113 kg. Komposisi kedua biomassa tersebut sebagai bahan bakar ketel uap adalah 85% serat dan 15% cangkang. Nilai kalor serat dan cangkang yang berasal dari PKS Kertajaya adalah masing-masing sebesar 13.99 MJ/kg pada kadar air 33.93% dan 18.49 MJ/kg pada
45 kadar air 20.51%. Nilai kalor serat dan cangkang diperoleh dengan pengujian menggunakan Bomb Calorimeter di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian IPB. Konsumsi energi biomassa di PKS Kertajaya adalah sebesar 15.89 MJ/kg CPO dengan komposisi serat 122992 kg/hari dan cangkang 61496 kg/hari sehingga total menjadi 184488 kg/hari. Konsumsi biomassa riil untuk boiler didasarkan pada pengamatan bahwa semua serat dan cangkang yang dihasilkan digunakan untuk bahan bakar boiler. Data ketersediaan, penggunaan dan hasil pengukuran kalor bahan bakar biomassa dapat dilihat pada Lampiran 5. Perhitungan kebutuhan bahan bakar boiler secara teoritis yaitu sebesar 170063.35 kg/hari dengan komposisi serat sebesar 113381.24 kg/hari dan cangkang sebesar 56682.11 kg/hari. Perbedaan jumlah ketersediaan bahan bakar boiler dengan kebutuhan teoritisnya mengakibatkan adanya sisa bahan bakar biomassa sebesar 14424.65 kg/hari dengan komposisi serat sebesar 9610.76 kg/hari dan cangkang sebesar 4813.89 kg/hari. 4. Energi Listrik Input energi listrik pada kegiatan pengolahan CPO dan sarana pendukung di PKS Kertajaya berasal dari turbin uap dan generator diesel. Konsumsi energi listrik pada proses produksi CPO di PKS Kertajaya dapat dilihat pada Tabel 22 berikut ini. Tabel 22 Konsumsi energi listrik pada pengolahan dan sarana pendukung Konsumsi Persentase Persentase Kegiatan energi (MJ/kg terhadap total (%) CPO) jumlah (%) A. Pengolahan TBS 0.20629 100.00 67.73 - Penerimaan buah 0,00174 0.84 - Perebusan 0,00074 0.37 - Penebahan 0,03045 14.76 - Pengempaan 0,07334 35.55 - Pemurnian minyak 0,04223 20.47 - Pengolahan biji 0,05779 28.01 B.Sarana pendukung 0.09818 100.00 32.27 - Penyediaan energi 0,07624 77.67 - Penyediaan air 0,02194 22.33 Total 0.30447 100 Dapat dilihat dari tabel, total konsumsi energi listrik di PKS Kertajaya adalah sebesar 0.3045 MJ/kg CPO. Pengolahan TBS merupakan bagian yang terbesar dalam mengkonsumsi energi listrik yaitu sebesar 0.2063 MJ/kg CPO atau 67.73% dari total konsumsi energi listrik. Sedangkan bagian sarana pendukung mengkonsumsi energi listrik sebesar 0.0982 MJ/kg CPO atau 32.27% dari total konsumsi energi listrik. Penggunaan energi listrik secara rinci pada tiap tahapan produksi dapat dilihat pada Lampiran 8. Konsumsi energi listrik total di PKS Kertajaya lebih kecil dibanding dengan UU Rejosari (Rahmat, 2002) yaitu sebesar 0.3969 MJ/kg CPO atau terdapat selisih 0.0969 MJ/kg CPO. Ada beberapa faktor yang menyebabkan penggunaan energi listrik yang berbeda tergantung dari kondisi peralatan yang digunakan, cara pengoperasian peralatan, dan kapasitas riil pengolahan. Efisiensi teknis peralatan
46 pengolahan TBS yang digunakan adalah 52.27% dan efisiensi teknis peralatan pada sarana pendukung adalah 64.79% sehingga efisiensi total peralatan yang digunakan dalam proses produksi CPO di PKS Kertajaya adalah 56.05%. Nilai efisiensi teknik ini lebih kecil dibandingkan dengan UU Rejosari (Rahmat, 2002) dimana efisiensi teknisnya adalah 73.65%, tetapi nilai efisiensi teknis alat masih lebih besar bila dibandingkan dengan efisiensi teknis alat PMKS Condong Garut (Wibowo, 2008) yaitu sebesar 47.69%.. Hal ini dipengaruhi oleh umur dan kondisi motor listrik ataupun peralatan yang digunakan. Selain itu motor-motor listrik yang digunakan di PKS Kertajaya banyak yang sudah diganti dengan daya terpasang motor yang lebih besar sehingga sangat memengaruhi dalam pengurangan efisiensi teknis alat. Efisiensi teknis dari setiap peralatan dan mesin-mesin produksi dihitung berdasarkan perbandingan antara daya terukur dengan daya terpasang. Berikut ini disajikan efisiensi teknis dari setiap alat atau mesin produksi di PKS Kertajaya pada Tabel 23 berikut ini. Tabel 23 Efisiensi teknis alat atau mesin produksi CPO di setiap stasiun pengolahan Jumlah daya Jumlah daya Efisiensi teknis Kegiatan terukur (kW) terpasang (kW) (%) A. Pengolahan TBS -Penerimaan buah 69.13 127.50 53.59 -Perebusan 6.11 15.00 40.72 -Penebahan 88.77 144.40 59.11 -Pengempaan 213.77 414.70 51.60 -Pemurnian minyak 130.79 250.50 54.97 - Pengolahan biji 178.97 377.70 53.66 B. Sarana pendukung -Penyediaan energi 213.45 295.14 73.81 -Penyediaan air 71.92 111.00 55.77 Rataan 56.05 5. Energi Pupuk Energi pupuk merupakan salah satu energi yang digunakan dalam proses produksi CPO, tepatnya pada tahapan kegiatan pemeliharaan tanaman kelapa sawit di kebun. Pupuk memiliki peran yang sangat penting unutk menggantikan unsur hara pada lahan. Jenis pupuk yang digunakan di PKS Kertajaya antara lain: Urea, TSP, NPK, Kieserite, Rock Phosphate, KCL/MOP, dan Dolomite. Konsumsi energi pupuk dapat dilihat pada Tabel 24 di bawah ini. Tabel 24 Konsumsi energi pupuk pada kegiatan budidaya Kegiatan Konsumsi energi (MJ/kg Persentase (%) CPO) Persemaian 0.0028 0.80 Persiapan lahan Penanaman 0.0047 1.34 Pemeliharaan TBM 0.0832 23.83 Pemeliharaan TM 0.2585 74.03 Total 0.3492 100.00
47 Dari tabel dapat dilihat bahwa jumlah konsumsi energi pupuk pada kegiatan budidaya adalah sebesar 0.3492 MJ/kg CPO dimana konsumsi energi pupuk terbesar terdapat pada kegiatan pemeliharaan TM, yaitu sebesar 0.2585MJ/kg CPO atau 74.03% dari total konsumsi energi pupuk pada kegiatan budidaya. Sedangkan tahapan yang paling kecil dalam mengkonsumsi energi pupuk adalah tahapan persemaian yaitu sebesar 0.0028 MJ/kg CPO atau 0.80% dari total konsumsi energi pupuk pada kegiatan budidaya. Konsumsi total energi pupuk di Kebun Kertajaya ini lebih kecil dibanding dengan konsumsi energi pupuk di PMKS PT Condong Garut, Jawa Barat (Sulistiono, 2008), dan di UU Rejosari PTPN VII (Persero) Lampung Selatan (Rahmat, 2002), masing-masing yaitu sebesar 4. 9250 MJ/kg CPO dan 2.2670 MJ/kg CPO. Banyak faktor yang memengaruhi dalam penggunaan pupuk, di antaranya adalah jenis tanah, kondisi iklim, dan kondisi tanaman kelapa sawit. 6. Energi Pestisida Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, atau membasmi organisme penggangu. Di PKS Kertajaya, jenis pestisida yang digunakan adalah herbisida, insektisida, dan fungisida. Herbisida yang digunakan adalah Best Up, Sun Up dan Supra yang digunakan pada tahapan kegiatan persemaian, pemeliharaan TBM dan pemeliharaan TM. Herbisida ini digunakan untuk membasmi gulma khususnya rumput ilalang yang dapat mengganggu pertumbuhan kelapa sawit. Insektisida yang digunakan yaitu Marshal dan Sumialpha yang digunakan pada tahapan kegiatan persemaian, pemeliharaan TBM dan pemeliharaan TM. Insektisida digunakan untuk memberantas ulat api, ulat kantong ataupun serangga pengganggu lainnya. Fungisida yang digunakan yaitu Marfu P yang digunakan pada tahapan kegiatan pemeliharaan TM. Fungisida digunakan untuk mencegah pertumbuhan jamur pada kecambah. Konsumsi pestisida yang digunakan hanya dihitung sebagai kebutuhan bahan untuk tiap 1 ha dan kg TBS yang dihasilkan karena kurangnya data pendukung untuk nilai kalor produksi pestisida. Konsumsi pestisida dalam kegiatan budidaya dapat dilihat pada Tabel 25 berikut ini. Tabel 25 Konsumsi pestisida pada kegiatan budidaya Pemakaian Jumlah (bahan/kg Kegiatan Nama pestisida pestisida TBS) (Liter bahan/ha) Best Up 13.412 7.50 x 10-7 Supra 3.059 1.71 x 10-7 Persemaian Marshal 1.765 9.88 x 10-8 Sumialpha 1.529 8.56 x 10-8 Penanaman Supra 0.134 7.50 x 10-9 Best Up 0.492 2.75 x 10-8 Pemeliharaan TBM Supra 0.161 9.01 x 10-9 Marshal 200ec 0.044 2.46 x 10-9 Best Up 0.225 1.26 x 10-8 Supra 0.273 1.53 x 10-8 Pemeliharaan TM Marshal 200ec 0.014 7.83 x 10-10 Sumialpha 0.036 2.01 x 10-9 Jumlah 9.86 x 10-8
48 Analisis Energi pada Sarana Pendukung Penyediaan Energi Sarana pendukung penyediaan energi bertujuan untuk memasok kebutuhan energi uap dan energi listrik yang dibutuhkan untuk pengolahan TBS menjadi CPO. Penyediaan energi dilakukan melalui konversi biomassa menjadi uap, kemudian uap menggerakkan turbin dan selanjutnya dikonversi menjadi listrik. Terdapat dua cara untuk memperoleh data tingkat efektifitas penggunaan energi yaitu menghitung efisiensi riil penggunaan energi yaitu perbandingan antara energi berguna dengan input energi dan bila data tersebut tidak diketahui maka digunakan perbandingan antara kapasitas alat/mesin terukur dengan kapasitas alat/mesin terpasang yang disebut dengan efisiensi teknis. Aliran energi pada stasiun penyediaan energi dapat dilihat pada Gambar 7 berikut.
Boiler
Biomassa: 15.8900 Listrik: 0.07624 Manusia: 0.000878
Uap 5.4185
Turbin uap
Uap bekas
Air Umpan 0.5382 BPV uap 5.2659 Generator listrik
Solar 0.1204 Diesel
Pembangkit listrik 0.2866 (turbin) 0.02124 (diesel)
IPAL Seluruh air kondensat
Instalasi pengolahan dan sarana pendukung 4.7277 Instalasi pengolahan 0.2063 Sarana pendukung 0.0982
Keterangan garis: = input/output = buangan tapi masih dimanfaatkan Semua input dan output dalam satuan MJ/kg CPO Eff. riil pengoperasian boiler = 5.4185/16.50532 Eff. turbin dan generator dalam menghasilkan listrik = 0.2866/5.4185 Eff. teknis motor listrik Eff. total penggunaan listrik = 0.3045/0.3078
= 32.83% = 5.29% = 56.05 % = 98.91%
Keterangan: cara perhitungan efisiensi ini terdapat di Lampiran 9.
Gambar 7 Aliran energi pada stasiun penyediaan energi Masukan konsumsi energi paling besar pada boiler berasal dari energi biomassa yaitu sebesar 15.8900 MJ/kg CPO, energi air umpan sebesar 0.5382 MJ/kg CPO, energi listrik sebesar 0.0762 MJ/kg CPO dan energi manusia sebesar 0.00088 MJ/kg CPO sehingga total masukan konsumsi energi pada boiler sebesar 16.5053 MJ/kg CPO. Sedangkan keluaran dari boiler berupa uap superheated dengan kandungan energi sebesar 5.4185 MJ/kg CPO. Hasil tersebut menunjukan bahwa efisiensi riil pengoperasian boiler sebesar 32.83%.
49 Masukan konsumsi energi pada turbin uap berupa uap superheated yang berasal dari boiler sebesar 5.4185 MJ/kg CPO. Keluaran dari turbin uap berupa uap bekas yang ditampung di BPV dengan kandungan energi sebesar 5.2659 MJ/kg CPO dan energi listrik sebesar 0.2866 MJ/kg CPO sehingga efisiensi riil turbin uap untuk menghasilkan listrik yang merupakan perbandingan antara output listrik dan uap yang keluar dari turbin uap dengan input uap superheated dari boiler yaitu sebesar 92.54%. Efisiensi turbin uap dalam menghasilkan listrik adalah sebesar 5.29% sedangkan efisiensi teknis turbin uap sebesar 42.75%. Rendahnya efisiensi turbin uap dalam menghasilkan listrik dapat disebabkan karena rendahnya temperatur dan tekanan uap sehingga menyebabkan kurang maksimalnya gaya mekanis pada turbin (sudu-sudu). Uap panas bertekanan tinggi menyebabkan turbin berputar dan hampir semua energi dikonversikan menjadi energi mekanik dan akhirnya dikonversi menjadi energi listrik melalui generator. Selain itu suatu pusat pembangkit memerlukan energi listrik dalam operasinya sehingga listrik yang dihasilkan tidak sepenuhnya digunakan tetapi ada sebagian yang masuk sebagai energi listrik untuk generator. Listrik yang dihasilkan dari turbin uap disalurkan ke alat/mesin di instalasi pengolahan maupun sarana pendukung. Konsumsi energi pada instalasi pengolahan sebesar 0.2063 MJ/kg CPO sedangkan pada sarana pendukung sebesar 0.0982 MJ/kg CPO sehingga jumlah penggunaan listrik seluruhnya sebesar 0.3045 MJ/kg CPO. Energi listrik yang dihasilkan dari turbin uap sebesar 0.3078 MJ/kg CPO sehingga efisiensi total penggunaan listrik sebesar 98.91 %.
PELUANG PENGHEMATAN DAN KONSERVASI ENERGI Dari hasil perhitungan konsumsi energi dan tingkat efektivitas penggunaan energi yang dilalukan pada proses produksi CPO di PKS Kertajaya Lebak, Banten, terlihat bahwa masih memungkinkan untuk melakukan usaha penghematan energi terhadap beberapa masukan energi yang digunakan. Upaya penghematan energi dalam hal ini bisa dilakukan dengan meningkatkan tingkat efektivitas produksi dan tingkat efisiensi penggunaan energi. 1. Pengolahan TBS Tingkat efektivitas produksi merupakan perbandingan antara kapasitas pengolahan riil dengan kapasitas pengolahan terpasang. Sedangkan penentuan tingkat efektivitas penggunaan energi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menghitung efisiensi riil penggunaan energi yaitu perbandingan antara energi berguna dengan input energi dan bila data tersebut tidak diketahui maka digunakan perbandingan antara kapasitas alat/mesin terukur dengan kapasitas alat/mesin terpasang yang disebut dengan efisiensi teknis. Menurut Peraturan Pemerintah No. 70 tahun 2009 mengenai konservasi energi, defenisi konsevasi energi adalah upaya sistematis, terencana dan terpadu guna melestarikan sumber daya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya. Pelaksanaan konservasi energi mencakup seluruh tahap pengelolaan energi meliputi penyediaan energi, pengusahaan energi, pemanfaatan energi dan konservasi sumber daya energi. Di sisi pemanfaatan energi, pelaksanaan konservasi energi oleh para pengguna dilakukan melalui penerapan manajemen energi dan penggunaan teknologi yang hemat energi.
50 Kapasitas pengolahan terpasang PKS Kertajaya adalah 60 ton/jam dengan jam kerja 24 jam/hari. Sedangkan pada hasil pengamatan, jam kerja per hari adalah 17.7 jam dengan rata-rata TBS yang diolah per hari adalah 830 ton. Dengan demikian diperoleh kapasitas olah riil pabrik adalah 46.90 ton/jam. Dengan membandingkan antara kapasitas olah riil dengan kapasitas olah terpasang maka diperoleh efisiensi olah pabrik sebesar 78.17%. Nilai efisiensi ini sudah cukup tinggi, namun masih dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan jam olah riil dan meningkatkan produksi TBS di lapangan. Peningkatan produksi TBS di lapangan dilakukan melalui kegiatan budidaya yang optimal serta terus menjalin kemitraan dengan petani-petani kelapa sawit. Dengan meningkatnya pasokan TBS maka akan meningkatkan efisiensi olah riil pabrik. Pada penggunaan energi biologis manusia dalam kegiatan pengolahan terjadi pemborosan energi karena adanaya stagnasi akibat kerusakan pada peralatan/mesin pengolahan dan terkadang karena kurangnya pasokan TBS. Hal ini membuat jam olah riil pabrik berkurang dari jam kerja yang tetapkan 24 jam menjadi 17.7 jam/hari untuk 2 shift kerja. Sehingga dari hal tersebut terdapat selisih sebesar 6.3 jam/hari atau 3.15 jam/shift kerja. Akibat pemborosan waktu tersebut maka energi terbuang yaitu 8.833 x 10-4 MJ/kg CPO. Nilai pemborosan ini lebih kecil bila dibandingkan dengan pemborosan energi biologis manusia yang terjadi di UU Rejosari (Rahmat, 2002) sebesar 0.00086 MJ/kg CPO. Upaya penghematan dapat dilakukan dengan perawatan peralatan/mesin pengolahan dan meningkatkan pasokan TBS sehingga jam olah riil dapat ditingkatkan dan pemborosan waktu kerja dapat dikurangi. 2. Sarana penyediaan energi Selain pada konsumsi energi manusia, pemborosan energi terjadi pada sarana penyediaan energi karena adanya kelebihan pemakaian serat dan cangkang pada boiler. Dari hasil perhitungan antara konsumsi bahan bakar riil dengan konsumsi bahan bakar teoritis untuk boiler pada Lampiran 6 terdapat selisih pemakaian (loading) serat dan cangkang sebesar 14424.65 kg/hari. Apabila serat dan cangkang tersebut dapat dihemat (pemakaian secukupnya tanpa mengurangi uap yang dihasilkan), maka energi yang bisa dihemat dari serat dan cangkang tersebut yaitu sebesar 0.88426 MJ/kg CPO. Upaya penghematan tersebut dapat dilakukan dengan mengatur loading bahan bakar ke boiler sesuai kebutuhan dan menampung sisa bahan bakar tersebut untuk digunakan kembali atau untuk keperluan lain. Perlu ditekankan kembali bahwa pengurangan yang dilakukan adalah pengurangan loading serat dan cangkang ke boiler bukan pengurangan energi masuk (q in ). Hal ini sesuai dengan siklus Rankine, yaitu salah satu siklus daya uap sederhana yang skemanya ditunjukkan pada Gambar 8 berikut ini (Potter & Somerton, 2011).
51
Uap tekanan tinggi
Air tekanan tinggi
Uap tekanan rendah
Air tekanan rendah
Gambar 8 Skema siklus Rankine Siklus Rankine terdiri dari empat proses ideal yang ditunjukkan dalam diagram T-s pada Gambar 9 berikut ini (Potter & Somerton, 2011).
Gambar 9 Diagram T-s Keterangan: 1 – 2 Kompresi isentropik di dalam pompa 2 – 3 Penambahan kalor tekanan konstan di dalam bolier 3 – 4 Ekspansi insentropik di dalam turbin 4 – 1 Pembuangan kalor tekanan konstan di dalam kondensor Efisiensi dari siklus Rankine dapat ditingkatkan dengan tiga cara, yaitu cara pertama dengan menaikkan tekanan boiler sambil menjaga temperatur maksimum dan tekanan minimum. Kerugian dalam menaikkan tekanan boiler adalah kualitas uap yang keluar dari turbin dapat menjadi terlalu rendah (kurang dari 90 persen)
52 sehingga mengakibatkan kerusakan parah pada oleh butiran air pada bilah-bilah turbin dan berkurangnya efisiensi turbin. Cara yang kedua adalah dengan menaikkan temperatur maksimum boiler. Cara ini dapat memberikan keuntungan, selain meningkatkan efisiensi dapat juga mengurangi pembentukan butiran air dalam turbin. Cara yang ketiga adalah dengan menurunkan tekanan pada kondensor (Potter & Somerton, 2011). Pemborosan berikutnya terjadi pada penggunaan energi listrik. Pemborosan energi listrik dapat terlihat dari adanya selisih dari sumber listrik utama (turbin uap dan generator diesel) dengan energi listrik yang terukur pada peralatan pengolahan dan sarana pendukung. Jika dilihat besarnya nilai energi listrik yang dihasilkan dari turbin uap dan generator diesel adalah 0.3078 MJ/Kg CPO sedangkan besarnya nilai energi listirk yang terukur pada peralatan dan mesin pengolahan dan saran pendukung adalah 0.3045 MJ/Kg CPO. Sehingga terdapat selisih sebesar 0.0033 MJ/Kg CPO. Nilai tersebut merupakan energi yang hilang (losses). Nilai pemborosan energi listrik ini lebih kecil bila dibandingkan dengan pemborosan energi listrik yang terjadi di UU Rejosari (Rahmat, 2002) dan PMKS Condong Garut (Wibowo, 2008) masing-masing sebesar 0.0379 MJ/kg CPO dan 0.248 MJ/kg CPO. Upaya yang dapat dilakukan untuk penghematan energi listrik ini di antaranya melalui pembenahan sistem jaringan dan instalasi listrik, seperti penggantian kabel yang sudah tua karena kabel tersebut memiliki nilai resistansi yang tinggi. Upaya lainnya adalah dengan cara memodifikasi motor listrik atau bahkan mengganti motor listrik tersebut. Pemborosan energi seperti yang telah diuraikan di atas mengakibatkan energi yang terbuang pada produksi CPO di PKS Kertajaya adalah sebesar 0.8884 MJ/kg CPO. Nilai pemborosan energi tersebut lebih kecil dibandingkan dengan pemborosan energi di UU Rejosari (Rahmat, 2002) dan PMKS Condong Garut (Wibowo, 2008) masing-masing sebesar 1.107 MJ/kg CPO, dan 1.98165 MJ/kg CPO. Hal ini dapat terjadi karena besarnya tingkat pengolahan TBS menjadi CPO di PKS Kertajaya yaitu sebesar 830 ton TBS/olah/hari. Selain itu, meningkatnya rendemen dapat meningkatkan pula produksi CPO sehingga menurunkan nilai konsumsi energi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Berdasarkan hasil audit energi di PKS Kertajaya PTP. Nusantara VIII (Persero) Lebak, Banten yang dilakukan pada bulan Oktober 2012 sampai Februari 2013, diperoleh beberapa simpulan seperti berikut: 1. Dari hasil perhitungan terhadap konsumsi energi, baik terhadap energi langsung maupun tidak langsung, dibutuhkan masukan energi primer rata-rata sebesar 16.6779 MJ untuk memproduksi tiap kg CPO pada kapasitas pengolahan 60 ton TBS/jam dan tingkat rendemen 21.55%. Nilai tersebut tidak termasuk pestisida (rata-rata konsumsi pestisida adalah 9.86 x 10-8 unit bahan/ kg TBS) dan nilai embodied energy seluruh peralatan dan bibit. Nilai konsumsi
53
2.
3.
4.
5.
6.
7.
energi tersebut lebih kecil dibanding dengan hasil penelitian di PTPN VIII PKS Kertajaya (Sholahuddin, 1999), dan PMKS PT. Condong Garut masing-masing sebesar 18.6680 MJ/Kg CPO dan 33.4840 MJ/Kg CPO namun nilai tersebut lebih besar dibanding dengan hasil penelitian di PTPN VII Unit Usaha Rejosari (Rahmat, 2002) yaitu sebesar 15.7550 MJ/Kg CPO. Konsumsi energi primer tersebut berasal dari input energi solar sebesar 0.4125 MJ (2.47% dari total masukan energi primer), energi biomassa sebesar 15.8900 MJ (95.28%), energi pupuk sebesar 0.3492 MJ (2.09%) dan energi biologis manusia sebesar 0.0262 MJ (0.16%). Berdasarkan tahapan proses produksi, energi primer tersebut digunakan pada kegiatan budidaya sebesar 0.3636 MJ (2.18% dari total konsumsi energi primer), kegiatan pemanenan sebesar 0.0018 MJ (0.01%), kegiatan pengangkutan TBS sebesar 0.1778 MJ (1.07%) dan pengolahan TBS serta sarana pendukung sebesar 16.1347 MJ (96.74%). Konsumsi energi final pada proses produksi CPO di PKS Kertajaya setelah energi primer biomassa dan solar pada penyediaan energi dikonversi menjadi energi listrik yaitu sebesar 6.1179 MJ/kg CPO. Pada pengolahan TBS menjadi CPO, masukan energi yang terbesar berasal dari energi uap yaitu sebesar 5.2659 MJ/kg CPO atau 86.07% dari total konsumsi energi pada kegiatan pengolahan TBS. Sedangkan tahapan kegiatan pengolahan yang paling besar mengkonsumsi energi listrik dan energi manusia adalah tahapan pengempaan yaitu sebesar 0.02076 MJ/kg CPO. Dari aliran energi pada sarana pendukung penyediaan energi didapatkan efisiensi riil boiler sebesar 32.83%, efisiensi riil turbin sebesar 92.54%, efisiensi turbin dalam menghasilkan energi listrik sebesar 5.29%, efisiensi teknis turbin sebesar 42.75%, efisiensi teknis generator diesel sebesar 37.94%, efisiensi teknis motor listrik 56.05% dan efisiensi total penggunaan listrik adalah 98.91%. Energi listrik yang dihasilkan dari sarana pendukung penyediaan energi sebesar 0.3078 MJ/kg CPO berasal dari turbin uap sebesar 0.2866 MJ/kg CPO atau 93.11% dari total masukan energi listrik dan generator diesel sebesar 0.02124 MJ/kg CPO atau 6.89%. Kehilangan energi listrik dari input listrik ke peralatan pengguna listrik sebesar 0.0045 MJ/kg CPO. Konsumsi energi listrik pada instalasi pengolahan sebesar 0.2063 MJ/kg CPO dan instalasi sarana pendukung sebesar 0.0982 MJ/kg CPO, sehingga rasio penggunaan energi listrik antara instalasi pengolahan dengan sarana pendukung sebesar 68.02 : 31.98. Pemborosan energi pada produksi CPO di PKS Kertajaya adalah sebesar 0.8884 MJ/kg CPO. Nilai pemborosan energi tersebut lebih kecil dibandingkan dengan pemborosan energi di UU Rejosari (Rahmat, 2002) dan PMKS Condong Garut (Wibowo, 2008) masing-masing sebesar 1.107 MJ/kg CPO, dan 1.98165 MJ/kg CPO. Saran
1. Upaya konservasi energi dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi olah riil pabrik sehingga mengurangi pemborosan terhadap konsumsi energi selama proses pengolahan antara lain dengan meningkatkan jam olah riil dan meningkatkan produksi TBS di lapangan.
54 2. Pembenahan instalasi listrik, perbaikan peralatan dan mesin-mesin yang telah melewati umur ekonomisnya sehingga mampu meningkatkan efisiensi teknis peralatan dan mesin-mesin tersebut dan mengurangi besarnya pemborosan energi akibat adanya losses. 3. Perlu ditingkatkan lagi perawatan intensif pada peralatan dan mesin di pabrik, agar umur ekonomis peralatan dan mesin yang ada saat ini tidak cepat habis dan tidak menjadi masalah yang menyebabakan stagnasi sehingga jam olah riil dapat ditingkatkan. 4. Perlu diadakan penggantian untuk peralatan dan mesin yang sudah rusak. Dalam hal ini terkhusus untuk indikator-indikator peralatan pada unit boiler, dan panel-panel tiap stasiun yang ada, agar masukan energi dapat diketahui sehingga optimalisasi penyediaan energi dapat dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, K. 1998. “Energi dan Listrik Pertanian”. JICA-DGHE. IPB. Project ADAET. IPB. Bogor. Fadly, M. Rizal. 2002. Audit Energi pada Pengolahan Kelapa Sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO) di PKS Kwala Sawit PTP Nusantara II (Persero) Medan – Sumatera Utara. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Fauzi, Yan [et.al]. 2007. “Kelapa Sawit: Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran”. Penebar Swadaya: Depok. http://www.deptan.go.id/eplanning/admin/laporan/Tayangan_PERKEBUNAN.pdf [10 Oktober 2013] http://ditjenbun.deptan.go.id/index.php/component/content/article/36-news/239menteri-pertanian-peranan-perkebunan-tetap-penting.html [ 4 Juli 2012] http://www.meti.or.iddownloadMEMBACA_NASIB_ENERGI_BARU_DAN_T ERBARUKAN_DI_INDONESIA_rev_%281%29.pdf [25 Juli 2012] http://www.pn8.co.id/pn8/index.php?option=com_content&task=category§io nid=4&id=16&Itemid=69 [25 Juni 2012] Inayah, Nurul. 2011. Audit Energi pada Produksi Teh Hitam Ortodoks di PTPN IX (Persero) Kebun Jolotigo, Pekalongan. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor Indrayana. 2001. Analisis Kebutuhan Energi pada Proses Produksi Gula di PT. PG Rajawali II Unit PG Jatitujuh. Skripsi. Jurusan Mekasnisasi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Kementrian Perindustrian. 2011. “OUTLOOK INDUSTRI 2012: Strategi Percepatan dan Perluasan Agroindustri”. Kemenperin RI. Mulyawan, P.E. 1997. Audit Energi pada Proses Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Goalpara, Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Mekasnisasi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Pahan, Iyung. 2007. “Panduan Lengkap Kelapa Sawit”. Penebar Swadaya: Depok.
55 Pimentel, D. 1980. Handbook of Energy Utilization in Agriculture. Boca Raton, Florida: CRC Press Potter, M.C. dan Somerton, C.W. 2011. “Termodinamika Teknik”. Penerbit Erlangga: Jakarta. Rahmat, T.A. 2002. Audit Energi pada Produksi Crude Palm Oil (CPO) di PTP Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Rejosari, Lampung Selatan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Sholahudin, A.H. 1999. Audit Energi pada Proses Produksi CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya PTP. Nusantara VIII, Banten Selatan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Setiawan, Taopik. 2010. Audit Energi pada Sistem Pengolahan Pucuk Teh Menjadi Teh Hitam Ortodoks di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kebun Cisaruni, Garut, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Setyamidjaja, Djoehana. 2006. “Seri Budidaya Kelapa Sawit”. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Siregar, R.R. 2011. Aspek Keteknikan Pertanian pada Proses Produksi CPO di Perkebunan Kelapa Sawit PTPN III Aek Nabara Selatan, Sumut. Laporan Praktik Lapangan. Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Tim Nasional Pengembangan BBN. 2007. Bahan Bakar Nabati. Penebar Swadaya: Depok. Wibowo, S.A. 2008. Audit Energi pada Proses Produksi CPO (Crude Palm Oil) di PMKS PT Condong, Garut, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
56
LAMPIRAN Lampiran 1 Data produksi TBS Kebun Kertajaya tahun 2008-2012 (kg) Bulan 2008 2009 2010 2011 2012 Januari 3405300 2646570 1354190 1512860 1173460 Februari 3405300 1945290 741880 1457590 1192610 Maret 3133570 1366650 941460 1766620 1323720 April 1858210 1365120 1386230 1546780 1258470 Mei 2332910 1474240 1623130 1616230 1836170 Juni 1994010 1078770 1349270 1489400 1715500 Juli 1444950 1308840 1565310 1812580 1080800 Agustus 1584600 1976030 1622900 1884750 1234570 September 1584600 1929010 1741110 1991920 1942210 Oktober 2931190 2702540 2250400 1636500 1687520 November 3238210 1957760 2019410 1474030 1925390 Desember 3116480 2234480 2124730 1614340 1500690 Total per tahun 30029330 21985300 18720020 19803600 17871110 Rataan per bulan 2502444 1832108.3 1560002 1650300 1489259 Sumber: Laporan Manajemen Kebun Kertajaya Lampiran 2 Penggunaan Energi Pupuk (Laporan Manajemen Kebun Kertajaya) Tabel 1 Penggunaan pupuk untuk persemaian Jumlah Nilai energi Jenis pupuk pemakaian pupuk (kg) (MJ/kg) Urea 593.25 59.86 Kiesrite 6294 10.38 NPK 12-12-17 27384 14.16 TSP 572 12.56 Rock Phospate 1080 5.44 NPK 15-15-6-4 12880 15.71 Dolomit 4653 61.53 NPK 15-20-10 25184 15.71 Total
Produksi CPO (kg)
Energi (MJ/kg CPO)
503059675 503059675 503059675 503059675 503059675 503059675 503059675 503059675
0.000071 0.000130 0.000771 0.000014 0.000012 0.000402 0.000569 0.000787 0.002755
57 Tabel 2 Penggunaan pupuk untuk tanaman tahun ini Jumlah Nilai energi Produksi CPO Jenis pupuk pemakaian pupuk (kg) (kg) (MJ/kg) Rock Phospate 28365 5.44 503059675 Dolomit 32082 61.53 503059675 Urea 1 59.86 503059675 NPK 12-12-17-2 1752 14.16 503059675 NPK 15-15-15 14000 15.71 503059675 Total Tabel 3 Penggunaan pupuk untuk TBM Jumlah Nilai energi Jenis pupuk pemakaian pupuk (kg) (MJ/kg) Urea 288917 59.86 TSP 189683 12.56 Rock Phospate 7297 5.44 KCL 240833 6.69 PH Emas 20680 6.00 Dolomit 325638 61.53 NPK 15-20-10 16 15.71 Kiesrite 26562 10.38 NPK 12-12-17-2 7571 14.16 Total Tabel 4 Penggunaan pupuk untuk TM Jumlah Nilai energi Jenis pupuk pemakaian pupuk (kg) (MJ/kg) Urea 809588 59.86 TSP 139576 12.56 Kiesrite 612 10.38 Dolomit 1194661 61.53 PH Emas 17400 6.00 NPK 15-20-10 7100 15.71 NPK 15-11-17-2 303600 15.71 KCL 173250 6.69 NPK 20-20-10 11200 15.715 Total
Energi (MJ/kg CPO) 0.000307 0.003924 0.000000 0.000049 0.000437 0.004718
Produksi CPO (kg)
Energi (MJ/kg CPO)
503059675 503059675 503059675 503059675 503059675 503059675 503059675 503059675 503059675
0.034379 0.004736 0.000079 0.003203 0.000247 0.039829 0.000000 0.000548 0.000213 0.083234
Produksi CPO (kg)
Energi (MJ/kg CPO)
503059675 503059675 503059675 503059675 503059675 503059675 503059675 503059675 503059675
0.096334 0.003485 0.000013 0.146121 0.000208 0.000222 0.009484 0.002304 0.000350 0.258520
Total energi pupuk untuk budidaya kelapa sawit di Kebun Kertajaya 0.3492 MJ/kg CPO
58 Lampiran 3 Penggunaan Pestisida Pemakaian pestisida (Liter bahan/ha) Best Up 114 Supra 26 Persemaian Marshal 15 Sumialpha 13 Penanaman Supra 40 Best Up 603 Pemeliharaan TBM Supra 197 Marshal 200ec 54 Best Up 219 Supra 265 Pemeliharaan TM Marshal 200ec 14 Sumialpha 35 Sumber: Laporan Manajemen Kebun Kertajaya Kegiatan
Nama pestisida
Lampiran 4 Penggunaan Energi BBM (Solar) Tabel 1 Penggunaan solar untuk 3 unit generator diesel Kebutuhan Nilai kalor Jumlah CPO Hari Jam jalan solar solar (Kg ke (jam/hari) (L/jam) (MJ/L) CPO/hari) 1 10 30 47.78 181786 2 11 30 47.78 216010 3 18.5 30 47.78 159053 4 19.5 30 47.78 126971 5 13.5 30 47.78 166144 6 10.5 30 47.78 223977 Rataan 13.83 30 47.78 178932 Tabel 2 Penggunaan solar untuk 2 unit Loader Jumlah CPO Hari Jumlah Nilai kalor (Kg ke solar (L) solar (MJ/L) CPO/hari) 1 85 47.78 181786 2 140 47.78 216010 3 120 47.78 159053 4 155 47.78 126971 5 135 47.78 166144 6 150 47.78 223977 Rataan 130.83 47.78 178932
Energi (MJ/ kg CPO) 0.0788 0.0730 0.1667 0.2201 0.1165 0.0672 0.1203
Energi (MJ/ kg CPO) 0.0223 0.0310 0.0360 0.0583 0.0388 0.0320 0.0364
59 Tabel 3 Penggunaan solar untuk 7 unit truk pengangkut tandan kosong Jumlah Nilai kalor Hari Jumlah CPO Energi solar solar ke (kg CPO/hari) (MJ/ kg CPO) (L) (MJ/L) 1 296 47.78 181786 0.0778 2 327 47.78 216010 0.0723 3 288 47.78 159053 0.0865 4 299 47.78 126971 0.1125 5 296 47.78 166144 0.0851 6 317 47.78 223977 0.0676 Rataan 303.83 47.78 178932 0.0836 Tabel 4 Penggunaan solar untuk truk pengangkut TBS Nilai kalor Jumlah Jumlah TBS solar Hari ke (kg) solar (L) (MJ/L) 1 6 9230 47.78 2 36 44830 47.78 3 42 48880 47.78 4 41 51200 47.78 5 31 41100 47.78 6 47 59710 47.78 Rataan 33.83 42492 47.78
Energi (MJ/ kg CPO) 0.1468 0.1791 0.1982 0.175 0.1638 0.1693 0.1721
Jadi total energi solar yang digunakan di PKS Kertajaya adalah 0.4126 MJ/kg CPO Catatan: Rata-rata rendemen CPO PKS Kertajaya 21.55% Lampiran 5 Penggunaan Energi biologis manusia (Laporan Manajemen Kebun Kertajaya) Tabel 1 Penggunaan energi biologis manusia untuk pemanenan Jenis pekerjaan HKO Nilai kalor Energi biologis manusia (MJ/kg CPO) (MJ/Jam) Panen 17672 1.23 0.001835 Tabel 2 Penggunaan energi biologis manusia pada pemeliharaan TM Jenis pekerjaan HKO Nilai kalor Energi biologis manusia (MJ/kg CPO) (MJ/Jam) Pemel jalan 6982 1.532 0,000903 Pemel saluran air 1826 1.532 0,000236 Pemel teras 116 1.532 0,000015 Babad 2946 1.532 0,000381 Bobokor 2092 1.532 0,000271
60 Chemis Pengendalian hama penyakit Pengamatan hama penyakit Pemupukan anorganik Pemangkasan Petugas tph Total
1473 2667
1.532 1.733
24
0.502
5766
1.733
561 1979
1.532 1.532
0,000190 0,000390 0,000001 0,000843 0,000073 0,000256 0.003559
Tabel 3 Penggunaan energi biologis manusia pada pemeliharaan TBM III Jenis pekerjaan HKO Nilai kalor Energi biologis manusia (MJ/kg CPO) (MJ/Jam) Pemel jalan 1835 1.532 0,000237 Pemel saluran air 779 1.532 0,000101 Pembuatan jalan 300 1.532 0,000039 panen Menyulam/menyisip 122 0.803 0,000008 Babad 651 1.532 0,000084 Bobokor 3887 1.532 0,000503 Chemis 165 1.733 0,000024 Pengamat hama 4314 0.502 0,000183 Pengendalian hama 2160 1.733 0,000316 Pemupukan 5326 1.733 0,000779 Pemangkasan 565 1.532 0,000073 Total 0.002347 Tabel 4 Penggunaan energi biologis manusia pada pemeliharaan TBM II Jenis pekerjaan Pemel jalan
2304
Nilai kalor biologis manusia (MJ/Jam) 1.532
Pemel saluaran air
1351
1.532
0,000175
Pemel teras
444
1.532
0,000057
Jarak & menggali
610
1.532
0,000079
Menanam & menyisip
288
0.803
0,000020
Babad
609
1.532
0,000079
Bobokor
13638
1.532
0,001764
Chemis
525
1.733
0,000077
Pengamat hama
593
0.502
0,000025
Pengendalian hama
1690
1.733
0,000247
Pemupukan
780
1.733
0,000114 0.002934
Total
HKO
Energi (MJ/kg CPO) 0,000298
61
Tabel 5 Penggunaan energi biologis manusia pada pemeliharaan TBM I Jenis pekerjaan
HKO
Pengolahan tanah meratakan Pemel jalan Pemel saluran air Pemel teras Jarak & menggali Menanam & menyisip Babad Bobokor Chemis Pengamat hama Pengendalian hama Pemupukan Pangkasan Total
598 2119 1644 9513 336 3204 5624 8031 2024 1250 143 419 20
Nilai kalor biologis manusia (MJ/Jam) 1.532 1.532 1.532 1.532 1.532 0.803 1.532 1.532 1.532 0.502 1.733 1.733 1.532
Energi (MJ/kg CPO) 0,000077 0,000274 0,000213 0,001230 0,000043 0,000217 0,000727 0,001039 0,000262 0,000053 0,000021 0,000061 0,000003 0.00422
Tabel 6 Penggunaan energi biologis manusia pada persemaian/pembibitan
Mengukur/survei tanah
57
Nilai kalor biologis manusia (MJ/Jam) 1.532
Membongkar tunggul
47
1.532
Jenis pekerjaan
HKO
Energi (MJ/kg CPO) 0,000007 0,000006
Mendirikan bedengan
356
1.532
0,000046
Pemeliharaaan naungan
406
1.532
0,000053
Menanam kecambah/stek
404
1.532
0,000052
Bongkar/pindah kecambah
559
1.733
0,000082
Menyusun polybag
164
1.532
0,000021
Melubang plastik
54
1.532
0,000007
Mengisi tanah
17
1.733
0,000002
Mengajir
97
0.502
0,000004
Pembuatan/pemeliharaan jalan
618
1.532
0,000080
Pembuatan/pemel sal air dan teras
135
1.532
0,000017
Menyiram
3213
1.733
0,000470
Menyiang dan merumput
1491
1.532
0,000193
Pembrantasan hama
570
1.733
0,000083
Pembrantasan penyakit
455
1.733
0,000067
Memupuk
825
1.733
0,000121 0.001312
Total
Catatan: jumlah jam kerja tiap HKO pada kegiatan budidaya adalah selama 7 jam per hari
62 Tabel 7 Penggunaan energi biologis manusia pada pengolahan TBS menjadi CPO Nilai kalor biologis manusia Energi Stasiun HKO (MJ/Jam) (MJ/kg CPO) Penerimaan buah 17 0.725 0.000829 Perebusan 8 0.725 0.000390 Penebahan 18 0.725 0.000585 Pengempaan 8 0.725 0.000390 Klarifikasi 5 0.725 0.000244 Pengolahan biji 8 0.725 0.000390 Total 0.002828 Tabel 8 Penggunaan energi biologis manusia pada sarana pendukung Nilai kalor biologis manusia Energi Jenis pekerjaan HKO (MJ/Jam) (MJ/kg CPO) Penyediaan energi 18 0.725 0.000878 Penyediaan air 4 0.725 0.000195 Pengoperasian loader 2 0.725 0.000097 Pengangkutan tankos 7 0.725 0.000341 Total 0.001511 Catatan: jumlah jam kerja tiap HKO pada kegiatan pengolahan adalah selama 12 jam per hari Lampiran 6 Penggunaan Energi Biomassa Tabel 1 Pengukuran nilai kalor serat dan cangkang kelapa sawit Ulangan 1 2 3 Rataan
KA serat 1) (%) 37.99 39.01 38.71 38.57
KA serat 2) (%) 34.36 34.43 33.01 33.93
KA cangkang 1) (%) 16.57 17.00 16.81 16.79
KA cangkang 2) (%) 21.15 20.23 20.15 20.51
Nilai kalor serat (MJ) 14.43 13.52 14.02 13.99
Nilai kalor cangkang (MJ) 18.03 18.93 18.51 18.49
Keterangan: KA = kadar air 1) pengukuran dilakukan langsung di laboratorium PKS Kertajaya 2) pengukuran dilakukan di laboratorium kampus IPB dan bahan (serat & cangkang) tersimpan dalam kantong plastik selama 3 hari.
Tabel 2 Perhitungan ketersediaan biomassa dan jumlah bahan bakar biomassa Hari ke
Jumlah TBS (kg)
1 2 3 Rataan
859100 1008450 768000 878517
Ketersediaan biomassa Serat (kg) Cangkang (kg) 120274 60137 141183 70592 107520 53760 122992 61496
Total bahan bakar (kg) 180411 211775 161280 184488
63 Tabel 3 Perhitungan energi bahan bakar biomassa yang digunakan Hari Kebutuhan bahan Nilai kalor Produksi ke bakar teoritis CPO (kg) Serat Cangkang Serat Cangkang (kg) (kg) (MJ/kg) (MJ/kg) 1 120274 60137 13.99 18.49 174660.00 2 141183 70592 13.99 18.49 207240.00 3 107520 53760 13.99 18.49 157820.00 Rataan 122992 61496 13.99 18.49 179906.67
Energi (MJ/kg CPO) Serat Cangkang Total 9.63 9.53 9.53 9.57
6.37 6.30 6.30 6.32
16.00 15.83 15.83 15.89
Tabel 4 Kebutuhan bahan bakar boiler teoritis (Boiler 3) Hari ke Laju uap Entalphi Entalphi Nilai kalor Bahan Jam Serat Cangkang (kg/jam) uap air umpan bahan bakar kerja (kg) (kg) bakar teoritis Boiler (kJ/kg) (kJ/kg) (MJ/kg) (kg/jam) (jam/hari) 13330.09 2928.37 277.64 19.5 1 15.489 6852.69 89089.42 44538.03 12394.73 2928.32 273.42 21.0 2 15.489 6381.87 89350.65 44668.62 12642.06 2927.76 276.97 22.0 3 15.489 6499.14 95325.49 47655.59 20.8 Rataan 12788.96 2928.15 276.01 15.489 6577.90 91218.11 45602.21 Tabel 5 Kebutuhan bahan bakar boiler teoritis (Boiler 2) Hari ke Laju uap Entalphi Entalphi air Nilai kalor Bahan Jam Serat Cangkang (kg/jam) uap umpan bahan bakar kerja (kg) (kg) (kJ/kg) (kJ/kg) bakar teoritis Boiler (MJ/kg) (kg/jam) (jam/hari) 5273.97 2928.37 277.64 13.5 1 15.489 2711.23 24402.27 12199.30 4594.10 2928.32 273.42 17.5 2 15.489 2365.44 27598.15 13797.00 5047.38 2927.76 276.97 8.0 3 15.489 2594.80 13839.63 6916.77 276.01 13.0 Rataan 4971.82 2928.15 15.489 2557.16 22163.13 11079.90 Sehingga total kebutuhan bahan bakar boiler (boiler 2 dan boiler 3) adalah: Serat = 91218.11 + 22163.13 = 113381.24 kg/hari Cangkang = 45602.21 + 11079.90 = 56682.11 kg/hari Tabel 6 Sisa bahan bakar boiler teoritis Hari ke
Ketersediaan Bahan Bakar (kg/hari) Serat Cangkang Total 1 120274 60137 180411 2 141183 70592 211775 3 107520 53760 161280 Rataan 122992 61496 184488
Konsumsi Teoritis Sisa Bahan Bakar (kg/hari) (kg/hari) Serat Cangkang Total Serat Cangkang Total 113491.69 56737.33 170229.02 6782.31 3399.67 10181.98 116948.80 58465.62 175414.42 24234.20 12126.38 36.360.58 109165.12 56682.11 165847.23 -1645.12 -2922.11 -4567.23 113381.24 56682.11 170063.35 9610.76 4813.89 14414.65
64 Tabel 7 Hasil pengukuran dari sistem boiler Hari ke
Ulangan
1
1 2 3 4 5 Rataan 1 2 3 4 5 Rataan 1 2 3 4 5 Rataan
2
3
Tekanan uap (kg/cm2) 18.0 19.0 18.5 17.0 17.5 18.0 17.5 18.0 18.0 16.0 17.5 17.4 18.0 17.5 17.5 17.0 16.5 17.3
Tekanan uap (kPa) 1765.20 1863.26 1814.23 1667.13 1716.16 1765.20 1716.16 1765.20 1765.20 1569.06 1716.16 1706.36 1765.20 1716.16 1716.16 1667.13 1618.10 1696.55
Suhu uap (0C) 256 261 257 254 257 257 257 258 259 253 253 256 258 257 256 255 252 255.6
Suhu air umpan (0C) 66.70 66.50 66.20 66.30 65.80 66.30 65.60 66.10 66.00 64.30 64.50 65.30 66.70 66.20 66.50 65.10 66.20 66.14
Tekanan uap BPV kg/cm2 kPa 2.80 2.85 2.90 2.70 2.75 2.80 2.75 2.80 2.80 2.60 2.60 2.71 2.85 2.75 2.80 2.70 2.75 2.77
277.39 282.34 287.29 267.48 272.43 277.39 272.43 277.39 277.39 257.57 257.57 268.47 282.34 272.43 277.39 267.48 272.43 274.41
Suhu BPV (0C) 157.0 160.0 158.0 159.0 156.0 158.0 155.0 157.0 156.0 148.0 150.0 153.2 157.0 153.0 158.0 155.0 156.0 155.8
Tabel 8 Energi uap dari boiler Hari ke
Suhu uap (0C)
Tekanan uap (kPa)
1 2 3 Rataan
257.0 256.0 255.6 256.2
1765.20 1706.36 1696.55 1722.70
Laju Uap (kg/jam) Boiler 3 13330.09 12394.73 12642.06 12788.96
Boiler 2 5273.97 4594.10 5047.38 4971.82
Entalpi uap (kj/kg) 2928.37 2928.32 2927.76 2928.15
Jam kerja boiler (jam/hari) Boiler 3 19.5 21.0 22.0 20.8
Boiler 2 13.5 17.5 8.0 13.0
Total energi (MJ/kg CPO) 5.4358 5.5924 5.2273 5.4185
Tabel 9 Energi uap dari BPV Hari ke
Suhu uap (0C)
Tekanan uap (kPa)
1 2 3 Rataan
158.0 153.2 155.8 256.2
277.39 268.47 274.41 273.42
Laju Uap (kg/jam) Boiler 3 13330.09 12394.73 12642.06 12788.96
Boiler 2 5273.97 4594.10 5047.38 4971.82
Entalpi uap (kj/kg) 2779.56 2770.03 2775.76 2775.12
Jam kerja boiler (jam/hari) Boiler 3 19.5 21.0 22.0 20.8
Total energi (MJ/kg CPO)
Boiler 2 13.5 17.5 8.0 13.0
Tabel 10 Energi air umpan untuk boiler Hari ke
Suhu uap (0C)
1 2 3 Rataan
66.30 65.30 66.14 65.91
Laju Uap (kg/jam) Boiler 3 14010.73 13172.87 13243.25 13475.62
Boiler 2 5543.26 4882.52 5287.41 5237.73
Entalpi uap (kj/kg) 277.64 273.42 276.97 276.01
Jam kerja boiler (jam/hari) Boiler 3 19.5 21.0 22.0 20.8
Boiler 2 13.5 17.5 8.0 13.0
Total energi (MJ/kg CPO) 0.5417 0.5549 0.5180 0.5382
5.1595 5.2898 5.3486 5.2659
65 Lampiran 7 Ouput Energi Listrik dari sarana penyediaan energi Tabel 1 Output listrik dari generator diesel Daya Daya Hari Jam jalan terpasang terukur ke (jam/hari) (kW) (kW) 1 10.0 200 72.58 2 11.0 200 82.48 3 18.5 200 71.00 4 19.5 200 82.67 5 13.5 200 72.39 6 10.5 200 74.22 Rataan 13.83 200 75.89 Tabel 2 Output listrik dari turbin uap no.2 Daya Daya Hari Jam jalan terpasang terukur ke (jam/hari) (kW) (kW) 1 13.5 800 218 2 17.5 800 202 3 8.0 800 214 4 7.0 800 231 5 16.5 800 187 Rataan 12.5 800 210.4 Tabel 3 Output listrik dari turbin uap no.3 Daya Daya Hari Jam jalan terpasang terukur ke (jam/hari) (kW) (kW) 1 19.5 960 551 2 21 960 545 3 22 960 536 4 22.5 960 504 5 21 960 552 6 22 960 566 Rataan 21.3 960 542
Efisiensi (%)
kWh
36.29 41.24 35.50 41.33 36.19 37.11 37.95
725.80 907.28 1313.50 1612.06 977.26 779.31 1052.54
Efisiensi (%)
kWh
27.25 25.25 26.75 28.87 23.37 26.30
2943 3535 1712 1617 3085.5 2630
Efisiensi (%)
kWh
57.40 56.77 55.83 52.50 57.50 58.96 56.49
10744.5 11445 11792 11340 11592 12452 11569.78
66
66
Lampiran 8 Penggunaan Energi Listrik Tabel 1 Penggunaan listrik pada stasiun penerimaan buah Jumlah Daya Arus Tegangan alat terpasang terpasang terpasang Nama alat/mesin terpakai (kW) (A) (V) Tracklier No 1 1 30 63 380 Tracklier No 2 1 15 29 380 Tracklier No.3 1 11 22 380 Tracklier No.4 1 30 65 380 Tracklier No.5 1 30 65 380 Transfer Carriage 1 4 8.2 380 No.1 Transfer Carriage 1 7.5 15.2 380 No.2 Total Tabel 2 Penggunaan listrik pada stasiun perebusan Jumlah Daya Arus Tegangan Nama alat/mesin alat terpasang terpasang terpasang terpakai (kW) (A) (V) Condensation pump 2 7.5 15 380
Arus terukur (A) 25.2 15.5 12.5 33.7 34.3
Cos θ 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
Daya Efisiensi terukur (%) (kW) 13.27 44.23 8.16 54.41 6.58 59.83 17.74 59.15 18.06 60.20
Waktu operasi alat (Jam) 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25
Energi (MJ/kg CPO) 0.00033 0.00021 0.00017 0.00045 0.00046
4.3
0.8
2.26
56.60
1.25
0.00006
5.8
0.8
3.05
40.72
1.25
0.00008 0.00174
Arus terukur (A) 5.8
Cos θ 0.8
Daya Efisiensi terukur (%) (kW) 3.05 40.72
Waktu operasi alat (Jam) 6
Energi (MJ/kg CPO) 0.00074
67
Tabel 3 Penggunaan listrik pada stasiun penebahan Nama alat/mesin Thresher bottom conveyor 1 Thersher bottom conveyor 3 Bottom cross conveyor Autofeeder 2 Hoisting crane Thresher drum Horizontal conveyor Incynerator Total
Jumlah alat terpakai 1 1 2 1 3 2 1 1
Daya terpasang (kW) 4 2.2 5.5 2.2 22 22 7.5 7.5
Arus terpasang (A) 8.2 5.03 11.4 4.7 45 45 14.1 14.1
Tegangan terpasang (V) 380 380 380 380 380 380 380 380
Arus terukur (A) 3 2 8.6 3.5 26.7 24.5 6.6 7.2
Tabel 4 Penggunaan listrik pada stasiun pengempaan Jumlah Daya Arus Tegangan Arus Nama alat/mesin alat terpasang terpasang terpasang terukur terpakai (kW) (A) (V) (A) 4 22 44.3 380 30 Screw Press Line 1 3 30 51.7 380 30.1 Screw Press Line 2 4 22 44.3 380 22.1 Digester Line 1 3 30 54.7 380 28.4 Digester Line 2 2 22 44.3 380 15.8 Thresher Drum 2 & 3 1 2.2 4.7 380 3.5 Autofeeder 2 Power Pack Screw Press 7 1.5 3.8 380 2.4 Line 1 &2 2 4 8.2 380 5.1 Distributing Line 1 & 2 2 4 8.2 380 4.9 Over Flow Line 1 & 2
Cos θ 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
Cos θ 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
Daya terukur (kW) 1.58 1.05 4.53 1.84 14.06 12.90 3.48 3.79
Efisiensi (%) 39.49 47.87 82.33 83.77 63.90 58.64 46.33 50.55
Daya terukur Efisiensi (kW) (%) 15.80 71.80 15.85 52.83 11.64 52.89 14.95 49.84 8.32 37.81 1.84 83.77
Waktu operasi alat (Jam) 17 17 17 17 17 17 17 17
Waktu operasi alat (Jam) 17 17 17 17 17 17
Energi (MJ/kg CPO) 0.00054 0.00036 0.00311 0.00063 0.01447 0.00885 0.00119 0.00130 0.03045
Energi (MJ/kg CPO) 0.01626 0.01087 0.01198 0.01026 0.00571 0.00217
0.8
1.26
84.24
17
0.00184
0.8 0.8
2.69 2.58
67.13 64.50
17 17
0.00177 0.00210 67
68
68
Fruit Elevator 2 & 3 Hoist motor Drive Shaft Motor Tylting Motor Top Cross Conveyor Cake Braker Conveyor Total
2 1 1 1 2 2
7.5 22 2.2 4 4 22
15.2 44.3 4.7 8.2 8.2 44.3
380 380 380 380 380 380
5.8 28.1 2 2.6 2 10.4
Tabel 5 Penggunaan listrik pada stasiun klarifikasi Jumlah Daya Arus Tegangan Arus Nama alat/mesin alat terpasang terpasang terpasang terukur terpakai (kW) (A) (V) (A) 3 7.5 15.2 380 7.4 Precleaner 3 7.5 15.2 380 12 Vibrating Screen 1 11 21.6 380 5.6 Crude Oil Tank 3 7.5 14.7 380 8.4 Purifier 1 45 75.9 380 29.4 Separator 510 1 45 75.9 380 38.7 Separator 610 2 7.5 15.2 380 9.6 Hotwil 2 5.5 11.4 380 7.9 Crude oil pump 1 7.5 14.7 380 8.1 Oil transfer 1 15 29 380 22.1 Vacuum dryer atas 1 7.5 14.7 380 10 Vacuum dryer bawah 1 11 23 380 8.8 Purifier pump 1 1 11 23 380 6.3 Purifier pump 2 1 4 8.2 380 4.6 Rodos Total
0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
Cos θ 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
3.05 14.80 1.05 1.37 1.05 5.48
Daya terukur (kW) 3.90 6.32 2.95 4.42 15.48 20.38 5.05 4.16 4.26 11.64 5.27 4.63 3.32 2.42
40.72 67.25 47.87 34.22 26.33 24.89
Efisiensi (%) 51.95 84.24 26.81 58.97 34.40 45.28 67.40 75.63 56.87 77.58 70.20 42.12 30.16 60.55
17 17 17 17 17 17
Waktu operasi alat (Jam) 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16
0.00508 0.00036 0.00047 0.00072 0.00376 0.01626 0.07334
Energi (MJ/kg CPO) 0.00377 0.00612 0.00095 0.00428 0.00500 0.00658 0.00326 0.00269 0.00138 0.00315 0.00170 0.00150 0.00107 0.00078 0.04223
69
Tabel 6 Penggunaan listrik pada stasiun pengolahan biji Jumlah Daya Arus Tegangan Nama alat/mesin alat terpasang terpasang terpasang terpakai (kW) (A) (V) Airlock LTDS Line 2 2 2.2 5.03 380 Blower LTDS Line 2 2 22 43.5 380 Blower kernell Silo 1 1 18.5 37 380 Blower kernell Silo 4 1 15 26.5 380 Blower kernell Silo 5 1 15 26.5 380 Mixtur elevator 2 4 8.2 380 Airlock mixtur 2 1.5 3.8 380 elevator Hydrocyclone drum 4 2.2 5.03 380 Hydrocyclone pump 6 18.5 37 380 Kernell elevator 2 4 8.2 380 Mixtur conveyor 2 4 8.2 380 Winowing fan 4 11 21.6 380 Grading drum 1 1.5 3.8 380 Polishing drum 2 7.5 14.7 380 Destoner line 1 1 22 43.5 380 Destoner line 2 1 37 68.5 380 Ripple mill 5 11 21.6 380 Conveyor cangkang 1 7.5 14.7 380 Total
Arus terukur (A) 3.4 13.4 12.9 7 7 3
Cos θ 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
Daya terukur Efisiensi (kW) (%) 1.79 81.37 7.06 32.07 6.79 36.71 3.69 24.57 3.69 24.57 1.58 39.49
Waktu operasi alat (Jam) 16 16 16 16 16 16
Energi (MJ/kg CPO) 0.00116 0.00456 0.00219 0.00119 0.00119 0.00102
2
0.8
1.05
70.20
16
0.00068
3.7 15.2 4.8 4.8 15 2.7 8.9 25.8 36.7 15.3 6.9
0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
1.95 8.00 2.53 2.53 7.90 1.42 4.69 13.58 19.32 8.06 3.63
88.55 43.26 63.18 63.18 71.80 94.78 62.48 61.75 52.23 73.24 48.44
16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16
0.00252 0.01034 0.00163 0.00163 0.00490 0.00036 0.00303 0.00439 0.00624 0.00961 0.00117 0.05779 69
70
70
Tabel 7 Penggunaan listrik pada stasiun boiler Nama alat/mesin Dust collector Draft control Blower ID fan Rot feeder Blower FD fan 3 Blower secondary boiler 3 Distributing conveyor Water pump electric Blower FD fan 1 Scrapper bar 3 Total
Jumlah alat terpakai 4 2 2 2 1 1 1 2 1 2
Daya terpasang (kW) 0.75 0.37 75 2.2 11 11 7.5 37 18.5 7.5
Arus terpasang (A) 2.1 1.12 140 5.7 21.5 21.5 15.2 68.5 40.8 15.2
Tegangan terpasang (V) 380 380 380 380 380 380 380 380 380 380
Arus terukur (A) 1.3 0.7 98.4 3.5 13.9 13.8 9.8 62.5 15.1 8.7
Cos θ 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
Daya terukur (kW) 0.68 0.37 51.81 1.84 7.32 7.27 5.16 32.91 7.95 4.58
Efisiensi (%) 91.26 99.61 69.08 83.77 66.53 66.06 68.80 88.94 42.98 61.08
Waktu operasi alat (Jam) 17.7 17.7 17.7 17.7 17.7 17.7 17.7 17.7 17.7 17.7
Energi (MJ/kg CPO) 0.00098 0.00026 0.03701 0.00132 0.00261 0.00260 0.00184 0.02351 0.00284 0.00327 0.07624
Tabel 8 Penggunaan listrik pada stasiun water treatment Nama alat/mesin Deaerator pump Anion pump Tower pump Pompa air kotor Digasifier blower Water intake pump Injection cation tank Total
Jumlah alat terpakai 1 1 1 1 1 1 1
Daya terpasang (kW) 7.5 7.5 18.5 11 4 55 7.5
Arus terpasang (A) 14.7 14.7 37 23 8.2 98 15
Tegangan terpasang (V) 380 380 380 380 380 380 380
Arus terukur (A) 10.3 4.4 25.7 12 2.9 74.6 6.7
Cos θ 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
Daya terukur (kW) 5.42 2.32 13.53 6.32 1.53 39.28 3.53
Efisiensi (%) 72.31 30.89 73.14 57.44 38.17 71.42 47.04
Waktu operasi alat (Jam) 12 12 12 12 12 17.7 12
Energi (MJ/kg CPO) 0.00131 0.00056 0.00328 0.00153 0.00037 0.01403 0.00085 0.02194
71 Lampiran 9 Cara-cara perhitungan 1. Contoh perhitungan untuk penentuan konsumsi bahan bakar boiler teoritis Data pada rataan ulangan ke 1 Diketahui: - Suhu uap - Tekanan uap Dari tabel superheated, didapatkan entalpi uap - Laju uap boiler 3 - Laju uap boiler 2 - Suhu air umpan Dari tabel saturated, didapatkan entalpi uap Efisiensi teknis boiler Nilai kalor serat Nilai kalor cangkang
= 257 0C = 1765.20 kPa = 2928.37 kJ/kg = 13330.09 kg/jam = 5273.97 kg/jam = 66.30 0C =277.64 kJ/kg = 32.83% = 13.99 MJ/kg = 18.49 MJ/kg
Perhitungan Komposisi antara serat dan cangkang dalam 1 kg bahan umpan boiler yaitu 66.67 % : 33.33 % Maka nilai kalor bahan bakar umpan yaitu: = (0.6667 x 13.99) + (0.3333 x 18.49) = 15.49 MJ/kg Kebutuhan bahan bakar menurut perhitungan (teoritis) Mu x (hs−hu) 13330.09 x (2829.37−277.64) Boiler 3 = = = 6852.69 kg/hari Nk x ƞ 15490x 0.3283
Kebutuhan bahan bakar tiap hari adalah Boiler 3 = 6852.69 kg/hari x 19.5 jam/hari = 133627.45 kg/hari Dengan komposisi yaitu • Serat = 0.6667 x 133627.45 kg/hari = 89089.42 kg/hari • Cangkang = 0.3333 x 133627.45 kg/hari = 44538.03 kg/hari Mu x (hs−hu) 5273.97 x (2829.37−277.64) Boiler 2 = = = 2711.23 kg/hari Nk x ƞ 15490x 0.3283
Kebutuhan bahan bakar tiap hari adalah Boiler 2 = 2711.23 kg/hari x 13.5 jam/hari = 36601.57 kg/hari Dengan komposisi yaitu • Serat = 0.6667 x 36601.57 kg/hari = 24402.27kg/hari • Cangkang = 0.3333 x 36601.57 kg/hari = 12199.30 kg/hari Sehingga total kebutuhan bahan bakar boiler 3 dan boiler 2 adalah 133627.45 kg/hari + 36601.57 kg/hari = 170229.02 kg/hari Sisa Bahan Bakar • Ketersediaan biomassa = 180411 kg/hari • Pemakaian teoritis = 170229.02 kg/hari • Sisa bahan bakar = 180411 – 170229.02 = 10181.98 kg/hari • Dengan komposisi yaitu Serat = 0.6667 x 10181.98 = 6782.31 kg/hari Cangkang = 0.3333 x 10181.98 = 3399.67 kg/hari
72 2. Perhitungan efisiensi Efisiensi riil pengoperasian boiler Eff = (Energi keluar⁄Energi masuk) x 100% = (Energi uap / (energi biomassa + energi listrik + energi manusia + energi air umpan)) x 100% = (5.4185/(15.89 + 0.07624 + 0.000878 + 0.5382)) x 100% = 32.83% Efisensi turbin dan generator dalam menghasilkan listrik Eff = (Energi keluar⁄Energi masuk) x 100% = (Energi listrik dari turbin/ energi uap) x 100% = (0.2866/5.41850 x 100% = 5.29% Efisiensi teknis motor listrik Eff = (Daya terukur⁄Daya terpasang) x 100% = (972.91/1735.94) x 100% = 56.05% Efisiensi total penggunaan listrik Eff = (Energi terpakai⁄Energi tersedia) x 100% = (0.3045/0.3078 x 100% = 98.91% 3. Perhitungan pemborosan energi Pemborosan pemakaian tenaga manusia pada stasiun-stasiun pengolahan Diketahui: - Jam kerja normal 24 jam dibagi 2 shift = 12 jam/shift - Jumlah produksi CPO =178392 kg CPO/hari - Jumlah pekerja selain di stasiun penerimaan buah = 69 orang - Jam kerja Riil = 8.85 jam/shift - Nilai kalor biologis manusia pada pengolahan = 0.725 MJ/jam - Nilai kalor biologis manusia di loading ramp = 0.130 MJ/jam - Nilai kalor biologis manusia di sterilizer = 0.060 MJ/jam Maka: Jam kerja terbuang Energi terbuang
= 12 jam/shift – 8.85 jam/shift = 3.15 jam/shift = (3.15 jam x 69 orang x 0.725MJ/jam)/ 32590.21 kg CPO = 8.833 x 10-4 MJ/kg CPO
Pemakaian Biomassa Untuk Bahan Bakar Boiler Diketahui : Sisa bahan bakar = 10181.98 kg/hari Dengan komposisi serat yaitu 6782.31 kg/hari dan cangkang yaitu 3399.67 kg/hari Nilai kalor serat = 13.99 MJ/kg Nilai kalor cangkang = 18.49 MJ/kg
73 Maka : Energi terbuang
= ((6782.31 kg x 13.99 MJ/kg)+(3399.67 kg x 18.49MJ/kg))/ 178392 kg CPO = 157744.41 MJ/178392 kg CPO = 0.88426 MJ/kg CPO
Pemakaian energi listrik Diketahui: sumber listrik (turbin uap dan diesel) energi listrik yang terukur Sehingga pemborosan 0.3078 - 0.3045 Total pemborosan Total pemborosan Energi
= 0.3078 MJ/kg CPO = 0.3045 MJ/kg CPO = 0.0033 MJ/kg CPO
= (8.833 x 10-4) + 0.88426 + 0.0033 MJ/kg CPO = 0.8884 MJ/kg CPO
74
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Rantauprapat, Sumatera Utara pada tanggal 10 Juni 1989 dari pasangan Godmel Siregar dengan Anni br Simbolon. Penulis adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 3 Rantau Utara pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama penulis lulus Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima di Universitas Sumatera Utara (USU). Namun pada tahun 2008 penulis mengikuti ujian dan lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis diterima di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Komisi Pelayanan Khusus UKM PMK IPB, sebagai Badan Pengurus UKM PMK IPB, sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA), dan penulis juga aktif dalam mengikuti kegiatan kepanitiaan acara-acara di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem seperti SAPA 2010 dan kepanitiaan di UKM seperti Kebaktian Awal Tahun Ajaran, Malam Sukacita Paskah, Natal Civitas Akademika IPB. Penulis juga pernah melaksanakan magang di Kebun Tanjung Selamat PT Indo Sepadan Jaya, Labuhan Batu, Sumut. Penulis melaksanakan praktik lapangan pada bulan Juni-Agustus 2011 di PTP Nusantara III (Persero) Kebun Aek Nabar Selatan, Labuhan Batu, Sumatera Utara dengan judul “Aspek Keteknikan Pertanian pada Proses Produksi CPO di Perkebunan Kelapa Sawit PTPN III Kebun Aek Nabara Selatan, Sumatera Utara”.