TAHUN XL EDISI 406
SEPTEMBER 2008
AUDIT CUKAI UNTUK MENGUJI KEPATUHAN
BUKAN MENCARI KESALAHAN
PROFIL
WAWANCARA
KEHIDUPAN SAYA DI BC HANYALAH SALAH SATU FACET DARI BANGUNAN HIDUP SEBAGAI MANUSIA
SAAT INI PEMBUKUAN INTERNAL YANG DIPAKAI SEBAGAI ALAT PENGAWASAN OLEH DJBC
MENUNGGU IMPLEMENTASI AMBANG PRIYONGGO
THOMAS SUGIJATA
DARI REDAKSI TERBIT SEJAK 25 APRIL 1968
MEMBANGUN KEPATUHAN INTERNAL DAN EKSTERNAL
P
IZIN DEPPEN: NO. 1331/SK/DIRJEN-G/SIT/72 TANGGAL, 20 JUNI 1972 ISSN.0216-2483
asca pemeriksaan KPK ke KPU Bea Cukai Tanjung Priok yang mengakibatkan beberapa pegawai ditindak, sempat ada komentar begini, “Bagaimana dengan pengusaha yang nakal, kok nggak ada beritanya ?”. Jawabannya muncul kemudian
bulan Agustus lalu. Media massa pada pertengahan bulan Agustus memberitakan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) telah mencoret 2000 perusahaan penyedia jasa kepabeanan (PPJK) yang dinilai tidak menjalankan bisnis secara jujur. DJBC juga telah menonaktifkan 1000 perusahaan importir yang dianggap nakal dan tidak bisa menjelaskan identitasnya. Kemudian, DJBC menghentikan kegiatan operasional 1.204 pabrik rokok karena tidak mengantongi izin NPPBKC atau nomor pokok pengusaha barang kena cukai. Data tersebut menunjukkan keseriusan DJBC dalam melakukan penegakan hukum, tidak hanya di internal tapi juga lingkup eksternal. Hal ini ditegaskan Dirjen Bea Cukai Anwar Suprijadi ketika meresmikan KPPBC Madya Cukai Malang pada 1 Agustus 2008 (hal. 19). Di hadapan para pengusaha rokok di kota Malang, Dirjen mengatakan bahwa program reformasi yang dilakukan di DJBC adalah membangun kepatuhan baik internal maupun eksternal. “Terus terang kami ingin tingkat kepatuhannya kita tingkatkan. Kepatuhan di internal di lingkungan BC dan kepatuhan mitra utama kami”. Buat mitra usaha, Dirjen secara tegas mengatakan, “Yang patuh kami layani dengan baik, yang tidak patuh kita bina, kalau gak bisa dibina, sarannya dibinasakan saja.” Sedangkan buat internal bea cukai, Dirjen bilang begini, “Sekarang saya mohon kita harus tegas, kalau (pegawai) yang tidak benar kita benahi, kalau bisa kita bina, kalau tidak… ya jangan gabung di jajaran bea cukai, itu harapan kami.” Pesan tersebut seharusnya tidak dibaca sebagai ancaman semata, namun sebagai upaya untuk mengajak pegawai dan pengusaha untuk bekerja dan berbisnis secara benar dan taat hukum. Sementara itu, perlu kami informasikan adanya perubahan formasi redaksional majalah WBC. Salah satu anggota redaksi, Zulfril Adha Putra telah mengundurkan diri dari posisinya sebagai redaktur di WBC per Agustus lalu. Kami mengucapkan terima kasih untuk kontribusinya selama kurang lebih lima tahun di WBC, dan sukses untuk karirnya kedepan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka rencananya mulai awal September redaksi akan menambah satu hingga maksimum dua anggota baru. Bila telah resmi bergabung, kami akan segera perkenalkan, karena anggota baru inilah yang akan mulai berkomunikasi dengan pembaca sekalian. Selamat menjalankan ibadah puasa. Lucky R. Tangkulung
PELINDUNG Direktur Jenderal Bea dan Cukai: Drs. Anwar Suprijadi, MSc PENASEHAT Direktur Penerimaan & Peraturan Kepabeanan dan Cukai: Drs. Hanafi Usman Direktur Teknis Kepabeanan Ir. Agung Kuswandono, MA Direktur Fasilitas Kepabeanan Drs. Kusdirman Iskandar Direktur Cukai Drs. Frans Rupang Direktur Penindakan & Penyidikan Drs. R.P. Jusuf Indarto Direktur Audit Drs. Thomas Sugijata, Ak. MM Direktur Kepabeanan Internasional Drs. M. Wahyu Purnomo, MSc Direktur Informasi Kepabeanan & Cukai Dr. Heri Kristiono, SH, MA Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bea dan Cukai Drs. Endang Tata Inspektur Bea dan Cukai Edy Setyo Tenaga Pengkaji Bidang Pelayanan & Penerimaan KC Drs. Bambang Prasodjo Tenaga Pengkaji Bidang Pengawasan & Penegakan Hukum KC Drs. Erlangga Mantik, MA Tenaga Pengkaji Bidang Pengembangan Kapasitas & Kinerja Organisasi KC Susiwijono, SE KETUA DEWAN PENGARAH Sekretaris Direktorat Jenderal Bea dan Cukai: Drs. Kamil Sjoeib, MA WAKIL KETUA DEWAN PENGARAH/ PENANGGUNG JAWAB Kepala Bagian Umum: Sonny Subagyo, S.Sos DEWAN PENGARAH Ir. Harry Mulya, MSi, Drs. Patarai Pabottinggi, Drs. R. Syarif Hidayat, M.Sc, Muhamad Purwantoro Marisi Zainuddin Sihotang, SH.,M.M. Lupi Hartono, Muhammad Zein, SH, MA. Maimun, Ir. Agus Hermawan, MA. PEMIMPIN REDAKSI Lucky R. Tangkulung REDAKTUR Aris Suryantini, Supriyadi Widjaya, FOTOGRAFER Andy Tria Saputra KORESPONDEN DAERAH ` Hulman Simbolon (Medan), Ian Hermawan (Pontianak), Donny Eriyanto (Makassar), Bambang Wicaksono (Ambon), Muqsith Hamidi (Balikpapan) KOORDINATOR PRACETAK Asbial Nurdin SEKRETARIS REDAKSI Kitty Hutabarat PIMPINAN USAHA/IKLAN Piter Pasaribu TATA USAHA Shinta Dewi Arini Untung Sugiarto IKLAN Kitty Hutabarat SIRKULASI H. Hasyim, Amung Suryana BAGIAN UMUM Rony Wijaya PERCETAKAN PT. BDL Jakarta ALAMAT REDAKSI/TATA USAHA Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Jl. Jenderal A. Yani (By Pass) Jakarta Timur Telp. (021) 478 65608, 478 60504, 4890308 Psw. 154 Fax. (021) 4892353
[email protected] REKENING GIRO a/n : PITER PASARIBU BANK BRI KANTOR KAS DITJEN BEA DAN CUKAI JAKARTA Nomor Rekening : 1256.01.000001.30.5 Pengganti Ongkos Cetak Rp. 12.500,-
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
1
NOMOR INI 1 3 4 19
29 36
38 41
42
44
48
50
51
53 54 55 57
2
DARI REDAKSI SURAT PEMBACA KARIKATUR DAERAH KE DAERAH - Peresmian KPPBC Tipe Madya Cukai Malang - Implementasi tahap Dua NSW SEPUTAR BEA CUKAI SIAPA MENGAPA - Dwi Noeroel Soesanti - Khrisnawan - Ilmi H.D. ENGLISH SECTION Optimizing Excise Revenue Collection of Tobacco Product KEPABEANAN INTERNASIONAL Kunjungan Menteri Dalam Negeri Australia Ke KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok KERJASAMA INTERNASIONAL DJBC dan Kastam Diraja Malaysia Gelar Operasi Patkor Kastima 14/2008 di Perairan Selat Malaka OPINI - Royalties and Licence Fees as a Condition of Sale - Apa Itu Barang kena Cukai? KOLOM Dewan Kemakmuran Masjid di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai KONSULTASI KEPABEANAN DAN CUKAI - Paket Kiriman Luar Negeri Melalui Kantor Pos - Bonus Barang Sebagai Free of Charge CUKAI Sosialisasi Penyediaan dan Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau RENUNGAN ROHANI Puasa, Ajang Untuk Melatih Disiplin Waktu RUANG INTERAKSI Toleransi RUANG KESEHATAN Pemeriksaan Kesehatan (Medical Check Up) PERISTIWA - Pekan Olahraga di Lingkungan Kanwil DJBC Nangroe Aceh darussalam - Sarasehan Pensiunan Bea dan Cukai 2008 - Tarakan Cycling Club Promosikan Hidup Sehat Dengan Bersepada
WARTA BEA CUKAI
DAFTAR ISI 5-14
Laporan Utama Sebagai salah satu pilar utama praktek kepabeanan dan Cukai, audit dibidang kepabeanan dan Cukai memainkan peran yang sangat signifikan dalam mengemban tugas DJBC. Terkait dengan pelaksanaan audit Cukai DJBC kembali akan memiliki kewenangan yang lebih luas dalam melaksanakan.
15-18
Wawancara
Dalam ketentuan audit Cukai sesuai Peraturan Menteri Keuangan, pejabat bea dan Cukai berwenang melakukan audit Cukai terhadap pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena Cukai, penyalur dan pengguna barang kena Cukai yang mendapat fasilitas pembebasan Cukai, demikian menurut Direktur Audit DJBC, Thomas Sugjata.
23-28
Pengawasan
Beberapa kegiatan bidang pengawasan mengisi rubrik ini antara lain Narcotic Intelligence Operation DJBCCNB, penegahan perhiasan oleh petugas Bandara Soekarno-Hatta, Pelatihan Perpindahan Lintas Batas Limbah B3 ilegal serta retraining Doghandler dan Anjing Pelacak DJBC.
60-63
Profil
Sejak kecil Ambang bercita-cita menjadi diplomat, cita-cita ini tumbuh karena kegemarannya membaca dan berdebat. Kini Ambang yang mengabdi sebagai pegawai di DJBC memilih untuk menjalani hidup sebagai suatu totalitas.
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
Surat Pembaca Kirimkan surat anda ke Redaksi WBC melalui alamat surat, fax atau e-mail. Surat hendaknya dilengkapi dengan identitas diri yang benar dan masih berlaku.
PAKAIAN DINAS
b. Rok dengan model sama dengan rok PDH-BC. 3) Tutup Kaki : Sama dengan PDH-BC. E. Ketentuan Lainnya : Untuk Pegawai yang memangku Jabatan Struktural Eselon IV ke atas di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, pada setiap hari Jum’at, memakai kemeja batik lengan panjang dan rok warna gelap, model sesuai ketentuan busana muslimah.
Melalui surat ini saya ingin mengetahui tata cara berpakaian dinas pada Ditjen Bea dan Cukai. Apakah ada aturan secara khusus tentang tata cara berpakaian dinas, khususnya bagi pegawai wanita berpakaian muslim. Apakah diperbolehkan pegawai wanita yang berpakaian muslim memakai jilbab dengan ukuran yang lebih besar dari jatah/pembagian jilbab dari kantor pusat. Demikian surat dari saya, terima kasih atas jawabannya mohon maaf jika kurang berkenan. Nurwanti NIP 060111xxx DJBC Sulawesi Sehubungan dengan surat Saudari Nurwanti, dengan ini kami sampaikan sebagai berikut: l Bahwa ketentuan pakaian dinas seragam DJBC diatur berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor SE-29/BC/ 2005 tentang Penegasan Kembali Pemakaian Dinas Seragam Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. l Dalam rangka meningkatkan ketertiban dan disiplin, pada Surat Edaran tersebut juga diatur ketentuan berpakaian dinas seragam untuk pegawai wanita yang menggunakan busana muslimah, yaitu sebagai berikut : A. Pemakaian Pakaian Dinas Seragam Warna pakaian dinas seragam (tutup badan dan sepatu) dan waktu pemakaiannya sama dengan pegawai lainnya, namun khusus untuk pegawai wanita yang menggunakan busana muslimah memakai kaos kaki berwarna hitam dan tanpa ikat pinggang. B. Bentuk Model Pakaian Dinas Harian (PDH-BC) : 1) Tutup Kepala : Menggunakan jilbab sesuai warna pakaian dinas seragam yang dipakai, yaitu berwarna coklat kehijau-hijauan dan/ atau biru kehitam-hitaman dengan ukuran 100 cm x 100 cm. 2) Tutup Badan : a. Kemeja lengan panjang krah tegak dengan epolet yang dipasang di atas bahu, kemeja di bagian depan ditutup dengan 5 (lima) buah kancing dan dengan 2 (dua) buah saku tertutup dalam bentuk lurus setinggi dada, dipakai di luar rok, dalam bentuk dan model sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Keputusan Menteri Keuangan No. 466/KMK.05/1999; b. Rok model span sebatas mata kaki, dengan 2 (dua) buah lipatan berhadapan setinggi-tingginya 50 cm di belakang, dalam bentuk dan model sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Keputusan Menteri Keuangan No. 466/KMK.05/1999; c. Ikat pinggang berwarna hitam, lebar lebih kurang 3,50 cm. 3) Tutup Kaki : Tutup kaki kulit berwarna hitam, dengan tumit setinggitingginya lebih kurang 7 cm di atas mata kaki dan kaos kaki berwarna hitam. C. Bentuk Model Pakaian Dinas Lapangan (PDL-BC) : 1) Tutup Kepala : Sama dengan PDH-BC. 2) Tutup Badan : a. Kemeja lengan panjang polos tanpa manset, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII Keputusan Menteri Keuangan No. 466/KMK.05/1999; b. Rok kulot span sebatas mata kaki, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII Keputusan Menteri Keuangan No. 466/KMK.05/1999; 3) Tutup Kaki : Sama dengan PDH-BC D. Bentuk Model Pakaian Dinas Upacara (PDU-BC) : 1) Tutup Kepala : Menggunakan jilbab sesuai warna pakaian dinas seragam yang dipakai, yaitu berwarna coklat kehijau-hijauan dan/ atau biru kehitam-hitaman dengan ukuran 100 cm x 100 cm. 2) Tutup Badan : a. Kemeja berbentuk jas lengan panjang dengan epolet yang dipasang di atas bahu kemeja dan dengan 4 (empat) kancing dan 2 (dua) buah saku atas dengan lipatan di tengah dan tutup saku berbentuk alokade. Bagian depan ditutup dengan 4 (empat) buah kancing dan 2 (dua) buah kancing saku, dipakai di luar rok. Kancing berwarna Kuning emas untuk golongan III dan IV serta berwarna putih perak untuk golongan I dan II , kancing-kancing memakai Tanda Korps Bea dan Cukai. Contoh gambar sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XI Keputusan Menteri Keuangan No. 466/KMK.05/1999;
Demikian kami sampaikan untuk dapat dimaklumi. Sekretaris Direktorat Jenderal u.b. Kepala Bagian Organisasi Dan Tata Laksana Harry Mulya NIP 060079900
IJIN MELANJUTKAN SEKOLAH 1. Apakah ada peraturan yang baru mengenai ijin melanjutkan sekolah/kuliah yang menyatakan bahwa : a. Sebelum pangkat pengatur (gol. II c) tidak boleh melanjutkan sekolah/kuliah S1. b. Sebelum pangkat penata muda Tk. I (gol III a) tidak boleh melanjutkan sekolah/kuliah S2. Mengingat ada isu-isu hal tersebut yang meragukan. 2. Apakah nantinya ijazah S1 dan S2 tersebut diakui ? Padahal belum mencapai pangkat pengatur (gol II c) dan belum mengikuti UPKP V (S1) dan UPKP VI (S2) ? 3. Apakah ada peraturan terbaru berkaitan syarat-syarat untuk mengikuti UPKP V (S1) dan UPKP VI (S2) ? Richi A.J. Ndolu NIP. 060108270 KPPBC Tipe A Ngurah Rai Sehubungan dengan surat Sdr. Richi A.J. Ndolu, NIP 060108270, tentang peraturan mengenai ijin melanjutkan sekolah/kuliah, kami sampaikan hal-hal sebagai berikut : 1.
Bahwa terkait hal tersebut, ketentuan yang berlaku saat ini adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 411/KMK.01/2002 tanggal 24 September 2002 tentang Ujian Penyesuaian Kenaikan Pangkat (UPKP) Bagi PNS di Lingkungan Departemen Keuangan. Ketentuan tersebut meskipun tidak secara tersurat mengatur mengenai ijin melanjutkan sekolah/kuliah, namun dengan membaca Pasal 1 Butir 5 dan Butir 7, Pasal 4 Ayat (1) a, Pasal 9 Ayat (3), dan Lampiran I keputusan Menteri Keuangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa mekanisme untuk melanjutkan sekolah/kuliah dapat melalui ijin melanjutkan pendidikan di luar kedinasan dan melalui tugas belajar.
2.
Pegawai yang melanjutkan sekolah/kuliah di luar kedinasan, untuk dapat diikutkan dalam UPKP harus memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 dan Pasal 4 keputusan Menteri Keuangan tersebut dalam butir 1. Departemen Keuangan pada prinsipnya tidak membatasi pegawai yang akan mengembangkan dirinya untuk memperoleh tingkat pendidikan yang lebih tinggi, yang diatur disini adalah persyaratan yang harus dipenuhi pegawai yang telah memperoleh pendidikan yang lebih tinggi untuk dapat mengikuti UPKP. Namun yang perlu diperhatikan dalam persyaratan untuk mengikuti UPKP adalah sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 Ayat (3), bahwa pertimbangan penunjukan peserta UPKP diatur lebih lanjut oleh masing-masing unit eselon I, dalam hal ini DJBC menyesuaikannya dengan kebutuhan dan sumber daya organisasi.
3.
Terhadap pegawai yang telah memperoleh ijazah yang lebih tinggi melalui ijin belajar di luar kedinasan, apabila tidak melalui UPKP atau tidak lulus UPKP, ijazah tersebut tetap dapat diakui untuk kenaikan pangkatnya secara reguler sesuai dengan ketentuan PP 99 tahun 2000 sebagaimana terakhir diubah dengan PP 12 tahun 2002. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan sesuai Pasal 32 ketentuan tersebut, adalah adanya pengecualian untuk mengikuti ujian dinas tingkat I bagi pegawai yang telah memperoleh ijazah S1 atau DIV, dan pengecualian untuk mengikuti ujian dinas tingkat I atau tingkat II bagi pegawai yang telah memperoleh ijazah S2 atau ijazah S3.
Demikian kami sampaikan, atas perhatian Saudara, kami ucapkan terima kasih. Kepala Bagian Kepegawaian Azhar Rasyidi NIP 060079946
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
3
KARIKATUR
4
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
LAPORAN UTAMA
AUDIT
CUKAI
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) saat ini sedang giat-giatnya melakukan pengawasan di bidang cukai. Pengawasan yang dilakukan dimulai dengan penelitian pada tahap awal pengusaha mengajukan perijinan, kegiatan operasi intelijen, penindakan, dan pelaksanaan audit.
b. pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti; c. dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen; d. dan pelaporan
Menurut Kepala Seksi Audit Impor, Mudji Raharjo, dalam setiap pelaksanaan audit, perlu dimulai dengan penetapan tujuan agar dapat menentukan jenis audit yang akan dilaksanakan, serta standar audit yang harus diikuti oleh auditor. Apakah audit yang akan dilakukan merupakan audit keuangan, audit kinerja atau operasional, atau audit untuk tujuan tertentu yang biasa disebut dengan audit ketaatan dan audit investigasi. “Untuk audit keuangan, audit yang dilakukan meliputi audit JBC kembali akan memiliki kewenangan yang lebih atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan luas dalam melaksanakan tugas audit cukai. keyakinan apakah laporan keuangan dari entitas yang diaudit Kewenangan audit cukai kini tidak hanya dilakukan telah menyajikan secara wajar tentang posisi keuangan, hasil terhadap pihak pabrikan saja, kewenangan itu juga operasi/usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi dapat dilakukan terhadap pihak penyalur, importir bayang berlaku umum,” jelas Mudji Raharjo. rang kena cukai, dan pengguna barang kena cukai yang menLebih lanjut Mudji Raharjo menjelaskan, audit atas hal yang dapatkan fasilitas. berkaitan dengan keuangan, mencakup penentuan apakah Kewenangan yang tertuang dalam Peraturan Menteri KeuInformasi keuangan telah disajikan secara wajar sesuai dengan angan Nomor 91/PMK.04/2008 tentang audit cukai, rencanakriteria yang telah ditetapkan, entitas yang diaudit telah memenya akan diberlakukan terhitung sejak 15 Agustus 2008. nuhi persyaratan kepatuhan terhadap peraturan keuangan terPerubahan pelaksanaan audit cukai yang cukup mendapat antentu, dan sistem pengendalian intern tusias dari pihak pabrikan berskala beFOTO-FOTO WBC/ATS instansi tersebut, baik terhadap sar, diharapkan dapat lebih mencapai laporan keuangan maupun terhadap sasaran dan meningkatkan tingkat kepengamanan atas kekayaannya, telah patuhan dari pengusaha barang kena dirancang dan dilaksanakan secara cukai. memadai untuk tujuan pengendalian. Sebagai salah satu pilar utama Sementara untuk audit kinerja atau praktek kepabeanan dan cukai, audit audit operasional, audit yang dilakukan di bidang kepabeanan dan cukai memainkan peran yang sangat signifimeliputi pemeriksaan secara objektif kan dalam mengemban tugas DJBC. dan sistematik terhadap berbagai Hal ini adalah konsekuensi logis dari macam bukti, untuk dapat melakukan penerapan prinsip self-assesment penilaian secara independen atas system yang memberikan hak kepada kinerja entitas atau program/kegiatan importir atau pengguna jasa untuk pemerintah yang diaudit. Audit kinerja menghitung dan membayarkan kewadimaksudkan untuk dapat meningkatjiban pabean dan cukainya sendiri kekan tingkat akuntabilitas dan pada negara. memudahkan pengambilan keputusan Kegiatan audit kepabeanan mauoleh pihak yang bertanggung jawab untuk mengawasi atau memprakarsai pun cukai, secara prinsip tidak jauh tindakan koreksi. Audit kinerja mencaberbeda, karena pengertian audit kup audit tentang ekonomi, efisiensi, secara umum adalah pengumpulan dan program. informasi dan bukti-bukti dari Sedangkan untuk audit dengan tuinformasi yang dilakukan oleh orang juan tertentu atau audit investigasi, yang kompeten dan independen, biasanya dilakukan dengan pemerikuntuk menentukan dan melaporkan san untuk tujuan khusus, di luar pemetingkat kesesuaian antara informasi riksaan keuangan dan pemeriksaan tersebut dengan kriteria yang telah kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan ditetapkan. tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan Untuk itu, terdapat beberapa hal atas hal-hal yang berkaitan dengan penting dalam pelaksanaan audit, keuangan dan bersifat investigatif atauyaitu adanya: KEWENANGAN BARU. DJBC terhitung 15 Agustus 2008 a. informasi dan kriteria yang akan melaksanakan audit cukai bukan hanya kepada pihak pun audit ketaatan tertentu. ditetapkan; Karena, audit investigasi merupapabrikan saja, tapi juga kepada importir hingga penyalur.
D
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
5
LAPORAN UTAMA yang terkait dengan kegiatan usaha di bidang kan kegiatan pemeriksaan dengan lingkup cukai ataukah hanya terbatas pada buku, catattertentu, periodenya tidak dibatasi, lebih an atau dokumen yang diwajibkan oleh undangspesifik pada area-area pertanggungjawaban undang (contoh : Buku persedian Barang Kena yang diduga mengandung inefisiensi atau Cukai, Buku Persediaan pita cukai, dll). indikasi penyalahgunaan wewenang, dengan Dengan pengertian audit cukai yang diatur hasil audit berupa rekomendasi untuk ditindalam undang-undang tersebut, sangat jelas daklanjuti bergantung pada derajat apa yang dilakukan DJBC saat melakukan audit penyimpangan wewenang yang ditemukan. cukai, yaitu melakukan pemeriksaan laporan Audit ketaatan atau audit investigasi sendiri keuangan, buku, catatan dan dokumen yang bertujuan untuk menentukan apakah auditee menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen telah memenuhi atau mengikuti prosedur dan lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, peraturan tertentu yang telah ditetapkan. termasuk data elektronik, serta surat yang “Salah satu contoh dari audit ketaatan berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai dan/ adalah audit cukai yang dilakukan dengan tuatau sediaan barang. juan apakah auditee telah memenuhi “Pentingnya audit cukai dilakukan sebenarperaturan penundang-undangan di bidang nya dapat dilihat dari hubungannya dengan audit Cukai. Secara ringkas sesuai definisi umum di bidang kepabeanan. Audit kepabenanan yang dijelaskan di bagian sebelumnya, pelakRAHARJO. Audit cukai dilakukan dilakukan sebagai konsekuensi dari pemberlakusanaan audit cukai dapat digambarkan seper- MUDJI untuk memastikan kepatuhan ti gambar di bawah ini,” ujar Mudji pengusaha terhadap ketentuan peratuan an sistem self assessment, nilai pabean berdaAudit Cukai sebagai alat pengawasan sarkan nilai transaksi, dan pemberian fasilitas di bidang cukai. yang komprehensif, dilakukan untuk memasbea masuk tidak dipungut, dibebaskan, tikan kepatuhan pengusaha terhadap Ketentuan di Bidang Cukai. ditangguhkan, dengan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh perusahaan,” ujar Mudji. Kewenangan pejabat bea dan cukai untuk melakukan audit Di bidang cukai, audit cukai dilakukan sebagai konsekuensi diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 diberlakukannya : tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1. sistem self assesment; 1995 Nomor 76, sebagaimana telah diubah dengan Undang2. pemberian fasilitas tidak dipungut cukai, pembebasan cukai, Undang Nomor 39 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa “Pejaatau penundaan cukai; dan bat bea dan cukai berwenang melakukan audit cukai terhadap 3. penggantian “Buku Persediaan” dengan pembukuan yang pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum barang kena cukai, penyalur, dan pengguna barang kena cukai di Indonesia. yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai.” Lebih lanjut dalam undang-undang tentang cukai tersebut, audit cukai didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan SISTEM SELF ASSESMENT pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen Pada sistem self assesment di bidang cukai, terdapat kewajibyang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang an pengusaha untuk memberitahukan Barang Kena Cukai (BKC) berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, yang selesai dibuat (untuk BKC yang dibuat di Indonesia) dan serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai memberitahukan BKC yang dimasukan ke dalam Daerah Pabean dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan (untuk BKC yang diimpor dari luar Daerah Pabean). Hal ini perundang-undangan di bidang cukai. didasarkan pada pasal 3 ayat (1) UU No. 39 Tahun 2007 tentang Sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 39 TaCukai, yang mengatur saat terutang cukai yaitu pada : hun 2007, Pejabat bea dan cukai berwenang memeriksa buku, a. Saat selesai dibuat untuk Barang Kena Cukai yang dibuat di catatan, atau dokumen yang diwajibkan oleh undang-undang Indonesia, karena ada kewajiban untuk memberitahukan dan pembukuan perusahaan yang berkaitan dengan Barang Barang Kena Cukai yang dibuat oleh Pengusaha, dengan doKena Cukai. Pada bagian penjelasan dinyatakan bahwa dalam kumen cukai yang ditetapkan. hal pemeriksaan pembukuan perusahaan, dapat b. Saat pemasukannya ke dalam daerah pabean untuk Barang dikoordinasikan dengan Direktorat Jenderal Pajak. Hal ini daKena Cukai yang diimpor, dimana pengusaha diwajibkan lam prakteknya di lapangan menimbulkan pertanyaan tentang memberitahukan pemasukan Barang Kena Cukai yang dilabatasan di dalam melakukan audit, apakah seluruh dokumen kukan dengan Pemberitahuan Impor Barang. “Oleh karenanya, audit cukai dilakukan untuk memastikan kepatuhan pengusaha terhadap ketentuan peratuan di bidang cukai, apakah yang diberitahukan tentang Barang Kena Cukai yang selesai dibuat dan yang dimasukkan telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya,” papar Mudji. Pada UndangUndang Cukai pasal 7A tentang penundaan cukai, pasal 8 tentang tidak dipungut cukai, dan pasal 9 tentang pembebasan cukai telah diatur norma dan syarat pem6
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
BABAK BARU
PENGAWASAN. Pelaksanaan audit cukai pada penyalur sebagai sarana pengawasan yang lebih efektif.
berian fasilitas cukai tersebut. Pengusaha berkewajiban untuk memenuhi kriteria-kriteria yang ditetapkan selama yang bersangkutan menggunakan fasilitas yang diperolehnya. Penyalahgunaan terhadap kriteria yang telah ditetapkan dimungkinkan terjadi selama tidak ada instrumen pengawasan yang komprehensif. Audit cukai sebagai instrumen pengawasan yang komprehensif diperlukan untuk membandingkan antara kriteria yang ditetapkan dengan kondisi yang ada dan untuk membuktikan apakah barang kena cukai telah digunakan sesuai tujuan peruntukannya. Karena audit cukai sangat erat kaitannya dengan pembukuan di bidang cukai, maka pengaturan dan penegasan pembukuan dalam undang-undang cukai ini sangat penting. Hal ini dikarenakan, dalam pelaksanaan di lapangan diperlukan suatu aturan yang tegas dan batas–batas yang jelas tentang norma–norma yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pembukuan. Di dalam undang-undang tentang cukai, pengaturan tentang audit cukai dimaksudkan untuk : a. Mempertegas kewenangan Pejabat Bea dan Cukai untuk melaksanakan pemeriksaan dalam rangka audit di bidang cukai b. Mempertegas dan mengatur lebih rinci tentang kewenangan Pejabat Bea dan Cukai dalam melaksanakan audit sehingga obyek audit kooperatif dalam membantu proses audit. c. Mengatur kewajiban perusahaan untuk menyediakan tenaga, peralatan dan menyerahkan buku, catatan, dokumen, dan/atau surat yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dalam rangka audit cukai agar pelaksanaan audit dapat berjalan dengan baik dan lancar. d. Untuk memberikan efek jera maka terdapat penambahan sanksi administrasi bagi pengusaha yang menyebabkan Pejabat Bea dan Cukai tidak dapat melaksanakan kewenangan untuk keperluan audit. Kalau dulu sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp 5.000.000 dan paling banyak Rp 50.000.000 sekarang dikenakan sanksi adminitrasi berupa denda sebesar Rp 75.000.000. Dengan sanksi yang cukup jelas dalam undang-undang cukai, maka pembukuan yang baik dan sesuai dengan aturan yang berlaku, diharapkan dapat menimbulkan ketaatan dari pengusaha barang kena cukai dalam mencatat dan membukukan kegiatan cukai yang dilaksanakan. Pentingnya audit cukai yang dilaksanakan DJBC, memang bukan sekedar sebagai pengawas kegiatan yang dilakukan pengusaha barang kena cukai, audit cukai juga penting dilaksanakan agar negara dapat mengetahui seberapa banyak barang kena cukai yang telah diproduksinya, dan seberapa banyak negara dapat memungut pajak dari kegiatan produksi tersebut. adi/mr
IMPLEMENTASI DAN PELAKSANAAN AUDIT CUKAI Sesuai dengan Amanat pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, yang ketentuannya lebih lanjut mengenai audit cukai diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri. Menindak lanjuti amanat tersebut, maka dibuat dan diterbitkanlah Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 91/PMK.04/2008 tanggal 23 Juni 2008 tentang Audit Cukai.
D
alam ketentuan audit cukai sesuai PMK tersebut, pejabat bea dan cukai berwenang melakukan audit cukai terhadap pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, dan pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai. Ini berarti terdapat perluasan dan penegasan terhadap obyek audit dalam PMK yaitu importir barang kena cukai, penyalur, dan pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai. Berkaitan dengan perluasan obyek audit tersebut, meskipun sudah di dalam peredaran bebas dan sudah dilunasi cukainya, audit cukai terhadap penyalur tetap dapat dilakukan dalam rangka pengawasan terhadap peredaran barang kena cukai itu sendiri. Hal ini terkait dengan karakteristik barang kena cukai sesuai pasal 2 Undang-undang No. 39 tahun 2007 tentang cukai, yaitu : a. konsumsinya perlu dikendalikan; b. peredarannya perlu diawasi; c. pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup; d. pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan Tujuan dari audit cukai adalah untuk menguji kepatuhan pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, dan pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai atas pelaksanaan pemenuhan ketentuan perundang-undangan di bidang cukai. Dalam pelaksanaannya, Audit cukai terdiri dari audit umum, audit khusus dan audit investigasi. Secara umum penjelasan ketiga jenis audit tersebut adalah sebagai berikut : a. Audit Umum adalah audit cukai yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan secara lengkap dan menyeluruh terhadap pemenuhan kewajiban cukai. EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
7
LAPORAN UTAMA c. ketua auditor; dan d. seorang atau lebih auditor. Dalam pelaksanaan audit cukai, untuk kepentingan pemantapan audit dan teknis pemeriksaan tim audit memerlukan tambahan pegawai baru atau pegawai yang menguasai bidang keahlian khusus, oleh karena itu susunan keanggotaan tim audit dapat ditambah dengan : a. seorang atau lebih pejabat bea dan cukai selain auditor; dan/atau b. seorang atau lebih pejabat instansi lain di luar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. PMA, PTA, Ketua Auditor, Auditor, dan/ atau pejabat Bea dan Cukai dalam tim audit dapat diganti apabila dialihtugaskan, dianggap tidak mampu, atau atas permintaan dari yang bersangkutan. Di samping itu, jumlah Auditor dapat ditambah dalam hal volume pekerjaan mempunyai tingkat kesulitan tinggi. “Saat ini, dalam melaksanakan audit, TETAP DILAKUKAN AUDIT. Kendati barang kena cukai tersebut sudah berada di peredaran bebas, tim audit berpedoman pada standar audit. namun tetap bisa dilakukan audit. standar audit terdiri dari 3 kategori yaitu : standar umum, standar pelaksanaan lapangan dan standar Pelaksanaan audit umum bisa dilakukan secara terencapelaporan. Dalam standar umum ditegaskan bahwa auditor na atau insidental. Audit umum yang terencana dilakuharus memiliki keahlian, kemampuan, pengetahuan, dan kekan sesuai Daftar Rencana Obyek Audit (DROA) yang terampilan, serta telah mengikuti pelatihan teknis yang diperdisusun setiap 6 (enam) bulan / semester sekali, berlukan dalam tugasnya. Oleh karena itu anggota tim tersebut dasarkan manajemen resiko. Sedangkan audit umum yaitu PMA, PTA, Ketua Auditor dan auditor harus memiliki yang insidentil dilakukan atas Perintah Dirjen, Permintasertifikat keahlian yang diterbitkan Direktur Jenderal Bea dan an Direktur, KaKanwil, KaKPU, instansi diluar DJBC dan Cukai sesuai jenjang penugasannya sebagai PMA, PTA, KeInformasi Masyarakat. tua Auditor dan auditor,” ungkap Mudji b. Audit Khusus adalah audit cukai yang memiliki ruang Kegiatan audit cukai juga dapat dilaksanakan bersamalingkup pemeriksaan tertentu terhadap pemenuhan kesama dengan instansi lain, dalam hal ini dilakukan antara lain wajiban cukai. dengan Direktorat Jenderal Pajak dan BPKP. Audit khusus dilakukan sewaktu-waktu berdasarkan Dalam pelaksanaan audit, tim audit mempunyai kewenangan: perintah Dirjen, Permintaan Direktur, KaKanwil, KaKPU, a. meminta laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang instansi diluar DJBC dan Informasi Masyarakat, menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang menggunakan skala prioritas. berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik c. Audit Investigasi adalah audit cukai yang dilakukan serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai; untuk menyelidiki dugaan tindak pidana cukai. b. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis kepada pengAudit investigasi dilakukan secara sewaktu-waktu dalam usaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir hal terdapat indikasi tindak pidana di bidang kepabeanbarang kena cukai, penyalur, pengguna barang kena cuan/cukai didasarkan pada rekomendasi Direktur Penindakan dan Penyidikan (P2) atau Kepala Bidang PeninFOTO-FOTO WBC/ATS dakan dan Penyidikan. Pelaksanaan audit investigasi harus didahulukan dari audit umum dan audit khusus, guna penyelesaian secepatnya. Menurut Kepala Seksi Audit Impor, Mudji Raharjo, setiap jenis audit tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda, antara lain menyangkut ruang lingkup pemeriksaan, prosedur pemeriksaan, susunan tim, dan pelaporan hasil audit. Audit cukai dilaksanakan secara terencana sesuai Daftar Rencana Obyek Audit atau sewaktu-waktu. “Audit umum dan audit khusus dilaksanakan berdasarkan surat tugas Direktur Jenderal. Sedangkan audit investigasi dilaksanakan berdasarkan surat perintah Direktur Jenderal. audit investigasi dilakukan berdasarkan surat perintah, karena dalam pelaksanaan audit susunan keanggotaan tim melibatkan pegawai, bukan saja dari Direktorat Audit atau bidang audit, tetapi ditambah pegawai dari Direktorat Penindakan dan Penyidikan atau Bidang Penindakan dan Penyidikan,” papar Mudji. Untuk melakukan audit kegiatan Audit Cukai, dibentuk Tim audit. Susunan keanggotaan tim audit terdiri dari : a. seorang Pengawas Mutu Audit (PMA); b. seorang Pengendali Teknis Audit (PTA); 8
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WAJIB MENYERAHKAN. Laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, wajib diserahkan untuk melihat kebenaran dan keakuratan data perusahaan yang akan diaudit.
kai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai, dan/ atau pihak lain yang terkait; c. memasuki bangunan atau ruangan tempat untuk menyimpan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk sarana/media penyimpan data elektronik, pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya, sediaan barang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha dan/atau tempat lain yang dianggap penting, serta melakukan pemeriksaan di tempat tersebut; dan d. melakukan tindakan pengamanan yang dipandang perlu terhadap bangunan atau ruangan sebagaimana dimaksud dalam huruf c. Terkait dengan kewenangan tersebut, dalam pelaksanaan audit, auditee wajib : a. menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai, serta menunjukkan sediaan barangnya untuk diperiksa; b. memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis; dan c. menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya auditee apabila penggunaan data elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus. Dalam hal pimpinan auditee tidak berada di tempat atau berhalangan, kewajiban tersebut beralih kepada yang mewakilinya. “Terkait dengan waktu penyelesaian audit, pelaksanaan audit harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat tugas atau surat perintah. Dan, jangka waktu ini dapat diperpan-jang,” jelasnya. Dalam pelaksanaan audit langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut: a. Tim audit menyusun Daftar Temuan Sementara (DTS) yaitu daftar yang memuat temuan dan kesimpulan sementara atas hasil pelaksanaan audit. Dikecualikan dari penyusunan DTS dalam hal audit investigasi. b. DTS disampaikan oleh tim audit kepada auditee untuk ditanggapi. Tanggapan auditee disampaikan kepada tim audit dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya DTS oleh auditee. c. Atas permohonan auditee, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang satu kali untuk waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja. d. Apabila auditee tidak memberikan tanggapan dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan, temuan dalam DTS dianggap disetujui oleh auditee. Terkait dengan pelaporan hasil pelaksanaan audit dituangkan dalam bentuk Laporan Hasil Audit (LHA). LHA tersebut ditandatangani oleh ketua auditor, PTA, dan PMA. LHA digunakan sebagai dasar penetapan pejabat bea dan cukai dan ditindaklanjuti dengan surat tagihan dan/atau surat rekomendasi. Kewenangan lebih luas kini telah diberikan kepada DJBC, tentunya dengan kewenangan ini DJBC diharapkan mampu menciptakan tingkat kepatuhan dari auditee dalam menjalankan usahanya. Karena, sebagai produk cukai yang sangat dibatasi jumlahnya, peran audit sangat menentukan bagi penerimaan negara yang tiap tahunnya selalu bertambah. Dengan berpedoman pada standar audit yang berlaku saat ini, tentunya kebijakan audit cukai yang baru dapat lebih menyentuh pokok-pokok dalam audit, sehingga mampu mendeteksi segala kemungkinan penyelewengan dari pihak pengusaha cukai. adi/mr
PEMBUKUAN DAN PENCATATAN PADA AUDIT CUKAI
Kegiatan audit cukai sangat terkait erat dengan pembukuan di bidang cukai. Pengaturan dan penegasan pembukuan dalam undang-undang cukai ini sangat penting karena dalam pelaksanaan di lapangan diperlukan suatu aturan yang tegas dan batas– batas yang jelas tentang norma–norma yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pembukuan.
T
erkait dengan kewenangan DJBC dalam melakukan audit sesuai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, maka perlu diatur secara detail kewajiban menyelenggarakan dan menyimpan pembukuan. Kewajiban ini akan memudahkan pejabat bea dan cukai dalam melaksanakan audit di bidang kepabeanan dan cukai (auditable). Dalam hubungannya dengan peraturan pembukuan dalam bentuk suatu hukum positif, banyak kepentingan yang berbenturan pada tataran pelaksanaan ketentuan mengenai pembukuan, baik itu dari sisi dunia usaha maupun sisi pemerintah sebagai aparat pengawasan. Oleh karena itu, perlu diatur secara tegas pengertian pembukuan agar tidak menimbulkan multi tafsir.
KETENTUAN BARU DIBIDANG PEMBUKUAN Ketentuan tentang pembukuan selama ini telah diatur dan diwajibkan dalam undang-undang perpajakan. Konsep pembuFOTO-FOTO WBC/ATS
STANDAR AKUNTASI NASIONAL. Dengan kebijakan baru di bidang audit cukai, penyelenggaraan pembukuaan pun kini disesuaikan dengan standar akuntasi nasional.
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
9
LAPORAN UTAMA
PENGECUALIAN. Untuk pengusaha kecil mendapat pengecualian pembuatan pembukuan, namun tetap diharuskan membuat laporan.
kuan dalam bidang kepabeanan dan cukai diselaraskan dengan undang-undang perpajakan tanpa menghilangkan fungsi pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai. Sehingga, diharapkan pembukuan yang akan diatur tidak akan menimbulkan beban ekonomis dan administratif bagi dunia usaha. Menurut Kepala Seksi Audit Impor, Mudji Raharjo, perubahan yang mendasar yang terkait dengan audit di bidang cukai yaitu dengan adanya perubahan Pasal 16 UU no. 11 tahun 2005 tentang cukai. Pada peraturan lama pasal 16 ayat (1) huruf a disebutkan bahwa: “Pengusaha pabrik wajib mencatat dalam buku persediaan barang kena cukai yang dibuat di pabrik, dimasukkan ke pabrik atau dikeluarkan dari pabrik”. Pada pasal 2 disebutkan bahwa : “Pengusaha tempat penyimpanan wajib mencatat dalam buku persediaan barang kena cukai yang dimasukkan atau dikeluarkan dari tempat penyimpanan.” Dalam peraturan baru UU No. 39 tahun 2007 pasal 16 ayat (1) disebutkan “Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai atau penyalur yang wajib memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, wajib menyelenggarakan pembukuan. Perubahan tersebut didasari bahwa kewajiban “mencatat persediaan” dalam pasal 16 terlalu sempit cakupannya, sehingga perlu diubah menjadi “kewajiban menyelenggarakan pembukuan” karena pencatatan juga merupakan bagian dari pembukuan. Pembukuan yang diwajibkan adalah pembukuan yang sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum dan dilaporkan berdasarkan standar akuntansi keuangan Indonesia. “Dalam buku persediaan yang diwajibkan oleh undangundang cukai, pengisian dirasa masih rumit, hal ini terlihat dari beberapa masukkan pihak pengusaha yang mengalami kesulitan dalam melakukan pencatatan dalam buku persediaan khususnya yang terkait dengan hasil tembakau. Bahkan seba10
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
gian pengusaha meminta bantuan kepada pegawai bea dan cukai untuk melakukan pengisian dalam buku persediaan barang kena cukainya,” ujar Mudji. Selain itu papar Mudji, masih dijumpai adanya perusahaan yang mempunyai sistem pengendalian internal yang sudah cukup bagus, menggunakan EDP (Electronic data Processing) dalam setiap transaksinya tetapi masih harus membuat buku persediaan yang formatnya sudah ditentukan. Hal ini merupakan kewajiban tambahan yang kurang perlu.
PEMBUKUAN YANG SESUAI STANDAR AKUTANSI INDONESIA Dalam praktek pengawasan di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) juga timbul penafsiran yang sempit, bahwa kewenangan pemeriksaan oleh bea cukai terbatas pada buku persediaan yang diwajibkan saja. Hal ini tentunya menimbulkan hambatan dalam pelaksanaan tugas DJBC. Dalam kenyataannya, waktu pelaksanaan audit data dalam buku persediaan itulah yang perlu diuji kebenarannya melalui pemeriksaan pencatatan internal perusahaan. Penggantian “Buku Persediaan” dengan pembukuan yang sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, pada pengusaha pabrik non skala kecil, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, dan penyalur non skala kecil, dilakukan karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan administrasi perusahaan modern. Pengertian pembukuan sesuai dengan penjelasan pasal 16 undang-undang tentang cukai berbunyi: “Suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi yang meliputi dan mempengaruhi keadaan harta, hutang, modal, pendapatan, dan biaya yang secara khusus menggambarkan jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang kemudian diikhtisarkan dalam laporan keuangan.” Dalam hubungannya dengan “pengawasan”, unsur-unsur yang terkait dengan pengertian pembukuan dan laporan pembu-
kuan, harus dipenuhi saat mengatur masalah pembukuan, karena dengan pembukuan yang baik maka sebuah perusahaan dikatakan “dapat diaudit” (auditable). “Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa laporan keuangan, sangat penting dalam hubungannya dengan “Audit” karena laporan keuangan adalah instrumen yang dapat mengikhtisarkan seluruh kegiatan perusahaan, dengan berbagai karakteristiknya,” kata Mudji. Untuk itu, laporan keuangan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembukuan, perlu diminta/diperlihatkan kepada pejabat bea cukai yang melaksanakan audit cukai, karena walaupun audit cukai bersifat compliance tetapi pada hakekatnya audit harus dilakukan secara komprehensif. Dimulai dari laporan keuangan yang merupakan “suatu laporan yang disusun secara teratur dan disajikan secara ringkas atas transaksi keuangan yang meliputi neraca, laba rugi, dan arus kas” sampai dengan dokumen yang menjadi dasar pembukuan (divergen). Disamping itu, dalam melakukan audit harus dilakukan pengujian-pengujian yang dapat diperbandingkan (comparable) antara komponen pelaporan yang satu dengan yang lainnya sesuai ruang lingkup pemeriksaan dalam audit cukai. Sehingga pada prinsipnya proses audit merupakan kebalikan dari proses penyusunan laporan keuangan, seperti bagan di bawah ini :
PRINSIP ADMINISTRASI MODERN Perlu dijelaskan pula bahwa audit cukai berbeda dengan audit perpajakan, karena audit cukai terbatas pada transaksi-transaksi yang terkait dengan barang kena cukai dan pita cukai, yang tentunya tidak terkait dengan transaksi yang menjadi domain audit perpajakan, seperti penyusutan, biaya, besarnya pendapatan maupun besarnya keuntungan suatu perusahaan. Dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi penyelenggaraan, penyimpanan, dan penatausahaan pembukuan, saat ini perusahaan tidak hanya menggunakan media kertas secara manual, tetapi juga menggunakan media elektronik lainnya. Untuk itu peraturan yang akan dibuat disesuaikan dengan perkembangan yang ada. Selain hal tersebut, seiring tuntutan untuk menciptakan good corporate governance, setiap perubahan yang dilakukan harus menerapkan prinsip-prinsip administrasi modern, yaitu : 1. Accountable Setiap perusahaan harus dapat menyajikan informasi yang dapat dipertanggung jawabkan kepada stakeholders. 2. Reliable Setiap perusahaan harus menyajikan informasi yang dapat diandalkan. Suatu informasi dikatakan memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, dan kesalahan material. 3. Transparansi Setiap perusahaan harus menerapkan transparansi dalam segala aspek terutama dari sisi pengelolaan keuangannya. Keterbukaan dapat dicapai melalui sistem dan prosedur administrasi yang baik dan laporan keuangan yang dapat dipercaya. 4. Representational Faithfullness Penyajian yang tulus dan jujur mengandung arti bahwa informasi harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta
peristiwa lain yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan Dalam pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pembukuan, ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan sebagaimana diatur dalam pasal 16 A, yaitu : a. Pembukuan wajib diselenggarakan dengan baik yang mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya dan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, pendapatan, dan biaya. b. Pembukuan wajib diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, mata uang rupiah, serta Bahasa Indonesia, atau dengan mata uang asing dan bahasa lain yang diijinkan oleh Menteri. c. Laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya di Indonesia. “Pengaturan pada ayat ini dimaksudkan agar dari pembukuan tersebut dapat dihitung besarnya nilai cukai yang seharusnya dibayar dan/atau pengawasan terhadap produksi dan peredaran barang kena cukai. Untuk menjamin tercapainya maksud
tersebut, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan standar akuntansi keuangan, kecuali peraturan perundangundangan di bidang cukai menentukan lain,” jelas Mudji.
PEMBUKUAN SECARA ELEKTRONIK Sesuai dengan perkembangan teknologi, pembukuan tersebut dapat diselenggarakan secara manual dan/atau elektronik. Dan, khusus terhadap sediaan barang harus dilakukan penatausahaan sediaan barang yang sekurangkurangnya memuat jenis, spesifikasi, jumlah pemasukan dan pengeluaran sediaan barang. Dalam hal pengusaha memperoleh dan/atau menggunakan fasilitas cukai, penatausahaan sediaan barang tersebut harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat diketahui jenis, spesifikasi, jumlah pemasukan dan pengeluaran sediaan barang yang berkaitan dengan fasilitas cukai yang diperoleh dan/atau digunakan. Khusus mengenai laporan keuangan, telah diatur hal-hal sebagai berikut ; a. Laporan keuangan disusun dan disajikan berdasarkan pada prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. b. Laporan keuangan wajib disusun dan disajikan paling sedikit setahun sekali. c. Laporan keuangan wajib disajikan di atas kertas dan ditandatangani oleh pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, atau penyalur yang wajib memiliki izin. d. Dalam hal pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, atau penyalur yang wajib memiliki izin, merupakan badan hukum, laporan keuangan ditandatangani oleh pimpinan atau pegawai yang ditunjuk di lingkungan badan hukum yang bersangkutan. EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
11
LAPORAN UTAMA
MEDIA ELEKTRONIK. Untuk pengusaha besar yang menggunakan media elektronik dalam pembukuaannya, juga diatur dalam kebijakan yang baru ini.
Dalam perkembangannya, nanti akan diatur mengenai pengalihan data ke dalam bentuk elektronik dimana: a. Laporan keuangan, buku, catatan, dokumen, dan surat, yang asli dapat dialihkan ke dalam bentuk data elektronik. b. Laporan keuangan, buku, catatan, dokumen, dan surat yang asli, yang mempunyai kekuatan pembuktian otentik dan masih mengandung kepentingan hukum tertentu, wajib tetap disimpan. Setiap pengalihan laporan keuangan, buku, catatan, dokumen, dan surat wajib dilegalisasi oleh pimpinan atau orang yang ditunjuk di lingkungan badan hukum yang bersangkutan, dengan dibuatkan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat : a. keterangan tempat, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukannya legalisasi; b. keterangan bahwa pengalihan laporan keuangan, buku, catatan, dokumen, dan surat yang dibuat diatas kertas ke dalam disket, compact disk, tape backup, hard disk atau media lainnya telah dilakukan sesuai dengan aslinya; dan c. tanda tangan dan nama jelas orang bersangkutan. Buku, catatan, dokumen, dan surat dalam bentuk data elektronik wajib dijaga atau dijamin keandalan sistem pengolahan datanya supaya dapat dibuka, dibaca, atau diambil kembali suatu saat. Lebih lanjut diatur bahwa laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai, baik tertulis di atas kertas atau sarana lain yang terekam dalam bentuk apapun yang dapat dilihat dan dibaca, wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya di Indonesia, termasuk tempat-tempat lain yang khusus diperuntukkan sebagai tempat penyimpanan laporan keuangan, buku, catatan, dokumen, dan surat.
PENGECUALIAN PADA PENGUSAHA KECIL Pada pasal 16 ayat (2) UU No. 39 tahun 2007 tentang cukai disebutkan bahwa “Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan adalah pengusaha pabrik skala kecil, penyalur skala kecil yang wajib memiliki izin dan pengusaha tempat penjualan eceran yang wajib memiliki izin.” Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan pengecualian bagi pengusaha pabrik dengan skala kecil, penyalur skala kecil dan pengusaha TPE yang tidak mampu untuk menyelenggarakan pembukuan. “Namun demikian pengecualian ini tidak menghapus kewajiban pengusaha-pengusaha tersebut untuk melakukan pencatatan. Kewajiban melakukan pencatatan ini dimaksudkan untuk memberi kemudahan dalam memenuhi ketentuan undang-undang ini dengan 12
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
tetap menjamin pengamanan hak-hak negara,” ungkap Mudji. Lebih lanjut Mudji menjelaskan, yang dimaksud dengan pengusaha pabrik skala kecil dan penyalur skala kecil adalah orang pribadi yang tidak dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Sebagai konsekuensi dari ketentuan kewajiban penyelenggaraan pembukuan dimaksud, khusus untuk pengusaha yang melakukan kegiatan usaha di bidang cukai yang sudah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan dan tidak diwajibkan menyelenggarakan buku persediaan, atau buku bantu persediaan yang selama ini diwajibkan. Yang dimaksud dengan “pencatatan” adalah proses pengumpulan dan penulisan data secara teratur tentang : a. Pemasukan, produksi, dan pengeluaran barang kena cukai; dan b. Penerimaan, pemakaian, dan pengembalian pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya. Mengingat keterbatasan dari pengusaha skala kecil dimaksud dalam menyelenggarakan pencatatan, perlu diberikan petunjuk atau format yang memudahkan mereka dalam mencatat transaksi dalam kegiatan usahanya. Pencatatan wajib dilakukan oleh : a. Pengusaha pabrik skala kecil; b. Penyalur etil alkohol atau minuman mengandung etil alkohol skala kecil yang wajib memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai; atau c. Pengusaha tempat penjualan eceran etil alkohol atau minuman mengandung etil alkohol yang wajib memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai. Pengusaha pabrik skala kecil dan penyalur etil alkohol atau minuman mengandung etil alkohol skala kecil merupakan orang pribadi yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Dalam pelaksanaanya, nanti akan dibuatkan format pencatatan untuk masing-masing jenis BKC, sehingga untuk pengusaha skala kecil dapat memakai format tersebut untuk kegiatan pencatatan. Catatan tersebut, sebelum digunakan harus mendapat pengesahan dari Kepala Kantor Pelayanan Utama atau pejabat yang ditunjuknya, atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya. Sama dengan ketentuan tentang pembukuan, pengusaha pabrik skala kecil, penyalur skala kecil yang wajib memiliki izin, dan pengusaha tempat penjualan eceran yang wajib memiliki izin, harus menyimpan catatan selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya di Indonesia.
SANKSI Dalam ketentuan mengenai pembukuan dan pencatatan juga diatur mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak mengindahkan ketentuan pembukuan dan pencatatan. Dalam penerapan pembukuan di bidang cukai, telah diatur juga sanksi bagi pengusaha yang tidak menyelenggarakan pembukuan berupa denda sebesar Rp 50.000.000 (Lima puluh juta rupiah), sanksi bagi pengusaha yang menyelenggarakan pembukuan, tetapi tidak mengindahkan kriteria yang telah ditetapkan dalam penyelenggaraan pembukuan berupa denda sebesar Rp 25.000.000 (Dua puluh lima juta rupiah). Sanksi bagi pengusaha skala kecil yang tidak melakukan pencatatan berupa denda sebesar Rp 10.000.000 (Sepuluh juta rupiah). Dengan adanya aturan baru tentang pembukuan, diharapkan para pengusaha dapat lebih baik lagi dalam mencatat segala kegiatan produksi yang dilakukannya. Selain itu, kejelasan akan batas waktu pelaksanaan audit yang lebih terprogram juga dapat membantu pengusaha dalam menyediakan data-data yang diperlukan, sehingga pelaksanaan audit dapat berjalan dengan baik. Pelaksanaan audit cukai, pada prinsipnya untuk meningkatkan kepatuhan pangusaha dalam menjalankan bisnisnya. Untuk itu, pentingnya audit cukai dilaksanakan baik terhadap pengusaha berskala besar maupun skala kecil adalah untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat dan menjadi sarana pendidikan bagi pengusaha dalam menyelenggarakan pembukuan. adi/mr
AUDIT CUKAI
SEBAGAI PEMBINAAN ADMINISTRASI PEMBUKUAN Disesuaikannya sistem pembukuan yang lama dengan standar akuntansi nasional pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 91/PMK.04/2008 tentang audit cukai, mendapat sambutan yang sangat positif dari para pengusaha.
S
ebagai salah satu pilar pengawasan yang dilakukan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), audit cukai yang sebelumnya telah diatur dalam UndangUndang nomor 11 tahun 1995 tentang cukai, dan kembali diatur dengan lebih jelas pada Undang-Undang nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai, dalam pelaksanaannya memiliki andil yang cukup signifikan terhadap upaya peningkatan target penerimaan cukai. Adanya tambah bayar dan pelunasan tunggakan cukai yang harus diselesaikan oleh perusahaan cukai, menjadikan audit cukai selain sebagai alat pembinaan dalam administrasi pembukuan perusahaan cukai, juga sebagai alat untuk melihat sejauhmana tingkat kepatuhan dari perusahaan cukai terhadap kebijakan cukai. Agar dalam pelaksanaannya dapat lebih mencapai sasaran, belum lama ini Menteri Keuangan mengeluarkan kebijakan baru tentang audit cukai, yang mana pada kebijakan tersebut DJBC mendapatkan kewenangan yang lebih luas untuk mengaudit bukan hanya pihak pabrikan saja, tapi juga importir barang kena cukai, penyalur, hingga pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai. Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor: 91/PMK.04/2008 tentang audit cukai, selain memberikan kewenangan DOK. PT. BAT lebih luas kepada DJBC, juga memberikan keringanan kepada para penggusaha cukai dalam hal pembuatan buku persediaan barang kena cukai. Buku tersebut sejauh ini dipandang cukup merepotkan oleh pengusaha berskala besar, karena mereka umumnya telah menggunakan sistem akuntasi nasional harus mendapat tambahan pekerjaan dengan pembuatan buku tersebut. Bagi perusahaan skala kecil, buku tersebut terkadang juga menyulitkan mereka, karena dengan SDM LEKIR DAUD. Kebijakan audit cukai yang minim dan umumnya yang baru ini harus dilaksanakan masih menggunakan sissecara benar dan konsisten.
DOK PT. PANJANG JIWO
tem tradisional dalam hal pembukuan, sehingga menjadi kendala ketika perusahaan tersebut akan diaudit.
KENDALA KEBIJAKAN YANG LAMA Menanggapi pelaksanaan audit yang saat ini sudah berjalan dan adanya perubahan yang cukup signifikan dalam kebijakan audit cukai, menurut Lekir Daud selaku Corporate & Regulatory Affairs Director PT. British American Tobacco Indonesia (BAT), perusahaannya hingga kini telah empat kali dilakukan MARTONO. Dari audit yang audit, yaitu pada tahun dilakukan, banyak hal yang dapat 1998, 2003, 2007, dan kami perbaiki terutama dalam hal 2008. Dari hasil audit ter- administrasi cukai. akhir, ada perbedaan persepsi antara BAT dengan auditor mengenai tarif HS, yang mengakibatkan PT. BAT harus membayar selisih perbedaan tarif bea masuk, padahal pada audit sebelumnya tidak terdapat temuan seperti itu. “Audit yang dilaksanakan selama ini memang cukup baik dan memberikan masukan untuk memperbaiki sistem kontrol dan pelaksanaan di BAT. Selain itu, personel bea cukai yang terlibat dalam audit cukai sangat kooperatif dan sangat memahami aturan-aturan kepabeanan yang berlaku dan teknis audit secara umum,” ujar Lekir Daud. Namun demikian masih menurut Lekir Daud, ada beberapa hal yang menjadi kendala bagi BAT, antara lain pemahaman personel mengenai proses yang berkaitan dengan cukai tembakau masih kurang, demikian juga pemahaman mengenai proses pabrik rokok. Selain itu, pada audit cukai ini tidak ada kepastian mengenai jangka waktu pelaksanaan audit, sehingga sering terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaan audit cukai yang dilakukan oleh kantor bea cukai yang berbeda, seperti Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan Utama. Sementara itu menurut Direktur Keuangan PT. Panjang Jiwo, Martono, selaku perusahaan minuman mengandung etil alkohol (MMEA), perusahaannya sudah tiga kali dilakukan audit, namun dari audit yang dilakukan itu, tidak satu pun kendala yang dihadapinya, bahkan dengan pelaksanaan audit cukai ini, PT. Panjang Jiwo menjadi lebih paham akan sistem administrasi yang lebih baik. “Audit cukai yang selama ini dilaksanakan oleh DJBC sudah sesuai dengan prosedur dan mengacu pada peraturan-peraturan yang ada. Makanya, selama ini kami tidak mengalami kendala ketika dilakukan audit, bahkan dengan adanya audit cukai ini sangat membantu kami dalam hal tertib administrasi cukai,” kata Martono. Lain halnya yang disampaikan oleh Direktur Keuangan PT. TOP TEN Tobacco, Yuli Soekarno, menurutnya walaupun perusahaannya baru satu kali dilakukan audit pada tahun 2007, namun dalam pelaksanaan audit tersebut banyak hal yang menjadi kendala bagi perusahaannya. Yuli menilai sosialisasi tentang audit cukai belum efektif dilaksanakan sehingga perusahaanya kesulitan saat akan diaudit. Selain itu, audit cukai yang seharusnya menjadi pembinaan dalam sistem pembukuan masih kurang dilaksanakan sehingga perusahaannya belajar sendiri untuk proses audit ini. “Audit cukai memang sangat bagus dijalankan untuk melihat tingkat kepatuhan dari pengusaha cukai. Namun demikian, jangan jadikan audit cukai ini sebagai pembinasaan, jadikanlah audit cukai sebagai sarana pembinaan EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
13
LAPORAN UTAMA tem akuntasi yang memang sudah ada di perusahaan. “Kebijakan baru untuk pergantian buku barang kena cukai dengan buku laporan ini, kami sangat mendukungnya. Memang, kami berada dalam skala menengah, tapi untuk skala kecil buku ini juga terkadang merepotkan dan tak heran kalau masih ada yang meminta petugas bea cukai untuk membuatkannya. Inikan tidak fair, masa pembukuan kita yang buat bea cukai,” kata Yuli Soekarno. Masih menurut Yuli, untuk kedepannya diharapkan sosialisasi akan audit cukai lebih ditingkatkan lagi, karena sebagian perusahaan yang ada di daerah adalah perusahaan kecil, sehingga perlu bimbingan yang lebih intensif dalam pembuatan pelaporan hasil produksi yang sesuai dengan undang-undang. Selain itu, sosialisasi akan kebijakan baru juga harus jelas waktunya, jangan sampai pengusaha masih menggunakan kebijakan lama, padahal sudah ada kebijakan baru yang mengatur lebih baik lagi. KEJELASAN WAKTU. Dengan lebih jelasnya waktu pelaksanaan audit, membuat perusahaan siap untuk menyediakan data-data yang diperlukan.
perusahaan dalam tertib administrasi. Untuk itu sosialisasi mengenai tatacara audit juga harus disosialisasikan dengan jelas, bukan hanya secara lisan tapi juga secara tertulis,” jelas Yuli Soekarno.
PERUBAHAN PADA SISTEM PEMBUKUAN DAN WAKTU AUDIT Sementara itu menurut Lekir Daud, dengan adanya perubahan pada sistem pembukuan dan kejelasan pada waktu pelaksanaan audit, pada peraturan yang baru tentang audit cukai, jelas lebih baik. Artinya, definisi terhadap personel yang terlibat kini lebih jelas, dan adanya perbedaan yang lebih detail antara audit umum, audit khusus, dan audit investigasi menjadikan pengusaha lebih paham akan jenis audit yang dilakukan terhadap perusahaannya. Demikian halnya dengan PT. Panjang Jiwo, perusahaan ini menilai pada kebijakan baru tentang audit cukai, terdapat kejelasan yang lebih spesifik baik mengenai perubahan pembukuan barang kena cukai maupun lama waktu proses audit. “Digantinya buku persediaan barang kena cukai, dengan pelaporan yang sesuai dengan standar akuntasi nasional membuat perusahaan tidak mengerjakan dua kali pembukuan, karena bagi perusahaan besar yang sistem pembukuannya sudah berjalan baik, akan mengalami kerepotan jika harus mengerjakan buku pelaporan lainnya,” ungkap Martono. Masih menurut Martono, dari sisi waktu audit yang mengatur lamanya pemeriksaan, kini sudah jauh lebih baik, karena dalam kebijakan yang baru, audit harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama tiga bulan. Selain itu, untuk permintaan laporan yang lebih spesifik dari pihak auditor, kini waktunya juga semakin jelas sehingga pihak perusahaan dapat menyiapkan data-data yang diperlukan sedini mungkin, dan pada saat pelaksanaan audit sudah dapat mempersiapkanya sehingga proses pelaksanaan audit akan semakin lancar. Hal ini juga diamini oleh Yuli Soekarno, menurutnya digantinya buku persediaan barang kena cukai dengan pelaporan yang sesuai dengan standar akuntasi nasional, akan lebih mempermudah perusahaan dalam menyajikan data-data produksi dan dapat menyesuaikan dengan sis14
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
HARAPAN PADA AUDIT CUKAI YANG BARU
Masih terkait dengan kebijakan baru tentang audit cukai, PT. BAT menilai kebijakan yang baru memang memberikan aturan yang lebih jelas mengenai audit cukai, namun demikian PT. BAT tetap mengalami kendala dalam pelaksanaan audit cukai, karena batas waktu yang diberikan kepada perusahaan untuk memberikan tanggapan terhadap data temuan sementara (DTS) hanya diberikan tujuh hari kerja. “Ini sangat memberatkan, karena pada kenyataannya secara internal kami butuh waktu lebih dari 14 hari untuk mempelajari dan mendiskusikan sebelum memberikan tanggapan, karena dibutuhkan koordinasi dengan departemen lain yang sering kali tidak ada di satu lokasi,” ungkap Lekir Daud. Untuk itu PT. BAT berharap dengan adanya kebijakan yang baru di bidang audit cukai, maka audit cukai dapat dilaksanakan secara benar dan konsisten, termasuk peraturan pelaksanaannya harus dibuat dengan mempertimbangkan masukan yang diberikan oleh perusahaan cukai, untuk meningkatkan kualitas personel dan proses audit cukai. Sementara PT. Panjang Jiwo berharap, dengan kebijakan yang baru ini perusahaannya dapat banyak belajar dalam menata adminsitrasi sehingga menjadi lebih baik, selain itu Panjang jiwo juga berharap SDM yang ada di perusahaannya akan lebih giat lagi belajar mekanisme pembukuan yang baik sesuai dengan kebijakan baru di bidang audit cukai. Baik PT. BAT, PT. Panjang Jiwo, PT. TOP TEN, termasuk juga diyakini perusahaan-perusahaan dibidang cukai tentunya sangat mendukung sekali keluarnya kebijakan baru di bidang audit cukai. Kebijakan baru tentang audit cukai kini tinggal menunggu pelaksanaannya, dengan kebijakan ini DJBC berharap dapat lebih memaksimalkan perannya sebagai unit pengawasan di bidang cukai, dan perusahaan cukai tentunya akan lebih mudah dalam menyediakan data produksinya yang pada akhirnya audit cukai dapat mencapai sasaran. Satu hal yang penting pada pelaksanaan audit cukai adalah audit cukai dapat menjadi sarana bimbingan atau pembelajaran dalam sistem administrasi yang baik dan benar kepada perusahaan cukai, sehingga mereka akan semakin patuh karena pembukuan mereka terus diawasi. adi
WAWANCARA Thomas Sugijata, Direktur Audit
“TUJUAN AUDIT CUKAI LEBIH SPESIFIK, UNTUK MENGUJI KEPATUHAN PENGUSAHA” Terhitung sejak 15 Agustus 2008, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mendapatkan kewenangan yang lebih luas untuk melakukan audit di bidang cukai. Dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.04/ 2008 tentang Audit Cukai, selain memberikan kewenangan yang lebih luas juga memberikan nuansa baru dalam pembukuan persedian barang kena cukai yang kini lebih menggunakan sistem akuntansi nasional. Adanya perubahan yang cukup signifikan pada kebijakan audit cukai yang baru ini, pada umumnya disambut positif oleh pengusaha barang kena cukai. Karena selain memberikan kemudahan dalam mengerjakan pembukuan, pada kebijakan ini juga dapat membantu pihak pabrikan untuk lebih mengawasi peredaran barang kena cukai yang mereka produksi, yang akhirnya dapat menciptakan persaingan yang lebih sehat. Untuk mengetahui perubahan antara peraturan audit cukai yang lama dengan audit cukai yang baru, juga visi dari kebijakan audit cukai yang baru ini, WBC mewawancarai Direktur Audit, T homas Sugija ta Sugijata ta. Berikut petikan wawacaranya: EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
15
WAWANCARA Terkait dengan adanya ketentuan baru tentang Audit Cukai dalam UU No. 39 tahun 2007 tentang Cukai, perubahan apa yang ada pada ketentuan tersebut? Kewenangan untuk melakukan audit sudah diatur di dalam UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Dalam UU No. 39 tahun 2007 tentang Cukai, perubahan yang terkait dengan audit cukai diantaranya adalah: 1. Adanya pengertian/definisi audit cukai : Dulu di dalam Undang-Undang No. 11 tahun 1995 tentang cukai, tidak diatur secara tegas tentang definisi audit cukai. Sekarang telah dicantumkan secara jelas definisi audit cukai yaitu : serangkaian kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang cukai. 2. Tujuan audit cukai lebih spesifik yaitu menguji kepatuhan pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, dan pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai atas pelaksanaan pemenuhan ketentuan perundangundangan di bidang cukai. 3. Perluasan (penambahan) dan penegasan obyek audit yaitu importir barang kena cukai, penyalur, dan pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai. 4. Penggantian buku persediaan dengan kewajiban menyelenggarakan pembukuan bagi pengusaha yang bergerak di bidang cukai dan Pengecualian dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib menyelenggarakan pencatatan bagi pengusaha skala kecil. 5. Pengaturan secara terinci dan detail tentang kewenangan tim audit dalam pelaksanaaan audit cukai. 6. Kewajiban pihak perusahaan terkait dengan pelaksanaan audit cukai. 7. Hasil audit cukai yang merupakan penetapan pejabat bea dan cukai. 8. Dalam mekanisme audit, dimungkinkan banding atas penetapan pejabat bea dan cukai (akibat temuan audit) setelah melalui mekanisme keberatan. 9. Penambahan sanksi atas penyelenggaraan pembukuan dan penyelenggaraan pencatatan serta apabila menyebabkan Pejabat Bea dan Cukai tidak dapat menjalankan kewenangan di bidang audit. Apa Visi dari ketentuan baru tersebut ? Pada dasarnya Kewenangan untuk melakukan audit sudah diatur di dalam UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Ketentuan baru tersebut dilakukan untuk mengantisipasi dan menampung perkembangan yang ada dan terjadi selama 12 pelaksanaan kegiatan audit cukai. Kewenangan Audit lebih dirinci di dalam aturan yang baru tersebut. Ketentuan baru tersebut dimaksudkan untuk : 1. Mempertegas kewenangan pejabat bea dan cukai untuk melaksanakan pemeriksaan dalam rangka audit di bidang cukai, 2. mempertegas dan mengatur lebih rinci tentang kewenangan pejabat bea dan cukai dalam melaksanakan audit sehingga obyek audit kooperatif dalam membantu proses audit. 3. mengatur kewajiban perusahaan untuk menyediakan tenaga, peralatan dan menyerahkan buku, catatan, dokumen, dan/atau surat yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dalam rangka audit cukai agar pelaksanaan audit dapat berjalan dengan baik dan lancar. 4. untuk memberikan efek jera, dengan sanksi administrasi bagi Pengusaha yang menyebabkan pejabat bea dan cukai tidak dapat melaksanakan kewenangan untuk keperluan audit. 5. penambahan beberapa ayat yang dimaksudkan untuk 16
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
mengatur kewenangan pejabat bea dan cukai pelaksanaaan pemeriksaan dalam rangka audit di bidang cukai. Siapa yang menjadi Obyek Pemeriksaan dalam Rangka Audit Cukai ? Kalau dahulu, dalam Undang-Undang Cukai sebelum dilakukan perubahan, pejabat bea dan cukai berwenang memeriksa buku, catatan atau dokumen yang diwajibkan oleh undang-undang dan pembukuan perusahaan yang berkaitan dengan barang kena cukai serta sediaan barang kena cukai dari pabrik, tempat penyimpanan dan tempat lain untuk keperluan audit di bidang cukai Sekarang sudah diatur secara rinci siapa-siapa yang menjadi obyek audit. Dalam ketentuan tentang audit cukai sesuai PMK tersebut pejabat bea dan cukai berwenang melakukan audit cukai terhadap, pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, Importir barang kena cukai, penyalur; dan pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai. Terdapat perluasan dan penegasan terhadap obyek audit dalam PMK yaitu importir barang kena cukai, penyalur, dan pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai. Kewenangan melakukan pemeriksaan dalam rangka audit cukai, meskipun sudah di dalam peredaran bebas dan sudah dilunasi cukainya, yaitu audit cukai terhadap penyalur tetap dapat dilakukan dalam rangka pengawasan terhadap peredaran barang kena cukai itu sendiri. Hal ini terkait dengan karakteristik barang kena cukai sesuai pasal 2 UndangUndang No. 39 tahun 2007 tentang cukai, yaitu konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Terdapat 3 jenis Jenis Audit Cukai yaitu Audit Umum, Audit Khusus, dan Audit Investigasi, apa yang membedakan diantara ketiga jenis audit tersebut ? Pengertian masing-masing jenis audit cukai, sesuai dengan ketentuan umum Peraturan Menteri Keuangan tentang audit cukai adalah, audit umum, audit khusus, dan audit investigasi. Yang membedakan masing-masing jenis audit tersebut pada intinya dapat dilihat dari ruang lingkup pemeriksaan. Pada audit umum ruang lingkup pemeriksaan adalah menyeluruh dan lengkap terhadap pemenuhan kewajiban cukai. Pada audit umum ruang lingkup terbatas/tertentu terhadap hal-hal tertentu yang menjadi sasaran pemeriksaan. Pada audit investigasi hanya memeriksa yang terkait dengan dugaan tindak pidana cukai. Dari perbedaan ruang lingkup tersebut berpengaruh terhadap pelaksanaan jenis audit masing-masing yang meliputi, waktu pelaksanaan audit, dasar pelaksanaan tugas/perintah audit, prosedur pemeriksaan, susunan tim, dan pelaporan hasil audit. Apa yang menjadi kendala DJBC selama ini dalam melaksanakan Audit Cukai ? Selama ini terkait dengan jumlah SDM (Auditor) yang terbatas, konsentrasi pelaksanaan audit cukai masih menitikberatkan pada kegiatan audit kepabeanan, mengingat banyak rekomendasi audit kepabeanan dan beban pengawasan di bidang kepabeanan. Sebagian pengusaha belum mengetahui, kalau mereka merupakan obyek audit. Mereka beranggapan bahwa pengawasan selama ini hanya dilakukan oleh KPPBC setempat. Terdapat resistensi oleh beberapa pengusaha yang menganggap bahwa kewenangan dalam pelaksanaan audit cukai terbatas hanya pada buku persediaan yang diwajibkan. Padahal untuk mengetahui kondisi sebenarnya dalam buku persediaan perlu dilakukan pengujian transaksi internal perusahaan. Dan, belum semua pengusaha yang bergerak di
bidang cukai menyelenggarakan pembukuan yang dapat diaudit (auditable) termasuk ketertiban di dalam penyimpanan dokumen. Dalam ketentuan baru mengenai Audit Cukai, ada hal yang baru di dalam pelaksanaan audit, yaitu kewajiban menyelenggarakan Pembukuan bagi Perusahaan ? Bisa dijelaskan ? Yang dimaskud dengan pembukuan adalah “suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi yang meliputi dan mempengaruhi keadaan harta, utang, modal, pendapatan dan biaya yang secara khusus menggambarkan jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang kemudian diikhtisarkan dalam laporan keuangan.” Memang kegiatan audit cukai sangat terkait dengan pembukuan yang dilakukan oleh pihak perusahaan. Dalam pelaksanaan di lapangan diperlukan suatu aturan yang tegas dan batas–batas yang jelas tentang norma–norma yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pembukuan. Oleh karena itu pengaturan dan penegasan pembukuan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan sangat penting Untuk mendukung kegiatan audit cukai, perlu diatur secara detail kewajiban menyelenggarakan dan penyimpanan pembukuan. Kewajiban ini akan mempermudah pejabat bea dan cukai dalam melaksanakan audit di bidang kepabeanan dan cukai (auditable). Dulu kewajiban melakukan pencatatan oleh pengusaha pabrik dan pengusaha tempat penyimpanan, dilakukan dalam buku persediaan yang sudah ditetapkan bentuk dan format dokumennya. Buku persediaan yang diwajibkan oleh undangundang cukai pengisiannya dirasa masih rumit, hal ini terlihat dari beberapa masukan diketahui bahwa pihak pengusaha mengalami kesulitan di dalam melakukan pencatatan dalam buku persediaan khususnya yang terkait dengan hasil tembakau. Sekarang ini telah dibuat khusus untuk pengusaha skala kecil suatu format khusus pencatatan yang sederhana dan dapat diimplementasikan untuk mencatat kegiatan transaksi barang kena cukai dan pita cukai. Di Lapangan terdapat juga adanya perusahaan yang mempunyai sistem pengendalian internal yang sudah cukup bagus, menggunakan EDP (Electronic data Processing) dalam setiap transaksinya, tetapi untuk memenuhi ketentuan peraturan masih harus membuat buku persediaan yang formatnya sudah ditentukan. Hal ini merupakan kewajiban tambahan yang kurang perlu. Penggantian “Buku Persediaan” dengan pembukuan yang sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, karena seiring tuntutan untuk menciptakan good corporate governance, setiap perubahan yang dilakukan harus menerapkan prinsip-prinsip administrasi modern, yaitu accountable, reliable, transparansi, dan representational faithfulness. Apakah kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan tersebut di berlakukan untuk semua perusahaan yang bergerak di bidang Cukai ? Kewajiban menyelenggarakan pembukuan tidak diberlakukan untuk setiap perusahaan, ada batas yang jelas pada pembukuan tersebut diwajibkan atau tidak diwajibkan untuk perusahaan. Ada pengecualian kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan yaitu bagi adalah pengusaha pabrik skala kecil, penyalur skala kecil yang wajib memiliki izin dan pengusaha Tempat Penjualan Eceran (TPE) yang wajib memiliki izin.” Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan pengecualian bagi pengusaha pabrik dengan skala kecil, penyalur skala kecil dan pengusaha TPE yang tidak mampu atau secara teknis mengalami kesulitan untuk menyelenggarakan pembukuan. Sesuai dengan ketentuan yang baru tersebut, pengusaha pabrik skala kecil dan penyalur skala kecil adalah orang pribadi yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Sebagai konsekuensi dari ketentuan kewajiban penyelenggaraan pembukuan dimaksud, khusus untuk pengusaha yang melakukan kegiatan usaha di bidang cukai yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan dan tidak diwajibkan menyelenggarakan buku persediaan, atau buku bantu persediaan yang selama ini diwajibkan. Dari sisi peraturan yang menjadi Dasar Hukum, apa perbedaan Ketentuan Pembukuan yang lama dan yang baru, termasuk pembukuan di bidang kepabeanan? Dari beberapa aspek perbandingan dapat dilihat dari matriks di bawah ini :
ii. Ketentuan Pembukuan
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
17
DAERAH KE DAERAH
WAWANCARA Apa yang menjadi kelemahan dari ketentuan yang lama dan Keunggulan dari peraturan yang baru sehingga perlu ada perubahan dalam ketentuan pembukuan ? Pada ketentuan yang lama yang mengatur tentang buku persediaan : a) Semua pengusaha untuk jenis BKC yang sama menggunakan format buku persediaan yang sama, tanpa membedakan sistem pembukuan yang dilakukan oleh pengusaha. b) Dalam buku persediaan, yang menjadi dasar pemasukan dan pengeluaran adalah dokumen cukai dan bukan dokumen internal perusahaan. c) Merupakan kewajiban tambahan yang tidak perlu, karena banyak perusahaan yang sudah menyelenggarakan pembukuan, bahkan lebih lengkap dibanding dengan buku persediaan yang diwajibkan. d) Kepastian dalam pelaksanaan audit, mengingat kegiatan audit sampai batas buku persediaan yang diwajibkan atau sampai ke pembukuan internal perusahaan. Pada ketentuan yang baru : a) Penyempurnaan dari ketentuan yang lama yang menggunakan buku persediaan, saat ini pembukuan internal perusahaan yang dipakai sebagai alat pengawasan oleh DJBC. b) Menghilangkan kewajiban bagi pengusaha untuk membuat buku persediaan. c) Khusus untuk pengusaha skala kecil akan dibuatkan suatu format yang sederhana yang dapat diterapkan untuk pencatatan produksi dan mutasi keluar masuknya barang kena cukai. d) Kepastian di dalam pelaksanaan audit sesuai dengan definisi audit cukai. Untuk melaksanakan ketentuan di dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 91/PMK/2008 tentang Audit Cukai, adakah produk hukum misalnya Peraturan Direktur Jenderal untuk membantu implementasi ? Terdapat beberapa aturan hukum untuk pelaksananaan ketentuan yang terkait dengan pelaksanaan audit yaitu diantaranya ketentuan mengenai : a. Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pembukuan di bidang Cukai; b. Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pencatatan; c. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengenai Tata laksana Audit Kepabeanan dan Audit Cukai. d. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengenai Standart Audit Kepabeanan dan Audit Cukai; e. Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengenai Program Audit; dan f. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengenai Sertifikasi Auditor, Ketua Auditor, Pengendali Teknis Audit (PTA) dan Pengawas Mutu Audit (PMA) Bea dan Cukai. Apa harapan Bapak dengan adanya ketentuan baru di bidang audit cukai? Ada empat harapan terkait dengan dikeluarkannya ketentuan baru di bidang audit cukai. Pertama, tentunya dengan ketentuan yang baru diharapkan pelaksanaan audit menjadi lebih efektif, sederhana, dan implementatif. Kedua, secara internal para auditor secara aktif membekali diri dengan pemahaman dan pengetahuan akan ketentuan peraturan di bidang cukai. Ketiga, secara ekternal kami berharap agar perusahan agar patuh dan kooperatif bila dilakukan audit cukai atas kegiatan usahanya. Dan keempat, perlu dipahami bahwa kegiatan audit cukai bukan untuk mencari kesalahan demi tagihan negara, tapi sesuai tujuan audit cukai adalah menguji kepatuhan pengusaha atas pelaksanaan pemenuhan ketentuan perundang-undangan di bidang cukai. 18
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
PERESMIAN KPPBC TIPE MADYA CUKAI MALANG Setelah sukses melakukan soft launching awal Juli lalu, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe A3 Malang pada 1 Agustus 2008 secara resmi ditetapkan menjadi KPPBC Tipe Madya Cukai Malang, sesuai Keputusan Dirjen Bea Cukai No. KEP-46/BC/2008. FOTO-FOTO : KY
PEMUKULAN GONG. Dilakukan oleh Dirjen Bea Cukai Anwar Suprijadi sebagai tanda peresmian KPPBC Tipe Madya Cukai Malang.
P
eresmian KPPBC Madya Cukai Malang dilakukan oleh Direktur Jenderal Bea Cukai Anwar Suprijadi, didampingi Kepala Kanwil DJBC Jawa Timur II CF Sidjabat, dan Kepala KPPBC Tipe Madya Cukai Malang Barid Effendi. Bersama Dirjen yang tiba di kota Malang pada 1 Agustus pagi, ikut serta Sekretaris DJBC Kamil Sjoeib, Ketua Tim Percepatan Reformasi sekaligus Direktur Audit Thomas Sugijata, Direktur Cukai Frans Rupang, Direktur P2 Jusuf Indarto, dan Kepala Bagian Kepegawaian Azhar Rasyidi. Acara peresmian yang diadakan di aula pertemuan gedung KPPBC Malang dihadiri undangan dari instansi terkait di kota Malang, mitra kerja yang terdiri dari pengusaha pabrik rokok, etil alkohol, dan minuman mengandung etil alkohol (MMEA), serta pejabat dan pegawai di lingkungan Kanwil dan KPPBC Madya Cukai Malang. Mengawali acara, Kepala Kanwil DJBC Jawa Timur (Jatim) II CF Sidjabat dalam sambutannya melaporkan bahwa secara keseluruhan Kanwil DJBC Jatim II telah mencapai target cukai sebesar 102% dari target semes-
ter, atau pencapaian pada 1 Agustus sudah mencapai 51,15% dari target tahunan 2008, dengan nilai penerimaan cukai sebesar Rp. 9,79 triliun dari target penerimaan sebesar Rp. 19,15 triliun. Dalam pencapaian tersebut KPPBC Tipe Madya Cukai Malang menempati peringkat kedua dengan memberikan kontribusi pencapaian target Kanwil DJBC Jatim II, setelah KPPBC Madya Cukai Kediri. KPPBC Madya Cukai Malang untuk tahun anggaran 2008 ditargetkan menghimpun total penerimaan hingga 4 triliun lebih, dengan perincian sebagai berikut : Target Penerimaan TA 2008 BM = Rp. 2.175.260.000 Cukai = Rp. 4.226.344.910.000 Total = Rp. 4.228.520.170.000 Hingga bulan Juli 2008, penerimaan yang berhasil dikumpulkan dari bea masuk maupun cukai sebagai berikut : Realisasi Penerimaan Januari sd Juli 2008 BM = Rp. 1.194.667.612 (54,92%) Cukai = Rp.2.744.419.919.959 (64,94%) Total = Rp.2.745.614.587.571 (64,93%) Secara geografis, wilayah kerja KPPBC Madya Cukai Malang meliputi tiga Daerah Tingkat II yaitu Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu. Dari ke-3 wilayah yang cukup luas tersebut, tugas pengawasan dan pelayanan yang dilakukan meliputi pabrik Hasil Tembakau sebanyak 367 pabrik, pabrik Etil Alkohol 1 pabrik, MMEA 3 pabrik, Kawasan Berikat 3 pabrik, Kantor Pos lalu bea 1 kantor, dan pengusaha pengguna fasilitas KITE. Kepala KPPBC Tipe Madya Cukai Malang Barid Effendi, dihadapan Dirjen dan undangan mengatakan, “Sejak munculnya rencana pembentukan Kantor Madya Cukai kami terus melakukan pembenahan dan langkah-langkah persiapan serta evaluasi dan kajian secara terpadu dan komprehensif”. Langkah-langkah yang sudah dan sedang dijalankan tersebut diantaranya renovasi gedung kantor baik interior maupun eksterior, melakukan perhitungan kebutuhan SDM, penerapan teknologi informasi (TI) dalam pelayanan dan pengawasan, penyusunan dan penerapan key performance indicator, sosialisasi dan internalisasi bagi pegawai dan pengguna jasa, serta penerapan polling kepuasan pelanggan yang dilakukan sejak 1 Juli - 31 Juli, dan telah mengumpulkan responden sebanyak 110, dengan hasil 25 sangat memuaskan, 42 memuaskan, 26 cukup memuaskan dan 17 tidak memuaskan. “Seluruh proses persiapan dan pembenahan tersebut tidak terlepas dari dukungan dan kerjasama semua pihak dan dapat kami laksanakan tepat waktu, mulai sejak jadwal persiapan, jadwal uji coba, jadwal soft launching hingga peresmian pada saat ini,” ujar Barid.
KEPATUHAN PEGAWAI DAN MITRA USAHA Sebelum memukul gong tanda peresmian KPPBC Tipe Madya Cukai, Dirjen Bea Cukai Anwar Suprijadi kepada mitra usaha yang hadir mengatakan bahwa peresmian ini merupakan suatu rentetan dari program reformasi di bidang bea dan cukai. Dirjen menambahkan, peresmian ini juga merupakan suatu bentuk policy dari pemerintah khususnya DJBC untuk membuat administrasi di bidang cukai menjadi lebih baik serta bagaimana membuat prosedur lebih sederhana. “Mungkin bapak-bapak bertanya apa bedanya kantor yang dulu dengan sekarang? Bedanya adalah kami mempunyai seksi kepatuhan internal. Jadi bagi rekan-rekan yang melanggar kode etik akan ditindak oleh seksi kepatuhan internal”. Namun, tidak hanya kepatuhan di tingkat internal saja yang ingin ditingkatkan, Dirjen juga menegaskan pentingnya kepatuhan mitra usaha. “Yang patuh kami layani dengan baik, yang tidak patuh kita bina, kalau yang gak bisa dibina, sarannya dibinasakan saja. Inilah yang kami sepakat bagaimana sistem ini kita bangun dengan baik.” “Hal yang berbeda lagi adalah ada seksi bimbingan dan
“Kita Tidak Pandang Bulu, Siapapun Kita Tertibkan” Disela-sela acara ramah tamah peresmian KPPBC Tipe Madya Cukai Malang, WBC bersama beberapa media lokal mewawancarai Dirjen Bea Cukai untuk mengetahui perkembangan terakhir di DJBC. Berikut petikannya: Setelah peresmian di Malang ini, kantor-kantor mana lagi yang akan diresmikan ? Setelah peresmian di Malang, terus ke Kediri mudahmudahan akhir Agustus, setelah itu Tanjung Perak Surabaya, kemudian Kudus, Soekarno-Hatta, dan Belawan. Untuk di Kediri persiapan yang dilakukan ? Menata jaringan IT (teknologi informasi), SDM-nya, sama persiapan fisik bangunan Dalam sambutan, bapak bilang salah satu tujuan pembentukan KPPBC Madya Cukai juga KPU adalah kepatuhan internal dan eksternal. Pasca kerjasama KPK dan Bea Cukai, di tingkat internal ada perubahan besar yang bapak lihat ? Cukup besar, kemarin kami sendiri melakukan penertiban di Juanda, kita tidak bersama KPK tapi dari internal kita, dan ternyata ada dua pegawai yang kena kasus, karena ada pengusaha yang diminta uang yang nggak resmi. Sudah kita tindak, sudah kita proses. Kita sih terus lakukan pembenahan-pembenahan, bisa dilihat di kantor pusat ada banyak kontainer-kontainer numpuk eks batam, ini sedang kita lakukan penyelidikan terhadap orang-orang kita yang lalai melakukan tugasnya Terhadap pihak internal yang ternyata bersalah ? Kita proses hukuman disiplin sampai pemberhantian. Kalau di 2008 sudah sekitar 21 pegawai yang kita usulkan, yang diberhentikan sudah tujuh (Dalam pemberitaan di media massa pada pertengahan Agustus, sudah ada delapan pegawai bea cukai yang diberhentikan - red). Mayoritas kasusnya banyak menerima uang tidak resmi. Apa yang kita lakukan sebenarnya membangun kepatuhan, baik internal pegawai kami di bea cukai maupun eksternal, klien. Kalau ada pelanggaran ya kita lakukan law enforcement. Jadi kita tidak pandang bulu, siapa pun kita tertibkan. Untuk merubah perilaku sehingga pencitraan bisa lebih baik? Kita komitmen, kita tegas dalam reward dan punishment dan keteladanan pimpinan, kalau pimpinannya tegas tidak menerima kan harusnya dibawahnya ikut juga. ky
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
19
DAERAH KE DAERAH
FOTO BERSAMA. Dari kiri ke kanan, Kepala Bagian Kepegawaian Azhar Rasyidi, Sekretaris DJBC Kamil Sjoeib, Direktur P2 Jusuf Indarto, Kepala Kanwil DJBC Jawa Timur II CF Sidjabat, Direktur Jenderal Bea Cukai Anwar Suprijadi, Kepala KPPBC Tipe Madya Cukai Malang Barid Effendi, Ketua Tim Percepatan Reformasi sekaligus Direktur Audit Thomas Sugijata, dan Direktur Cukai Frans Rupang.
konsultasi. Kami ingin melakukan sosialisasi, kami ingin melakukan bimbingan dan kepatuhan supaya program ini bisa dilakukan dengan baik. Tentunya apa yang kita lakukan hari ini belum tentu cocok untuk satu tahun ke depan, untuk ini saya mengharapkan masukan, kritik dari bapak-bapak, bidang atau urusan apa yang harus kita perbaiki,” ujar Dirjen. Para pengusaha di bidang cukai di kota Malang tergabung ke dalam beberapa wadah seperti Gaperoma (Gabungan Pengusaha Rokok Malang) yang memiliki anggota 34 perusahaan rokok, ada juga Asperki (Asosiasi Pengusaha Rokok Kecil) serta yang sifatnya nasional Asprindo (Asosiasi Produsen Etil Alkohol Indonesia). Kepada para pengusaha Anwar Suprijadi kembali mengatakan, “Kalau bapak-bapak pengusaha di Malang ini banyak menghadap saya atau menghadap Pak Frans berarti mekanisme di Kantor Pelayanan Madya ini tidak jalan, jadi makin FOTO-FOTO : KY
KOTAK POLLING. Pengguna jasa bisa memanfaatkan kotak polling yang ada dibagian depan kantor untuk menyampaikan pendapatnya atas pelayanan yang diberikan KPPBC Tipe Madya Cukai Malang
20
WARTA BEA CUKAI
Undangan yang hadir
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
sedikit saya makin bangga. Harapan kami supaya bapakbapak tidak usah jauh-jauh ke Jakarta, tapi bisa diselesaikan di Malang.” Di akhir sambutannya, Dirjen menyampaikan penghargaannya kepada para pengusaha yang telah membayar cukai dengan tertib. “Saya menyampaikan terima kasih, mudah-mudahan di kemudian hari kita akan lebih patuh dan lebih tertib lagi”. Ketua Gaperoma, Johny, ketika ditemui WBC mengatakan, yang perlu dibenahi dari KPPBC Madya Cukai Malang adalah masalah sistem penerapan TI dan aplikasinya, namun ia memaklumi hal tersebut karena dari jadwal soft launching hingga peresmian adalah masa transisi. Ia juga berharap sarana dan prasarana kantor lebih ditingkatkan untuk kenyamanan pengguna jasa, “Parkir disini susah, kantin gak ada, fotokopi juga gak ada, susah jadinya. Tapi kalau mengenai kinerja karyawan saya angkat jempol pada mereka.” ky
IMPLEMENTASI TAHAP DUA
NSW
Melalui National Single Window (NSW), semua ketentuan, prosedur dan proses bisnis yang terkait dengan ekspor impor dapat diselaraskan dan sebagai momentum untuk membenahi aspek koordinasi antar instansi terkait, sehingga berbagai persoalan dikarenakan lemahnya koordinasi antar instansi dapat lebih mudah diatasi secara sistemik.
I
mplementasi tahap kedua sistem NSW resmi diluncurkan oleh Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati selaku Ketua Tim Persiapan NSW pada 11 Agustus 2008 bertempat di Gumaya Tower Hotel, Semarang Jawa Tengah. Acara peluncuran NSW kali ini agak berbeda dibandingkan acara peluncuran tahap sebelumnya di Bali, karena pada momen kali ini dikaitkan dengan peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-63. Suasana pun juga agak berbeda karena hadirnya sejumlah tamu asing, antara lain pejabat yang mewakili Sekretaris Jenderal ASEAN dan komunitas NSW dari negara-negara anggota ASEAN serta perwakilan dari Kedutaan Besar negara-negara ASEAN. Acara peresmian diawali dengan menyanyikan bersama-sama Lagu Kebangsaan Indonesia Raya oleh peserta yang hadir. Acara juga dihadiri oleh para menteri terkait, antara lain Menteri Perhubungan (selaku Wakil Ketua II Tim Persiapan NSW),Jusman Syafii Djamal, Menteri Komunikasi dan Informatika, Muhamad Nuh, serta Wakil Sekretaris Kabinet, Lambok Nahatan, Gubernur Jawa Tengah, Ketua Pelaksana Harian Tim NSW, Edy Putra Irawady, Direktur
PENEKANAN TOMBOL oleh Menkeu didampingi para menteri sebagai tanda peluncuran implementasi tahap kedua Sistem NSW.
Jenderal Bea dan Cukai, Anwar Suprijadi, jajaran eselon II dan staf inti di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, para pimpinan Tim Persiapan NSW, para pejabat terkait dari instansi pemerintah pusat dan daerah, serta para pelaku usaha dari berbagai daerah. Dalam sambutannya selaku Ketua Tim Persiapan NSW, Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, sebagaimana yang ditetapkan dalam Cetak Biru Pembangunan dan Penerapan NSW yang agenda pelaksanaannya dituangkan dalam Instruksi Presiden No.5 Tahun 2008 tentang Fokus Kebijakan Ekonomi 2008-2009, bahwa sebelum NSW berintegrasi dalam sistem ASEAN Single Window (ASW) yang direncanakan pada bulan Juni 2009, maka implementasi NSW perlu dilakukan secara bertahap agar fasilitas pelayanan impor ekspor benar-benar efektif dan berkelanjutan. Peluncuran tahap kedua sistem NSW ini, lanjut Menkeu Sri Mulyani Indrawati, semula akan dilaksanakan pada awal bulan Juli, namun karena pada bulan Agustus Indonesia mendapat giliran untuk menjadi tuan rumah bagi serangkaian pertemuan kelompok kerja pada ASEAN Single Window (ASW), maka penyelenggaraan peluncuran sistem NSW sengaja dilaksanakan menjelang pelaksanaan rangkaian pertemuan ASW yaitu pada tanggal 12-19 Agustus 2008. “Mulai 12 sampai 19 Agustus 2008 Tim NSW dari seluruh negara-
PENYERAHAN TANDA PENGHARGAAN, kepada pihak yang memberikan dukungan, kontribusi dan komitmennya dalam mendukung kelancaran pembangunan dan penerapan sistem NSW. EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
21
DAERAH KE DAERAH FOTO-FOTO WBC/RIS
PARA MENTERI BESERTA PIMPINAN TIM NSW melakukan kunjungan kerja ke Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
MENKEU MENINJAU TEGAHAN KAYU didampingi Kakanwil DJBC Semarang, Ismartono.
negara anggota ASEAN akan mengadakan pertemuan di hotel ini. Untuk itu saya ucapkan selamat datang dan selamat melakukan pertemuan, semoga rangkaian pertemuan ASW dapat membuahkan hasil yang baik, untuk memperlancar pembangunan dan penerapan sistem ASW di kawasan ASEAN,” imbuh Menkeu. Hal ini lanjut Sri Mulyani, dimaksudkan untuk memanfaatkan kehadiran para tamu asing dari negara-negara anggota ASEAN sebagai sarana untuk penyebarluasan mengenai perkembangan pembangunan dan penerapan sistem NSW pada tingkat ASEAN. Dikemukakan pula bahwa pertimbangan pemilihan tempat penyelenggaraan di Semarang, antara lain karena Semarang merupakan salah satu kota pelabuhan yang akan dijadikan lokasi perluasan penerapan sistem NSW pada akhir 2008, sehingga melalui kegiatan ini sekaligus dimaksudkan untuk sosialisasi perkembangan sistem NSW kepada para pelaku usaha setempat.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Anwar Suprijadi menyatakan terhadap para importir yang terkait dengan keperluan NSW, pihaknya masih melakukan penyeleksian dan pendataan terhadap importir. Dari hasil pendataan tersebut lanjutnya, terdapat sekitar 14.000 importir bisa melaksanakan NSW yang 30 persen diantaranya merupakan importir high risk, hal ini sesuai dengan keinginan pemerintah yang menargetkan seluruh importir nasional yang mencapai 14.000 perusahaan dan sejumlah eksportir untuk mengimplementasikan NSW pada Desember 2008. Pendataan ini lanjut Anwar, akan terus dilaksanakan terhadap para importer untuk selanjutnya menawarkan kepada semua pengguna jasa untuk ikut dalam pelaksanaan NSW. Bagi yang tidak siap atau tidak ingin dalam pelakanaan NSW otomatis pengguna jasa akan diblokir aksesnya ke sistem importasi barang di NSW. Untuk instansi terkait seperti Departemen Perhubungan telah membangun sistem pelayanan kepelabuhan secara online yaitu inaportnet dan persiapan pembangunan sistim NSW untuk airport. Sementara Departemen Perdagangan yang telah mendorong dan mengarahkan jajarannya dalam membangun dan menerapkan inatrade dan mengintegrasikannya ke dalam Portal INSW sehingga pelayanan perijinan ekspor dan impor dapat dilakukan secara online melalui Portal INSW. Demikian halnya yang dilakukan oleh Departemen Pertanian, melalui Badan Karantina Pertanian membangun Sistem Pelayanan Karantina Hewan secara online melalui sistem Pelayanan Online Karantina Hewan (Sikawan) dan Sistem Pelayanan Online Karantina Tumbuhan (Sipusra). Hal sama juga dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan yang bersama jajarannya telah berhasil membangun SistemTerpadu Pelayanan Karantina Ikan Online (Sister Karoline), termasuk juga yang dilakukan BPOM yang telah membangun dan mengembvangkan sistem pelayanan e-BPOM dan mengintegrasikannya ke dalam Sistem Portal INSW. Pada peluncuran NSW tahap ini, acara juga diisi dengan kunjungan Menteri Keuangan beserta rombongan, termasuk Menteri Perhubungan, ke Terminal Peti Kemas Semarang yang sejak 1 Juli 2001 lalu ditetapkan sebagai unit bisnis tersendiri yang terpisah dari manajemen Pelabuhan Tanjung Emas Semarang dengan sebutan Terminal Peti Kemas Semarang (TPKS). Di tempat ini Menkeu mendapat penjelasan dari pihak pengelola TPKS mengenai pelayanan yang dilakukan TPKS dalam mendukung kegiatan distribusi barang dengan rute nasional maupun internasional. Selanjutnya rombongan melihat kegiatan pemeriksaan barang dalam kontainer yang dilakukan aparat petugas Kantor Wilayah (Kanwil) Bea dan Cukai Jawa Tengah dan DIY. Dalam pemeriksaan tersebut aparat berhasil mengamankan kontainer berisi kayu yang akan diekspor ke luar negeri yang kasusnya sedang dalam proses pendalaman lebih lanjut oleh aparat Bea dan Cukai. Kunjungan berakhir di Kanwil Bea dan Cukai Jawa Tengah dan DIY dan selanjutnya dilakukan briefing oleh Menkeu kepada jajaran Bea dan Cukai. ris
PENINGKATAN JUMLAH PENGGUNA SISTEM NSW Pada peluncuran implementasi tahap kesatu jumlah instansi yang bergabung dalam sistem NSW hanya 5 (lima) instansi terkait perizinan atau Government Agency (GA) . Kelima instansi yang telah tergabung tersebut sejak Desember 2007 selain Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai adalah Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Karantina Ikan, Karantina Tumbuhan, dan Karantina Hewan. Sedangkan pada tahap kedua ini jumlah instansi yang terlibat telah bertambah menjadi 15 GA dengan menggandeng 10 GA baru yaitu Departemen Kesehatan, Departemen ESDM, Departemen Perindustrian, Kementerian Lingkungan Hidup, Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian, Ditjen Postel, Badan Pengawasan Tenaga Nuklir, Departemen Perhubungan dan Kepolisian Republik Indonesia. Meskipun pada implementasi tahap kedua ini pelayanan sistem NSW masih terbatas untuk melayani importir, namun jumlah perusahaan yang dilayani secara bertahap terus ditingkatkan. Jika pada implementasi tahap kesatu sistem NSW hanya melayani Importir Jalur Prioritas (IJP) sebanyak 88 perusahaan, maka pada tahapan yang kedua importir yang dilayani oleh sistem NSW telah diperluas, sehingga menjangkau importir Mitra Utama (MITA) Prioritas sebanyak 97 perusahaan (dari 102 MITA Prioritas) dan MITA Non Prioritas sebanyak 46 perusahaan. Dengan demikian semua dokumen PIB (Pemberitahuan Impor Barang) yang dikirimkan oleh MITA Prioritas dan MITA Non-Prioritas telah menggunakan fasilitas di Portal INSW (Indonesia Nasional Single Window). Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang bertindak sebagai koordinator pembangunan dan pengembangan NSW dan Tim persiapan NSW telah melakukan langkah-langkah untuk mengintegrasikan berbagai pelayanan dari setiap instansi ke dalam sistem Portal INSW. Dalam portal NSW telah di upload database Lartas (ketentuan larangan dan pembatasan impor) secara real time dilengkapi dengan buku pintar untuk memudahkan pelaku usaha mengetahui kebijakan pengimporan barang ke Indonesia. 22
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
PENGAWASAN FOTO-FOTO WBC/RIS
RETRAINING DOGHANDLER DAN ANJING PELACAK NARKOTIKA DJBC Anjing Pelacak Narkotika (APN) yang dimiliki Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) disiapkan untuk membantu mendeteksi adanya narkoba dan prekursor pada barang impor yang masuk ke Indonesia, baik itu melalui udara, darat maupun laut. Meski sebenarnya APN bisa dilatih untuk mendeteksi bahan peledak, tetapi sampai sekarang belum dilakukan karena APN yang ada saat ini penggunaannya masih dikonsentrasikan pada penindakan narkoba dan prekursor.
U
ntuk meningkatkan kemampuan para doghandler, sebutan bagi petugas yang mendampingi anjing pelacak narkotika yang tergabung dalam tim K-9, maupun kepada APN itu sendiri, DJBC mengadakan pelatihan dan penyegaran (retraining) yang diadakan pada 4-29 Agustus 2008. Retraining diberikan kepada para doghandler angkatan XI dan XII yang selama ini bertugas dibeberapa wilayah pengawasan Bea dan Cukai, antara lain Bandara Ngurah Rai Bali, Bandara Polonia dan Pelabuhan Belawan Medan, Bandara Juanda Surabaya, Bandara Hang Nadim Batam serta petugas doghandler dibeberapa wilayah pengawasan Bea dan Cukai lainnya. Setelah kurang lebih setahun doghandler dan APN menjalankan tugas pengawasan terhadap upaya masuknya narkotika secara illegal di wilayah Indonesia, mereka dipanggil untuk melakukan penyegaran kembali. Penyegaran yang dilakukan meliputi materi teori dan praktek kepada para pawang anjing pelacak maupun kepada APN. Menurut Kepala Seksi Penindakan IV Kantor Pusat DJBC, Duki Rusnadi, tujuan dari penyegaran dan pelatihan ini ada beberapa hal, yaitu ; memonitor kinerja tim K-9 di daerah, evaluasi dan penyempurnaan sistem dan prosedur pelacakan, pertukaran informasi peta kerawanan daerah, dan evaluasi beban kerja dan kebutuhan unit k-9 di masing-masing daerah. Peserta yang mengikuti retraining ini berjumlah 15 orang, dengan sasaran yag hendak dicapai adalah pengembangan kapasitas dan kualitas unit K-9, standarisasi kapasitas dan kualitas unit K9 seluruh Indonesia, dan standarisasi manajemen operasional APN. Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, para trainer dikirim ke luar negeri seperti ke Jepang dan Australia untuk meningkatkan kemampuannya. “Dalam waktu dekat kami juga akan melakukan penyegaran para trainer bersama dengan AusDUKI RUSNADI. Kemampuan unit K-9 tralia Customs,” imbuh Duki. Dalam retraining ini medapat lebih dijaga atau ditingkatkan nurut Duki, komposisi pelatihkualitasnya dari tahun ke tahun.
SEBAGIAN PESERTA RETRAINING doghandler dan APN DJBC 2008 .
an yang diberikan adalah 20 persen teori dan 80 persen praktek. Untuk pelatihan di lapangan, peserta diterjunkan di bumi perkemahan Cibubur dan juga di Kantor Pengawasan dan Pelayanan (KPPBC) di Jakarta dan sekitarnya sebagai tempat praktek. Saat ini jumlah APN dan doghandler aktif ada sebanyak 40 pasang. APN yang dimiliki DJBC berasal dari Jerman, Belanda, Australia dengan jenis yang beragam seperti Malinois, German Shepperd, Golden Retriever dan Labrador. Jumlah APN yang aktif tersebut dirasakan masih jauh dari ideal untuk mem-back up kegiatan pengawasan narkoba dan precursor illegal. Karena itu untuk kedepan akan terus diupayakan penambahannya, namun disesuaikan dengan fasilitas yang tersedia di KPPBC. “Saat ini kebutuhan terbesar ada di Jakarta dan sekitarnya, karena meliputi pelabuhan Tanjung Priok, Bandara Halim Perdana Kusuma, serta Kantor Pos Pasar Baru,” imbuh Duki. Ketika ditanya apakah ada kemungkinan DJBC membiakkan sendiri anggota unit anjing pelacaknya, Duki menyatakan, mengenai rencana tersebut belum pernah ada, demikian juga dengan kajiannya, jadi pengadaannya masih dengan melakukan pembelian ke negara asal APN.
ORGANISASINYA PERLU DITINGKATKAN Salah seorang pelatih (trainer) senior APN yang merupakan angkatan pertama ketika DJBC pertama kali mendirikan unit anjing pelacak narkotika dan pawang anjing pelacak pada tahun 1981, menyatakan bahwa tujuan retraining ini adalah untuk membangkitkan motivasi, baik bagi doghandler maupun APN-nya. “Petugas doghandler harus telaten, tekun dan hati-hati. Jika anjingnya sudah jenuh maka secepatnya kita tarik untuk dilakukan retraining. Setelah retraining dijalankan selanjutnya APN dikembalikan ke unit tugasnya masing-masing. Lain halnya jika manajemen operasional APN di suatu wilayah tidak memadai atau tidak layak untuk APN maka tidak akan kita paksakan ditempatkan di sana melainkan kita tempatkan di unit anjing pelacak Kantor Pusat, karena nantinya akan merusak mental APN maupun doghandler-nya.” imbuh trainer tersebut. Di retraining ini terdapat materi baru, terkait dengan mulai maraknya penyelundupan ketamine, untuk itu jumlah yang diawasi yang sebelumnya ada sabu, ganja, morphin, kini ditambah jenis ketamine, demikian menurut trainer senior tadi yang juga instruktur X-ray dan instruktur Customs Narcotic Team. Anjing pelacak narkotika memiliki dua tipe yaitu agresif dan pasif, yang dibedakan berdasarkan reaksi dari APN tersebut. Tipe APN agresif menunjukkan reaksi dengan menggaruk-garuk barang yang diduga mengandung narkoba, sedangkan APN EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
23
PENGAWASAN
APN AGRESIF sedang melacak keberadaan barang yang diduga mengandung unsure narkoba.
Robert adalah menyegarkan kembali, baik kepada doghandler maupun APN-nya. Karena selama ini ada image bahwa doghandler yang bertugas hanya bekerja dengan APN-nya, dan memang kenyataannya anjing pelacak hanya memiliki kekuatan mendeteksi narkoba selama 4 jam sedangkan para doghandler memiliki jam kerja sampai 8 jam, berarti ada sisa waktu 4 jam yang mulai dimaksimalkan dengan melakukan pekerjaan selain membawa anjing pelacak, misalnya melakukan surveillance, analisa data dan sebagainya. Sementara itu Hotman Simorangkir, Asisten Instruktur APN yang bertugas di Bandara Polonia Medan, mengaku agak kesulitan terutama dalam hal mendapatkan contoh barang ketika akan me-refresh anjing pelacak. Menurutnya, di daerah jarang sekali melakukan training addict (training untuk barang narkotika), padahal prinsip dari APN adalah pengulangan dan pengulangan “Kalau tidak refresh nanti anjing jadi liar lagi. Makanya perlunya refreshment adalah mengenalkan kembali narkoba kepada APN,” ujar Hotman. Sementara itu Alfredo M Silalahi, doghandler pada KPPBC Tipe A3 Polonia Medan, mengaku senang mengikuti retraining ini. Mengingat ia bisa bertemu kembali dengan rekan-rekan satu angkatannya yang telah tersebar di beberapa KPPBC di Indonesia. Di kesempatan ini pula ia bisa bertukar pengalaman dengan rekan-rekannya selama menjalankan tugas, begitu juga untuk APN-nya menjadi terbentuk lagi motivasinya sehingga kembali semangat untuk bertugas. “Retraining ini jelas menunjang tugas saya sebagai doghandler dan manfaatnya jelas membuat APN semangat lagi bekerja. Pawang berperan sekali untuk mengendalikan APN. Jadi peran handler adalah bagaimana membuat anjing itu nyaman bekerja. Harapan kami retraining seperti ini bisa dilakukan setiap tahun untuk menunjang tugas kita di lapangan,” ujar Alfredo yang mengaku selama bertugas di Medan, kendala yang dihadapinya adalah suasana bandara yang semrawut dan ramai oleh hiruk pikuk orang. “Bisa dibilang Bandara Polonia semrawut, tanpa pass orang saja bisa masuk seenakALFREDO M. SILALAHI. Bisa bertukar nya, jadi terlalu banyak orang, dan memang pengalaman dengan rekan-rekannya kondisi di Polonia banyak orang sehingga selama menjalankan tugas, termasuk APN-nya menjadi terbentuk waktu untuk APN melakukan pemeriksaan sebentar sekali. Selain itu tingkat stres-nya lagi motivasinya sehingga kembali cukup tinggi buat APN,” tandas Alfredo. ris semangat untuk bertugas.
pasif akan menunjukkan reaksinya dengan duduk didekat obyek yang diduga mengandung narkoba. Respon ini disesuaikan dengan wilayah tugasnya, seperti untuk pelacakan di dalam terminal penumpang dan di pesawat digunakan tipe pasif agar tidak mengganggu atau membahayakan penumpang atau pesawat. Khusus untuk unit APN, instruktur senior ini mengharapkan agar kedudukan organisasinya bisa ditingkatkan lagi. Menurutnya, pada masa pembentukan unit APN tahun 1981, DJBC bersama Kepolisian sama-sama merintis, tetapi kini Kepolisian telah memiliki direktorat tersendiri atau setingkat eselon II. Sementara di DJBC unit APN-nya yang setingkat Kasubdit atau eselon III tetapi kini justru turun lagi menjadi unit selevel eselon IV. “Dulu tahun 1981 di Polres tidak ada tahanan narkotika, sekarang di Polsek pun sudah ada tahanan untuk pelanggar narkotika, karena itu saya berharap supaya unit APN menjadi kasubdit lagi, syukur-syukur bisa menjadi direktorat. Jangan sampai korban narkotika semakin banyak tetapi organisasi kita semakin turun,” ujarnya yang selama 20 tahun berkecimpung dengan masalah narkotika di KPPBC Soekarno-Hatta. Ia kembali menekankan kepada para doghandler, dengan adanya retraining ini diharapkan fisik dan mental yang notabene para junior bisa terus berkembang dan meningkat sehingga tidak mengandalkan yang senior saja, mereka bisa lebih baik lagi dan jangan sampai macet.
APN DAN DOGHANDLER, MITRA KERJA Kecintaan terhadap binatang, sehat jasmani dan rohani, tabah dan sabar menghadapi binatang terutama anjing pelacak dan bisa mempraktekkan kemampuan intelijen, merupakan persyaratan yang harus dimiliki seorang pawang, demikian menurut Robert Sipahutar, salah seorang trainer APN yang bertugas di KPPBC Ngurah Rai. “Dalam berlatih, para pawang dituntut untuk memiliki tingkat keseriusan yang tinggi mengingat nantinya pawang dan APN adalah mitra kerja, jadi manusianya yang harus memahami karakter masing-masing anjing pelacak, yang dipisahkan menjadi anjing agresif dan anjing pasif,” ujar Robert yang sudah setahun menjadi instruktur APN. Yang terpenting dari retraining ini, lanjut 24
WARTA BEA CUKAI
TRAINER SENIOR, Jangan sampai korban narkotika semakin banyak tetapi organisasi khusus APN Bea dan Cukai semakin turun.
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
PELATIHAN
PERPINDAHAN LINTAS BATAS LIMBAH B3 ILEGAL Masalah penyelundupan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) ke Indonesia saat ini perlu penanganan yang sangat serius. Banyak dalih yang digunakan negara lain untuk membuang limbahnya ke Indonesia. Untuk itu perlu pengetahuan yang cukup luas dari pegawai bea cukai tentang limbah B3 dan proses penyelesaiannya.
I
ndonesia sebagai negara kepulauan yang jumlahnya mencapai ribuan, terkadang menjadi tujuan pembuangan limbah B3 oleh negara lain. Perkembangan pembuangan limbah pun akhir-akhir ini sudah tidak lagi memakai cara-cara kuno seperti dibuang ke laut, untuk itu perlu kesiapan dan pengetahuan dari penegak hukum akan jenis-jenis limbah yang masuk ke Indonesia. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang bertugas mengawasi keluar masuknya barang-barang yang termasuk larangan dan pembatasan, menyadari bahwa pengetahuan para pegawai DJBC akan jenis-jenis limbah dan tatacara penyelesaiannya sangat diperlukan, karena pemasukan limbah saat ini sudah dilakukan dengan cara modern seperti dimasukan ke dalam kontainer. Untuk mendukung tantangan tugas yang semakin berat tersebut, belum lama ini DJBC bekerjasama dengan Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) dan Basel Convention Regional Centre for South-East Asia (BCRC), mengadakan pelatihan nasional perpindahan lintas batas limbah B3 ilegal untuk pegawai DJBC, yang berlangsung di gedung KLH Jakarta pada 22 hingga 24 Juli 2008. Pelatihan yang diikuti oleh 25 pegawai dari seluruh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) di Indonesia yang memiliki potensi masuknya limbah, dibuka oleh Pjs. Direktur Penindakan dan Penyidikan, Achmad Budiyanto dan Direktur BCRC, Aboejoewono. Dalam pemaparannya Aboejoewono menjelaskan, sedikitnya 8,5 juta ton limbah B3 bergerak atau pindah dari satu negara ke negara lain setiap tahunnya. “Perpindahan limbah B3 tersebut, dari satu sisi merupakan kegiatan perdagangan yang menguntungkan. Ini dikarenakan iming-iming keuntungan yang cukup besar dari negara maju kepada negara berkembang jika mau menerima limbah mereka. Ini dilakukan oleh negara maju karena mereka menyadari kalau pengolahan limbah di negara mereka sangat mahal dan lahan yang tersedia pun tidak ada, sementara di negara berkembang lahan untuk pembuangan limbah masih ada,” papar Aboejoewono.
Lebih lanjut Aboejoewono menjelaskan, dari sisi lainnya banyak negara yang mengeluhkan kalau mereka menerima pengiriman limbah tanpa perijinan dan tanpa kejelasan penanganan, sebagaimana laiknya secara ramah lingkungan. Pengiriman limbah tanpa ijin tersebut umumnya untuk merekayasa dan menghindar dari aturan-aturan yang disepakati, seperti dengan cara penyelundupan melalui pengapalan lintas batas, penyuapan, penipuan dan pemalsuan dokumen. Akibat kegiatan tersebut semua orang bisa terkena dampaknya, karena tanpa pengolahan dan pengelolaan yang tepat, limbah B3 berdampak pada kesehatan manusia dan lingkungan. Sementara itu menurut M. Ilham Malik, Asisten Deputi Urusan Administrasi Pengendalian Limbah B3 KLH, pelatihan limbah B3 untuk pegawai DJBC sangatlah penting karena sebagai penjaga pintu gerbang bangsa DJBC harus mampu mendeteksi jenis limbah yang masuk dan cara penanganannya. Selain itu, pengenalan jenis limbah yang jumlah dan jenisnya berbeda-beda tentunya harus dipahami oleh petugas bea cukai agar dapat mendeteksi secara dini jenis limbah yang masuk. “Untuk itu pada pelatihan kali ini juga dijelaskan mengenai prosedur penangan jenis limbah yang masuk agar petugas bea cukai paham akan jenis-jenis limbah, baik limbah yang diatur dalam konvensi basel maupun jenis limbah yang tidak diatur oleh konvensi basel. Selain itu kami harapkan pelatihan ini juga dapat berjalan secara kontinyu agar pemahaman limbah bagi petugas bea cukai dapat merata,” ujar Ilham. Masih menurut Ilham, pelatihan serupa akan diupayakan menjadi kegiatan rutin pada waktu yang akan datang, dengan menyempurnakan materi-materi pelatihan yang masukannya berasal dari pelatihan sebelumnya. Hal ini juga diamini oleh Direktur P2, Jusuf Indarto, menurutnya Indonesia yang kini menjadi salah satu negara tujuan pembuangan limbah, harus mempersiapkan diri dengan pengetahuan mengenai jenis-jenis limbah yang akan masuk. Karena, sampai saat ini sudah banyak kasus pemasukan limbah yang menyatakan aman namun pada kenyataannya limbah tersebut sangat tidak bermanfaat dan dapat merusak lingkungan. “Limbah itu kini sudah hampir sama denga narkoba, banyak dari negara-negara lain mencoba memasukannya ke Indonesia, untuk itu dengan pelatihan ini saya berharap petugas bea cukai mampu mendeteksi secara dini jenis limbah yang masuk dan cara penyelesaiannya,” kata Jusuf Indarto. Pelatihan yang berlangsung selama tiga hari ini sangat bermanfaat bagi petugas bea cukai. Materi yang diajarkan untuk menambah pengetahun peserta misalnya seperti masalah penyelundupan limbah B3 antar negara, peran petugas bea dan cukai dalam pelaksanaan konvensi basel, dan indikator resiko. Dalam pelatihan tersebut juga menghadirkan nara sumber yang berkompenten dibidangnya, sehingga pengetahuan peserta pelatihan semakin kaya akan jenisjenis limbah dan tatacara penanganannya. Pelatihan juga dilengkapi dengan kunjungan ke fasilitas pengelolaan limbah (receipt facility) di Cileungsi Bogor, dimana para peserta DOK. BCRC
FOTO BERSAMA. Direktur P2, Asisten Deputi KLH dan para peserta pelatihan.
PENGOLAHAN LIMBAH. Para peserta pelatihan saat meninjau langsung perusahaan pengolahan limbah di Cileungsi Bogor yang merupakan perusahaan pengelolaan limbah terbesar di Indonesia. EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
25
PENGAWASAN DATA TANGKAPAN LIMBAH B3 DJBC NO
TANGGAL
PELABUHAN
JENIS BARANG
NEGARA ASAL
MODUS
1
29 Juli 2004
Batam
Limbah B3 Jenis Material
Singapura Organic Waste
Diberitahukan sebagai Pupuk
2
23 Februari 2005
Tanjung Priok
Limbah B3 jenis Mix Waste
Inggris (United Kingdom)
Diberitahukan sebagai Waste Paper (Limbah yang diperbolehkan impor)
3
14 Maret 2005
Tanjung Priok
Limbah B3 Berupa Sampah Domestik (Domestic/Municipal Waste) berupa plastik, kertas, kain bekas
Belanda
Diberitahukan sebagai Waste Paper Unsorted & Mix Paper (Limbah yang diperbolehkan impor)
4
18 Maret 2005
Tanjung Priok
Limbah B3 jenis Limbah Campuran Plastic, Kayu, Logam
Amerika (USA)
Diberitahukan sebagai Waste Paper (Limbah yang diperbolehkan impor)
5
29 Maret 2005
Tanjung Priok
Limbah B3 jenis Limbah Campuran Plastic, Kayu, Logam
Amerika (USA)
Diberitahukan sebagai Waste Paper (Limbah yang diperbolehkan impor)
6
01 Januari 2007
Selat Panjang
Limbah B3 jenis Limbah Elektronik berupa Monitor Komputer Bekas, CPU Bekas, Laptop Bekas, Proyektor Bekas, dan Spare Part Bekas
Singapura
Penyelundupan Impor
7
23 Nopember 2007
Tanjung Priok
Limbah B3 berupa Kondom Bekas & Waste Lateks
Jerman
Diberitahukan sebagai New Latex Scrap
8
28 Januari 2008
Tanjung Perak
Limbah B3 berupa Aki Bekas
Amerika (USA)
Diberitahukan sebagai Refined Lead
9
04 Februari 2008
Tanjung Perak
Limbah B3 berupa Aki Bekas
Uni Emirat Arab
Diberitahukan sebagai Refined Lead, Lead Ores
10
11 Mei 2008
Tanjung Balai Karimun
Limbah B3 berupa Aki Bekas
Singapura
Penyelundupan Impor
dapat melihat secara langsung proses pengelolaan limbah shield oil eks kapal asing dan jenis-jenis limbah apa saja yang dapat diolah atau dimanfaatkan kembali. Kunjungan juga dilakukan ke pelabuhan Tanjung Priok, dimana diperlihatkan unit penanganan limbah yang berada di bawah Pelindo. Dalam kunjungan ke Tanjung Priok tersebut, para peserta mendapatkan pengetahuan baru, dimana selama ini proses penanganan limbah khususnya HERI PURWANTO. Saat ini alat limbah oli dari kapal asing yang pendeteksi limbah belum ada, untuk itu masuk ke Indonesia, pengaperlu pengalaman dan pengetahuan wasannya belum berjalan yang luas tentang limbah. dengan baik. Padahal, jumlah yang mereka buang ke Indonesia cukup besar. Berdasarkan informasi, selama ini kapal-kapal asing yang masuk “membuang” limbah olinya di Indonesia minimal 5 ton dan maksimal 100 ton. Hasil buangan limbah tersebut selanjutnya ditampung oleh perusahaan-perusahaan swasta Indonesia yang kemudian diolah kembali menjadi barang yang tidak diketahui. Kegiatan pengumpulan oli-oli bekas kapal tersebut sudah berlangsung cukup lama, dan pengawasan yang dilakukan DJBC belum berjalan dengan baik. Terkait dengan minimnya pengawasan yang dilakukan DJBC, hal ini juga karena rezim pengaturan yang berbeda dan kontradiktif antara pengaturan basel convention yang dilaksanakan oleh KLH dengan pengertian moupel convention yang dijalankan oleh Dephub. Sehingga, koordinasi yang baik antara KLH, Departemen Perhubungan, dan Adpel, khususnya dalam hal perijinan belum berjalan dengan baik. Hal inilah yang menyebabkan masih adanya kesimpangsiuran perijinan, sehingga upaya pengawasan yang dilakukan DJBC tidak dapat dilakukan secara maksimal. Dari unit penanganan limbah di pelabuhan Tanjung Priok, kunjungan kemudian diakhiri dengan melihat hasil tegahan limbah kondom asal Jerman yang diberitahukan sebagai new latex scrap, yang kini dalam proses reekspor. Keberhasilan pemerintah Indonesia melakukan penekanan kepada pemerintah Jerman untuk bersedia menerima 26
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
kembali limbah kondom bekasnya, berawal dari diangkatnya isu limbah kondom bekas tersebut sebagai isu internasional pada konvensi basel di Denpasar belum lama ini. Terkait dengan materi pelatihan dan kunjungan ke perusahan pengolahan limbah, juga ke Tanjung Priok, menurut salah satu peserta pelatihan, Heri Purwanto, analis P2 Kantor Pelayanan Utama (KPU) Tanjung Priok, pelatihan ini sangat penting untuk petugas bea cukai, karena dengan pelatihan ini dapat mendeteksi apakah barang yang masuk tersebut limbah atau bukan. Karena selama ini belum ada alat yang mendeteksi apakah barang yang dikirim berupa limbah atau bukan. “Kami sangat terbantu sekali dengan adanya pelatihan limbah B3 ini, namun kami melihat pelatihan yang berlangsung selama tiga hari tersebut masih berkutat seputar prosedur saja, sementara untuk pengenalan jenis-jenis limbah masih sangat sedikit sekali. Untuk itu, kedepan pelatihan harus dititikberatkan ke lapangan jangan hanya prosedur, selain itu data-data yang dimiliki oleh KLH juga disampaikan ke kami agar kami dapat memahaminya dengan baik,” ungkap Heri. Sementara menurut Adang, Widyaswara Pusdiklat Bea Cukai, yang turut serta dalam pelatihan limbah B3 ini, untuk pegawai bea cukai pelatihan ini sangat penting karena dapat mengerti jenis-jenis limbah dan tatacara penyelesaiannya. Namun, untuk tatacara penyelesaian kasus limbah dan FOTO-FOTO WBC/ATS persyaratan-persyaratan limbah, belum banyak disentuh pada diklat ini. “Mungkin kalau jenis-jenis limbah lebih detail dijelaskan termasuk klasifikasi barang dan kode HS-nya, maka pelatihan akan semakin menarik. Kami berharap ada materi khusus dalam diklat tersebut yang membahas jenis limbah yang sering masuk ke Indonesia dan bagaimana tatacara penyelesaiannya,” harap Adang. Masih menurut Adang, untuk Pusdiklat pelatihan ini sangat bermanfaat karena baADANG. Untuk materi perlu ada satu nyak materi-materi yang dapat sesi khusus tentang klasifikasi dijadikan bahan kajian. adi barang dan HS-nya.
FOTO-FOTO WBC/ATS
PELATIHAN DILAKSANAKAN selama lima hari dimulai dengan kegiatan teori dari tanggal 21-23 Juli 2008, meliputi enam materi.
Narcotics Intelligence Operations Workshop
DJBC-CNB
Pelatihan sumber daya manusia yang menitikberatkan pada peningkatan kemampuan surveillance dan operasi intelijen hasil kerjasama antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dengan Central Narcotic Bureau (CNB) yang berkedudukan di Singapura, baru-baru ini diselenggarakan. Pelatihan dengan nama Narcotics Intelligence Operations Workshop ini diadakan pada 21-25 Juli 2008 di Aula Loka Muda, Kantor Pusat DJBC.
K
egiatan workshop ini merupakan bentuk kepedulian diantara kedua belah pihak, DJBC maupun CNB dalam menghadapi tantangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika dan precursor di Indonesia yang semakin meningkat. Acara yang dibuka oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Anwar Suprijadi pada pukul 08.00 diikuti oleh 25 peserta yang merupakan pegawai yang berasal dari 11 kantor, baik dari Kantor Pusat, Kantor Wilayah maupun Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai. Para peserta dipilih dari anggota Customs Narcotic Team (CNT) yang telah berhasil melakukan penegahan narkoba periode 2008 serta yang memiliki kompetensi di bidang surveilence dan operasi intelijen. Ketika menyampaikan sambutannya dalam pembukaan workshop tersebut, Anwar Suprijadi menyampaikan program khususnya untuk bidang Penindakan dan Penyidikan (P2) di bidang pemberantasan peredaran gelap narkotika. Ia menjelaskan, dalam kurun waktu enam bulan terakhir, pihaknya telah menjalankan konsep dan melaksanakan program penting dengan membentuk suatu satuan tugas yang dinamakan CNT. CNT, lanjut Anwar, dalam menjalankan tugasnya berdasarkan peraturan anti narkotika dengan standar internasional. Petugas bea cukai dalam hal ini telah melakukan beberapa penegahan penyalahgunaan obat terlarang dan menjalankan tugas sebagai
penjuru dari Airport Interdiction sama halnya Seaport Interdiction dengan cara seperti peme-riksaan pabean, pengamatan, analisis dan metode investigasi lainnya.Dengan demikian jalur narkotika, terutama yang berasal dari China, Taiwan, Hongkong, Thailand dan Malaysia secara serius dapat ditekan. “Sebagai aparat penegak hukum, kami berada di garis depan bersama pemerintah dalam upaya memerangi peredaran narkotika. Institusi kami sangat menyambut baik hubungan yang baik ini dengan Singapura Customs (CNB ), dalam hal pertukaran informasi dan penyediaan bantuan berupa kerjasama yang ada saat ini,” imbuh Anwar. Diakhir sambutannya Anwar menekankan, tindakan untuk melawan masuknya narkoba hanya bisa dilaksanakan dengan adanya kerjasama dan hubungan baik antara instansi di Indonesia. Selaku Dirjen Bea dan Cukai Anwar berharap pelatihan ini dapat membantu petugas Bea dan Cukai Indonesia untuk menjadi lebih baik dalam memahami elemen yang baik dalam bidang kerjasama antara instansi untuk menghasilkan kontrol yang efektif.
MATERI PELATIHAN Maksud dan tujuan diselenggarakannya workshop adalah untuk meningkatkan kerjasama antara dua institusi dalam menangani masalah peredaran gelap narkoba dengan menciptakan SDM yang berkualitas, peduli dan mempunyai rasa tanggung jawab terhadap upaya pencegahan penyelundupan narkotika, psikotropika dan precursor. Sementara, manfaat yang diperoleh dari pelatihan bagi peserta
PENYEMATAN TANDA PESERTA PELATIHAN, sebagai tanda dimulainya Narcotics Intelligence Operations Workshop DJBC-CNB. EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
27
PENGAWASAN adalah meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam teknik surveillance, source handling (penanganan informasi) maupun teknik perencanaan operasi. Selain itu yang diajarkan hal-hal yang berkaitan dengan narkotika terutama pengetahuan dan keterampilan menangani informan dan bagaimana teknik interview yang baik. Keseluruhan pelatihan dilaksanakan selama lima hari dimulai dengan kegiatan teori dari tanggal 21-23 Juli 2008, meliputi enam materi yaitu intelligence cycle, information and source handling, interview techniques, surveillance technique, surveillance practical dan operational intelligence. Dengan pengajar terdiri dari enam orang personil CNB Singapura yaitu, Mr Khrishnan Suppiah (Deputy Head Intel II), Mr Mohd Hamzah Md Yusop (Deputy Head Intel II), Mr. Saherly Limat (OC Intel Projects), Mr Wong Chong Yeo, Mark (OC Training) serta Mr Kamarudin Wanjor (Surveillance Trainer). Setelah menerima materi teori, peserta melanjutkan pelatihan dengan kegiatan praktek dari tanggal 23-24 Juli 2008 meliputi praktek teknik perencanaan operasi, pengintaian target operasi, penanganan informasi (informan) dan penindakan dengan teknik pelaksanaan dimulai dari Bandara Soekarno-Hatta dilanjutkan di sekitar Arion Mall dan berakhir di sekitar Kantor Pusat DJBC. Setelah materi teori dan praktek telah lengkap diberikan, pelatihan ditutup pada 25 Juli 2008. Acara ditutup secara resmi oleh Direktur P2 DJBC, Jusuf Indarto. Direktur P2 dalam sambutan penutupan workshop menyatakan tugas untuk menegah masuknya narkoba ke Indonesia kini sudah menjadi tugas utama dan menjadi agenda dari berbagai institusi dalam berbagai program kerja.
Keberadaan petugas bea cukai saat ini dalam pelatihan adalah dalam rangka melaksanakan tugas dengan metode yang berkaitan dengan bagaimana cara untuk melakukan investigasi dalam hal perdagangan narkoba. “Saya yakin dari berbagai materi yang diperoleh, para peserta dapat melaksanakannya dalam tugas sehari-hari dan bisa memberi nilai tambah bagi para peserta,” ujar Jusuf Indarto. Berbagai kerjasama, baik pertukaran informasi dan juga pengalaman diharapkan mampu dijalankan melalui berbagai program yang nantinya dapat membantu DJBC untuk mencapai tujuan, yaitu menekan peredaran narkoba secara maksimal. Pertukaran pengetahuan ini, lanjut Jusuf Indarto, merupakan kesempatan bagi kedua belah pihak untuk mendapat kesempatan meningkatkan kemampuan dan manfaat dimasa yang akan datang. “Dukungan yang diperoleh seperti melalui pelatihan saat ini merupakan upaya kami untuk menjadikan negara kami sebagai negara yang aman dan juga nyaman untuk dikunjungi. Saya berharap kerjasama yang ada saat ini melalui berbagai program dapat membantu kami untuk menjalankan tujuan yang sama untuk mencapai efektifitas dalam menekan peredaran narkoba,” ujar Jusuf Indarto mengenai kerjasama antara DJBC dengan CNB. Diakhir sambutannya Jusuf Indarto menyampaikan terima kasih atas kesuksesan CNB yang telah melakukan workshop dan juga para peserta pelatihan yang telah mengikuti pelatihan. Termasuk ucapan terimakasih kepada para pengajar yang telah menyampaikan materi pelatihan kepada petugas bea cukai berkaitan dengan peraturan anti narkotika dan pelaksanaannya. ris FOTO-FOTO WBC/ATS
PERHIASAN TEGAHAN. Dimasukkan oleh penumpang dari Hongkong tanpa memberitahukannya dalam formulir pemberitahuan pabean.
PERHIASAN
DITEGAH PETUGAS BEA CUKAI BANDARA SOEKARNO-HATTA Perhiasan sebanyak 77 buah dengan berbagai macam bentuk yang masuk secara ilegal ditegah oleh petugas Bea dan Cukai Bandara Soekarno Hatta untuk pengamanan terhadap persepsi penerimaan negara.
P
etugas Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta pada 26 Juli 2008 berhasil menegah sejumlah perhiasan yang dibawa seorang penumpang dari Hongkong menuju Indonesia. IJ, penumpang yang membawa 77 periasan tersebut arget petugas Bea dan Cukai berdasarkan analisa profil penumpang maupun juga pengecekan melalui X-ray. Dari hasil pengecekan terhadap tas yang dibawa IJ baik yang disimpan di bagasi maupun tas bawaannya ternyata tersimpan perhiasan mewah yang nilainya diperkirakan lebih dari Rp. 1 Milyar. Kepala Seksi Pencegahan dan Penindakan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Soekarno-Hatta, Eko Dharmanto pada press release yang dilaksanakan di KPBBC Soekar-
28
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
EKO DHARMANTO. Pelaku tidak memberitahukan perhiasan terebut dalam formulir pemberitahuan pabean untuk menghindari kewajiban membayar pajak Bea Masuk dan pungutan lainnya
no-Hatta pada 28 Juli 2008 mengatakan, petugas menahan IJ karena tidak memberitahukan perhiasan yang dibawanya itu pada formulir pemberitahuan pabean atau customs declaration yang sudah menjadi prosedur standar internasional. Tidak melakukan pengisian pemberitahuan pabean terhadap barang yang dibawanya adalah modus yang digunakan IJ agar terhindar dari kewajiban membayar Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) maupun juga pungutan lainnya. Hingga berita ini diturunkan, IJ masih ditahan oleh petugas Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta untuk proses penyelidikan lebih lanjut. Eko juga mengatakan, dari hasil pemeriksaan petugas diperoleh keterangan bahwa seluruh perhiasan tersebut adalah titipan dari beberapa orang yang dibawa IJ dari Hongkong. Sedangkan motif apakah perhiasan tersebut akan digunakan sendiri atau akan dijual kembali, pihak KPPBC Soekarno Hatta masih melakukan proses penyelidikan menyeluruh terhadap kasus tersebut. Untuk menentukan jumlah kewajiban yang seharusnya dibayar IJ, maka perhiasan-perhiasan tadi akan dicocokan dengan nilai pabeannya, sehingga dapat ditentukan jumlah nilai perolehan sebenarnya dari barang-barang tadi sebagai dasar untuk pembebanan terhadap Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor lainnya (PDRI). Selama proses penyelidikan ke-77 perhiasan tersebut diamankan petugas terutama untuk pengamanan terhadap persepsi atau penerimaan negara. Kasus penyelundupan perhiasan ini adalah adalah kasus kedua yang berhasil diungkap oleh petugas Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta selama tahun 2008 ini. zap
SEPUTAR BEACUKAI
JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani memimpin upacara bendera Hari Proklamasi Kemerdekaan RI ke-63 pada 17 Agustus 2008 di Departemen Keuangan Lapangan Banteng Jakarta Pusat. Pelaksanaan upacara tahun ini kembali dikoordinir oleh petugas dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diantaranya dalam pembacaan naskah Proklamasi, pembacaan naskah Pancasila, serta sebagai komandan upacara yaitu Kepala Bagian Keuangan DJBC, Untung Basuki. Upacara yang dimeriahkan pula dengan penampilan Marching Band Bina Caraka Bea dan Cukai, dihadiri pejabat eselon I, II, III dan IV dilingkungan Departemen Keuangan. Pelaksanaan upacara yang dimulai pada pukul 08.00 WIB, berlangsung secara khidmat dan berakhir pada pukul 09.30 WIB.
JAKARTA. Bertempat di aula Juanda gedung Departemen Keuangan (Depkeu) pada 12 Agustus 2008 berlangsung pelantikan pejabat eselon I dilingkungan Depkeu. Pelantikan didasarkan pada Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83/M, tahun 2008 yang menyatakan melantik Hekinus Manao sebagai Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan, Permana Agung sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Hubungan Ekonomi Keuangan Internasional, dan Agus Suprijanto sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Penerimaan Negara. Acara pelantikan dipimpin langsung Menteri Keuangan Sri Mulyani dan dihadiri seluruh pejabat I dan II dilingkungan Depkeu (gambar kiri). Tampak Sri Mulyani memberi ucapan selamat kepada Permana Agung serta kepada kedua pejabat yang baru dilantik (gambar kanan).
JAKARTA. Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan RI ke-63 menyelenggarakan pertandingan persahabatan voli antara tim DJBC melawan tim Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pertandingan persahabatan yang diselenggarakan di KP-DJBC pada 8 Agustus 2008 ini memepertandingkan tim pejabat eksekutif, tim putri dan tim putra (Tampak foto bersama tim putra DJBC dan DJP - foto kanan). Pertandingan diawali tim pejabat eksekutif DJBC dipimpin Anwar Suprijadi melawan tim eksekutif DJP yang dipimpin Darmin Nasution (foto kiri). Dalam pertandingan ini Tim DJP juga diperkuat oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Anggito Abimanyu. Pertandingan tersebut dimenangkan oleh tim pejabat eksekutif DJBC dengan skor set pertama 25 : 20 dan set kedua 25 : 21. Acara dilanjutkan dengan pertandingan putri dengan hasil akhir seri, dan tim putra yang dimenangkan tim DJP. Dirjen Pajak Darmin Nasution ketika diwawancarai usai pertandingan mengatakan, melalui pertandingan ini diharapkan hubungan antara DJBC dan DJP menjadi lebih erat lagi. Bahkan bila memungkinkan pertandingan persahabatan ini selain dibuat secara berkala juga bisa meluas ke wilayah-wilayah dilingkungan Depkeu. Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi mengatakan ide pertandingan ini yang datangnya dari teman-teman Bea dan Cukai memang bertujuan untuk mempererat tali persaudaraan.
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
29
SEPUTAR BEACUKAI
s
s
JAKARTA. Tim BKF yang dipimpin Anggito Abimanyu menghadiri pertandingan final voli antara tim Direktorat P2 melawan Kanwil DJBC Jakarta pada 1 Agustus 2008 dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan RI Ke-63. Pada gambar kanan pertandingan final Dit. P2 melawan tim Kanwil DJBC Jakarta yang dimenangkan oleh tim Dit. P2. Sedangkan pada gambar kiri, foto bersama Anggito Abimanyu (kostum putih) dengan pejabat eselon II dan III DJBC beserta tim yang akan bertanding. JAKARTA. Poliklinik DJBC bekerjasama dengan Kopesat DJBC dam Kimia Farma dalam rangka Hari Koperasi ke-61 menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan menyeluruh (medical check up) di poliklinik DJBC Bojana Tirta Rawamangun pada 11 Juli 2008. Para pegawai yang ikut dalam pemeriksaan tersebut tercatat sebanyak 37 orang, yang melakukan pemeriksaan paru-paru, mata, gigi, jantung dan lain-lainnya Tampak pada gambar suasana para pegawai sedang diperiksa oleh tim medis poliklinik KP-DJBC. JAKARTA. Dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan RI ke63, pada 8 Agustus 2008 di Auditorium gedung B, tim bulutangkis Direktorat Fasilitas bertanding di final melawan tim Kanwil DJBC Jakarta. Tampak pada gambar kedua tim melakukan foto bersama sebelum bertanding. Pertandingan tersebut dimenangkan Kanwil DJBC Jakarta dengan skor 2 : 1.
t
JAKARTA. Jumat pagi pada 31 Juli 2008 usai melakukan senam kesegaran jasmani, dilaksanakan pertandingan final bola basket antara tim Direktorat IKC melawan tim Sekretariat KP-DJBC. Tampak pada gambar, sebelum bertanding kedua tim foto bersama, dengan tim Dit. IKC memakai kostum hitam dan tim Sekretariat memakai kostum abu-abu. Pertandingan yang diselenggarakan dihalaman parkir belakang gedung utama dalam rangka memperingati hari Kemerdekaan RI ke-63 ini dimenangkan tim Sekretariat. Kiriman Direktorat IKC
JAKARTA. Kantor Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai Tanjung Priok menyelenggarakan serangkaian acara kegiatan olahraga yakni pertandingan voli, tenis meja, bulu tangkis, dan sepak bola, dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan RI ke-63. Pertandingan yang diselenggarakan dilapangan olahraga kantor, dibuka pada 18 Juli 2008 oleh Kepala Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai Tanjung Priok M. Nadjib ditandai dengan pelepasan serangkaian balon udara. Tampak pada gambar kiri Kepala Pangsarop melakukan pemukulan bola pertama dalam pertanding bola voli, dan gambar kanan, empat tim yang akan bertanding yakni tim pegawai Kantor Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai Tanjung Priok, tim armada Kapal Patroli Speed boat, tim Kapal Patroli BC 8004 dan BC 9006 foto bersama dengan Kepala Pangsarop dan pejabat eselon IV.
30
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
JAKARTA. Pada 25 Juli 2008 di Aula Loka Muda, Direktur P2 Jusuf Indarto menutup acara pelatihan Narcotics Intelligence Operator Workshop yang diselenggarakan selama lima hari, kerjasama Central Narcotic Bureau (CNB) Singapura dengan DJBC. Dalam acara penutupan tersebut dilakukan penyerahan sertifikat Best Participant oleh Kepala Operasi CNB Mr Khrishnan Suppiah kepada Khoirul Hadziq (Kanwil DJBC Jakarta) seperti tampak pada gambar kiri. Selain itu dalam kesempatan yang sama juga dilakukan penyerahan cindera mata DJBC yang diserahkan Direktur P2 Jusuf Indarto kepada enam orang personil CNB Singapura. Malam harinya di Jimbaran Ancol diselenggarakan acara ramah tamah yang dihadiri seluruh personil CNB dan para peserta training. Tampak foto bersama dalam acara tersebut (kanan).
JAKARTA. Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai Tanjung Priok dalam puncak acara kegiatan olah raga dalam rangka Hari Kemerdekaan RI ke-63 menyelenggarakan acara hiburan yakni tarik tambang, balap karung, terong bola, balap kelereng, joget duduk dan joget balon. Acara hiburan yang diselenggarakan pada 14 Agustus 2008 diisi dengan penyerahan piala kepada tim patroli BC 8004 yang menjadi juara umum dengan menjuarai pertandingan voli, badminton dan sepakbola. Selain itu dalam acara yang sama juga dilakukan penyerahan cindera mata kepada empat pegawai yang berpindah tugas yakni Afif Supriatin, Hendra Maulana, Dini Hardi (pindah ke KPU Tanjung Priok sebagai operator Gamma Ray) dan Hendri Gunawan (pindah ke KPPBC Surabaya juga sebagai operator Gamma Ray). Tampak pada gambar kiri, tim – tim yang telah menerima piala foto bersama dengan Kepala Pangsarops dan pejabat eselon IV, dan pada gambar kanan, M. Nadjib menyerahan cindera mata kepada empat pegawai yang berpindah tugas ketempat baru. Kiriman Kantor Pangkalan Sarana Operasi Tanjung Priok
MALANG. BAPOR Kanwil DJBC Jatim II dalam rangka memperingati HUT Proklamasi RI ke-63 menyelenggarakan beberapa cabang olahraga/ pertandingan diantaranya pertandingan tenis meja, bulutangkis, permainan kartu domino, catur dan voli. Pertandingan tersebut diikuti para pejabat dan pegawai Kanwil DJBC Jatim II dan KPPBC Madya Malang. Tampak pada gambar kiri, Kakanwil Jatim II Malang CF Sidjabat (no 2 dari kanan) ikut ambil bagian dalam pertandingan domino, sedangkan gambar kanan, Kabid P2 Kanwil Jatim II M Aflah Farobi (baju safari) sedang berkonsentrasi dalam pertandingan catur. Kiriman Agung Nugroho, KWBC Jatim II
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
31
SEPUTAR BEACUKAI
PALU. Pada 1 Juni 2008 Kantor Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai Pantoloan mengadakan tes tertulis assessment untuk KPPBC Utama. Sebelumnya tes di selenggarakan di Kanwil Makassar, namun karena banyaknya peminat dari kantor Pangsarops yang berjumlah hampir 40-an pegawai, maka test diadakan di Kantor Pangsarops Pantoloan. Tampak dalam gambar kiri panitia test dari UI (Universitas Indonesia) didampingi Kepala Pangkalan Nasaruddin serta Kepala Seksi Nautika, sedangkan pada gambar kanan, para pegawai yang sedang mengisi lembar jawaban. Kiriman Trilabali, Kantor Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai Pantoloan (foto Trilabali)
PALU. Pada 4 Juni 2008 Kepala Kanwil DJBC Makassar Teguh Indrayana melakukan kunjungan kerja ke Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai Pantoloan bersama Kabid P2 Kanwil DJBC Makassar beserta Kepala Seksi Penindakan, dan Kepala Seksi Penyidikan DJBC Makassar. Tampak pada gambar kiri, Kakanwil yang didampingi Kepala Pangsarops dan Kabid P2 DJBC Makassar memberikan pengarahan (briefing) kepada para pegawai. Setelah melakukan briefing Kakanwil juga menyempatkan diri melihat-lihat beberapa armada kapal patroli yang ada di Pangkalan Sarana Opersi Bea Cukai Pantoloan saat ini. Sedangkan gambar kanan, para pegawai Pangsarops BC Pantoloan berfoto bersama Kakanwil, Kabid P2, dan Kepala Seksi DJBC Makassar. Kiriman Trilabali, Kantor Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai Pantoloan (foto Trilabali)
PALU. Pada 27 Juli 2008 Kantor Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai Tipe B Pantoloan melaksanakan acara malam pelepasan Kepala Kantor Pangsarops Bea dan Cukai Pantoloan Nasaruddin. Tampak dalam gambar kiri, pemberian tanda mata dari pegawai yang diwakili oleh RM Agus Ekawijaya selaku Kepala Seksi Nautika kepada Nasaruddin yang akan berpindah tugas ke KPPBC Makassar. Dalam acara tersebut para Kepala Seksi dan para pegawai menyempatkan diri berfoto bersama-sama dengan Nasaruddin beserta ibu sebagai kenang-kenangan seperti tampak pada gambar kanan. Kiriman Trilabali, Kantor Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai Pantoloan (foto Trilabali)
KUDUS. Terhitung mulai 1 Agustus 2008, KPPBC Tipe A3 Kudus resmi memberlakukan uji coba menjadi KPPBC Tipe Madya Cukai Kudus. Bertempat di Aula KPPBC Kudus, Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai Jateng dan DIY, Ismartono, meresmikan uji coba tersebut. Tampak pada gambar, Kakanwil Jateng dan DIY, Ismartono, sedang memberikan potongan tumpeng kepada Kepala KPPBC Kudus, B. Wijayanta BM. Pada kesempatan tersebut, Kakanwil juga melakukan inspeksi ke unit pelayanan KPPBC dan melakukan dialog dengan pegawai dan perwakilan market forces. Dijadwalkan pada awal Oktober 2008, KPPBC Tipe A3 Kudus resmi menjadi KPPBC Tipe Madya Cukai Kudus. Pengirim Darmawan Sigit Pranoto, KPPBC Kudus.
32
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
SEMARANG. Dalam rangka mewujudkan Good Governance, Kantor Wilayah DJBC Jawa Tengah dan DIY mengadakan Rapat Kerja Wilayah yang berlangsung 10 - 11 Juli 2008 dengan tema “ Melalui Transformasi Sikap dan Perilaku Kita Bangun Citra Bea dan Cukai Menuju Good Governance. Acara Rakerwil yang diselenggarakan di ruang Rapat Kanwil DJBC Jawa Tengah dan DIY, Jl. Coaster 1-3 Tanjung Mas – Semarang dipimpin langsung oleh Kepala Kanwil DJBC Jawa Tengah dan DIY, Ismartono dan dihadiri para Pejabat Eselon III dan IV serta para pegawai KPPBC di lingkungan Kanwil DJBC Jawa Tengah dan DIY. Dalam rapat tersebut Kepala Kanwil mengajak para peserta Rakerwil untuk merubah sikap dan mental kearah yang lebih baik, guna mendukung reformasi birokrasi Departermen Keuangan untuk mewujudkan Good Governance. Tampak pada gambar kiri, foto bersama peserta rakerwil, sedangkan gambar kanan, Kepala Kanwil, Ismartono didampingi Kabid Fasilitas Zulkarnain, memberikan sambutan sekaligus membuka acara rapat kerja wilayah. Pengirim Untung SL - Kanwil DJBC Jawa Tengah dan DIY
JAKARTA. Direktur Audit Thomas Sugijata memimpin Apel pagi Kantor Pusat DJBC yang rutin dilaksanakan tiap pertengahan bulan (gambar kiri). Apel yang biasanya dilakukan tiap tanggal 17 tersebut, kali ini dilaksanakan pada 15 Agustus 2008. Dalam Apel tersebut dilakukan pemberian piala kepada para juara I dalam pertandingan voli, basket, bulutangkis dan sepakbola dalam rangka memperingati hari kemerdekaan RI ke-63 (gambar kanan). Tahun ini, juara I voli dipegang tim Dit. P2, basket dipegang tim Sekretariat, bulutangkis dipegang oleh tim Kanwil DJBC Jakarta, dan Sepakbola dipegang oleh tim Dit. P2.
JAKARTA. Dalam rangka memperingati Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW panitia Masjid Baitut Taqwa (MBT) KP-DJBC menyelenggarakan ceramah motivasi dengan tema Mencari Mutiara Hikmah Perjalanan Isra’Mi’raj, yang diadakan pada 13 Agustus 2008 dengan mengambil tempat di Auditorium Utama KP-DJBC. Hadir dalam acara tersebut Direktur PPKC Hanafi Usman yang mewakili Dirjen membuka acara, Direktur Fasilitas Kusdirman dan Kepala Kanwil DJBC Jakarta Heru Santoso. Usai membuka acara Hanafi Usman melakukan pemotongan pita dalam rangka pembukaan perpustakaan masjid dan toko MBT. Acara ceramah motivasi ini dibawakan oleh Jammil Azzaini dari Inspirator Suksesmulia dari Kubik Training dan Consultacy, dengan dihadiri oleh para pejabat eselon III dan IV serta para pegawai DJBC. Selain itu acara di meriahkan pula dengan penampilan Nasyid D’ Customs (Mahasiswa Prodip III Bea dan Cukai)
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
33
SEPUTAR BEACUKAI
CENGKARENG. Tanggal 5 Agustus 2008, KPPBC Soekarno Hatta menerima kunjungan dua penyidik dari Hong Kong Customs Drug Investigation Bureau untuk saling bertukar informasi tegahan narkoba yang dilakukan di KPPBC SH. Pertemuan ini juga dijadikan sebagai ajang saling tukar informasi tentang trend modus dan alur perdagangan narkoba internasional. Tampak pada gambar dari kiri kekanan, Mr. Chan, Kasi P2 Eko Darmanto, Kepala KPPBC SH Rahmat Subagio, Mr Philip Chan, dan Decy Arifinscah (perwakilan DJBC di Hongkong). Kiriman KPPBC Soekarno-Hatta
BALIKPAPAN. Pada 31 Juli 2008 bertempat di ruang kerja Kepala Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Timur dilakukan penandatanganan berkas serah terima jabatan Pejabat Eselon III di lingkungan Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Timur antara pejabat yang lama dengan pejabat yang menggantikan, yang kemudian dilanjutkan acara ramah tamah atau pisah sambut bersama seluruh pegawai Bea dan Cukai di lingkungan Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Timur di Aula Kanwil. Tampak dalam gambar foto bersama dari kiri : Lupi Hartono (Pj. Kasubdit Perencanaan Audit); Sunarto (KBU Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Timur); Ambang Priyonggo (Pj. Kabid P2 Kanwil DJBC Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta); Kepala Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Timur, Nasir Adenan; Imron (Kabid P2 Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Timur) dan Djanurindro Wibowo (Kepala KPPBC Tipe A4 Bontang). MuQsith Hamidi, Balikpapan
BALIKPAPAN. Agenda Rapat Kerja (Raker) Kantor Wilayah DJBC Kalimantan Bagian Timur yang diselenggarakan pada tanggal 7 - 8 Agustus 2008 di Aula Kantor Wilayah DJBC Kalimantan Bagian Timur berlangsung sukses dan lancar dengan dipimpin langsung oleh Kepala Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Timur, Nasir Adenan. Tampak pada gambar, foto bersama seluruh peserta seusai Raker dilaksanakan. MuQsith Hamidi, Balikpapan
JAKARTA. Bapor KP-DJBC menyelenggarakan pertandingan final sepakbola kesebelasan Direktorat P2 melawan kesebelasan Direktorat Fasilitas dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan RI ke-63. Pertandingan final dengan waktu 2 x 40 menit ini cukup seru dengan hasil imbang 1 : 1. Setelah diadakan perpanjangan waktu skor namun tetap imbang maka dilakukan adu pinalti yang juga menghasilkan angka imbang 5 : 5. Oleh wasit diadakan tambahan tendangan yang akhirnya dimenangkan oleh Direktorat P2 dengan skor keseluruhan 7 : 6. Tampak pada gambar foto bersama kedua kesebelasan, kesebelasan Dit. P2 berkostum putih merah dan Dit. Fasilitas berkostum merah.
LHOKSEUMAWE. Dalam rangka peringatan HUT Kemerdekaan RI ke 63, tim olah raga Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Lhokseumawe NanggroeAceh Darussalam mengadakan pertandingan olah raga bola voli. Tampak pada gambar tim bola voli KPPBC Lhokseumawe sebelum bertanding melawan PT. Pelindo I Cabang Lhokseumawe pada 25 Juli 2008. Kiriman Bapor KPPBC Lhokseumawe
MALANG. Pada 5 dan 7 Agustus 2008 Kanwil DJBC Jatim II Malang menyelenggarakan Turnamen Futsal dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan RI ke-63. Turnamen diikuti oleh 4 tim yaitu, tim Kanwil Jatim II Bidang P2, tim Kanwil Jatim II Bidang Audit, dan dari KPPBC Madya Malang yang menurunkan 2 tim (Tim A dan Tim B). Pembukaan Turnamen Futsal ditandai dengan tendangan bola pertama (kick off) oleh Kepala KPPBC Madya Cukai Malang, Barid Effendi. Tim Futsal KPPBC Madya Malang berhasil keluar sebagai juara pertama setelah dalam final mengalahkan tim Kanwil Jatim II (Bidang P2) dengan skor 7-2. Tampak dalam gambar, tim futsal KPPBC Madya Malang (seragam orange) foto bersama dengan tim Futsal KWBC Jatim II Bidang P2 (seragam merah) mengapit Barid Effendi (berdiri no. 4 dikiri memakai jaket). Kiriman KPPBC Madya Cukai Malang
34
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
PURWAKARTA. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Purwakarta terpilih menjadi kantor percontohan dilingkungan Departemen Keuangan. Kantor tersebut pada 14 Agustus 2008 dikunjungi oleh tim penilai dari Departemen Keuangan yang dipimpin Juni Hastoto (Karo Ortala). Para tim penilai setiba di KPPBC Purwakarta diterima Sekretaris Ditjen Bea dan Cukai Kamil Sjoeib dengan didampingi Kepala Kanwil DJBC Jawa Barat Jody Koesmendro dan Kepala KPPBC Purwakarta Martediansyah. Acara yang diselenggarakan di lantai tiga Aula KPPBC Purwakarta, diawali kata sambutan dari Kepala Kanwil DJBC Jawa Barat Jody Koesmendro, sambutan ketua tim penilai, presentasi Kepala KPPBC Purwakarta Martediansyah (gambar kiri) dan diakhiri dengan tanya jawab. Usai acara tim penilai meninjau setiap ruangan yang berada di KPPBC Purwakarta seperti tampak pada gambar kanan.
BANDA ACEH. Keluarga besar pegawai di lingkungan Kanwil DJBC Nanggroe Aceh Darussalam yang meliputi : KPPBC Tipe A4 Sabang, KPPBC Tipe B Meulaboh, KPPBC Tipe B Kuala Langsa, KPPBC Tipe A4 Lhokseumawe, KPPBC Tipe A4 Banda Aceh dan Kantor Wilayah DJBC NAD, dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan RI ke-63 menyelenggarakan beberapa kegiatan lomba. Lomba memanfaatkan fasilitas olah raga di komplek rumah dinas kantor wilayah seperti lapangan bulutangkis, voli, dan tenis meja. Usai melaksanakan serangkaian olahraga, acara ditutup dengan family gathering di Pantai Ujung Batee dengan beberapa games (gambar kiri). Acara dilanjutkan dengan penyerahan piala bergilir juara umum oleh Kepala Kanwil DJBC NAD, Iswan Ramdana kepada kontingen Kanwil DJBC NAD yang diwakili oleh Kepala Bagian Umum dan Kepatuhan Internal Kanwil DJBC NAD, Safuadi pada acara penutupan di Pantai Ujung Batee. Kiriman Muhammad Firstananto, Kanwil DJBC Nanggroe Aceh Darussalam
MERAUKE. Pada 25 – 26 Juli 2008, Kepala Kantor Wilayah DJBC Maluku, Papua dan Irian Jaya Barat (Kanwil MPI) Ariohadi melakukan kunjungan kerja ke KPPBC Tipe B Merauke dalam rangka pelaksanaan pengawasan dan pemantauan KPPBC – KPPBC yang berada dibawah pengawasan Kanwil MPI. Pada kesempatan tersebut, Kepala Kanwil DJBC Maluku, Papua dan Irian Jaya Barat Ariohadi bersama dengan Kepala KPPBC Tipe B Merauke Myfriend P Limbong dan pegawai KPPBC Merauke melakukan foto bersama di Pelabuhan Laut Merauke dan Pos Pengawasan Bea dan Cukai (LBD) Sota. Kiriman KPPBC Tipe B Merauke
JAKARTA. Bertempat di Aula Gedung Induk Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, berlangsung kegiatan bimbingan mental (Bintal) bagi pegawai KPU dan Dharma Wanita KPU Tanjung Priok. Sebagai motivator dan pembicara dalam Bintal tersebut adalah Kyai Haji Abdullah Gymnastiar yang populer dengan panggilan AA Gym. Agenda rutin yang dilakukan oleh Dewan Kemakmuran Masjid KPU Tanjung Priok ini berlangsung pada 23 Juli 2008 dengan tema “Perubahan Diri Menyongsong Kesuksesan Institusi”. Tampak pada gambar AA Gym dan Kepala Kantor, Kushari Suprianto berpose bersama dengan para pegawai peserta Bintal dan bersama anggota Dharma Wanita. Kiriman KPU Tanjung Priok
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
35
SIAPA MENGAPA DWI NOEROEL SOESANTI, SH, MM
Pepatah buah jatuh tidak jauh dari pohonnya tampaknya berlaku bagi Wiwieq. Wiwieq adalah nama panggilan sehariharinya. Wanita kelahiran Situbondo, 6 Oktober 1962 ini mengikuti jejak sang ayah menjadi pegawai Bea dan Cukai. “Waktu itu saya diminta ayah untuk mengikuti tes masuk pegawai Bea dan Cukai, walaupun sebenarnya cita-cita saya seorang polisi wanita.,” tuturnya. “Pada 1982 ketika masih duduk di bangku kelas tiga SMA Hang Tuah Surabaya dengan berbekal ijasah SMP saya ikut dan berhasil lulus,”kenangnya. Pertama kali bertugas Wiwieq di tempatkan di Kantor Inspeksi Tanjung Perak dengan Pangkat Juru Muda Tingkat I atau golongan I b sebagai pelaksana. Pada 1992 ia dimutasi ke Kantor Inspeksi Juanda Surabaya sebagai verifikator dan auditor hingga pada 2005. Setelah itu ia dipromosikan menjadi Korlak Administrasi Impor di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tanjung Perak Surabaya hingga sekarang. Ibu dari dua orang anak ini mengaku terkesan saat bertugas di Kantor Inspeksi Tanjung Perak Surabaya ketika waktu itu kepala kantor dijabat oleh (Alm.) G. Soetipto. “Tiada hari tanpa olah raga, setiap hari jika ada waktu luang pegawai diajak olah raga terutama bola volley,” ujarnya mengenang.
KHRISNAWAN
Pegawai yang mendapat peringkat pertama dari 60 peserta yang ikut diklat Post Clearance Audit (PCA) di Pusdiklat Bea dan Cukai pada 29 Oktober 2007 lalu, bertekad mempertahankan Prestasinya itu dalam pekerjaan sehari-hari dengan tetap bersikap profesional. Diklat yang di-
36
WARTA BEA CUKAI
Dalam bekerja Wiwieq selalu berpegang pada kesabaran dan keiklashan kepada Tuhan, “Semua pekerjaan harus diawali dan diakhiri dengan doa. Sehingga semua dapat berjalan dengan lancar,” kata pegawai yang pernah ikut diklat PKN dan Verifikasi ini. Semangat belajar yang tinggi membuat ia melanjutkan kuliah di luar jam kerja kantor. Gelar Sarjana Hukum ia raih pada 2002 di Universitas Bhayangkara Surabaya dan Pascasarjana Magister Manajemen disandang pada 2004 dari Universitas Mahardika Surabaya. Sebelum menjadi pegawai ia dan ketiga adiknya bergabung dalam grup Drum Band Bina Caraka Surabaya. Memiliki hobi yang sama dengan ketiga adiknya membuat ia tidak perlu repot untuk mengawasi adikadiknya karena waktu kegiatannya selalu bersamaan. Selain memimpin adik-adiknya ia juga punya tanggung jawab memimpin teman-temannya sebagai mayoret. Prestasi yang pernah diraih dengan Drum Band Bina Caraka adalah juara II Marching Band pada 1983 di Senayan Jakarta mewakili Kantor Bea dan Cukai Surabaya. Selain di dunia musik,Wiwieq juga aktif di dunia olah raga renang, senam, dan volley. Dengan hobinya itu ia juga pernah meraih juara I senam poco-poco dan juara II bola volley pada upacara ulang tahun Departemen Keuangan. Banyak keuntungan yang didapatnya dengan berolah raga, disamping badan sehat hati juga senang. “ Karena dengan kesehatan semua aktivitas dapat berjalan dengan lancar. Health is everything, without it everything is nothing,”imbuh Wiwieq yang saat ini merupakan pegawai golongan III b. Bakat olah raga pun menurun kepada dua orang puterinya Bunga Anisa dan Farisa Asfara yang kini menjadi atlit panahan tingkat nasional mewakili daerah propinsi Jawa Timur. Kedepannya ia berharap agar citra Bea dan Cukai semakin baik di mata masyarakat. “Dengan adanya Kantor Pelayanan Utama nantinya bisa menjadi tolak ukur kantor-kantor Bea dan Cukai lainnya dan berjalan sesuai dengan tujuat pendiriannya,” tutur pegawai yang aktif di pengajian Al Hikmah Surabaya mengakhiri wawancara. bambang w. (ambon) ikutinya selama 45 hari tersebut, dijadikan modal dasar pengetahuan, keterampilan mengenai audit dalam rangka pelaksanaan tugas teknis dibidang kepabeanan dan cukai. Terkait dengan diklat yang telah diikutinya, Khrisnawan merasa materi yang didapat dalam diklat sudah cukup memadai termasuk didalamnya dipaparkan berbagai contoh kasus, namun akan lebih baik jika pelaksanaan diklat yang akan datang lebih diperbanyak praktek lapangan, karena untuk pelaksanaan tugasnya nanti para auditor banyak terjun kelapangan. Bahkan dalam UU Kepabeanan dan Cukai yang baru pun memberi ruang bagi para auditor dalam melaksanakan tugasnya. “Penambahan waktu tersebut untuk praktek lapangan, artinya terjun langsung ke perusahaan sebagai pendamping tugas auditor yang ada. Satu hal yang penting dilakukan auditor saat ini adalah, ranjin-rajinlah bertanya kepada teman-teman yang lebih senior, sehingga akan mengembangkan kreatifitas dalam diri,” ujar Khrisnawan. Dengan peringkat yang diraihnya itu, Khrisnawan merasa dirinya sebagai salah satu pegawai negeri sipil yang menjadi ujung tombak dalam mengawasi dan mengamankan penerimaan negara, khususnya dalam hal audit. Untuk itu ia selalu menanamkan dalam dirinya untuk selalu taat pada aturan, karena sebagai auditor sanksinya juga sangat berat jika melanggar ketentuan yang ada. Pria kelahiran 21 Nopember 1980 dan ayah satu putra ini, mengaku menjadi pegawai DJBC bukanlah cita-citanya. Ia yang awalnya bercita-cita
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
menjadi sarjana teknik industri, akhirnya tertarik masuk ke DJBC dengan mengikuti test di STAN prodip III.”Padahal ujian masuk perguruan tinggi negeri saya lulus juga, tapi karena teman-teman banyak yang ikut STAN dan lulus, akhirnya saya juga lebih memilih STAN,” kenangnya. Khrisnawan mulai meniti karir di Bea Cukai sejak tahun 2002, dengan penempatan pertama di bagian Kepegawaian. Belum lama di Kepegawaian ia dipindah ke Bagian Organisasi Tata Laksana (OTL). Lagi-lagi, enam bulan berjalan di OTL ia dipindahkan ke Sekretariat, dan kemudian masuk dalam Tim Direktorat Fasilitas Kepabeanan. Khrisnawan mengaku merasa beruntung dapat menjalankan pekerjaan yang diberikan selama kini. Kendati di DJBC memiliki sistem mutasi, Khrisnawan merasa tidak perlu khawatir karena dengan mutasi justru akan menambah pengalaman dan variasi dalam bekerja. Saat ini ia bertugas di Kanwil DJBC Jakarta sebagai pelaksana pada bagian Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). “Sekarang di Kanwil Jakarta yang notabene kantornya berada di Kan- tor Pusat, lusa atau entah kapan saya pasti akan dimutasi, baik di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa, namun semuanya itu dapat saya nikmati sebagai abdi negara dalam menjalankan tugas, dan saya tidak perlu khawatir jika ditempatkan didaerah manapun,” ungkapnya. Seperti pengalaman pertamanya sebagai tim di Direktorat Fasilitas dalam menangani masalah pengalihan Bapeksta ke Bea dan Cukai. Kendala yang dihadapinya pun cukup banyak, mulai dari kendala sistem hingga perlunya penyempurnaan aturan yang ada, harus dijalani dengan baik walaupun dirasakannya sangat berat, namun semua bisa diatasi dengan baik. “Kalau sukanya, ya saya bersyukur karena hingga kini saya masih dapat melihat Monumen Nasional (Monas) dengan mudah dan kapan saja. Sedangkan dukanya, saya terkadang sedih karena hingga kini masih banyak masyarakat yang menilai bea cukai tidak berubah, padahal bea cukai sekarang dan dulu sudah jauh berbeda,” ungkapnya. ats
ILMI H.D.
“Menikmati dan menghayati sebuah pekerjaan,” begitu kalimat yang terlontar dari pria yang mengabdi selama 26 tahun 3 hari di Bagian Umum, tepatnya di Kepegawaian ketika ditanya mengapa menghabiskan hampir seluruh masa kerjanya dibagian tersebut selama mengabdi di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Ilmi H.D.atau biasa disapa Pak Ilmi saat ini bertugas di KPPBC Tipe A3 Samarinda hingga memasuki masa purnabaktinya pada tanggal 1 September 2008. Mengabdi selama 28 tahun 6 bulan di DJBC dijalani bapak 8 orang anak ini dengan suka cita karena sesuai prinsip hidupnya bahwa setiap pekerjaan itu harus dinikmati dan dihayati sehingga ditempatkan dimanapun kita sebagai pegawai menjalaninya dengan perasaan senang tanpa beban. Prinsip hidupnya itu pun dituangkan dalam kesehariannya selama bekerja sehingga tidak mengherankan bila ia begitu betah dibagian kepegawaian mengurus segala hal yang berkaitan dengan pegawai seperti permohonan
cuti, kenaikan pangkat, gaji berkala, DP3 dan yang lainnya yang bisa dikata merupakan pekerjaan rutin dari pria kelahiran Banjarmasin, 12 Agustus 1952 dari pasangan Haji Djapri dan Hj. Haniah ini. Sebagai seorang guru mengetik selama 11 tahun yakni sejak duduk di SMP Banjarmasin hingga diterima menjadi pegawai bea cukai pada tahun 1980, Ilmi merupakan pribadi yang bersahaja dan senang bekerja. Waktu luang sekolah dimanfaatkannya untuk belajar mengetik ditempat kursus yang dimiliki kakaknya hingga ia sendiri yang membantu mengajar disana. Mengetik dengan sepuluh jari bukan hal yang sulit baginya sampai-sampai Ilmi memiliki 3 buah ijazah mengetik antara lain Ijazah mengetik Swasta, Calon Juru Ketik Negeri dan Juru Ketik Negeri. Kesemuanya itu di gunakan untuk mendaftar ketika ada penerimaan capeg (calon pegawai) di Departemen Keuangan pada tahun 1980. Menanti kurang lebih satu tahun akhirnya diumumkan yang lulus dan menjadi capeg di Departemen Keuangan yaitu di DJBC sebanyak 49 orang dari total 3.300 pendaftar kala itu. Dan nama Ilmi termasuk dalam daftar orangorang yang lulus tersebut, walaupun ia belum mengerti apa yang akan dikerjakan di instansi DJBC yang akan dimasukinya. Penempatan pertamanya di Kantor Inspektorat Bea dan Cukai 8 Banjarmasin (sekarang menjadi Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Timur) di Bagian Kepegawaian dengan Golongan I/b. Selama empat tahun empat bulan disana kemudian dimutasi ke Kantor Inspeksi Bea dan Cukai Samarinda juga di Bagian Kepegawaian. Di Samarinda selama 8 tahun 2 bulan akhirnya ia mendapat kesempatan mencari pengalaman bertugas di Jakarta yakni di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tanjung Priok (sekarang KPU Tanjung Priok) dari tahun 1992 sampai 2005 atau selama 13 tahun 8 bulan 23 hari begitu paparnya secara detail. Di Tanjung Priok pun Ilmi ditempatkan kembali di Bagian Kepega-
waian, bersama delapan rekan kerjanya. Banyak masalah di kepegawaian menjadi tantangan tersendiri baginya, apalagi di Tanjung Priok yang menurutnya banyak permasalahan yang hampir tiap hari ia dan rekan-rekan hadapi. “Namanya juga bekerja, tentunya akan ada masalah yang harus dihadapi dan sebagai seorang pegawai yang berintegritas dan profesional harus kita hadapi dengan penuh tanggung jawab dan semua tentu ada hikmah yang dapat kita petik menjadi pelajaran” paparnya dengan lugas. Setelah sekian lama merantau akhirnya Ilmi mutasi ke KPBC Banjarmasin yakni dikampung halamannya. Kurang lebih dua tahun disini ia dapat merasakan pekerjaan dibidang lain yakni Pabean. Dan menjelang masa purnabaktinya ia dimutasikan ke KPPBC Samarinda awal tahun 2008. Ketika ditanya mengenai mesin absen yakni finger print yang mulai digunakan di Kantor Bea Cukai didaerah ia menyambut baik karena dengan adanya ini diharapkan setiap pegawai lebih disiplin dalam bekerja karena dengan terbiasa datang tepat pada waktunya ke kantor merupakan kunci awal bagaimana seorang pegawai memiliki integritas yang baik, begitu lanjut pria yang telah terbiasa berangkat pukul 07.00 ke kantor. Mengenai diklat yang pernah diikuti, Ilmi menuturkan hanya ada dua yang pernah diikutinya yakni DPT I Pabean pada tahun 1982 dan DPT I Kepegawaian tahun 1984. Walau demikian Ilmi begitu mengutamakan masalah pendidikan bagi anak-anaknya, karena hanya dengan ilmu pendidikan seorang akan berhasil sesuai apa yang diharapkannya ungkap suami Fauziah ini. Di akhir wawancara, ia hanya menyampaikan sebuah pesan yang merupakan harapannya agar korupsi dilingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang telah begitu mengakar setidaknya dapat berkurang dengan adanya reformasi birokrasi dan kejadian sidak oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). muQsith hamidi, balikpapan
PEGAWAI PENSIUN T.M.T 01 SEPTEMBER 2008 NO
N
A
M
A
N I P
GOL
1 2 3 4 5 6
Samsu, Drs. Manahara Manurung, S.IP. Rachmat Rahardjo S u p r i j a t n a Yu s u f Hariyo Soedarsono, S.H. Muhammad Rivai
060060059 060034161 060040734 060051832 060045486 060035065
IV/b IV/a IV/a IV/a IV/a IV/a
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Purwito Suma Kasan Saputra Faudji Djasiman, S.IP Muchidin Rumakway, S.Sos. Ilmi HD Margiono Husein Effendi Hasan Basri Panjaitan, S.H. Frans Nait Baginda Ginting Redjo Buchari Ta h j u d i n A.Karim Senin Muslim Djuragan Hasibuan Onah A b d Wa h i d
060041668 060033018 60052414 060040803 060058051 060058647 060049009 060052426 060040747 60049453 060062732 060052314 060052523 060049184 060057423 060045288 060058160 060059616 060044496 060057361
IV/a IV/a III/b III/c III/a III/b III/b III/b III/c III/b III/a III/b III/a III/b II/d II/b II/d II/d II/d II/d
J
A
B
A
T
A
N
Kepala Kantor Kepala Seksi Tempat Penimbunan I Kepala Subbagian Kepegawaian Kepala Seksi KITE II Kepala Seksi Tempat Penimbunan VI Seksi Peraturan Cukai dan Peraturan Lainnya Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai I Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai I Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana
INFO PEGAWAI
K E D U D U K A N KPPBC Tipe A4 Kotabaru KPPBC Tipe A2 Tangerang Kanwil Banten Kanwil Jawa Barat KPPBC Tipe A2 Juanda Direktorat PPKC KPPBC Tipe A2 Purwakarta KPPBC Tipe A3 Surakarta KPPBC Tipe A2 Purwakarta KPPBC Tipe A2 Bekasi KPPBC Tipe A4 Ambon KPPBC Tipe A3 Samarinda KPPBC Tipe A2 Bekasi KPPBC Tipe A2 Tangerang KPPBC Tipe A2 Tangerang KPPBC Tipe A3 Merak Kanwil Bali, NTB dan NTT KPPBC Tipe A3 Medan KPPBC Tipe A3 Kudus KPPBC Tipe A2 Jakarta KPPBC Tipe A2 Jakarta PANGSAROP TBK KPPBC Tipe A3 Dumai KPPBC Tipe A4 Teluk Nibung KPPBC Tipe A3 Palembang KPPBC Tipe A4 Tarakan
* DATA DITERIMA DARI BAGIAN KEPEGAWAIAN
TAMBAHAN : DATA PEGAWAI PENSIUN T.M.T 01 AGUSTUS 2008 * NO NAMA
NIP
GOL
1
Sofyan Permana, Drs.
60044388
IV/e
2 3
Njanandren Murod Zaini
60041575 60045471
III/b II/d
JABATAN Pelaksana Pemeriksa Pejabat Diperbantukan Koordinator Pelaksana Operasi Pelaksana
KEDUDUKAN Sekretariat DJBC KPPBC Tipe B Teluk Nibung KPPBC Tipe A Palembang
BERITA DUKA CITA
Telah meninggal dunia, MUCHIDIN RUMAKWAY, S.Sos, Pelaksana Pemeriksa pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A4 Ambon, pada hari Minggu, 03 Agustus 2008. Segenap jajaran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyatakan duka yang sedalam-dalamnya. Bagi keluarga yang ditinggalkan semoga diberikan ketabahan dan kekuatan oleh Tuhan Yang maha Esa. Amin. EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
37
ENGLISH
SECTION
Optimizing
EXCISE REVENUE COLLECTION OF TOBACCO PRODUCTS Hopefully, this year target will be surpassed. Consequently, it will give extra cash for the government to help finance our budget deficits.
G
lobally, year of 2008 has been marked by some negative concerns in economy. It is believed that there are two major things that cause this so called world economy turbulence; the increasing of oil price and the United States slowdown economy. Since we apply the open economy policy, the fundamental change in global economy will also give direct impact on our national economy. The impact itself will depend highly on our economic sustainability. Unfortunately, our country is not strong enough to face this “global pressure”. That is why economy authority formulates some programs to resolve this economy problem, with the biggest concern to maintain the rate of economy growth in one side and to control the inflation in the other side. Those two actions require high-quality economy formula. The latest news stated that government will readjust the state budget (APBN) since most of the assumptions used to determine objectives are not realistic anymore. In one of his comments, our President said that should the government insist on maintaining the 2008 state budget, the country’s economy may collapse. Usually, Government readjusts state budget in mid year (July). This dra-
matic policy shows how serious this economy turbulence is. It is predicted that the targeted economic growth rate (6.8%) will not be achieved. Government, through the Head of Fiscal Policy Body, said that the target will be revised down to 6.4%. In its budget revision, government also assumes the inflation rate at 6.5% which is higher than the previous assumption (6%). However, the targets still need to be consulted with the House of Representatives sometime in mid February. Compared to last year achievement, newly proposed target is only 0.68% higher than our last year achievement when our economic growth rate can reach 6.32% (the highest rate for the last ten years). Thus, government needs to find financial resource to finance the increasing deficits (from 1.7% to 2%) in state budget due to an increase of oil subsidy, food subsidy and electricity subsidy. Like it or not, Government has to carry out this “in-efficient policy” in order to sustain household’s purchasing power. This needs to be done so that the function of the households’ consumption as economic growth’s “buffer” will not decrease. To respond to the situation, economy authority, in this case Minister of Finance exercises some strategic approaches, like optimizing the national revenue, increasing subsidies (oil, food and electricity) and cutting down departmental expenses. The question is, how can Government find alternative sources of revenue in such a very short time? With the limited time, it will almost be impossible for government to find new revenue sources. Hence, the mostFOTO : ISTIMEWA
LABOR. Tobacco products industry is a big industry in Indonesia. Many labors employed in this industry.
38
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
ENGLISH FOTO : ISTIMEWA
realistic approach is by maximizing the current sources of revenue. Related to this subject, what can Directorate General of Custom and Excise (DGCE) contribute? There are two objective strategy should be addressed. First, as our minister instructed, through budgeting efficiency policy (15 % of total budget given) and second, through optimizing revenue collection. From the perspective of DGCE, excise revenue has predominantly contributed to national revenue. This writing aims to examine tobacco excise contribution in respond to the need of national revenue.
SECTION HEALTH ISSUES. Smoking give a lot of negative impact on health
A POTENTIAL SOURCE OF REVENUE In most countries, tobacco industry has always been a sensitive issue, especially to developing countries. Cigarettes industry has a very unique characteristic. In one side, its presence is really needed due to its excise revenue contribution. On the other side, its growth is very much controlled by the government for its negative externalities on health. Government is so concerned with this industry which has become greatest contributor of excise revenue. Tobacco products industry is a big industry in Indonesia. Many labors employed in this industry. Based on World Health Organization (WHO) report in 2002, approximately 400,000 persons are employed in tobacco farming, factory, and cigarette vendors. This is because in our country most of tobacco products companies are labor intensive. In mid 1997, like other South East Asian countries, Indonesia experienced a monetary crisis which led to a great economic crisis. Surprisingly, in 1998, which was still in the period of economy crisis, cigarettes industry reached its highest production (Wibowo, Tri 2003). It implied that economic crisis did not effect the consumption of cigarettes. As what Warner (2000) wrote in his paper that regardless of its health consequences, tobacco is crucial to a nation’s (or region’s) economy. Without the cultivation of tobacco, manufacture of tobacco products, distribution and sale of products, a country’s economy will suffer devastating economic consequences. Jobs will be lost, incomes will fall, tax revenues will plummet, and trade surpluses will veer dangerously in the direction of deficits. Tobacco products manufacturers have given great contribution. In private sector, many labors absorbed, not to mention the spillover effects such as: tobacco farmers, distributors and sellers which directly and indirectly very much depend on this sector. While for the government, this sector contributes through its excise taxation. Table below shows that the contribution of excise revenue increases significantly year by year. EXCISE REVENUE OF TOBACCO PRODUCTS Fiscal Year
Excise (in milyards rupiah)
1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
3,489.74 4,087.97 4,937.19 7,436.27 10,125.09 11,124.60 17,063.64 23,015.15 25,928.29 28,636.27 32,650.62 37,061.55
SOURCE: DIRECTORATE OF EXCISE
Progressive Increase (year on year) 17.14% 20.77% 50.62% 36.16% 9.87% 53.39% 34.88% 12.66% 10.44% 14.02% 13.51%
For the last eleven years, averagely, it has shown an increase about 24.86% per year. The figure shows that this sector promises a “potential range” to be maximized. The question is how can we optimize this “potential range”?
EXCISE TARIFF STRUCTURE Most countries apply specific excise tariff. They impose the excise tariff on every piece of cigarette, instead of every pack. And they let the tobacco companies determine the price. Meanwhile, the case is different in Indonesia. We apply combination of advalorem (percentage of retail price) and specific system. In practice, government determines the minimum price as the basis for an advalorem excise tax. In short, the system applied in our administration is a bit complex. According to the newly stipulated decree enacted by the Minister of Finance number 134/PMK.04/2007, to come up with a single excise tariff, we have to assess: kinds of tobacco products, the manufacturer’s classification and then its retail minimum price. But, that is not end of the story. We also have to add the specific tariff for the final excise calculation. In short, the formula for calculating the excise is retail price times excise tariff (%) plus specific tariff. The highly rated - frequency of stipulation of ministerial decree concerning on excise tariff structure shows the weakness of current system. According to my research, from 1996 to 2007, at least there have been 21 ministerial decrees enacted concerning on tobacco products. That actually gives ghastly impact, not only to manufacturers, but also to government. It will give negative impact on the manufacturers in the sense of planning their business. Ideally, planning business should be done with several conditions, internally and externally. We can include production factors as their internal factors. At the same time, they also have to consider the external factors such as demand on tobacco products and government policy (locally and nationally). Thus, changing the excise tariff in a short time is not fair for the manufacturer’s perspective since it will complicate the manufacturers for planning their business. From the government viewpoint, the relatively hasty changing excise policy indirectly shows our incapability to accommodate external changes in each of excise policy enacted. Briefly, changing the excise tariff in a short time is neither efficient nor effective.
PERFECTING THE SYSTEM a. Policy of determining target Theoretically, tobacco products are relatively inelastic demand. This means that an increase in one unit price of tobacco products does not automatically decrease the EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
39
ENGLISH
SECTION
quantity consumed. Nevertheless, it does not mean excise tariff on tobacco products can be set as high as possible to increase its revenue contribution. For this reason, it seems that tobacco product is an easy source of revenue. Then, what is the right level of cigarette taxation, if any? What is the basis for determining that it is right? (Chaloupka, et al 2000). Obviously, we cannot find an ideal answer to that question. But, of course we can not allow ourselves to be trapped just trying to get an ideal formula. Regarding to effects of price, many studies conducted to assess the price elasticity on cigarettes. They came up with the same result that the estimated price elasticity fall within the relatively wide range from -0.14 to -1.23, but most fall in the narrower range from -0.3 to -0.5 (Chaloupka, et al 2000). Had I got the data, I would have come up with our own range. Assume that the range is quite same from ours; than it means that raising cigarette excise to a certain level would lead to both significant reductions in smoking and large increases in cigarette tax revenues. Formulating an excise policy on tobacco products is not an easy task. Philosophically, that policy can be viewed in revenue target. One appropriate approach to formulate revenue target is by using econometrics methods to accommodate the factors related to the excise collection. The formula itself should at least consider the effects of price on tobacco products on demand, tobacco control policies, socioeconomic and demographic factors. Information of the demand pattern of tobacco products is the key element to get an almost ideal econometrics model. This is important since each type of tobacco products has diverse market which requires different policy. Had we got the pattern or magnitude of each type of tobacco products, it would have helped us to originate an almost ideal formula. In the process of determining the target revenue, we should also consider the socioeconomic and demographic factors which can be represented by income per capita (GDP per capita), households’ expenditure and total number of people aged and population aged 15 to 64 year old. The introduction of the lower income and the higher income spending on cigarettes consumption data will be useful to evaluate the consumption pattern. Based on her research in 2005, Aditomo finds that the low-income group is very responsive to increases in income. For that group, a 10 percent increase in income increases average cigarette consumption by 12.2 percent. Of this, 9.1 percent is attributable to an increase in the quantity of cigarettes smoked; 3.1 percent is attributable to an increase in smoking participation. Households in middle and high-income groups are not very responsive to increases in income. Knowing the exact consumption pattern based on income spending will help us set the target more accurately. Meanwhile, the reasoning of why we use the number of people aged and population aged 15 to 64 year old is based on WHO estimation about productive age of smoking. Tobacco control policies are in line with the health issues. Besides revenue collection, we should also consider the negative effects of smoking in the policy making decision. Nowadays, this health issue has been brought up to more serious concern due to the findings in medical researches that smoking give a lot of negative impact on health. b. Strengthening control system There are two objects that KPPBC focuses, retail price and total production. KPPBC continuously monitories the market price to ensure that it is still in the range allowed. As for the production of tobacco products, KPPBC is also monitoring the production of tobacco products
40
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
under its jurisdiction. This is to ensure that the total production in one fiscal year is appropriate to its classification. Based on this monitoring activity, KPPBC sends reports to headquarter periodically. Besides focusing on retail price and production activities, KPPBC should also be empowered to control the distribution of excise tape. However, the current report system should be improved. We must start to think how to establish an onlinereport system from each of KPPBC to headquarter (Directorate of Excise). What is the benefit of the system? Principally, there two major advantages that this online-report system offers. First, the control system can be done more effectively. With this system, production growth and market price of tobacco products can be reviewed accurately. Second, the availability of the updated data will make things easier for the decision maker to evaluate or improve the system and to more important, to evaluate the target. c. Simplifying tariff structure As noted earlier, the system applied in our administration is a combination of advalorem and specific system. Relating to the advalorem system, (Townsend, 1998) suggested that one disadvantage of an advalorem tax system is that the tobacco industry might keep prices, and consequently tax revenues, below where they would otherwise be. Therefore, the introduction of the specific system partially in the current tariff structure is brilliant. It is hoped, in the near future, government will impose 100 % specific system. By implementing the specific system, control system will be conducted more effectively. The implementation of the specific system will also make things easier for calculating or setting up target revenue. In addition, it is also important not to change the excise tariff structure in a very short time. Therefore, the policy or regulation enacted should be accommodative in response to external changes.
CONCLUSION Having briefly described about the current system, I may conclude that there is still a “room” to be maximized. Based on the timeframe, the improvement can be divided into two steps, short-run strategy and medium-run strategy. In the short-run, strengthening of controlling functions and using econometrics model to set revenue target as explained earlier are not negotiable. In the medium-run, implementing an online report system from KPPBC to headquarter and imposing 100% specific system is a must. Hopefully, this year target will be surpassed. Consequently, it will give extra cash for the government to help finance our budget deficits. Reference Aditomo, Sri Moertiningsih. Triasih Djutaharta. Hendratno. 2005. Cigarette Consumption, Taxation and Household Income: Indonesia Case Study. HNP Discussion Paper. Economics of Tobacco Control Paper No. 26, The World Bank Washington. Chaloupka, F. J., T. W. Hu, K. E. Warner, R. Jacobs, and A. Yurekli. 2000. The Taxation of Tobacco Products. In Tobacco Control in Developing Countries, ed. P. Jhaand F. Chaloupka. New York: Oxford University Press. Graves, P.E, Robert,L.S, Dwight, R.L. (1996). Slope versus Elasticity and the burden of Taxation, The Journal of Economic Education Vol.27 No. 23 pp. 229-232. Jakarta Post. February 2008. (Newspaper). Kompas. February 2008. (Newspaper). Nicholson, Walter. Christopher Snyder B. (2007). Intermediate Microeconomics and Its Application (7th edition) Mason, Ohio: Thomson South-Western. Warner K.E. (2000). The Economics of Tobacco: Myths and Realities, Tobacco Control pp 78-89. Wibowo Tri. (2003). Potret Industri Rokok di Indonesia, Kajian Ekonomi dan Keuangan Vol.7 No.2 pp. 83-107. Witoelar, Firman. Pungpond Rukumnuaykit. John Strauss. (2005) Smoking Behavior among Youth in a Developing Country: Case of Indonesia, Yale University.
Saut Mulia Simbolon, Pelaksana Pemeriksa pada Bagian Organisasi Tata Laksana
KEPABEANAN INTERNASIONAL FOTO-FOTO WBC/ATS
SIMULASI KINERJA PENGAWASAN. Bob Debus bersama rombongan melihat dari dekat kinerja petugas yang melakukan pengawasan dari ruang Hi-Co Scan dalam acara simulasi penegahan narkoba dari luar negeri.
KUNJUNGAN MENTERI DALAM NEGERI AUSTRALIA
KE KANTOR PELAYANAN UTAMA BEA DAN CUKAI TANJUNG PRIOK Australian Customs Service dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah menjalin kerjasama sejak lama terutama dalam bidang community protection.
M
enteri Dalam Negeri Australia (Minister for Home Affairs Australia) Bob Debus berserta dengan rombongan pada 5 Agustus 2008 berkunjung ke Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tanjung Priok. Kunjungan merupakan bagian dari kunjungan resminya ke Indonesia, dimana ia dan rombongan melihat dan memantau beberapa area yang berada dalam wilayah kerja yang keberadaannya berasal dari kerjasama antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dengan pemerintah Australia dalam hal ini Australian Customs Service yang berada di bawah Ministry for Home Affairs yang dipimpinnya. Pada kunjungan tersebut Bob Debus yang diterima langsung oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai Anwar Suprijadi beserta staf inti termasuk Kepala KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok Kushari Suprianto, mendapat pemaparan mengenai kinerja KPU selama ini serta berbagai prestasi yang diperoleh KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok baik dalam bidang pelayanan, pengawasan dan juga dalam menghimpun pendapatan negara dari Bea Masuk. Selain pemaparan yang berlangsung di Gedung Induk KPU Tanjung Priok, Bob Debus juga menyaksikan simulasi kerja pengawasan Bidang P2 pada KPU Bea dan Cukai dalam menegah masuknya narkotika dari luar negeri. Dalam acara simulasi tersebut, Bob terlihat antusias melihat kinerja petugas Bea dan Cukai dalam menjalankan tugasnya yang begitu cekatan, dan juga kemampuan Hi-Co Scan yang dimiliki KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok yang berfungsi maksimal dalam melakukan penegahan masuknya narkoba dari luar negeri melalui pelabuhan
PEMAPARAN KINERJA KPU BEA DAN CUKAI TANJUNG PRIOK. Rombongan Menteri Dalam Negeri Australia mendapat pemaparan mengenai kinerja KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok
Tanjung Priok. Ketika melihat dari dekat kemampuan Hi-Co Scan tersebut Bob berkata,”Kami tidak mempunyai alat secanggih ini di Sydney,” yang disambut dengan tawa para hadirin saat itu. Bob beserta rombongan juga menyaksikan kemampuan anjing pelacak milik KPU Bea dan Cukai dalam mendukung kinerja petugas yang melakukan pengawasan dengan mendeteksi heroin yang tersimpan dalam kontainer yang bercampur dengan barang lainnya. Usai menyaksikan simulasi tadi, kepada pers Bob mengatakan, pihaknya merasa puas dengan kinerja para petugas KPU Bea dan Cukai baik yang telah dipaparkan maupun dalam simulasi yang disaksikannya. Menurutnya kerjasama yang baik selama ini dengan Indonesia khususnya dengan DJBC bisa ditingkatkan lagi terutama kerjasama dalam penanganan kejahatan transnasional seperti peredaran narkotika. Hal senada juga dikatakan Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi, menurutnya kerjasama yang ada saat ini sangat besar manfaatnya bagi kedua belah pihak. “Kami membahas berbagai perkembangan yang ada saat ini terutama bidang kepabeanan dalam forum customs to customs talk yang secara rutin dilaksanakan, “ Mengenai sarana yang dimiliki oleh DJBC untuk menunjang kinerja pengawasan,Anwar mengatakan pihaknya memiliki beberapa alat deteksi yang berada di Tanjung Priok maupun di pelabuhan lain seperti Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Alatalat tersebut seperti Hi-Co scan dan juga Gamma Ray yang kini tengah diuji cobakan diharapkan dapat meningkatkan kinerja dibidang pengawasan, sehingga fungsi sebagai community Protection menjadi benar-benar terlaksana.
KERJASAMA DJBC DENGAN ACS Australian Customs Service dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah menjalin kerjasama sejak lama terutama dalam bidang community protection. Topik mengenai berbagai kerjasama yang dilakukan oleh ACS dengan DJBC selalu dilaksanakan melalui forum customs to customs talk yang diselenggarakan bergantian baik di Australia maupun juga di Indonesia, dimana tahun ini rencananya pertemuan tersebut akan berlangsung di Indonesia. Selain itu ACS dan DJBC juga terlibat dalam kerangka kerjasama Special Travel Security Fund (STSF) yang berlangsung pada 2004 hingga 2007. STSF merupakan kerjasama antara ACS Dengan DJBC dalam hal peningkatan kemampuan pengawasan DJBC terutama untuk merespon aktifitas dan dan transaksi melalui laut yang dinilai beresiko tinggi oleh ACS. Dalam kerjasama ini DJBC mendapat bantuan berupa pelatihan dibidang analisis intelejen, ship search, dan juga bantuan berupa peralatan berupa CCTV, radiation detector dan itemizer (alat pendeteksi narkoba) disamping bantuan berupa anjing pelacak narkoba beserta denga pelatihnya. zap EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
41
KERJASAMA INTERNASIONAL
DJBC DAN KASTAM DIRAJA MALAYSIA
GELAR OPERASI PATKOR KASTIMA 14/2008 DI PERAIRAN SELAT MALAKA Kerjasama bilateral antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Indonesia dengan Kastam Diraja Malaysia (KDM) semakin meningkat. Hal ini terbukti dengan kembali digelarnya Operasi Patroli Terkoordinasi Kastam Indonesia dan Malaysia, atau lebih dikenal dengan nama PATKOR KASTIMA ke-14 yang baru-baru ini diselenggarakan. Patkor Kastima merupakan kerjasama instansi pabean kedua negara dalam bidang pengawasan berupa patroli rutin tahunan untuk mengamankan perairan Selat Malaka yang merupakan salah satu perairan tersibuk di dunia.
S
elat Malaka merupakan satu perairan yang sangat penting bagi perdagangan Indonesia dan Malaysia. Perairan Selat Malaka merupakan perairan tersibuk yang menjadi jalur perdagangan dan kegiatan ekonomi dunia, sehingga negara Indonesia dan Malaysia yang merupakan negara serumpun yang dipisahkan oleh selat tersebut memiliki kepentingan untuk mengamankan Selat Malaka. Selain untuk mencegah dari berbagai macam tindakan
PETA sektor operasi Patkor Kastima
yang dapat mengganggu stabilitas keamanan dan ekonomi di perbatasan kedua negara, Patkor Kastima juga lebih spesifik bertujuan untuk mengamankan perairan tersebut dari kegiatan perdagangan ilegal berupa tindak pidana penyelundupan, sehingga dapat membuktikan kepada komunitas internasional mengenai terwujudnya kerjasama yang erat diantara negara pesisir Selat Malaka khususnya diantara Malaysia dan Indonesia sebagai bentuk kedaulatan kedua negara dalam penegakan hukum khususnya dalam bidang Kepabeanan dan Cukai. PATKOR KASTIMA 14/2008 telah dilaksanakan dari tanggal 7-22 Juli 2008. Patroli kali ini melibatkan sembilan kapal patroli Bea dan Cukai kedua negara, dimana dari DJBC menurunkan lima Kapal Patroli Cepat (Fast Patrol Boat/FPB) yaitu BC-5002, BC-7005, BC-10001, VSV BC-1607 dan VSV BC-1608. Sedangkan Kastam Diraja Malaysia menurunkan empat armada kapal patroli yaitu Bahtera Perak K-36, Perantas KB-51, Perantas KB-59 dan Perantas KB-85. Sementara itu personil yang diturunkan mencapai 130 orang gabungan dari instansi Pabean kedua negara. Dalam patroli kali ini juga dilakukan pertukaran personil yaitu masing-masing delapan orang personil antar kedua negara, dengan harapan dapat memberikan pengalaman dan pengetahuan baru bagi kedua belah pihak mengenai pelaksanaan patroli Bea dan Cukai di kedua negara, serta yang terpenting lebih merapatkan hubungan silaturahmi antara instansi pabean kedua negara. Pembukaan PATKOR KASTIMA 14/2008 dilaksanakan di Pulau Penang Malaysia. Delegasi DJBC berangkat dari Belawan menuju Pulau Penang tanggal 6 Juli 2008. Ketika memasuki wilayah perairan Malaysia, Kapal Patroli Bea dan Cukai dijemput di titik pertemuan RV-1 oleh Kapal Patroli Kastam Diraja Malaysia untuk kemudian dipandu memasuki Dermaga Kastam Pulau Penang. Dengan menggunakan bis milik Kastam Diraja Malaysia, delegasi Indonesia PEMBUKAAN PATKOR KASTIMA DI MALAYSIA. Dihadiri Direktur P2 DJBC Jusuf Indarto dipimpin oleh Ketua Pengarah Kastam Diraja Malaysia, yaitu Datuk Sri Abdul Rahman bin Abdul Hamid.
42
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
FOTO-FOTO ASP
KAPAL PATROLI BEA DAN CUKAI, memasuki wilayah perairan Malaysia.
selanjutnya menuju tempat pertemuan untuk selanjutnya menikmati welcoming drink yang telah disiapkan. Upacara pembukaan dilaksanakan di Perumahan Pegawai Kastam Diraja Malaysia di Bukit Perai, Pulau Penang. Dalam Upacara pembukaan tersebut, Ketua delegasi Bea dan Cukai Indonesia dipimpin oleh Direktur Pencegahan dan Penyidikan (P2) Kantor Pusat,. Jusuf Indarto, sedangkan Kastam Diraja Malaysia dipimpin oleh Ketua Pengarah Kastam Diraja Malaysia, yaitu Datuk Sri Abdul Rahman bin Abdul Hamid. Dalam sambutannya, Ketua Pengarah Kastam Diraja Malaysia menyampaikan, bahwa yang paling penting dari Operasi Patkor Kastima 14/2008 ini adalah bagaimana meningkatkan hubungan kerjasama yang sudah terbina selama ini menuju kerjasama lainnya, seperti pertukaran informasi antar kedua instansi Pabean dalam kerangka membangun Customs Intelligence Network serta melakukan kerjasama pertukaran pengiriman pegawai dalam rangka peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM kedua instansi Pabean baik dalam bentuk pendidikan latihan YAZAID. Keikutsertaannya pada maupun kursus-kursus. Patkor Kastima tahun ini merupakan Selepas pembukaan yang keempat kali. seluruh armada patroli selanjutnya menuju sektor patroli yang sudah ditentukan dalam Perintah Patroli Bersama yang diterima oleh kedua Komandan Gugus Tugas (KGT) masing-masing. Adapun daerah operasi bagi Satuan Tugas Indonesia terletak antara perairan Langsa, Aceh sampai dengan perairan Pulau Batam, dan bagi Satuan Tugas Malaysia terletak antara perairan Pulau Pinang sampai perairan Pulau Lima.
PENGALAMAN BERKESAN PARA PERSONIL Pelaksanaan Patkor Kastima 14/2008 berjalan dengan baik dan lancar. Unsur Indonesia (BC-5002) telah berhasil melakukan penegahan/penangkapan terhadap satu kapal bermuatan barang-barang bekas tanpa dilengkapi dokumen manifest berasal dari Singapura dengan tujuan Pulau Batam. Selama patroli juga telah dilakukan tukar menukar informasi mengenai keberangkatan dan kedatangan kapal beserta muatannya diantara unsur-unsur satuan
tugas kedua negara, sehingga pengawasan dapat dilakukan secara lebih efektif. Patkor Kastima 14/2008 telah memberikan kesan tersendiri bagi personil kedua negara yang mengikuti operasi kali ini. Diantaranya adalah Rozaime bin Jamaludin (Personil Perantas KB-51) yang bertugas di Pulau Penang dan Abdul Yazaid bin Othman (Personil Perantas KB-85) yang bertugas di Port Klang. Rozaime menyampaikan bahwa Patkor Kastima yang diikutinya merupakan yang pertama, dan sekaligus memberikan kesan tersendiri. Dimana ada perbedaan pelaksanaan tugas patroli di Malaysia dengan di Indonesia. Di Malaysia, kapal patroli hanya melakukan patroli biasanya pagi sampai sore, kemudian kembali ke pelabuhan. Tapi berbeda dengan di Indonesia, dimana patroli dilaksanakan berhari-hari, walaupun demikian petugas Bea dan Cukai Indonesia tetap tegar dan selalu mengedepankan tugas negara dalam keadaan apapun. Rozaime merupakan personil yang dipertukarkan, dan ditempatkan di kapal patroli Bea Cukai Indonesia, yaitu VSV BC1608. “Patroli dengan kapal VSV merupakan tantangan tersendiri dan merupakan pengalaman yang tidak dapat dilupakan,” mengingat di Malaysia tidak ada kapal seperti ini yang ia pergunakan yaitu kapal patroli “DUGONG” (duyung), demikian ia lebih suka menyebut kapal VSV milik Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Lain halnya dengan Abdul Yazaid bin Othman yang dipertukarkan dan ditugaskan di FPB BC-5002. Ia merasa seperti di keluarga sendiri dengan sambutan dan pelayanan yang diberikan oleh personil Bea dan Cukai Indonesia selama Patkor Kastima tahun ini. Keikutsertaan Yazaid pada Patkor Kastima tahun ini merupakan yang keempat kali. Penutupan Patkor Kastima 14/2008 dilaksanakan di Pelabuhan “Harbour Bay” Batam tanggal 22 Juli 2008. Penutupan selain dihadiri oleh personil kedua negara juga dihadiri oleh pejabat instansi terkait yang ada di Provinsi Kepulauan Riau. Upacara penutupan dipimpin oleh Direktur P2, Jusuf Indarto dan Timbalan Ketua Pengarah Bidang Pencegahan Datuk ROZAIME. Patroli dengan kapal VSV meruHj. Mardina binti Haji Alwi. pakan tantangan tersendiri dan merupakan Dalam sambutannya, Dipengalaman yang tidak dapat dilupakan. rektur P2 menyampaikan bahwa pelaksanaan Operasi Patkor Kastima telah memberikan dampak positif bagi kedua negara dalam upaya pengamanan di Selat Malaka, khususnya dalam upayaupaya pemberantasan penyelundupan sebagai bagian dari penegakan hukum Kepabeanan dan Cukai. Selanjutnya, Direktur P2 juga menambahkan mengenai perlunya peningkatan bentuk-bentuk kerjasama antara instansi pabean kedua negara, selain meningkatkan intensitas, frekuensi serta memperluas wilayah patroli, juga menyambut upaya-upaya yang akan dilakukan kedua negara dalam melakukan kerjasama pertukaran informasi, serta pertukaran pengiriman pegawai Bea dan Cukai kedua negara dalam bentuk pendidikan dan pelatihan, maupun kursus-kursus yang diharapkan akan mampu meningkatkan kuallitas dan kapabilitas SDM pegawai Bea dan Cukai kedua negara di masa yang akan datang. Asep Ridwan, SH., MH - (Kanwil Khusus DJBC Kepulauan Riau) EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
43
O P I N I Oleh: Moh Firstananto J, SST, Ak.
ROYALTIES AND LICENCE FEES AS A CONDITION OF SALE ROYALTI DAN BIAYA LISENSI SEBAGAI PERSYARATAN PENJUALAN BARANG IMPOR
S
aya sangat senang membaca tulisan Sdri. Nanik Susilawati Rizain dalam WBC edisi 402 Mei 2008, yang berjudul “Menggali potensi penerimaan melalui pengawasan terhadap Pembayaran Royalty”. Melalui tulisan ini saya juga ingin menyampaikan selamat dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Tim Audit KWBC Jakarta yang telah menemukan permasalahan royalti pada PT WI dan PT MJI, dalam pelaksanaan auditnya. Melalui tulisan ini pula saya juga ingin memperdalam pembahasan seluk beluk tentang royalti yang juga kami temui sebelumnya ketika melaksanakan tugas sebagai auditor KWBC Bandung. Permasalahan tentang royalti ini juga menjadi diskusi hangat di lingkungan auditor KWBC Bandung. Selain itu saya ingin memperkaya pembahasan dengan menambahkan referensi yang saya gunakan dalam memperkuat argumen terutama berkaitan dengan royalti dan biaya lisensi sebagai persyaratan penjualan barang impor. Sebelum membahas lebih jauh, ada baiknya kita lihat lagi pengertian royalti terlebih dahulu. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. KEP-81/BC/1999 tanggal 31 Desember 1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Nilai Pabean untuk Penghitungan Bea Masuk, halaman 5, paragraf 3, pasal 5, ayat 1c, royalti dan biaya lisensi ditambahkan, sepanjang: i) Dibayar oleh pembeli secara langsung dan tidak langsung; ii) Merupakan persyaratan penjualan barang impor; iii) Berkaitan dengan barang impor yang sedang ditetapkan nilai pabeannya; dan iv) Belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar.
Kemudian royalti dijelaskan lebih lanjut pada lampiran Kep Dirjen tersebut. Pada Salinan Lampiran I halaman 29 butir 4.3.1. Kep Dirjen BC No. Kep-81/BC/1999 disebutkan bahwa Pengertian Royalti dan Biaya Lisensi adalah pembayaran yang berkaitan dengan paten, merek dagang dan hak cipta. Dan berdasarkan Salinan Lampiran I halaman 29 butir 4.3.2., royalti dan lisensi ditambahkan sepanjang: a. Dibayar oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung; Pembeli berkewajiban membayar royalti atau biaya lisensi atas pembelian barang impor yang bersangkutan. b. Merupakan persyaratan penjualan barang impor; Dalam rangka pembelian barang, pembeli diharuskan membayar royalti atau biaya lisensi. Tanpa mempermasalahkan apakah pembayaran royalti ditujukan kepada penjual atau pihak lain (royalti holder atau kuasanya) yang sama sekali tidak terlibat dalam transaksi barang impor yang bersangkutan. c. Berkaitan dengan barang impor; Pada barang impor yang bersangkutan terdapat Hak Atas Kekayaan Intelektual, antara lain berupa hak atas merek, hak cipta atau hak paten (di dalam barang impor terdapat proses kerja yang dipatenkan). 44
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
Salah satu yang menjadi diskusi menarik antara auditor dengan auditee adalah tentang kalimat “Merupakan persyaratan penjualan barang impor”, karena auditee berbeda pendapat pada butir ini. Selain itu ke-4 syarat royalti dalam halaman 5, paragraf 3, pasal 5, ayat 1c Kep Dirjen BC No. Kep-81/BC/1999 harus dibaca dalam “satu nafas” yang apabila satu butir tidak terpenuhi maka royalti dan biaya lisensi tidak bisa ditambahkan. Kondisi royalti yang ditemukan pada auditee adalah bahwa terdapat perjanjian lisensi dimana importir tersebut berkewajian membayar royalti secara periodik dengan persentase tertentu dari harga jual/nilai penjualan ke DPIL. Perjanjian lisensi tersebut dibuat sebelum dilakukannya importasi atas barang yang mengandung Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) berupa hak atas merek. Kemudian auditee berpendapat bahwa royalti yang merupakan persyaratan penjualan barang impor yang ditambahkan pada nilai transaksi adalah royalti yang disyaratkan dan dibayarkan tepat pada saat importasi. Auditee juga berargumen bahwa pada saat importasi tidak ada royalti yang dibayarkan dan perusahaan secara rutin membeli barang impor dengan menggunakan purchase order/sales contract. Royalti dibayarkan setelah terjadi penjualan barang impor di DPIL yang dihitung berdasarkan persentase tertentu dari harga jual/nilai penjualan barang impor tersebut ke DPIL. Auditee menggunakan dalil berdasarkan Salinan Lampiran I halaman 29 butir 4.3.2. huruf c yaitu “Dalam rangka pembelian barang, pembeli diharuskan membayar royalti atau biaya lisensi”. Berdasarkan kalimat itulah auditee menyatakan bahwa pada saat pembelian barang impor perusahaan tidak diharuskan membayar royalti, dan tetap bisa melakukan importasi hanya dengan menggunakan purchase order/sales contract, sehingga auditee berpendapat bahwa pembayaran royalti yang dibayarkan setelah terjadi penjualan ke DPIL tidak ditambahkan pada nilai transaksi. Apakah royalti seperti ini ditambahkan pada harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar? Coba kita kaji lebih mendalam. Auditee mengartikan “dalam rangka pembelian barang” tersebut sematamata dilihat transaksi per transaksi. Sedangkan tim audit berpendapat bahwa “dalam rangka pembelian barang” semestinya dilihat secara keseluruhan sebab musabab suatu importir dapat melakukan importasi dan berdagang barang impor yang mengandung HAKI berupa hak atas merek di DPIL, yaitu karena adanya perjanjian lisensi dimana perusahaan diharuskan membayar royalti atas penggunaan merek. Untuk memperkuat argumen tim audit, selain dengan dasar Kep Dirjen BC No. Kep-81/BC/1999, kami juga menggunakan referensi dari WTO Agreement and Texts of The Technical Committee on Customs Valuation 2nd Edition July 1997 tentang kasus royalti yang dikeluarkan oleh Customs Co-operation Council (CCC) / World Customs Organization (WCO) berupa Advisory Opinion terutama butir 4.11 sebagaimana juga menjadi referensi dalam tulisan Sdri. Nanik tersebut. Namun ada satu referensi lagi yang ingin saya bahas disini yang sangat membantu kami memperkuat argumen tentang royalti, yaitu Information Document dari Technical Committee on Customs Valuation yang saya peroleh dari website World Customs Organization (http:// www.wcoomd.org) dengan nomor dokumen 40.818 E / V11-11743, 4th Session yang dikeluarkan di Brussel, 28 November 1996. (lihat lampiran) Dari dokumen tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Apabila royalti dan biaya lisensi dibayarkan kepada penjual dalam rangka pemenuhan kontrak penjualan, itu jelas merupakan persyaratan penjualan. Akan tetapi, bisa juga terjadi kasus dimana kontrak penjualan barang tidak secara eksplisit mengharuskan suatu pembayaran dan kewajiban membayar royalti dan biaya lisensi muncul dari perjanjian terpisah yang dibuat sebelum atau sesudah penjualan atau dinyatakan dalam perjanjian lain dibawah judul yang berbeda yang dibuat sebelum atau setelah penjualan. Sifat atau karakteristik dan kepentingan ekonomi dari suatu royalty agreement umumnya memerlukan suatu kontrak terpisah/tersendiri dimana secara eksplisit akan menunjuk kewajiban untuk membayar suatu royalty atau licence fee. Akan tetapi mungkin tidak selalu eksplisit bahwa pembayaran semacam itu harus dibuat sebagai suatu persyaratan dari penjualan atau sebagai suatu hasil dari importasi barang yang sedang dinilai (paragraf 3). Didalam kasus-kasus seperti ini seluruh keadaan ekonomi disekitar transaksi harus diuji/diperiksa. Dimana, apabila penjual tidak akan
menjual barang untuk ekspor kepada pembeli tanpa pembayaran royalty atau licence fee, atau pembeli tidak dapat membeli dan mengimpor barang, secara legal dan definitif, tanpa membayar royalty atau licence fee, maka kewajiban semacam ini merupakan suatu persyaratan penjualan barang yang sedang dinilai (paragraf 4). Dari logika dan hubungan sebab akibat yang terjadi pada importir tersebut jelas bahwa royalti yang dibayarkan merupakan persyaratan penjualan barang impor, karena jelas royalti harus dibayarkan sebagai akibat dari adanya perjanjian lisensi yang dalam hal ini dibuat sebelum transaksi penjualan yang merupakan perikatan hukum bagi kedua belah pihak.
REFERENSI WCO
2. Dari paragraf 5 pada information document tersebut, dapat disimpulkan bahwa esensi dari “persyaratan penjualan” adalah pembayaran royalti itu masuk dalam suatu kontrak/ perjanjian yang merupakan suatu kewajiban hukum yang apabila tidak dipenuhi maka membuat kontrak tersebut batal atau tidak berlaku. Pada kenyataannya importir tersebut secara periodik harus membayar royalti, sehingga hal ini jelas merupakan persyaratan penjualan sebagaimana disyaratkan dalam perjanjian, dimana apabila perjanjian tidak dipenuhi tentunya akan batal atau tidak berlaku dan importir tidak dapat mengimpor lagi barang yang mengandung HAKI tersebut. Dari penjelasan berdasarkan information document diatas dapat disimpulkan bahwa memang karakteristik royalti umumnya didasari perjanjian lisensi yang dibuat sebelum atau sesudah importasi. Sedangkan mengenai perhitungan royalti berdasarkan persentase dari harga jual/nilai penjualan kembali barang impor di DPIL tetap memenuhi persyaratan “berkaitan dengan barang impor” karena barang yang dijual tersebut adalah barang yang sama yang juga merupakan barang impor itu sendiri dan yang terpenting pada barang tersebut terdapat HAKI, sehingga “berkaitan dengan barang impor” disini lebih ditekankan bahwa esensi dari pembayaran royalti tersebut karena adanya HAKI pada barang impor tersebut, bukan cara perhitungannya, karena ada juga pembayaran royalti yang tidak berdasarkan pada persentase dari harga jual tetapi royalti dibayarkan dalam jumlah tertentu yang disebutkan dalam perjanjian tanpa dikaitkan dengan omset penjualan yang dibayarkan secara periodik selama periode perjanjian. Namun yang umum ditemui adalah pembayaran royalti yang dihitung berdasarkan persentase dari harga jual/nilai penjualan kembali ke DPIL. Tentang perhitungan royalti berdasarkan persentase dari harga jual/nilai penjualan juga disebut dalam paragraph 6 information document dan hal ini dapat dimengerti karena lebih fair bagi kedua belah pihak penjual dan pembeli dengan menghitung pembayaran royalti atas barang-barang impor yang laku terjual saja. Dari penjelasan berdasarkan information document tersebut dapat disimpulkan bahwa royalti semacam ini “merupakan persyaratan penjualan/as a condition of sale” sehingga harus ditambahkan pada harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar.
PERMASALAHAN 1. Tentang “merupakan persyaratan penjualan barang impor” Yang menjadi permasalahan adalah masih sederhananya penjelasan mengenai royalti terutama tentang “merupakan persyaratan penjualan barang impor” dalam Kep Dirjen BC No. Kep-81/BC/1999 tersebut. Sehingga apabila ditemui kasus-kasus yang serupa maka auditor akan kesulitan memberikan penjelasan terhadap auditee karena auditee umumnya resisten atau keberatan dengan masalah ini. 2. Penggunaan istilah selain royalti dan biaya lisensi Ada juga kasus royalti yang lain yang menarik yang kami temui dalam audit. Yaitu penggunaan istilah lain atau judul lain dalam perjanjian yang berkaitan dengan merek. Buyer dan Seller atau licensor dan licensee dalam perjanjiannya sama sekali tidak menggunakan istilah perjanjian lisensi dimana umumnya terdapat biaya lisensi/royalti, namun menggunakan istilah perjanjian waralaba dengan membayar fee waralaba/fee prinsipal atas penggunaan merek. Terhadap yang demikian saya berpendapat bahwa hal ini masuk dalam kategori royalti/biaya lisensi dengan alasan: a. Pada Salinan Lampiran I halaman 29 butir 4.3.1. Kep Dirjen BC No. Kep-81/BC/1999 disebutkan bahwa pengertian royalti dan biaya lisensi adalah pembayaran yang berkaitan dengan paten, EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
45
O P I N I merek dagang dan hak cipta. Sehingga pembayaran yang berkaitan dengan merek dengan menggunakan istilah fee waralaba/fee prinsipal yang dituangkan dalam bentuk perjanjian waralaba tersebut esensinya adalah royalti/biaya lisensi, terlebih lagi perusahaan membukukannya dengan account biaya royalti/biaya lisensi, karena secara akuntansi, sifat/karakteristik transaksi seperti ini memang masuk ke dalam biaya royalti/lisensi. b. Penggunaan istilah lain selain royalti dan biaya lisensi dimungkinkan seperti dijelaskan dalam Information Document dari Technical Committee on Customs Valuation dengan nomor dokumen 40.818 E / V11-11743, 4th Session yang dikeluarkan di Brussel, 28 November 1996 tersebut. Sehingga auditor harus lebih cermat dalam membaca dokumen perjanjian yang berkaitan dengan HAKI baik paten, merek dagang dan hak cipta.
USULAN Untuk lebih memudahkan pelaksanaan penerapan aturan nilai pabean, sebaiknya poin-poin penting dalam Information Document dari Technical Committee on Customs Valuation dengan nomor dokumen 40.818 E / V11-11743, 4th Session yang dikeluarkan di Brussel, 28 November 1996 diadopsi untuk memberbaiki penjelasan dalam Kep Dirjen BC No. Kep-81/BC/1999. Selain itu contoh-contoh kasus yang secara resmi dikeluarkan oleh WCO untuk kasus royalti dalam Advisory Opinion sebaiknya juga dijadikan lampiran contoh kasus pada Kep Dirjen BC No. Kep81/BC/1999 sehingga memudahkan pelaksanaan di lapangan, karena selama ini lima kali revisi terhadap Kep Dirjen BC No. Kep-81/BC/ 1999 belum pernah membahas secara khusus masalah royalti. Sudah beberapa kali auditor menemukan permasalahan royalti dan mungkin ke depannya masih banyak lagi kasus-kasus tentang royalti yang dihadapi auditor karena makin meningkatnya penerapan aturan HAKI dan pada umumnya auditee masih resisten atau keberatan terhadap masalah ini karena memang penerapan aturan nilai pabean berkenaan dengan royalti/biaya lisensi belum begitu populer. Untuk memperjelas permasalahan royalti ini dan guna memberikan perlakuan yang sama kepada seluruh importir yang berkaitan dengan HAKI ada baiknya pembahasan juga dilakukan dengan semacam simposium atau sosialisasi dan perbaikan peraturan yang melibatkan Direktorat Audit, Direktorat Teknis Kepabeanan, dan Direktorat Kepabeanan Internasional.
SARAN Untuk lebih memudahkan auditor melihat adanya transaksi royalti, maka sebaiknya auditor lebih mencermati Laporan Keuangan, Catatan atas Laporan Keuangan dan/atau General Ledger, karena apabila importir mengimpor barang-barang yang mengandung HAKI dengan hak distribusi dan penjualan di DPIL secara eksklusif, biasanya importir memiliki perjanjian lisensi dimana umumnya importir diharuskan membayar biaya lisensi atau royalti. Apabila importir melaksanakan sistem akuntansinya dengan sehat (sound practice), maka tentunya dia akan menyatakannya dalam Laporan Keuangan, Catatan atas Laporan Keuangan dan/atau General Ledger dalam perkiraan/account sesuai prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (Generally Accepted Accounting Principles/ GAAP). Sebaliknya pemberi lisensi yang umumnya adalah perusahaan multinasional juga tidak akan sembarang memberikan lisensi terhadap importir yang tidak memenuhi prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, karena tentunya pemberi lisensi tidak mau HAKI-nya dilanggar dan umumnya pemberi lisensi berhak memiliki akses terhadap pembukuan importir tersebut untuk memeriksa/menghitung royalti yang harus dibayarkan, baik pemeriksaan langsung oleh pemberi lisensi maupun melalui Akuntan Publik yang ditunjuk untuk mengaudit pembukuan importir. Selain itu pembayaran royalti juga dilaporkan dalam SPT Tahunan. Dengan demikian Laporan Keuangan yang telah diaudit Akuntan Publik dan SPT Tahunan dapat diandalkan oleh auditor bea cukai dalam melaksanakan tugas auditnya. Semoga tulisan ini bermanfaat. Wallahu a’lam bisshowab.
Penulis adalah Kepala Seksi KITE Kanwil DJBC NAD
46
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
Oleh : Dian Jusriyati S.E., M.M.
APA ITU
BARANG KENA CUKAI?
B
arang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik : konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan, dikenai cukai berdasarkan undang-undang tentang cukai. Barang-barang tertentu tersebut selanjutnya dinyatakan sebagai barang kena cukai. Cukai dikenakan terhadap barang kena cukai yang terdiri dari: etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya; minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapapun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol; hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya. Sehubungan dengan penetapan jenis barang kena cukai sebagaimana disebutkan di atas sesuai dengan Undang-Undang 11 Tahun 1995 Tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai, maka saat ini untuk sementara waktu kita baru mengenal tiga jenis barang kena cukai secara umum, yaitu etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau. Penambahan atau pengurangan jenis barang kena cukai tersebut sangat dimungkinkan mengikuti perkembangan ekonomi, situasi politik, serta keuangan negara. Pengertian dari masingmasing jenis barang kena cukai tersebut dijelaskan pada keterangan di bawah ini. Etil alkohol atau etanol adalah barang cair, jernih, dan tidak berwarna, merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH, yang diperoleh baik secara peragian dan/atau penyulingan maupun secara sintesa kimiawi. Minuman yang mengandung eti alkohol adalah semua barang cair yang lazim disebut minuman yang mengandung etil alkohol yang dihasilkan dengan cara peragian, penyulingan, atau cara lainnya, antara lain bir, shandy, anggur, gin, whisky, dan yang sejenis. Sementara yang dimaksud dengan konsentrat yang mengandung etil alkohol adalah bahan yang mengandung etil alkohol yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan minuman yang mengandung etil alkohol. Hasil tembakau berupa sigaret adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Sigaret ini terdiri dari sigaret kretek, sigaret putih, dan sigaret kelembak kemenyan. Sigaret kretek adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur
kan sebagai tembakau iris? Jawabannya memang barang itu adalah dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memtembakau iris. Yang dimaksud dengan penggalan kata “..., untuk perhatikan jumlahnya. dipakai,...” dalam definisi sigaret maupun tembakau iris (juga cerutu Sigaret putih adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dan rokok daun) adalah sudah dapat dikonsumsi atau digunakan dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan. Sigaret kretek sebagaimana barang kena cukai tersebut lazimnya dikonsumsi. Bukan dan sigaret putih terdiri dari sigaret yang dibuat dengan mesin atau semata-mata harus sudah dikemas dan siap untuk penjualan eceran. yang dibuat dengan cara lain selain daripada mesin. Dalam contoh kasus di atas masih banyak yang terjebak bahwa Sigaret kretek dan sigaret putih yang dibuat dengan mesin adalah barang kena cukai tersebut harus dikemas untuk penjualan eceran tersigaret kretek dan sigaret putih yang dalam pembuatannya mulai dari lebih dahulu baru dapat dikeluarkan dari pabrik (acuannya pada pasal pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan 8 dan pasal 29 Undang-Undang Cukai). Akan tetapi coba diperhatikan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhpasal 27 Undang-Undang Cukai yang memungkinkan pengangkutan nya, atau sebagian menggunakan mesin. Selanjutnya dalam pengobarang kena cukai dalam keadaan curah, dengan demikian longan tarif dan harga jual ecerannya dibedakan menjadi Sigaret Krebagaimanapun keadaan barang kena cukai tersebut, apakah sudah tek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM). dikemas maupun tidak dikemas, bukan sebagai bagian dari syarat Sigaret kretek dan sigaret putih yang dibuat dengan cara lain darimaupun definisi barang kena cukai itu sendiri. pada mesin adalah sigaret kretek dan sigaret putih yang dalam proses Nah, kalau hasil blending tadi adalah barang kena cukai berupa pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan tembakau iris, untuk selanjutnya pabrik rokok merek Padud tadi harus dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan memenuhi aturan dalam pasal 7, pasal 25 atau pasal 27, pasal 30, pita cukai, tanpa menggunakan mesin. Selanjutnya dalam pengolongatau pasal 29 bila tidak ingin terkena pasal 54 pada waktu mengirim an tarif dan harga jual ecerannya dibedakan menjadi Sigaret Kretek hasil blendingnya ke pabrik rokok merek Keris. Tangan (SKT), Sigaret Kretek Tangan Filter (SKTF,) dan Sigaret Putih Jangan juga kita terjebak pada pengertian barang kena cukai yang Tangan (SPT). tidak dipungut cukainya sebagaimana tercantum dalam pasal 8 Sigaret kelembak kemenyan adalah sigaret yang dalam pembuatUndang-Undang Cukai maupun barang kena cukai yang mendapat annya dicampur dengan kelembak dan/atau kemenyan asli maupun pembebasan sebagaimana tercantum dalam pasal 9 Undang-Undang tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya. Cukai. Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa apabila sudah Hasil tembakau berupa cerutu adalah hasil tembakau yang didibebaskan ataupun cukainya tidak dipungut maka barang tersebut buat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris maupun tidak, sudah bukan barang kena cukai sehingga tidak perlu dilindungi dokudengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau, unmen cukai atau tidak perlu diawasi. tuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengContoh sekali lagi, dan ini agak kontroversial, ganti atau bahan pembantu yang digunakan daapakah spiritus bakar (brand spiritus) termasuk lam pembuatannya. SAAT INI UNTUK barang kena cukai atau bukan? Sebelum sampai Hasil tembakau berupa rokok daun adalah hasil pada jawabannya, kita lihat dulu bagaimana bunyi tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun SEMENTARA WAKTU pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Cukai. jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan KITA BARU MENGENAL “Pembebasan cukai dapat juga diberikan atas bakena cukai tertentu yaitu : pengganti atau bahan pembantu yang digunakan TIGA JENIS BARANG rang a. etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik dalam pembuatannya. KENA CUKAI SECARA untuk diminum; Hasil tembakau berupa tembakau iris adalah b. minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau UMUM, YAITU ETIL hasil tembakau, yang dikonsumsi oleh yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan ALKOHOL, MINUMAN penumpang dan awak sarana pengangkut yang bahan pengganti atau bahan pembantu yang diguberangkat langsung ke luar daerah pabean.” nakan dalam pembuatannya. YANG MENGANDUNG Hasil tembakau berupa hasil pengolahan temPenjelasan pasal 9 ayat (2) huruf a: yang dibakau lainnya adalah hasil tembakau yang dibuat ETIL ALKOHOL, DAN maksud dengan “etil alkohol yang dirusak sehingga dari daun tembakau selain yang disebut dalam deHASIL TEMBAKAU tidak baik untuk diminum” adalah etil alkohol yang finisi hasil tembakau sebelumnya yang dibuat sedirusak dengan bahan perusak tertentu, yang dalam cara lain dengan perkembangan teknologi dan seistilah perdagangan lazim disebut spiritus bakar lera konsumen, tanpa mengindahkan bahan peng(brand spiritus). Dari kalimat yang tercantum di dalam pasal 9 ayat (2) ganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. huruf a beserta penjelasannya tersebut dapat disingkat menjadi “Pem*** bebasan cukai dapat juga diberikan atas barang kena cukai tertentu Begitu mudahnya mengidentifikasikan barang kena cukai sehingyaitu spiritus bakar”. Jadi, spiritus bakar adalah termasuk dalam pega lama-kelamaan banyak di antara pegawai bea dan cukai yang mangertian barang kena cukai, hanya saja diberikan pembebasan cukai. lah salah mengartikan suatu jenis barang sebagai barang kena cukai Akan tetapi ada juga yang membantahnya, pengertian pasal itu atau bukan. Contoh, apabila suatu pabrik rokok merek Padud dapat diartikan bahwa “etil alkohol (barang kena cukai) yang dirusak membuat campuran rajangan daun tembakau dengan diberi cengkih (karena sudah dirusak maka tidak lagi sebagai barang kena) dan saus rokok kemudian hasil blending tersebut dijual ke pabrik rokok sehingga...”. Namun coba persandingkan dengan pasal 9 ayat (2) lain merek Keris, apakah hasil blending itu berupa barang kena cukai huruf b, yang menyatakan bahwa kata sambung “yang” adalah kata atau bukan? Kalau bukan merupakan barang kena cukai apa alasansambung yang menjelaskan syarat mengapa barang kena cukai nya? Kalau merupakan barang kena cukai apakah bisa dikategorikan tersebut dibebaskan cukainya. Kata sambung “yang” bukan berfungsi sebagai tembakau iris? untuk menjelaskan pengertian barang kena cukai “yang” justru dijadiSebagian di antara kita menyatakan bahwa hasil blending dari kan bukan sebagai barang kena cukai sehingga dibebaskan cukainya. Padud tadi bukan merupakan barang kena cukai karena mendasarkan Kurang jelas? Coba direnungkan lagi secara mendalam. pada penggalan definisi tembakau iris “..., untuk dipakai,...”. Penganut Terakhir, yang perlu kita pahami bersama, bahwa undang-undang faham ini mungkin lupa bahwa dalam definisi sigaret juga terdapat adalah apa yang tertulis di dalamnya, bukan apa yang dimaui oleh penggalan kata-kata yang sama, akan tetapi coba diperhatikan, apapembuatnya apalagi oleh penafsirnya, sehingga pemahaman kita mau kah dengan demikian ada pabrik rokok yang menjual rokok batangan tidak mau, suka tidak suka, benar tidak benar, adalah dari hitam di ke pabrik rokok lain? Kalau toh ada tentunya kejadian itu akan menjadi atas putih yang dicantumkan di dalam undang-undang tersebut. barang tangkapan P2 karena melanggar pasal 25, pasal 27, dan pasal Walaupun akibatnya bisa jadi bahan guyon, akan tatapi kalau undang29 yang dilanjutkan dengan pasal 54 Undang-Undang Cukai, dengan undangnya saja sudah bilang begitu terus mau gimana lagi? kata lain berarti sigaret batangan tersebut sudah dikategorikan sebagai Berkenan menanggapi? Atau mau menambahkan penjelasan mebarang kena cukai. ngenai barang kena cukai yang lainnya?Wassalam. Hal yang sama seharusnya berlaku juga untuk hasil blending tersebut. Kalau demikian apakah hasil blending tersebut dapat dikategoriPenulis adalah Client Coordinator pada KPU Tanjung Priok
“ ”
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
47
K O L O M Oleh : Aris Sudarminto
DEWAN KEMAKMURAN MASJID DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
REFLEKSI (HAMPIR) TIGA TAHUN PERJALANANNYA
T
adinya tulisan ini diniatkan untuk dibuat pada saat genap 3 (tiga) tahun perjalanan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang dimulai sejak terbitnya Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-102/BC/2005 tanggal 21 Oktober 2005, tapi akhirnya tetap diselesaikan sekarang karena pada akhirnya untuk pemuatan sebuah artikel terserah pada Redaksi WBC. Selain untuk menjadi evaluasi perjalanan DKM hingga saat ini, penulis juga ingin sumbang saran mengenai potensi pengembangan yang bisa dilakukan untuk lebih memberdayakan keberadaan DKM. Selain itu, tulisan ini juga ditujukan bagi para pelaku sejarah yang terlibat dalam merumuskan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-102/BC/2005, agar merenungkan kembali apakah sudah cukup puas hanya menjadi pencetus kelahirannya? Padahal, bukankah itu baru langkah awal saja? Karena perjuangan yang sesungguhnya adalah melaksanakan apa-apa yang sudah termaktub di dalamnya dan sudah kita sepakati dalam musyawarah dulu. Adakah nampak sumbangan anda setelahnya, wahai sekalian Bapak, Ibu, Saudara?
SEKILAS SEJARAH DKM Sejarah terbentuknya DKM tidak bisa dipisahkan dari sejarah Masjid Baitut Taqwa Kantor Pusat DJBC, dimulai dengan terbitnya Keputusan Ketua Yayasan Al Amanah Departemen Keuangan Nomor 142/KEP/YA/1994 tentang Pembentukan Panitia Pembangunan Masjid Dalam Lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dengan semangat ukhuwah Islamiyyah dan pengorbanan (tadhiyah) dari para pegawai Kantor Pusat DJBC yang ikut andil di dalamnya dengan merelakan dipotong sebagian dari gaji/TKPKN bulanannya, alhamdulillah akhirnya selesai juga pembangunan Masjid Baitut Taqwa di Kantor Pusat DJBC dan diresmikan oleh Menteri Keuangan saat itu yaitu Bapak Mar’ie Muhammad pada 31 Mei 1997. Sejak saat itulah, Masjid Baitut Taqwa menjadi bagian dari syiar Islam di Kantor Pusat DJBC yang dimotori oleh Pengurus Masjid Baitut Taqwa yang anggotanya terdiri dari para pejabat dan pegawai yang peduli untuk memakmurkan masjid, yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Namun seiring perjalanannya, dirasakan ada yang tidak optimal ketika untuk pembentukan pengurus masjid saja harus dengan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tanpa ada pengaturan hal-hal yang menjadi lingkup tugas dan tanggung jawab yang jelas. Hal inilah yang akhirnya menjadi latar belakang lahirnya Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-42/BC/2002 tanggal 5 Juli 2002 tentang Pengelolaan Masjid Baitut Taqwa Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang di dalamnya ditetapkan tugas pokok dan fungsi Pengurus Masjid Baitut Taqwa. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-42/BC/ 2002 menyebutkan bahwa Pengurus Masjid Baitut Taqwa mempunyai 48
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
tugas pokok mengoptimalkan penggunaan Masjid Baitut Taqwa untuk kegiatan ibadah dan syiar Islam di Kantor Pusat DJBC. Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut Pengurus Masjid Baitut Taqwa mempunyai fungsi antara lain : a. Menyelenggarakan kegiatan ibadah, dakwah dan pendidikan keIslaman sebagai sarana dalam membina mental dan meningkatkan integritas pegawai; b. Memberdayakan zakat, infaq, shodaqoh dan bentuk pengumpulan dana lainnya yang tidak bertentangan dengan syariat Islam sebagai sumber dana dari seluruh kegiatan Masjid; c. Melaksanakan kegiatan sosial yang dapat mendukung citra positif DJBC. Ada lagi satu hal yang menarik untuk diketahui, dalam dokumen Rencana Strategis Pengurus Masjid Baitut Taqwa Kantor Pusat DJBC Tahun 2002 - 2007, ternyata Pengurus juga mempunyai motto yaitu “Menghidupkan Nurani Dalam Berkarya”. Sederhana tapi ternyata menjadi hal yang sangat dibutuhkan saat ini dalam membangun integritas dan citra positif DJBC. Perlahan tapi pasti, Masjid Baitut Taqwa Kantor Pusat DJBC bergerak menjadi model yang dipandang berpotensi untuk turut membangun integritas SDM Bea dan Cukai serta akan mampu mendukung citra positif DJBC melalui program-program kegiatannya, sehingga layak untuk ditularkan ke unit struktural DJBC di bawahnya yaitu kantor wilayah, kantor pelayanan, balai penelitian dan pangkalan sarana operasi yang ada di lingkungan DJBC seluruh Indonesia. Pertimbangan inilah yang akhirnya menjadi dasar pembentukan DKM melalui beberapa musyawarah pengurus dan akhirnya mendorong terbitnya Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP102/BC/2005 tanggal 21 Oktober 2005 tentang Dewan Kemakmuran Masjid Di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
DKM SAAT INI Sejak terbitnya Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-102/BC/2005 tanggal 21 Oktober 2005, sepertinya perkembangan DKM tidak berjalan dengan masif sebagaimana yang diharapkan semula. Menurut catatan penulis, belum banyak pembentukan DKM di kantor wilayah dan kantor pelayanan yang ada saat ini. Selain Kantor Pusat DJBC, ternyata baru KPPBC Tipe A2 Jakarta, KPU Bea Cukai Tipe A Tanjung Priok, dan KPU Bea dan Cukai Tipe B Batam. Bagaimana dengan yang lain? Jika dicari letak permasalahannya, mungkin terkait dengan ketidaktahuan adanya Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-102/BC/2005 tentang Dewan Kemakmuran Masjid Di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Bagaimanapun harus diakui bahwa tidak pernah ada sosialisasi khusus untuk mendistribusikan keputusan tersebut. Namun, seiring dengan penyebaran para pelaku sejarah pembentukan DKM melalui jalur mutasi dan promosi, kenapa juga tidak diiringi dengan menjadi motor penggerak inisiatif pembentukan DKM di kantor yang baru? Padahal untuk membentuk DKM tersebut tidak harus dari nol, karena hampir di setiap kantor sudah mempunyai pengurus musholla atau pengurus masjid masingmasing. Jadi, bukankah tinggal mengarahkan saja? Hal yang berbeda, jika ternyata kantor yang bersangkutan memang belum memiliki bangunan masjid atau musholla. Tetapi menurut hemat penulis, walaupun belum mempunyai masjid atau musholla, seharusnya tidak menghalangi terbentuknya DKM, karena justru mengupayakan pembangunan masjid atau musholla akan menjadi tugas pertama DKM ketika sudah terbentuk. Dan satu lagi, dengan adanya DKM akan dimungkinkan kerja sama dengan DKM kantor lainnya, sebagaimana tersebut dalam diktum Kelima ayat (2) Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-102/BC/2005, yang berbunyi “Dewan Kemakmuran Masjid dapat saling memberikan bantuan dana atau bantuan dalam bentuk lain”.
DKM DAN KPU Walaupun masih bisa dihitung dengan jari, faktanya pada 2 (dua) kantor baru yang diharapkan menjadi motor dalam reformasi birokrasi DJBC yaitu KPU Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok dan KPU Bea dan Cukai Tipe B Batam ternyata malah sudah membentuk DKM. Bahkan sudah bergerak aktif melaksanakan tugas pokok dan fungsinya melalui program-program kegiatannya.
INFO PERATURAN Tentu saja ini menjadi sebuah fakta yang menggembirakan dan menarik untuk dianalisa. Apakah ini berarti konsep DKM yang memang menghendaki pembentukan SDM yang berintegritas dan berkeinginan kuat untuk selalu membentuk citra positif DJBC berkorelasi positif dengan tujuan pembentukan KPU? Pasti. Namun penulis lebih memilih bahwa sangat besar kemungkinan di dalam duo KPU yang ada saat ini, memang terdapat SDM yang siap menjadi motor penggerak dan mempunyai karakter sebagai agen perubahan serta mampu melihat ke depan untuk terlibat aktif dalam proses perubahan DJBC yang lebih baik melalui semua sarana yang ada, salah satunya dengan aktif dalam DKM. Sebuah premis yang bisa diikuti oleh kantor-kantor lain yang akan menjadi KPU-KPU berikutnya dan penulis akan aktif memantau terus untuk membuktikan premis ini.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN Per Agustus 2008 No.
PERATURAN Nomor
1.
73/PMK.05/2008
9-05-08
2.
77/PMK.01/2008
23-05-08
3. 4.
91/PMK.04/2008 23-05-08 94/PMK.011/2008 30-06-08
5.
95/PMK.011/2008 30-06-08
6.
96/PMK.011/2008 30-06-08
7.
97/PMK.01/2008
R
I
H
A
L
4-07-08
Tata Cara Penatausahaan Dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Kementerian Negara/Lembaga/ Kantor /Satuan Kerja. Bantuan Hukum Di Lingkungan Departemen Keuangan. Audit Cukai Modalitas Penurunan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka Persetujuan Antara Republik Indonesia Dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi Penetapan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka Persetujuan Antara Republik Indonesia Dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi. Penetapan Tarif Bea Masuk Dengan Skema Liser Specific Duty Free Scheme (USDFS) Dalam Rangka Persetujuan Antara Republik Indonesia Dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi. Layanan Pengadaan Secara Elektronik Departemen Keuangan.
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI Per Agustus 2008 PERATURAN No. 1.
2
Nomor
Tanggal
P
P-09/BC/2008
30-06-08
Tata Cara Pelayanan Dan Pengawasan Penggunaan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka User Specific Duty Free Scheme (USDFS) Berdasarkan Persetujuan Antara Republik Indonesia Dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi. Penyediaan Dan Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau.
P-10/BC/2008
22-07-08
E
R
I
H
A
L
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI Per Agustus 2008
PENUTUP Demikian akhir dari tulisan ini dengan harapan semoga rekan-rekan Bea dan Cukai di seluruh pelosok negeri ini dapat memahami dan selanjutnya mampu menjadi pelopor terbentuknya DKM di kantornya masing-masing. Mudah-mudahan ke depan nanti, DKM benar-benar mampu menjadi sentra pembinaan dan pembentukan SDM Bea dan Cukai yang aktif menjadi agen perubahan dan juga mempunyai kepedulian sosial. Dengan demikian, citra positif DJBC secara linier dapat terbentuk secara nyata di semua unit kantor yang ada di seluruh pelosok nusantara, dan tidak hanya diwakili oleh KPU-KPU saja. Semoga. Selamat Berjuang!
E
Tanggal
DKM DAN KEPEDULIAN SOSIAL Satu hal yang pasti, bahwa dengan reformasi birokrasi Departemen Keuangan sudah memberikan peningkatan take home pay pegawai DJBC. Suatu hal yang harus disikapi dengan kebanggaan dan juga rasa syukur kepada Allah SWT. Setiap muslim pasti meyakini dengan bersyukur Allah SWT akan menambahkan nikmatNya. Di sisi lain, keyakinan akan adanya hak fakir miskin pada rejeki yang Allah SWT berikan buat kita harus diimbangi dengan keaktifan untuk peduli dalam berbagi buat mereka. Pertanyaannya, bisakah keinginan berbagi dari masing-masing individu tersebut bersinergi dengan pembentukan citra positif institusi? Bagaimana caranya? Jawabannya adalah sangat bisa sekali, yaitu melalui DKM itu sendiri. DKM harus mempunyai unit organisasi yang akan mampu mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya atau mempunyai program kepedulian yang bisa diterapkan secara khusus untuk masing-masing kantor. Mengadopsi konsep Corporate Social Responsibility (CSR) yang sedang dikembangkan saat ini oleh perusahaan swasta, DKM bisa merubah namanya menjadi Customs Social Rensposibility atau Bea Cukai Peduli (Customs Care). Apapun namanya, dengan sedikit kelebihan yang kita punya saat ini, DKM harus mampu menjadi perantara individu-individu yang peduli dan menyalurkannya semaksimal mungkin untuk mewujudkan program-program kepedulian sosial di bidangbidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Sebagaimana yang saat ini dilakukan oleh DKM KPU Bea dan Cukai Tipe B Batam yang tengah menjalankan program KPU Batam Peduli dengan berhasil mengajak hampir seluruh pegawainya untuk turut berpartisipasi di dalamnya.
P
PERATURAN No. 1
Nomor
Tanggal
SE-26/BC/2008
30-06-08
2
SE-27/BC/2008
7-07-08
Referensi : 1. Keputusan Ketua Yayasan Al Amanah Departemen Keuangan Nomor 142/KEP/YA/1994 tentang Pembentukan Panitia Pembangunan Masjid Dalam Lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 2. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-42/BC/2002 tentang Pengelolaan Masjid Baitut Taqwa Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 3. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-102/BC/ 2005 tentang Dewan Kemakmuran Masjid Di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
3
SE-28/BC/2008
15-07-08
Penulis adalah Kepala Seksi Bimbingan Kepatuhan I di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam, sekaligus Sekretaris Dewan Kemakmuran Masjid di KPU Bea Cukai Batam dan pernah menjadi Pengurus DKM Kantor Pusat DJBC
4
SE-29/BC/2008
16-07-08
P
E
R
I
H
A
L
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka Persetujuan antara Republik Indonesia Dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi. Penegakan disiplin Kerja Pegawai Dan Penggunaan Mesin Absensi Elektronik Di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pencabutan Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor SE-37/BC/2001 Tanggal 14 Desember 2001 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Pekerjaan Sub Kontrak Kepada PDKB Lainnya Tanpa Kewajiban Mengembalikan Barang Hasil Pekerjaan Sub Kontrak. Penyesuaian Jam Kerja Pelayanan Dan Pengawasan Kepabeanan Dan Cukai Dengan Jam Kerja Ketersediaan Listrik.
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
49
KONSULTASI KEPABEANAN & CUKAI
Setiap surat pertanyaan yang masuk ke Redaksi Warta Bea Cukai baik melalui pos, fax ataupun e-mail, harus dilengkapi dengan identitas yang jelas dan benar. Redaksi hanya akan memproses pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dengan menyebutkan identitas dan alamat yang jelas dan benar. Dan sesuai permintaan, kami dapat merahasiakan identitas anda. Redaksi
PAKET KIRIMAN LUAR NEGERI MELALUI KANTOR POS
S
aya pernah bertugas di Pos Bea Cukai pada PT. DHL. Di PT. DHL setiap barang kiriman dari luar negeri mereka buat PIBT-nya, dan setiap barang kiriman ke luar negeri mereka buat PEB-nya (BC. 3.0). Artinya setiap Pegawai Pelaksana Administrasi (Petugas Jaga Pintu) tidak menanggung mutlak atas risiko yang mungkin akan terjadi pada setiap paket kiriman ke luar negeri dan/atau paket kiriman dari luar negeri. Sebab PEB setelah difiat ekspor terlebih dahulu oleh Korlak Administrasi Ekspor (Kepala Hanggar Ekspor) baru kemudian Pelaksana Jaga Pintu menandatangani Persetujuan Ekspor, dan barang tersebut siap untuk diterbangkan ke luar negeri tujuan ekspor. Begitu pula sebaliknya alur dokumen PIBT terhadap barang kiriman dari luar negeri. Sekarang saya bertugas di Pos Bea Cukai pada PT. (Persero) Pos Indonesia. Terhadap barang kiriman dari luar negeri terlebih dahulu dicacah oleh Pelaksana Pemeriksa Bea Cukai dan disaksikan oleh Petugas dari PT. (Persero) Pos Indonesia, kemudian hasil pencacahan tersebut dituangkan di dalam Pencacahan dan Pembeaan Kiriman Pos (PPKP), sebagaimana diatur dalam SKB Dirjen Bea dan Cukai dan Dirjen Postel Tanggal 20 Desember 1976 masing-masing Nomor : KEP-1661/ DJBC/76 dan 42/Dirjen/1978. Setelah itu PPKP ditandatangani oleh Korlak Adm. Impor (Ka. Hanggar Impor) dan Pelaksana Pemeriksa Bea dan Cukai, lalu lembar ke-2, 3, dan 4 diserahkan oleh Pelaksana Administrasi (Petugas Jaga Pintu) kepada Petugas PT. (Persero) Pos Indonesia untuk pengeluaran barang tersebut. Terhadap barang kiriman ke luar negeri melalui PT. (Persero) Pos Indonesia, si pengirim hanya mengisi form CN-23 yang mereka peroleh dari Petugas Loket PT. (Persero) Pos Indonesia. Kemudian barang dan form CN-23 tersebut mereka bawa ke Pos Bea Cukai. Disini Pelaksana Administrasi (Petugas Jaga Pintu Bea Cukai) membubuhi stempel “INDONESIA CUTOMS” dan menuliskan tanggal pengiriman paket tersebut dan ditandatangani atau diparaf tanpa ada Fiat Ekspor dari Korlak Adm. Ekspor (Ka. Hanggar Ekspor) terlebih dahulu. Dan terhadap barang tersebut dilakukan pemeriksaan secara selektif oleh Pelaksana Administrasi (Petugas Jaga Pintu). Disini Pelaksana Administrasi (Petugas Jaga Pintu) bekerja secara tunggal, artinya Petugas Jaga Pintu pasti menanggung risiko yang mungkin akan terjadi terhadap paket kiriman tersebut, sebab hanya dia yang membubuhi tanda tangan di form CN-23. (Di Bea Cukai ada istilah untuk apa tanda tangan kalau bisa tidak karena akan meninggalkan bekas). Pertanyaan saya adalah : 1. Bagaimana perlakuan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap paket kiriman ke luar negeri melalui PT. (Persero) Pos Indonesia ? 2. Adakah ketentuan yang mengatur tata cara ekspor paket kiriman melalui PT. (Persero) Pos Indonesia ? Maksud saya sampai batas berapa kilogramkah berat paket tersebut yang dapat dilayani pengirimannya melalui PT. (Persero) Pos Indonesia, cukup hanya menggunakan form CN-23 saja atau harus menggunakan BC 3.0 (PEB) ? Sebab yang melakukan pengiriman tersebut bukan hanya orang awam saja,
50
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
tetapi juga perusahaan-perusahaan besar yang sudah berbentuk Perseroan Terbatas (PT). 3. Form CN-23 itu dokumen siapa? Direktorat Jenderal Bea Cukai atau PT. (Persero) Pos Indonesia ? Terima kasih. Ishak Effendi NIP. 060100884 Pelaksana Adm. pada KPPBC Tipe A3 Medan Tanggapan : Perihal pertanyaan dari pembaca WBC perihal paket kiriman ke luar negeri melalui Kantor Pos, disampaikan jawaban sebagai berikut : 1. Terhadap barang ekspor yang dikirim melalui pos, dalam batas berat barang tidak melebihi 100 kg, dikecualikan dari kewajiban mengajukan pemberitahuan pabean ekspor (PEB); 2. Untuk barang ekspor yang dikirim melalui pos dengan berat lebih dari 100 kg atau barang ekspor berupa cargo yang dikirim melalui PT. Pos Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku dilakukan oleh PPJK Pos Indonesia. Dalam hal ini pemberitahuan pabean ekspor/PEB dibuat oleh PT. Pos Indonesia; Ketentuan tentang tata cara ekspor paket kiriman pos melalui PT. Pos Indonesia (Persero) diatur dalam Keputusan Bersama Direktur Jenderal Bea dan Cukai dengan Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi nomor : KEP-34/BC/2000 dan KEP-41/DIRJEN/2000 tanggal 05 Juni 2000 tentang Penyelesaian Barang Impor atau Barang Ekspor yang Dikirim Melalui Pos. 3. Form CN-23 adalah dokumen PT. Pos Indonesia (Persero). 4. Sehubungan dengan berubahnya status Perum Pos dan Giro menjadi PT. Pos Indonesia (Persero), saat ini kami sedang membahas perubahan tatacara impor dan ekspor barangbarang melalui PT. Pos Indonesia (Persero) untuk disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan pos yang berlaku.
BONUS BARANG SEBAGAI FREE OF CHARGE Sebagai pembaca setia WBC, ijinkan saya mengajukan pertanyaan sehubungan dengan aktifitas perusahaan kami PT. Green Planet Indonesia yang rutin melakukan impor pupuk majemuk organik non subsidi. Sebagaimana biasanya jika perusahaan kami mempunyai rencana impor, maka dibuat Purchase Order (PO) ke supplier/ eksportir, dan dilanjutkan dengan pengiriman Proforma Invoice oleh supplier. Pernah satu kali, dengan maksud baik dari supplier pada Proforma Invoice ditambahkan barang sebagai bonus yang berhubungan dengan barang impor tersebut. Pada invoice diberikan keterangan “no customs value”. Kami katakan kepada supplier agar tidak perlu diberikan bonus, nanti akan bermasalah dengan pabean Indonesia.
CUKAI Pertanyaan saya adalah : 1. Apakah pemberian bonus barang dan keterangan free of charge dalam invoice, bisa membebaskan barang tersebut dari objek pajak oleh pejabat BC ? 2. Jika tidak, bagaimana ketentuannya agar bonus barang dapat bebas dari Pajak Dalam Rangka Impor ? Demikian pertanyaan disampaikan, dengan maksud mendapatkan jawabannya. Terima Kasih Irwan Susantio Tembaga Dalam I No. L8B RT 02/03 Letjen Suprapto Jkt 10640 Tanggapan : Perihal pertanyaan mengenai bonus barang sebagai Free of Charge, disampaikan jawaban sebagai berikut : 1. Ketentuan nilai pabean atas barang free of charge berdasarkan Kep-81/BC/1999 tanggal 31 Desember 1999 tentang Petunjuk Penetapan Nilai Pabean untuk Penghitungan Bea Masuk adalah sebagai berikut : a. Metode I tidak digunakan untuk menetapkan nilai pabean apabila barang impor bukan merupakan subjek suatu penjualan untuk di ekspor ke daerah pabean; b. Apabila barang impor bukan merupakan subjek dari suatu penjualan, berarti tidak terdapat nilai transaksi sehingga barang impor yang bersangkutan tidak dapat ditetapkan berdasarkan Metode I. Contoh barang impor bukan merupakan subjek dari suatu penjualan antara lain yaitu barang yang dikirim dengan cumacuma, misalnya barang hadiah, barang promosi, barang contoh (free of charge); c. Apabila nilai pabean tidak dapat ditetapkan berdasarkan Metode I, maka nilai pabean ditetapkan berdasarkan Metode II s.d Metode VI sesuai hirarki. 2. Pertanyaan tentang apakah pemberian keterangan free of charge bisa membebaskan barang tersebut dari objek pajak, disampaikan bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 17 tahun 2006 dinyatakan bahwa barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang bea masuk. 3. Berdasarkan pasal tersebut kami berpendapat bahwa semua barang impor terutang bea masuk, kecuali atas barang-barang tertentu yang diatur tersendiri, misalnya barang yang mendapatkan pembebasan bea masuk atau barang kiriman atau barang penumpang yang memenuhi kriteria untuk tidak dikenakan bea masuk. 4. Dengan demikian, atas barang yang dipertanyakan, sepanjang tidak terdapat keputusan tentang pembebasan bea masuk, maka atas barang tersebut dikenakan bea masuk dan PDRI. Adapun nilai pabeannya adalah dengan menggunakan Metode II s.d Metode VI sesuai hirarki. Demikian disampaikan dan atas kerjasamanya kami ucapkan terima kasih. Direktur Jenderal u.b. Direktur Teknis Kepabeanan Agung Kuswandono NIP 060079971
SOSIALISASI. Direktur Cukai yang didampingi oleh Direktur PPKC, saat mensosialisasikan kebijakan P-10/BC/2008 tentang penyediaan dan pemesanan pita cukai hasil tembakau.
SOSIALISASI
PENYEDIAAN DAN PEMESANAN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU Dengan kebijakan baru tentang penyediaan dan pemesanan pita cukai hasil tembakau yang baru ini, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) dapat mengirimkannya ke Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), melalu dua cara, yaitu secara elektronik bagi KPPBC yang sudah memiliki Sistem Aplikasi Cukai (SAC) sentralisasi, dan manual bagi KPPBC yang belum memiliki sistem elektronik.
U
ntuk tahun 2009, khususnya pada penyediaan dan pemesanan pita cukai hasil tembakau, DJBC mengeluarkan kebijakan baru yang dituangkan melalui Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor P-10/BC/2008 tentang Penyediaan dan pemesanan pita cukai hasil tembakau. Ada beberapa perbedaan yang cukup signifikan antara peraturan yang lama dengan baru, khususnya untuk penyediaan dan pemesanan yang dilakukan oleh KPPBC Tipe Madya Cukai. Agar kebijakan ini dapat berjalan dengan efefktif, maka pada 25 Juli 2008, Direktorat Cukai menyelenggarakan sosialisasi yang berlangsung di ruang Auditorium gedung B KP DJBC. Sosialisasi yang dibuka oleh Direktur Penerimaan EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
51
CUKAI FOTO-FOTO WBC/ATS
telah melakukan berbagai persiapan, antara lain pemasangan jaringan untuk koneksi KP DJBC dan KPPBC, instalasi SAC sentralisasi pada KP DJBC dan KPPBC, dan pemilihan dan pelatihan SDM terbaik dalam rangka pembentukan KPPBC Tipe Madya Cukai. Sementara itu, untuk KPPBC yang belum memiliki SAC sentralisasi, dapat melaksanakan tatacara penyediaan dan pemesanan pita cukai secara manual. “Untuk KPPBC yang pemesanan pita cukai masih secara manual, DJBC tidak akan melibatkan tim untuk mendampingi pelaksanaan P-10/BC/2008, namun bagi KPPBC yang akan melakukan tatacara penyediaan dan pemesanan secara online, perlu adanya suatu tim dari Direktorat Cukai dan Direktorat IKC yang mendampingi pelaksanaan awal, sekaligus untuk melatih pemakaian SAC sentralisasi,” kata Frans Rupang. Adanya perbedaan baik proSAC SENTRALISASI. Salah satu perbedaan antara kebijakan yang baru dengan yang lama adalah, dijalankannya sedur maupun format penyediaan sistem SAC sentraliasai untuk KPPBC Tipe Madya Cukai. dan pemesanan pita cukai pada P-10/BC/2008 ini, diharapkan dari segi penerimaan dapat dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Hanafi Usman, dan meningkatkan penerimaan negara di bidang cukai melalui Direktur Cukai, Frans Rupang, dihadiri oleh Kepala Seksi peningkatan pelayanan prima kepada pengusaha, tetapi tetap Kepabeanan dan Cukai seluruh Indonesia. memperhatikan kepatuhan pengusaha pada peraturan Pada kata sambutannya Hanafi Usman menjelaskan, pekhususnya di bidang cukai. Dari segi kemudahan pelayanan mesanan dan penyediaan pita cukai untuk tahun 2009 haruskepada pengusaha, DJBC juga berharap dengan mengakolah berjalan dengan efektif dan sesuai dengan target yang modir SAC sentralisasi yang memungkinkan informasi data telah ditentukan. Hal ini dikarenakan, kemungkinan meningdari KPPBC dapat secara online dan real time dengan KP katnya kembali target penerimaan cukai tahun 2009 akan saDJBC. ngat dipengaruhi dengan jumlah pemesanan pita cukai yang Dari segi kemudahan, yang dapat dinikmati pengusaha ada. antara lain, validasi data oleh sistem (untuk mengurangi human error), tidak perlunya mengirimkan hard copy (khusus LATAR BELAKANG DAN PERBEDAAN PADA KEBIJAKAN BARU P3C) ke KP DJBC, dan dengan sistem ini pengusaha juga Sementara itu Frans Rupang dalam pemaparan tentang dimungkinkan melihat status pelayanan seperti proses P-10/BC/2008 menjelaskan, ada tiga hal yang melatarbelakapermohonan penyediaan pita cukai dan persediaan pita cukai ngi dikeluarkannya P-10/BC/2008, yaitu adanya pembentuksecara real time. kan KPPBC Tipe Madya Cukai, perlunya layanan unggulan “Dari segi kepatuhan pengusaha pada peraturan khususpada KPPBC Tipe Madya Cukai melalui pengembangan nya di bidang cukai, DJBC menegaskan beberapa hal yang sistem aplikasi cukai sentralisasi, dan perlunya kepastian dan menjadi dasar untuk tidak melayani P3C dan CK-1, yaitu transparansi dalam pelayanan cukai. NPPBKC dalam keadaan dibekukan, memiliki utang cukai “Dengan latar belakang tersebut, maka ada beberapa peryang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, dan bedaan yang cukup mendasar antara P-10/BC/2008 dengan sanksi administrasi berupa denda yang belum dibayar samperaturan sebelumnya P-31/BC/2007. Antara lain, diakomopai dengan tanggal jatuh tempo, dan tidak melunasi biaya dirnya SAC sentralisasi yang saat ini baru digunakan oleh pengganti penyediaan pita cukai dalam waktu yang ditetapKPPBC Tipe Madya Cukai Malang, penyederhanaan format kan,” terang Frans Rupang. dokumen Permohonan Penyediaan Pita Cukai (P3C), PermoAgar pelaksanaan P-10/BC/2008 ini dapat berjalan honan Penyediaan Pita Cukai Tambahan (P3CT) dan P3CT dengan efektif, DJBC pun dalam waktu dekat ini akan melaijin Direktur Jenderal menjadi satu format dokumen dengan kukan sosialisasi kepada para pengguna jasa cukai, yang beberapa pilihan penggunaannya,” papar Frans Rupang. materi sosialisasi akan langsung dijabarkan oleh KPPBCPerbedaan lainnya dijelaskan juga oleh Frans Rupang, KPPBC dimana pengusaha cukai tersebut berada. Karena, penghapusan rekapitulasi P3C yang pita cukainya disediakan sasaran yang ingin dicapai DJBC dengan P-10/BC/2008 ini di KPPBC (DP3C maupun DP3CT). Selanjutnya atas permoadalah, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat usaha, honan penyediaan pita cukai baik yang disediakan KPPBC meningkatkan kepatuhan pengusaha terhadap peraturan maupun di kantor pusat menggunakan format P3C. Selain itu, khususnya di bidang cukai, dan efisiensi penyediaan dan ketentuan dalam P3C pengajuan tambahan ijin Direktur Jenpemesanan pita cukai hasil tembakau. deral, yaitu diajukan setelah P3C pengajuan tambahan sam“Selain itu, untuk kedepan ini DJBC juga masih akan mepai dengan tanggal 25 bulan pengajuan CK-1, diajukan sekali nyampaikan peraturan-peraturan di bidang cukai baik kepada untuk periode pengajuan yang sama, Direktur Jenderal dapat pegawai maupun pengusaha, karena ada beberapa peraturmenyetujui semua, sebagian atau menolak. Dan, penyederan yang perlu dikaji ulang terkait pelayanan cukai untuk mehanaan sistem dan prosedur terkait P3C di kantor pusat. ningkatkan pelayanan kepada masyarakat usaha dan kepastian juga transparansi dalam pelayanan cukai,” tandas Frans PEMESANAN SECARA ONLINE Rupang. adi Terkait dengan pemesanan online, saat ini DJBC juga 52
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
RENUNGAN ROHANI
PUASA
AJANG UNTUK MELATIH DISIPLIN WAKTU Dalam salah satu khotbahnya, sebagaimana diceritakan Salman Al-Farisi, Rasulullah SAW berkata, “Dan ia (Ramadhan) adalah bulan yang awalnya merupakan rahmat, pertengahannya merupakan ampunan, dan akhirnya sebagai pembebas dari api neraka” (H.R. Baihaqi dan Ibnu Khuzaimah).
D
dianjurkan melakukannya segera setelah terdengar azan ari perjalanan hidup kita, baik yang langsung kita Magrib. Ini yang membuat disiplin waktu dalam menjalankan alami maupun dari menengok apa yang terjadi di ibadah puasa berbeda dengan ibadah shalat. sekitar kita, kita akan temui betapa besarnya Puasa yang merupakan latihan efektif untuk kita berlatih kerugian yang kita alami sebagai insan, keluarga, disiplin waktu ini mendapat perhatian khusus dari Allah SWT. kelompok, organisasi, perusahaan sampai kantor Puasa dijadikan begitu istimewa seperti difirmankan Allah pemerintahan hanya karena kita tidak istikamah dalam Sang Maha Mengetahui melalui hadis yang dituturkan memegang amanah tentang waktu (waqt dalam bahasa Arab Rasulullah SAW, yaitu, “Segala amal ibadah anak Adam atau time dalam bahasa Inggris). adalah miliknya kecuali puasa. Ia adalah untuk-Ku dan Aku Waktu ini memegang peran penting dalam hidup kita di sendiri yang akan memberikan pahalanya” (H.R. Bukhari). alam sementara atau di dunia ini. Alquran dalam beberapa Jika ibadah sesuai dengan rukun Islam memiliki ukuran ayat menyebut tentang waktu dalam berbagai kata atau wufisik melalui gerakan dan ucapan yang bisa diukur oleh jud, misalnya Al Ashr dan Lailatul Qadr. Bahkan, meninggal manusia kualitasnya, ibadah puasa lebih dari sekadar fisik. atau mati yang tidak lain adalah dimensi waktu dijadikan Ada ukuran kualitas yang kuantifikasinya sepenuhnya ada misteri milik Allah. Paling sedikit tiga dari Asmaa ul Husnaa pada Allah SWT, seperti digambarkan hadis tersebut. (99 sifat istimewa Allah) terkait langsung dengan waktu yaitu Dalam beberapa hadis memang ada upaya unYa Mumiitu (Maha Mematikan), Ya Awwal, dan Ya tuk menjelaskan betapa penting dan istimewanya Aakhir. Dalam ilmu fisika, waktu bersama ruang puasa di bulan Ramadhan ini. Misalnya, setiap merupakan besaran yang paling fundamental ibadah atau perbuatan baik yang dilakukan di yaitu tidak ada besaran lain yang ikut menentukan “…PUASA bulan suci ini mendapat pahala berlipat. Bahkan, keduanya. Beda dengan energi, gaya dan keceYANG BUKAN ada ulama dan guru-guru agama yang mencoba patan di mana besarannya ikut ditentukan oleh menguantifikasi pahala yang tentu semua ini waktu dan ruang. Dalam pepatah kuno berbahasa SEKADAR mengacu pada ayat dalam surat Lailatul Qadr Inggris, kita kenal time is money. MENAHAN yang mengatakan bahwa bulan Ramadhan ini Kelima rukun Islam menekankan pentingnya disiplin waktu. Dalam hal waktu, puasa memiliki LAPAR DAN lebih baik dari seribu bulan. dalam berdisiplin memenuhi rusifat unik bila dibandingkan dengan keempat ruHAUS, INSYA kunKeberhasilan puasa, khususnya waktu ini membuat Muslim kun Islam yang lain. Dalam dua kalimat syahadat, dan Muslimah yang menjalankan ibadah shaum zakat, dan haji, waktu memang disebut namun ALLAH Ada hadis yang menggambarkan tidak definitif. Dalam ibadah shalat, waktu sangat MENJADIKAN berbahagia. kegembiraan tersebut, yaitu, “Orang yang berpuditekankan yaitu lakukanlah shalat segera setelah asa itu mempunyai dua macam kegembiraan, tiba waktunya yang ditandai dengan azan, pangKUALITAS yang satu ialah ketika berbuka dan yang satu lagi gilan shalat. HIDUP KITA ketika ia bertemu dengan Tuhannya” (H.R. BukhaDalam ibadah shaum, kita diingatkan akan tiga rukun puasa yaitu niat, imsak, dan zaman LEBIH BAIK…” ri-Muslim). Dengan kepatuhan kita menjalankan puasa (atau waktu). Niat yang kita yakini betul sebagai yang bukan sekadar menahan lapar dan haus, motivator dalam kita melaksanakan kegiatan, insya Allah menjadikan kualitas hidup kita lebih termasuk ibadah shaum. “Aku berniat berpuasa baik. Tidak ada lagi pemborosan waktu. Tidak ada lagi besok hari, melaksanakan fardu Ramadan tahun ini sebagai terlambat datang ke sekolah. Tidak ada lagi dosen terlambat kewajibanku tahun ini dan semata-mata karena Allah.” mengumumkan hasil ujian. Tidak ada lagi istilah terlambat Dalam lafal niat ini ditekankan betul pentingnya berniat mamasuk kerja. Tidak ada lagi keterlambatan memberi layanan lam hari. Ini langkah latihan disiplin tingkat awal, yaitu meniterbaik sesuai dengan amanah yang kita emban. Bulan atkan shaum semalam sebelumnya. Syawal menjadi bulan baru dengan disiplin waktu yang lebih Kemudian imsak atau mulai menahan diri dari hal-hal baik. Namun demikian, kita semua adalah manusia yang yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenam tidak sempurna dan yang mudah lupa akan hal-hal baik matahari. Allah berfirman, “...makan minumlah hingga terang yang telah kita pelajari. Itu sebabnya puasa sunah menjadi bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. amanah kita yang selain untuk mengabdi dan membuat Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam” Allah SWT lebih menyayangi kita, juga sebagai ajang kita (Al Baqarah 2:187). terus melatih disiplin waktu. To learn dan to relearn menjadi Rukun yang terakhir adalah zaman atau waktu. Hadis kebiasaan yang kita terus upayakan dan sempurnakan. Rasulullah berikut memberi penjelasan tentang waktu. Dari Umat Islam tidak lupa di hari akhir pada bulan suci Ibnu Umar, katanya, “Saya telah mendengar Nabi bersabda Ramadhan selain melafalkan hamdallah telah dapat apabila malam datang dan siang lenyap dan waktu berbuka menunaikan ibadah shaum sebulan penuh, sering dan bagi orang yang berpuasa” (H.R. Bukhari-Muslim). Dalam sama-sama memanjatkan doa, “Ya Allah, izinkan kami beberapa kesempatan, Rasulullah bersabda agar dalam bertemu Ramadhan sekali lagi. Amin. menjemput imsak, kita mesti mengikutinya sampai tiba saatKusmayanto Kadiman/ Titian nya waktu imsak. Sementara untuk berbuka puasa, kita
“ ”
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
53
RUANG INTERAKSI Oleh: Ratna Sugeng
Toleransi pada pikiran dirinya. Motivasi, karena berasal dari dalam diri individu tak dapat diukur oleh pihak manapun. Jadi kriteria toleransi adalah adanya konflik, tidak adanya kekerasan dan menerima kesamaan hak (BertelsmannGroup for Policy Research).
PENYEBAB INTOLERANSI
Untuk tetap dapat bersanding dalam keanekaragaman, dalam kebhinekaan, maka diperlukan sikap bertoleransi.
K
onflik merupakan kata yang pada sebagian orang menimbulkan interpretasi sedang terjadi perang dunia, sehingga memerlukan tindak kekerasan atau penghindaran dengan cara memindahkan diri dari area konflik. Sementara bagi orang lainnya merupakan kancah mengasah keterampilan diri menghadapinya dengan kepala dingin tanpa kekerasan. Di Indonesia berbagai konflik terjadi, dan lebih banyak bernuansa kekerasan. Kekerasan merupakan cikal bakal perlukaan baik fisik maupun emosi dalam dendam kesumat yang tak pernah habisnya jika terus diwariskan. Konflik bermula dari perbedaan. Indonesia sendiri terdiri dari banyak ragam budaya yang jelas berbeda dari Sabang sampai Merauke, dari kulit sawo matang gelap sampai kulit pualam, dari rambut lurus sampai keriting. Jika saja perbedaan ini tetap memicu konflik berdarah, maka keanekaragaman budaya dan individu akan punah sia-sia. Untuk tetap dapat bersanding dalam keanekaragaman, dalam kebhinekaan, maka diperlukan sikap bertoleransi. Kata toleransi hanya muncul saat ada konflik, ketika orang dihadapkan pada tata nilai pribadinya yang terusik oleh tata nilai pihak lain yang menurutnya bertentangan dengan tata nilainya. Atau ketika pihak lain mengusik tata nilai diri yang jelas bertentangan. Didalam toleransi tidak ada unsur kekerasan, artinya relasi diluar konflik tetap baik dan tidak ada kekerasan saat konflik. Untuk bertoleransi diperlukan motivasi dari dalam diri untuk menjaga hubungan baik, sekalipun dalam konflik, berakar dari sikap menghargai perbedaan pada setiap individu dan hak perkembangan pikiran yang lain dari-
54
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
Manusia tidak secara alami berbekal kepandaian untuk mengatasi intoleransi. Keterampilan mengatasi intoleransi dipelajari di sepanjang kehidupan melalui interaksi sosial. Mengubah pola pikir untuk menerima perbedaan secara rasional, tidak menggunakan kekerasan, dengan menggunakan tatakrama. Beberapa penyebab utama intoleransi pada abad modern ini adalah: berubah atau putusnya hubungan relasi tradisional (hubungan kekeluargaan dan kekerabatan), perubahan pola orientasi yang cepat (gaya hidup), kompleksitas masalah ekonomi dan sosial (globalisasi), sangat cepatnya terjadi perubahan informasi (media) Perubahan situasi sosial mendorong orang untuk berhadapan dengan rencana hidup, opini, dan sikap yang rentang perbedaannya luas sehingga menimbulkan sikap ambivalensi, pada satu sisi mempertahankan nilai budaya, agama, dan etnisitas sementara disisi lain terdapat perbedaan standar etika, dan tata nilai yang saling berkompetisi sehingga berpotensi menimbulkan konflik. Meningkatnya pluralisme di masyarakat membuat banyak orang merasa tidak nyaman dan terancam. Pluralisme bukan hanya memberi kesempatan orang untuk memilih apa yang dikehendakinya, tetapi juga membuat orang terpaksa memilih satu, sementara menjemput suatu pilihan berarti menolak pilihan lainnya. Dampak dari proses ini adalah berbagai perasaan tidak nyaman, frustasi, tuntutan yang berlebihan dan stres. Kompetisi yang kuat, membuat pola orientasi membentuk identitas diri sering menerobos batas norma dan standar yang ada, seringkali pula sulit memantapkan identitas. Sedangkan untuk membuat suasana nyaman tanpa kecurigaan, tidak bias dan mempunyai konsep diri adalah kemantapan sebuah identitas.
MEMBANGUN TOLERANSI Setiap orang tak mungkin menghindari bertemu, bergaul dan berinteraksi dengan orang lain, orang yang berbeda pendapat, kepercayaan dan tata nilai. Dengan terus berinteraksi dalam kebhinekaan, maka setiap orang memperoleh kesempatan belajar membentuk diri menghadapi perbedaan secara rasional. Kesempatan belajar ini, yang tersedia bagi semua orang, pemanfaatannya sering dilakukan, sedikit dilakukan atau sama sekali tidak dilakukan. Perbedaan pemanfaatan kesempatan belajar, juga membuahkan konsep diri dalam tataran yang berbeda. Pendidikan, pengasuhan dan peran model sangat diperlukan untuk mendapatkan kesamaan persepsi pada keberagaman. Dalam masyarakat yang bertoleransi, lebih sedikit kemungkinan orang mengalami ketakutan, ketidak berdayaan, permusuhan dan kekerasan, keras kepala dan fanatisme. Toleransi akan menumbuhkan
RUANG KESEHATAN
Anda Anda Bertanya Bertanya DokterMenjawab Menjawab Dokter Menjawab Dokter
kreativitas, suatu prasyarat penting untuk membangun diri dan mengembangkan masyarakat yang nyaman. Karena itu adalah sangat penting orangtua mengajarkan perbedaan pada anak, dan tidak mendogma melainkan membangunkan kesadaran atas realitas dan berpikir jernih menghadapi setiap perbedaan serta menyikapinya dengan penuh tanggung jawab tanpa kekerasan. Edukasi dan contoh peran memegang kunci utama pemahaman menghadapi perbedaan.
MENGAJARKAN TOLERANSI Toleransi tidak didapatkan secara alamiah, karena itu perlu dipelajari dan diajarkan, lebih tepatnya dilatihkan. Setiap orang mempunyai persepsi atas apa yang ditangkap inderanya, karena itu pelajaran membimbing mengenali perbedaan secara komprehensif dan bagaimana menghadapi dalam keseharian, baik mengarahkan emosi dan sikap ketika menghadapinya dan cara mengendalikan diri ketika berhadapan dengan konflik, termasuk mengalah tanpa merasa kalah. Pengetahuan tentang toleransi meliputi melihat perbedaan dan kesamaan, konsekuensi ketika bersikap menghadapi konflik, keuntungan dan hambatan dalam toleransi. Pembelajaran ini akan membawa individu kedalam keterampilan berdialog dan berkomunikasi, memahami cara pandang dan keyakinan orang lain tanpa meluruhkan keyakinan diri sendiri, mampu menerapkan model menyelesaikan konflik secara demokratis dan konstruktif. Prasyarat penyerapan optimal pembelajaran menghadapi konflik hanya diperoleh jika seseorang berkepribadian matang, intelegensi cukup (bukan retardasi mental*) dan sehat jiwa (tidak mengalami gangguan mental emosional berat**). Metode yang dianggap tepat dalam pembelajaran ini adalah memodelkan seseorang (biasanya orangtua dan tokoh masyarakat), edukasi kreatif yang memungkinkan individu mengalami konflik dan menghadapinya, pengetahuan yang memadai dan tindakan terbimbing (artinya ketika menghadapi konflik ada seseorang yang dapat memahami dan bersama merencanakan jalan keluar). Konsep pembelajaran toleransi meliputi menyiapkan individu untuk dapat menerima salah paham sebagai hal lumrah, menanamkan pembentukan struktur dan menghadapkan individu pada konflik spesifik dan merasakannya kemudian mendorongnya untuk berkomunikasi sehingga terlatih mengendalikan emosi, sikap dan perilaku, mengajarkan melakukan solusi atas masalah dan meredakan gejolak emosi, mendorong individu untuk mau dan mampu membicarakan perbedaan, mengubah opini dan mampu bernegosiasi keluar dan kedalam diri. Bernegosiasi dengan diri sendiri atas ketidak nyamanan akibat benturan tata nilai yang dihadirkan konflik merupakan pembelajaran yang menyita energi. Cara yang biasa digunakan adalah mengubah persepsi atas peristiwa yang dialami. Sebagai contoh dalam pelatihan manajemen dimana hambatan diubah menjadi tantangan, dan kegagalan sebagai sukses yang tertunda. Dalam pembelajaran toleransi maka ada keseimbangan antara dukungan yang menentramkan hati dan penciptaan suasana ketidak pastian melalui langkah-langkah pendekatan sebagai berikut : menyadarkan individu atas interpretasi yang dibuatnya dan pola tindakan yang diambilnya, mempertanyakan interpretasi yang dibuatnya dan pola tindakan yang diambilnya, menyajikan alternatif pola pikir-sikap dan tindakan ketika berhadapan dengan konflik tanpa melakukan tindak kekerasan, membuat ulang disain baru yang memungkinkan individu melakukan tindakan menghadapi konflik tanpa tindak kekerasan dan menghargai hakhak orang lain. Keterangan : *) retardasi mental adalah keterbelakangan mental yang biasanya dibawa sejak lahir. Mereka mempunyai IQ dibawah rata-rata orang normal sehingga tidak dimungkinkan untuk menganalisis kejadian disekitarnya atau ucapan orang. **) gangguan mental emosional berat adalah mereka yang jiwanya terbelah antara dunia nyata dan tidak, sehingga seringkali mengacaukan antara realita dan bukan realita.
Ratna Sugeng adalah seorang Psikiater, pertanyaan ataupun konsultasi bisa melalui
[email protected]
DIASUH OLEH PARA DOKTER DI KLINIK KANTOR PUSAT DJBC
PEMERIKSAAN KESEHATAN (Medical Check Up)
Mengapa perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan ? Apakah anda pernah mengalami hal berikut ? Anda menggigit sebuah apel yang kelihatan segar hanya untuk mengetahui ternyata isinya busuk. Sama seperti halnya apel tersebut, Anda dan saya tidak dapat mengetahui kesehatan seorang hanya dari penampakan luarnya saja.
P
erubahan dalam tubuh, seperti perubahan dalam darah merupakan kejadian awal yang terjadi sebelum suatu penyakit menunjukkan gejala dan tanda-tandanya. Sebagai contoh, seorang yang menderita diabetes mellitus (penyakit gula/ kencing manis) akan mengalami kenaikan kadar gula dalam darah jauh sebelum menunjukkan gejala seperti sering mengalami kehausan, kehilangan berat badan dan luka yang susah sembuh. Kenaikan kadar kolesterol dan trigliserida (lemak dalam darah) juga dapat dideteksi beberapa tahun sebelum terjadinya penyakit jantung dan stroke. Kedua penyakit tersebut (jantung dan stroke) merupakan penyakit dengan kejadian yang sering terjadi di zaman globalisasi ini dan tanpa ada kata wasalam. Penyakit langsung merenggut jiwa dengan cepat. Sehingga sangat perlu dilakukan pencegahan penyakit dengan pemeriksaan kesehatan secara berkala setahun sekali. Pemeriksaan kesehatan memberikan informasi penting yang dilakukan dengan tes darah adalah : 1. Nilai dasar Pemeriksaan kesehatan dapat memberikan nilai dan kondisi kesehatan pada saat pemeriksaan dan sebagai perbandingan untuk pemeriksaan di masa mendatang 2. Mencegah penyakit Pemeriksaan kesehatan dapat mendeteksi secara dini penyakit yang belum bergejala dan tidak disadari oleh seorang penderita. Sebagai contoh : penyakit hepatitis B yang tidak menimbulkan gejala sehingga tidak disadari oleh penderita. Seperti diketahui penyakit hepatitis B merupakan penyakit yang menyerang sel-sel hati oleh virus yang dikemudian hari sekitar 10-20 tahun mendatang menjadi sel-sel hati mengeras dan menimbulkan keganasan pada hati sebagai kanker hati. Penyakit hepatitis ini hanya dapat dideteksi dini dengan pemeriksaan darah Hbs Ag dan Anti Hbs Ag. Jika didapat Hbs Ag yang positif secepatnya memberi tanda penderita harus diberi pengobatan ke arah hepatitis B. Bila Hbs Ag negatif dan Anti Hbs Ag negative sebaiknya secepatnya dilakukan immunisasi dengan vaksin hepatitis B, sebagai perlindungan ke arah hepatitis B. Bila Hbs Ag negatif dan Anti Hbs Ag positif menunjukkan tanEDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
55
RUANG KESEHATAN -
Gambaran darah tepi (DH Court)
l
Fungsi Hati (liver) SGOT (AST) SGPT (ALT) Total Protein Albumin Globulin Total Bilirahim Alkali propotase Untuk paket sederhana cukup dengan SGOT, SGPT
-
l
l
l
da baik sehingga sudah ada keamanan dalam tubuhnya. Bagi penderita yang dirawat, pemeriksaan kesehatan lebih lanjut diperlukan untuk mencegah komplikasi penyakit. 3. Kenyamanan hidup Karena kita mengetahui dengan pasti kondisi kesehatan saat ini akan memberikan kenyamanan hidup kita. Pemeriksaan kesehatan juga mendeteksi apakah tubuh kita dengan aktivitas keseharian, pola makan dan gaya hidup kita sudah cukup baik untuk mendukung kesehatan hari ini dan di masa mendatang. Terdapat beberapa faktor resiko untuk terkena serangan jantung/ coroner atau stroke dibawah ini : 1. Pria >35 tahun, wanita 40 tahun, yang memiliki riwayat keluarga berpenyakit jantung yang memiliki riwayat keluarga berpenyakit jantung. 2. Tekanan darah tinggi (. 140/90 mmHg) 3. Diabetes 4. kolesterol tinggi (> 200 mg/dl) 5. Riwayat pemakai/ pecandu kambuhan (perokok berat) 6. Gaya hidup yang monoton (kurangnya latihan 3 kali dalam seminggu) 7. kelebihan berat badan 20 persen atau lebih 8. stress karena pekerjaan Segeralah melakukan pemeriksaan bila terdapat salah satu/ lebih faktor resiko di atas. Terdapat beberapa test-test yang dapat dipilih untuk memberikan informasi kesehatan tubuh secara menyeluruh dalam sistim paket sehingga dapat dilaksanakan dengan biaya ekonomis. l
56
Profil Hematologi - Haemoglobin (Hb) - Laju Endap Darah (ESR) - Sel darah merah (RBC) - Sel darah putih (WBC) - MCU - MCH - MCHC - Trombosit (PLT) WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
-
Fungsi Ginjal (kidney) Umum creatimin Profil Tulang dan Sendi Kalsium Fosfat Asam urat Rheumatik factor Profil Lemak Total kolesterol Kolesterol HDL Kolesterol LDL Trigliserida
Ratio total/ HDL
l
Penyaringan Diabetes - Gula darah puasa (glucose)
l
Urinalisa (urin rutin/ urin lengkap) Untuk mengetahui keadaan paru-paru dan jantung dilakukan thoraks foto dan ECg (ElectroCardiogram) serta treadmill. ECg dilakukan dalam keadaan berbaring untuk mengetahui keadaan jantung dalam keadaan istirahat. Treadmill dilakukan dalam keadaan exercise untuk mengetahui keadaan jantung dan kebugaran seseorang.
Terdapat test-test tambahan lainnya yang dibutuhkan untuk mengetahui lebih jelas kesehatan bagian tubuh lainnya atau abnormalitas lainnya, antara lain : l
Penyakit menular : VDRL, Hepatitis A Antigen (Hbs Mg), Hepatitis B Antibodi (Anti Hbs Ag)
l
Profil Tiroid : T4, TsHs
l
Tumor marker (petanda tumor) - AFP (Tumor marker hati/ liver) - CEA (Tumor marker usus besar) - CA 19.9 (Tumor marker gastrointestiral) - CA 15.3 (Tumor marker ovari) - PSA (Tumor marker prostate) - NPC/ EBU (Tumor marker nasopharyngeal)
l
Test pilihan lainnya - HA VigG : Secrening hepatitis A Antibodi - HIV : Secrening AIDS - Beta Crosslap : Tes resiko Osteoporosis - LS-CRP : Resiko penyakit jantung - H. Pyloni : Bakteri penyebab gangguan lambung - HBA IC : Bagi penderita diabetes
Ingatlah ! mencegah lebih baik daripada mengobati. Jagalah kesehatan anda mulai dari muda.
dr. Rosalinda Harahap Poliklinik Kantor Pusat JBC
PERISTIWA
POR. Pembukaan Pekan Olah Raga dilakukan oleh Kakanwil DJBC NAD, Iswan Ramdana (foto kiri) dan barisan kontingen peserta pekan olah raga dari Kanwil dan KPPBC di NAD (foto kanan).
PEKAN OLAHRAGA DI LINGKUNGAN KANWIL DJBC NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD) Tujuan dari tema dan acara ini adalah untuk silaturahmi serta memupuk rasa kebersamaan dan kekeluargaan diantara pegawai
PERTANDINGAN BOLA VOLI di lapangan voli komplek Rumah Dinas & Mess Kanwil DJBC NAD
D
alam rangka memperingati HUT Kemerdekaan RI ke-63 Kantor Wilayah DJBC Nanggroe Aceh Darussalam menyelenggarakan kegiatan Pekan Olahraga. Panitia menetapkan tema pekan olah raga tahun ini yaitu “Junjung Tinggi Sportifitas, Kekeluargaan dan Kebersamaan”. Tujuan dari tema dan acara ini adalah untuk silaturahmi serta memupuk rasa kebersamaan dan kekeluargaan diantara pegawai khususnya di lingkungan Kanwil dan KPPBC-KPPBC di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam. Rangkaian acara dimulai dengan upacara pembukaan secara resmi oleh Kepala Kanwil DJBC Nanggroe Aceh Darussalam, Iswan Ramdana pada 9 Agustus 2008 bertempat di Stadion Lambhuk. Setelah itu diikuti foto bersama dan kemudian dilanjutkan dengan pertandingan sepak bola. Adapun cabang olahraga yang dipertandingkan adalah: Sepakbola, Bola Voli, Tenis Meja dan Bulutangkis bertempat di Lapangan Olahraga Kanwil DJBC NAD, serta Catur, Domino dan pertandingan eksebisi Play Station Winning Eleven. Kegiatan ini diikuti oleh lebih kurang 184 orang dari keluarga besar pegawai di lingkungan Kanwil DJBC Nanggroe Aceh Darussalam yang meliputi : KPPBC Tipe A4 Sabang, KPPBC Tipe B Meulaboh, KPPBC Tipe B Kuala Langsa, KPPBC Tipe A4 Lhokseumawe, KPPBC Tipe A4 Banda Aceh dan Kantor Wilayah DJBC NAD. Suasana kebersamaan makin terasa karena sebagian besar kegiatan dipusatkan di komplek rumah dinas kantor wilayah dan memanfaatkan fasilitas olah raga di komplek rumah dinas kantor wilayah seperti Lapangan Bulutangkis, Voli, Tenis Meja, dan peserta dari luar Banda Aceh seperti Sabang, Meulaboh, Lhokseumawe, dan Langsa berbaur menjadi satu dengan menginap di rumah dinas dan mess kantor wilayah. Rangkaian acara ditutup dengan mengadakan family gathering dengan beberapa games kelompok di Pantai Ujung Batee, Banda Aceh pada 10 Agustus 2008. Pada Pekan Olahraga tahun ini keluar sebagai juara umum kontingen dari Kanwil setelah berhasil merebut juara I untuk cabang olahraga Bulutangkis, Bola Voli, Catur dan Domino. Kemudian disusul KPPBC Tipe A4 Lhokseumawe sebagai Juara II yang menang di cabang sepak bola dan tennis meja, dan KPPBC Tipe B Meulaboh sebagai Juara III. Acara ditutup dengan pemberian hadiah terhadap para juara di masing-masing cabang dan kesan-pesan dari Kepala Kantor Wilayah untuk meningkatkan prestasi baik dalam olah raga dan pelaksanaan tugas-tugas di kantor masingmasing. moh firstananto j, sst, ak EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
57
PERISTIWA
DIRJEN BEA DAN CUKAI BESERTA BEBERAPA STAFF INTI. Berfoto bersama dengan para pensiunan
SARASEHAN
PENSIUNAN BEA DAN CUKAI 2008 Paguyuban Pensiunan diharapkan tidak hanya berkembang di Jakarta, namun juga bisa berkembang di daerah lainnya, mengingat banyak para pensiunan Bea dan Cukai yang bermukim di daerah.
“A
pa kabar, udah lama tidak bertemu,” itulah kata-kata yang terlontar dari para mantan pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ketika menghadiri acara sarasehan Pensiunan Bea dan Cukai yang berlangsung pada 30 Juli 2008 di Auditorium Gedung A Kantor Pusat Jenderal Bea dan Cukai. Tawa lepas dan canda sesama mantan pegawai Bea Cukai menjadi pelepas rindu bagi para mantan pensiunan. Selain itu juga terlihat pula kebanggaan dari para pensiunan ketika melihat ada “adik”nya kini menduduki jabatan penting di DJBC sehingga pertemuan tersebut tidak hanya menjadi ajang reuni dengan teman sejawat, tapi juga pertemuan dengan para “adik-adik” yang saat ini tengah bertugas. Berbagai pembicaraan menarik tidak jarang terjadi baik diantara para pensiunan maupun juga dengan para pegawai yang masih aktif, termasuk perbincangan mengenai Bea Cukai yang muncul di pemberitaan media masa. Acara yang digagas oleh Paguyuban Purnawirawan Bea dan Cukai ini mendapat dukungan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, seperti daei Sekretariat DJBC, Poliklinik Bea dan Cukai dalam kegiatan pemeriksaan kesehatan secara gratis maupun juga majalah Warta FOTO-FOTO WBC/ZAP
PADUAN SUARA PENSIUNAN BEA DAN CUKAI yang terdiri dari para pensiunan turut memeriahkan acara sarasehan pensiunan Bea dan Cukai
58
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
Bea Cukai, Warta Purnawirawan Bea dan Cukai sebagai media publikasi, Ikatan Ahli Kepabeanan Indonesia (IAKI) dan lain sebagainya. Menurut ketua pelaksana sarasehan yang juga Pemimpin Redaksi Warta Purnawirawan Bea dan Cukai Fx. Suwito Marsam, pihaknya merasa gembira dengan antusiasnya para pensiunan untuk menghadiri acara tersebut, dimana diperkirakan 300 peserta hadir pada acara tersebut.”Acara ini bukan hanya untuk menjalin silaturahmi antar pensiunan,namun juga dengan para rekan-rekan yang masih aktif “lanjutnya. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Anwar Suprijadi yang ikut hadir turut merasa gembira atas terlaksananya acara tersebut. Tidak hanya itu ia juga mengatakan, hubungan baik antara DJBC dengan para pensiunan memang harus terus terjalin dengan baik mengingat para pensiunan telah membangun dasar-dasar kepabeanan dan cukai yang ada dan masih terus dijalankan hingga saat ini. Dalam sambutannya Anwar juga menunjukkan perhatiannya terhadap kiprah para pensiunan Bea dan Cukai yang aktif pada beberapa acara kegiatan yang dilaksanakan oleh Paguyuban Pensiunan Bea dan Cukai dimana DJBC bersedia turut membantu dalam hal pendataan para pensiunan dan lain sebagainya dengan menunjuk Kepala Bagian Umum DJBC untuk membantu pengembangan paguyuban tersebut yang menurutnya telah menjadi program bersama antara DJBC dengan Paguyuban Pensiunan Bea dan Cukai. Untuk dapat terus berkembang ia menyarankan agar kedepannya Paguyuban Pensiunan tidak hanya berkembang di Jakarta, namun juga bisa berkembang di daerah lainnya, mengingat banyak para pensiunan Bea dan Cukai yang bermukim di daerah. Perhatian yang disampaikan Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi terhadap keberadaan wadah pensiunan Bea dan Cukai mendapat tanggapan positif dari Ketua Paguyuban Bea dan Cukai Soepardjo. Menurutnya perhatian tersebut dapat semakin memperkokoh silaturahmi antar pensiunan Bea dan Cukai dengan rekan pegawai yang masih aktif . Selain itu ia juga menyampaikan terima kasih kepada DJBC yang telah membantu penyelenggara acara sarasehan tersebut sehingga dapat berjalan dengan sukses. Penyelenggaraan acara silaturahmi tersebut tidak hanya melibatkan para pensiunan Bea dan Cukai saja, namun juga melibatkan beberapa pegawai DJBC yang masih aktif. Begitu pula dengan hiburan yang disajikan, tidak hanya diisi oleh para pensiunan juga, namun juga melibatkan hiburan dari para pegawai maupun juga dari keluarga para pensiunan. Acara yang dihadiri Dirjen Bea dan Cukai, pensiunan Bea dan Cukai serta mantan pejabat dilingkungan DJBC, juga dihadiri oleh beberapa pejabat staff inti dari Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai seperti Direktur Cukai Frans Rupang, Tenaga Pengkaji Bidang Pengawasan dan penegakkan Hukum Kepabeanan dan Cukai Erlangga Mantik dan juga Inspektur Jenderal Bea dan Cukai Edy Setyo. Acara silaturahmi tersebut ditutup dengan pemberian cenderamata dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai kepada 10 pensiunan DJBC yang masuk dalam kategori senior. zap
PARA PEJABAT yang ikut dalam acara Fun Bike 2008, dari kiri ke kanan tampak Kepala KPPBC Heru Hariadi, Walikota Tarakan (memegang mic.), Ketua DPRD Tarakan, Komandan Kodim Tarakan, Kepala Lapas, dan Kepala Imigrasi Tarakan
TARAKAN CYCLING CLUB PROMOSIKAN HIDUP SEHAT DENGAN BERSEPEDA
Kegiatan bersepeda santai yang menggabungkan unsur olahraga dan hiburan ternyata sangat diminati di kota Tarakan, Kalimantan Timur.
peserta ikut bergabung dalam Fun Bike 2008. Hal ini disebabkan selain tidak ada batasan umur dan bebas menggunakan sepeda jenis apapun, peserta juga tidak dipungut bayaran untuk ikut acara ini alias gratis. Pembina TCC sekaligus Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Tarakan, Heru Hariadi, menyatakan kegembiraannya melihat antusias dan animo masyarakat kota Tarakan untuk turut bergabung. Rencananya, acara fun bike di kota Tarakan bisa digelar setiap tahun, dan tahun depan diharapkan kegiatan ini lebih meriah lagi. Tidak hanya masyarakat umum, acara fun bike ini juga diikuti oleh pejabat Pemerintah Kota, unsur Muspida serta pejabat instansi lainnya. Diantaranya yang ikut mengayuh pedal sepeda pada pagi hari tersebut Walikota Tarakan H Jusuf SK, Ketua DPRD Tarakan H Udin Hianggio, Kapolres, Komandan Kodim, Kajari, Kepala Lapas, Kepala Imigrasi, serta pejabat instansi pemerintah dan swasta lainnya. “Tujuan saya agar sepeda ini bisa bermasyarakatlah. Bersepeda bukan sesuatu yang mahal. Murah, meriah, sehat dan bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat,” ujar Heru. Terbukti, salah satu peserta dan juga anggota TCC yang ikut dalam fun bike adalah seorang tukang tambal ban. Menurut Heru, olahraga ini tidak perlu menggunakan sepeda berharga jutaan. Selain bermanfaat untuk kesehatan, bersepeda menjadi salah satu sarana penghematan BBM, yang tentunya akan membantu mengurangi pemanasan global. Hal ini turut disadari pejabat pemerintah kota Tarakan. Dalam acara fun bike tersebut, Walikota Tarakan menyarankan seluruh lapisan masyarakat terutama Muspida dan aparatnya untuk mulai bersepeda ke kantor minimal sebulan sekali. Keberadaan TCC sendiri tidak lepas dari gagasan Kepala KPPBC Tarakan, Heru Hariadi, yang juga merupakan anggota Custom Cycling Club (CCC). Kegiatan bersepeda yang tadinya hanya pada lingkup pegawai bea cukai Tarakan, kemudian berkembang luas hingga bergabung banyak unsur masyarakat dan pejabat pemerintah dari instansi lain sehingga kemudian dilebur menjadi satu nama, Tarakan Cycling Club (TCC). Secara rutin anggota TCC bersepeda setiap minggu pagi. Selain sebagai olahraga, lanjut Heru, bersepeda menjadi sarana berkoordinasi dengan semua lapisan dari unsur Muspida maupun pemerintah kota, dan juga sebagai wujud koordinasi bea cukai dengan masyarakat kota Tarakan. “Bersepeda adalah forum komunikasi yang baik”. ky
H
FOTO-FOTO : DOK. TCC
al ini terlihat dengan ikut sertanya ratusan peserta dalam acara Fun Bike 2008 yang pertama kali digelar di kota ini, yang diselenggarakan Tarakan Cycling Club (TCC). Sambil mengusung tema “Stop Global Warming”, acara TCC Fun Bike berlangsung pada Minggu, 20 Juli 2008 dengan mengambil start sekaligus finish di Pasar Boom Panjang. Menempuh rute sepanjang kurang lebih 20 km, para peserta memulai perjalanan sepeda santai berkeliling kota Tarakan pada pukul 7.00 WITA dan berakhir satu setengah jam kemudian. Banyaknya jumlah peserta diluar perkiraan panitia. Awalnya diharapkan hanya sekitar 300 peserta, namun tercatat hingga 527 FUN BIKE 2008 EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
59
P R O F I L AMBANG PRIYONGGO KEPALA BIDANG P2 KANWIL JAWA TENGAH
JALANI HIDUP SEBAGAI SUATU TOTALITAS Keinginannya untuk berbuat yang terbaik dalam segala hal ia jalani dengan selalu memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan dan berserah diri kepada Allah - Tuhan Yang Maha Sutradara.
L
ahir di Magelang pada 23 April 1969, Ambang Priyonggo merupakan anak bungsu dan satu-satunya pria dari lima bersaudara dari pasangan (Alm) Nizam Burhanudin yang berprofesi jaksa dan Misjati yang seorang guru. Karena sang ayah telah tiada sejak ia masih begitu kecil, ibunyalah yang praktis memegang peran utama dalam menjalankan kehidupan rumah tangga sekaligus proses pembentukan pribadi Ambang. “She’s the most inspiring person in my life”, kata Ambang tentang ibu tercintanya. “Dalam masa-masa sulit kami, ibu tampil sebagai pemimpin keluarga yang tangguh dan tabah, bahkan masih mampu menjadi guru teladan, membuat grup drama anak-anak yang sering tampil di TVRI Yogya tapi sayangnya saya malah ndak pernah direkrut, menang dalam beberapa kali lomba menulis, dan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.” Orang terpenting lainnya bagi Ambang kecil adalah sang kakek dari pihak ibu yang tinggal tak jauh dari rumahnya. Ia seorang pensiunan polisi yang katanya tahan membaca dari pagi hingga malam setiap harinya dan banyak memberi pelajaran hikmah asam manisnya kehidupan kepada Ambang. Sebagai anak laki satu-satunya tentu saja Ambang sangat disayang, terlebih oleh kakak-kakaknya yang semua perempuan. Ambang mengingat, kakak-kakaknya sering berebut memandikan dan itu baru berhenti setelah ia disunat. “Sebenarnya saya malu sama teman-teman, tapi untuk memberi penghiburan saudara apa salahnya,” katanya berkilah. Kendati demikian, di banyak hal lain ia sebenarnya tidak terlalu diistimewakan. Ia sendiri sejak kecil menyadari keadaan menuntut tanggung jawabnya untuk berbuat terbaik dan menjadi pemecah persoalan dalam keluarga yang dibilangnya sangat demokratis itu. Di sisi lain seluruh anggota keluarga sudah menaruh kepercayaan yang tinggi kepada Ambang sejak ia masih kecil. Keputusan penting keluarga hampir selalu menunggu persetujuannya. Itulah mengapa Ambang senang merenung dan haus akan ilmu pengetahuan khususnya melalui membaca buku termasuk buku-buku berat bagi anak seusianya. Kota kelahirannya Magelang memberi kesan masa kecil yang indah bagi diri Ambang. Ia mengalami kegembiraan kanak-kanak seperti bermain di latar (lapangan) saat bulan
60
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
purnama, mencari ikan dan belut, berenang di sungai, bahkan sampai ikut menggembala kerbau atau bebek segala di sawah bersama teman-temannya. Baginya itu adalah pengalaman dan pelajaran berharga untuk tidak pernah melupakan bau purba lumpur sawah. “Menemani belajar malam hari waktu kuliah di Los Angeles, saya suka bikin ubi panggang, sambil kadang ngingat kawan-kawan masa kecil yang tidak bisa nerusin sekolah”. Lingkungan masa kecil di Magelang juga mendekatkannya pada kisah-kisah epos Pangeran Diponegoro, Jenderal Soedirman, maupun tokoh fiksi Maesa Jenar. Saat liburan puasa, Ambang yang memang hobi beratnya membaca ini sering berkunjung ke perpustakaan Soedirman, dan selalu saja menyempatkan melongok kamar Jenderal Soedirman wafat.
CITA-CITA SEBAGAI DIPLOMAT Ambang kecil sempat dimasukkan ke TK, namun hanya bertahan beberapa hari saja. Ia tak tahan dan drop-out. Oleh ibunya ia kemudian langsung dimasukkan SD, namun di kelas 1, ia oleh gurunya tidak dinaikkan karena dianggap tidak mampu. Sebagai pendidik, ibunya tahu betul karakter dan kapasitas Ambang yang juga ia didik sendiri di rumah. Ia diselamatkan dari guru yang digambarkan agak bengis itu ke kelas 2 di sekolah lain dengan pemantauan lebih khusus dari ibunya. Ternyata ibunya benar, Ambang dapat melanjutkan sekolah dengan lancar. Selanjutnya, praktis ibu dan kakak-kakaknya tidak lagi banyak campur tangan urusan belajar hingga urusan mencari sekolah. Ambang diberi kepercayaan penuh untuk menentukannya sendiri. Bahkan ketika nilai rapornya kurang bagus, mereka tidak pernah mempermasalahkan. Kata ibunya, yang penting jadi manusia ilmu, nilai hanya ukuran di sekolah. Tapi tetap saja Ambang ditantang untuk membuktikan setiap menjelang naik jenjang pendidikan. “SDmu sudah Negeri 1, usahakan sekolah-mu negeri terus dan bernomor 1, kalau tidak, apa kata orang-orang yang terlanjur melihatmu anak pintar,” begitu kata-kata ajaib ibunya, yang terus diulang hingga Ambang mau kuliah. “Alhamdulillah, saya selalu dapat memenuhi harapan dan tantangan itu,” tukas Ambang. Sejak kecil Ambang bercita-cita menjadi diplomat, cita-cita ini tumbuh karena kegemarannya membaca dan berdebat. Tapi ia juga terobsesi menjadi guru atau pendidik karena terinspirasi ibunya yang serba bisa dan guru di kampung itu sangat terhormat. Lulus SMAN 1 Magelang tahun 1987, Ambang akhirnya memutuskan untuk kuliah di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, untuk menggapai cita-citanya menjadi diplomat. Di kota pelajar inilah Ambang menemukan tempatnya untuk mengembangkan kapasitas intelektualnya. Minatnya meluas hingga ke masalah agama, sastra dan filsafat. Di tempat kuliahnya sendiri ia merasa beruntung diajar oleh banyak dosen berkelas seperti Amien Rais, Yahya Muhaimin dan orang-orang muda pintar seperti Anggito Abimanyu. Baginya, Yogyakarta adalah persemaian dan ibukota hati.
MENJADI WARTAWAN Menjelang lulus wisuda digambarkan sebagai saat yang berat bagi Ambang, karena ia harus meninggalkan kota tercintanya untuk melanjutkan cita-cita menjadi diplomat. Kebetulan waktu pulang ke Magelang, ia membaca lamaran jadi wartawan koran Suara Karya. Sambil menunggu wisuda ia ikut serangkain tes menjadi wartawan yang dipikirnya sebagai jembatan yang berharga untuk mengembangkan pengetahuan dan pengalaman praktis. Apalagi Ambang memang punya hobi menulis di surat kabar sebelumnya. Diterima sebagai reporter di surat kabar Suara Karya tahun 1994, membuat Ambang harus meninggalkan Yogyakarta dan hijrah ke Jakarta. Ambang mengakui menjadi wartawan membuatnya paham akan banyak hal, karena sebagai seorang jurnalis ia mendapat kesempatan untuk meliput berbagai hal dari sidang DPR hingga perkampungan kumuh, bahkan
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
61
P R O F I L
FOTO KELUARGA - Kebahagian tak perlu banyak syarat
kamar mayat. Bukan cuma itu, sebagai wartawan ia akhirnya dapat mengetahui segala kegiatan yang ada di Deplu, karena ia sempat menjadi wartawan yang diposkan di Deplu. “Dunia wartawan memang cukup menyenangkan, dan disini saya merasa sebagai seorang yang bebas. Disini juga saya bisa banyak mengenal banyak orang, mulai dari menteri hingga ke pejabat-pejabat lainnya, makan satu meja dengan menteri pun saya sudah merasakannya saat itu, namun saya berprinsip dunia jurnalistik harus saya akhiri karena saya memiliki cita-cita yang sesungguhnya,” tuturnya. Tepat satu setengah tahun menjadi wartawan, Ambang menerima pengumuman diterima di Deplu. Di saat yang hampir bersamaan ia juga diterima di Departemen Keuangan, di sebuah universitas sebagai dosen, dan beberapa surat kabar lain dan media elektronik. Ambang harus segera memutuskan jalan hidupnya selanjutnya dan ini dirasakannya sangat sulit. Pintu gerbang menjadi diplomat sudah terbuka, menjadi wartawan juga mengasyikkan, juga dosen. Tapi menjadi pegawai Bea cukai sama sekali tidak pernah ia bayangkan. Pada saat sulit dan menentukan, ia selalu memohon petunjuk dari Allah. “Saya sudah shalat minta petunjuk, tapi kok rasanya dikembalikan lagi ke saya. Kemudian ada petunjuk-petunjuk lain kok anehnya malah mengarah ke Bea Cukai.” jelas Ambang. “Akhirnya di waktu yang telah saya tentukan, saya akan berangkat dari kos di Mampang sambil berzikir, dan tak terasa saya menyeberang jalan Tendean yang dilewati bus ke Rawamangun. Ya sudah, apapun keputusan ini saya anggap atas petunjuk dari Allah,” lanjutnya.
ia yang memiliki cita-cita sebagai diplomat kini ditempatkan di tempat dengan lingkup yang jauh lebih sempit. Ini membuat ia mengolah batin, ekspektasi, mental, dan harapan yang kemudian dijadikannya sebagai pelajaran hidup yang sangat berarti. Pengalaman paling berharga menjadi pelaksana di Hubint adalah saat DJBC menjadi tuan rumah ASEAN DG Meeting di Ancol, Jakarta. Sebagai tuan rumah, ia tidak mau panitia kelihatan tidak profesional. “Sewaktu ada acara golf para dirjen di daerah Bogor ternyata tidak ada anggota panitia yang mengantar perjalanan ke lokasi. Saya ambil alih, saya pastikan ke para sopir khususnya sopir mobil saya yang di posisi depan bahwa mereka tahu tempatnya. Ternyata di perjalanan sopir di mobil saya tidak begitu yakin, hanya diberi ancarancar. Ya saya berzikir saja, alat bantu saya untuk memantau dua mobil para tamu di belakang hanya spion. Alhamdulillah, dari berpuluh-puluh persimpangan saya dapat memutuskan arah yang tepat hingga sampai tujuan.” Dua tahun di Hubungan Internasional, tahun 1998 Ambang mendapat promosi sebagai Kepala Subseksi Informasi pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Batam. Di Batam kembali ia mendapatkan banyak pengalaman di bidang pengawasan termasuk di lokasi-lokasi yang agak rawan di malam hari. Saat menjalankan tugas sebagai Kasubsi Informasi, Ambang yang menerima pengumuman lolos tes kuliah di luar negeri, pada tahun 2000 akhirnya Ambang berangkat ke Amerika untuk melanjutkan kuliah S2 di University of Southern California, Los Angeles mengambil jurusan Public Administration. “Saya memang dasarnya senang belajar, tapi untuk melanjutkan S2 ini, saya hanya memiliki waktu 16 bulan untuk menyelesaikan kuliah S-2nya dari normalnya 2 tahun, hal ini dikarenakan gelombang penerimaan angkatan saya adalah gelombang terakhir dari hutang Bank Dunia. Untuk itu saya belajar mati-matian apalagi terpaksa jumlah mata kuliah yang diambil lebih banyak agar bisa lulus lebih awal.” katanya. Di Amerika selain harus menyelesaikan kuliah lebih cepat, tantangan lainnya adalah ketika ia memperkenalkan diri dari FOTO-FOTO DOK. PRIBADI
AWAL KARIER DI DJBC Bergabung dengan DJBC pada 1996, ada satu hal yang menjadi pengalaman tak terlupakan bagi Ambang yaitu saat harus mengikuti pendidikan kesamaptaan. Bagi Ambang, saat itu semua pekerjaan tidak beda dengan dunia jurnalistik, dimana segala sesuatunya dapat diatur oleh diri sendiri tanpa ada kekangan dari pihak luar. Ternyata di DJBC tidak demikian, segala sesuatu harus dijalankan dengan disiplin dan mentaati ketentuaan yang ada layaknya di dunia militer. “Begitu saya akan mengikuti samapta, saya datang agak terlambat karena harus menyelesaikan pekerjaan saya di media dan memang pembukaan masih hari besoknya. Atas keterlambatan itu saya mendapat pukulan 3 kali dari pelatih asal Kopassus.” Pengalaman seperti ini sangat berharga bagi Ambang untuk mengolah perubahan-perubahan ekstrim. Selesai mengikuti kesamaptaan, masih di tahun 1996 penempatan pertama Ambang adalah Bagian Hubungan Internasional (Hubint-sekarang Dit.Kepabeanan Internasional). Disini Ambang kembali mengalami pergolakan hidup karena 62
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
BERSAMA ABK kapal di Karang Unarang, Blok Ambalat, Kaltim.
Tujuh bulan sebagai Kepala Seksi P2 KPPBC Tanjung Mas, Agustus tahun 2007 Ambang mendapatkan promosi sebagai Kepala Bidang P2 pada Kantor Wilayah (Kanwil) Kalimantan Bagian Timur.”Disini posisi saya adalah posisi tengah, artinya saya harus dapat menyampaikan misi Pusat dengan Kanwil, dan misi Kanwil dengan Pelayanan. Disini pun fokus pekerjaannya berbeda dengan wilayah Jawa yang cenderung lengkap segala kegiatan, di Kalimantan Timur lebih terfokus pada barang-barang fasilitas dan patroli laut. Satu tahun di Kalimantan Timur, tahun 2008 ini Ambang mendapatkan mutasi sebagai Kepala Bidang P2 Kanwil Jawa Tengah. “Di Jawa Tengah ini saya akan berusaha menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya dan mendukung program reformasi yang kini dijalankan oleh DJBC, sehingga institusi ini dapat lebih beramanah dan citranya dapat lebih baik lagi,” ujarnya.
MENYELAMI HIDUP DENGAN BERSERAH DIRI
MENDAMPINGI KAKANWIL meninjau pembenahan pelabuhan Tunon Taka di Nunukan.
Indonesia dan disambut cemoohan dari mahasiswa Amerika. Disinilah Ambang merasa terusik harga dirinya sebagai mahasiswa Indonesia. “Saya melawannya dengan membuktikan kepada mereka bahwa orang Indonesia mampu, mereka akhirnya menerima saya. Alhamdulillah saya termasuk lulusan tercepat dan tanpa saya minta seorang profesor saya memberi surat rekomendasi untuk melanjutkan ke jenjang doktor,” kata Ambang sambil segera mengutip syair the Rolling Stones:”You can’t always get what you want!”.
IKUT MERANCANG ASEAN SINGLE WINDOW Selesai kuliah tahun 2001, tahun 2002 Ambang mendapatkan promosi sebagai Kepala Seksi ASEM pada Direktorat Kepabeanan Internasional. Disini Ambang terlibat penyelenggaraan kegiatan seminar dan pertemuan Asem Working Group Meeting. Selain itu secara fungsional ia juga mengerjakan tugas Seksi APEC sambil aktif di berbagai tim di KP DJBC. Tahun 2004 Ambang mutasi pindah meja menjadi Kasi Asean. Di sini ia sangat sering ditugaskan ke luar negeri sebagai delegasi mewakili Indonesia untuk acara sidang dan seminar. Di antara yang penting adalah pertemuan-pertemuan awal pembentukan ASEAN Single Window. “Naluri diplomat saya tertantang di sini, saya dituntut untuk dapat merepresentasikan kepentingan Bea Cukai sekaligus harus dapat mengemas hasil-hasil pertemuan internasional termasuk Single Window dalam laporan sehingga mendapat perhatian dan ditindaklanjuti hingga dapat diimplementasikan,” jelasnya. Awal tahun 2006, Ambang dimutasi sebagai Kepala Seksi Pencegahan II Direktorat Penindakan dan Penyidikan (P2) Kantor Pusat DJBC. Dengan pengalaman di Batam dan pengalaman di internasional, ia pun berusaha menjalankan tugasnya dengan sebaik mungkin. Masih di tahun 2006 ia kembali mendapat mutasi sebagai Kepala Seksi Pencegahan dan Penindakan pada KPPBC Tanjung Mas. Kalau di Kantor Pusat ia lebih banyak berkecimpung di wilayah strategis, di Semarang ia melaksanakan tugas pengawasan yang sifatnya taktis-operasional, yang harus diselesaikan secara cepat dan tepat. “Saya berprinsip bea cukai adalah tunggal, hanya saja ada pembagian tugasnya, karena sebelumnya saya di P2 pusat, maka di Semarang saya melihat P2 Semarang adalah bagian dari bea cukai yang secara utuh, untuk itu saya berprinsip kita harus satu visi, jadi tidak ada istilah P2 Kantor Pelayanan berbeda dengan P2 Kantor Wilayah (Kanwil), dan berbeda dengan P2 Kantor Pusat. Mungkin pada awal-awal saya sering dilihat seperti P2 pusat, namun dengan berjalannya waktu akhirnya pemikiran saya makin banyak dipahami banyak orang,” tuturnya.
Suami dari Yulita. S.AG yang asli Bukittinggi dan ayah dari Aulia N. Priyonggo (9) dan Insyira Rahmi Priyonggo (2), kendati mendapat ujian dari Tuhan karena anak pertamanya menderita autis, menganggap semua ini sebagai rahmat dan sumber hikmah yang diberikan oleh Tuhan. Ia pun merasa bangga dengan istrinya yang alumnus IAIN Imam Bonjol dan mantan aktifis PB HMI ini karena kesabarannya yang ia ibaratkan seluas lautan dan begitu besar jasanya dalam mengasuh anak-anaknya khususnya kepada putra pertamanya yang menderita autis. “Meski merasa prihatin, alhamdulillah kami tetap merasa ikhlas dan bersyukur dan relatif sangat bahagia. Kami belajar untuk lebih memperhatikan hal-hal yang hakiki, menyikapi hidup sebagai suatu totalitas perjuangan sebagai mahluk Allah bernama manusia. Spektrum kehidupan itu begitu luas, karena itu saya melihat kehidupan saya di bea cukai hanyalah salah satu facet dari bangunan hidup sebagai manusia, jadinya saya enteng, nothing to loose, gak perlu nyari atau takut kehilangan jabatan atau posisi. Persoalannya justru kalau kita nggak bisa amanah,” tuturnya. Dengan keikhlasan hati dalam menjalankan hidup ini, Ambang akan selalu siap untuk ditempatkan dimana saja, karena dengan keikhlasan hati pastinya kebahagiaan akan tercapai. Segala harapan tentang jabatan adalah hal tabu dalam dirinya, bagi Ambang jabatan tidak perlu dikejar, karena jika sudah waktu pastinya akan datang juga. Satu hal yang juga mengilhaminya hingga kini adalah, doa dari ibunda yang merupakan pendorong dalam hidupnya, hal ini menjadi bukti bagi dirinya karena berkat doa ibunyalah ia dapat menjadi seperti sekarang ini, dan ini akan tetap dipertahankan demi kemajuan DJBC untuk menuju keprofesionalan tugas yang diembannya selama ini. adi
AMBANG saat menghadiri salah satu pertemuan internasional di Tokyo, Jepang EDISI 406 SEPTEMBER 2008
WARTA BEA CUKAI
63
Relasi & Mitra Kerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Mengucapkan Selamat Atas :
IMPLEMENTASI
KPPBC MADYA CUKAI KEDIRI
CV. TOP TEN TOBACCO TAJIMAS Kantor Pusat Jl. Ngrangkah Sepawon Rt/Rw. 01/01 Dsn. Bangunrejo Ds. Pranggang, Kec. Plosoklaten Kab. Kediri JAWA TIMUR Telp +62354 392580 Fax +62354 397424
PERUSAHAAN ROKOK
PT. SEMANGGIMAS – SEJAHTERA Ds. Jongbiru – Kec. Gampengrejo Kediri - Telp. (0354) 689151
64
WARTA BEA CUKAI
EDISI 406 SEPTEMBER 2008
PT. TIRTAMAS MEGAH Cabang Kediri
KEPUTUSAN & KETETAPAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 84/PMK.07/2008
TENTANG PENGGUNAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN SANKSI ATAS PENYALAHGUNAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 66A ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, diatur ketentuan mengenai penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana, dimaksud dalam huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 66D ayat (2) UndangUndang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan Sanksi atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755); 2. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGGUNAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN SANKSI ATAS PENYALAHGUNAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 (1) Dana bagi hasil cukai hasil tembakau dialokasikan dalam undang-undang mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan perubahannya. BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 406 SEPTEMBER 2008
1
KEPUTUSAN & KETETAPAN (2) Alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada daerah provinsi/kabupaten/kota ditetapkan oleh Menteri Keuangan dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. Pasal 2 (1) Penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66A ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, digunakan untuk mendanai kegiatan: a. peningkatan kualitas bahan baku; b. pembinaan industri; c. pembinaan lingkungan sosial; d. sosialisasi ketentuan di bidang cukai; dan/atau e. pemberantasan barang kena cukai ilegal. (2) Gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab untuk menggerakkan, mendorong, dan melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan prioritas dan karakteristik daerah masing-masing. BAB II PENGGUNAAN DANA BAGI HASIL CUKAIHASIL TEMBAKAU Bagian Kesatu Peningkatan Kualitas Bahan Baku Pasal 3 (1) Peningkatan kualitas bahan baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a digunakan untuk peningkatan kualitas bahan baku industri hasil tembakau yang meliputi: a. standardisasi kualitas bahan baku; b. pembudidayaan bahan baku dengan kadar nikotin rendah; c. pengembangan sarana laboratorium uji dan pengembangan metode pengujian; d. penanganan panen dan pascapanen bahan baku; dan/atau e. penguatan kelembagaan kelompok petani bahan baku untuk industri hasil tembakau. (2) Gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab untuk menggerakkan, mendorong, dan melaksanakan kegiatan peningkatan kualitas bahan baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan prioritas dan karakteristik daerah masing-masing. Bagian Kedua Pembinaan Industri Pasal 4 (1) Pembinaan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b digunakan untuk pembinaan industri hasil tembakau yang meliputi: 2
BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 406 SEPTEMBER 2008
KEPUTUSAN & KETETAPAN a. pendataan mesin/peralatan mesin produksi hasil tembakau (registrasi mesin/peralatan mesin) dan memberikan tanda khusus; b. penerapan ketentuan terkait Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI); c. pembentukan kawasan industri hasil tembakau; d. pemetaan industri hasil tembakau; e. kemitraan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan usaha besar dalam pengadaan bahan baku; f. penguatan kelembagaan asosiasi industri hasil tembakau; dan/atau g. pengembangan industri hasil tembakau dengan kadar tar dan nikotin rendah melalui penerapan Good Manufacturing Practises (GMP). (2) Gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab untuk menggerakkan, mendorong, dan melaksanakan kegiatan pembinaan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan prioritas dan karakteristik daerah masing-masing. Pasal 5 Pendataan mesin/peralatan mesin produksi (registrasi mesin/peralatan mesin) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a sekurangkurangnya mencakup data: a. jumlah mesin/peralatan mesin produksi hasil tembakau di setiap pabrik atau tempat lainnya; b. identitas mesin/peralatan mesin produksi hasil tembakau (merek, type, kapasitas, asal negara pembuat); c. identitas kepemilikan mesin/peralatan mesin produksi hasil tembakau; dan d. perpindahan kepemilikan mesin/peralatan mesin produksi hasil tembakau. Pasal 6 (1) Pemetaan industri hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d merupakan bagian dari pembinaan industri berupa kegiatan pengumpulan data yang berkaitan dengan industri hasil tembakau di suatu daerah. (2) Pemetaan industri hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya meliputi: a. nama pabrik, Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), dan nomor izin usaha industri; b. lokasi/alamat pabrik (jalan/desa, kota/kabupaten, dan provinsi); c. realisasi produksi; d. jumlah tenaga kerja linting/ giling, tenaga kerja pengemasan, dan tenaga kerja lainnya; e. realisasi pembayaran cukai; f. wilayah pemasaran; g. jumlah, merek, type, dan kapasitas mesin/peralatan mesin produksi hasil tembakau; BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 406 SEPTEMBER 2008
3
KEPUTUSAN & KETETAPAN h. jumlah alat linting; dan i. asal daerah bahan baku (tembakau dan cengkih). (3) Gubernur/bupati/walikota harus menyusun, mengadministrasikan, dan memutakhirkan database industri hasil tembakau. Bagian Ketiga Pembinaan Lingkungan Sosial Pasal 7 (1) Pembinaan lingkungan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c meliputi : a. pembinaan kemampuan dan ketrampilan kerja masyarakat di lingkungan industri hasil tembakau dan/atau daerah penghasil bahan baku industri hasil tembakau; b. penerapan manajemen limbah industri hasil tembakau yang mengacu kepada Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL); c. penetapan kawasan tanpa asap rokok dan pengadaan tempat khusus untuk merokok di tempat umum; dan/ atau d. peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan penyediaan fasilitas perawatan kesehatan bagi penderita akibat dampak asap rokok. (2) Gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab untuk menggerakkan, mendorong, dan melaksanakan kegiatan pembinaan lingkungan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan prioritas dan karakteristik daerah masing-masing. Bagian Keempat Sosialisasi Ketentuan di Bidang Cukai Pasal 8 (1) Sosialisasi ketentuan di bidang cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d merupakan kegiatan menyampaikan ketentuan di bidang cukai kepada masyarakat yang bertujuan agar masyarakat mengetahui, memahami, dan mematuhi ketentuan di bidang cukai. (2) Sosialisasi ketentuan di bidang cukai dilaksanakan dalam periode tertentu dan/atau secara insidentil. (3) Gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab untuk menggerakkan, mendorong dan melaksanakan kegiatan sosialisasi ketentuan di bidang cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Bagian Kelima Pemberantasan Barang Kena Cukai Ilegal Pasal 9 (1) Pemberantasan barang kena cukai ilegal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e meliputi : 4
BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 406 SEPTEMBER 2008
KEPUTUSAN & KETETAPAN a. pengumpulan informasi hasil tembakau yang dilekati pita cukai palsu di peredaran atau tempat penjualan eceran; b. pengumpulan informasi hasil tembakau yang tidak dilekati pita cukai di peredaran atau tempat penjualan eceran; dan c. pengumpulan informasi barang kena cukai berupa etil alkohol dan minuman mengandung etil alkohol yang ilegal di peredaran atau tempat penjualan eceran. (2) Dalam hal pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan indikasi adanya hasil tembakau yang dilekati pita cukai palsu, hasil tembakau yang tidak dilekati pita cukai, atau etil alkohol dan minuman mengandung etil alkohol yang ilegal di peredaran atau tempat penjualan eceran, gubernur/bupati/walikota menyampaikan informasi secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. (3) Penyampaian informasi tentang adanya indikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sebagai berikut : a. dalam hal pelaksana kegiatan adalah gubernur, informasi disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setempat; atau b. dalam hal pelaksana kegiatan adalah bupati/walikota, informasi disampaikan kepada Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai setempat. (4) Gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab untuk menggerakkan, mendorong, dan melaksanakan kegiatan pemberantasan barang kena cukai ilegal sebagaimana dimaksud pada ayat (1). BAB III RANCANGAN KEGIATAN Pasal 10 (1) Bupati/walikota membuat dan menyampaikan rancangan program kegiatan dan penganggaran dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 kepada gubernur sebelum tahun anggaran berjalan. (2) Gubernur membuat dan menyampaikan rancangan program kegiatan dan penganggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan konsolidasi rancangan program kegiatan dari Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dan Menteri Dalam Negeri c.q Direktur Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah pada awal tahun. BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 406 SEPTEMBER 2008
5
KEPUTUSAN & KETETAPAN BAB IV PELAPORAN
Pasal 11 (1) Bupati/walikota membuat laporan alokasi penggunaan dana atas pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, setiap 6 (enam) bulan kepada Gubernur. (2) Gubernur membuat laporan alokasi penggunaan dana atas pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan laporan konsolidasi dan bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap 6 (enam) bulan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri. (3) Laporan kegiatan disusun dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini. Pasal 12 (1) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut : a. untuk semester pertama paling lambat tanggal 10 Juli, dan b. untuk semester kedua paling lambat tanggal 10 Desember. (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk semester pertama paling lambat tanggal 20 Juli; dan b. untuk semester kedua paling lambat tanggal 20 Desember. (3) Dalam hal tanggal 10 atau tanggal 20 jatuh pada hari libur, batas akhir penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilaksanakan pada hari kerja sebelumnya. BAB V PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS ALOKASI PENGGUNAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU Pasal 13 (1) Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melaksanakan pemantauan dan evaluasi atas laporan alokasi penggunaan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11. (2) Dalam melaksanakan kegiatan pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat berkoordinasi dengan instansi/unit terkait. (3) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk membandingkan antara rancangan program kegiatan dan penganggaran dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dengan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11. 6
BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 406 SEPTEMBER 2008
KEPUTUSAN & KETETAPAN (4) Atas hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan laporan dan rekomendasi kepada Menteri Keuangan. (5) Berdasarkan laporan dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri Keuangan dapat : a. meminta penjelasan kepada gubernur/bupati/walikota yang bersangkutan dalam hal terjadi indikasi penyalahgunaan alokasi anggaran dana bagi hasil cukai hasil tembakau; dan/ atau b. meminta aparat pengawasan fungsional untuk melakukan pemeriksaan dalam hal terjadi indikasi penyimpangan penggunaan anggaran dana bagi hasil cukai hasil tembakau. (6) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana, dimaksud pada ayat (5) huruf b mengindikasikan adanya penyimpangan pelaksanaan, penggunaan dana bagi hasil cukai, indikasi penyimpangan tersebut ditindaklanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VI SANKSI ATAS PENYALAHGUNAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU Pasal 14 (1) Atas penyalahgunaan alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau dapat diberikan sanksi berupa penangguhan sampai dengan penghentian penyaluran dana bagi hasil cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia. (2) Termasuk dalam kategori menyalahgunakan alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau adalah provinsi/kabupaten/kota yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11. Pasal 15 Sanksi berupa penangguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan dalam hal provinsi/kabupaten/kota terindikasi menyalahgunakan alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau. Pasal 16 (1) Dalam hal provinsi/kabupaten/kota tidak terbukti menyalahgunakan alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau maka sanksi berupa penangguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dicabut. (2) Dana bagi hasil cukai hasil tembakau yang penyalurannya ditangguhkan dapat disalurkan kembali pada periode penyaluran berikutnya sepanjang tidak melampaui tahun anggaran berjalan. BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 406 SEPTEMBER 2008
7
KEPUTUSAN & KETETAPAN Pasal 17 Sanksi berupa penghentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. dalam hal provinsi/kabupaten/kota telah 2 (dua) kali diberikan sanksi berupa penangguhan penyaluran dana bagi hasil cukai hasil tembakau, maka penyaluran berikutnya dihentikan; atau b. dalam hal provinsi/kabupaten/kota terbukti terjadi penyimpangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) maka penyaluran dana bagi hasil cukai hasil tembakau berikutnya dihentikan. BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 18 Terhadap, penggunaan, pelaporan, serta pemantauan dan evaluasi Dana Alokasi Cukai Hasil Tembakau Tahun Anggaran 2008 berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 19 Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Juni 2008 MENTERI KEUANGAN ttd SRI MULYANI INDRAWATI
8
BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 406 SEPTEMBER 2008
KEPUTUSAN & KETETAPAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 10/BC/2008 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMESANAN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 240/KMK.05/1996 tentang Pelunasan Cukai sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.04/2007; b. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat usaha dan efisiensi penyediaan pita cukai; dan c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Penyediaan dan Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4755); 2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 240/KMK.05/1996 tentang Pelunasan Cukai sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.04/2007; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMESANAN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan: 1. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. 2. Direktur adalah Direktur Cukai pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 3. Kantor Pusat adalah Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 4. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Bea dan Cukai yang membawahi Kantor. BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 406 SEPTEMBER 2008
9
KEPUTUSAN & KETETAPAN 5. Kantor adalah Kantor Pelayanan Utama (KPU) dan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) yang mengawasi pabrik atau tempat usaha importir hasil tembakau. 6. Kepala Seksi Pabean dan Cukai/Kepala Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai/Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai adalah Kepala Seksi Pabean dan Cukai pada KPU, Kepala Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai pada KPPBC Tipe Madya Pabean dan Tipe Madya Cukai, dan Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai pada KPPBC Tipe A1, Tipe A2, Tipe A3, dan Tipe A4. 7. Kepala Seksi Penerimaan dan Pengembalian/Kepala Seksi Perbendaharaan adalah Kepala Seksi Penerimaan dan Pengembalian pada KPU, Kepala Seksi Perbendaharaan pada KPPBC Tipe Madya Pabean, Tipe Madya Cukai, Tipe A1, Tipe A2, Tipe A3, dan Tipe A4. 8. Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan adalah Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan pada KPPBC Tipe B. 9. Pejabat Penerima Dokumen adalah Kepala Seksi Pabean dan Cukai/ Kepala Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai/Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai/Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan. 10.Pengusaha adalah pengusaha pabrik atau importir hasil tembakau. 11. Permohonan Penyediaan Pita Cukai yang selanjutnya disingkat P3C adalah dokumen pelengkap cukai yang digunakan Pengusaha untuk mengajukan permohonan penyediaan pita cukai sebelum pengajuan dokumen pemesanan pita cukai (CK-1). 12.Produksi adalah jumlah produksi pabrik hasil tembakau yang direalisasikan dengan CK-1. 13.Harga Jual Eceran (HJE) adalah harga yang ditetapkan sebagai dasar penghitungan besarnya cukai. 14.Jenis pita cukai dalam rangka pengajuan P3C yang selanjutnya disebut jenis pita cukai adalah pita cukai yang di dalamnya berisi uraian yang terdiri dari seri, warna, tarif, HJE, peruntukan dan jenis hasil tembakau. 15.Biaya Pengganti Penyediaan Pita Cukai adalah biaya yang harus dibayar oleh pengusaha atas penyediaan pita cukai yang telah diajukan dengan P3C tetapi tidak direalisasikan dengan CK-1. 16.Surat Pemberitahuan Pengenaan Biaya Pengganti (SPPBP) adalah pemberitahuan kepada pengusaha tentang pengenaan biaya pengganti atas penyediaan pita cukai yang telah diajukan dengan P3C tetapi tidak direalisasikan dengan CK-1. BAB II PENYEDIAAN PITA CUKAI Pasal 2 (1) Pita cukai hasil tembakau disediakan di Kantor Pusat dan di Kantor. (2) Pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan berdasarkan P3C. 10
BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 406 SEPTEMBER 2008
KEPUTUSAN & KETETAPAN Pasal 3 P3C hanya dapat diajukan oleh pengusaha dalam hal: 1. telah memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dan NPPBKC tersebut tidak dalam keadaan dibekukan; 2. tidak memiliki utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang belum dibayar sampai dengan tanggal jatuh tempo; dan/atau 3. telah melunasi biaya pengganti penyediaan pita cukai dalam waktu yang ditetapkan.
Pasal 4 (1) Pita cukai hasil tembakau untuk pengusaha pabrik hasil tembakau: a. dengan total produksi semua jenis hasil tembakau dalam 1 (satu) tahun takwim sebelumnya lebih dari 100.000.000 (seratus juta) batang dan/ atau gram, disediakan di Kantor Pusat. b. dengan total produksi semua jenis hasil tembakau dalam 1 (satu) tahun takwim sebelumnya sampai dengan 100.000.000 (seratus juta) batang dan/atau gram, disediakan di Kantor. (2) Pita cukai hasil tembakau untuk Importir hasil tembakau disediakan di Kantor Pusat. (3) Pita cukai hasil tembakau untuk pengusaha pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atas permohonan pengusaha yang bersangkutan dapat disediakan di Kantor Pusat. Pasal 5 (1) Untuk penyediaan pita cukai, pengusaha wajib mengajukan P3C kepada Kepala Kantor. (2) Kepala Kantor meneruskan P3C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke Kantor Pusat secara: a. elektronik dalam hal Kantor telah memiliki Sistem Aplikasi Cukai Sentralisasi; atau b. manual dalam hal Kantor tidak memiliki Sistem Aplikasi Cukai Sentralisasi. (3) Tata cara penyediaan pita cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal ini. (4) Bentuk P3C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal ini. Pasal 6 (1) Pengusaha dapat mengajukan permohonan penyediaan pita cukai mulai tanggal 1 (satu) sampai dengan tanggal 10 (sepuluh) untuk kebutuhan 1 (satu) bulan berikutnya dengan menggunakan P3C pengajuan awal kepada Kepala Kantor. (2) Dikecualikan dari batas waktu P3C pengajuan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam hal : BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 406 SEPTEMBER 2008
11
KEPUTUSAN & KETETAPAN a. pengusaha baru mendapatkan NPPBKC; b. pengusaha mengalami kenaikan golongan; c. pengusaha yang NPPBKC-nya diaktifkan kembali setelah pembekuannya dicabut; d. untuk kebutuhan pita cukai bulan Januari; atau e. terdapat kebijakan di bidang tarif cukai atau HJE. (3) P3C pengajuan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) periode persediaan untuk setiap jenis pita cukai. (4) Untuk Kantor yang tidak menerapkan Sistem Aplikasi Cukai Sentralisasi, Kepala Kantor menyampaikan P3C pengajuan awal ke Kantor Pusat paling lambat pada hari kerja berikutnya. Pasal 7 (1) Pengusaha dapat mengajukan P3C pengajuan tambahan kepada Kepala Kantor dalam hal pita cukai yang telah disediakan berdasarkan P3C pengajuan awal tidak mencukupi. (2) P3C pengajuan tambahan hanya dapat diajukan paling lambat tanggal 20 (dua puluh) pada bulan pengajuan CK-1. (3) Jenis pita cukai yang diajukan pada P3C pengajuan tambahan sama dengan jenis pita cukai yang sudah diajukan pada P3C pengajuan awal untuk periode yang sama. (4) P3C pengajuan tambahan hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) periode persediaan untuk setiap jenis pita cukai. (5) Untuk Kantor yang tidak menerapkan Sistem Aplikasi Cukai Sentralisasi, Kepala Kantor menyampaikan P3C pengajuan tambahan ke Kantor Pusat paling lambat pada hari kerja berikutnya. Pasal 8 (1) Pengusaha dapat mengajukan P3C pengajuan tambahan izin Direktur Jenderal melalui Kantor dalam hal jumlah pita cukai berdasarkan P3C pengajuan awal dan P3C pengajuan tambahan tidak mencukupi. (2) P3C pengajuan tambahan izin Direktur Jenderal dapat diajukan setelah P3C pengajuan tambahan dan paling lambat sampai dengan tanggal 25 (dua puluh lima) pada bulan pengajuan CK-1. (3) Jenis pita cukai yang diajukan pada P3C pengajuan tambahan izin Direktur Jenderal, sama dengan jenis pita cukai yang sudah diajukan pada P3C pengajuan awal dan P3C pengajuan tambahan untuk periode yang sama. (4) Pengajuan P3C pengajuan tambahan izin Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) periode persediaan untuk setiap jenis pita cukai. (5) Kepala Kantor menyampaikan P3C pengajuan tambahan izin Direktur Jenderal dan Surat Rekomendasi Kepala Kantor ke Kantor Pusat paling lambat pada hari kerja berikutnya. 12
BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 406 SEPTEMBER 2008
KEPUTUSAN & KETETAPAN (6) Surat Rekomendasi Kepala Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sekurang-kurangnya berisi: a. alasan P3C pengajuan tambahan izin Direktur Jenderal yang diajukan oleh pengusaha; b. data rata-rata perbulan CK-1 dalam 6 (enam) bulan terakhir; dan c. pendapat Kepala Kantor. (7) Atas P3C pengajuan tambahan izin Direktur Jenderal dan Surat Rekomendasi Kepala Kantor, Direktur Jenderal dapat mengabulkan seluruhnya/sebagian atau menolak. Pasal 9 (1) Jumlah pita cukai yang diajukan oleh pengusaha pada P3C pengajuan awal untuk setiap jenis pita cukai: a. paling banyak 100% (seratus persen) dari rata-rata perbulan jumlah pita cukai yang dipesan dengan CK-1 dalam kurun waktu tiga bulan terakhir sebelum P3C pengajuan awal, dengan memperhatikan batasan produksi golongan pengusaha pabrik; atau b. dalam hal data rata-rata perbulan jumlah yang dipesan dengan CK-1 dalam kurun waktu tiga bulan terakhir sebelum P3C pengajuan awal untuk jenis pita cukai yang diajukan tidak tersedia, jumlah pita cukai yang dapat diajukan sesuai kebutuhan perbulan dengan memperhatikan batasan produksi golongan pengusaha pabrik. (2) Jumlah pita cukai yang diajukan oleh pengusaha dalam P3C pengajuan tambahan paling banyak 50% (lima puluh persen) untuk setiap jenis pita cukai dari P3C pengajuan awal yang telah diajukan dalam periode yang sama dengan memperhatikan batasan produksi golongan pengusaha pabrik. (3) Dalam hal jumlah pita cukai yang dapat diajukan dengan P3C kurang dari 10 (sepuluh) lembar, maka jumlah pengajuan pita cukai dalam P3C adalah 10 (sepuluh) lembar. (4) Jumlah pita cukai yang diajukan oleh pengusaha dalam P3C pengajuan tambahan izin Direktur Jenderal, sesuai dengan kebutuhan dengan memperhatikan batasan produksi golongan pengusaha pabrik. Pasal 10 Pembulatan jumlah pita cukai yang diajukan dengan P3C dilakukan dengan cara membulatkan jumlah ke bawah dan harus dalam kelipatan 10 (sepuluh). BAB III PEMESANAN PITA CUKAI Pasal 11 (1) Pengusaha yang telah mengajukan P3C dapat mengajukan CK-1 kepada Kepala Kantor untuk mendapatkan pita cukai. BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 406 SEPTEMBER 2008
13
KEPUTUSAN & KETETAPAN (2) Jumlah pita cukai yang dipesan dengan CK-1 disesuaikan dengan jumlah persediaan pita cukai yang ada di Kantor atau Kantor Pusat. Pasal 12 CK-1 hanya dapat diajukan oleh pengusaha dalam hal: 1. NPPBKC tidak dalam keadaan dibekukan; 2. tidak memiliki utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang belum dibayar sampai dengan tanggal jatuh tempo; dan/atau 3. telah melunasi biaya pengganti penyediaan pita cukai dalam waktu yang ditetapkan. Pasal 13 (1) Untuk pemesanan pita cukai, pengusaha wajib mengajukan CK-1 kepada Kepala Kantor. (2) Dalam hal pita cukai disediakan di Kantor Pusat, Kepala Kantor meneruskan CK-1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke Kantor Pusat secara: a. elektronik dalam hal Kantor telah memiliki Sistem Aplikasi Cukai Sentralisasi; atau b. manual dalam hal Kantor tidak memiliki Sistem Aplikasi Cukai Sentralisasi. (3) Tata cara pemesanan pita cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal ini. BAB IV PITA CUKAI YANG TIDAK DIREALISASIKAN DENGAN CK-1 Pasal 14 (1) Setelah berakhirnya tahun anggaran dan/atau berlakunya kebijakan baru di bidang cukai yang berpengaruh terhadap pita cukai, atas pita cukai yang telah disediakan berdasarkan P3C yang tidak direalisasikan dengan CK-1 dan masih berada di Kantor dan Kantor Pusat dilakukan pencacahan. (2) Pencacahan atas pita cukai yang tidak direalisasikan dengan CK-1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 60 (enam puluh) hari oleh: a. Kepala Kantor, untuk sisa persediaan pita cukai di Kantor; dan b. Kasubdit Pita Cukai atas nama Direktur, untuk sisa persediaan pita cukai di Kantor Pusat. 14
BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 406 SEPTEMBER 2008
KEPUTUSAN & KETETAPAN (3) Hasil pencacahan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dituangkan dalam Berita Acara Pencacahan yang dibuat rangkap 2 (dua) dengan peruntukan: a. lembar pertama untuk Kantor yang bersangkutan; dan b. lembar kedua Kantor Pusat. (4) Hasil pencacahan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dituangkan dalam Berita Acara Pencacahan dan disampaikan kepada Direktur. (5) Sisa pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan Berita Acara Pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, dikirimkan oleh Kepala Kantor ke Kantor Pusat, paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah dilakukan pencacahan. (6) Kantor Pusat melakukan pemusnahan atas sisa pita cukai sebagaimana pada ayat (5) sesuai ketentuan yang berlaku. (7) Pemusnahan atas pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat dilakukan oleh Kepala Kantor atau Kepala Kantor Wilayah setelah mendapatkan izin dari Direktur Jenderal dan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. BAB V BIAYA PENGGANTI PENYEDIAAN PITA CUKAI Pasal 15 (1) Pengusaha yang telah mengajukan P3C namun tidak merealisasikan seluruhnya dengan CK-1, dikenai biaya pengganti penyediaan pita cukai. (2) Dikecualikan dari ketentuan pengenaan biaya pengganti penyediaan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal terjadi: a. kenaikan HJE karena Harga Transaksi Pasar melebihi HJE; b. karena kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan administratif oleh Pejabat Bea dan Cukai. (3) Besarnya biaya pengganti penyediaan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk setiap keping pita cukai adalah: a. pita cukai seri I : Rp 18,00 (delapan belas rupiah); b. pita cukai seri II : Rp 35,00 (tiga puluh lima rupiah); dan c. pita cukai seri III : Rp 18,00 (delapan belas rupiah). (4) Atas sisa pita cukai yang tidak direalisasikan dengan CK-1 sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (2) huruf a, Kepala Kantor menerbitkan SPPBP kepada pengusaha. (5) Atas sisa pita cukai yang tidak direalisasikan dengan CK-1 sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (2) huruf b, Direktur memberitahukan kepada Kepala Kantor untuk menerbitkan SPPBP kepada pengusaha. (6) Pembayaran biaya pengganti penyediaan pita cukai dibuktikan dengan menggunakan Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri (SSCP) sebagai Penerimaan Cukai Lainnya. BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 406 SEPTEMBER 2008
15
KEPUTUSAN & KETETAPAN (7) Biaya pengganti penyediaan pita cukai wajib dilunasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya SPPBP. (8) Dalam hal biaya pengganti penyediaan pita cukai tidak dilunasi dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7), P3C dan CK-1 berikutnya tidak dilayani. (9) Bentuk SPPBP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal ini. BAB VI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 16 Dalam hal sistem aplikasi cukai sentralisasi tidak dapat digunakan dalam kurun waktu 4 (empat) jam, untuk kelancaran pelayanan, Kepala Kantor dapat melaksanakan pelayanan secara manual. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 17 Terhadap P3C/P3CT/P3CT Izin Direktur Jenderal/DP3C/DP3CT/DP3CT Izin Direktur Jenderal atau CK-1 yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, akan diselesaikan berdasarkan P-31/BC/2007. BAB VIII PENUTUP Pasal 18 Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Nomor P-31/BC/2007 tentang Penyediaan dan Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 19 Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku mulai tanggal 1 Agustus 2008. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Juli 2008 DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI ttd ANWAR SUPRIJADI NIP 120050332 16
BONUS WARTA BEACUKAI EDISI 406 SEPTEMBER 2008