BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK
A. Pengertian dan Asas Dalam Berkontrak 1. Pengertian Kontrak Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian kontrak, tetapi menurut Para pakar hukum bahwa kontrak adalah ” Kaidah/ aturan hukum yang mengatur hubungan hukum antar para pihak berdasarkan kata sepakat
untuk
menimbulkan
akibat
hukum
untuk
melaksanakan suatu
prestasi/obyek perjanjian” .Pengaturan umum tentang kontrak diatur dalam KUHPerdata buku III. Istilah hukum perjanjian atau kontrak merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu contract law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah overeenscomsrecht. 6 Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 7 Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dengan demikian perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
6
Salim H.S, “Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak,” Cet. II, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 3 7
Subekti , “Hukum Perjanjian,” Cet. XII, (Jakarta: PT. Intermasa, 1990), hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
Perikatan adalah suatu perhubungan hukum anatara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menunutut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Maka hubungan hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan. Hubungan hukum adalah hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum disebabkan karena timbulnya hak dan kewajiban, dimana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan kewajiban merupakan beban. Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian/kontrak dapat dikemukakan sebagai berikut: 8 1. Adanya kaidah hukum Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi dua macam, yakni tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah kaidahkaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti: jual beli lepas, jual beli tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum adat. 2. Subyek hukum Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dalam hal ini yang menjadi subjek hukum
8
Salim HS, op.cit, hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
dalam hukum kontrak adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang berutang. 3. Adanya Prestasi Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban debitur. Suatu
prestasi
umumnya
terdiri
dari
beberapa
hal
sebagai
berikut:
memberikan sesuatu;berbuat sesuatu;tidak berbuat sesuatu. 4. Kata sepakat Di dalam Pasal 1320 KUHPer ditentukan empat syarat sahnya perjanjian seperti dimaksud diatas, dimana salah satunya adalah kata sepakat (konsensus). Kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak. 5. Akibat hukum Setiap Perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Pengertian perjanjian sebagai kesepakatan yang dibuat oleh para pihak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Adapun pengertian kontrak tidak disebut secara tegas dalam literatur hukum. Kontrak lebih merupakan istilah yang digunakan dalam perikatan-perikatan bisnis disamping MoU dan LoI, yang pemakaian istilahnya bersifat khusus untuk perikatan bisnis. Kontrak yang dibuat dalam hubungan bisnis memiliki sifat yang tidak berbeda dengan perjanjian, yaitu ikatan yang memiliki akibat hukum. Disamping perjanjian dan kontrak, masih dikenal istilah persetujuan atau dalam bahasa Inggris disebut agreement. Sama seperti yang dimaksud oleh perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata, pengertian agreement dalam pengertian
Universitas Sumatera Utara
luas dapat berarti sebagai kesepakatan yang mempunyai konsekuensi hukum dan juga kesepakatan yang tidak mempunyai konsekuensi hukum. Agreement akan mempunyai kualitas atau pengertian perjanjian atau kontrak apabila ada akibat hukum yang dikenakan terhadap pelanggaran janji (breach of contract) dalam agreement tersebut. Dalam pengertian kesepakatan para pihak yang mempunyai konsekuensi hukum yang mengikat, maka agreement sama artinya dengan perjanjian. Dari uraian ini dapat disimpulkan istilah kontrak juga merupakan agreement karena agreement dalam bahasa Indonesia merupakan perjanjian, sedangkan sebuah perjanjian merupakan persetujuan yang melahirkan perikatan, maka istilah perjanjian, kontrak, ataupun agreement memiliki pengertian yang sama. Dalam paparan tulisan ini, penggunaan ketiga istilah itu merujuk kepada hal yang sama. Sekalipun dalam KHUPerdata definisi dari perikatan tidak dipaparkan secara tegas, akan tetapi dalam Pasal 1233 KUHPerdata ditegaskan bahwa perikatan selain dari Undang-undang, perikatan dapat juga dilahirkan dari perjanjian. Dengan demikian suatu perikatan belum tentu merupakan perjanjian sedangkan perjanjian merupakan perikatan. Dengan kalimat lain, bila definisi dari pasal 1313 KUHPerdata tersebut dihubungkan dengan maksud dari pasal 1233 KUHPerdata, maka terlihat bahwa pengertian dari perikatan, karena perikatan tersebut dapat lahir dari perjanjian itu sendiri. Sebagai bahan perbandingan untuk membantu memahami perbedaan dua istilah tersebut, perlu dikutip pendapat Prof Subekti dalam bukunya Hukum
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian mengenai perbedaan pengertian dari perikatan dengan perjanjian. Beliau memberikan definisi dari perikatan sebagai berikut: “Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.”9 Sedangkan perjanjian didefinisikan sebagai berikut: “Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.”10 Hakekat antara perikatan dan perjanjian pada dasarnya sama, yaitu merupakan hubungan hukum antara pihak-pihak yang diikat didalamnya, namun pengertian perikatan lebih luas dari perjanjian, sebab hubungan hukum yang ada dalam perikatan munculnya tidak hanya dari perjanjian tetapi juga dari aturan perundang-undangan. Hal lain yang membedakan keduanya adalah bahwa perjanjian pada hakekatnya merupakan hasil kesepakatan para pihak, jadi sumbernya benar-benar kebebasan pihak-pihak yang ada untuk diikat dengan perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Sedangkan perikatan selain mengikat karena adanya kesepakatan juga mengikat karena diwajibkan oleh undang undang, contohnya perikatan antara orangtua dengan anaknya muncul bukan karena adanya kesepakatan dalam perjanjian diantara ayah dan anak tetapi karena perintah undang-undang.
9
10
Prof. Subekti, SH, “Hukum Perjanjian,” Cet. XII, (Jakarta: PT. Intermasa, 1990), hal. Prof R.subekti SH, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta:Intermasa,2003,hal 123
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, perbedaan antara perikatan dan perjanjian juga terletak pada konsekuensi hukumnya. Pada perikatan masing-masing pihak mempunyai hak hukum untuk menuntut pelaksanaan prestasi dari masing-masing pihak yang telah terikat. Sementara pada perjanjian tidak ditegaskan tentang hak hukum yang dimiliki oleh masing-masing pihak yang berjanji apabila salah satu dari pihak yang berjanji tersebut ternyata ingkar janji, terlebih karena pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata menimbulkan kesan seolah-olah hanya merupakan perjanjian sepihak saja. Definisi dalam pasal tersebut menggambarkan bahwa tindakan dari satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, tidak hanya merupakan suatu perbuatan hukum yang mengikat tetapi dapat pula merupakan perbuatan tanpa konsekuensi hukum. Konsekuensi hukum lain yang muncul dari dua pengertian itu adalah bahwa oleh karena dasar perjanjian adalah kesepakatan para pihak, maka tidak dipenuhinya prestasi dalam perjanjian menimbulkan ingkar janji (wanprestasi), sedangkan tidak dipenuhinya suatu prestasi dalam perikatan menimbulkan konsekuensi hukum sebagai perbuatan melawan hukum (PMH). Berdasarkan pemahaman tersebut jelaslah bahwa adanya perbedaan pengertian antara perjanjian dan perikatan hanyalah didasarkan karena lebih luasnya pengertian perikatan dibandingkan perjanjian. Artinya didalam hal pengertian perjanjian sebagai bagian dari perikatan, maka perikatan akan mempunyai arti sebagai hubungan hukum atau perbuatan hukum yang mengikat antara dua orang atau lebih, yang salah satu pihak mempunyai kewajiban untuk memenuhi prestasi tersebut. Bila salah satu pihak yang melakukan perikatan
Universitas Sumatera Utara
tersebut tidak melaksanakan atau terlambat melaksanakan prestasi, pihak yang dirugikan akibat dari perbuatan melawan hukum tersebut berhak untuk menuntut pemenuhan prestasi atau penggantian kerugian dalam bentuk biaya, ganti rugi dan bunga. Uraian ini memperlihatkan bahwa perikatan dapat meliputi dua arti, yaitu pada satu sisi sebagai perjanjian yang memang konsekuensi hukumnya sangat tergantung pada pihak-pihak yang terikat didalamnya, dan pada sisi lain merupakan perikatan yang mempunyai konsekuensi hukum yang jelas. Sekalipun perjanjian sebagai suatu perikatan muncul bukan dari undang-udang tetapi memiliki kekuatan hukum yang sama dengan perikatan yang muncul dari undangundang, yaitu berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang diikat didalamnya.
2 Asas-asas Hukum Kontrak Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrak terdapat 5 (lima) asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality). Berikut ini adalah penjelasan mengenai asas-asas dimaksud: a. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)
Universitas Sumatera Utara
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: 1). membuat atau tidak membuat perjanjian; 2). mengadakan perjanjian dengan siapa pun; 3). menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta 4). menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan. Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rosseau. 11 Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa saja yang dikehendakinya. Dalam hukum kontrak asas ini diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak”. Teori leisbet fair in menganggap bahwa the invisible hand akan menjamin kelangsungan jalannya persaingan bebas. Karena pemerintah sama sekali tidak boleh mengadakan intervensi didalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Paham individualisme memberikan peluang yang luas kepada golongan kuat ekonomi untuk menguasai golongan lemah ekonomi. Pihak yang kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah. Pihak yang lemah berada dalam
11
Salim HS, op.cit, hal. 9
Universitas Sumatera Utara
cengkeraman pihak yang kuat sperti yang diungkap dalam exploitation de homme par l’homme. Pada akhir abad ke-19, akibat desakan paham etis dan sosialis, paham individualisme mulai pudar, terlebih-lebih sejak berakhirnya Perang Dunia II. Paham ini kemudian tidak mencerminkan keadilan. Masyarakat menginginkan pihak yang lemah lebih banyak mendapat perlindungan. Oleh karena itu, kehendak bebas tidak lagi diberi arti mutlak, akan tetapi diberi arti relatif dikaitkan selalu dengan kepentingan umum. Pengaturan substansi kontrak tidak semata-mata dibiarkan kepada para pihak namun perlu juga diawasi. Pemerintah sebagai pengemban kepentingan umum menjaga keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Melalui penerobosan hukum kontrak oleh pemerintah maka terjadi pergeseran hukum kontrak ke bidang hukum publik. Oleh karena itu, melalui intervensi pemerintah inilah terjadi pemasyarakatan hukum kontrak/perjanjian. b. Asas Konsensualisme (concensualism) Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Didalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas
Universitas Sumatera Utara
konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan). Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innominat. Yang artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPer adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian. c. Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda) Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun, dalam perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti sebagao pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu
Universitas Sumatera Utara
dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup dengan kata sepakat saja. d. Asas Itikad Baik (good faith) Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif. 12 5. Asas Kepribadian (personality) Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPer menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Hal ini 12
JM.Van Dunne dan Van der Burght,Gr. Perbuatan Melawan Hukum, (Ujung Pandang; Dewan Kerja sama Ilmu Hukum Belanda dengan Indonesia, Proyek Hukum Perdata, 19888), hlm 15
Universitas Sumatera Utara
mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana diintridusir dalam Pasal 1317 KUHPerdata yang menyatakan: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.” Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPerdata memiliki ruang lingkup yang luas. Disamping kelima asas yang telah diuraikan diatas, dalam Lokakarya Hukum Perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Departemen Kehakiman RI pada tanggal 17 – 19 Desember 1985 telah
Universitas Sumatera Utara
berhasil dirumuskannya delapan asas hukum perikatan nasional. 13 Kedelapan asas tersebut adalah sebagai berikut: 1. Asas Kepercayaan Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara mereka dibelakang hari. 2. Asas Persamaan Hukum Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras. 3. Asas Kesimbangan Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. 4. Asas Kepastian Hukum Perjanjian sebagai figur hukum mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. 13
Tim Naskah Akademis BPHN, “Naskah Akademis Lokakarya Hukum Perikatan,” (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1985)
Universitas Sumatera Utara
5. Asas Moralitas Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya. 6. Asas Kepatutan Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya. 7. Asas Kebiasaan Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti. 8. Asas Perlindungan Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang lemah.Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam menentukan dan membuat suatu kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan
Universitas Sumatera Utara
demikian dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas merupakan hal penting dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak.
B. Syarat Sahnya Suatu Kontrak Dalam Burgerlijk Wetboek (BW) yang kemudian diterjemahkan oleh Prof. R. Subekti, SH dan R. Tjitrosudibio menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
bahwa mengenai hukum perjanjian diatur dalam Buku III tentang
Perikatan, dimana hal tersebut mengatur dan memuat tentang hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak tertentu. Sedangkan menurut teori ilmu hukum, hukum perjanjian digolongkan kedalam Hukum tentang Diri Seseorang dan Hukum Kekayaan karena hal ini merupakan perpaduan antara kecakapan seseorang untuk bertindak serta berhubungan dengan hal-hal yang diatur dalam suatu perjanjian yang dapat berupa sesuatu yang dinilai dengan uang. Keberadaan suatu perjanjian atau yang saat ini lazim dikenal sebagai kontrak, tidak terlepas dari terpenuhinya syaratsyarat mengenai sahnya suatu perjanjian/kontrak seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata, antara lain sebagai berikut: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal.
Universitas Sumatera Utara
Berikut penjelasannya, yaitu: 1.
Berdasarkan kesepakatan para pihak
Kesepakatan merupakan faktor esensial yang menjiwai perjanjian, kesepakatan biasanya diekspresikan dengan kata “setuju” disertai pembubuhan tanda tangan sebagai bukti persetujuan atas segala hal yang tercantum dalam perjanjian. Dalam perjanjian suatu kesepakatan dinyatakan tidak sah, apabila kesepakatan yang dicapai tersebut terjadi karena kekhilafan atau dibuat dengan suatu tindakan pemaksaan atau penipuan. 2.
Pihak-pihak dalam perjanjian harus cakap untuk membuat
perjanjian Setiap orang dan badan hukum (legal entity) adalah subjek hukum, namun KUHPerdata membatasi subjek hukum yang dapat menjadi pihak dalam perjanjian. Untuk itu kita perlu mengetahui siapa saja yang menurut hukum tidak cakap atau tidak mempunyai kedudukan hukum untuk membuat perjanjian. Berikut adalah pihak-pihak yang tidak cakap secara hukum untuk membuat perjanjian: 1.
Orang yang belum dewasa, yaitu orang yang belum berumur 21
2.
Orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan, misalnya: anak-
tahun.
anak, orang yang pikirannya kurang sehat atau mengalami gangguan mental. 3.
Semua pihak yang menurut undang-undang yang berlaku tidak cakap
atau dibatasi kecakapannya untuk membuat perjanjian, misalnya; istri dalam
Universitas Sumatera Utara
melakukan perjanjian untuk transaksi-transaksi tertentu harus mendapatkan persetujuan suami. 3.
Perjanjian menyepakati suatu hal
Hukum mewajibkan setiap perjanjian harus mengenai sesuatu hal sebagai objek dari perjanjian, misalnya tanah sebagai objek perjanjian jual beli. 4.
Dibuat berdasarkan suatu sebab yang halal
Perjanjian menuntut adanya itikad baik dari para pihak dalam perjanjian, oleh karena itu perjanjian yang disebabkan oleh sesuatu yang tidak halal, misalnya karena paksaaan atau tipu muslihat tidak memenuhi syarat sebagai suatu perjanjian. Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.
C. Jenis- jenis Kontrak Dalam KUHPerdata dikenal beberapa jenis perikatan, namun yang dimaksud jenis- jenis perikatan dalam KUHPerdata tersebut pada dasarnya adalah jenis-jenis perjanjian atau jenis- jenis kontrak. Jenis- jenis kontrak yang dimaksud adalah kontrak yang bukan merupakan kontrak yang bersahaja atau kontrak yang dapat dilaksanakan dengan mudah karena para pihak hanya terdiri atas masingmasing satu orang dan objek kontaknya pun hanya satu macam,dan lain- lain yang
Universitas Sumatera Utara
terkait dengan kontrak tersebut serba bersahaja. Kontrak yang tidak bersahaja yang dimaksud adalah sebagai berikut: 14 1. Kontrak Bersyarat Kontrak bersyarat adalah kontrak yang digantungkan pada suatu peristiwa yang akan datang dan peristiwa tersebut belum tentu akan terjadi.Kontrak bersyarat ini dapat dibagi dua yaitu kontrak dengan syarat tangguh dan kontrak dengan syarat batal.Suatu kontrak dengan syarat tangguh jika untuk lahirya kontrak tersebut digantungkan pada suatu peristiwa tertentu yang akan datang dan belum tentu akan terjadi sedangkan suatu kontrak disebut dengan syarta batal jika untuk batalnya atau berakhirnya kontrak tersebut digantungkan pada suatu peristiwa yang akan datang dan belum tentu akan terjadi. 2. Kontrak dengan ketetapan waktu Berbeda dari kontrak bersyarat, kontrak dengan ketetapan waktu ini tidak menangguhkan terjadinya atau lahirnya kontrak, melainkan menangguhkan pelaksanaan kontrak. 3, Kontrak mana suka atau alternative Kontrak manasuka atau alternative ini mungkin jarang kita temui dalam praktik, tetapi hal ini dimungkinkan dalam hukum kontrak. Dalam hal terjadi kontrak manasuka ini, debitur diperkenankan untuk memilih salah satu dari beberapa pilihan yang ditentukan dalam kontrak. Hak untuk memilih dalam kontrak mana suka ini selalu dianggap diberikan kepada debitur, kecuali kalau secara tegas hak memilih tersebut diberikan kepada kreditor. 14
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak,( Jakarta,Raja Grafindo Persada,2008) hal 52-61
Universitas Sumatera Utara
4. Kontrak Tanggung renteng atau tanggung menanggung Suatu kontrak dikatakan tanggung menanggung jika dalam kontrak tersebut terdiri atas bebrapa orang kreditor, dan dalam kontrak tersebut secara tegas dinyatakan bahwa masing- masing kreditor berhak untuk menagih seluruh utang atau
pembayaran seluruh utang kepada salah seorang kreditor akan
membebaskan debitur pada kreditor . Dengan demikian, apabila debitur belum digugat di depan pengadilan, debitur baerhak memilih kepada siapa dia akan membayar utangnya. 5. Kontrak yang dapat dibagi dan tak dapat dibagi Suatu kontrak digolongkan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi tergantung pada kontrak yang prestasinya berupa barang atau jasa yang dapat dibagi atau tidak dapat dibagi, baik secara nyata maupun secara perhitungan. Namun demikian, walaupun barang dan jasa tersebut sifatnya dapat dibagi,, suatu kontrak dianggap tidak dapat dibagi jika berdasarkan maksud kontrak penyerahan barang atau pelaksanaan jasa tersebut tidak dapat dibagi. 6. Kontrak dengan ancaman hukuman Ancaman hukuman merupakan suatu klausul kontrak yang memberikan jaminan kepada kreditor bahwa debitur akan memenuhi prestasi, dan ketika debitur tidak memenuhi prestasi tersebut, debitur diwajibkan melakukan sesuatu atau menyerahkan sesuatu. 7. Kuasi kontrak Dalam berbagai bacaan tentang hukum kontrak, dapat kita baca tentang istilah kuasi kontrak atau biasa juga disebut dengan kontrak tersamar
Universitas Sumatera Utara
(implied contract), namun istilah tersebut tidak ditemukan dalam BW, maka untuk menganalisis apa sebenarnya kuasi kontrak tersebut,menurut Munir Fuadi adalah ” Tidak semua kontrak dapat terlihat dengan jelas adanya kata sepakat. Namun, sampai batas- batas tertentu bahkan suatu kontrak dianggap sudah terbentuk, sungguh pun kesepakatan kehendak
tidak jelas- jelas kelihatan. Misalnya
kesepakatan kehendak dalam jenis kontrak yang disebut dengan ” kontrak tersamar” (implied contract, quast contract). Kontrak tersamar ini diketemukan baik dalam tradisi hukum eropa kontinental, amupun dalam tradisi hukum anglo saxon. 15
D.Tahap Pembuatan Kontrak dan Struktur dari Sebuah Kontrak Sebelum membuat Perjanjian sebaiknya terlebih dahulu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1.
Penguasaan Terhadap Bisnis dalam Perjanjian
Pembuatan suatu Perjanjian sangat tergantung terhadap aspek bisnis yang diperjanjikan dalam Perjanjian, sehingga diperlukan pengetahuan yang memadai atas bisnis tersebut. Biasanya keuntungan yang ditawarkan oleh jenis bisnis tertentu menyebabkan pelaku bisnis tertarik untuk melakukan investasi atau kerjasama, namun tidak semua jenis bisnis dikuasai oleh para pelaku bisnis sehingga diperlukan orang yang menguasai bisnis tersebut yang dapat membantu para pelaku bisnis memahami seluk beluk bisnis dimaksud. Ada baiknya pelaku
15
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari sudut pandang Hukum Bisnis) (Bandung: Citra Aditrya Bakti,20001)hal 50-52
Universitas Sumatera Utara
bisnis yang hendak melakukan Perjanjian bisnis meminta bantuan pihak yang mempunyai wawasan luas tentang bisnis tersebut. 2.
Identifikasi Para Pihak
Suatu Perjanjian merupakan bentuk kesepakatan pihak-pihak yang melakukan perjanjian, sehingga dalam penyusunan perjanjian dituntut ketepatan penempatan pihak. Kesalahan penempatan pihak dalam Perjanjian akan berakibat tidak mengikatnya pihak yang dikehendaki sebagai pihak, misalkan apabila yang menjadi pihak dalam perjanjian adalah perseroan, maka hendaknya perjanjian ditandatangani oleh wakil perseroan menurut anggaran dasar, yaitu direksi sesuai dengan kewenangan direksi tersebut atau setidaktidaknya pihak yang menerima kuasa untuk melakukan Perjanjian tersebut; Disamping aspek legal formal diatas, juga patut dipertimbangkan latar belakang kebudayaan serta kekuatan ekonomi serta aspek-aspek lain yang akan mempengaruhi isi perjanjian. Aspek-aspek tersebut akan menentukan materi dan teknik melakukan negosiasi atas materi-materi (hal-hal) yang akan menjadi bahan dalam perjanjian-perjanjian antara para pihak. 3.
Penguasaan Regulasi
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa Perjanjian yang dibuat tergantung pada jenis bisnis yang diperjanjikan, karena itu regulasi yang berkaitan dengan Perjanjian juga tidak selalu sama. Penguasaan akan jenis bisnis dalam Perjanjian membawa pada tuntutan untuk menguasai regulasi yang berkaitan dengannya, sehingga perlu dipastikan bahwa apa yang diperjanjikan dalam Perjanjian telah disesuaikan dengan regulasi yang mengaturnya, mulai dari
Universitas Sumatera Utara
regulasi besar sampai yang terkecilnya, mulai dari undang-undang sampai pada keputusan kepala instansi terkait. Kadangkala beberapa ketentuan dalam regulasi tidak menunjang aspek Perjanjian, maka perlu disepakati untuk dikesampingkan. Ketentuan-ketentuan dalam regulasi ada yang dapat dikesampingkan dan ada yang tidak, maka diperlukan pengenalan terhadap sifat-sifat dari ketentuan dalam regulasi terkait. 4.
Penggunaan Tenaga Lain
Untuk memastikan suatu perjanjian dibuat dengan baik, maka sebaiknya pihak yang melakukan perjanjian meminta bantuan tenaga-tenaga profesional sesuai dengan aspek bisnis yang diperjanjikan. Bila meminta bantuan penasihat hukum, hendaknya penasihat hukum yang tidak hanya mengerti hukumnya tetapi juga yang mengerti bisnisnya, dan sedapat mungkin pada Perjanjian-Perjanjian yang sifatnya sangat khusus dilibatkan pihak-pihak yang ahli di bidangnya. 5.
Praktek Kebiasaan Internasional atau Regional (lokal)
Apabila salah satu unsur dalam perjanjian tersebut melibatkan unsur internasional, maka memahami praktek-praktek kebiasaan internasional juga sebaiknya dimengerti. Namun apabila unsur lokal sangat menentukan dalam perjanjian tersebut, maka nilai-nilai lokal tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Unsur lokal atau internasional bisa pada subyek perjanjian atau obyek dari perjanjian yang akan dibuat.
Universitas Sumatera Utara
1. Tahapan-Tahapan Perancangan Perjanjian Suatu Perjanjian tidak terjadi begitu saja, tetapi setelah melalui tahapantahapan tertentu, maka kita perlu mengetahui tahapan-tahapan penyusunan hingga berakhirnya suatu Perjanjian sebagai berikut:16 a.
Munculnya kesepakatan dasar diantara para pihak untuk membuat Perjanjian;
b.
Negosiasi atas rancangan Perjanjian;
c.
Penandatanganan Perjanjian;
d.
Penerapan Perjanjian; dan
e.
Timbulnya perselisihan dalam Perjanjian.
Berikut ini adalah ulasan atas tahapan-tahapan diatas a.
Munculnya kesepakatan diantara para pihak untuk membuat
Perjanjian Tahapan ini diawali melalui pembicaraan rencana pembuatan Perjanjian diantara pihak-pihak dengan saling menjajaki hal yang disepakati dalam bisnis sebelum menuangkannya dalam Perjanjian. Dalam bentuk formalnya penjajakan ini biasanya dituangkan dalam bentuk Letter of Intent (LoI) atau Memorandum of Understanding (MoU). Kesepakatan dalam LoI atau MoU belum merupakan sebuah kesepakatan Perjanjian, sehingga tidak mengikat tetapi menjadi garis-garis besar penyusunan Perjanjian. b. 16
Negosiasi atas Rancangan Perjanjian
Fajar Herbudi Arifianto Staff Legal PT WIRATMAN & Associates, Hukum Kontrak
Dasar
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian memuat kepentingan para pihak dan karena kepentingan pihakpihak yang telibat dalam Perjanjian berbeda, maka untuk mencapai kesepakatan perlu dilakukan persesuaian diantara kepentingan tersebut. Tahapan ini diwarnai dengan tawar menawar keinginan masing-masing pihak. Karena tidak semua kepentingan para pihak dapat disepakati, maka diperlukan kerelaan masingmasing pihak untuk tidak terlalu memaksakan hal-hal yang sifatnya hakiki dalam Perjanjian demi tercapainya kesepakatan. Tahapan ini merupakan tahapan paling alot dan kesempatan bagi para pihak untuk mengetahui sejauh mana posisi masing-masing kebutuhan dalam Perjanjian, hal-hal yang diprioritaskan, kelemahan-kelemahan rancangan Perjanjian, dan tidak jarang diselingi dengan penggunaaan kekuatan posisi untuk memaksa pihak lain menerima tawaran kepentingannya. Dengan demikian klausul-klausul rancangan Perjanjian bisa mengalami pengurangan dan/atau penambahan. c.
Penandatanganan Perjanjian
Hal-hal yang telah disepakati dalam negosiasi kemudian dituangkan dalam bentuk akhir Perjanjian untuk ditandatangani oleh para pihak. Sebelum Perjanjian ini ditandatangani, sebaiknya terlebih dahulu dilakukan pengecekan akhir, untuk memastikan hal-hal yang dimuat dalam Perjanjian merupakan hal-hal yang telah disepakati dalam tahapan perundingan, termasuk pengecekan terhadap pihakpihak yang menandatangani Perjanjian. d.
Penerapan Perjanjian
Perjanjian yang telah ditandatangani merupakan undang-undang bagi para pihak, karena itu pelaksanaan Perjanjian tidak boleh keluar dari ha-hal yang telah
Universitas Sumatera Utara
disepakati. Hal-hal yang belum diatur dalam Perjanjian hanya dapat dilaksanakan sepanjang tidak bertentangan dengan Perjanjian, namun demikian sebaiknya dibicarakan terlebih dahulu diantara para pihak dan bila perlu dilakukan kesepakatan tambahan sepanjang Perjanjian mengijinkannya. Untuk memastikan pelaksanaan Perjanjian sesuai kesepakatan, maka para pihak sepatutnya melakukan pengawasaan terhadap pelaksanaanya, demi mencegah terjadinya wanprestasi yang berpotensi timbulnya perselisihan diantara para pihak e.
Timbulnya Perselisihan Dalam Perjanjian
Kunci dari Perjanjian adalah kesepakatan dari para pihak. Perselisihan dalam Perjanjian muncul karena adanya penerapan Perjanjian yang bertentangan dengan kesepakatan dalam Perjanjian, atau tidak dipenuhinya hal-hal (prestasi) dalam Perjanjian, bahkan tidak jarang perselisihan muncul akibat bunyi klausula Perjanjian yang multitafsir dalam pelaksanannya yang disebabkan oleh penyusunan Perjanjian yang tidak matang dan terukur. Sama halnya dengan hakekat Perjanjian, maka hakekat penyelesaian perselisihan dalam Perjanjian adalah kesepakatan diantara para pihak, baik oleh kemauan sendiri maupun karena hasil putusan pihak atau badan yang disepakati untuk menyelesaikannya, sehingga dapat dikatakan pada dasarnya suatu perselisihan menimbulkan perik Dalam membuat statu kontrak biasanya dilakukan dengan melalui beberapa tahap dimulai Sejas adanya pembicaraan awal para pihak ingá selesainya pelaksanaan kontrak. Walaupun tidak selamanya terjadi, tetapi kadang- kadang statu kontrak didahului oleh nota kesepahaman atau memorando of understanding
Universitas Sumatera Utara
(MOU). Seteleh penandatanganan MOU (kalau ada), Selanjutnya dilakukan langkah- langkah atau tahap-tahap berikut. 17 a. Pembuatan draft pertama b. pertukaran draft kontrak c. revisi d. penyelesaian akhir e.penandatangan para pihak Tidak semua kontrak tertulis harus melalui tahap tersebut diatas, karena dapat saja terjadi bahwa hanya satu pihak yang membuat draft kontrak kemudian diserahkan lepada pihak lain untuk mencermati apa-apa yang maíz perlu disepakati oleh pihak lanilla, kemudian diadakanlah perbaikan-perbaikan seperlunya ingá terjadi kesepakatan mengenai seluruh klausul yang terdapat dalam draft kontrak tersebut. Setelah itu para pihak menandatangani kontrak itu.
2. Struktur Dari Sebuah Kontrak Dalam penulisan naskah kontrak di samping diperlukan kejelian dalam menangkap berbagai keinginan pihak-pihak, juga memahami aspek hukum, dan bahasa kontrak. Penulisan kontrak perlu mempergunakan bahasa yang baik dan benar dengan berpegang pada aturan tata bahasa yang berlaku. Dalam penggunaan bahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing harus tepat, singkat, jelas dan sistematis.
17
Ibid hal 26-27
Universitas Sumatera Utara
Walaupun tidak ditentukan suatu format baku di dalam perundangundangan, dalam praktek biasanya penulisan kontrak bisnis mengikuti suatu pola umum yang merupakan anatomi dari sebuah kontrak, sebagai berikut : (1) Judul; (2) Pembukaan; (3) Pihak-pihak; (4) Latar belakang kesepakatan (Recital); (5) Isi; (6) Penutupan. Apabila kita berbicara mengenai kontrak yang lebih rumit atau kontrak bisnis, pada dasarnya susunan bagian- bagian kontrak tetap dibagi atas bagian pendahuluan, bagian isi, dan penutup. Ketiga hal itu dapat diuraikan sebagai berikut.18 a. Bagian Pendahuluan terdiri atas: 1. Sub bagian pembuka, memuat tiga hal berikut: a) sebutan atau nama kontrak dan penyebutan selanjutnya (penyingkatan yang dilakukan) b) tanggal kontrak yang dibuat dan ditandatangai c) tempat dibuat dan ditandatangai kontrak 2. Sub bagian pencantuman identitas para pihak, ada tiga hal yang perlu diperhatikan: a) para pihak harus disebutkan dengan jelas.
18
Ibid hal 127-128 dan Himahanto, Anatomi Kontrak Bisnis (modul III)
Universitas Sumatera Utara
b) orang yang menandatangani harus disebutkan kapasitasnya sebagai apa. c) pendefinisian pihak- pihak yang terlibat dalam kontrak. 3. Sub bagian penjelasan Pada bagian ini diberikan penjelasan mengapa para pihak mengadakan kontrak (sering disebut bagian premis) b. Bagian isi, terdiri atas sebagai berikut: 1. Klausul definisi Klausul definisi ini biasanya memuat berbagai definisi untuk keperluan kontrak. Definisi ini hanya berlaku pada kontrak tersebut dan dapat menyimpang dari pengertian umum. Klausul definisi penting dalam rangka mendefinisikan klausul- klausul selanjutnya karena tidak perlu diadakan pengulangan. 2. Klausul transaksi Klausul transaksi adalah klausul- klausul yang berisi tentang transaksi yang dilakukan. Misalnya dalam jual beli aset, harus diatur tentang objek yang akan dibeli dan pembayarannya. 3) Klausul spesifik Klausuk spesifik mengatur tentang hal- hal yang spesifik dalam suatu transaksi. 4) Klausul ketentuan umum Klausul ketentuan umum merupakan klausul yang sering kali dijumpai dalam berbagai kontrak dagang maupun kontrak lainnya.Kontrak ini mengatur tentang domisili hukum, penyelesaian sengketa ,pilihan hukum, pemberitahuan, keseluruhan dari perjanjian, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
c. Bagian Penutup terdiri atas: 1. Sub bagian kata penutup Sub bagian ini biasanya menerangkan bahwa perjanjian tersebut dibuat dan ditandatangani oleh pihak- pihak yang memiliki kapasitas untuk itu, atau para pihak menyatakan ulang bahwa mereka akan terikat dengan isi kontrak. 2. Sub bagian penempatan ruang tanda tangan Sub bagian ini merupakan tempat pihak- pihak menandatangani perjanjian atau kontrak dengan menyebut nama pihak yang terlibat dalam kontrak,nama jelas orang menandatangani dan jabatan dari orang yang menandatangani. Menurut UU No 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi pasal 22 ayat (2) kontrak minimal harus terdiri atas: 19 1.
Para pihak
2.
Rumusan pekerjaan
3.
Nilai pekerjaan
4.
Masa pertanggungan/pemeliharaan
5.
Tenaga ahli
6.
Hak dan kewajiban
7.
Cara pembayaran
8.
Cedera janji
9.
Penyelesaian perselisihan
10. Pemutusan kontrak kerja 11. Keadaan memaksa 19
UU No 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi pasal 22 ayat (2)
Universitas Sumatera Utara
12. Perlindungan pekerja 13. Aspek lingkungan
Universitas Sumatera Utara