BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal - usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia1. Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI Tahun 1945) menegaskan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Republik Indonesia2. Pemerintah desa sendiri merupakan struktur yang paling bawah dalam sistem pemerintahan nasional, pemerintah desa mempunyai kedekatan dengan masyarakat dari berbagai lapisan, golongan, kepentingan dan berbagai persoalan dalam masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa jika pemerintahan desa berfungsi dengan baik, maka akan sangat memberikan pengaruh signifikan terhadap kemajuan di berbagai bidang dalam masyarakat. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, desa harus mampu mewujudkan partisipasi dan peran aktif masyarakat agar masyarakat senantiasa bertanggungjawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai warga desa. 1 2
Pasal 1 angka 1 Undang – undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pasal 18B ayat (2) UUDNRI Tahun 1945.
1
Perwujudan dari partisipasi dan peran aktif masyarakat merupakan dampak
dari
konsep
demokrasi
yang
dianut
di
Indonesia.
Menurut
Amirmachmud, sebagaimana dikutip oleh Moh. Mahfud M.D., bahwa negara (dengan bentuk pemerintahan) demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi ia (demokrasi) berarti pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan rakyat3. Salah satu bentuk dari partisipasi masyarakat dalam suatu negara tersebut menurut Samidjo adalah keterlibatannya dalam pemilihan umum (pemilu). Pemilu merupakan salah satu ciri dari pemerintahan yang demokratis. Termasuk didalamnya adalah pemilihan kepala desa yang selanjutnya disingkat menjadi pilkades. Secara historis pilkades telah berjalan lama dan bersifat langsung umum, bebas, rahasia, jujur dan adil telah dipahami sebagai pengakuan terhadap keanekaragaman sikap politik partisipasi masyarakat dalam demokratisasi di tingkat desa. Pemilihan kepala desa secara konseptual sangat erat terkait dengan upaya untuk mewujudkan tujuan yang hakiki dari adanya otonomi pemerintahan desa itu sendiri, yaitu terciptanya pemerintahan desa yang demokratis dan terwujudnya kesejahteraan masyarakat desa. Secara historis, bahwa pilkades merupakan prototype pemilu langsung di Indonesia, tetapi dalam perjalanannya justru pilkades menjadi sistem pemilihan yang paling statis dan tradisional, seakan menjadi anak tiri dalam kesatuan sistem pemilihan di Indonesia. Pemilihan kepala 3
Moh. Mahfud M.D., 2003, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 19.
2
desa merupakan hal yang sangat penting dalam penyelenggaraan otonomi desa, karena di dalam penyelenggaraan otonomi di desa kepala desa mengemban fungsi yang penting dalam penyelenggaraan roda pemerintahan di tingkat desa. Sebagaimana disebutkan pada makalah yang disampaikan pada seminar yang diprakarsai oleh Pemerintah Daerah Propinsi Daerah Yogyakarta (DIY) bekerja sama dengan Lappera Indonesia pada tanggal 24 September 2003, Gubernur Sri Sultan Hamengkubuwono ke-X mengatakan : bahwa otonomi daerah memberikan kewenangan yang lebih luas kepada kepala desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, serta bertanggung jawab kepada rakyat yang memilihnya4. Sebelumnya undang - undang yang mengatur mengenai pemerintahan desa adalah Undang – undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Namun saat ini telah disahkannya undang – undang yang mengatur secara khusus mengenai desa yaitu Undang – undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa atau juga yang sering disebut UU Desa. Desain Undang – undang No. 32 Tahun 2004 yang mengatur mengenai desa dinilai terlalu umum sehingga dalam banyak hal pasalpasal tentang desa baru bisa dijalankan setelah lahirnya Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah5. Kecenderungan ini membuat implementasi kewenangan ke desa sangat tergantung pada kecepatan dan kapasitas pemerintah dan pemerintah daerah dalam membuat pengaturan lebih lanjut tentang Desa. Implikasi terhadap
4
Sri Sultan Hamengkubuwono X, 2003, “Pembaruan Desa Sebagai Basis Keistimewaan DIY” makalah, Seminar Pembaruan Desa-Desa DIY, tantangan dan peluang, hlm.3 http://www.pemda.diy.go.id/berita, diakses pada tanggal 10 April 2015. 5 Naskah akademik Rancangan Undang – Undang tentang Desa.
3
lahirnya Undang – undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa juga ikut mempengaruhi sistem pemilihan kepala desa. Berdasarkan UU Desa yang berlaku saat ini, pemilihan kepala desa harus dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah kabupaten dan kota dengan ditetapkannya Peraturan Daerah untuk mengatur kebijakan dalam hal pemilihan kepala desa. Secara teknis yuridis, kata “dengan” harus ditafsirkan bahwa pengaturan mengenai pilkades harus dengan perda dan tidak dilimpahkan lagi ke bentuk peraturan lain. Berbeda dengan kata “berdasarkan” yang secara bebas pengaturannya dapat didelegasikan dengan peraturan lainnya. Akan tetapi dalam kenyataannya di beberapa daerah kabupaten dan sebagian kecil desa yang berada di kota tetap saja tidak mengatur secara tuntas pilkades di dalam perda, sehingga harus dijelaskan lagi dalam bentuk peraturan lainnya, misal Peraturan Bupati (Perbup). Kadang-kadang Perbupnya saling bertentangan dan semakin tidak jelas pengaturannya. Hal inilah yang menjadi kendala setiap daerah dalam menyelenggarakan pemilihan kepala desa, karena di dalam UU Desa mengatur bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala desa, setiap daerah harus memiliki Peraturan Daerah yang mengatur mengenai pemilihan kepala desa secara serentak. Tidak hanya dengan perda, sesuai dengan ketentuan dari undang – undang mengatur bahwa dalam pemilihan kepala desa harus juga diatur di dalam peraturan pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan dari undang – undang dan permendagri sebagai acuan setiap desa dalam membuat perda yang mengatur mengenai pemilihan kepala desa. Saat ini, PP yang mengatur mengenai pelaksanaan dari UU
4
desa yang termasuk di dalamnya mengenai pemilihan kepala desa adalah Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 dan permendagri yang memuat ketentuan teknis dalam pemilihan kepala desa adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa. Penerbitan peraturan pemerintah dan permendagri ini dinilai sangat lambat karena pemilihan kepala desa di sebagian wilayah pemerintahan desa sudah menjadi agenda utama yang harus segera dilaksanakan secepatnya. Hal ini disebabkan karena banyak desa yang mengalami kekosongan kepala desa pasca dikeluarkan UU Desa dan harus segera menyusun perda untuk mewujudkan. Pemilihan kepala desa di sebagian besar daerah baru bisa dilaksanaan pada tahun 2015 karena permedagri yang mengatur secara teknis mengenai pemilihan kepala desa baru disahkan pada bulan Desember 2014. Sebagai bentuk efesiensi dan efektifitas dalam menjalankan roda pemerintahan di desa, raperda pemilihan kepala desa merupakan prioritas dan dipandang sebagai suatu kebutuhan yang mendesak di sebagian besar wilayah desa. Perda merupakan pelakasana peraturan perundang – undangan yang lebih tinggi, dalam fungsi ini perda tunduk pada asas peraturan perundang – undangan dimana perda tidak boleh bertentangan dengan peraturan hirarki yang lebih tinggi6. Pasca disahkannya UU Desa, perda yang mengatur mengenai pemilihan kepala desa yang telah ada sebelumnya harus ditinjau ulang keberadaannya dan harus disesuaikan dengan peraturan yang lebih tinggi. Hal ini merupakan salah
6
M. Nur Solikin, 2009, Awasi Perda, Berdayakan Daerah Seri Panduan Legislasi Daerah, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Jakarta, hlm. 22.
5
satu hambatan dalam pelaksanaan pilkades, banyak daerah yang mengakui kesulitan dalam penyusunan raperda pilkades sehingga sampai saat ini masih banyak daerah yang belum dapat melaksanakan pilkades karena terganjal masalah raperda sebagai payung hukum dalam pelaksanaan pilkades. Pengamatan yang telah dilakukan penulis di Daerah Istimewa Yogyakarta, terkait perda yang mengatur perihal Pemilihan Kepala Desa baru hanya ada di Kabupaten Kulon Progo dan di Kabupaten Sleman. Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo No. 2 Tahun 2015 tentang Kepala Desa tersebut disahkan dalam Sidang Paripurna DPRD Kulon Progo pada tanggal 9 Januari 2015 bersamaan dengan Perda Satuan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) dan Perda Keuangan Desa. Sebelumnya pemerintah Kabupaten Kulon Progo sudah mempunyai Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo No. 6 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemilihan, Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan, dan Pemberhentian Kepala Desa. Setelah disahkan UU Desa, maka Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo No. 6 Tahun 2010 dinilai sudah tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan dan harus disempurnakan. Mekanisme pemilihan kepala desa secara serentak masih tergolong baru di sebagian besar wilayah di Indonesia, walaupun sebelumnya sudah pernah dilakukan pemilihan kepala desa secara serentak di sebagian kecil daerah namun dengan adanya UU Desa mengatur hal terkait pemilihan kepala desa secara lebih terperinci. Sebagai contoh terkait dengan masalah dana pilkades yang saat ini sesuai dengan ketentuan dari undang – undang berasal dari dana APBD kabupaten kota, berbeda dengan sebelumnya dimana dana pilkades berasal dari desa yang 6
mengadakan pilkades.
Selain dana pilkades, dalam UU Desa juga mengatur
mengenai adanya panitia pemilihan kepala desa yang bertugas mengadakan penjaringan dan penyaringan bakal calon berdasarkan persyaratan yang ditentukan, melaksanakan pemungutan suara, menetapkan calon Kepala Desa terpilih, dan melaporkan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa. Regulasi pemilihan kepala desa yang diatur dalam UU Desa merupakan hal yang baru sehingga membutuhkan penyesuaian dengan kondisi masyarakat desa dan tatanan desa itu sendiri. Terkait hal ini, penulis mengambil contoh dari penerapan UU Desa yang mengatur mengenai pemilihan kepala desa di Kabupaten Kulon Progo. Penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian ini dikarenakan regulasi yang mengatur mengenai pemilihan kepala desa secara serentak merupakan hal yang baru dan perda yang merupakan payung hukum dalam pelakasanaan pilkades secara serentak khususnya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta baru diterbitkan untuk daerah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Kulon Progo. Sehingga dalam penulis hukum yang berjudul Tinjauan Yuridis Pemilihan Kepala Desa Secara Serentak Pasca Dikeluarkannya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa di Kabupaten Kulon Progo diharapkan dapat menelaah lebih lanjut mengenai tata cara dan mekanisme dalam sistem pemilihan kepala desa secara serentak. B. Perumusan Masalah
7
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana mekanisme pemilihan kepala desa secara serentak pasca disahkannya Undang - undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa di Kabupaten Kulon Progo? 2. Apa saja hambatan dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa secara serentak di Kabupaten Kulon Progo? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini terdiri dari tujuan subjektif dan tujuan objektif. 1. Tujuan Subjektif Tujuan subjektif penelitian ini memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2. Tujuan Objektif a. Mengetahui mekanisme dan tata cara pemilihan kepala desa secara serentak di Kabupaten Kulon Progo berdasarkan Undang – undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana Undang – undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa, dan Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo No. 2 Tahun 2015 tentang Kepala Desa.
8
b. Mengetahui apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa secara serentak di Kabupaten Kulon Progo.
D. Keaslian Penelitian Sejauh penelusuran yang dilakukan penulis di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan di internet, penulisan hukum dengan judul “ Mekanisme Pemilihan Kepala Desa Secara Serentak Pasca Disahkannya Undang undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa di Kabupaten Kulon Progo” secara umum sudah ada yang pernah meneliti tetapi dengan judul yang berbeda. Penelitian yang menuliskan tentang hal tersebut adalah skripsi berjudul “ Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa di Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo Setelah Berlakunya Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1979” yang ditulis oleh Sigit Purwardi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah bahwa peneliti sebelumnya membahas mengenai pemilihan kepala desa berdasarkan dengan undang - undang yang lama yaitu Undang - undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa dimana undang - undang tersebut telah mengalami pergantian yang cukup banyak dan undang - undang yang terakhir disahkan adalah Undang - undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Penelitian sebelumnya berpedoman terhadap pemilihan kepala desa sesuai dengan ketentuan dalam Undang - undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, dimana ketentuan tersebut sudah tidak berlaku dan sekarang ketentuan mengenai
9
pemilihan kepala desa diatur di dalam Undang - undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. E. Manfaat Penelitian Penulisan hukum ini diharapkan berguna bagi :
1. lmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah pengetahuan mengenai tata cara pemilihan kepala desa secara serentak pasca disahkannya Undang - undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Segala hal baru yang muncul di dalam penelitian ini yang berkaitan dengan pemilihan kepala desa secara serentak diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan khususnya mengenai tinjauan terhadap pemilihan umum. 2. Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang mekanisme pemilihan kepala desa secara serentak di Kabupaten Kulon Progo. Sehingga, penelitian ini dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai tata cara pemilihan kepala desa secara serentak di Kabupaten Kulon Progo sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo
No. 2 Tahun 2015, agar pemilihan kepala
desa yang akan diselenggarakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Kulon Progo dapat berjalan dengan aman, tertib dan damai.
10
3. Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah untuk mensosialisikan sistem pemilihan kepala desa yang baru kepada masyarakat desa, khususnya di Kabupaten Kulon Progo. Fakta – fakta, ide, pendapat, maupun tanggapan dari beberapa pihak yang tercantum dalam hasil penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi masukan bagi pemerintah, sebagai penyelenggaraan dalam pemilihan kepala desa secara serentak di Kabupaten Kulon Progo. Beberapa masukan dan saran yang diberikan penulis kepada pemerintah melalui penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah sehingga pemerintah dapat menyelenggarakan pemilihan kepala desa secara serentak yang lebih baik di kemudian hari.
11