13
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Badan Layanan Umum (BLU) 2.1.1. Pengertian BLU Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/ atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efesiensi dan produktivitas. Pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) merupakan pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa (PP No. 74 Tahun 2012). 2.1.2. Tujuan BLU Tujuan dibentuknya BLU adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat hal ini sesuai dengan PP No. 74 Tahun 2012 pasal 2.
13
14
2.1.3. Azas BLU Azas BLU menurut pasal 3 PP No.74 Tahun 2012 adalah : 1.
BLU beroperasi sebagai unit kerja Kementrian Negara/ Lembaga/ Pemerintah Daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan.
2.
BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan Kementrian Negara/ Lembaga/ Pemerintah Daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari Kementrian Negara/ Lembaga/ Pemerintah Daerah sebagai instansi induk.
3.
Menteri/ Pimpinan Lembaga/ Gubernur/ Bupati/ Walikota bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan.
4.
Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga/ Gubernur/ Bupati/ Walikota.
5.
BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan.
6.
Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU
15
disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Kementrian Negara/ Lembaga/ SKPD/ Pemerintah Daerah. 7.
BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktek bisnis yang sehat. Sekalipun BLU dikelola secara otonom dengan prinsip efesiensi dan
produktivitas ala korporasi, namum terdapat beberapa karakteristik lainnya yang membedakan pengelolaan BLU dengan BUMN/ BUMD, yaitu : 1.
BLU dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
2.
Kekayaan BLU merupakan bagian dari kekayaan Negara/ Daerah yang tidak dipisahkan
serta
dikelola
dan
dimanfaatkan
sepenuhnya
untuk
menyelenggarakan kegiatan BLU yang bersangkutan. 3.
Pembinaan BLU instansi pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan pembinaan teknis dilakukan oleh Menteri yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan.
4.
Pembinaan keuangan BLU instansi Pemerintah Daerah dilakukan oleh pejabat pengelola keuangan daerah dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab atas bidang pemerintah yang bersangkutan.
16
5.
Setiap BLU wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan.
6.
Rencana kerja dan anggaran (RKA) serta laporan keuangan dan laporan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dan RKA serta laporan keuangan dan laporan kinerja Kementrian Negara/ Lembaga/ Pemerintah Daerah.
7.
Pendapatan yang diperoleh BLU sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan merupakan pendapatan Negara/ Daerah.
8.
Pendapatan tersebut dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja yang bersangkutan.
9.
BLU dapat menerima hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain.
10. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan BLU diatur dalam Peraturan Pemerintah.
17
2.1.4. Dasar Hukum BLU Undang-undang No. 1/ 2004 (pasal 68 & 69)
Undang-undang No : 17/2003, 1/ 2004, 15/ 2004, 25/ 2004, 32/ 2004 % 33/ 2004
Omnibus Regulation
Peraturan Pemerintah No : 58/ 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah (pasal 150)
Peraturan Pemerintah No : 23/ 2005 tentang pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum
Implementasi Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri No : 61/ 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah
Keputusan Kepala Daerah
Peraturan & Keputusan Kepala Daerah
Gambar 2.1 Peraturan yang Terkait dengan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Sumber : Suherman, 2011
18
2.1.5. Jenis dan Persyaratan BLU Apabila dikelompokkan menurut jenisnya BLU terbagi menjadi 3 kelompok yaitu : 1.
BLU yang kegiatannya menyediakan barang atau jasa meliputi rumah sakit, lembaga pendidikan, pelayanan lisensi, penyiaran, dan lain-lain.
2.
BLU yang kegiatannya mengelola wilayah atau kawasan meliputi otoritas pengembangan wilayah dan kawasan ekonomi terpadu (kapet); dan
3.
BLU yang mengelola dana khusus meliputi pengelola dana bergulir, dana UKM, penerusan pinjaman dan tabungan pegawai. Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan
dengan PPK-BLU apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1.
Persyaratan Substantif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan : a.
Penyediaan barang dan/ atau jasa layanan umum, seperti pelayanan dibidang kesehatan, penyelenggaraan pendidikan, serta pelayanan jasa penelitian dan pengembangan (litbang).
b.
Pengelolaan
wilayah/
kawasan
tertentu
untuk
tujuan
meningkatkan pekonomian masyarakat atau layanan umum, seperti otorita dan kawasan pengembangan ekonomi terpadu (kapet).
19
c.
Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/ atau pelayanan kepada masyarakat, seperti pengelola dana bergulir untuk usaha kecil dan menengah.
2.
Persyaratan Teknis terpenuhi apabila : a. Kinerja pelayanan dibidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh Menteri/ Pimpinan
Lembaga/
Kepala
SKPD
sesuai
dengan
kewenangannya b. Kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU. 3.
Persyaratan
Administratif
terpenuhi
apabila
instansi
Pemerintah
yang
bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut : a. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat. Pernyataan tersebut disusun sesuai dengan format yang tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 119/ PMK.05/ 2007 dan bermaterai serta ditanda tangani oleh pimpinan satker instansi pemerintah yang mengajukan usulan untuk menerapkan PPKBLU dan disetujui oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga terkait. b. Pola tata kelola yang baik, merupakan peraturan internal satuan Kerja Instansi
20
Pemerintah yang menetapkan : 1) Organisasi dan tata laksana, yang memuat antara lain struktur organisasi, prosedur kerja, pengelompokan fungsi yang logis, ketersediaan dan pengembangan sumber daya manusia. 2) Akuntabilitas, yaitu mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada satuan Kerja Instansi Pemerintah bersangkutan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik, meliputi akuntabilitas program, kegiatan, dan keuangan. 3) Transparansi, yaitu adanya kejelasan tugas dan kewenangan, dan ketersediaan informasi kepada publik. c. Rencana strategi bisnis, mencakup : 1) Visi, yaitu suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan. 2) Misi, yaitu sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan sesuai visi yang ditetapkan agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik. 3) Program strategis, yaitu program yang berisi proses kegiatan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu)
21
sampai dengan 5 (lima) tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau mungkin timbul. 4) Kesesuaian visi, misi, program, kegiatan, dan pengukuran pencapaian kinerja. 5) Indikator kinerja lima tahunan berupa indikator pelayanan, keuangan, administrasi, dan SDM. 6) Pengukuran pencapaian kinerja, yaitu pengukuran yang dilakukan dengan menggambarkan apakah hasil kegiatan tahun berjalan dapat tercapai dengan disertai analisis atas faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi tercapainya kinerja tahun berjalan. d. Laporan keuangan pokok ,terdiri atas : 1) Kelengkapan laporan : a)
Laporan realisasi anggaran/ laporan operasional keuangan, yaitu laporan yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola, serta menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam suatu periode pelaporan yang terdiri atas unsur pendapatan dan belanja.
b)
Neraca/ prognosa neraca, yaitu dokumen yang menggambarkan posisi keuangan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada
22
tanggal tertentu. c)
Laporan arus kas, yaitu dokumen yang menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi, dan transaksi nonanggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas selama periode tertentu.
d)
Catatan atas laporan keuangan, yaitu dokumen yang berisi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam laporan realisasi anggaran, neraca/prognosa neraca, dan laporan arus kas, disertai laporan mengenai kinerja keuangan.
2) Kesesuaian dengan standar akuntansi. 3) Hubungan antar laporan keuangan. 4) Kesesuaian antara keuangan dan indikator kinerja yang ada di rencana strategis. 5) Analisis laporan keuangan. e. Standar pelayanan minimum (SPM) merupakan ukuran pelayanan yang harus dipenuhi oleh satuan kerja instansi pemerintah untuk menerapkan PPKBLU. SPM ditetapkan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga/ dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pelayanan kepada masyarakat yang harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan kesetaraan layanan
23
biaya serta kemudahan memperoleh layanan. SPM sekurang-kurangnya mengandung unsur : 1) Jenis kegiatan atau pelayanan yang diberikan oleh satker, jenis kegiatannya merupakan pelayanan yang diberikan oleh satker baik pelayanan ke dalam (satker itu sendiri) maupun pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Jenis kegiatan ini merupakan tugas dan fungsi dari satker yang bersangkutan. 2) Rencana pencapaian SPM, Satuan kerja menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM sesuai dengan peraturan yang ada. 3) Indikator pelayanan, SPM menetapkan jenis pelayanan dasar, indikator SPM dan batas waktu pencapaian SPM. 4) Adanya tanda tangan pimpinan satuan kerja yang bersangkutan dan Menteri/ Pimpinan Lembaga. f. Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen, merupakan laporan auditor tahun terakhir sebelum satuan kerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan diusulkan untuk menerapkan PPKBLU. Dalam hal satuan kerja Instansi Pemerintah tersebut belum pernah diaudit, satuan kerja Instansi Pemerintah dimaksud harus membuat pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen yang disusun dengan
24
mengacu pada formulir yang telah ditetapkan
Gambar 2.2. Proses Penetapan PPK-BLUD SKPD Sumber : Depdagri, 2006 Berdasarkan alur di atas menunjukkan bahwa status BLU dapat diberikan sebagai BLU ”penuh” atau BLU ”bertahap”. Kriteria yang digunakan untuk menetapkan status ini adalah penilaian terhadap persyaratan administrasi sesuai dengan bobot masing-masing persyaratan sebagai berikut :
25
Tabel 2.1. Kriteria Penilaian untuk Penetapan Status BLU No 1 2 3
Nilai Kriteria 80 – 100 Memuaskan 60 – 79 Belum terpenuhi secara memuaskan Kurang dari Tidak memuaskan 60 Sumber : Depdagri (2006)
Status BLU Penuh BLU bertahap Ditolak
Unit kerja yang ditetapkan sebagai BLU penuh akan mendapatkan fleksibilitas sebagai berikut : a. Pengelolaan pendapatan dan biaya b. Pengelolaan kas c. Pengelolaan hutang dan piutang d. Pengelolaan investasi e. Pengelolaan barang dan jasa f. Penyusunan akuntansi, pelaporan dan pertanggungjawaban g. Pengelolaan surplus dan defisit h. Kerjasama dengan pihak lain i. Mempekerjakan tenaga non PNS j. Pengelolaan dana secara langsung k. Perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan keuangan.
26
2.1.6. Penetapan dan Pencabutan Status BLU Sebelum penetapan menjadi BLU suatu satuan kerja instansi pemerintah mengusulkan melalui Menteri/ Pimpinan Lembaga/ Kepala SKPD yang memenuhi persyaratan substantif, teknis dan administratif untuk menerapkan PPK-BLUD kepada
Menteri
Keuangan/
Gubernur/
Bupati/
Walikota,
sesuai
dengan
kewenangannya. Penetapan status BLUD dapat berupa status BLU secara penuh atau status BLU secara bertahap. Status BLU secara penuh diberikan apabila seluruh persyaratan dipenuhi dengan memuaskan, sedangkan status BLU bertahap diberikan apabila persyaratan substantif dan teknis telah terpenuhi, namun persyaratan administratif belum terpenuhi secara memuaskan. Status BLU bertahap dapat diberikan paling lama 3 (tiga) tahun. Pejabat yang berwenang untuk menetapkan BLU dapat memberi keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan penetapan BLU paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diterima dari Pejabat yang mengusulkan. Penerapan PPK-BLU berakhir apabila dicabut oleh Pejabat yang menetapkan status BLU berdasarkan usul dari pejabat yang mengusulkan atau berubah status suatu instansi pemerintah menjadi badan hukum dengan kekayaan Negara yang dipisahkan. Pencabutan BLU dilakukan apabila BLU yang bersangkutan sudah tidak memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Pejabat yang menetapkan status BLU membuat penetapan pencabutan penerapan PPK-BLU paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal usul pencabutan, jika terlampaui maka usul
27
pencabutan dianggap ditolak. Instansi Pemerintah yang pernah di cabut status PPKBLU dapat diusulkan kembali untuk menerapkan PPK-BLU. Dalam rangka menilai usulan penetapan dan pencabutan maka pejabat yang berwenang untuk menetapkan BLU menunjuk suatu tim penilai. 2.1.7. Pejabat Pengelola BLU Pejabat Pengelola BLU dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan/ atau tenaga profesional nonpegawai negeri sipil sesuia dengan kebutuhan BLU. Dengan pola pengelolaan keuangan BLU, fleksibilitas diberikan dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/ jasa. Kepada BLU juga diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga profesional non PNS serta kesempatan imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusninya. Tetapi
sebagai pengimbang, BLU
dikendalikan secara ketat dalam perencanaan dan penganggarannya, serta dalam pertanggungjawabannya. Pejabat pengelola BLU terdiri dari : 1.
Pemimpin Pemimpin sebagaimana dimaksud berfungsi sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan BLU yang berkewajiban : a. Menyiapkan rencana strategis bisnis BLU b. Menyiapkan RBA tahunan c. Mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis sesuai dengan
28
ketentuan yang berlaku d. Menyampaikan pertanggungjawaban kinerja operasional dan keuangan BLU 2.
Pejabat Keuangan Pejabat
keuangan
BLU
sebagaimana
dimaksud
berfungsi
sebagai
penanggungjawab keuangan yang berkewajiban : a. Mengkoordinasikan penyusunan RBA b. Menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU c. Melakukan pengelolaan pendapatan dan belanja d. Menyelenggarakan pengelolaan kas e. Melakukan pengelolaan utang-piutang f. Menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap, dan investasi BLU g. Menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan h. Menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan. 3.
Pejabat Teknis Pejabat teknis BLU sebagaimana dimaksud berfungsi sebagai penanggung jawab teknis dibidang masing-masing yang berkewajiban :
29
a. Menyusun perencanaan kegiatan teknis dibidangnya b. Melaksanakan kegiatan teknis sesuai menurut RBA c. Mempertanggungjawabkan kinerja operasional dibidangnya. 2.1.8. Perbandingan Satuan Kerja Non BLU dengan Satuan Kerja BLU Untuk melihat perbandingan satuan kerja non BLU dengan satuan kerja BLU dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2.2 Perbandingan Satker Non BLU dengan Satker BLU No 1 2
Uraian Pengelola Tarif Layanan
Satker Non BLU PNS Atas dasar adil dan patut RPJM
6
Dokumen Perencanaan Jangka Menengah Dokumen Penganggaran Pengeluaran Anggaran Keuangan
7
Pendapatan
8
Surplus Kas
9
Piutang/ Utang
10 11
Laporan Keuangan Laporan Keuangan
12
Investasi Jangka Panjang
3
4 5
Rencana Kerja Anggaran (RKA) Setelah DIPA disahkan Tidak memiliki rekening bank Setor langsung ke kas Negara Disetor ke kas Negara Tidak diperbolehkan melakukan piutang/ utang SAP Diaudit oleh BPK selaku entitas Tidak diperbolehkan
Satker BLU PNS dan Non PNS Atas dasar biaya per unit layanan RSB
Rencana Bisnis Anggaran (RBA) Dapat dikeluarkan jika DIPA belum disahkan Memiliki rekening bank Digunakan langsung Dapat digunakan langsung Diperbolehkan melakukan piutang/ utang SAK Diaudit oleh auditur Independen Diperbolehkan
30
13
2.2.
Pengadaan Barang/ Jasa
Keppres
Dapat menyusun pedoman sendiri
Rumah Sakit
2.2.1. Pengertian Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (meliputi : pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif) yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit diselenggarakan berdasarkan pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial. 2.2.2. Tujuan Rumah Sakit Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan : a.
Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
b.
Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit
c.
Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit
d.
Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia
31
rumah sakit, dan rumah sakit. 2.2.3. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud , rumah sakit mempunyai fungsi : a.
Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
b.
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c.
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d.
Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan
dalam
rangka
peningkatan
pelayanan
kesehatan
dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. 2.2.4. Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit 2.2.4.1.
Jenis Rumah Sakit Rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.
Berdasarakan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan : 1.
Rumah sakit umum, yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan
32
pada semua bidang dan jenis penyakit. 2.
Rumah sakit khusus, yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi :
1.
Rumah sakit publik, yaitu rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Badan Hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sesuai dengan pasal 20 UU No : 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit. Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan menjadi rumah sakit privat.
2.
Rumah sakit privat, yaitu rumah sakit yang dikelola oleh Badan Hukum dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero (UU No. 44 Tahun 2009).
2.2.4.2.
Klasifikasi Rumah Sakit Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan
fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan bedasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit. 1. Rumah Sakit Umum
33
A. Rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurangkurangnya 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lainnya dan 13 (tiga belas) subspesialis serta dapat menjadi RS pendidikan apabila telah memenuhi persyaratan dan standar. B. Rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurangkurangnya 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lainnya dan 2 (dua) subspesialis dasar serta dapat menjadi RS pendidikan apabila telah memenuhi persyaratan dan standar. C. Rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan medik 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat) pelayanan penunjang medik. D. Rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan umum dan 2 (dua) pelayanan medik spesialis dasar (UU No. 44 Tahun 2009).
34
Pelayanan medik spesialis dasar adalah pelayanan medik spesialis penyakit dalam, obstetri dan ginekologi, bedah dan kesehatan anak. Pelayanan spesialis penunjang adalah pelayanan medik radiologi, patologi klinik, patologi anatomi, anaestesi dan reanimasi, rehabilitasi medik. Pelayanan medik spesialis lain adalah pelayanan medik spesialis telinga hidung dan tenggorokan, mata, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, syaraf, gigi dan mulut, jantung, paru, bedah syaraf, ortopedi. Pelayanan medik sub spesialis adalah satu atau lebih pelayanan yang berkembang dari setiap cabang medik spesialis. Pelayanan medik sub spesialis dasar adalah pelayanan sub spesialis yang berkembang dari setiap cabang medik spesialis 4 dasar. Dan pelayanan medik sub spesialis lain adalah pelayanan
subspesialis yang
berkembang dari setiap cabang medik spesialis lainnya.(Kemenkes RI, 2010). 2. Rumah Sakit Khusus
2.3.
A.
Rumah sakit khusus kelas A
B.
Rumah sakit khusus kelas B
C.
Rumah sakit khusus kelas C
Sistem Pembiayaan Kesehatan Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 72 Tahun 2012
tentang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) menyatakan bahwa SKN mendefinisikan subsistem pembiayaan kesehatan sebagai proses pengelolaan berbagai upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung
35
penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mencapai derajat kesehatan masyarakat
setinggi-tingginya.
Tujuan
penyelenggaraan
sistem
pembiayaan
kesehatan ini adalah agar tersedianya dana kesehatan dalam jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan merata serta termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna. Penyelenggaraan sistem pembiayaan kesehatan akan dapat terlaksana sesuai dengan tujuan apabila adanya komitmen, kerjasama dan komunikasi yang sinergis baik antara pihak pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai pembuat kebijakan (legislatif). Sistem pembiayaan kesehatan merupakan suatu proses yang terus menerus dan terkendali dalam upaya menjamin ketersediaan dana kesehatan yang mencukupi dan berkesinambungan baik yang bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, masyarakat, dan sumber lainnya. Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan dilakukan melalui penggalian dan pengumpulan berbagai sumber dana yang dapat menjamin kesinambungan pembiayaan pembangunan kesehatan, mengalokasikannya secara rasional, serta menggunakannya secara efisien dan efektif. Berkaitan dengan hal pengaturan penggalian dan pengumpulan serta pemanfaatan dana yang bersumber dari iuran wajib, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus melakukan sinkronisasi dan sinergisme antara sumber dana dari iuran wajib, dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dana dari masyarakat, dan sumber lainnya termasuk dari pihak swasta. Hal ini dilakukan agar tidak adanya tumpang tindih
36
kegiatan dan mempercepat
proses penyerapan anggaran serta
pencapaian
pembangunan kesehatan yang adil dan merata. 2.3.1. Unsur-unsur Sistem Pembiayaan Kesehatan Ada beberapa unsur yang terdapat dalam sistem pembiayaan kesehatan antara lain : a.
Dana Prinsip dari ketersediaan dana adalah selain dana tersebut tersedia, dana itu harus mencukupi dan dapat dipertangungjawabkan. Dana dalam sistem pembiayaan kesehatan dapat diperoleh dari sumber pendapatan daerah baik dari sektor kesehatan ataupun dari sektor lain yang terkait, baik dari swasta maupun masyarakat untuk mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan.
b.
Sumber Daya Sumber daya yang tersedia dalam sistem pembiayaan kesehatan meliputi sumber daya manusia pengelola, sarana, standar, regulasi, dan kelembagaan yang digunakan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam upaya mendukung terselenggaranya pembangunan kesehatan. c.
Pengelolaan Dana Kesehatan
Prosedur atau mekanisme pengelolaan dana kesehatan merupakan seperangkat aturan yang disepakati secara konsisten dan dijalankan oleh para pelaku subsistem pembiayaan kesehatan terutama oleh pemerintah pusat dan pemerintah
37
daerah. Pengelolaan tersebut dilakukan secara lintas sektor baik swasta maupun masyarakat
yang
mencakup
mekanisme
penggalian,
pengalokasian,
pembelanjaan dana kesehatan, dan mekanisme pertanggungjawabannya. 2.3.2. Prinsip-prinsip Sistem Pembiayaan Kesehatan Ada 3 (tiga) prinsip dalam sistem pembiayaan kesehatan yaitu : a.
Kecukupan Pembiayaan kesehatan pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan swasta. Alokasi dana yang berasal dari pemerintah dalam hal pengelolaan kesehatan dilakukan melalui penyusunan anggaran pendapatan dan belanja baik pusat dan daerah. Pemerintah saat ini terus melakukan upaya peningkatan dan kecukupan terhadap alokasi dana kesehatan agar sesuai dengan kebutuhan besaran persentase dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembiayaan kesehatan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dana kesehatan dapat diperoleh dari berbagai sumber, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, maupun swasta yang harus digali dan dikumpulkan. Dana tersebut terus ditingkatkan untuk menjamin kecukupan agar jumlahnya dapat sesuai dengan kebutuhan, dikelola secara adil, transparan, akuntabel, berhasil guna dan berdaya
guna,
tersalurkan
secara
tepat
dengan
memperhatikan
berkelanjutannya serta menjamin adanya kesetaraan dan keadilan.
aspek
38
b.
Efektif dan Efisien Organisasi menjamin efektifitas dan efisiensi penggunaan dana kesehatan. Demi mendukung upaya tersebut maka pembelanjaannya harus terdapat kesesuaian antara perencanaan pembiayaan kesehatan, penguatan kapasitas manajemen perencanaan anggaran dan kompetensi pemberi pelayanan kesehatan. Sistem pembayaran pada fasilitas pelayanan kesehatan saat ini perlu juga dikembangkan agar menuju kepada bentuk pembayaran yang prospektif.
c.
Adil dan Transparan Dana kesehatan yang terhimpun baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat dimanfaatkan secara adil dalam rangka menjamin terpeliharanya dan terlindunginya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Dana kesehatan tersebut digunakan secara bertanggung jawab berdasarkan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance), transparan, dan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.4.
Teori Badan Layanan Umum (BLU) Asumsi bahwa RS berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau badan hukum
yang mencari laba tidak membuat akses bagi penduduk yang kurang mampu tidak terabaikan tidak didukung bukti-bukti yang kuat. Berbagai studi di beberapa negara menunjukkan hal itu. (Thabrany, H, 2005). Eggleston dan Yip (2004) mendapatkan bahwa kompetisi mendapatkan pasien dalam sistem pembayaran FFS meningkatkan biaya (cost escalation). Peningkatan biaya ini menurunkan akses bagi pasien yang harus bayar pelayanan dari
39
kantong sendiri (self-pay). Penelitian Li dan Robert (2001) menunjukkan bahwa rumah sakit not for profit di Amerika memberikan pelayanan rawat jalan lebih banyak dari rumah sakit for profit, sebaliknya RS for profit lebih fokus pada pasien rawat inap yang lebih menguntungkan. Efek efisiensi dengan cara pembayaran DRG/case mix mempunyai efek yang sama baik bagi RS for profit maupun not for profit. Jadi, yang menjadi faktor penting efisiensi adalah sistem pembayaran. Tidak benar bahwa RS for profit akan lebih efisien. Thorpe, Florence, and Seiber (2000) melakukan penelitian terhadap 431 RS yang mengalami perbubahan dari RS Publik ke RS not for profit, for profit, dan sebaliknya selama tahun 1991-1997 mendapatkan bahwa perubahan status dari notfor profit menjadi for profit menurunkan pelayanan bagi yang tidak mampu (uncompensated care) sebesar 13%. Rumah sakit publik yang berubah menjadi RS for profit mengalami penurunan terbesar dalam dana uncompensated dari 5,2% menjadi hanya 2,5% dari total expenses (Reinhardt, 2001). menyatakan bahwa not for profit and for profit hospital sama-sama efisien dalam memproduksi pelayanan kesehatan, namun RS for profit menetapkan tarif (charge) yang lebih tinggi dari RS not for profit untuk menutupi akuisisi modalnya. Sejalan dengan penelitian di Amerika, di Indonesia, RS not for profit seperti memang mempunyai biaya pegawai yang lebih tinggi dibandingkan dengan RS for profit. Tetapi hal itu terjadi karena RS not for profit umumnya jauh lebih tua dan lebih besar sehingga beban overhead dan tingkat upah menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan RS for profit yang relatif baru dan umunya bersekala lebih kecil.
40
Menurut Nicholas Barr, Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara kesejahteraan haruslah berkorelasi dengan kemanfaatan dan kemakmuran rakyat. Prinsip ini menjadi tugas utama yang harus diwujudkan dalam negara kesejahteraan. Menurutnya ada dua hal yang terkait langsung dengan upaya pembangunan ekonomi. Pertama, perwujudan negara kesejahteraan bukanlah sesuatu yang terpisah dari pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi harus membuat masyarakat semakin sejahtera dan bukan sebaliknya. Kedua, tujuan perwujudan negara kesejahteraan bukan hanya karena alasan kesamaman (equality), tetapi juga demi efisiensi dalam proses ekonomi. Artinya, alasan kesamaan atau pemerataan tidak bertentangan dengan tujuan efisiensi dalam ekonomi. Dua hal ini menjadi bagian dari tujuan negara kesejahteraan.
2.5. Landasan Teori
Gambar 2.3. Perspektif Balanced Scorecard bagi RS dengan Misi Sosial Sumber : PMPK Tentang Modul Pelatihan Jarak Jauh RSB/ Bussiness Plan (2012)
41
Undang-undang No : 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit telah mewajibkan suatu rumah sakit untuk dapat bertransformasi menjadi sistem pengelolaan rumah sakit yang menganut pola BLUD agar dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Diharapkan tahun 2011 ( 2 tahun setelah diterbitkannya UU No: 44 Tahun 2009) seluruh rumah sakit sudah menganut pola BLUD, namun karena alasan kemanusiaan maka rumah sakit harus terus melakukan pelayanannya. Masih kurangnya
pemahaman
tentang BLUD
menyebabkan
rendahnya
dukungan
implementasi BLUD, disisi lain peluang untuk mengimplementasikan BLUD bukan hanya monopoli rumah sakit melainkan juga dimanfaatkan oleh SKPD lain demi meningkatkan
layanan
publik.
Sebaiknya
Pemerintah
Pusat
mengevaluasi
pelaksanaan BLUD dari sisi ketaatan Pemerintah Daerah dan perangkatperangkatnya. Menyiapkan segala dokumen yang dibutuhkan untuk syarat penetapan sebuah rumah sakit menjadi BLUD merupakan salah satu unsur dari kesiapan rumah sakit tersebut untuk dapat merubah pola pelayanan rumah sakit sesuai dengan Permendagri No. 61 Tahun 2007. Serta pemahaman dan komitmen yang dalam akan pentingnya BLUD menambah kesiapan dalam menerapkan pola BLUD.
42
2.6. Kerangka Pikir Input
Proses Out Put
SDM -
-
Jumla h Tenag a Kualif ikasi
Proses Penyusunan Dokumen BLUD Pola Tata Kelola Rencana Strategi Bisnis SPM Proses Advokasi - Sasaran Advokasi - Kegiatan Advokasi Proses penyiapan SDM
Kesiapan BLUD Siap Belum Siap
Pemahaman Regulasi (UU, PP, & Permen) Ketersediaan Peralatan/ Sarana Gambar 2.4. Kerangka Pikir Penelitian Ketersediaan Keuangan/ Berdasarkan kerangka pikir pada gambar 2.6-1 di atas, maka dapat dijelaskan Sumber Dana bahwa Proses sebuah rumah sakit untuk menjadi sebagai BLU terdiri dari beberapa alur dan tahapan yaitu dari input, proses, dan output. Input terdiri dari sumber daya manusia, regulasi, peralatan/ sarana, dan keuangan/ sumber dana. Pada tahapan proses menjelaskan aktivitas proses penyusunan dokumen BLU, proses advokasi, dan proses penyiapan SDM dan tahap output adalah hasil dari proses yaitu kesipan dari sebuah rumah sakit untuk menjadi BLU apakah sudah siap atau belum siap.