ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. R DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN PNEUMONIA DI RUANG KENANGA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAMIS TANGGAL 15 – 19 JUNI 2016
KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan Program Diploma III Keperawatan Di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Ciamis
Disusun oleh : DENI IRAWAN NIM : 13DP277014
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN 2016
.ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. R DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN PNEUMONIA DI RUANG KENANGA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAMIS TANGGAL 15-19 JUNI 20161 Deni Irawan2, Asep Gunawan, Skep., Ners., M.pd3
ABSTRAK Latar belakang Karya Tulis ini merupakan penyakit infeksi pernapasan yang prevalensi kejadiannya menyebabkan tingkat morbilitas dan mortalitas yang mash tinggi adalah pneumonia. Kematian akibat pneumonia sampai 50% dari kasus di RSUD Ciamis kasus pneumonia priode januari s.d mei 2016 sebanyak 34 Pneumonia mengakibatkan terganggunya kelancaran pernapasan, kebuthan istirahat, kebutuhan nutrisi dan cairan, suhu tubuh, gangguan rasa aman nyaman dan kurang pengetahuan terhadap penyakit, sehingga perlu penatalaksanaan asuhan keperawatan yang komperhensip. Tujuan penulisan ini mampu menerapkan asuhan keperawatan pada kliengangguan system pernapasan yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi secara koperhensip meliputi aspek biopsiko-sosio-spiritual. Metode yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus yang menggunakan tehnik telaahan padak lien pneumonia di RSUD Ciamis. Hasil pengkajian diperoleh diagnosa yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum, asupan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan adanya anorexia, gangguan istirahat dan tidur kurang dari kebutuhan berhubungan dengan sesak napas, Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan otot/fisik, Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya perhatian terhadap perawatan diri/personal hygiene, cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, , dengan Rencana tindakan sesuai masalah yang ditemukan berdasar teori dengan tindakan kepada klien, keluarga dan kolaboratif sesuai kebutuhan klien dan evaluasi akhir kondisi klien masih sesak dan kebutuhan nutrisi yang belum terpenuhi. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system pernafasan pneumonia, memerlukan pendekatan yang komprehensif dan keterlibatan petugas kesehatan dengan cara membina hubungan meningkatkan hasil yang dicapaiklien. Untuk ilmu keperawatan sebaiknya dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap klien perlu diperhatikan catatan pengkajian yang sistematis untuk perawat. Kata kunci : Askep, Gangguan Sistem Pernafasan Pneumonia Daftar Pustaka :15 Buah ( 2006-2014 ) 1. Judul KaryaTulis Ilmiah 2. Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIkes Muhammadiyah Ciamis 3. Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis
v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pada usia lanjut angka kejadian pneumonia mencapai 25-45 kasus per 1000 penduduk setiap tahun, Kejadian pneumonia cukup tinggi di dunia, yaitu 15%-20% (Putri el al & Dahlan, 2014). Insiden pneumonia komunitas akan semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia, dengan 81,2% kasus (Fung et al., 2010). Penderita pneumonia komunitas usia lanjut memiliki kemungkinan lima kali lebih banyak untuk rawat inap dibandingkan dengan penderita pneumonia komunitas usia dewasa (Stupka et al., 2009). Pneumonia merupakan penyebab kematian nomor lima usia lanjut (Dahlan, 2014). Di Indonesia, kejadian pneumonia pada tahun 2013 sebesar 4,5% (Kementrian Kesehatan RI, 2013). Selan itu, pneumonia merupakan salah satu dari 10 besar penyakit rawat inap di rumah sakit, dengan proposi kasus 53,95% laki-laki dan 46,05% perempuan. Pneumonia memiliki tingkat crude fatality rate (CFR) yang tinggi, yaitu 7,6% (PDPI, 2014). Berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdes) 2013, prevelensi pneumonia pada usia lanjut mencapai 15,5% (Kementrian Kesehatan RI, 2013). Berdasarkan data dinas kesehatan Jawa Barat, Kasus Pneumoni di Provinsi Jawa Barat sejak tahun 2000 hingga 2012
1
2
berkisar antara 34%-52.7%, hal itu berarti selama 10 tahun tidak sekalipun cakupan penemuan kasus Pneumonia mencapai target penemuan sebesar 85.6%. Bila dibandingkan dengan cakupan 2011 maka cakupan 2012 tidak berubah yaitu berkisar di angka 44%. (Profil Dinkes Jabar). Cakupan penemuan penderita pneumonia provinsi Jawa Barat 2000 sd 2012 sama halnya dengan cakupan penemuan pneumonia tingkat provinsi, maka bila dilihat cakupan penemuan pneumonia Kabupaten Kota pun relative tidak jauh berbeda. Dari 26 Kabupaten Kota di Jawa Barat hanya empat Kabupaten Kota yang dapat mencapai target 85.6%, yaitu Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, Kota Banjar dan Kota Cirebon. Cakupan Penemuan Pneumonia Per Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat 2012 Cakupan Penemuan Pneumoni tertinggi dicapai oleh Kabupaten Subang. Sedangkan yang terendah dicapai oleh Kabupaten Bekasi untuk wilayah Kabupaten dan Kota Depok untuk wilayah Kota. (Profil Dinkes Jabar). Salah
satu
kelompok
beresiko
tinggi
untuk
pneumonia
komunitas adalah usia lanjut dengan usia 65 tahun atau lebih (American Lung Assiaciation, 2015). Usia lanjut dengan pneumonia komunitas memilki derajat perubahan memiliki yang tinggi, bahkan dapat
mengakibatkan
association 2015).
kematian
(PDPI,
2014
american
Lung
3
Pneumonia merupakan penyakit Infeksi saluran Nafas bawah akut
pada
parenkim
paru.
Pneumonia
disebabkan
oleh
mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit (PDPI, 2014 ; Djojodibroto, 2009). Peradangan pada paru yang disebabkan oleh Myrobacterium Tubercullosis tidak di katagorikan ke dalam pneumonia (Dahlan, 2014). Pneumonia komunitas merupakan jenis pneumonia bakterial yang di dapat dari masyarakat (Djojodibroto, 2009). Pneumonia pada usia lanjut perlu mendapat perhatian lebih, karena angka hidup penduduk Indonesia semakin meningkat dan tingkat pertumbuhan usia lanjut lebih dari dua kali lipat populasi dewasa muda (Stupka et al., 2009). Penyakit pada usia lanjut sering berbeda dengan dewasa muda, karena penyakit pada usia lanjut merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat penyakit
dan
menghilangnya
proses secara
degeneratif. perlahan
Proses
degeneratif
kemampuan
jaringan
proses untuk
memperbaiki diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap penyakit (termasuk infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Kementrian Kesehatan RI, 2013).
4
Artinya : Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. 10:57). Katakanlah: „Dengan karunia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmatNya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. 10:58)” (Yunus: 57-58).Wa syifaa-ul limaa fish shuduur (“Dan penyembuh bagi penyakit-penyakit [yang berada] dalam dada.”) Maksudnya, dari kesamaran-kesamaran dan keraguan-keraguan, yaitu menghilangkan kekejian dan kotoran yang ada di dalamnya.
RSUD Ciamis sebagai tempat pelayanan kesehatan yang mempunyai tujuan memberikan pelayanan semaksimal mungkin yaitu dengan memberikan perawatan secara intensif begitu juga pada penyakit pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit yang harus segera mendapatkan perawatan karena apabila tidak segera di tanggulangi dapat menyebabkan kematiaan.
5
Tabel 1.1 Data 10 Besar Penyakit di Ruang Kenanga RSUD Ciamis pada Januari s.d Mei tahun 2016 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Penyakit Thypus Abdominalis Gastritis Chf Diare CKD PPOK Pneumonia DM Hepatitis Dispesia Total
Jumlah 126 125 112 64 60 38 34 34 30 32 697
Sumber : Rekam Medik RSUD Ciamis Januari s.d Juni 2016
Dari tabel 1.1 di atas penderita pneumonia sebanyak 34 orang di Ruang Kenanga RSUD Ciamis pada tahun 2016 Januari s.d Mei. Walaupun jumlah penderita tidak banyak namun pneumonia termasuk ke dalam daftar 10 besar penyakit di ruang kenanga RSUD Ciamis dan perlu perhatian khusus dalam penanganannya, karena tanpa penatalaksanaan yang benar dalam pencegahan, penularan dan modifikasi lingkungan sebagai faktor risiko untuk penyakit pneumonia, maka
akan
memperpanjang
rantai
penularan
yang
akhirnya
menyebabkan peningkatan kasus pneumonia di masyarakat. Pada saat pengkajian yang dilakukan pada Tn. R di ruang Kenanga RSUD Ciamis 15 s.d 19 Juni 2016, adapun hasil pengkajian yang penulis lakukan yaitu klien mengeluh sesak nafas dan batuk, serta masih mual, respirasi 27x/m, sakit sekitar rongga dada, sesak
6
bertambah bila beraktivitas atau merubah posisi dan berkurang apabila beristirahat. Pneumonia mengganggu terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti terganggunya pemenuhan kebutuhan nutrisi akibat gejala mual dan muntah yang sering terjadi pada penderita pneumonia. Adapun dampak yang lain pun sering terjadi, misalnya sesak, kekurangan volume cairan, dan dapat menimbulkan gangguan terhadap aktivitas serta istirahat dan tidur pun terganggu. Berdasarkan Uraian tersebut diatas penulis merasa tertarik mengambil kasus tersebut dan menerapkannya pada suatu bentuk asuhan keperawatan secara komprehensif baik biologis, psikologis, sosial maupun spiritual dengan menyajikannya dalam bentuk karya tulis ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Tn. R dengan Gangguan Sistem Pernafasan : Pneumonia di Ruang Kenanga RSUD Ciamis Tanggal 15– 19 Juni 2016”
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mampu menerapkan secara langsung asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pernafasan : pneumonia berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan dengan menggunakan pola pikir ilmiah yang meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual dengan pendekatan proses keperawatan.
7
2. Tujuan Khusus Dalam
melakukan
asuhan
keperawatan,
penulis
di
harapkan mampu : a. Penulis mampu melaksanakan pengkajian secara pengkajian secara komprehensif pada klien pneumonia secara bio-psikososial-spiritual dan analisis data. b. Menegakan diagnose keperawatan serta menentukan prioritas masalah. c. Penulis mampu membuat perencanaan tindakan keperawatan terhadap semua permasalahan yang timbul oleh pneumonia. d. Penulis mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah di tetapkan dan di susun e. Penulis mampu mengevaluasi tindakan asuhankeperawatan pada pasien pneumonia f.
Penulis mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada kasus pneumonia
C. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan karya tulis ini adalah Studi kasus dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1. Wawancara Mengadakan suatu percakapan atau wawancara langsung dengan pasien, keluarga pasien, tim medis serta tenaga lain yang
8
terkait,untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi oleh pasien. Wawancara dapat di lakukan setiap saat selama memberikan kepada pasien. 2. Observasi Pengumpulan data informasi dengan mengamati perilaku tentang
kesehatan
pasien.
Observasi
dilakukan
dengan
menggunakan penglihatan, mendengar, peraba dan perasa. 3. Studi kepustakaan Pengumpulan
data
dengan
mengumpulkan
atau
mempelajaridari buku-buku ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan masalah pneumonia. 4. Studi Dokumentasi Metode atau teknik pengumpulan data yang dapat diperoleh dari buku laporan, catatan medik, catatan keperawatan, hasil pemeriksaan penujang lainya.
D. Sistematika penulisan Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini menggunakan sistematika sebagai berikut : BABI
: PENDHULUAN Terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan yaitu tujuan umum
dan
tujuan
sistematik penulisan.
khusus,
metode
penulisan
dan
9
BAB II
: TINJAUAN TEORITIS Membahas tentang pneumonia dari pengertian, jenisjenis, proses terjadinya masalah dan konsep asuhan keperawatan (yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, dan intervensi).
BAB III
: TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN Terdiri dari tinjauan kasus yang meliputi pengkajian, perencanaan, implementasi, evaluasi serta pembahasan. Sedangkan pembahasan merupakan analisa terhadap kesenjangan antara teori dengan kenyataan dilapangan serta upaya pemecahan masalah.
BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan berisi pembahasan dan masalah-masalah yang muncul sedangkan dokumentasi berisi tentang penyelesaian masalah yang muncul.
BAB II TINJAUAN TEORITAS
A. Konsep Dasar penyakit 1. Pengertian Pneumonia Pneumonia adalah peradangan paru dimana sinus paru terisi cairan radang dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam dingding alveoli dan rongga interstisium (Ardiansyah, 2012). Menurut
Mansjoer,
tahun
2008
pneumonia
adalah
penyakit infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parencim paru, dari broncheolus yang mencakup terminalis yang mencakup broncheeolus
respiratorius,
dan
alveoli
serta
menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas (Dahlan, 2014. Hal. 2190).
10
11
2. Anatomi Fisiologi Pernafasan a. Anatomi pernafasan Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pernafasan
Sumber : (Muttaqqin, 2008;4)
Sistem pernafasan terdiri dari saluran pernafasan atas yaitu: hidung, paring sedangkan saluran pernafasan bagian bawah yaitu: laring, trakea, bronkus dan alveoli yang akan diuraikan dibawah ini yaitu : 1) Rongga Hidung Rongga hidung adalah dua kanal sempit yang salah satu sama lainnya dipisahkan oleh septum. Dinding rongga hidung dilapisi semu. Mukosa respirasi serta sel
12
epitel batang, menghangatkan dan melembapkan udara yang masuk melalui hidung (Mutaqqin, 2008:4). 2) Faring Faring (tekak) adalah pipa yang bermula dari dasar tengkorak dan berakhir sampai persembuhannya dengan esophagus dan batang tulang rawan trikoid. Faring terdiri atas tiga bagian yang dinamai berdasarkan letaknya, yakni nasofaring letaknya di belakang hidung, orofaring letaknya di belakang mulut dan larifaring letaknya di belakang faring (Mutaqqin, 2008:5). 3) Laring Laring (tenggorokan) terletak diantara faring dan trakhea berdasarkan letak vertebra servikalis, laring berada di ruas ke-4 disusun oleh 9 kartilago yang disatukan oleh ligment dan otot rangka pada tahun hyoid dibagian atas dan trakhea di bawahnya (Mutaqqin, 2008:5). 4) Trakhea Trakhea sebuah tabung yang berdimeter 2,5 cm dengan panjang 11 cm, trakea terletak setelah laring dan memanjang ke bawah setara dengan vertebra trakalis ke5. Ujung trakea bercabang menjadi dua bronchus kiri dan bronchus kanan yang memisahkan trakhea menjadi
13
bronkhus kiri dan bronchus kanan disebut karina (carina). Trakhea tersusun atas 16-20 kartilago hialin berbentuk huruf c yang melekat pada dinding trakhea dan berfungsi untuk melindungi jalan nafas (Mutaqqin, 2008:7). 5) Bronkhus Bronchus
mempunyai
bentuk
serupa
dengan
trakhea. Bronkhus kanan dan kiri tidak simetris, bronchus kanan lebih pendek, lebih besar dan arahnya hampir vertical dengan trakhea. Sebaliknya, bronchus kiri lebih panjang, lebih sempit dan sudutnya pun lebih runcing. Bentuk anatomi yang khusus ini memiliki aplikasi klinis tersendiri seperti jika ada benda di bronkhus kanan dibandingkan berada di bronkhus kiri karena arah dan lebarnya (Mutaqqin, 2008:7). 6) Paru-paru Paru-paru
merupakan
organ
yang
elastis,
berbentuk kerucut dan terletak dalam rongga thoraks, kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Paru kanan lebih besar dari pada paru kiri. Selain itu, paru juga dibagi menjadi tiga lobus, satu lobus pada paru kanan, dan dua lobus di paru kiri. Lobus tersebut dibagi menjadi beberapa segmen, yaitu 10 segmen pada paru-paru
14
kanan dan 9 segmen pada paru-paru kiri. Proses patologis seperti etalaktasis dan pneumonia sering kali terbatas pada satu lobus atau satu segmen satu saja (Mutaqqin, 2008:13). 7) Pleura Pleura merupakan kantung tertutup yangyang terbuat dari membrane serosa (masing-masing untuk setiap paru) yang didalamnya mengandung cairan serosa. Paru terinvaginasi (tertekan yang masuk kedalam) lapisan ini, sehingga menutup cairan tertutup. Satu bagian melekat pada paru didebut pleura viselaris dan lapisan paru yang membatasi rongga thoraks disebut pleura parietalis. Pleura viresalis adalah pleura yang menempel pada paru, menutup masing-masing lobus paru dan melewati fisura yang memisahkan keduanya. Pleura parietalis melekat pada dinding dada dan permukaan thoraks diafragma. Pleura parietalis juga melekat pada media stenum dan disambung dengan pleura viseralis di sekelilingi perbatasan hilum.
15
3. Etiologi Menurut Mansjoer (2008), etiologi terjadinya pneumonia diantaranya : a. Bakteri 1) Pneumotorakokus,
merupakan
penyebab
utama
pneumonia. Pada orang dewasa umumnya disebabkan oleh
pneumokokus
serotype
1
sampai
dengan
8.
Sedangkan pada anak-anak serotype 14, 1, 6, dan 9. Insiden meningkat pada usia lebih kecil 4 tahun dan menurun dengan meningkatnya umur. 2) Steptokokus, sering merupakan komlikasi dari penyakit virus lain, seperti mobildan varisela atau komlikasi penyakit kuman lainnya seperti pertusis, pneumonia oleh pnemokokus. 3) Himiphilus
influenza,
pneumokokus
aureginosa,
tuberculosa. 4) Streptokokus, lebih banyak pada anak-anak dan bersifat progresif, resisten terhadap pengobatan dan sering menimbulkan komplikasi seperti : abses paru, empiema, tension pneumotoraks. b. Virus Virus respiratory syncytial, virus influenza, virus adeno, virus sistomegalik.
16
c. Aspirasi Makanan, pada tetanus neonatorum, benda asing, koreson. d. Pneumonia hipostatik Penyakit ini disebabkan tidur terlentang terlalu lama, misal pada anak sakit dengan kesadaran menurun. e. Jamur Histoplasmamosis
capsultatum
candi
dan
abicans,
biastomokasis, kalsedis mikosis, aspergilosis dan aktino mikosis. 4. Manifestasi klinis Menurut Arief Mansjoer (2008), manisfestasi klinis secara umum dapat dibagi menjadi : a. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal. b. Gejala umum pernafasan bahwa berupa batuk buruk, ekspektorasi sputum, cuping hidung, sesak, sianosis. c. Tanda pneumonia berupa peningkatan frekuensi nafas, suara nafas melemah, ronchi, wheezing. d. Tanda empiema berupa perkusi pekak, nyeri dada, kaku kuduk, nyeri abdomen. e. Infeksi ekstrapulmonal.
17
5. Patofisiologis Pneumonia Bakteri penyebab terisap ke paru parifer melalui saluran nafas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema,
yang
mempermudahkan poliferasi dan penyebaran kuman. Bagian paru yang terkena mengalami kosolidasi yaitu terjadinya seberkas sel PMN (Polimorfonuklear) fibrin, hepatisasi merah. Sedangkan hepatisasi kelabu adaah lanjutan proses infeksi berupa deposisi fibrin ke permukaan pleura. Ditemukan pula fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan proses fagositosis yang cepat. Dilanjutkan stadium resolusi dengan peningkatan jumlah sel makrofag di alveoli, degenerasi sel dan menipisnya fibrin, serta meningkatnya kuman dan debris (Mansjoer, 2008).
18
6. Pathway Pneumonia Bagan 2.2 Patofisiologi pneumonia (Hidayat, 2011).
19
7. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit pneumonia diantaranya : abses kulit, OMA, sinusitis, meningitis purulenta, dan perikarditis, sedangkan menurut Whaley Wong (2006) yaitu atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru yang merupakan akibatnya kurangnya mobilisasi atau reflek batuk hilang, empyema adalah suatu keadaan dimana terkumupulnya nanah dalam rongga pleura yang terdapat di satu tempat
atau
seluruh
rongga
pleura,
abses
baru
adalah
pengumpulan pus dalam paru yang meradang. 8. Penatalaksanaan a. Koreksi kelainan yang mendasari. b. Tirah baring. c. Obat-obat simtomatis seperti : parasetamol (pada hiperaksia). d. Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit dengan bantuan infuse, dekstrose 5%, normal salin atau RL. e. Pemilihan obat-obat anti infeksi : tergantung kuman penyebab. f.
Pertahankan jalan nafas.
g. Oksigenasi
20
9. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium Pemeriksaan labolatorium dilakukan pemeriksan darah untuk mengetahui meningkatnya leukosit, bakteri dan pemeriksaan sputum untuk menditeksi agen infeksius. b. Radiologi Pemeriksaan radiologi yang di periksa adalah rontgen thorak dan laringos kopi untuk menentukan adanya sumbatan benda padat. 10. Dampak
Penyakit
terhadap
Kebutuhan
Dasar Manusia,
menurut (Ngastiyah, 2008) a. Menjaga kelancaran pernafasan Pasien pneumonia berada dalam keadaan dispnea dan sianosis karena adanya radang paru dan banyaknya lendir di dalam bronkus/paru. Agar pasien dapat bernafas secara lancar lendir tersebut harus dikeluarkan dan untuk memenuhi kebutuhan O2 perlu diberikan kebutuhan O2 2 liter/menit secara rumat. b. Kebutuhan istirahat Pasien pneumonia adalah pasien payah, suhu tubuhnya tinggi, sering hiperpireksi, maka pasien sering perlu istirahat, semua kebutuhan pasien harus ditolong di tempat tidur. Usahakan pemberian obat secara tepat. Pengambilan bahan
21
pemeriksaan atau pemberian suntikan jangan dilakukan waktu pasien sedang tidur. Usahakan dalam keadaan tenang dan nyaman agar pasien dapat beristirahat sebaik-baiknya. c. Kebutuhan nutrisi dan cairan Pasien
pneumonia
hampir
selalu
mengalami
masukan
makanan yang kurang. Suhu tubuh tinggi selama beberapa hari dan masukan cairan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi. Untuk mencegah dehidrasi dan kekurangan kalori dipasang infuse dengan cairan glukosa 5% dan NaCI 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambahkan KCl 10 mEq/500 ml/botol infus. d. Mengontrol suhu tubuh Pasien jam sekali diusahakan untuk menurunkan suhu dengan memberikan kompres dingin den obat-obatan, satu jam setelah dikompres dicek kembali apakah suhu telah turun. pneumonia sewaktu-waktu dapat mengalami hiperpireksia. Untuk ini maka suhu harus dikontrol setiap e. Mencegah komplikasi/gangguan rasa aman dan nyaman Komplikasi yang terjadi terutama disebabkan oleh lendir yang tidak dapat dikeluarkan. Untuk menghindari terjadinya lendir yang menetap, maka sikap baring pasien, harus diubah posisinya tiap-tiap jam dan menghisap lendir sering dilakukan, setiap mengubah sikap dilakukan sambil menepuk-nepuk
22
punggung pasien kemudian jika terluhat lendirnya meleleh segera diisap. Bila lendirnya tetap banyak dapat dilakukan fisioterapi dengan drainase postural. f.
Kurang pengetahuan mengenal penyakit Penyuluhan terutama ditunjukan untuk mencegah terjadinya penyakit pneumonia ialah dengan memberiakn pengertian jika batuk pilek disertai demam sudah 2 hari tidak juga sembuh agar dibawa berobat.
B. Konsep
Dasar
Asuhan
Keperawatan
pada
klien
dengan
Pneumonia. Proses keperawatan adalah suatu metode sistematis dan ilmiah yang digunakan perawat untuk memenuhi kebutuhan klien dalam mencapai atau mempertahankan keadaan bio, psiko, sosial dan spiritual yang optimal, melalui tahap pengkajian, identifikasi diagnosa keperawatan, penentu rencana keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan serta evaluasi tindakan keperawatan (S.Suarli dan Bachtiar, 2009:100). 1. Pengkajian a. Pengumpulan Data 1) Identitas Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan, tahap pengkajian diperlukan kecermatan dan ketelitian
23
untuk
mengenal
masalah.
Keberhasilan
proses
keperawatan berikutnya sangat tergantungnya pada tahap ini. (S.Suarli dan Bachtia, 2009:102) a) Biodata klien Nama, umur, jenis kelamin, no medrec, tanggal masuk, tanggal pengkajian, ruangan dan diagnosa medis. b) Biodata penanggung jawab Nama ayah dan ibu, umur, pendidikan, pekerjaan, suku I bangsa, agama, alamat, hubungan dengan anak (kandung atau adopsi). 2) Riwayat kesehatan a) Keluhan utama Keluhan yang sering dikeluhkan pada orang yang mengalami pneumonia adalah sesak, batuk, nyeri dada,
kesulitan
bernafas,
demam,
terjadinya
kelemahan (Rohma dan Walid, 2009:35). b) Riwayat kesehatan sekarang Di kembangkan dari keluhan utama melalui PQRST : P
: Palliative/provokatif yaitu faktor-faktor apa saja yang memperberat atau memperingan keluhan utama. Pada pasien pneumonia tanyakan tentang
keluhan
sesak
napas,
hal
yang
24
memperberat sesak, hal yang memperingan sesak. Q : Qualitatif/Quantitatif, yaitu berupa gangguan atau keluhan yang dirasakan seberapa besar. Tanyakan
tentang
akibat
sesak,
dapat
mempengaruhi aktivitas klien, pola tidur klien dan seberapa berat sesak yang terjadi. R
: Region/radiasi, yaitu dimana terjadi gangguan atau apakah keluhan mengalami penyebaran.
S
: Skala berupa tingkat atau keadaan sakit yang dirasakan.
Tanyakan
tingkat
sesak
yang
dialami klien. T
: Timing,
yaitu
waktu
gangguan
dirasakan
apakah terus menerus atau tidak. Sesak yang dialami klien sering atau tidak. (Rohmad dan Walid, 2009:36). c) Riwayat kesehatan masa lalu Diisi dengan riwayat penyakit yang diderita klien yang berhubungan dengan penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin dapat dipengaruhi atau memengaruhi penyakit yang diderita klien saat ini (Rohman dan Walid, 2009:37).
25
d) Riwayat kesehatan keluarga Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan dengan kemungkinan
adanya
penyakit
keturunan,
kecenderungan alergi dalam satu keluarga, penyakit yang menular akibat kontak langsung antara anggota keluarga (Rohman dan Walid, 2009:37). 3) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dengan pendekatan persistem dimulai dari kepala sampai ujung kaki dapat lebih mudah. Dalam melakukan pemeriksaan fisik perlu dibekali kemampuan dalam melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis dan rasional. Teknik pemeriksaan fisik perlu modalitas dasar yang digunakan meliputi: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. (Mutaqqin, 2010:12). a) Penampilan umum yaitu penampilan klien dimulai pada saat mempersiapkan klien untuk pemeriksaan. b) Kesadaran Status kesadaran dilakukan dengan dua penilaian yaitu kualitatif dan kuantitatif, secara kualitatif dapat dinilai antara lain yaitu compos mentis mempunyai arti mengalami kesadaran penuh dengan memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang diberikan, apatis yaitu mengalami acuh tak acuh terhadap
26
lingkungan sekitarnya, samnolen yaitu mengalami kesadaran yang lebih rendah dengan ditandai tampak mengai bahwa ntuk, sopor mempunyai arti bahwa klien memberikan respon dengan rangsangan yang kuat dan refleks pupil terhadap cahaya tidak ada. Sedangkan penilaian kesadaran terhadap kuantitatif dapat diukur melalui penilaian (GCS) Glasgow Coma Scale dengan aspek membuka mata yaitu, 4 respon verbal yaitu 5dan respons motorik yaitu nilai 6 (Aziz Alimul, 2009:116). c) Tanda Tanda Vital Tanda tanda vital merupakan pemeriksaan fisik yang rutin
dilakukan
dalam
berbagai
kondisi
klien.
Pengukuran yang paling sering dilakukan adalah pengukuran
suhu,
dan
frekuensi
pernafasan
(Mutaqqin, 2010:35). d) Sistem neurologi Pada sistem neurologi kaji tingkat kesadaran dan refleks (Rohman dan Walid, 2009:51) e) Sistem pendengaran Pada sistem pendengaran kaji tingkat ketajaman klien dalam mendengarkan kata kata, palpasi bentuk
27
telinga, adanya cairan atau tidak, adanya tekan ataupun lesi kulit (Mutaqqin, 2010: 117-119). f)
Sistem pernafasan Pada sistem pernafasan kaji bentuk dada, gerakan pernafasan, adanya nyeri tekan atau tidak, adanya penumpukan cairan atu tidak dan bunyi khas nafas serta bunyi paru-paru (Mutaqqin, 2010:149-155).
g) Sistem kardiovaskular Pada sistem kariovaskular kaji adanya sianosis atau tidak, oedema pada ektremitas, adanya peningkatan JVP atau tidak , bunyi jantung (Mutaqqin, 2010:173). h) Sistem gastrointestinal Pada sistem gastrointesnital kaji bentuk abdomen, frekuensi bising usus, adanya nyeri tekan atau tidak, adanya masa benjolan atau tidak, bunyi yang dihasilkan saat melakuka perkusi( Rohman dan Walid, 2009:50). i)
Sistem perkemihan Pada sistem perkemihan kaji adanya nyeri atau tidak adanya keluhan saat miksi, adanya oedema atau tidak, adanya masa atau tidak pada ginjal (Mutaqqin; 2010: 269).
28
j)
Sistem integumen Pada sistem integumen dilakukan secara anamnesis pada klien untuk menemukan permasalahan yang dikeluhkan oleh klien meliputi : warna kulit, tekstur kulit, turgor kulit, suhu tubuh, apakah ada oedema atau adanya trauma kulit (Mutaqqin, 2010:77).
k) Sistem musculoskeletal Kaji adnya deformitas atau tidak,adanya keterbatasan gerak atau tidak (Mutaqqin, 2010:287). l)
Pemeriksaan Penunjang Pada
pemeriksaan
penunjang
ditulis
tanggal
pemeriksaan, jenis pemeriksaan, hasil dan satuanya. Pemeriksaan penunjang diantaranya : pemeriksaan laboratorium, foto rotgen, rekam kardiografi, dan lainlain (Rohman dan Walid, 2009:55). m) Therapy Pada therapy tulis nama obat lengkap, dosis, frekuensi pemberian dan cara pemberian, secara oral, parental dan lain-lain (Rohman dan Walid, 2009: 55). b. Analisa Data Merupakan proses berfikir secara ilmiah berdasarkan teoriteori yang dihubungkan dengan data-data yang ditemukan saat
pengkajian.
Menginterpretasikan
data
atau
29
membandingkan dengan standar fisiologis setelah dianalisa, maka akan didapatkan penyebab terjadinya masalah pada klien (Wong Donna L, 2009:21). 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa berdasarkan Ardiansyah (2012) : a. Bersihan jalan napas tidak efektif berkaitan dengan inflamasi trakheobronkial,
pembentukan
edema,
dan
peningkatan
produksi sputum (pleuritic pain atau timbulnya rasa nyeri saat bernapas). b. Kerusakan pertukaran gas yang berkaitan dengan perubahan membran alveoral kapiler (efek inflamasi) dan ganguan kapasitas pengangkutan oksigen dalam darah (karena demam maupun perubahan kurva oksiheoglobin). c. Risiko tinggi penyebaran infeksi yang berkaitan dengan tidak memadainya mekanisme pertahanan tubuh primer (penurunan aktivitas silia, sekresi, stasis di saluran napas), tidak memadainya mekanisme pertahanan tubuh sekunder (infeksi, imunosupresi), penyakit kronis, dan malnutrisi. d. Intoleransi aktivitas yang berkaitan dengan tidak seimbangnya persediaan dan kebutuhan oksigen, kelemahan fisik yang umum,
kelelahan
karena
gangguan
pola
tidur
akibat
munculnya ketidaknyamanan, batuk produktif, dan dipisnea.
30
e. Nyeri akut yang berkaitan dengan inflamasi pada parenkim paru, reaksi selular untuk mengeluarkan toksin, dan batuk yang tidak kunjung sembuh (batuk persisten). f.
Resiko ketidak seimbangan nutrisi karena kurangnya asupan makan bergizi yang berkaitan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin toksin bakteri, bau dan rasa sputum, serta terapi aerosol. Kurangnya asupan zat gizi juga bisa dipengaruhi oleh distensi abdomen/udara yang berhubungan dengan tertelannya udara selama periode dispnea.
g. Resiko tinggi kekurangan volume cairan yang berkaitan dengan kehilangan cairan yang banyak (karena demam, diaphorsesis, pernapasan mulut/hiperventilasi, vomiting) dan penurunan asupan oral. 3. Rencana Keperawatan a. Diagnosa 1 Bersihan jalan napas tidak efektif yang berkaitan dengan inflamasi trekheobronikal, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum, dan juga karena pleuritic pain (nyeri yang timbul saat bernapas). 1) Tujuan: jalan napas bersih dan efektif. 2) Kriteria hasil : secara verbal tidak ada kelelahan sesak
31
Tabel 2.1 Intervensi 1. Observasi tanda-tanda vital
Rasionalisasi 1. Dengan mengobservasi tandatanda vital diharapkan dapat mengetahui perkembangan pasien. 2. Kaji jumlah atau kedalaman 2. Dapat mengetahui adanya pernafasan dan pergerakan perubahan pada pola pernafasan dada dan pemakaian otot-otot 3. Auskultasi daerah paru 3. Untuk mendengarakan ada atau tidaknya Suara ronchi menandakan adanya sekret. 4. Atur posisi semi fowler dan 4. Dengan mengatur posisi dapat bantu klien latihan nafas mengurangi sesak nafas, dan dalam dan yang efektif memudahkan untuk pengeluaran secret 5.Bantu pasien dalam 5. Untuk msmfasilitasi ekspansi melakukan tarik nafas dalam maksimum paru-paru/saluran udara kecil Sumber (Ardiansyah, 2012)
b. Diagnosis 2 Kerusakan pertukaran gas yang berkaitan dengan perubahan membran alveoral kapiler (efek infalamasi) dan gangguan kapasitas pengangkutan oksigen dalam darah (demam, perubahan kurva oksihemoglobin). 1) Tujuan : pertukaran dapat teratasi. 2) Kreteria hasil. a) Keluhan dipsnea berkurang. b) Denyut nadi dalam rentang normal dan irama regular. c) Kesadaran penuh. d) Hasil nilai AGD dalam batas normal.
32
Tabel 2.2 Intervensi Rasionalisasi 1. Kaji frekuensi,kedaaman 1. Manisfestasi distress pernafasan dan kemudahan bernafas tergantung pada derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum 2. Observasi warna kulit dan 2. Sianosis kuku menunjukan membrane mukosa,kuku vasokontrasi atau respon tubuh catat adanya sianosi perifer terhadap demam namun sianosismembran mukosa kulit menunjukan hpoksimia sistemik 3. Awasi frekuensi dan irama 3. Takikardi biasanya ada sebagai jantung akibat demam atau dehidrasi atau hipoksia 4. Perthankan istirahat tidur 4. Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan atau konsumsi oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi 5. Kolaborasi dalam 5. Untuk mempertahankan PaO2 pemberian O2 diatas 60 mmHg Sumber (Ardiansyah, 2012)
c. Diagnosis 3 Risiko tinggi penyebaran infeksi yang berkaitan dengan tidak memadainya mekanisme pertahanan tubuh primer (penurunan aktivitas
silia,
lendir,
statis
di
saluran
napas),
tidak
memadainya mekanisme pertahanan tubuh sekunder (infeksi, imunosupresi), penyakit kronis, dan malnutrisi. 1) Tujuan : risiko infeksi tidak
terjadi selama masa
perawatan. 2) Kriteria hasil : Tidak muncul tanda-tanda infeksi sekunder.
33
Table 2.3 Intervensi 1. Monitor tanda-tanda selama proses terapi
vital
2. Demonstrasikan teknik mencuci yang benar. 3. batasi pengunjung atas indikasi 4. Kolaborasi dalam pemberian obat antimikroba Sumber (Ardiansyah, 2012).
Rasionalisasi 1. Dengan mengobservasi tandatanda vital diharapkan dapat mengetahui perkembangan pasien 2. Tindakan ini sangat efektif untuk mengurangi penyebran infeksi 3. Untuk mengurangi kuman pathogen yang lain. 4. Untuk membunuh mikroba penyebab pneumonia
d. Daignosis 4 Intoleransi aktivitas yang berkaitan dengan tidak seimbangnya kebutuhan dan persediaan oksigen, kelemahan umum, kelelahan
karena
gangguan
pola
tidur
akibat
ketidaknyamanan, batuk produktif, dan dipsnea. 1) Tujuan : aktivitas dapat terpenuhi selama perawatn. 2) Kriteria hasil a) Mampu
melaporkan
kondisinya
secara
verbal,
kekuatan otot meningkat, dan tidak ada perasaan kelelahan. b) Tidak ada sesak napas. c) Denyut nadi dalam batas normal. d) Tidak muncul sianosis.
34
Table 2.4 Intervensi 1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas 2. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung 3. Beritahu arti pentingnya istrahat dan pengobatan perlunya keseimbangan aktivitas dan istrahat. 4. Bantu pasienmemilih posisi nyaman untuk tidur 5. Bantu aktivitas perawatan yang diperlukan
Rasionalisasi 1. Menetapkan Kemampuan atau kekuatan pasien dan memudahkan pilihan 2. Menurunkan stress dan meningkatkan istirahat 3. Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolic 4. Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi 5. Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay kebutuhan oksigen
Sumber (Ardiansyah, 2012)
e. Diagnosis 5 Nyeri akut yang berkaitan dengan perdagangan (inflamasi) pada
jaringan
parenkim
paru,
reaksi
selular
untuk
mengeluarkan toksin, dan batuk yang tidak sembuh-sembuh (persisten). 1) Tujuan : nyeri pasien teratasi. 2) Kriteria hasil a) Secara verbal, pasien melaporkan berkurangnya nyeri di dada. b) Skala nyeri menurun. c) Wajah pasien lebih rileks. d) Pasien dapat beristirahat tanpa terganggu rasa nyeri
35
Table 2.5 Intervensi 1. Tentukan karakteristik nyeri
Rasionalisasi 1. Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat 2. Pantau tanda-tanda vital 2. Perubahan frekuensi jantung dan tekanan darah menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri 3. Berikan tindakan nyaman 3. Tindakan non anagetik diberikan misal pemijatan,relaksasi dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan 4. Kolaborasi dalam pemberian 4. Obat ini dapat digunakan untuk analgetik dan antitusif sesuai batuk, meningkatkan indikasi kenyamanan. Sumber (Ardiansyah, 2012)
f.
Diagnosis 6 Resiko ketidak seimbangan nutrisi, akiat kurangnya asupan gizi yang berkaitan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan
dengan
toksin
bajteri,
bau
dan
rasa
sputum,serta terapi aerosol. Kurangnya asupan gizi juga bisa dikarenakan distensi abdomen/udara yang berhubungan dengan tertelannya udara selama priode dispnea. 1) Tujuan: nutrisi dapat seimbang selama perawatan. 2) Kriteria hasil a) Psien menunjukan nafsu makan yang meningkat. b) Tidak danya anoreksia c) Berat badan dalam keadaan stabil.
36
Table 2.6 Intervensi a. Identifikasi factor yang menimbukan mual muntah b. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin c. Auskultasi bunyi usus,observasi atau palpasi distensi abdomen d. Berikan makan porsi kecil dan sering
e. Evaluasi status nutrisi umum,ukur berat badan dasar.
Rasionalisas a. Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah b. Msenghilangkan tanda bahaya,bau dari lingkungan pasien yang dapat menurunkan mual c. Bunyi usus mungkin menurun distensi abdomen terjadi akibat menelan udara d. Tindakan ini dapat meninggalkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali e. Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi rendahya tahanan terhadap infeksi
Sumber (Ardiansyah, 2012)
g. Diagnosis 7 Risiko tinggi kekurangan volumen cairan yang berkaitan dengan kehilangan cairan yang banyak (demam, diaphoresis, pernapasan mulut/hiperventilasi, vomiting) dan penurunan asupan secara oral. 1) Tujuan: volume cairan sesuai kebutuhan tubuh. 2) Kriteria hasil Menunjukan keseimbangan cairan dengan tanda-tanda normal, misal membran mukosa lembab, turgor baik, tanda vital stabil, dan pengisian kapiler (calillary refill) cepat kembali.
37
Table 2.7 Intervensi a. Kaji perubahan tanda vital
Rasionalisasi a. Peningkatan suhu meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan caairan,takikardi menunjukan kekurangan cairan sistemik b. Kaji turgor kulit,kelembaban b. Indicator langsung keadekuatan membran mukosa volema cairan c. Laporkan jika ada mual dan c. Adanya gejala ini menurunkan oral muntah d. Pantau masukan dan d. Memberikan informasi tentang pengeluaran keadekuatan volume cairan dan kebutuhan pengganti e. Kolaborasi dalam pemberian e. Berguna menurunkan cairan obat antipretik dan antiemetic f. Berikan cairan tambahan IV f. Pada adanya menurunkan sesuai keperluan masukan atau banyak kehilangan,penggunaan parenteral dapat mencegah kekurangan cairan Sumber (Ardiansyah, 2012).
4. Pelaksanaan Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (S.Suali dan Bachtiar, 2009: 107). 5. Evaluasi Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan tindakan dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai (Rohman dan Walid, 2009:94).
38
Macam-macam evaluasi yang digunakan dalam proses keperawatan : a. Evaluasi Proses 1) Evaluasi yang dilakukan setiap seesai tindakan 2) Berorientasi pada etiologi 3) Dilakukan terus menerus sampai tujuan yang ditentukan tercapai. b. Evaluasi Hasil 1) Evaluasi
yang
dilakukan
setelah
akhir
tindakan
keperawatan secara paripurna. 2) Berorientasi pada masalah keperawatan. 3) Menjelaskan keberhasilan / ketidak berhasilan 4) Rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien dengan kerangka waktu yang ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah,
Muhamad.
2012.
Medikal
Bedah
Untuk
Mahasiswa.
Jogyakarta: Diva Press. Alqur’an surat Yunus: 57-58, tentang penyakit yang ada di dalam dada. Dahlan, 2014. Metode penelitian khasus pnueonia di dunia,Jakarta:rineka cipta. Stupka et al., 2009.Pengantar Ilmu Kesehatan komunitas. Jakarta: Salemba Medika. Profil dinkes jabar,2012.Cakupan penderita penemuan Pnemonia Provinsi Jawa Barat 2000 sd 2012. Kementrian Kesehatan RI, 2014.Prevelensi pneumonia pada usia lanjut. Kompas. 2006. Hak-hak yang Dilanggar. http://www.kompas,com, diakses tanggal 09 Juni 2014. Price dan Wilson. 2005. Buku Ajar Keperawatan. Jakarta: EGC. Mansjoer, A. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid Dua. Jakarta: Media Aeskulapius. Rekam Medik RSUD Ciamis januari s.d juni Tahun 2016. 10 Penyakit Di Ruang Kenanga Di RSUD Ciamis Juni tahun 2016. PDPI, 2014,. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Hidayat ,2011. Buku keperawatan Patofisiologi sitem pernafasan. Jogyakarta: Nuha Medika.
Muttaqqin, 2008;4, Dokumentasi Keperawatan pada system pernafasan. Surabaya : Salemba Medika. S.Suarli dan Bachtiar, 2009:100.konsep dasar asuhan keperawatan, Jakarta:EGC.