KAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. P DENGAN GANGGUAN OKSIGENASI TUBERKULOSIS PARU DI RUANG ISOLASI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
KARYA TULIS ILMIAH DiajukanUntukMemenuhiPersyaratanTugas AkhirDalam Rangka Menyelesaikan Pendidikan Program StudiDiplomaIIIKeperawatan
Oleh: ARIYANTI TRI NUGROHO NIM.2011.1399
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014
i
ii
iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah denga judul :
KAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. PDENGAN GANGGUAN OKSIGENASI TUBERKULOSIS PARU DI RUANG ISOLASI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
dibuat untuk melengkapi Tugas Akhir Diploma Keperawatan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta. Tugas Akhir ini merupakan Karya Tulis Ilmiah saya sendiri, sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat Karya atau Pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maupun di Perguruan Tinggi atau Instansi manapun, kecuali bagian yang sumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta,
Agustus 2014
ARIYANTI TRI NUGROHO NIM.2011.1399
iv
MOTTO Jadilah seperti karang di lautan yang kuat dihantam ombak dan kerjakanlah hal yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain, karena hidup hanyalah sekali. Ingat hanya pada Allah SWT apapun dan di manapun kita berada kepada Dia-lah tempat meminta dan memohon (peribahasa). Mereka berkata bahwa setiap orang membutuhkan tiga hal yang akan membuat mereka bahagia di dunia ini, yaitu: seseorang untuk dicintai, sesuatu untuk dilakukan, dan sesuatu untuk diharapkan (Tom Bodett). Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya ; hidup di tepi jalan dan dilempari orang dengan batu, tetapi dibalas dengan buah (Abu Bakar Sibli). Jadi diri sendiri, cari jati diri, dan dapatkan hidup yang mandiri. Optimis, karena hidup terus mengalir dan kehidupan terus berputar. Sesekali lihat kebelakang untuk melanjutkan perjalanan yang tiada berujung (peribahasa).
v
PERSEMBAHAN Karya tulis ilmiah ini penulis persembahkan kepada : 1. Allah
SWT,
yang
telah
memberi
jalan
petunjuk
dan
kemudahanuntuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah iniserta memberi kekuatan dan ketabahan dalam menjalani hidup. 2. Alm. Bapak dan Ibu, terimakasih telah memberikan kasih sayang, doa yang tiada berakhir dan seluruh pengorbanan yang telah engkau berikan serta dengan sabar mendidik, membesarkan dan merawatku dengan sepenuh hati dan keikhlasan. 3. Keluargaku, kakak serta ponakan-ponakantercinta terimakasih yang telah memberikan dukunganhingga aku bisa meraih apa yang aku inginkan. 4. M. Joko Trismanto, terimakasih atas doa dan support.nya selama ini yang sudah memberikan motivasi yang tiada henti dalam menyelesaikan karya tulis ini dengan lancar. 5. Terimakasih buat keluarga Tawang atas segala doa dan dukungan selama ini. 6. Buat Islamyamyutt, yang bersama-sama berjuang tak kenal hujan dan tak kenal lelah dalam penyusunan karya tulis ilmiah. 7. Teman-teman
seperjuangan
STIKES
Surakarta dan almamater tercinta.
vi
PKU
Muhammadiyah
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, innayah dan hidayahNya. Dialah yang sesungguhnya Maha Pemberi Petunjuk, yang memberi kekuatan, ketabahan, dan kemudahan dalam berfikir untuk menyelesaikan penelitian ini. Sholawat dan salam senantiasa terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW, seluruh keluarga, para sahabat, dan segenap pengikutnya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini mengambil judul “Kajian Asuhan Keperawatan Pada Tn. P dengan Gangguan Oksigenasi Tuberkulosis Paru di Ruang Isolasi RS PKU Muhammadiyah Surakarta”. Penulis menyadari bahwa penyusunan proposal karya tulis ilmiah ini mengalami banyak kesulitan dan hambatan, namun berkat bantuan, arahan, dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka kesulitan maupun hambatan tersebut dapat teratasi. Untuk itu dalam kesempatan ini dengan kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih segala bantuan yang telah diberikan dan mohom maaf atas segala kekhilafan kepada : 1. Weni Hastuti, S.Kep.,M.Kes., selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PKU Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian. 2. Cemy Nur Fitria, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku Ketua Prodi Studi DIII Keperawatan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta.
vii
3. Anis Prabowo, SKM., selaku dosen pembimbing I, dengan sabar dan bijaksana membantu dan menyumbangkan ide-idenya dengan mengoreksi, merevisi serta melengkapi dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. 4. Yuli Widyastuti, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku dosen pembimbing II, dengan sabar dan bijaksana membantu dan menyumbangkan ide-idenya dengan mengoreksi, merevisi serta melengkapi dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. 5. Bapak Agus Thontowi Mahdi,SE,MM., selaku Direstor Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan studi kasus. 6. Alm. Bapak dan Ibu serta keluarga tercinta yang senantiasa membimbing dan mendoakan keberhasilanku dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 7. Teman-teman seperjuangan, terimakasih untuk semuanya atas semangat dan kekompakannya selama ini, baik suka maupun duka. 8. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini. Penulis menyadari bahwa dalam keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan waktu yang saya miliki, masih banyak kekurangan dalam penulisan penelitian ini. Untuk itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan. Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait, kalangan akademis dan masyarakat yang berminat terhadap ilmu keperawatan. Surakarta,
Agustus 2014
Penulis
viii
ABSTRAK KAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. P DENGAN GANGGUAN OKSIGENASITUBERKULOSIS PARU DI RUANG ISOLASI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA Ariyanti Tri Nugroho1, Yuli Widyastuti2, Anis Prabowo3 Latar Belakang : Penyakit tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Di Indonesia, penyakit ini merupakan penyakit rakyat nomor satu dan sebagai penyebab kematian nomor tiga. Propinsi Jawa Tengah merupakan propinsi nomor tiga terbesar di Indonesia, dengan jumlah penduduk 31.691.866 jiwa, diperkirakan terdapat 36.446 penderita tuberkulosis paru menular pada tahun 2003. Infeksi tuberkulosis paru terjadi melalui udara yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman tuberkel yang berasal dari orang terinfeksi dan menimbulkan reaksi peradangan pada saluran pernafasan dan menyebabkan gangguan pernafasan. Mekanisme gangguan yang paling utama dirasakan oleh penderita kasus tuberkulosis adalah pada gangguan oksigenasinya. Tujuan : Untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada Tn. P dengan gangguan oksigenasi tuberkulosis paru di Ruang Isolasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta. Metode Studi Kasus : Menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi. Instrumen berupa nursing kit dan format asuhan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan. Hasil : Diagnosa keperawatan yang muncul adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret ditandai dengan pasien mengatakan sesak nafas dan batuk disertai sekret berwarna putih kekuningan sulit dikeluarkan. Kesimpulan: Kajian Asuhan Keperawatan pada Tn. P dengan Gangguan Oksigenasi Tuberkulosis Paru di Ruang Isolasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta. Pasien mengatakan sesak nafas berkurang. Kata Kunci : Kajian Asuhan Keperawatan, Oksigenasi, Tuberkulosis Paru. 1. Mahasiswa Program DIII Keperawatan PKU Muhammadiyah Surakarta. 2. Dosen Pengampu DIII Keperawatan PKU Muhammadiyah Surakarta. 3. Dosen Pengampu DIII Keperawatan PKU Muhammadiyah Surakarta.
ix
STUDY IN NURSING Mr.P WITH INTERRUPTION OF PULMONARY TUBERCULOSIS OXYGENATION IN HOSPITAL ISOLATION ROOM PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA ABSTRACT Background : Pulmonary tuberculosis disease is an infectious disease caused by the bacteria directly mycobacterium tuberculosis. In Indonesia, the disease is a disease of the peopleas the number one and number three causes of death. Central Java is the third largest province in Indonesia, with a population of 31,691,866 in habitants, there were an estimated 36,446 patients with pulmonary tuberculosis in 2003 infectious pulmonary tuberculosis Infection occurs through inhalation of the airborne droplets containing tubercle germs derived from the infected and cause an inflammatory reaction in the airways and cause breathing problems. The main mechanism of interference perceived by sufferers of tuberculosis cases are on the oxygenation disorders. Purpose : To determine the description of nursing care on Mr.P with impaired oxygenation of pulmonary tuberculosis in the Isolation Hospita PKU Muhammadiyah Surakarta. Methods Case Study : Using descriptive method with a case study approach. Data collection techniques used were interviews, observation, physical examination and study documentation. Instruments such as nursing carekits and formats that consist of assessment, nursing diagnosis, nursing interventions, nursing implementation and evaluation of nursing. Results : nursing diagnoses that appear are ineffective airway clearance related to the accumulation of secretions of patients characterized by shortness of breath and coughing say with yellowish-white secretions difficult to remove. Conclusion : The study Nursing at Mr.P with Impaired Oxygenation in Pulmonary Tuberculosis Isolation Room Hospital PKU Muhammadiyah Surakarta. Patients say shortness of breath decrease. Keywords: NursingAssessment, Oxygenation, PulmonaryTuberculosis 1. Student Nursing Program D III PKU MuhammadiyahSurakarta. 2. Nursing lecturer of D III PKU Muhammadiyah Surakarta. 3. Nursing lecturer of D III PKU Muhammadiyah Surakarta.
x
DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................
iii
PERNYATAAN KEASLIAN STUDI KASUS ...............................................
iv
HALAMAN MOTTO ......................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................
vi
KATA PENGANTAR .....................................................................................
vii
ABSTRAK .......................................................................................................
ix
ABSTRACT .....................................................................................................
x
DAFTAR ISI ....................................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xiii
BAB I
PENDAHULUAN .........................................................................
1
BAB II
A. Latar belakang .......................................................................... B. Tujuan penelitian ...................................................................... C. Manfaat penelitian .................................................................... TINJAUAN TEORI ......................................................................
1 3 4 5
A. Tinjauan teori Tuberkulosis Paru ............................................. 1. Pengertian .......................................................................... 2. Klasifikasi Tuberkulosis .................................................... 3. Etiologi .............................................................................. 4. Patogenesis ........................................................................ 5. Manifestasi Klinis.............................................................. 6. Komplikasi ........................................................................ 7. Pemeriksaan Penunjang ..................................................... 8. Penatalaksanaan................................................................. B. Teori Oksigenasi ....................................................................... 1. Anatomi dan Fisiologi........ ................................................ 2. Pengertian............ ...............................................................
5 5 6 7 8 9 11 11 14 16 16 18
xi
18 20
BAB III
3. Fisiologi Kardiovaskuler....... ............................................. 4. Fisiologi Pernafasan........... ................................................ 5. Sistem Tubuh Yang Berperan dalam Kebutuhan Oksigenasi .......................................................................... 6. Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Pernafasan ................. 7. Gangguan pada Fungsi Pernafasan ..................................... 8. Fokus pengkajian ................................................................ 9. Fokus Diagnosa .................................................................. 10. Fokus Intervensi dan Rasional............................................ C. Pathway................................. ................................................... METODE STUDI KASUS ...........................................................
BAB IV
A. Desain Penelitian ..................................................................... B. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. C. Subyek Penelitian ..................................................................... D. Instrumen .................................................................................. E. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... RESUME KASUS DAN PEMBAHASAN ..................................
43 44 44 44 45 46
BAB V
A. Resume Kasus .......................................................................... 1. Pengkajian .......................................................................... 2. Analisa Data ....................................................................... 3. Diagnosa Keperawatan....................................................... 4. Intervensi Keperawatan ...................................................... 5. Implementasi Keperawatan ................................................ 6. Evaluasi Keperawatan ........................................................ B. Pembahasan ............................................................................. 1. Pengkajian .......................................................................... 2. Diagnosa Keperawatan....................................................... 3. Intervensi Keperawatan ...................................................... 4. Implementasi Keperawatan ................................................ 5. Evaluasi Keperawatan ........................................................ KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................
46 46 53 54 55 56 62 64 64 70 75 79 81 84
A. Kesimpulan.............................................................................. B. Saran ........................................................................................ DAFTAR PUSTAKA
84 85
LAMPIRAN
xii
23 26 28 31 37 38 42 43
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal Studi Kasus. Lampiran 2.
Permohonan Menjadi Responden.
Lampiran 3.
Lembar Persetujuan Responden.
Lampiran 4.
Instrumen Studi Kasus.
Lampiran 5.
Surat Ijin Studi Kasus.
Lampiran 6.
Surat Penyelesaian Studi Kasus.
Lampiran 7.
Asuhan Keperawatan Studi Kasus.
Lampiran 8.
Lembar konsultasi.
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penyakit tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. WHO memperkirakan sepertiga populasi dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis paru. Setiap tahun didapatkan delapan sampai sepuluh juta kasus baru, 80% mengenai usia produktif. Penyakit ini membunuh 8.000 orang setiap hari atau dua sampai tiga juta orang setiap tahun. Bila tidak dikendalikan, dalam 20 tahun mendatang tuberkulosis paru akan membunuh 35 juta orang. Melihat kondisi tersebut, World Health Organization (WHO) menyatakan tuberkulosis paru sebagai kedaruratan global sejak tahun 1993 (WHO, 2006 dikutip Andita, 2010). Di Indonesia, penyakit ini merupakan penyakit rakyat nomor satu dan sebagai penyebab kematian nomor tiga. Propinsi Jawa Tengah merupakan propinsi nomor tiga terbesar di Indonesia, dengan jumlah penduduk 31.691.866 jiwa, diperkirakan terdapat 36.446 penderita tuberkulosis paru menular pada tahun 2003 (Alsagaff dan Mukti, 2006). Berdasarkan data pada bulan Januari 2013 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta jumlah kasus tuberkulosis paru tercatat 105 penderita. Angka ini mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2008 jumlah 92 penderita.
1
2
Penyakit
tuberkulosis
paru
yang
disebabkan
oleh
bakteri
Mycobacterium tuberculosis ini menyerang paru-paru sehingga pada bagian dalam alveolus terdapat bintil-bintil atau peradangan pada dinding alveolus. Penyakit ini menyebabkan proses difusi oksigen yang terganggu karena adanya bintik-bintik atau peradangan pada dinding alveolus. Jika bagian paruparu yang diserang meluas, sel-sel pada paru-paru akan mati dan paru-paru akan mengecil. Akibatnya nafas penderita akan terengah-engah (Alsagaff dan Mukti, 2006). Gambaran mekanisme gangguan oksigen pada penyakit tuberkulosis paru itu disebabkan karena bakteri penyebab tuberkulosis Mycobacterium tuberculosis
masuk
dalam
saluran
pernafasan.
Kebanyakan
infeksi
tuberkulosis paru terjadi melalui udara yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Setelah mycobacterium tuberkulosis berada dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atas paru atau bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini menimbulkan reaksi peradangan pada saluran pernafasan dan menyebabkan gangguan pernafasan pada kasus tuberkulosis paru. Mekanisme gangguan yang paling utama dirasakan oleh penderita kasus tuberkulosis paru adalah pada gangguan oksigenasinya (Prince & Standridge, 2006 dikutip Tri, 2012). Oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling vital. Oksigen dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga kelangsungan metabolisme sel sehingga dapat mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai sel, jaringan
3
atau organ. Kekurangan oksigen dapat menimbulkan dampak yang bermakna bagi tubuh, salah satunya adalah kematian (Lyndon, 2013). Mengingat angka kesakitan dan kematian pada penderita tuberculosis paru yang sangat tinggi dan dampak komplikasi yang terjadi serta pentingnya peran perawat, maka penulis tertarik untuk melakukan Kajian Asuhan Keperawatan pada Tn. P dengan Gangguan Oksigenasi Tuberkulosis Paru di ruang Isolasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.
B. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada Tn. P dengan gangguan oksigenasi tuberkulosis paru. 2. Tujuan Khusus a. Untuk menganalisa data pengkajian pada Tn. P dengan gangguan oksigenasi tuberkulosis paru. b. Untuk menganalisa diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada Tn. P dengan gangguan oksigenasi tuberkulosis paru. c. Untuk menganalisa rencana asuhan keperawatan yang dirumuskan pada Tn. P dengan gangguan oksigenasi tuberkulosis paru. d. Untuk menganalisa tindakan asuhan keperawatan yang dilaksanakan pada Tn. P dengan gangguan oksigenasi tuberkulosis paru.. e. Untuk menganalisa evaluasi asuhan keperawatan yang dilakukan pada Tn. P dengan gangguan oksigenasi tuberculosis paru.
4
C. Manfaat Adapun manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Memberikan informasi guna menambah pengetahuan tentang tuberkulosis dengan gangguan oksigenasi pada pasien tuberkulosis paru khususnya bidang keperawatan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Penulis Sebagai
pengalaman
yang
nyata
tentang
kajian
asuhan
keperawatan dengan gangguan oksigenasi pada pasien tuberculosis paru. b. Bagi ilmu pengetahuan Dapat menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan dengan gangguan oksigenasi pada pasien tuberculosis paru. c. Bagi Institusi Pendidikan Kesehatan Sebagai referensi dan tambahan informasi dalam peningkatan dan mutu pendidikan di masa yang akan datang. d. Bagi Rumah Sakit Sebagai tambahan informasi dalam saran dan evaluasi untuk peningkatan mutu pelayanan yang lebih kepada pasien rumah sakit yang akan datang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori Tuberkulosis Paru 1. Pengertian Tuberkulosis paru (TBC) adalah penyakit menular granulomatosa kronik yang telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu dan paling sering disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman tuberkulosis menyerang paru, 85% dari seluruh kasus tuberkulosis adalah tuberkulosis paru, sisanya (15%) menyerang organ tubuh lain mulai dari kulit, tulang, organ-organ dalam seperti ginjal, usus, otak dan lainnya (Ichsan, 2008). Tuberkulosis paru (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman menyang paru, tetapi dapat juga menyerang organ lainnya. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman tuberkulosis ini cepat mati dengan sinar langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant (tertidur lama) selama beberapa tahun (Depkes RI, 2005 dikutip Mutia, 2013). Sumber penularan penyakit tuberkulosis paru adalah penderita tuberkulosis BTA (+), yang dapat menular kepada orang sekelilingnya,
5
6
terutama yang mempunyai kontak erat. Pada waktu bantuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam pernafasan. Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem limfe, saluran nafas, atau penyebaran lansung ke bagianbagian tubuh lainnya (Depkes RI, 2005 dikutip Mutia, 2013). 2. Klasifikasi Tuberkulosis Klasifikasi di Indonesia dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan makro biologis : a. Tuberkulosis paru. b. Bekas tuberkulosis paru. c. Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam : 1) Tuberkulosis tersangka yang terobati : sputum BTA (-), tetapi tanda-tanda lain (+). 2) Tuberkulosis tersangka yang tidak diobati: sputum BTA (-) dan tanda-tanda lain juga meragukan. Klasifikasi menurut WHO (1991) tuberkulosis dibagi dalam 4 kategori yaitu: a. Kategori 1 ditujukan terhadap : 1) Kasus batu dengan sputum (+).
7
2) Kasus baru dengan bentuk tuberkulosis berat. b. Kategori 2 ditujukan terhadap : 1) Kasus kambuh. 2) Kasus gagal dengan sputum BTA (+). c. Kategori 3 ditujukan terhadap : 1) Kasus BTA (-) dengan kelainan paru yang luas. 2) Kasus tuberkulosis ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori 1. d. Kategori 4 ditujukan terhadap: tuberkulosis kronik (Sudoyo Aru,dkk, 2009). 3. Etiologi Kuman penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikrobakteria penyebab tuberkulosis, yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosa, dan bila diminum dapat menyebabkan tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita tuberkulosis terbuka. Orang yang rentan dapat terinfeksi tuberkulosis bila menghirup bercak ini. Perjalanan tuberkulosis setelah infeksi melalui udara (Jong, 2005).
8
4. Patogenesis Menurut Jong (2005) fase-fase tuberkulosis dibagi menjadi 4 fase, yaitu : a. Fase Pertama Pertama adalah fase tuberkulosis primer. Setelah masuk ke paru, basil berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi pertahanan tubuh. Fase ini disebut afek primer. Basil kemudian masuk ke kelenjar limfe di hilus paru dan menyebabkan limfadenitis regionalis. Reaksi yang khas adalah terjadinya granuloma sel epiteloid dan nekrosis pengejuan di lesi primer dan di kelenjar limfe hilus. Afek primer ini limfadenitis regional ini disebut kompleks primer yang bisa mengalami resolusi dan sembuh tanpa meninggalkan cacat atau membentuk fibrosis. b. Fase Kedua Dalam fase ini mengalami komplikasi berupa penyebaran miliermilier melalui pembuluh darah dan penyebaran melalui bronkus. Penyebaran milier menyebabkan tuberkulosis di seluruh paru-paru, tulang, dan meningen. Infeksi ini dapat berkembang terus, dapat juga mengalami resolusi dengan pembentukan jaringan parut. c. Fase Ketiga Fase ketiga ini disebut fase laten. Dimana fase dengan kuman yang tidur. Basil yang tidur ini bisa terdapat di tulang panjang, vertebra, tuba fallopii, otak, kelenjar limfa hilus dan leher serta ginjal.
9
Kuman ini tetap bisa tidur selama bertahun-tahun, bahkan seumur hidup (infeksi laten). d. Fase Keempat Dapat terjadi di paru atau di luar paru. Dalam perjalanan selanjutnya, proses ini dapat sembuh tanpa cacat, sembuh dengan meninggalkan fibrosis. 5. Manifestasi Klinis Menurut
Alsagaff
dan
Mukty
(2006)
tanda
dan
gejala
tuberkulosisdibagi atas 2 (dua) golongan yaitu gejala sistemik dan gejala respiratorik. a. Gejala Sistemik adalah: 1) Panas Badan Panas badan merupakan gejala pertama dari tuberkulosis paru, sering kali panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas badan meningkat atau menjadi lebih tinggi bila proses
berkembang
menjadi
progresif
sehingga
penderita
merasakan badannya hangat atau muka terasa panas. 2) Menggigil Menggigil dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi tidak diikuti pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau dapat terjadi sebagai suatu reaksi umum yang lebih hebat.
10
3) Keringat Malam Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini. Nausea, takikardi dan sakit kepala timbul bila ada panas. 4) Malaise Karena tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit kepala, mudah lelah dan pada wanita kadang-kadang dapat terjadi gangguan menstruasi. b. Gejala Respiratorik 1) Batuk Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronchus. Batuk mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronchus, selanjutnya akibat adanya peradangan pada bronchus, batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif ini berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid atau purulen. 2) Sekret Suatu bahan yang keluar dari paru sifatnya mukoid dan keluar
dalam
jumlah
sedikit,
kemudian
berubah
menjadi
mukopurulen/kuning atau kuning hujau sampai purulen dan
11
kemudian berubah menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan dan perlunakan 3) Batuk Suatu kondisi yang terjadi karena adanya iritasi pada bronchus dan berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan. 4) Nyeri Dada Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat di pleura terkena, gejala ini dapat bersifat lokal atau pleuritik. 5) Ronchi suatu bunyi tambahan yang terdengar gaduh terutama terdengar selama ekspirasi disertai adanya sekret. 6. Komplikasi Menurut Suriadi (2006) komplikasi yang mungkin timbul pada penderita tuberkulosis dapat berupa: a. Meningitis. b. Spondilitis. c. Pleuritis. d. Bronkopneumoni. e. Atelektasi. 7. Pemeriksaan Penunjang Menurut Alsagaff dan Mukty (2006) pemeriksaan penunjang pada pemeriksaan tuberkulosis sebagai berikut :
12
a. Pemeriksaan Laboratorium 1) Pemeriksaan dahak Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan
pengobatan
dan
menentukan
potensi
penularan. Pemeriksaan dahak dilakukan tiga kali yaitu : dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu berkunjung hari kedua. Diagnosis tuberkulosis paru pada remaja dan dewasa ditegakkan denganditemukannya kuman tuberkulosis (BTA). Pada program
tuberkulosis
nasional,
penemuan
BTA
melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. 2) Pemeriksaan Darah Laju endap darah sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak dapat mengesampingkan proses tuberkulosis aktif. Jumlah lekosit dapat normal atau sedikit meningkat pada proses yang aktif. Dan pada penyakit tuberkulosis berat sering disertai dengan anemia derajat sedang, bersifat normositik dan sering disebabkan defisiensi besi. 3) Uji Tuberkulin Uji tuberkulin merupakan pemeriksaan guna menunjukkan reaksi imunitas seluler yang timbul setelah 4-6 minggu penderita mengalami infeksi pertama dengan basil tuberkulosis. Banyak cara yang dipakai, tapi yang paling sering adalah cara dari Mantoux. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada 1/2 bagian atas
13
lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intracutan (di dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi. a) Pembengkakan (indurasi): diameter
> 5 mm, uji mantoux
negatif. b) Pembengkakan (indurasi): diameter 5-10 mm, uji mantoux meragukan. c) Pembengkakan (indurasi): diameter > 10 mm, uji mantoux positif. b. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut: 1) Hanya 1 dan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis tuberkulosis paru BTA positif. 2) Ketiga spasimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT (non fluoroquinolon). 3) Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotoraks,
14
pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemaptisis berat. 8. Penatalaksanaan a. Pencegahan 1) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita tuberkulosis paru BTA (+). 2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompokkelompok populasi tertentu misalnya: karyawan rumah sakit, siswa-siswi pesantren. 3) Vaksinasi BCG. 4) Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit. 5) Komunikasi, informasi dan edukasi tentang penyakit tuberkulosis kepada masyarakat (Muttaqin, 2008). b. Pengobatan Tujuan pengobatan penderita tuberkulosis adalah menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, menurunkan tingkat penularan. Adapun prinsip pengobatan dengan strategi DOTS adalah pengobatan yang diberikan dengan kombinasi dari beberapa jenis obat dalam jumlah cukup dan dosis yang tepat selama enam sampai dengan delapan bulan. Untuk menjamin kepatuhan penderita
15
menelan obat, perlu mendapat pengawasan secara langsung oleh seorang pengawas menelan obat/ PMO (Yohannes, 2008). Pengobatan penderita tuberkulosis terdiri atas dua tahap/ fase. Pertama adalah tahap intensif (tahap awal) terdiri dari: Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), dan Etambutol (E) dan mendapat pengawasan langsung oleh PMO untuk mencegah terjadinya kekebalan tubuh terhadap semua Obat Anti Tuberkulosis (OAT), terutama pengobatan Rifampisin. Kemudian dilanjutkan dengan fase kedua yaitu fase/ tahap lanjutan obat yang diberikan terdiri dari: Isoniasid, Rifampisin, yang diberikan tiga kali dalam satu minggu selama empat bulan. Tahap lanjutan pentung untuk membunuh kuman sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Yohannes, 2008). Dalam pembarian obat ada beberapa macam cara pengobatan : 1) Pengobatan untuk penderita aktif selama 6 bulan, dilakukan dua tahap yaitu: a) Tahap awal
: obat diminum tiap hari,lama pengobatan 2 atau 3 bulan tergantung berat ringannya penyakit.
b) Obat lanjutan : diminum 3 kali seminggu lama pengobatan 4 atau 5 bulan tergantung berat ringannya penyakit. 2) Pengobatan untuk penderita kambuhan atau gagal pada pengobatan pertama yang dilakukan selama 8 bulan, yaitu:
16
a) Obat diminum setiap hari selama 3 bulan b) Suntikan Streptomicyn setiap hari selama 2 bulan c) Obat diminum 3 kali seminggu selama 5 bulan(Depkes RI, 2005).
B. Teori Oksigenasi 1. Anatomi dan Fisiologi Menurut Smaltzer dan Bare (2005) anatomi dan fisiologi sistem oksigenasi adalah sebagai berikut : Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Paru-paru ada dua, merupakan alat pernafasan utama, paru-paru mengisi rongga dada, terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak di dalam mediastinum. Mediastum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian. Mediastium terbentuk dari dua lapisan peura. Semua struktur toraks kecuali paru-paru terletak diantara kedua lapisan pleura. Bagian terluar paru-paru dilindungi oleh membran halus dan licin yang disebut pleura yang juga membungkus dinding interior toraks dan permukaan superior diafragma, sedangkan pleura viseralis melapisi paru-paru. Antara kedua pleura ini terdapat ruang yang disebut spasium pleura yang
17
mengandung sejumlah kecil cairan yang menlicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi. Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri dibagi menjadi lobus atas dan bawah. Sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan bawah. Setiap lobus dibagi lagi menjadi segmen yang dipisahkan oleh fisurel yang merupakan perluasan pleura. Dalam setiap lobus paru terdapat beberapa divisi-divisi bronkus. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (sepuluh pada paru kanan dan delapan pada paru kiri). Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus sub segmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfotik dan saraf. Bronkus sub segmental membantu percabangan menjadi bronkiolus. Bronkiolus membantu kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk laposan bagian dalam jalan nafas. Brokus dan bronkiolus juga dilapisi sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh silih dan berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing
menjauhi
paru-paru
menuju
laring.
Bronkiolus
kemudian
membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveoli dan duktus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi didalam alveoli.
18
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis selsel alveolar, yaitu tipe I adalah sel membentuk dinding alveolar. Sel-sel alveolar tipe II adalah sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekresi sufraktan, suatu fostolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah mikrofag yang merupakan sel-sel fagosit besar yang memakan benda asing, seperti lendir dan bakteri, bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting. 2. Pengertian Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen (O2) ke dalam sistem (kimia atau fisika). Penambahan oksigen ke dalam tubuh dapat dilakukan secara alami dengan cara bernapas. Pernapasan atau respirasi merupakan proses pertukaran gas antara individu dan lingkungannya. Pada saat bernapas, tubuh menghirup udara untuk mendapatkan oksigen dari lingkungan dan mengembuskan udara untuk mengeluarkan karbon dioksida ke lingkungan (Lyndon, 2013). Oksigen yang dihirup akan diangkut melalui pembuluh darah ke selsel tubuh. Di dalam sel-sel tubuh oksigen akan dibakar untuk mendapatkan energi. Salah satu hasil pembakaran tersebut adalah karbon dioksida. Karbon dioksida akan diangkut melalui pembuluh darah ke paru-paru untuk kemudian dikeluarkan dari tubuh (Lyndon, 2013). 3. Fisiologi Kardiovaskuler Menurut Saryono dan Anggriyana (2010) fisiologi kardiovaskuler adalah sebagai berikut :
19
Darah kotor (membawa CO2) akan menuju ke atrium dextra melalui veca cava superior dan inverior. Katup bicuspidalis akan membuka, begitu darah dari atrium dextra menuju ventrikel dextra. Darah kemudian memulai sirkulasi pulmonar melalui katup pulmonal. Setelah dari pulmo, darah bersih (berisi O2) menuju atrium sinistra, melalui katup mitral, darah dialirkan ke ventrikel sinistra yang akan dibawa ke sirkulasi sistemik melewati katup atrialis dan darah diedarkan ke seluruh tubuh dan ke sel-sel. Darah yang mengalami sirkulasi sistemik akan dialirkan ke otak (20%) dan pencernaan (14%). Atrium koroner menyuplai nutrien bagi jantung itu sendiri. Arteri koroner kanan mensuplai aspek posterior septum, otot papilar posterior, sinus dan nodus AV dan aspek inferior ventrikel kiri. Arteri koroner kiri mensuplai dinding ventrikuler kiri anterior, septum interventrikuler anterior, otot pepilar anterior dan aspek ventrikuler kiri. Sirkumfleks mensuplai atrium kiri, permukaan posterior ventrikel kiri dan aspek posterior septum. Kekuatan kontraksi jantung dipengaruhi oleh myokard dan daya regang jantung. Jumlah darah yang dipompa dari ventrikel kiri ditiap menit disebut curah jantung. Normalnya adalah 4-6 liter permenit pada orang dewasa. Indeks jantung adalah keadekuatan curah jantung seseorang. Nilai normalnya 2,5 – 4 liter/menit/m3. Volume sekuncup merupakan jumlah darah yang dikeluarkan dari ventrikel kiri pada setiap kontraksi, dipengaruhi oleh preload dan afterload. Preload yaitu jumlah darah
20
diventrikel kiri pada akhir diastole. Tahanan semprotan terhadap ventrikel kiri disebut afterload. 4. Fisiologi pernafasan Menurut Saryono dan Anggriyana (2010) fisiologi pernafasan adalah sebagai berikut : Proses pernafasan dibagi menjadi dua tahap, yaitu pernafasan eksternal
dan
pernafasan
internal.
Pernafasan
eksternal
adalah
keseluruhan proses pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan pembuluh kapiler paru (kapiler pulmonalis). Pernafasan internal adalah proses pertukaran gas antara pembuluh darah kapiler dan jaringan tubuh. a. Pernafasan Eksternal Pernafasan eksternal dapat dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu: ventilasi pulmoner, difusi gas dan transpor oksigen serta karbon dioksida. 1) Ventilasi Pulmoner Ventilasi merupakan proses pertukaran gas dari atmosfer ke alveoli dan sebaliknya. Gas yang dihirup dari atmosfer ke alveoli adalah oksigen, sedangkan gas yang dikeluarkan dari alveoli ke atmosfer adalah karbon dioksida. Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: a) Perbedaan tekanan udara antara atmosfer dan paru-paru. b) Jalan nafas yang bersih serta sistem pernafasan yang utuh.
21
c) Kemampuan
rongga
toraks
untuk
mengembang
dan
berkontraksi dengan baik. d) Kerja sistem saraf autonom, yaitu rangsangan simpatetik dapat menyebabkan relaksasi sehingga vasodilatasi dapat terjadi, sedangkan rangsangan parasimpatetik dapat menyebabkan kontraksi sehingga vasokonstriksi dapat terjadi. e) Kerja sistem saraf pusat karena pada sistem saraf pusat terdapat bagian yang berperan sebagai pusat pernafasan, yaitu medula oblongata dan pons. Keberadaan karbon dioksida akan merangsang kedua pusat saraf tersebut. f) Kemampuan paru-paru untuk mengembang dan menyempit. Kemampuan
paru-paru
complience.
Complience
untuk
mengembang
dipengaruhi
oleh
disebut
keberadaan
surfaktan di alveoli yang menurunkan tegangan permukaan dan keberadaan sisa udara sehingga tidak terjadi kolaps dan gangguan toraks. Kemampuan paru-paru untuk menyempit sehingga dapat mengeluarkan CO2 disebut recoil. 2) Difusi Gas Alveoli Pada saat oksigen memasukkan alveoli, terjadi difusi oksigen dari alveoli ke pembuluh darah kapiler paru. Selain itu, juga terjadi difusi karbon dioksida dari pembuluh darah kapiler paru ke alveoli. Proses difusi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain luas permukaan paru, ketebalan membran respirasi, perbedaan
22
tekanan karbon dioksida di dalam alveoli dan di kapiler paru, perbedaan tekanan dan konsentrasi oksigen di dalam alveoli dan di kapiler paru, serta afinitas gas (kemampuan O2 dan CO2 dalam menembus dan mengikat hemoglobin). 3) Transpor Oksigen dan Karbondioksida Transpor gas di dalam tubuh dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu transpor oksigen dan transpor karbon dioksida. a) Transpor Oksigen Transpor oksigen merupakan proses pengangkutan oksigen dari pembuluh kapiler ke jaringan tubuh. Oksigen yang masuk ke dalam pembuluh kapiler sebagian besar akan berikatan
dengan
hemoglobin
(97%)
dalam
bentuk
oksihemoglobin (HbO2) dan sisanya (3%) terlarut di dalam plasma. Transpor oksigen dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang masuk ke dalam paru (ventilasi) serta aliran darah ke paru dan jaringan (perfusi). b) Transpor Karbon dioksida Transpor
karbon
dioksida
merupakan
proses
pengangkutan karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru. Secara umum pengangkutan CO2 dapat terjadi melalui tiga cara, yaitu: (1) CO2 larut dalam plasma dan membentuk asam karbonat. (2) CO2 diangkut dalam bentuk karbominohemoglobin. CO2 berdifusi ke dalam sel darah merah dan berikatan dengan
23
amin (-NH2) yang merupakan protein dari hemoglobin. Persentase pengangkutan dengan cara ini adalah sebesar 30%. (3) CO2 diangkut melalui sel darah merah dalam bentuk ion bikarbonat (HCO3-). Proses ini berantai dan disebut pertukaran
klorida.
CO2
bersenyawa
dengan
air
membentuk asam karbonat. b. Pernafasan Internal Pernafasan internal merupakan proses pertukaran gas antara pembuluh darah kapiler dan jaringan tubuh. Setelah oksigen berdifusi ke dalam pembuluh darah, darah yang banyak mengandung oksigen diangkut ke seluruh bagian tubuh hingga mencapai kapiler sistemik. Di bagian ini terjadi pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara kapiler sistemik dan sel jaringan. Oksigen berdifusi dari kapiler sistemik ke sel jaringan, sedangkan karbon dioksida berdifusi dari sel jaringan ke kapiler sistemik. 5. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Kebutuhan Oksigenasi Menurut Lyndon (2013) sistem tubuh yang berperan dalam oksigenasi adalah sistem pernafasan atau sistem respirasi. Sistem pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu sistem pernafasan atas dan sistem pernafasan bawah.
24
a. Sistem Pernafasan Atas 1) Hidung Hidung dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu nares interior dan rongga hidung. Nares interior adalah saluran-saluran di dalam hidung yang bermuara di rongga (vestibulum) hidung. Pada nares interna terdapat kelenjar sebaseus yang ditutupi oleh bulu kasar. Rongga hidung dilapisi oleh membran mukosa. Permukaan membran mukosa akan menghasilkan lendir yang akan berfungsi melembabkan dan menghangatkan udara yang masuk ke paru-paru. Pada permukaan mukosa terdapat rambutrambut yang berfungsi menyaring debu atau kotoran yang masuk ke rongga hidung. 2) Faring Faring merupakan rongga persimpangan antara saluran pencernaan dan saluran pernafasan. Dipangkal saluran pernafasan terdapat epiglotis yang menjaga agar makanan tidak masuk ke saluran pernafasaan. Saat menelan makanan, epiglotis akan menutup pangkal saluran pernafasan sehingga makanan masuk ke saluran pencernaan. Saat bernafas, epiglotis akan membuka saluran pernafasan sehingga udara dapat masuk ke saluran tersebut.
25
3) Laring Laring merupakan saluran yang terletak di depan bagian terendah faring. Saluran ini terdiri atas rangkaian kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan membran. Di dalam laring terdapat pita suara yang berfungsi menghasilkan bunyi atau suara. Selain itu, laring juga berfungsi mempertahankan kepatenan jalan nafas dan melindungi jalan nafas bawah dari air dan makanan yang masuk. b. Sistem Pernafasan Bawah 1) Trakea Trakea merupakan saluran udara dengan panjang sekitar sembilan centimeter dan disokong oleh cincin-cincin kartilago. Trakea dimulai dari laring dan memanjang hingga kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima. Trakea dilapisi oleh membran mukosa yang mengandung epitel bersilis, Silia ini dapat bergerak untuk mengiringi keluar debu dan butir-butir kotoran yang masuk bersama udara. 2) Bronkus dan Paru-paru (Pulmo) Ujung bawah trakea bercabang dua, ke kanan dan ke kiri. Setiap percabangannya disebut bronkus, sedangkan tempat percabangannya disebut bifurkasi. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada bronkus kiri. Di dalam paru-paru, bronkus utama bercang-cabang lagi menjadi bronkus yang lebih kecil dan
26
berakhir di bronkiolus terminal. Bronkiolus berujung pada gelembung-gelembung halus yang dinamakan alveoli. Paru-paru terdiri atas dua bagian, yaitu paru kanan dan paru kiri. Paru kana terdiri atas tiga lobus (atas, tengah dan bawah), sedangkan paru kiri terdiri atas dua lobus (atas dan bawah). Paruparu dibungkus oleh selaput yang disebut pleura. Di antara kedua pleura terdapat cairan limfa yang melindungi paru-paru dari gesekan
ketika
mengembang
dan
mengempis.
Selaput
pembungkus disebut pleura viseralis atau pleura paru-paru, sedangkan selaput sebelah luar disebut pleura parietalis atau pleura dinding rongga dada. 6. Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Pernafasan Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi pernafasan menurut Lyndon (2013) adalah sebagai berikut : a. Kerja Saraf Autonom Rangsangan saraf autonom dapat mempengaruhi kemampuan saluran pernafasan untuk dilatasi atau kontriksi. Ketika terjadi rangsangan oleh saraf simpatetik, ujung saraf dapat mengeluarkan neurotransmiter (contohnya noradrenalin) yang berpengaruh terhadap bronkodilatasi (pelebaran saluran pernafasan). Pada saat terjadi rangsangan oleh saraf parasimpatetik, contoh neurotransmiter yang dikeluarkan oleh ujung saraf adalah asetilkolin yang berpengaruh terhadap bronkokonstriksi (penyempitan saluran pernafasan).
27
b. Kondisi Kesehatan Kondisi sakit tertentu dapat menghambat proses oksigenasi dalam tubuh. Contohnya adalah penyakit yang menyerang saluran pernafasan dan kardiovaskuler serta penyakit kronis. Reaksi energi terhadap sesuatu dapat menyebabkan gangguan pada saluran nafas, misalnya bersin, batuk dan sesak nafas. c. Perkembangan Tingkat perkembangan seseorang dapat mempengaruhi jumlah oksigen yang masuk ke dalam tubuh. Bayi prematur beresiko menderita penyakit membran hialin karena produksi surfaktan yang masih sedikit. Setelah anak tersebut sedikit dewasa, paru-parunya sudah dapat menghasilkan surfaktan sehingga resiko tersebut menjadi jauh berkurang. d. Perilaku dan Gaya Hidup Berupa asupan nutrisi yang cukup, latihan fisik dan merokok. Merokok dan pekerjaan tertentu pada tempat yang berdebu dapat menjadi predisposisi penyakit paru. Pemakaian narkotika seperti morfin dan dapat menurukan laju dan kedalaman pernafasan ketika depresi pusat pernafasan di medula. e. Lingkungan Tempat dengan asap kabut dan adanya polutan (dari kendaraan bermotor, menghirup bedak). Makin tinggi daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup individu. Sebagai
28
akibatnya individu pada daerah ketinggian memiliki laju pernafasan dan jantung yang meningkat, juga kedalaman pernafasan yang meningkat. 7. Gangguan Pada Fungsi Pernafasan Menurut Lyndon (2013) gangguan pada fungsi pernafasan adalah sebagai berikut : a. Hipoksia Hipoksia adalah kondisi ketika kebutuhan oksigen di dalam tubuh tidak terpenuhi karena kadar oksigen di lingkungan tidak mencukupi atau penggunaan oksigen di tingkat sel meningkat. Hipoksia dapat disebabkan antara lain oleh ketidakmampuan sel mengikat O2 serta penurunan kadar Hb, kapasitas angkut oksigen dalam darah, konsentrasi O2 respirasi, difusi O2 dari alveoli ke dalam darah, dan perfusi jaringan. Gejala hipoksia antara lain terdapat warna kebiruan pada kulit (sianosis), kelelahan, kecemasan, pusing, kelemahan, penurunan tingkat kesadaran dan konsentrasi, peningkatan tanda-tanda vital, serta dispenia (kesukaran bernafas). b. Obstruksi Jalan Nafas Obstruksi jalan nafas merupakan kondisi ketika pernafasan berjalan tidak normal karena penyumbatan saluran pernafasan. Obstruksi ini dapat terjadi total atau sebagian serta dapat terjadi di seluruh tempat di sepanjang saluran pernafasan atau hanya di saluran nafas atas atau bawah.
29
Obstruksi pada saluran nafas atas (hidung, faring,dan laring) dapat disebabkan oleh makanan atau akumulasi sekret. Obstruksi saluran nafas bawah meliputi obstruksi total atau sebagian pada saluran nafas bronkus dan paru. Tanda-tanda obstruksi jalan nafas antara lain batuk efektif; tidak dapat mengeluarkan sekresi di jalan nafas; jumlah, irama, dan kedalaman pernafasan tidak normal; serta suara nafas menunjukkan adanya sumbatan. c. Perubahan Pola Nafas 1) Takipnea : frekuensi pernafasan yang cepat (lebih dari 24 kali per menit). Takipnea terjadi karena paru dalam keadaan atelektasi atau terjadi emboli. Kondisi ini biasanya dapat terlihat pada kondisi demam, asidosis metabolik, nyeri, dan pada kasusu hiperkapnian atau hipoksemia. 2) Bradipnea : frekuensi pernafasan yang lambat (kurang dari 10 kali per menit). Bradipnea dapat terlihat pada orang yang baru menggunakan obat-obatan seperti narkotika atau sedatif, pada kasus alkalosis metabolik, atau peningkatan TIK. 3) Hiperventilasi : peningkatan jumlah udara yang masuk ke dalam paru-paru karena kecepatan ventilasi melebihi kebutuhan metabolik untuk pembuangan karbon dioksida. Kondisi ini ditandai antara lain dengan peningkatan denyut nadi, nafas pendek, dada nyeri, dan penurunan konsentrasi CO2. Jika kondisi
30
ini berlanjut terus, dapat terjadi alkolasi akibat pengeluaran CO2 yang berlebihan. Hiperventilasi umumnya disebabkan oleh infeksi,
gangguan
psikologis
(misalnya
kecemasan), dan
gangguan keseimbangan asam basa (misalnya asidosis). 4) Hipoventilasi : penurunan jumlah udara yang masuk ke dalam paru-paru karena ventilasi alveolar tidak adekuat untuk mencukupi kebutuhan metabolik penyaluran O2 dan pembuangan CO2. Hipoventilasi ditandai dengan nyeri kepala, penurunan kesadaran,
disorientasi,
dan
ketidakseimbangan
elektrolit.
Kondisi ini umumnya disebabkan oleh penyakit otot pernafasan, obat-obatan, dan anastesia. 5) Dispnea : ketidakmampuan atau ketidaknyamanan saat bernafas. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan kadar gas dalam darah atau jaringan, bekerja kelebihan, dan pengaruh psikologis. 6) Ortopnea : merupakan ketidakmampuan untuk bernafas, kecuali dalam posisi duduk atau berdiri. Kondisi ini sering ditemukan pada penderita kongensif paru. 7) Stridor : merupakan pernafasan bising yang terjadi akibat penyempitan saluran pernafasan. Kondisi ini dapat ditemukan pada kasus spasme atau obstruksi laring.
31
8. Fokus Pengkajian Tahap pengkajian dari proses keperawatan merupakan proses dinamis yang terorganisir yang meliputi tiga aktivitas besar yaitu mengumpulkan data secara sistematis, mengatur data yang dikumpulkan secara mendokumentasikan data dalam format yang dapat dibuka kembali (Notoadmojo, 2011). a. Riwayat Keperawatan Riwayat keperawatan pada status oksigenasi meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Masalah pada pernafasan (dulu dan sekarang), meliputi ada atau tidak gangguan pernafasan seperti epistaksis, obstruksi nasal, dan keadaan lain yang menyebabkan gangguan pernafasan. 2) Adanya batuk, sputum, dan nyeri: perhatikan jenis batuknya dan keadaan pada saat pasien batuk (misalnya sedang makan atau hanya pada malam hari). Apabila terbentuk sputum, perhatikan warna dan kejernihannya. Perhatikan apakan pasien mengalami nyeri pada dada. Apabila dada terasa nyeri, perhatikan bagian yang merasa nyeri, luas dan intensitasnya, faktor yang menyebabkan rasa nyeri tersebut, perubahan nyeri dada jika pasien berubah posisi, serta ada tidaknya hubungan antara waktu inspirasi dan ekspirasi dengan rasa sakit. 3) Adanya infeksi kronis dari hidung, sakit pada sinus, otitis media, nyeri di tenggorokan, kenaikan suhu tubuh hingga sekitar 38,5oC,
32
sakit kepala, lemas, sakit perut hingga muntah-muntah (pada anakanak), faring berwarna merah, dan terdapat edema. 4) Faktor resiko yang memperberat masalah oksigenasi, misalnya riwayat hipertensi, penyakit jantung, atau penyakit CVA (cerebro vascular accident), kebiasaan merokok, berusia lanjut, obesitas, diet tinggi lemak, dan kolesterol tinggi. 5) Riwayat penggunaan medikasi. 6) Stresor yang dialami. b. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dilakukan untuk melengkapi data yang sudah ada (Arikunto, 2010). 1) Inspeksi Pada saat inspeksi, bagian yang diperhatikan antara lain: a) Tingkat kesadaran pasien b) Postur tubuh c) Kondisi kulit dan membran mukosa d) Bagian dada (misalnya kontur rongga interkosta, diameter anteroposterior, struktur toraks, dan pergerakan dinding dada) e) Pola nafas, meliputi: (1) Tipe jalan nafas, meliputi nafas spontan melalui hidung/ mulut atau menggunakan selang (2) Frekuensi dan kedalaman pernafasan
33
(3) Sifat pernafasan, yaitu pernafasan torakal, abdominal, atau kombinasi keduanya. (4) Irama pernafasan, meliputi durasi inspirasi dan ekspirasi (5) Ekspansi dada secara umum (6) Adanya sianosis, deformitas, atau jaringan parut pada dada 2) Palpasi Palpasi dilakukan dengan meletakkan siku tangan pemeriksa mendatar di atas dada pasien. Pemeriksa ini berguna untuk mendeteksi nyeri tekan, peradangan setempat, metastasis tumor ganas, pleuritis, atau pembengkakan dan benjolan pada dada. Palpasi dilakukan antara lain untuk mengetahui suhu kulit, pengembangan dada, abnormalitas massa dan kelenjar, sirkulasi perifer, denyut nadi, dan pengisian kapiler. 3) Perkusi Perkusi bertujuan untuk menentukan ukuran dan bentuk organ dalam serta untuk mengkaji keberadaan abnormalitas, cairan, atau udara di dalam paru-paru. Hal-hal tersebut dapat dinilai dari normal tidaknya suara perkusi paru. Suara perkusi paru normal adalah suara perkusi sonor dengan bunyi seperti “dugdug”. Perkusi dilakukan dengan menekan jari tengah (tangan non dominan) pemeriksa mendatar di atas dada pasien. Lalu, jari tersebut diketuk-ketukkan dengan menggunakan ujung jari tengah
34
atau
jari
telunjuk
tangan
sebelahnya.
Normalnya,
dada
menghasilkan bunyi resonasi atau gaung perkusi. 4) Auskultasi Auskultasi
adalah
proses
mendengarkan
suara
yang
dihasilkan di dalam tubuh. Proses ini dapat dilakukan langsung atau dengan stetoskop. Bagian yamg diperhatikan adalah nada, intensitas, durasi, dan kualitas bunyi. Auskultasi dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat suara nafas yang tidak normal. Suara nafas dasar adalah suara nafas pada orang dengan paru yang sehat. Suara nafas ini dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu bunyi nafas vesikuler, bronkial, dan bronkovesikular. Bunyi nafas vesikular bernada rendah, terdengar di sebagian besar area paru, serta suara pada saat inspirasi lebih keras atau lebih panjang pada saat ekspirasi. Bunyi nafas bronkial hanya terdengar didaerah trakea, bernada tinggi, serta keras dan panjang pada saat ekspirasi. Bunyi nafas bronkovesikular terdengar pada area utama bronkus dan area paru bagian kanan atas posterior, bernada sedang, serta bunyi pada saat ekspirasi dan inspirasi seimbang. Suara nafas tambahan terdengar, jika suatu daerah paru mengalami kolaps, terdapat cairan di suatu lapangan paru, atau terjadi obstruksi. Auskultasi juga dilakukan untuk mengevaluasi respons
klien
terhadap
intervensi
meningkatkan status pernafasan.
yang
dilakukan
untuk
35
c. Pola Fungsional 1) Aktivitas atau Istirahat Gejala : kelelahan umum dan kelemahan, mimpi buruk, nafas pendek karena kerja, kesulitan tidur pada malam hari, menggigil atau berkeringat. Tanda : takikardia, takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan sesak (tahap lanjut). 2) Integritas EGO Gejala : adanya faktor stress lama, masalah keuangan rumah, perasaan tidak berdaya/ tidak ada harapan. Populasi budaya/ etnik, misal orang Amerika asli atau imigran dari Asia Tenggara/ Benua lain. Tanda : menyangkal (khususnya selama tahap dini) ansietas ketakutan, mudah terangsang. 3) Makanan/cairan Gejala : kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna dan penurunan berat badan. Tanda : turgor kulit buruk, kering kulit bersisik, kehilangan otot/ hilang lemak subkutan. 4) Nyeri atau kenyamanan Gejala : nyeri dada meningkat karena batuk berulang. Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
36
5) Pernafasan Gejala : batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek, riwayat tuberkulosis terpajan pada individu terinfeksi. Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan (penyakit luas atau fibrosis
parenkim
paru
pleura)
pengembangan
pernafasan tidak simetris (efusi pleura) perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural atau penebalan pleural bunyi nafas menurun/ tidak ada secara bilateral atau unilateral efusi pleural pneumototaks) bunyi nafas tubuler dan bisikan pectoral di atas lesi luas, krekels tercabut di atas aspek paru selama inspirasi cepat setelah batuk pebdek (krekes posttussic) karakteristik sputum hijau, purulen, muloid kuning atau bercak darah deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik). 6) Keamanan Gejala : kondisi penurunan imunitas secara umum memudahkan infeksi sekunder. Tanda : demam ringan atau demam akut. 7) Interaksi Sosial Gejala : perasaan terisolasi/ penolakan karena penyakit menular, perubahan aktivitas sehari-hari karena perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
37
d. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada pasien tuberkulosis paru yaitu: 1) Kultur sputum : positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap akhir penyakit. 2) Ziehl-Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk basil asam cepat. 3) Tes kulit (mantoux, potongan voliner): reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. 4) Elis/ Wostern Blot : dapat menyatakan adanya HIV. 5) Foto thorak : dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpangan kalsium lesi sembuh primer atau effusi cairan. 6) Pemeriksaan fungsi paru : penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/ fibrosis,
kehilangan
jaringan
paru
dan
penyakit
pleural
(tuberkulosis kronis luas). 9. Fokus Diagnosa Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan menurut Herdman (2012) dalam Klasifikasi Diagnosa Keperawatan NANDA Internasional , yaitu : a. Ketidakefektifan
bersihan
penumpukan sekret.
jalan
nafas
berhubungan
dengan
38
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar. c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sekresi mukopurulen. 10. Fokus Intervensi dan Rasional Menurut Dochterman (2006) Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Ketidakefektifan
bersihan
jalan
nafas
berhubungan
dengan
penumpukan sekret. 1) Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali efektif. 2) KH
:
a) pasien mengatakan sesak nafas berkurang / hilang b) pasien mengatakan sekret berkurang c) respiratory rate dalam batas normal : 14 - 20 x/ menit 3) Intervensi dan Rasional a) Kaji keluhan pasien. Rasional : Untuk mengetahui keadaan yang dirasakan pasien. b) Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan. Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pernafasan pasien dan gerakan dada pasien saat bernafas. c) Berikan posisi semi fowler atau semi tinggi. Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan.
39
d) Dorong dan latih batuk efektif Rasional : Untuk membantu memudahkan pengeluaran e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian oksigen. Rasional : Untuk menurunkan beban pernafasan pasien b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar. 1) Tujuan
: Gangguan pertukaran gas dapat teratasi.
2) KH
:
d) Melaporkan tidak adanya penurunan dipsnea. e) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan jaringan O2 adekuat. f) Bebas dari gejala distress pernafasan. 3) Intervensi dan Rasional a) Kaji dipsnea, takipnea dan bunyi pernafasan abnormal. Rasional : TB paru menyebabkan efek luas pada paru kecil bronkopneumonia sampai inflamasi dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress. b) Evaluasi tingkat kesadaran, catat sianosis atau perubahan pada warna kulit termasuk membran mukosa dan kuku. Rasional : Akumulasi sekret dapat mengganggu oksigenasi di organ vital dan jaringan. c) Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
40
Rasional : Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi. d) Berikan oksigen sesuai dengan indikasi. Rasional : Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi / menurunnya permukaan alveolar paru. c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sekresi mukopurulen. a) Tujuan : Pola nafas kembali efektif. b) KH
:
a) Dispnea berkurang. b) Suara nafas vesikuler. c) Intervensi dan Rasional a) Kaji kualitas nafas suara nafas dan kedalaman pernafasan, catat setiap perubahan. Rasional : Kecepatan biasanya meningkat, dispnea terjadi peningkatan
kerja
nafas,
kedalaman
nafas
bervariasi tergantung derajat gagal nafas. b) Kaji kualitas sputum, warna, bau dan konsistensi sputum. Rasional : Adanya sputum yang tebal, kental, berdarah dan purulen dapat terjadi sebagai masalah sekunder. c) Baringkan pasien untuk mengoptimalkan pernafasan (beri posisi semifowler).
41
Rasional : Posisi duduk dapat memungkinkan ekspansi paru maksimal, upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret.
BAB III METODE STUDI KASUS
A. Desain Studi Kasus Studi ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Metode deskriptif yaitu sekumpulan obyek yang biasanya bertujuan untuk membuat atau deskriptif gambaran fenomena (termasuk kesehatan) yang terjadi di dalam suatu populasi tertentu. Studi kasus dilakukan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal. Unit tunggal dapat berarti satu orang. Unit yang menjadi kasus tersebut secara mendalam dianalisis baik dari segi yang berhubungan dengan keadaan kasus itu sendiri, faktor-faktor yang mempengaruhi, kejadiankejadian khusus yang muncul sehubungan dengan kasus, maupun tindakan dan reaksi kasus terhadap suatu perlakuan atau pemaparan tertentu (Notoatmodjo, 2010). Jenis laporan kasusmenggunakan kajian asuhan keperawatan. Untuk melakukan kajian asuhan keperawatan peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara pengkajian klien, penegakan diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,
implementasi
keperawatan
(Dermawan, 2012).
42
dan
evaluasi
keperawatan
43
B. Tempat dan Waktu Penulisan
studi
kasus
ini
mengambil
kasus
di
RS
PKU
Muhammadiyah Surakarta dan dilakukan pada bulan April - Mei 2014.
C. Subyek Studi Kasus Subyek studi kasus yang akan dikaji adalah pasien dengan gangguan oksigenasi pada tuberkulosis di RS PKU Muhammadiyah Surakarta dengan kriteria : 1. Usia 30 – 50 tahun. 2. Pasien tuberkulosis kasus baru.
D. Instrumen Instrument merupakan alat atau fasilitas yang digunakan untuk mendapatkan data. Alat-alat dan bahan merupakan penjelasan tentang alat-alat yang dibutuhkan selama pelaksanaan studi kasus (Budiarto, 2009). Alat dan instrumet yang digunakan dalam pengambilan kasus ini antara lain : 1. Format asuhan keperawatan yang terdiri dari : pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan. 2. Nursing Kit.
44
E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah menentukan metode setepat-tepatnya untuk memperoleh data, kemudian disusul dengan cara-cara menyusun alat pembantunya, yaitu instrument (Arikunto, 2010). Agar data dapat terkumpul dengan baik dan terarah, dilakukan pengumpulan data dengan metode antara lain : wawancara interview, pengamatan observasi, pemeriksaan fisik physical assessment, dan studi dokumentasi. 1. Wawancara Wawancara di lakukan untuk mendapatkan data subyektif dengan menggunakan pertanyaan terbuka atau tertutup, penulis bertanya langsung dengan klien demikian akan memudahkan penulis untuk mengetahui masalah keperawatan klien. 2. Observasi Penulis melakukan pengamatan untuk mendapatkan data obyektif dilakukan langsung terhadap klien secara nyata berdasarkan pengamatan sehingga data yang didapatkan menjadi lengkap. 3. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dilakukan untuk melengkapi data yang sudah ada. 4. Studi Dokumentasi Penulis menggunakan berbagai sumber buku sebagai referensi yang membahas tentang gangguan oksigenasi pada tuberkulosis.
BAB IV RESUME KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Resume Kasus 1. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada hari jumat, 25 april 2014 pada pukul 08.30 WIB di ruang Isolasi RS PKU Muhammadiyah Surakarta dengan metode wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium. a. Identitas Identitas pasien bernama Tn. P, umur 62 tahun, jenis kelamin laki – laki, suku/ bangsa Jawa / Indonesia, agama islam, pendidikan terakhir SD, pekerjaan swasta, alamat Banyuanyar 1/8 Banjarsari, Surakarta. Penanggungjawab pasien adalah Nn. S, umur 29 tahun, jenis kelamin perempuan, suku/ bangsa Jawa / Indonesia, agama Islam, pendidikan terakhir SMA, pekerjaan swasta, alamat Banyuanyar 1/8 Banjarsari, Surakarta, hubungan dengan pasien anak. Nomor RM 0271718 dengan diagnosis Tuberkulosis Paru. b. Keluhan Utama Pasien mengatakan sesak nafas. c. Riwayat Kesehatan 1) Riwayat Kesehatan Sekarang Pasien mengatakan 2 minggu yang lalu mengeluh dada seseg dan batuk berdahak warna putih kekuningan sulit keluar, kadang
45
46
berkeringat dingin pada malam hari. Pasien mengatakan badan lemas, pusing dan mual. Kemudian oleh keluarga pasien dibawa ke Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta pada tanggal 19 april 2014 pada pukul 16.00 WIB. 2) Riwayat Kesehatan Dahulu Pasien mengatakan pernah 1x mondok di rumah sakit dengan Gastritis 5 tahun yang lalu. Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit seperti diabetes mellitus, hipertensi dan jantung. 3) Riwayat kesehatan keluarga Pasien mengatakan bahwa dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit seperti pasien dan juga tidak mempunyai penyakit keturunan dan penyakit menular. d. Pola Fungsi Kesehatan Gordon Pola persepsi dan manajemen kesehatan dalam keluarga pasien apabila ada yang sakit diperiksakan ke Puskesmas atau Dokter praktek. Pola nutrisi, hasil pengukuran antropometri measurement : berat badan sebelum sakit 60 kilogram dan berat badan selama sakit 56 kilogram, tinggi badan 168 cm, lingkar lengan sebelum sakit 51 cm dan lingkar lengan selama sakit 47 cm. Biochemical data : hemoglobin selama sakit 7,4 gr/dl dan hematokrit 24 %. Clinical sign : keadaan umum pasien sedang, tekanan darah : 130 / 90 mmHg, nadi : 86 x/ menit, suhu : 37,3 oC, respirasi: 32 x/ menit, indeks masa tubuh 19,85. Diet history : pasien sebelum sakit makan 3x sehari dengan komposisi nasi,
47
sayur, lauk dan kadang-kadang dengan buah, pasien makan 1 porsi habis, minum 8-10 gelas 1500 cc/ hari dan selama sakit pasien hanya dimakan 1/3 porsi, pasien mengatakan mual dan nafsu makan menurun, minum 4-6 gelas 700 cc. Pola eliminasi pasien sebelum sakit BAB 1x /hari dengan konsistensi lunak, warna kuning dan berbau khas. BAK 6-7x /hari 800 cc /hari dengan warna kuning jernih dan berbau khas, selama sakit pasien BAB 1x /hari dengan konsistensi lunak, warna kecokelatan dan berbau khas. BAK 5-6x /hari 750 cc /hari dengan warna kuning jernih dan berbau khas. Pola aktivitas dan latihan pasien sebelum sakit dapat melakukan aktivitasnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain, selama sakit aktivitas pasien dibantu oleh keluarga dan perawat. Pola istirahat dan tidur pasien sebelum sakit tidur 7-8 jam /hari dan tidak menggunakan obat-obatan tidur dan selama sakit pasien tidur 4-5 jam /hari. Pola persepsi dan kognitif pasien sudah mengetahui sedikit dan mengerti tentang sakit yang diderita pasien, tindakan yang dilakukan untuk mengobati penyakitnya yaitu dengan membawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang optimal. Pola persepsi dan konsep diri, body image pasien dapat menerima kondisi yang dideritanya dengan sabar, self ideal pasien ingin cepat sembuh dari sakitnya, self esteem pasien tidak mengalami gangguan harga diri karena penyakitnya, role pasien selama sakit tidak dapat melakukan perannya
48
sebagai kepala keluarga, identity pasien paham bahwa beliau seorang laki-laki yang mempunyai 1 istri dan 3 orang anak. Pola peran dan hubungan pasien sebelum sakit dapat berperan baik dilingkungan keluarga maupun dilingkungan masyarakat, selama sakit pasien tidak dapat melakukan perannya didalam lingkungan keluarga maupun dilingkungan masyarakat karena sakitnya. Pola reproduksi dan seksual pasien adalah seorang laki-laki berusia 62 tahun dan mempunyai 1 istri dan 3 orang anak. Pola koping terhadap stress apabila pasien ada masalah tidak tertutup dan bercerita kepada keluarga terutama kepada istrinya kemudian dimusyawarahkan. Pola nilai dan kepercayaan pasien beragama Islam, selama sakit pasien tetap menjalankan sholat di atas tempat tidur dengan semampunya. e. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan dilakukan dari rambut sampai kaki, keadaan umum pasien sedang, tingkat kesadaran composmentis, GCS E4V5M6, tanda-tanda vital pasien tekanan darah : 130 / 90 mmHg, nadi : 86 x/ menit, suhu : 37,3 oC, respirasi: 32 x/ menit. Pada kepala tidak ada benjolan, rambut bersih, tidak ada ketombe, beruban, pendek. Pada mata bentuk simetris, pupil isokor, konjungtiva ananemis, sklera anikterik, fungsi penglihatan baik. Pada hidung bentuk simetris, tidak ada polip, tidak ada sekret, adanya pelebaran cuping hidung. Pada telinga bentuk simetris, tidak ada serumen, bersih, fungsi pendengaran
49
baik. Pada mulut bersih, mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis, lidah tidak ada lesi. Pada leher bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid. Pada dada, paru-paru : inspeksi : simetris, tidak ada lesi, terdapat retraksi dada, nafas dangkal, adanya pelebaran cuping hidung, palpasi : fremitus paru kanan dan kiri sama, tidak ada
nyeri tekan,
perkusi : sonor, auskultasi : ronchi. Pada jantung : inspeksi : ictus cordis tidak tampak, palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat, perkusi : pekak, auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler. Pada abdomen : Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada lesi, auskultasi : peristaltik usus 14 x/ menit, palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada masa, perkusi : tympani. Pada ekstremitas atas tidak ada lesi, tangan kiri pasien terpasang infus RL 20 tpm dan pada ekstremitas bawah kedua kaki pasien dapat bergerak bebas. Pada genetalia tidak ada kelainan, bersih, terpasang kateter. Pada kulit turgor kulit pasien baik, capillary reffil < 2 detik, kulit sawo matang. f. Data Psikologi Status emosi pasien tampak tidak gelisah. Gaya bicara / komunikasi pasien tidak mengalami kesulitan dalam komunikasi. Interaksi sosial pasien selama dirawat terhadap keluarga baik dan bersikap ramah dengan orang lain. Orientasi pasien sadar terhadap orang lain, waktu dan lingkungan.
50
g. Pemeriksaan Penunjang Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 24 april 2014 sebagai berikut : Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai normal
Hematokrit
24
%
33-45
Hemoglobin
7,4
gr/dl
14-18
Leukosit
4,5
ribu/dl
4,5-11,0
Trombosit
271
ribu/dl
150-450
Eritrosit
3,00
juta/dl
4,10-5,10
Gula Darah Sewaktu
87
mg/dl
70-140
SGOT
28
U/L
>37
SGPT
14
U/L
>32
Kreatinin
0,4
mg/dl
0.6-1.1
Ureum
52
mg/dl
20-50
Natrium darah
133
mmol/L
136-145
Kalium darah
3,5
mmol/L
3,3-5,1
Chlorida darah
102
mmol/L
98-105
-Hematologi rutin :
-Kimia klinik :
-Elektrolit :
h. Program Terapi Program terapi yang diberikan oleh Tn. P yaitu infus RL 20 tpm, injeksi Dexamethasone 1mg / 6 jam, Gentamisin 160 mg / 24 jam, Ceftazidime 1 gr / 12 jam. Obat oral Vitamin B6 1 x 100 mg, Rifamphisin 300 mg, Isoniazid 300 mg, Parazinamid 750 mg, Etambutol 750 mg. Pemberian oksigen 2-3 liter /menit.
51
i. Data Fokus 1) Data Subyektif : -
Pasien mengatakan sesak nafas.
-
Pasien mengatakan batuk disertai sekret berwarna putih kekuningan tetapi sulit dikeluarkan.
-
Pasien mengatakan nafsu makan menurun.
-
Pasien mengatakan merasa mual.
-
Pasien mengatakan makan habis 1/3 porsi.
-
Pasien mengatakan selama dirawat pasien memerlukan bantuan keluarga dan perawat dalam melakukan aktivitas.
-
Pasien mengatakan badannya lemas.
2) Data Obyektif : -
Pasien tampak batuk dan sulit mengeluarkan sekret.
-
Terdapat retraksi dada.
-
Adanya pelebaran cuping hidung.
-
Nafas dangkal.
-
Suara nafas ronchi.
-
Respiratory rate 32 x/ menit.
-
Berat badan sebelum sakit 60 kilogram dan berat badan selama sakit 56 kilogram.
-
Tinggi badan 168 cm.
-
Indeks masa tubuh 19,85.
-
Hemoglobin selama sakit 7,4 gr/dl.
52
-
Peristaltik usus 14 x/ menit.
-
Pasien tampak lemas.
-
Aktivitas pasien tampak dibantu.
2. Analisa Data No 1.
Data Fokus
Etiologi
Problem
Penumpukan sekret
Ketidakefekti fan bersihan jalan nafas
Anoreksia
Ketidakseimb angan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
DS : -
Pasien mengatakan sesak nafas. Pasien mengatakan batuk disertai sekret berwarna putih kekuningan tetapi sulit dikeluarkan
DO : 2.
Pasien tampak batuk dan sulit mengeluarkan sekret Terdapat retraksi dada. Adanya pelebaran cuping hidung. Nafas dangkal. Respiratory rate : 32 x/ menit Suara nafas ronchi.
DS : -
Pasien mengatakan makan menurun. Pasien mengatakan setelah batuk.
nafsu mual
DO : -
-
Berat badan sebelum sakit 60 kilogram dan berat badan selama sakit 56 kilogram. Tinggi badan 168 cm. Indeks masa tubuh 19,85. Hemoglobin selama sakit 7,4 gr/dl. Peristaltik usus 14 x/ menit.
53
3. DS :
Kelemahan fisik
-
Pasien mengatakan selama dirawat pasien memerlukan bantuan keluarga dan perawat dalam melakukan aktivitas. Pasien mengatakan badannya lemas.
-
Intoleransi aktivitas
DO : -
Pasien tampak lemas. Pasien tampak bedrest. Aktivitas pasien tampak dibantu.
4. Diagnosa Keperwatan a. Ketidakefektifan
bersihan
jalan
nafas
berhubungan
dengan
penumpukan sekret. b. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
54
5. Intervensi Keperawatan No
dx
Tujuan/ KH
1.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan bersihan jalan nafas kembali efektif dengan Kriteria Hasil : - Pasien mengatakan sesak nafas berkurang / hilang. - Pasien mengatakan sekret berkurang. - Respiratory rate dalam batas normal : 14 - 20 x/ menit. - Suara nafas vesikuler.
a. Kaji pasien.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan Kriteria Hasil : - Pasien dapat mempertahankan status nutrisi yang adekuat. - Nafsu makan pasien meningkat. - Pasien mengatakan mual berkurang / hilang.
a. Kaji status nutrisi pasien.
2.
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
Intervensi keluhan
b. Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan. c. Berikan posisi semi fowler. d. Dorong dan latih batuk efektif. e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian oksigen 4 liter / menit.
b. Anjurkan makan sedikit tapi sering. c. Monitor tandatanda vital. d. Anjurkan keluarga pasien untuk memberikan makanan yang disukai pasien. e. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Ttd
55
3.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Setelah dilakuakan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan ada peningkatan kemampuan aktivitas dengan Kriteria Hasil : - Pasien dapat beraktivitas secara bertahap. - Pasien tidak tampak lemas.
a. Kaji tingkat aktivitas pasien. b. Dekatkan barangbarang yang dibutuhkan pasien. c. Libatkan keluarga dalam membantu aktivitas pasien. d. Lakukan tindakan tirah baring. e. Anjurkan pasien untuk membatasi aktivitas.
6. Implementasi Keperawatan Tgl/ Jam
Dx
Implementasi
Respon
25 april 2014 08.30
II
Memonitor tanda-tanda vital.
S: Pasien mengatakan bersedia diukur tanda-tanda vitalnya. O: Tanda-tanda vital : - Tekanan darah : 130/90 mmHg. - Nadi : 86 x/ menit. - Respiratory rate : 32 x/ menit. - Suhu : 37,3 oC.
08. 45
I
Mengkaji keluhan pasien.
S: Pasien mengatakan sesak nafas dan batuk disertai sekret berwarna putih kekuningan. O: - Pasien tampak batuk dan sulit mengeluarkan sekret - Terdapat retraksi dada.
Ttd
56
-
Adanya pelebaran cuping hidung. Nafas dangkal. Respiratory rate : 32 x/ menit
S: dan Pasien mengatakan bersedia dikaji. O: - Suara nafas : ronchi. - Frekuensi : teratur. - Kedalaman nafas : dangkal.
08.55
I
Mengkaji frekuensi kedalaman pernafasan.
09.05
II
Mengkaji pasien.
09.15
II
Menganjurkan makan sedikit S : tapi sering. Pasien mengatakan bersedia mengikuti anjuran perawat. O: Pasien tampak kooperatif.
09.20
I
Memberikan fowler.
09.30
I
Berkolaborasi dengan tim S : dokter dalam pemberian Pasien mengatakan bersedia oksigen 4 liter / menit. diberikan oksigen. O: Pasien tampak kooperatif.
status
posisi
nutrisi S : - Pasien mengatakan nafsu makan menurun. - Pasien mengatakan mual. O: - Berat badan sebelum sakit 60 kilogram dan berat badan selama sakit 56 kilogram. - Indeks masa tubuh 19,85. - Hemoglobin selama sakit 7,4 gr/dl. - Peristaltik usus 14 x/ menit.
semi S : Pasien mengatakan bersedia. O: Pasien tampak kooperatif.
57
11.00
III
Mengkaji pasien.
tingkat
aktivitas S : - Pasien mengatakan selama dirawat pasien memerlukan bantuan keluarga dan perawat dalam melakukan aktivitas. - Pasien mengatakan badannya lemas. O: - Pasien tampak lemas. - Pasien tampak bedrest. - Aktivitas pasien tampak dibantu.
11.15
III
Melibatkan keluarga dalam S : membantu aktivitas paien. Keluarga pasien mengatakan bersedia membantu aktivitas pasien. O: Keluarga pasien tampak kooperatif.
11. 20
III
Melakukan baring.
13.00
I
13.20
III
Menganjurkan pasien untuk S : membatasi aktivitas. Pasien mengatakan bersedia mengikuti anjuran perawat. O: Pasien tampak kooperatif
26 april 2014 09.00
II
Memonitor tanda-tanda vital.
tindakan
tirah S : Pasien mengatakan bersedia melakukannya. O: Pasien tampak tirah baring dibantu perawat.
Mendorong dan melatih batuk S : efektif. Pasien mengatakan bersedia melakukan batuk efektif. O: Pasien tampak masih susah dalam melakukan batuk efektif.
S: Pasien mengatakan bersedia diukur tanda-tanda vital.
58
O: Tanda-tanda vital : - Tekanan darah : 110/80 mmHg. - Nadi : 80 x/ menit. - Respiratory rate : 28 x/ menit. - Suhu : 37 oC. 09.15
I
Mengkaji keluhan pasien.
09.25
II
Mengkaji pasien.
09.30
II
Menganjurkan keluarga S : pasien untuk memberikan Keluarga pasien mengatakan makanan yang disukai pasien. bersedia mengikuti anjuran perawat. O: Keluarga pasien tampak kooperatif.
10.00
I
Mendorong pasien latih batuk S : efektif. Pasien mengatakan bersedia mengikutinya. O: Pasien tampak melakukan masih sedikit kesusahan.
status
S: - Pasien mengatakan sesak nafas mulai berkurang. - Pasien mengatakan masih batuk dan sekret sedikit keluar O: Pasien tampak batuk dan mengeluarkan sekret hanya sedikit.
nutrisi S : - Pasien mengatakahn nafsu makan mulai bertambah. - Pasien mengatakan masih mual. - Pasien mengatakan makan habis 1/2 porsi. O: Peristaltik usus 12 x/ menit.
59
10.35
III
Mendekatkan barang-barang S : yang dibutuhkan pasien. Pasien mengatakan terimakasih. O: Pasien tampak kooperatif.
11.00
III
Melakukan baring.
27 april 2014 14.35
II
Memonitor tanda-tanda vital..
S: Pasien mengatakan bersedia diukur tanda-tanda vital. O: Tanda-tanda vital : - Tekanan darah : 120/80 mmHg. - Nadi : 82 x/ menit. - Respiratory rate : 26 x/ menit. - Suhu : 37,1 oC.
14.50
I
Mengkaji keluhan pasien.
S: Pasien mengatakan sesak nafas berkurang, masih batuk dan sekret sedikit dapat keluar. O: - Pasien tampak batuk dan dahak keluar. - Respiratory rate : 26 x/ menit.
15.05
I
Mengkaji frekuensi kedalaman pernafasan.
tindakan
tirah S : Pasien mengatakan bersedia melakukannya. O: Pasien tampak tirah baring dibantu perawat.
dan S : Pasien mengatakan bersedia dikaji. O: - irama nafas : ronchi. - frekuensi : teratur. - Terdapat retraksi dada. - kedalaman nafas : pengembangan dada kanan dan kiri sama.
60
15.20
I
Kolaborasi dengan tim dokter S : dalam pemberian oksigen 3 Pasien mengatakan bersedia liter / menit. diberikan oksigen. O: terpasang oksigen 3 liter / menit.
15.50
II
Mengkaji pasien.
status
16.10
III
Mengkaji pasien.
tingkat
16.25
I
nutrisi S : - Pasien mengatakahn nafsu makan mulai bertambah. - Pasien mengatakan mual mulai berkurang - Pasien mengatakan makan habis 3/4 porsi. O : - Berat badan sebelum sakit 60 kilogram dan berat badan selama sakit 56 kilogram. - Peristaltik usus 10 x/ menit. aktivitas S : - Pasien mengatakan membutuhkan keluarga untuk membantu keperluannya. - Pasien mengatakan takut berpindah posisi jika tidak ada pendamping. - Pasien mengatakan lemasnya berkurang. O: - Pasien tampak bedrest. - Sebagian aktivitas pasien tampak dibantu.
Mendorong pasien latih batuk S : efektif. Pasien mengatakan bersedia mengikutinya. O: Pasien tampak melakukan masih sedikit kesusahan.
61
16.50
I
Memberikan fowler.
posisi
semi S : Pasien mengatakan bersedia. O: Pasien tampak kooperatif.
7. Evaluasi Keperawatan Evaluasi
Dx
Tgl / jam
I
27 april
S:
2014
-
Pasien mengatakan sesak nafas berkurang.
19.00
-
Pasien mengatakan masih batuk dan sekret sedikit dapat keluar.
O: -
Pasien tampak batuk dan dahak keluar.
-
Respiratory rate : 26 x/ menit.
A : Masalah teratasi sebagian. P : Intervensi dilanjutkan dan di evaluasi ulang pada tanggal 29 april 2014. -
Kaji keluhan pasien.
-
Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan.
-
Berikan posisi semi fowler.
-
Dorong dan latih batuk efektif
-
Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian oksigen 3 liter / menit.
II
27 april 2014 19.15
S: -
Pasien mengatakan nafsu makan mulai bertambah.
-
Pasien mengatakan mual mulai berkurang
-
Pasien mengatakan makan habis 3/4 porsi.
O: -
Berat badan sebelum sakit 60 kilogram dan berat badan selama sakit 56 kilogram.
Ttd
62
-
Peristaltik usus 10 x/ menit.
A : Masalah teratasi sebagian. P : Intervensi dilanjutkan dan di evaluasi ulang pada tanggal 29 april 2014. -
Kaji status nutrisi pasien.
-
Anjurkan makan sedikit tapi sering.
-
Monitor tanda-tanda vital.
-
Anjurkan
keluarga
pasien
untuk
memberikan
makanan yang disukai pasien. -
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
III
27 april 2014 19.30
S: -
Pasien mengatakan membutuhkan keluarga untuk membantu keperluannya.
-
Pasien mengatakan takut berpindah posisi jika tidak ada pendampingnya.
-
Pasien mengatakan lemasnya berkurang.
O: -
Pasien tampak bedrest.
-
Sebagian aktivitas pasien tampak dibantu.
A : Masalah teratasi sebagian. P : Intervensi dilanjutkan dan di evaluasi ulang pada tanggal 29 april 2014. -
Kaji tingkat aktivitas pasien.
-
Dekatkan barang- barang yang dibutuhkan pasien.
-
Libatkan keluarga dalam membantu aktivitas pasien.
-
Lakukan tindakan tirah baring.
-
Anjurkan pasien untuk membatasi aktivitas.
63
B. Pembahasan Pada bab ini merupakan pembahasan asuhan keperawatan pada Tn. P dengan gangguan sistem pernafasan tuberkulosis paru di ruang Isolasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta. Dalam pembahasan ini akan membandingkan antara teori dengan kenyataan yang muncul dalam kasus dengan seluruh persamaan dan perbedaan yang ada secara rasional. Adapun pembahasan kasus ini meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. 1. Pengkajian Tahap pengkajian dari proses keperawatan merupakan proses dinamis yang terorganisir yang meliputi tiga aktivitas besar yaitu mengumpulkan data secara sistematis, mengatur data yang dikumpulkan secara mendokumentasikan data dalam format yang dapat dibuka kembali (Notoadmojo, 2011). Data dasar pasien adalah kumpulan data yang didokumentasikan tentang pasien. Data dasar terdiri dari riwayat keperawatan, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan diagnostik. Data subyektif adalah apa yang dapat dilaporkan atau yang dirasakan pasien. Data obyektif adalah data apa yang dapat diobservasi contohnya : tanda-tanda vital, tingkah laku dan pemeriksaan diagnostik (Notoadmojo, 2011). Dalam pengkajian terhadap Tn. P penulis menggunakan metode wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi. Metode wawancara yaitu metode yang dilakukan untuk mendapatkan data
64
subyektif dengan menggunakan pertanyaan terbuka atau tertutup, penulis bertanya langsung dengan klien demikian akan memudahkan penulis untuk mengetahui masalah keperawatan klien (Arikunto, 2010). Dalam metode wawancara dengan Tn. P dan keluarganya secara langsung. Dalam hal ini penulis tidak menemukan hambatan yang berarti selama melakukan wawancara, Tn. P dapat menjawab semua pertanyaan dengan baik dalam memberikan keterangan tentang sakit yang dialaminya. Metode lain yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data adalah observasi. Metode observasi yaitu pengamatan untuk mendapatkan data obyektif dilakukan langsung terhadap klien secara nyata berdasarkan pengamatan sehingga data yang didapatkan menjadi lengkap (Arikunto, 2010). Dalam metode ini penulis mendapat kesulitan dalam melakukan observasi secara langsung sampai dengan pasien sembuh karena penulis hanya memberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam sehingga untuk masalah keperawatan yang belum teratasi, penulis tidak dapat memantau lagi dan mendelegasikan pada perawat. Selain metode observasi, metode lain yang digunakan adalah pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dilakukan untuk melengkapi data yang sudah ada (Arikunto, 2010). Metode terakhir yang digunakan dalam pengkajian ini yaitu studi dokumentasi yang didefinisikan sebagai teknik pengumpulan data dengan cara mengambil semua data yang dibutuhkan yang terdapat dalam catatancatatan atau dokumen yang menyajikan informasi tentang berbagai hal
65
(Ismawati, 2010). Dalam metode ini penulis mendapat kesulitan dalam melengkapi data pasien dari catatan medik pasien yang berisi riwayat kesehatan pasien, program terapi dan pemeriksaan penunjang lainnya. Di karenakan catatan medik pasien hanya dibacakan oleh perawat ruangan secara terbatas, sehingga penulis tidak dapat mengetahui informasi tentang kesehatan pasien, program terapi dan pemeriksaan penunjang secara lengkap. Setelah dilakukan pengkajian pada tanggal 25 april 2014 penulis mendapat data fokus, diantaranya : a. Sesak nafas adalah suatu kondisi dimana individu mengalami aktual atau resiko tidak adekuatnya ventilasi berhubungan dengan perubahan pola nafas (Alsagaff dan Mukty, 2006). Sesak nafas yang dialami pasien dikarenakan pada saluran pernafasan atas terdapat bakteri yang bertahan dan mengakibatkan peradangan pada bronkus sehingga terjadi penumpukan sekret yang sulit dikeluarkan, oleh karena itu jalan nafas pasien tidak efektif yang mengakibatkan pasien merasakan sesak nafas. Batuk adalah sesuatu kondisi yang terjadi karena adanya iritasi pada bronkus dan berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan (Perry, 2006). Pasien merasakan batuk karena pada bronkus terjadi peradangan dan terdapat sekret, sehingga pasien berusaha membuang sekret yang menghalangi jalan nafasnya dengan cara batuk. Kemudian sekret adalah suatu bahan yang keluar dari paru
66
sifatnya mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian berubah menjadi mukopurulen/kuning atau kuning hujau sampai purulen dan kemudian berubah menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan dan perlunakan (Dahlan, 2007). Sekret yang terdapat pada saluran pernafasan pasien pada awalnya paru memproduksi sekret dalam jumlah sedikit tetapi karena pasien tidak ada potensi untuk mengeluarkannya, sekret tersebut menumpuk lebih banyak dan mengakibatkan sekret menjadi kental dan semakin sulit untuk dikeluarkan. Retraksi dada yaitu penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi nafas (Syaifuddin, 2006). Retraksi dinding dada pada pasien berlangsung secara cepat dikarenakan adanya pasien merasakan sesak nafas. Setelah itu pernafasan ronchi adalah suatu bunyi tambahan yang terdengar gaduh terutama terdengar selama ekspirasi disertai adanya sekret (Alsagaff dan Mukty, 2006). Suara pernafasan ronchi yang dialami pasien diakibatkan karena adanya sekret yang menutupi jalan nafas, sehingga saat pasien ekspirasi terdapat suara nafas gaduh yang disebut ronchi. Jadi dapat disimpulkan sesak nafas yang dialami pasien terjadi karena adanya penumpukan sekret yang mengakibatkan sumbatan pada saluran pernafasan sehingga pasien tidak mampu mempertahankan bersihan jalan nafas. Keadaan ini didukung data
67
pasien mengatakan sesak nafas, batuk dan disertai sekret yang sulit dikeluarkan. b. Penurunan nafsu makan adalah suatu keadaan di mana individu yang tidak puasa mengalami atau yang beresiko mengalami penurunan berat badan yang berhubungan dengan masukan atau metabolisme nutrisi yang tidak adekuat untuk kebutuhan metabolik (Lyndon, 2013). Penurunan nafsu makan yang dialami pasien karena ketika pasien merasa mual, pasien tidak berkeinginan untuk makan karena ada ketakutan untuk muntah. Sedangkan pengertian mual adalah sensasi tidak menyenangkan ingin muntah (Danusantoro, 2009). Mual yang dialami pasien karena terjadinya infeksi bakteri yang menyebar ke organ lain salah satunya adalah di saluran pencernaaan yaitu di lambung, asam dalam lambung meningkat dan mengakibatkan pasien merasa mual dan anoreksia. Hemoglobin adalah protein yang mengandung zat besi, sel darah merah berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh tubuh (Syaifuddin, 2006). Hemoglobin pada pasien yaitu 7,4 gr/dl, jadi pasien tersebut kekurangan hemoglobin karena nilai normalnya adalah 14-18 gr/dl. Peristaltik usus adalah gerakan yang terjadi pada otot-otot pada saluran pencernaan (Syaifuddin, 2006). Jadi dapat disimpulkan penurunan nafsu makan yang dialami pasien terjadi karena adanya meningkatan asam lambung yang mengakibatkan rasa mual sehingga nafsu makan
68
menurun. Keadaan ini didukung data pasien mengatakan terasa mual dan nafsu makan menurun. c. Badan lemas adalah penurunan kapasitas fisiologi seseorang untuk mempertahankan aktivitas sampai ke tingkat yang diinginkan atau diperlukan (Soeparman, 2010). Pada saat pasien masih merasakan sesak nafas suplay oksigen dalam tubuh berkurang dan mengakibatkan kekurangan oksigen dalam jaringan sehingga pasien merasakan kelemahan. Sedangkan pengertian bedrest adalah perawatan yang melibatkan berbaringnya pasien di tempat tidur untuk jangka yang sinambung (Saryono dan Anggriyana, 2010). Ketika badan pasien terasa lemas karena kekurangan suplay oksigen dalam jaringan, pasien tidak dapat melakukan aktivitasnya sehingga pasien bedrest di tempat tidur. Jadi dapat disimpulkan badan lemas yang dialami pasien diakibatkan karena tidak seimbangnya antara suplay dengan kebutuhan oksigen,
sehingga
oksigen
yang
berfungsi
untuk
menjaga
kelangsungan metabolisme dan mempertahankan hidup serta aktivitas berbagai sel, jaringan dan organ, tidak dapat diproduksi sebagai sumber energi karena suplay oksigen yang tidak adekuat sehingga mengakibatkan energi pasien menurun dan badan lemas (Lyndon, 2013). Keadaan ini didukung data pasien mengatakan badan terasa lemas.
69
2. Diagnosa Keperawatan Menurut Herdman (2012), diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik penyakit serta respon terhadap masalah aktual dan resiko. Dalam teori telah disebutkan tiga masalah keperawatan yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh dan intoleransi aktivitas. Berikut penulis akan membahasnya : a. Ketidakefektifan
bersihan
jalan
nafas
berhubungan
(2012)
dalam
Klasifikasi
dengan
penumpukan sekret. Menurut
Herdman
Diagnosa
Keperawatan NANDA Internasional, ketidakefektifan bersihan jalan nafas didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas untuk mempertahankan bersihan
jalan
nafas.
Ketidakefektifan
bersihan
jalan
nafas
mempunyai batasan karakteristik antara lain sekret dalam jumlah berlebihan, batuk yang tidak efektif, perubahan frekuensi nafas, penurunan bunyi nafas dan terdapat suara nafas tambahan. Pada saluran pernafasan atas pasien terdapat bakteri yang bertahan dan mengakibatkan
peradangan
pada
bronkus
sehingga
terjadi
penumpukan sekret yang sulit dikeluarkan dan pasien tidak mempunyai upaya untuk membuang sekret yang menumpuk di dalam saluran pernafasannya, oleh karena itu pasien mengalami bersihan jalan nafas tidak efektif (Erawati, 2008).
70
Serta faktor yang berhubungan dan etiologi menurut Herdman (2012) pada ketidakefektifan bersihan jalan nafas diantaranya, spasme jalan nafas, sekret dalam jumlah berlebihan, penyakit paru obstruksi kronis dan adanya jalan nafas buatan. Kemudian etiologi yang ditegakkan yaitu adanya penumpukan sekret, penumpukan sekret menyebabkan jalan nafas terganggu karena akumulasi sekret pada jalan
nafas
menghambat
proses
pertukaran
oksigen
dan
karbondioksida. Maka penulis menegakkan diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret sesuai dengan batasan karakteristik dan faktor yang berhubungan sesuai dengan menurut Herdman (2012) dalam Klasifikasi Diagnosa Keperawatan NANDA Internasional, karena pada saat pengkajian ditemukan data subyektif yaitu pasien mengatakan sesak nafas dan batuk disertai sekret berwarna putih kekuningan sulit dikeluarkan. Data obyektif yaitu pasien tampak batuk dan sulit mengeluarkan sekret, pasien tampak sesak nafas, respiratory rate 29 x/ menit, dan suara nafas ronchi. b. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. Menurut
Herdman
(2012)
dalam
Klasifikasi
Diagnosa
Keperawatan NANDA Internasional, ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk
71
memenuhi kebutuhan metabolik. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh mempunyai batasan karakteristik membran mukosa pucat, bising usus hiperaktif, kurang minat dengan makanan, berat badan 20% atau lebih di bawah berat badan ideal, dan mengeluh gangguan sensasi rasa. Ketidakseimbangan nutrisi pasien terjadinya karena infeksi bakteri yang menyebar ke saluran pencernaaan yaitu di lambung dan mengakibatkan asam lambung meningkat sehingga pasien merasa mual dan anoreksia. Hal ini menyebabkan asupan nutrisi pasien tidak adekuat sehingga menyebabkan ketidakseimbangan nutrisi. Faktor yang berhubungan dan etiologi menurut Herdman (2012) pada ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh diantaranya, ketidakmampuan untuk mengabsorbsi makanan, adanya penurunan
nafsu
makan,
ketidakmampuan
menelan
makanan,
ketidakmampuan untuk mencerna makanan dan faktor ekonomi. Kemudian etiologi yang ditegakkan yaitu anoreksia, anoreksia merupakan kelainan psikis yang diderita seseorang berupa kekurangan atau penurunan nafsu makan (Saryono dan Anggriyana, 2010). Sehingga apabila terjadi penurunan nafsu makan mengakibatkan asupan nutrisi tidak adekuat dikarenakan adanya rasa kurang minat pada makanan. Maka penulis menegakkan diagnosa ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia sesuai
72
dengan batasan karakteristik dan faktor yang berhubungan sesuai dengan menurut Herdman (2012) dalam Klasifikasi Diagnosa Keperawatan NANDA Internasional, karena pada saat pengkajian ditemukan data subyektif yaitu pasien mengatakan nafsu makan menurun dan mual. Data obyektif peristaltik usus 14 kali/ menit, hemoglobin 7,4 gr/dl, berat badan sebelum sakit 60 kilogram dan berat badan selama sakit 56 kilogram. c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Menurut
Herdman
(2012)
dalam
Klasifikasi
Diagnosa
Keperawatan NANDA Internasional, intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan. Intoleransi aktivitas mempunyai batasan karakteristik respon tekanan darah abnormal terhadap terhadap aktivitas, menyatakan merasa lelah, menyatakan merasa lemas dan ketidaknyamanan setelah beraktivitas. Intoleransi aktivitas yang di alami pasien yaitu karena pasien masih merasakan sesak nafas sehingga suplay oksigen dalam tubuh pasien berkurang dan mengakibatkan kekurangan oksigen dalam jaringan sehingga pasien merasakan kelemahan dalam melakukan aktivitas. Faktor yang berhubungan dengan intoleransi aktivitas adalah tirah baring, ketidakseimbangan suplay dan kebutuhan oksigen kelemahan fisik, imobilisasi, dan gaya hidup kurang gerak. Kemudian
73
etiologi yang ditegakkan yaitu kelemahan fisik, kelemahan fisik mengakibatkan menurunnya respon energi dalam beraktivitas. Maka penulis menegakkan diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan
dengan
kelemahan
fisik
sesuai
dengan
batasan
karakteristik dan faktor yang berhubungan sesuai dengan menurut Herdman (2012) dalam Klasifikasi Diagnosa Keperawatan NANDA Internasional, karena pada saat pengkajian ditemukan data subyektif pasien mengatakan selama dirawat pasien memerlukan bantuan keluarga dan perawat dalam melakukan aktivitas, pasien mengatakan badannya lemas. Data obyektif pasien tampak lemas, pasien tampak bedrest dan aktivitas pasien tampak dibantu. Penulis memprioritaskan diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas sebagai diagnosa yang utama, karena ketidakefektifan bersihan jalan nafas memerlukan penanganan lebih dahulu, daripada diagnosa yang lain, jika ketidakefektifan bersihan jalan nafas tidak segera ditangani dapat menyebabkan kekurangan oksigen yang merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling vital hingga dapat menyebabkan kematian. Menurut Hirarki Maslow ada lima kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan fisiologi, kebutuhan keamanan dan keselamatan, kebutuhan mencintai dan dicintai, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri (Potter dan Perry 2006). Masalah yang perlu diatasi adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang merupakan kebutuhan dasar manusia yang menempati urutan pertama dalam Hirarki Maslow, jika bersihan jalan nafas efektif
74
akan mudah untuk mengatasi masalah-masalah yang lain, jadi prioritas ini disesuaikan dengan kondisi pasien. 3. Intervensi Keperawatan Intervensi adalah deskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat (Sjamsuhidajat, 2005). Pada bagian ini dibahas mengenai tujuan, kriteria hasil dan intervensi yang telah dirumuskan dalam kasus Tn. P. Selanjutnya pada bab ini dibahas tentang intervensi masing-masing diagnosa keperawatan yaitu sebagai berikut : a. Ketidakefektifan
bersihan
jalan
nafas
berhubungan
dengan
penumpukan sekret Tujuan
: jalan nafas kembali efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam.
kriteria hasil
: pasien mengatakan sesak nafas berkurang / hilang, pasien mengatakan sekret berkurang, respiratory rate dalam batas normal : 14 - 20 x/ menit.
Intervensi
:
1) Kaji keluhan pasien. Rasional
: untuk mengetahui apa yang sedang dirasakan pasien sehingga penulis dapat mengetahui apa yang pasien keluhkan dan dapat merencanakan suatu tindakan
untuk
mengatasi
(Dochterman, 2006).
keluhan
Tn.
P
75
2) Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan. Rasional
: untuk mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pernafasan pasien dan gerakan dada pasien saat bernafas sehingga penulis dapat mengetahui adanya perubahan kondisi pernafasan Tn. P saat bernafas (Muttaqin, 2008).
3) Berikan posisi semi fowler. Rasional
: memaksimalkan ekspansi paru, yaitu untuk memudahkan upaya pernafasan dan memberikan kenyamanan pada Tn. P saat bernafas (Lyndon, 2013).
4) Dorong dan latih batuk efektif. Rasional
: untuk membantu memudahkan pengeluaran sekret, karena sesak nafas yang dialami Tn. P diakibatkan adanya
penumpukan
sekret
sehingga
penulis
mendorong dan melatih batuk efektif sebagai upaya untuk mengeluarkan sekret yang menghalangi jalan nafas pasien (Muttaqin, 2008). 5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian oksigen 4 liter / menit. Rasional
:
untuk
menurunkan
beban
pernafasan
memudahkan Tn. P dalam bernafas (Gale, 2009)
dan
76
b. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia Tujuan
: kebutuhan nutrisi terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam.
kriteria hasil
: pasien dapat mempertahankan status nutrisi yang adekuat, nafsu makan pasien meningkat, pasien mengatakan mual dan muntah berkurang / hilang.
Intervensi
:
1) Kaji status nutrisi pasien. Rasional
: untuk mengetahui asupan gizi yang dikonsumsi Tn. P sehingga penulis dapat mengetahui adanya perubahan
kebutuhan
nutrisi
pada
Tn.P
(Dochterman, 2006). 2) Anjurkan makan sedikit tapi sering. Rasional
: untuk mencegah terjadinya mual dan mencegah rasa bosan pada Tn. P terhadap makanan yang diberikan (Potter dan Perry 2006).
3) Monitor tanda-tanda vital. Rasional
: untuk mengetahui kondisi dan memantau tekanan darah, nadi, suhu dan respiratory rate Tn. P (Gale, 2009).
4) Anjurkan keluarga pasien untuk memberikan makanan yang disukai pasien.
77
Rasional
:untuk menambah nafsu makan karena biasanya makanan yang disukai Tn. P akan membuat Tn. P berkeinginan untuk makan (Taylor, 2011).
5) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi diet tinggi kalori dan tinggi protein. Rasional
: pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein dapat meningkatkan nutrisi yang mengandung energi pada Tn. P (Lyndon, 2013).
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Tujuan
: adanya peningkatan kemampuan aktivitas dengan baik setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam.
Kriteria hasil
: pasien dapat beraktivitas secara bertahap dan pasien tidak merasa badannya lemas.
Intervensi
:
1) Kaji tingkat aktivitas pasien. Rasional
: untuk mengetahui tingkat aktivitas yang di alami Tn. P (Taylor, 2011).
2) Dekatkan barang- barang yang dibutuhkan pasien Rasional
: untuk menghemat energi Tn. P dan memberikan kemudahan Tn. P dalam beraktivitas (Gale, 2009).
3) Libatkan keluarga dalam membantu aktivitas pasien.
78
Rasional
: untuk memudahkan aktivitas Tn. P dengan melibatkan keluarga dalam melakukan aktivitasnya (Lyndon, 2013).
4) Lakukan tindakan tirah baring. Rasional
: untuk mengurangi aktivitas dan memulihkan energi Tn. P (Muttaqin, 2008).
5) Anjurkan pasien untuk membatasi aktivitas. Rasional
: untuk menghemat energi dan mendorong pasien agar tidak banyak membuang energi (Potter dan Perry 2006).
4. Implementasi Keperawatan Implementasi adalah pelaksanaan tindakan yang telah disusun (Notoadmojo, 2011) Pembahasan implementasi meliputi tindakan yang dapat dilaksanakan dan tindakan yang tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan intervensi pada diagnosa. Implementasi diantaranya : a. Diagnosa pertama yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret. Implementasi yang telah dilaksanakan yaitu mengkaji keluhan, mengkaji frekuensi dan kedalaman pernafasan, kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian oksigen 4 liter / menit, memberikan posisi semi fowler, mendorong dan melatih pasien batuk efektif. Sesuai dari tindakan yang penulis lakukan adalah penulis mampu mengetahui keluhan, frekuensi dan kedalaman pernafasan yang dirasakan oleh pasien. Kelemahan dari
79
tindakan yang penulis lakukan adalah jika pasien belum mampu melakukan batuk efektif yang dapat menyebabkan penumpukan sekret sehingga jalan nafas terganggu. Dibuktikan dari respon pasien pada saat batuk efektif hanya keluar sekret sedikit. b. Untuk diagnosa kedua adalah ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. Implementasi yang telah dilaksanakan yaitu memonitor tanda-tanda vital, mengkaji status nutrisi pasien, menganjurkan makan sedikit tapi sering, menganjurkan keluarga pasien untuk memberikan makanan yang disukai pasien. Sesuai dari tindakan yang penulis lakukan adalah penulis mampu mengetahui asupan nutrisi pasien. Kelemahan dari tindakan yang penulis lakukan adalah pasien masih merasa sedikit mual. c. Diagnosa ketiga adalah intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Implementasi yang telah dilaksanakan yaitu mengkaji tingkat aktivitas pasien, melibatkan keluarga dalam membantu aktivitas paien, melakukan tindakan tirah baring, mendekatkan barangbarang
yang dibutuhkan
pasien,
menganjurkan
pasien
untuk
membatasi aktivitas. Sesuai dari tindakan yang penulis lakukan adalah penulis mampu mengetahui tingkat aktivitas pasien. Kelemahan dari tindakan yang penulis lakukan adalah pasien takut berpindah posisi jika tidak ada pendamping.
80
5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah asuhan yang dicatat dalam catatan kemajuan dan atau rencana perawatan (Notoadmojo, 2011). Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang digunakan untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan bekerja dengan meninjau respon pasien. Evaluasi ini dilakukan dengan mengguanakan format evaluasi SOAP ( Subyektif, Obyektif, Assessment, Planning). Evaluasi ini dilakukan setelah interaksi terakhir dengan pasien. Berikut adalah evaluasi yang di lakukan pada tanggal 27 april 2014, yaitu : a. Pada evaluasi diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret. Penulis menetapkan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan jalan nafas kembali efektif dengan kriteria hasil pasien mengatakan sesak nafas berkurang atau hilang, sekret dapat keluar, respiratory rate dalam batas normal : 14 – 20 kali/ menit. Sedangkan pada pasien didapatkan data subjektif pasien mengatakan sesak nafas berkurang, pasien mengatakan masih batuk dan sekret sedikit dapat keluar. Data obyektif pasien tampak batuk dan dahak dapat sedikit keluar, respiratory rate 26 kali/ menit. Dengan demikian ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi sebagian, karena pasien masih merasakan sesak nafas, pasien masih batuk dan sekret sedikit dapat keluar, respiratory rate 26 kali/ menit dan belum berada pada batas normal : 14 – 20 kali/ menit. Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan maka
81
tindak lanjut dari masalah ini adalah melanjutkan intervensi dan dievaluasi ulang pada tanggal 29 april 2014 yaitu dengan kaji keluhan pasien, kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan, berikan posisi semi fowler, dorong dan latih batuk efektif, kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian oksigen 4 liter / menit. b. Evaluasi diagnosa kedua adalah ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. Penulis menetapkan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil pasien dapat mempertahankan status nutrisi, nafsu makan pasien meningkat, pasien mengatakan mual berkurang atau hilang. Sedangkan pada pasien didapatkan data subjektif pasien mengatakan nafsu makan mulai bertambah, pasien mengatakan mual mulai berkurang, pasien mengatakan makan habis 3/4 porsi. Dan data obyektif berat badan pasien 56 kilogram. Dengan demikian ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian, karena porsi makan pasien hanya bertambah dari 1/3 porsi menjadi 3/4 porsi.
Untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan maka tindak lanjut dari masalah ini adalah melanjutkan intervensi dan dievaluasi ulang pada tanggal 29 april 2014 yaitu kaji status nutrisi pasien, anjurkan makan sedikit tapi sering, monitor tanda-tanda vital, anjurkan keluarga pasien untuk memberikan makanan yang disukai pasien, kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
82
c. Evaluasi diagnosa ketiga adalah intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Penulis menetapkan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan ada peningkatan kemampuan aktivitas dengan kriteria hasil pasien dapat beraktivitas secara bertahap, pasien tidak tampak lemas. Sedangkan pada pasien didapatkan data subjektif pasien mengatakan membutuhkan keluarga untuk membantu keperluannya, pasien mengatakan takut berpindah posisi jika tidak ada pendampingnya, pasien mengatakan lemasnya berkurang. Dan data obyektif
pasien tampak bedrest, sebagian
aktivitas pasien tampak dibantu. Dengan demikian intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
teratasi sebagian, karena
kebutuhan pasien masih dibantu oleh keluarga dan pasien merasa takut berpindah posisi jika tidak ada pendampingnya.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai tentang asuhan keperawatan pada Tn. P dengan gangguan pola pernafasan tuberkulosis paru, maka penulis memberikan kesimpulan dan saran untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan sebagai berikut : A. Kesimpulan 1. Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan untuk mengumpulkan data klien. Hasil pengkajian pada Tn. P dengan gangguan oksigenasi tuberkulosis paru adalah pasien mengatakan sesak nafas dan batuk disertai sekret berwarna putih kekuningan sulit dikeluarkan. 2. Diagnosa
keperawatan
ketidakefektifan
bersihan
yang
muncul
jalan
nafas
pada
Tn.
P
berhubungan
adalah dengan
penumpukan sekret ditandai dengan pasien mengatakan sesak nafas dan batuk disertai sekret berwarna putih kekuningan sulit dikeluarkan. 3. Rencana asuhan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah kaji keluhan pasien, kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan, berikan posisi semi fowler, dorong dan latih batuk efektif, kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian oksigen 4 liter / menit.
83
84
4. Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan yang telah disusun. Penulis melakukan implementasi pada Tn. P selama 3 x 24 jam. Implementasi yang dilakukan adalah mengkaji keluhan pasien, mengkaji frekuensi dan kedalaman pernafasan, memberikan posisi semi fowler, mendorong dan melatih batuk efektif, berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian oksigen 4 liter / menit. 5. Evaluasi tindakan yang telah dilakukan penulis dalam memberikan asuhan keperawatankeluarga pada Tn. P mengatakan sesak nafas sedikit berkurang, masih batuk dan dahak sedikit dapat keluar.
B. Saran Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. P dengan gangguan oksigenasi tuberkulosis paru selama tiga hari di ruang Isolasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta dan beberapa kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, penulis memberikan saransaran yang nantinya kemungkinan berguna dan dijadikan sebagai masukan kearah yang lebih baik yaitu sebagai berikut : 1. Bagi Institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit). Hal ini diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan bekerjasama antara tim kesehatan maupun pasien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada umumnya dan pasien tuberkulosis paru khususnya.
85
Dan diharapkan rumah sakit mampu menyediakan fasilitas serta sarana dan prasarana yang dapat mendukung kesembuhan pada pasien dengan gangguan oksigenasi tuberkulosis paru. 2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat. Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya (dokter, ahli gizi dan pekerja sosial) dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien agar lebih maksimal, khususnya pada pasien dengan gangguan oksigenasi tuberkulosis paru. Perawat diharapkan dapat memberikan pelayanan professional dan komprehensif. 3. Bagi institusi pendidikan Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas dan professional untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat tercipta perawat professional, terampil, inovatif dan bermutu yang mampu memberikan asuhan keperawatan dalam praktik klinik dan pembuatan laporan.
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, Hood dan Mukti, Abdul. 2006. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press. Arikunto, S. 2010. Manajemen Penelitian. Jakarta : PT Rineka Cipta. Budiarto, Eko. 2009. Pengantar Epidemiologi. Jakarta : EGC. Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : FKUI. Danusantoso, Halim. 2009. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru.Jakarta : Hipokrates. Depkes RI, 2005 dikutip Mutia, Anik. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Tuberkulosis dengan Kepatuhan Minum Obat di Puskesmas Banyuanyar Surakarta. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PKU Muhammadiyah : Surakarta. Dermawan, Deden. 2012. Buku Ajar Keperawatan Komunitas. Yogyakarta : Gosyen Publishing. Dochterman. 2006. Klasifikasi Intervensi keperawatan. Editor Edisi Bahasa Indonesia, Monica Ester. Jakarta : EGC. Erawati. 2008.Indonesia Peringkat Ketiga Penderita TBC. Jakarta : Kanisius. Gale. 2009. Buku Ajar Patologi II (Khusus). Edisi I. Jakarta : CV Sagung Seto. Herdman, Heather. 2012. Klasifikasi Diagnosa Keperawatan NANDA Internasional. Editor Edisi Bahasa Indonesia, Monica Ester. Jakarta : EGC. Icksan, Aziza. 2008. Radiologi Toraks Tuberkulosis Paru. Jakarta : CV.Sagung Seto. Ismawati. 2010. Nursing. Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta : PT Indeks. Jong, Wim dan Sjamsuhidajat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC. Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika. Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : PT Rineka Cipta. Notoatmodjo. 2010.Metodologi penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.
86
87
Potter, Patricia. 2006. Buku Ajar Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktek. Edisi 4. Jakarta : EGC. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : ECG. Prince dan Standridge, 2006 dikutip Setyaningsih, Tri. 2012. Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada Tn. S dengan Tuberkulosis Paru (TB paru) di Ruang Mawar 1 RSUD Karanganyar. Skripsi : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada : Surakarta. Saputra, Lyndon. 2013. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang : Binarupa Aksara Publisher (Bahasa Indonesia). Saryono, dan Anggriyana. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia (KDM). Yogyakarta : Nuha Medika. Sjamsuhidayat, R.Dkk. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC. Smeltzer, Bare. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa Agung Waluyo. Edisi 8. Jakarta : EGC. Soeparman. 2010. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Sudoyo, Aru, dkk. 2009. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA. Edisi Revisi jilid 2. Jakarta : EGC. Suriadi, 2006. Penyakit Tuberkulosis. Jakarta : Media Aesculapius. Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC. Taylor Cynthia M. 2011. Diagnosa Keperawatan dengan Rencana Asuhan. Jakarta : ECG. WHO, 2006 dikutip Andita, Nomi. 2010. Hubungan Kinerja Pengawas Minum Obat (PMO) dengan Kesembuhan Pasien TB Paru Kasus Baru Strategi DOTS. Skripsi. Fakuktas Kedokteran Universitas Sebelas Maret : Surakarta. Yohannes. 2008. Kesehatan Masyarakat TBC. Jakarta : Kanisius.
88
LAMPIRAN
89
90
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
KepadaYth. Bpk Responden
Dengan Hormat, Yang bertanda tangan dibawah ini saya : Nama
: Ariyanti Tri Nugroho
NIM
: 2011.1399
Akan melakukan studi kasus dengan judul “Kajian Asuhan Keperawatan Pada Tn. P dengan Gangguan Oksigenasi Tuberkulosis Paru di Ruang Isolasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta”. Penulis tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi Bapak sebagai responden. Maka dari itu, penulis memohon kesediaan Bapak untuk menjadi responden dalam studi kasus ini. Kerahasiaan semua informasi akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penulis. Apabila Bapak menyetujui, maka saya mohon kesediannya untuk menandatangani lembar persetujuan yang penulis sertakan dan menjawab pernyataan-pernyataan yang penulis ajukan. Demikian, atas perhatian dan kesediaan Bapak sebagai responden, saya ucapkan terimakasih.
Surakarta,
April 2014
Hormat saya,
Ariyanti Tri Nugoho
91
SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN
Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
:
Umur
:
Jenis kelamin Alamat
: :
Dengan ini menyatakan bahwa saya bersedia menjadi responden studi kasus yang dilakukan Ariyanti Tri Nugroho mahasiswa Diploma III Keperawatan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta.
Surakarta, April 2014 Responden
(...........................)
92
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN
KAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. P DENGAN GANGGUAN OKSIGENASI TUBERKULOSIS PARU DI RUANG ISOLASI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
A. PENGKAJIAN Tanggal masuk
:
Jam
:
Ruang
:
No. RM
:
1. Biodata a. Identitas Pasien Nama
:
Umur
:
Jenis kelamin
:
Suku/ bangsa
:
Agama
:
Pendidikan
:
Pekerjaan
:
Alamat
:
Tanggal pengkajian : Jam pengkajian
:
Diagnosa medis
:
b. Identitas Penanggung jawab Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin
:
Suku/ bangsa
:
:
93
Agama
:
Pendidikan
:
Pekerjaan
:
Alamat
:
Hub. Dengan pasien : 2. Keluhan Utama
:
3. Riwayat Keperawatan a. Riwayat keperawatan sekarang : b. Riwayat keperawatan dahulu
:
c. Riwayat keperawatan keluarga : 4. Pola fungsi kesehatan Gordon a. Pola persepsi dan manajemen kesehatan : b. Pola nutrisi -
Sebelum sakit
:
-
Selama sakit
:
c. Pola eliminasi -
Sebelum sakit
:
-
Selama sakit
:
d. Pola aktivitas dan latihan -
Sebelum sakit
:
-
Selama sakit
:
e. Pola istirahat dan tidur -
Sebelum sakit
:
-
Selama sakit
:
f. Pola persepsi dan kognitif : g. Persepsi dan konsep diri -
Citra diri
:
-
Ideal diri
:
-
Harga diri
:
-
Peran diri
:
-
Identitas diri
:
94
h. Pola peran dan hubungan -
Sebelum sakit
:
-
Selama sakit
:
i. Pola reproduksi dan seksual : j. Pola koping terhadap stress
:
k. Pola nilai dan kepercayaan
:
-
Sebelum sakit
:
-
Selama sakit
:
5. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum
:
b. Tingkat kesadaran
:
c. Tanda-tanda vital 1) Tekanan darah : 2) Nadi
:
3) Suhu
:
4) Respirasi
:
d. Kepala
:
e. Mata
:
f. Hidung
:
g. Telinga
:
h. Mulut
:
i. Leher
:
j. Dada 1) Paru-paru
:
2) Jantung
:
3) Payudara
:
k. Abdomen
:
l. Ekstremitas 1) Atas
:
2) Bawah
:
m. Genetalia
:
95
n. Kulit
:
6. Data Psikilogis a. Status emosi
:
b. Gaya bicara / komunikasi : c. Interaksi sosial
:
d. Orientasi
:
7. Pemeriksaan penunjang : 8. Program terapi
:
9. Data fokus a. Data subyektif
:
b. Data obnyektif
:
B. ANALISA DATA No
Tgl/Jam
Data Fokus
Etiologi
Problem
Ttd
96
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
D. INTERVENSI KEPERAWATAN No
Dx
Tujuan / KH
Intervensi
Rasional
Ttd
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Hari / Tanggal
Dx
Implementasi
Respon
Ttd
97
F. EVALUASI KEPERAWATAN Dx
Tgl / Jam
Evaluasi
Ttd
98