ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. R DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI AKIBAT SKIZOFRENIA DI RSUD KOTA BANJAR
KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Pendidikan Program Diploma III Keperawatan di STIKes Muhammadiyah Ciamis
Disusun oleh : AJAT SUDRAJAT NIM : 13DP277004
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016
STIKES MUHAMMADIYAH CIAMIS PRODI D-III KEPERAWATAN CIAMIS, JUNI 2016 AJAT SUDRAJAT : 13DP277004 ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. R DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI AKIBAT SKIZOFRENIA DI RSUD KOTA BANJAR INTISARI Karya tulis ini berjudul “Asuhan Keperawatan pada Tn. R dengan Defisit Perawatan Diri di Ruang Tanjung RSUD Kota Banjar”. Data yang di dapat di Ruang Tanjung RSUD Kota Banjar periode 2014 – Juni 2016, di dapatkan data yang paling sering muncul diagnosa jiwa adalah kasus skizofrenia muncul defisit perawatan diri. Tujuan: penulis memberikan keperawatan secara komprehensif yang meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual dengan pendekatan proses keperawatan pada klien defisit perawatan diri. Metode yang digunakan dalam Karya Tulis Ilmiah ini adalah metode deskritif dengan telaahan pengumpulan data yang meliputi wawancara, observasi, studi literatur, dan studi dokumentasi. Dari hasil pengkajian didapatkan masalah keperawatan yaitu : Defisit Perawatan Diri, Risiko Perilaku Kekerasan, dan masalah utama yang muncul dari permasalahan tersebut yaitu Defisit perawatan diri. Adapun perencanaan yang digunakan yaitu membina hubungan saling percaya, menjelaskan pentingnya perawatan diri, membantu menyusun jadwal kegiatan, pendidikan kesehatan tentang Defisit Perawatan Diri, dan Home Visit. Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah membina hubungan saling percaya dengan komunikasi terapeutik, menjelaskan pentingnya perawatan diri, pendidikan kesehatan tentang defisit perawatan diri dan cara mengatasinya. Sebagian besar perencanaan yang telah penulis rencanakan telah dilaksanakan cukup berhasil dengan baik. Asuhan keperawatan pada klien dengan defisit perawatan diri memerlukan pendekatan komprehensif, keterlibatan keluarga dan petugas kesehatan, mempersiapkan diri dalam hal pengetahuan dan keterampilan, serta mempertahankan dan meningkatkan hasil yang telah di capai klien. Kesimpulan : Masalah keperawatan klien mengenai Defisit Perawatan Diri, pada dasarnya dapat dilaksanakan dengan baik dan sebagian besar masalah dapat teratasi dengan bantuan perawat.
Daftar pustaka 11 buah (2005-2013) IV BAB, 91 Halaman, 15 Tabel, 1 Gambar
iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah keperawatan jiwa mungkin tidak dapat dilihat langsung, seperti pada masalah kesehatan fisik yang memperlihatkan berbagai macam gejala dan disebabkan oleh berbagai hal (Erlinafsiah, 2010). Menurut
WHO
(World
Health
Organization)
tahun
2009
memperkirakan 450 juta orang diseluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya. Penderita gangguan jiwa berat dengan usia diatas 15 tahun di Indonesia mencapai 0,46%. Hal ini berarti terdapat lebih dari 1 juta jiwa di Indonesia yang menderita gangguan jiwa berat. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa 11,6% dari 19 juta penduduk Indonesia mengalami masalah gangguan mental emosional (Riset kesehatan dasar,2010). Sedangkan pada tahun 2013 jumlah penderita gangguan jiwa mencapai 1,7 juta per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang (Riset kesehatan dasar,2015).
1
2
Prevalensi gangguan jiwa berat atau dalam istilah medis disebut psikosis/skizofrenia di daerah pedesaan ternyata lebih tinggi dibanding daerah perkotaan. Di daerah pedesaan, proporsi rumah tangga dengan minimal salah satu anggota rumah tangga mengalami gangguan jiwa berat dan pernah dipasung mencapai 18,2%. Sementara di daerah perkotaan, proporsinya hanya mencapai 10,7%. Nampaknya, hal ini memberikan konfirmasi bahwa tekanan hidup yang dialami penduduk pedesaan lebih berat dibanding penduduk perkotaan, dan mudah diduga salah satu bentuk tekanan hidup itu, meski tidak selalu adalah kesulitan ekonomi (Riset kesehatan dasar, 2015). Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat menunjukan jumlah penderita gangguan jiwa di Jawa Barat melonjak tajam. Pada tahun 2013
tercatat
296.943 orang
yang
mengalaminya sedangkan
berdasarkan hasil pendataan tim Dinkes Jabar pada 2014, jumlah penderita gangguan jiwa mencapai 465.975 orang (Dinkes Jabar, 2014). Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Banjar pada tahun 2014 penderita gangguan jiwa skizofrenia dan gangguan psikotik kronik lain sebanyak 111 orang, pada tahun 2014 penderita gangguan jiwa skizofrenia dangan ganguan psikotik kronik lain sebanyak 66 orang, sedangkan pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni Tahun 2015 terdapat 95 orang.
3
Berdasarkan catatan dan pelaporan di Ruang Tanjung Rumah Sakit Umum Kota Banjar yang dirawat inap dalam periode tahun 2014 sampai dengan Juni 2016 dapat dilhat pada tabel 1.1 di bawah ini. Tabel 1.1 Daftar Penderita Gangguan Jiwa di RSU Kota Banjar Periode Januari 2014-Juni 2016 TAHUN 2014 2015 Juni 2016 1 Skizofrenia 48 63 31 2 Depresi 18 32 16 3 Restradasi Mental 0 0 2 Jumlah 66 95 49 Sumber :Catatan Rekam Medik RSU Kota Banjar No
Diagnosa
Jumlah 111 66 2 179
Dari tabel 1.1 dapat dilihat bahwa klien penderita gangguan jiwa di RSU Kota Banjar dari tahun 2014 sampai bulan Januari-Juni 2016 mengalami peningkatan sebesar 57% per tahun. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa penderita skizofrenia merupakan penyebab gangguan jiwa tertinggi di RSU Kota Banjar yaitu sebanyak 111 orang dari 179 orang. Hal ini merupakan suatu permasalahan bagi petugas kesehatan
khususnya
perawat
untuk
bisamelakukan
asuhan
keperawatan secara komprehensif danprofesional dalam mengatasi tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh skizofrenia. Gejala yang sering muncul pada skizofrenia adalah kurang perawatan diri dimana gejala ini mencapai 70% dari seluruh gejala yang ada. Pada orang gangguan jiwa biasanya akan terjadi masalahmasalah dalam pemenuhan kebutuhan diri, diantaranya yaitu
4
kurangnya kebutuhan merawat diri atau defisit perawatan diri. Menurut Wartonah (2006) personal hygiene berasal dari Bahasa Yunani yang berarti Personal yang artinya perorangan dan Hygien berarti sehat kebersihan perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan
dan
kesehatan
seseorang
untuk
kesejahteraan fisik dan psikis sesuai kondisi kesehatannya. Menurut Stuart (2009) bahwa aspek intelektual merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa karena berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam menyampaikan ide atau pendapatnya, selanjutnya akan berpengaruh pada kemampuan seseorang untuk memenuhi harapan dan keinginan yang ingin dicapai dalam hidupnya sehingga akan lebih minimal untuk terjadinya defisit perawatan diri. Potter & Perry (2005) mengatakan bahwa defisit perawatan diri biasanya banyak terjadi pada klien yang mempunyai latar belakang pendidikan rendah. Defist perawatan diri dalam
Keadaan individu mengalami
kerusakan fungsi motorik atau fungsi kognitif, yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan masing-masing dari kelima aktivitas perawatan diri (makan, mandi atau higiene, berpakaian atau berhias, toileting, instrumental) (Lynda, 2007). Defisit Perawatan Diri gangguan kemampuan melakukan aktivitas yang terdiri dari mandi, berpakaian, berhias, makan, toileting atau kebersihan diri secara mandiri (Nanda, 2006).
5
Seperti yang tercantum dalam Hadist berikut :
ْ ْفَفتن َّظ ُف ْواَف ِا َّنهَُﻻي ْد ُحل ٌ َُالج َّنةَاﻻَّن ِظي ٌ اَﻻِسْ َل ُمَن ِظي َ﴿ﺮواﻩ٠َْف ﴾البيهقى Artinya : “Agama Islam itu (agama) yang bersih, maka hendaklah kamu menjaga kebersihan, karena sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali orang-orang yang bersih”. (HR. Baihaqy)
Mengingat
semakin besarnya permasalahan kesehatan jiwa
seperti kasus gangguan emosional dan gangguan jiwa berat serta beban yang ditanggung pemerintah bersama masyarakat, maka peningkatan derajat kesehatan jiwa, pencegahan gangguan jiwa, serta penanggulangan masalah kesehatan jiwa di masyarakat tidak akan berhasil tanpa pengembangan upaya kesehatan jiwa berbasis masyarakat. Upaya kesehatan jiwa berbasis masyarakat yaitu dengan cara pemberdayaan serta membangun kemandirian masyarakat dibidang kesehatan jiwa (Kemenkes RI, 2015). Maka berdasarkan hal tersebut penulis merasa tertarik untuk menyusun karya tulis dengan judul “Asuhan Keperawatan Tn. R dengan Defisit Perawatan Diri di Ruang Tanjung RSUD Kota Banjar” dengan harapan dapat memberikan asuhan keperawatan
6
yang komprehensif dan professional sehingga angka kesembuhan kasus tersebut dapat ditingkatkan. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah memberikan gambaran nyata tentang asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan defisit perawatan diri. 2. Tujuan Khusus 1.
Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan Gangguan Defisit Perawatan Diri
2.
Mampu menerapkan diagnosa keperawatan pada klien dengan Gangguan Defisit Perawatan Diri.
3.
Mampu membuat intervensi keperawatan pada klien dengan Gangguan Defisit Perawatan Diri.
4.
Mampu melakukan implementasi keperawatan pada klien dengan Gangguan Defisit Perawatan Diri.
5.
Mampu membuat evaluasi keperawatan pada klien dengan Gangguan Defisit Perawatan Diri.
6.
Mampu membuat faktor penghambat pada klien dengan Gangguan Defisit Perawatan Diri.
7.
Mampu membuat faktor pendukung pada klien dengan Gangguan Defisit Perawatan Diri.
7
C. Metode Telaahan Karya tulis ilmiah ini dengan menggambarkan masalah yang terjadi dan didapat pada saat melaksanakan asuhan keperawatan. Adapun tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah : 1. Wawancara Yaitu melakukan tanya jawab langsung ke klien, perawat dan dokter serta tim kesehatan lainnya. 2. Observasi partisipasi aktif Yaitu mengadakan pengawasan langsung terhadap klien serta melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. 3. Studi kepustakaan Mempelajari
literatur
yang
berhubungan
dengan
defisit
perawatan diri. 4. Studi dokumentasi Pengumpulan data dengan mempelajari catatan medik dan hasil pemeriksaan klien. D. Sistematika Penulisan Dalam menyusun karya tulis ini, penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN, meliputi latar belakang masalah, tujuan penulisan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, metode telaah andan sistematika penulisan.
8
BAB II : TINJAUAN TEORITIS, terdiri dari konsep dasar yang mencakup
pengertian,
etiologi,
tanda
dan
gejala,
masalah keperawatan, dampak gangguan perubahan sensori
persepsi
skizofrenia
:halusinasi
terhadap
pendengaran
kebutuhan
dasar
akibat
manusia,
selanjutnya asuhan keperawatan pada klien dengangan gangguan pengkajian,
Defisit
Perawatan
perencanaan,
Diri
yang
mencakup
implementasi
atau
pelaksanaan dan evaluasi secara teoritis. BAB III : TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN, terdiri dar tinjauan kasus yang meliputi pengkajian, pengumpulan data, diagnose keperawatan, perencanaan, implementasi atau pelaksanaan, evaluasi serta pembahasan. BAB IV : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI, kesimpulan terdiri dari hasil pembahasan dari masalah-masalah yang muncul, sedangkan rekomendasi berisi saran tentang penyelesaian masalah yang muncul.
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar 1. Skizofrenia a. Pengertian Skizofrenia Skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosial. Di dalam otak yang terserang skizofrenia, terdapat kesalahan atau kerusakan pada sistem komunikasi tersebut (Yosep, 2009). b. Etiologi Etiologi dari skizofrenia dapat dibagi beberapa bagian Maramis (2005) diantaranya : 1) Keturunan Hal ini dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur, tetapi ini juga tergantung dari lingkungan individu. 2) Endokrin Teori ini dikemukakan berhubungan dengan sering timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan dan purperium dan waktu klimakterium, tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
9
10
3) Metabolisme Penderita dengan skezofrenia tampak pucat dan tidak sehat ujung ekstremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatinik konsumsi zat asam menurun. 4) Susunan Saraf Pusat Ada yang mencari penyebab skizofrenia ke arah kelainan susunan saraf pusat, yaitu pada diensefalon atau korteks otak. Tetapi
kelainan
patologis
yang
ditemukan
itu
mungkin
disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan. 5) Teori Adolf Meyer Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau
penyakit
badaniah
dapat
mempengaruhi
timbulnya
skizofrenia. Menurut Meyer skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
11
6) Teori Sigmund Freud Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan yang berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangan
kapasitas
untuk
pemindahan
(transference)
sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin. 7) Eugen Bleuler Penggunaan istilah skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau
disharmoni
antara
proses
berpikir,
perasaan
dan
perbuatan. Bleuler membagi gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gaangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain). 8) Teori lain Skizofrenia disebabkan
oleh
sebagai
suatu
sindroma
bermacam-macam
sebab
yang antara
dapat lain
keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti luwes otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
12
9) Ringkasan Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab skizofrenia.
Dapat
dikatakan
mempunyai
pengaruh.
Faktor
bahwa yang
faktor
keturunan
mempercepat,
yang
menjadikan manifest atau faktor pencetus (precipitating factors) seperti penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan skizofrenia, walaupun pengaruhnyaa terhadap suatu penyakit skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal. (Maramis, 2005)
c. Tanda dan Gejala Menurut
Maramis
(2005),
membagi
gejala-gejala
skizofrenia menjadi dua kelompok, yaitu : 1) Gejala-gejala primer a) Gangguan proses pikir Pada skizofrenia gangguan memang terdapat pada proses pikir,yang terganggu adalah asosiasi. Kadangkadang satu ide belum diutarakan, sudah muncul ide yang lain atau terdapat pemindahan maksud. b) Gangguan efek dan emosi Gangguannya berupa : kedangkalan afek dan emosi, paratihimi (apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita timbul rasa sedih), paramimi
13
(penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi dia akan menangis, kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan, emosi yang berlebihan). c) Gangguan kemauan Banyak kelemahan
penderita dengan kemauan.
Mereka
skizofrenia tidak
dapat
mempunyai mengambil
keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan. d) Gejala psikomotor (gangguan perbuatan) 2) Gejala-gejala sekunder a) Waham Pada penderita skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali. Tetapi penderita tidak meninsafi hal ini dan untuk dia wahamnya merupakan fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun. Sebaliknya dia tidak mengubah sikapnya yang bertentangan. b) Halusinasi Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan yang hampir tidak dijumpai pada keadaan lain. Paling sering pada skizofrenia adalah halusinasi pendengaran, kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman, halusinasi cita rasa atau halusinasi singgungan. 3) Gejala lain yang muncul dari skizofrenia adalah : a) Masalah Koginitif
14
Masalah kognitif yang akan mempengaruhi perilaku dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Masalah Kognitif pada Skizofrenia Masalah-masalah Kognitif Memori
Perilaku Pelupa Tidak berminat Kurang patuh
Perhatian
Kesulitan menyelesaikan tugas Kesulitan tugas
berkonsentrasi
pada
Bentuk dan Isi pikiran
Kesulitan mengkomunikasikan pikiran dan perasaan
Pengambilan keputusan
Kesulitan menjalankan konkrit :
Isi pikir
melakukan aktivitas
dan pikiran
-
Ketidakmampuan untuk menjalankan perintah multiple
-
Masalh waktu
-
Kesulitan mengelola keuangan
-
Penafsiran kata-kata symbol secara harfiah
dalam
pengelolaan
dan
Waham
Sumber ( Stuart, 2007) b) Respon Emosional Menurut Stuart (2007), respon emosional diantaranya adalah sebagai berikut : (1) Alekstimia, yaitu kesulitan dalam pemberian nama dan penguraian emosi.
15
(2) Apatis, yaitu kurang memiliki perasaan, emosi, minat, atau kepedulian. (3) Anthedonia, yaitu ketidakmampuan atau menurunnya kemauan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban dan kedekatan. c) Gerakan (1) Katatonia, flexibilitas cerea, sikap tubuh (2) Efek
samping
ekstra
pyramidal
dari
pengobatan
psikotropika (3) Gerakan mata abnormal (4) Menyeringai (5) Apraksia (kesulitan melaksanakan tugas yang kompleks) (6) Ekpraksia (sengaja meniru gerakan orang lain) (7) Langkah yang tidak normal (8) Menerisme d) Perilaku Stuart (2007) (1) Deteriaorasi penampilan (2) Agresi/agitasi (3) Perilaku stereotipik atau berulang (4) Avolisi (kurang energy dan dorongan) (5) Kurang tekun dalam bekerja atau sekolah.
16
d. Jenis-jenis Skizofrenia Menurut
Maramis (2005) Pembagian skizofrenia dalam
beberapa jenis berdasarkan gejala utama diantaranya sebagai berikut : 1) Skizofrenia Simplek Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada
jenis
simplek
adalah
kedangkalan
emosi
dan
kemunduran kemauan. 2) Skizofrenia Hebefrenik Sering timbul pada masa remaja atau antara lain umur 15-25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan proses pikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi. 3) Skizofrenia Katatonik Sering timbul antara umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin sering terjadi strupsor katatonik 4) Skizofrenia Paranoid Jenis ini sering mulai sesudah umur 30 tahun. Permulaannya mulai akut, mereka mudah tersinggung, menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada orang lain. Gejala mencolok adalah waham primer yang disertai dengan waham sekunder dan halusinasi. Baru dengan pemeriksaan yang teliti
17
ternyata adanya gangguan proses berpikir, gangguan afek, emosi dan kemauan. 5) Skizofrenia Akut Gejala ini timbul secara mendadak dan klien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah. 6) Skizofrenia Residual Keadaan ini muncul atau timbul sesudah beberapa kali serangan skizofrenia.
e. Faktor Predisposisi dan Presipitasi Menurut
Stuart
(2007),
mengemukakan
bahwa
faktor
predisposisi dan presipitasi skizofrenia sebagai berikut : 1) Faktor Predisposisi a) Biologis,
penelitian
pencitraan
otak
sudah
mulai
menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia Lesi pada area frontal dan temporal
yang
saling
berhubungan
dengan
perilaku
psikotik. b) Psikologis, teori psikodinamika untuk terjadinya respon neurobiologik
yang
maladaptif
belum
didukung
oleh
penelitian. Teori psikologik terdahulu menyalahkan keluarga
18
sebagai penyebab gangguan ini. Sehingga menimbulkan kurangnya rasa percaya keluarga terhadap tenaga jiwa profesional. c) Sosio budaya, stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap penyakit skizofrenia dan gangguan psikotik lain tetapi diyakini sebagai penyebab utama gangguan jiwa. 2) Faktor Presipitasi a) Biologis Stress biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologik yang maladaptif termasuk : b) Pemicu Gejala Pemicu merupakan precursor dan stimuli yang sering menimbulkan episode baru suatu penyakit. c) Stress Lingkungan Secara terhadap
biologis
stress
yang
menetapkan berinteraksi
ambang
toleransi
dengan
stressor
lingkungan untuk menentukan gangguan perilaku. 2. Defisit Perawatan Diri a. Pengertian Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian/berhias, makan dan
19
BAB/BAK (toileting) (Fitria, 2009) b. Tanda dan Gejala Defisit Perawatan Diri Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009) adalah sebagai berikut: a. Mandi/hygiene Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh
mengatur
suhu
atau
atau
mendapatkan
aliran
air
mandi,
sumber
air,
mendapatkan
perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi. b. Berpakaian/berhias Klien
mempunyai kelemahan
dalam
meletakkan atau
mengambil potongan pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian. c. Makan Klien
mempunyai
ketidakmampuan
dalam
menelan
makanan, mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah
makanan,
menggunakan
alat
tambahan,
mendapatkan makanan, membuka container, memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan dari wadah lalu memasukkannya ke mulut, melengkapi makan, mencerna makanan
menurut
cara
yang
diterima
masyarakat,
20
mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup makanan dengan aman. d. BAB/BAK Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari
jamban,
memanipulasi
pakaian
untuk
toileting,
membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil. c. Jenis - Jenis Perawatan Diri 1) Defisit perawatan diri : mandi Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan mandi/beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri. 2) Defisit perawatan diri : berpakaian Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas berpakaian dan berhias untuk diri sendiri. 3) Defisit perawatan diri : makan Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas makan secara mandiri. 4) Defisit perawatan diri : eliminasi Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas eliminasi sendiri. (Nanda, 2012)
21
d. Faktor Predisposisi Menurut Depkes (2006:20), penyebab kurang perawatan diri adalah : 1) Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu. 2) Biologis Penyakit
kronis
yang
menyebabkan
klien
tidak
mampu
melakukan perawatan diri. 3) Kemampuan realistis turun 4) Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri. 5) Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya
situasi
lingkungan
mempengaruhi
latihan
kemampuan dalam perawatan diri. e. Faktor Presipitasi Yang merupakan faktor presipitasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
22
Faktor – faktor yang mempengaruhi perawatan diri adalah : 1) Body image Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri, misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya. 2) Praktik sosial Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri maka kemungkinan akan terjadi perubahan pada personal hygiene. 3) Status sosial ekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya. 4) Pengetahuan Pengetahuan
personal
hygiene
sangat
penting
karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. 5) Budaya Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan. 6) Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampoo dan lain – lain.
23
7) Kondisi fisik atau psikis Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya. (Tarwoto, 2006:79-80)
f. Dampak Yang Sering Mimbul Pada Masalah Personal Hygiene 1) Dampak fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku. 2) Dampak psikososial Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan rasa dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial. Kebutuhan istirahat tidur, mekanisme diri yang tidak efektif menyebabkan individu menarik diri dari lingkungan sehingga klien sering mengeluh masalah
kebutuhan
tidur
atau
istirahatnya
terganggu
dikarenakan mungkin perubahan sensorik halusinasi lihat dan dengar, panik, penekanan rasa takut dan pikiran delusi.
24
3) Kebutuhan Eliminasi a) Pola BAK Individu dengan defisit perawatan diri kadang lupa terhadap
kebutuhan eliminasi, sehingga BAK tidak
terkontrol dan klien tanpa disadari BAK bukan pada tempatnya. Gangguan psiko, fisiologik terhadap sistem perkemihan yaitu akan menjadi sering kencing dan anuresis (Maramis, 2005 : 121) b) Pola BAB Manifestasi terhadap sistem pencernaan, yang biasanya mengalami konstipasi terjadi karena makanan sangat lambat dan resapan air yang banyak. Sedangkan diare terjadi karena jalannya makanan terlalu cepat dan resapan air kuning (Maramis, 2005 : 365). 4) Kebutuhan Nutrisi Dampak terhadap kebutuhan nutrisi klien adalah adanya gangguan saluran pencernaan sebagai manifestasi paling sering pada klien defisit perawatan diri, peningkatan asam lambung, anorexia, nausea, mual muntah, peningakatan salifa, tapi juga dapat mengalami peningkatan nafsu makan. (Maramis, 2005 : 364)
25
5) Kebutuhan Aktivitas Karena menarik dirinya muncul klien sering mondar – mandir berbicara sendiri gaduh, gelisah, marah – marah dan kadang klien tidak mau bicara, sedih, tampak cemas. Akibat dari hiperaktivitasnya sehingga klien tampak lelah, lesu keletihan sehingga mengalami penurunan minat untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri. 6) Kebutuhan Keperawatan Diri Ini
merupakan
masalah
utama,
karena
klien
defisit
perawatan diri yaitu individu yang mengalami sutu kerusakan perawatan
diri
yaitu
kerusakan
fungsi
individu
motorik
yang
atau
mengalami
fungsi
kognitif.
suatu Yang
menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri (Carpenito, 2007 : 330) 7) Kebutuhan Rasa Aman Berbagai stressor yang melatarbelakangi klien, jika tidak dapat
dipecahkan atau
mengadaptasinya
maka akan
berdampak stress. Manifestasi terhadap tubuh akan terjadi psikomatis, sehingga timbulah
pandangan kabur, pusing
dan sakit kepala. Maka klien akan mengalami gangguan rasa aman pusing.
26
8) Kebutuhan Mencintai, Memiliki dan Dimiliki Klien biasanya merasa kehilangan orang yang dicintainya, tidak ada orang lain yang menjadi teman dekat, merasa asing dengan orang lain. Ia menganggap semua orang memusuhi dan mencelanya sehingga akan mengalami berduka disfungsional karena respon kehilangan. 9) Kebutuhan Harga Diri Klien merasa harga dirinya sangat rendah terkait kehilangan kasih sayang dan penghargaan orang lain. Perilkau yang sering tampak yaitu klien sering mengkritik diri sendiri, produktivitas
menurun,
gangguan
berhubungan,
rasa
bermasalah, sikap negatif terhadap diri sendiri.
B. Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan Defisit Perawatan Diri Proses keperawatan pada klien dengan defisit keperawatan diri meliputi : 1. Pengkajian a. Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang di perlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2008 : 111).
27
Data yang dikumpulkan bisa berupa data objektif yaitu data yang dapat secara nyata melalui observasi atau pemeriksaan langsung subjektif
yang
oleh perawat. Sedangkan data
disampaikan secara lisan oleh klien dan
keluarganya. Data ini didapat melalui wawancara perawat kepada klien dan keluarganya (Keliat, 2007 : 4) Untuk
dapat
menyaring
data
yang
diperlukan,
umumnya yang dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk
teknis
pengkajian
agar
memudahkan
dalam
pengkajian. Sistematika pengkajian menurut Keliat (2007 : 68) meliputi : 1) Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian nomor rekam medik, diagnosa medis dan identitas penanggung jawab. 2) Keluhan utama dan alasan masuk, tanyakan pada klien atau keluarga apa yang menyebabkan klien datang ke rumah sakit saat ini serta bagaimana hasil dari tindakan orang tersebut. 3) Faktor
predisposisi,
menanyakan
kepada
klien
keluarganya a) Apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa atau tidak.
atau
28
b) Apakah ya, bagaimana hasil pengobatan sebelumnya. c) Klien pernah melakukan, mengalami atau menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal. d) Apakah
anggota
keluarga
ada
yang
mengalami
gangguan jiwa. e) Pengalaman klien yang tidak menyenangkan (kegagalan yang terulang lagi, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realitas) atau faktor lain, misalnya kurang mempunyai tanggung jawab personal. 4) Aspek fisik atau biologis, observasi tanda – tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan klien), ukur tinggi badan dan berat badan klien. 5) Psikososial, membuat genogram minimal tiga generasi yang dapat menggambarkan hubungan klien dengan keluraga. Masalah yang terkait dengan komunikasi pengambilan keputusan dan pola asuh. 6) Status mental meliputi pembicaraan, penampilan, aktivitas motorik, alam perasaan, afek, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, emosi, tingkat konsentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian dan daya tilik diri.
29
7) Kebutuhan persiapan pulang, kemampuan klien dalam makan,
BAB/BAK,
mandi,
berpakaian,
istirahat,
tidur,
penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas di dalam rumah dan di luar rumah. 8) Mekanisme koping, didapat melalui wawancara pada klien atau keluarga baik adaptif maupun maladaptif. 9) Masalah psikolosial dan lingkungan, didapat dari klien atau keluarga bagaimana tentang keadaan lingkungan klien, masalah pendidikan dan masalah pekerjaan. 10) Pengetahuan, apakah klien mengetahui tentang kesehatan jiwa. 11) Aspek medis, obat – obatan klien saat ini baik obat fisik, psikofarmako dan therapy lain. 12) Masalah Keperawatan Perawat dapat menyimpulkan kebutuhan atau masalah klien dari
kelompok
data
yang
dikumpulkan,
kemungkinan
kesimpulan adalah sebagai berikut : a) Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan Klien tidak memerlukan peningkatan kesehatan, klien hanya memerlukan pemeliharaan kesehatan secara periodik karena tidak ada masalah. b) Ada masalah dengan kemungkinan
30
(1) Resiko terjadi masalah karena ada faktor yang dapat menimbulkan masalah. (2) Aktual terjadinya masalah disertai data pendukung b. Analisa data Analisa data merupakan proses fikir yang meliputi kegiatan pengelompokan data, data bisa diperoleh dari keadaan klien yang tidak sesuai dengan standar kriteria yang sudah ada. Setelah
data
mengidentifikasi
dikelompokan masalah
maka
perawat
keperawatan
dapat
klien
dan
merumuskannya (Nursalam, 2006 : 36). Tabel 2.2 Analisa Data Data
Etiologi
Masalah
c. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (Status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan,
membatasi,
mencegah,
(Carpenito, 2006 dalam Nursalam, 2008 : 35)
dan
merubah
31
Diagnosa keperawatan aktual adalah menyajikan keadaan secara klinis yang telah di validasikan melalui batasan karakteristik mayor yang di identifikasikan (Hidayat, 2008 : 106). Daignosa keperawatan aktual penulisannya adalah adanya pernyataan masalah (P) dan adanya pernyataan tanda dan gejala (Simptom). 1) Menentukan Problem (P) Dalam menentukan pernyataan problem atau masalah keperawatan dapat ditentukan dari data yang terkumpul yang telah di validasi dan di identifikasi pola. 2) Menentukan Simptom (S) Diperoleh dari hasil pengumpulan data yaitu data subjektif dan
data
objektif
dengan
memperhatikan
batasan
karakteristik dari pernyataan masalah. (Hidayat, : 2005 –108)
2. Perencanaan Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah – masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Tahapan ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi (Iyer, Taptich & Bernocchi – Losey, 2009 dalam Nursalam, 2008 : 51).
32
Rencana tindakan keperawatan terdiri dari empat aspek yaitu tujuan, kriteria evaluasi, intervensi, dan rasionalisasi. Prinsip pembuatan tujuan sebagai berikut (Nursalam, 2008 : 54)
S : Spesifik (Tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda) M : Measurable (Tujuan keperawatan harus dapat di ukur khususnya tentang perilaku
klien :
dapat dilihat, didengar, diraba,
dirasakan dan bau). A
: Achievable (Tujuan harus dapat di capai).
R
: Reasonable (Tujuan harus dapat di pertanggung jawabkan secara Ilmiah)
T
: Time (waktu).Rencana Asuhan Keperawatan dengan Defisit Perawatan Diri (SAK khusus RSJ Cimahi, 2007) disajikan dalam tabel 2.2.
33
Tabel 2.3 Rencana Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan Diri
TGL
DX
TUJUAN
1
2
3
Kurang Klien mampu : perawa Klien mampu membina t-an diri hubungan saling percaya Melakukan kebersihan diri secara mandiri Melakukan berhias/ berdandan secara baik Melakukan makan dengan baik Melakukan BAB/BAK secara mandiri.
PERENCANAAN KRITERIA EVALUASI 4
INTERVENSI
RASIONALISASI
5
6
Setelah ……… SP. 1 pertemuan klien Bina hubungan saling percaya dapat : Membina hubungan Identifikasi saling percaya - Kebersihan diri - Berdandan Menjelaskan - Makan pentingnya - BAB/BAK - Kebersihan diri - Berdandan/ berhias - Makan Jelaskan - BAB/BAK pentingnya kebersihan diri Dan mampu melakuan cara Jelaskan alat dan merawat diri cara kebersihan diri Masukan dalam jadwal kegiatan klien
Menumbuhkan ikatan kepercayaan dalam komunikasi terpeutik agar klien dapat mengungkapkan masalahnya dan merupakan dasar hubungan saling percaya. Dengan klien mengetahui pentingnya kebersihan diri diharapkan klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri tanpa harus di perhatikan oleh orang lain. Dengan menjelaskan pentingnya kebersihan diri diharapkan klien dapat meningkatkan perawatan diri Dengan klien mengetahui alat dan cara kebersihan diri diharapkan klien bisa merawat dirinya secara baik. Dengan
34
memasukan dalam jadwal kegiatan diharapkan dapat melatih klien agar bisa melakukan perawatan diri secara mandiri
SP. 2 Evaluasi SP 1
Jelaskan pentingnya berdandan
Latih cara berdandan a. Untuk klien laki – laki meliputi cara - Berpakaian - Menyisir rambut - Bercukur b. Untuk klien perempuan - Berpakaian - Menyisir rambut - Berhias Masukan dalam jadwal kegiatan
Dengan mengevaluasi di SP 1, diharapkan klien dapat meningkatkan pentingnya kebersihan diri, berdandan/ berhias, makan, BAB/BAK. Dengan menjelaskan pentingnya berdandan diharapkan dapat membantu merubah penampilan klien supaya terlihat lebih rapih. Dengan klien mengetahui cara berdandan klien dapat berdandan secara mandiri tanpa dibantu oleh orang lain. Dengan memasukan dalam jadwal kegiatan diharapkan klien dapat lebih meningkatkan lagi perawatan dirinya.
35
SP. 3 Dengan mengevaluasi Evaluasi kegiatan kegiatan yang lalu SP 1 dan 2 1 dan 2 diharapkan klien dapat mengulang dan Jelaskan cara mengingat cara dan alat makan berdandan. yang benar Dengan - Jelaskan cara menjelaskan cara mempersiapkan dan alat untuk makan makan yang benar - Jelaskan cara diharapkan klien merapihkan mampu peralatan makan mempersiapkan, setelah makan merapihkan - Praktek makan peralatan makan, sesuai dengan dan praktek makan tahapan makanan yang benar. yang baik. Dengan melatih - Latih kegiatan klien cara makan makan yang benar Masukan dalam bisa/dapat jadwal kegiatan melakukan makan klien sesuai dengan tahapan makan yang baik. Dengan memasukan dalam jadwal kegiatan diharapkan klien dapat melakukan kegiatan secara continue SP. 4 Evaluasi Dengan kemampuan klien mengevaluasi yang lalu (SP 1,2 kemampuan klien dan 3) diharapkan klien mampu mengulang Latih cara dan mengingat BAB/BAK yang cara makan yang baik. benar.
36
a. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
Keluarga mampu : Keluarga mampu membina hubungan saling percaya Merawat anggota keluarga yang mengalami masalah defisit perawatan diri
Setelah…x.pertemu an Keluarga mampu membina hubungan saling percaya Keluarga agar kemampuan klien dalam perawatan dirinya meningkat
a.
Dengan klien mengetahui cara BAB/BAK yang baik diharapkan klien mampu BAB/BAK di tempat yang sesuai.
b. Menjelaskan b. Dengan cara menjelaskan cara membersihkan diri setelah membersihkan diri setelah BAB/BAK BAB/BAK. diharapkan klien dapat melakukan BAB/BAK yang baik. SP 1 Diharapkan pihak keluarga tidak Bina hubungan merasa asing saling percaya dengan kehadiran Identifikasi perawat dan masalah dalam keluarga dapat merawat klien membantu dalam dengan maslah memberikan - Kebersihan diri informasi tentang - Berdandan klien. - Makan Dengan - BAB/BAK mengidentifikasi masalah dalam merawat klien di Jelaskan difisit harapkan keluarga perawatan diri mengetahui permasalahan klien dan mampu Jelaskan cara merawat klien. merawat Dengan - Kebersihan diri menjelaskan - Berdandan Defisit Perawatan - Makan Diri, diharapkan - BAB/BAK keluarga Bermain peran mengetahui cara merawat pengertian Defisit RTL Kelg./ jadwal Perawatan Diri untuk merawat secara realitas. Dengan menjelaskan cara merawat. Diharapkan keluarga mengetahui cara –
37
cara merawat klien dengan Defisit Perawatan Diri. Dengan bermain peran diharapkan keluarga mampu menjelaskan dan merawat pasien seperti yang telah perawat ajarkan. Dengan melakukan rancana tindak lanjut keluarga, dapat mempermudah keluarga dalam merawat klien. SP. 2 Evaluasi SP 1
Latih keluarga merawat langsung ke klien, kebersihan diri dan berdandan RTL keluarga/jadwal untuk merawat
SP. 3 Evaluasi SP 2
Latih keluarga merawat langsung ke klien cara makan RTL keluarga/jadwal
Dengan mengevaluasi kegiatan yang lalu dapat mengetahui apakah keluarga mampu menjelaskan dan merawat klien dalam melakukan perawatan diri. Dengan melatih keluarga merawat langsung ke klien,diharapkan keluarga dapat merawat klien secara mandiri. Dengan melakukan rencana tindak lanjut keluarga dapat mempermudah keluarga dalam merawat klien Dengan mengevaluasi kegiatan yang lalu dapat mengetahui kemampuan keluarga dalam merawat klien. Diaharapkan keluarga dapat membimbing klien
38
untuk merawat
tentang cara makan yang benar.
SP. 4 Evaluasi kemampuan keluarga
Evaluasi kemampuan klien RTL keluarga. - Folow Up - Rujukan
Dengan mengevalusi diharapkan keluarga mampu merawat klien dengan benar. Dengan mengevaluasi klien dapat mengetahui kemampuan klien. Untuk pemeriksaan ulang atau untuk mengetahui rencana ulang yang dilakukan keluarga.
3. Implementasi Implementasi
tindakan
keperawatan
di
sesuaikan
dengan rencana tindakan keperawatan sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien, dengan prinsip ketidaktahuan, ketidakmauan, dan ketidakmampuan sesuai kondisi saat ini. (Keliat, 1999 : 15). Implementasi pada klien defisit perawatan diri Tim RSJ Cimahi (2007 : 15 – 17). SP 1 Klien : Membina hubungan saling percaya, mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara merawat diri dan melatih pasien tentang cara-cara perawatan kebersihan diri.
39
Tabel 2.4 Implementasi SP 1 : Klien ORIENTASI “Selamat pagi, kenalkan saya suster ……? “Namanya siapa, senang dipanggil siapa? “Saya dinas pagi diruangan ini pukul 07.00 -14.00. selama dirumah sakit ini saya yang akan merawat …?” “Dari tadi suster lihat …menggaruk-garuk badannya, gatal ya?” “Bagaimana kalau kita bicara tentang kebersihan diri?” “Berapa lama kita berbicara? .20 menit ya …? Mau dimana…?.. disini aja ya?” KERJA “Berapa kali … mandi dalam sehari? Apakah … sudah mandi hari ini? Menurut … apa kegunaannya mandi? Apa alasan … sehingga tidak bisa merawat diri? Menurut … apa manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan diri? Kira-kira tanda-tanda orang yang tidak merawat diri dengan baik seperti apa ya…? badan gatal, mulut bau, apa lagi ……? Kalau tidak teratur menjaga kebersihan diri masalah apa menurut … yang bisa muncul? “Betul ada kudis, kutu ….dsb?” “Apa yang … lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja … menyisir rambut? Bagaimana dengan bedakan? Apa maksud atau tujuan sisiran dan berdandan?” (Contoh untuk pasien laki-laki) “Berapa kali T cukuran dalam seminggu?Kapan … cukuran terakhir? Apa gunanya cukuran? Apa alat-alat yang diperlukan? Iya … sebaiknya cukuran 2x seminggu dan ada alat cukurannya?” nanti bisa minta ke perawat ya. “Berapa kali … makan sehari?” “Apa pula yang dilakukan setelah makan?” betul, kita harus sikat gigi setelah makan” “Di mana biasanya … BAB/BAK? Bagaimana membersihkannya? “Iya … kita kencing dan berak harus di WC, Nach … itu WC diruangan ini, lalu jangan lupa membersihkan pakai air dan sabun” “Menurut … kalau mandi itu kita harus bagaimana? Sebelum mandi apa yang perlu kita persiapkan? Benar sekali … perlu menyiapkan pakaian ganti, handuk, sikat gigi, sampo dan sabun serta sisir?”
40
“Bagaimana kalau sekarang kita ke kamar mandi, suster akan membimbing … melakukannya. Sekarang … siram seluruh tubuh … termasuk rambut lalu ambil shampoo gosokkan pada kepala … sampai berbusa lalu bilas sampai bersih, bagus sekali. Selanjutnya ambil sabun, gosokkan di seluruh tubuh serta merata lalu siram dengan air bersih, jangan lupa sikat gigi pakai odol … giginya disikat mulai dari arah atas ke bawah. Gosok seluruh gigi … dari mulai depan sampai belakang. Bagus, lalu kumur-kumur sampai bersih, terakhir siram lagi seluruh tubuh… sampai bersih lalu keringkan dengan handuk … bagus sekali melakukannya. Selanjutnya … pakai baju dan sisir rambutnya dengan baik”. TERMINASI “Bagaimana perasaan … setelah mandi dan mengganti pakaian? Coba … sebutkan lagi apa saja cara-cara mandi yang baik yang sudah .… lakukan tadi?” Bagaimana perasaan … setelah kita mendiskusikan tentang pentingnya kebersihan diri tadi? Sekarang coba ulangi lagi tanda-tanda bersih dan rapi” “Bagus sekali mau berapa kali … mandi dan sikat gigi? Dua kali pagi dan sore, Mari … kita masukkan dalam jadwal aktivitas harian. Nach … lakukan ya … dan beri tanda kalau sudah dilakukan Spt M (mandiri) kalau dilakukan tanpa disuruh, B (Bantuan) kalau diingatkan baru dilakukan dan T (tidak) tidak melakukan? Baik besok lagi kita latihan berdandan. Oke?”
SP 2 Klien : Percakapan saat melatih laki-laki berdandan. Tabel 2.5 Implementasi SP 2 : Klien ORIENTASI “Selamat pagi, ……? Bagaimana perasaan bapak hari ini? Bagaimana mandinya?” Sudah dilakukan sudah ditandi di jadual hariannya” “Hari ini kita akan latihan berdandan, mau dimana latihannya. Bagaimana kalau di ruang tamu? Lebih kurang setengah jam? KERJA “Apa yang … lakukan setelah selesai mandi?” Apa … sudah ganti baju? “Untuk berpakaian, pilihlah pakaian yang bersih dan kering. Berganti pakaian yang bersih 2x/hari. Sekarang coba bapak ganti baju. Ya, bagus seperti itu” “Apakah … menyisir rambut? Bagaimana cara bersisir? “Coba kita praktekkan, lihat ke cermin, bagus … sekali! “Apakah … suka bercukur? Berapa hari sekali bercukur? “betul 2 kali seminggu
41
“Tampaknya kumis dan janggut bapak sudah panjang. Mari Pak dirapihkan! Ya, bagus” (Catatan : Janggut dirapihkan bila pasien tidak memelihara janggut) TERMINASI “Bagaimana perasaan … setelah berdandan” “Coba pak, sebutkan cara berdandan yang baik sekali lagi” “Selanjutnya bapak setiaphari setelah mandi berdandan dan pakai baju yang seperti tadi! Mari kita masukan pada jadual kegiatan harian, pagi jam berapa, lalu sore jam berapa? “Nanti siang kita latihan makan yang baik. Diruang makan bersama dengan pasien yang lain” SP 3 Klien : Percakapan melatih berdandan pasien wanita Tabel 2.6 Implementasi SP 3 : Klien ORIENTASI “Selamat pagi, ……? Bagaimana perasaan …… hari ini? Bagaimana mandinya?” Sudah dilakukan sudah ditandai di jadual hariannya” “Hari ini kita akan latihan berdandan supaya … tampak rapi dan cantik. Mari … kita dekat cermin dan bawa alat-alatnya (sisir, bedak, lispstik) KERJA “Sudah diganti tadi pakaiannya sehabis mandi? Bagus …! Nach … sekarang disisir rambutnya yang rapi, bagus … ! apakah … biasa pakai bedak?” coba dibedakin mukanya … yang rapi dan tipis. Bagus sekali.” “…, punya lipstik mari dioles tipis, nach …… coba lihat di kaca! TERMINASI “Bagaimana perasaan … setelah berdandan” “… jadi tampak segar dan cantik, mari masukkan dalam jadwal kegiatan harian, sama jamnya dengan mandi. Nanti siang kita latihan makan yang baik di ruang makan bersama pasien yang lain.”
42
SP 4 Klien : Percakapan melatih pasien makan secara mandiri Tabel 2.7 Implementasi SP 4 : Klien ORIENTASI “Selamat pagi, ……? “Wow … masih rapi dech …” “Siang ini kita akan latihan bagaimana cara makan yang baik. Kita latihan langsung di ruang makan ya..!” mari … itu sudah datang makanan” KERJA “Bagaimana kebiasaan sebelum, saat, maupun setelah makan? Dimana … makan?” “Sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun. Ya, mari kita praktikkan! “Bagus! Setelah itu kita duduk dan ambil makanan. Sebelum disantap kita berdoa dulu. Silahkan … yang pimpin! Bagus. “Mari kita makan, saat makan kita harus menyantap makanan satu-satu dengan pelan-pelan. Ya ayo … sayurnya dimakan. “Setelah makan kita bereskan piring dan gelas yang kotor. Ya betul … dan kita akhiri dengan cuci tangan. Ya bagus!” Itu Suster … sedang bagi obat, coba … minta sendiri obatnya” TERMINASI “Bagaimana perasaan … setelah kita makan bersama-sama” “Apa saja yang harus kita lakukan pada saat makan, (cuci tangan, duduk yang baik, ambil makanan, berdoa, makan yang baik, cuci piring dan gelas, lalu cuci tangan)” “Nach …. Coba … lakukan seperti tadi setiap makan, mau kita masukkan dalam jadwal?” Besok kita ketemu lagi untuk latihan BAB/BAK yang baik, bagaimana kalau jam 10.00 disini saja ya…”
SP 5 Klien : Percakapan mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri. Tabel 2.8 Implementasi SP 5 : Klien ORIENTASI “Selamat pagi …? Bagaimana perasaan … hari ini?” Baik ..! sudah dijalankan jadual kegiatannya… ?” “Kita akan membicarakannya tentang cara BAB/BAK yang baik?
43
“Kira-kira 20 menit ya …. Dan dimana kita duduk? Baik disana dech…..! KERJA Untuk pasien pria : “Dimana biasanya …BAB/BAK?” “Benar …, BAB dan BAK yang baik itu di WC/Kakus, kamar mandi atau tempat lain yang tertutup dan ada saluran pembuangan kotorannya. Jadi kita tidak BAB/BAK di sembarangan tempat ya ….” “Sekarang, coba … jelaskan kepada saya bagaimana cara …… cebok” “Sudah bagus ya …, yang perlu diingat saat … cebok adalah … membersihkan anus atau kemaluan dengan air yang bersih dan pastikan tidak ada tinja/air kencing yang masih tersisa di tubuh … “Setelah … selesai cebok, jangan lupa tinja/air dengan air secukupnya sampai tinja/air kencing itu tidak tersisa dikakus/WC. Jika…membersihkan tinja/air kencing seperti ini, berarti … ikut mencegah menyebarkan kuman yang berbahaya yang ada pada kotora/air kencing” “Setelah selesai membersihkan tinja/air kencing. … perlu merapihkan kembali pakaian sebelum keluar WC/Kakus/Kamar mandi. Pastikan resleting celana telah tertutup rapi, lalu cuci tangan dengan menggunakan sabun” Untuk pasien wanita : “Cara cebok yang bersih setelah … BAB yaitu dengan menyiramkan air dari arah depan ke belakang. Jangan terbalik ya … cara seperti ini berguna untuk mencegah masuknya kotoran yang ada di anus ke bagian kemaluan kita”. “Setelah … selesai cebok, jangan lupa tinja/air kencing yang ada dikakus/WC dibersihkan. Caranya siram tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai tinja/air kencing itu tidak tersisa di kakus/WC. Jika … membersihkan tinja/air kencing seperti ini, berarti …ikut mencegah menyebarnya kuman yang berbahaya yang ada pada kotoran/air kencing” “Jangan lupa merapihkan kembali pakaian sebelum keluar dari WC/Kakus, lalu cuci bersih tangan dengan menggunakan sabun”. TERMINASI “Bagaimana perasaan … setelah kita membicarakank tentang cara BAB/BAK yang baik?” “Coba … jelaskan ulang tentang cara BAB/BAK yang baik “Bagus ..!” “Nach … besok kita ketemu lagi, untuk melihat sudah sejauhmana … bisa melakukan jadual kegiatannya”
44
SP 1 Keluarga :
memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang masalah perawatan diri dan cara merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kurang perawatan diri. Tabel 2.9 Implementasi SP 1 : Keluarga
ORIENTASI “Selamat pagi Pak/Bu, saya … perawat yang merawat …” “Apa pendapat Bapak tentang anak Bapak, … “ “Hari ini kita akan berdiskusi tentang apa masalah yang dialami … dan bantuan apa yang diberikan” “Berapa lama waktu Bapak/Ibu yang tersedia? Bagaimana kalau 20 menit?, mari kita duduk di kantor perawat?”
KERJA “Apa saja masalah yang Bapak/Ibu rasakan dalam merawat …?” Perawatan diri yang utama adalah kebersihan diri, berdandan, makan dan BAB/BAK. “Perilaku yang ditunjukkan oleh … itu dikarenakan gangguan jiwanya yang membuat pasien tidak mempunyai minat untuk mengurus diri sendiri. Baik … akan saya jelaskan: untuk kebersihan diri, kami telah melatih … untuk mandi, keramas, gosok gigi, cukuran, ganti baju, dan potong kuku. Kami harapkan Bapak/Ibu dapat menyediakan alat-alatnya … juga telah punya jadwal pelaksanaannya untuk berdandan. Karena anak Bapak/Ibu perempuan, kami harapkan dimotivasi sehabis mandi untuk sisiran yang rapi, pakai bedak dan lipstik. Untuk makan, sebaiknya makan bersama keluarga dirumah, … telah mengetahui langkah-langkahnya : cuci tangan, ambil makanan, berdoa, makan yang rapih, cuci piring dan gelas, lalu cuci tangannya. Sebaiknya makan pas jam makan obat, agar sehabis makan langsung makan obat. Dan untuk BAB/BAK, di rumah ada WC Bapak/Ibu? Iya … juga sudah belajar BAB/BAK yang bersih. Kalau … kurang motivasi dalam merawat diri apa yang bapak lakukan? “Bapak juga perlu mendampinginya pada saat merawat diri sehingga dapat
45
diketahui apakah … sudah bisa mandiri atau mengalami hambatan dalam melakukannya” “Ada yang Bapak./ibu tanyakan?”
TERMINASI “Bagaimana perasaan Pak … setelah kita bercakap-cakap?” “Coba Pak … sebutkan lagi apa saja yang harus diperhatikan dalam membantu anak bapak… dalam merawat diri” “Baik nanti kalau Bapak/Ibu besuk bisa ditanyakan pada …” “Dan di rumah nanti, cobalah Bapak/Ibu mendampingi dan membantu …
SP 2 Keluarga : Melatih keluarga cara merawat pasien Tabel 2.10 Implementasi SP 2 : Keluarga ORIENTASI “Assalamu’alaikum Bapak/Ibu sesuai janji kita dua hari yang lalu kita sekarang ketemu lagi” “Bagaimana Bapak/Ibu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan dua hari yang lalu?” “Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya Pak?” “Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke … ya?” “Berapa lama ada waktu Bapak/Ibu”
KERJA “Sekarang anggap saya adalah …. Coba bapak praktikkan, cara memotivasi … untuk mandi, berdandan, buang air dan makan” “Bagus, betul begitu caranya” “Sekarang, coba praktikkan cara memberikan pujian kepada …” “Bagus, bagaimana kalau cara memotivasi… minum obat dan melakukan kegiatan
46
positifnya sesuai jadual?” “Bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat …“ “Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada …..”
TERMINASI “Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat …” “Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak dan ibu membesuk…” “Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita akan mencoba lagi cara merawat … sampai bapak dan ibu lancar melakukannya” “Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?“ “Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”
SP 3 Keluarga :
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga. Tabel 2.11 Implementasi SP 3 : Keluarga
ORIENTASI “Assalamu’alaikum Bapak/Ibu hari ini … sudah boleh pulang, untuk itu perlu dibicarakan jadual …selama di rumah” “Bagaimana pak, bu, selama bapak dan ibu membesuk apakah sudah terus dilatih cara merawat …?” “Nah sekarang mari kitak bicarakan jadual di rumah tersebut disini saja?” “Berapa lama bapak dan ibu punya waktu KERJA “Pak, Bu … ini jadual kegiatan … dirumah sakit, coba perhatikan apakah dapat dilaksanakan di rumah” “Pak/Bu jadual yang telah dibuat selama … di rumah sakit tolong dilanjutkan dirumah, baik jadual aktivitas maupun jadwal minum obatnya” “Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh
47
anak ibu dan bapak selama di rumah. Kalau misalnya … menolak terus menerus untuk makan, minum dan mandi serta menolak
makan minum obat
atau
memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain, maka segera hubungi suster … di Puskesmas …, Puskesmas terdekat di rumah ibu dan bapak, ini nomor telepon puskesmasnya (0651) xxxxxx” selanjutnya suster … yang akan membantu memantau perkembangan … selama di rumah” TERMINASI “Bagaimana Pak, Bu ada yang belum jelas? Ini jadwal harian … untuk dibawa pulang” “Jangan lupa kontrol ke Puskesmas untuk perawatan …di Puskesmas … “ “Jangan lupa kontrol ke Puskesmas sebelum obat habis, atau ada gejala-gejala yang tampak” “Silahkan selesaikan administrasinya”
4. Evaluasi Evaluasi proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respons klien tehadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan membadingkan respon klien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan. S : Respons subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. O :
Respons objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A : Analisa ulangan atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul
48
masalah baru ada data yang kontradikasi dengan masalah yang ada. P :
Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respons klien. Klien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evaluasi agar
dapat
melihat
perubahan
dan
berupaya
mempertahankan dan memelihara. Pada evaluasi sangat diperlukan reinforcement untuk menguatkan perubahan yang positif. Klien dan keluarga juga dimotivasi untuk melakukan self reinforcement (Keliat, 2009 : 15–16) Rencana tindak lanjut dapat berupa : a.
Rencana teruskan, jika masalah tidak berubah.
b.
Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan
sudah
dijalankan
tetapi
hasil
belum
memuaskan. c.
Rencana dibatalkan jika di temukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada serta diagnosa lama dibatalkan.
d.
Rencana atau diagnosa selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang perlukan sudah memelihara dan mempertahankan kondisi yang baru.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC. Departemen Kesehatan RI. (2006). Standar Pedoman Perawatan Jiwa. Jakarta. Keliat,
Budi Anna., Akemat., Helena, Novy., Nurhaeni, (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta : EGC.
Heni.
Maramis. (2005). Catatan Ilmu kedokteran Jiwa, Cetakan. Surabaya : Lembaga Catatan Rekam Medik RSUD Kota Banjar (2014-Juni2016) Stuart and Sundeen. (2007). Keperawatan Jiwa. Alih Bahasa oleh Achir Yani S, Hamid. Jakarta : EGC. Tim Diklat Cimahi. (2007). MPKP Keperawatan Jiwa. Bandung : RSJ Cimahi. Tim Diklat Cimahi. (2007). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : RSJ Cimahi. Townsend, Marry C. (2005). Buku Saku diagnosa keperawatan pada psikiatri. Edisi 3. Jakarta : EGC. Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung : Refika Aditama.) Undang-Undang Kesehatan RI No. 23 Tahun 1992. http://fmpkj.samarinda.blogspot.com/2009/01/berbagai-indikator-taraf-kesehatanjiwa.html. http://nurse.rusari.com/askep-defisit-perawatan-diri.htm. (http://nursing-rukarr.blogspot.co.id/2011/06/defisit-perawatan-diri.html http://kalangkangmencrang.blogspot.co.id/2015/01/defisit-perawatan-diri.html https://tessaprymanandaputri.wordpress.com/2015/03/16/askep-pada-pasiendefisit-perawatan-diri-dpd/