Damianus Journal of Medicine;Astaxanthin memberikan efek proteksi terhadap photoaging Vol.10 No.3 Oktober 2011: hlm. 149–160.
TINJAUAN PUSTAKA
ASTAXANTHIN MEMBERIKAN EFEK PROTEKSI TERHADAP PHOTOAGING Komang Ardi Wahyuningsih*
ABSTRACT *
Departemen Biologi, Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya. Jl. Pluit Raya No. 2 Jakarta Utara 14440.
.
Aging is a multifactorial process resulting in several organ. Skin as an outer organ of our body undergoes chronological aging, because skin is in direct contact with the environment. The primary environmental factor that cause chronological aging to the skin is ultraviolet radiation from the sun. Photoaging, suninduced skin aging, is acumulative process, depends on the degree of sun exposure and skin pigment. Recent advances in skin biology have increased our understanding on skin homeostasis and the aging process, as well as the mechanisms by which ultraviolet radiation contributes to photoaging and cutaneous disease. Substantial progress in understanding cellular and molecular mechanism of chronological aging and photoaging provide exciting new oppurtunities for the development of antiaging therapy. Carotenoid are functional meterial isolated from nature, they have been aplied for food. Astaxanthin is one of the carotenoid that had protection effect on photoaging which are inhibitory effect on wrinkle formation, decrease of skin elasticity, as a Radical Oxygen Species scavenger, both aplied for food or topically on the cosmetic preparation. Key words: aging, photoaging, carotenoid, astaxanthin
ABSTRAK Penuaan merupakan proses multifaktorial yang mempengaruhi berbagai organ. Kulit sebagai organ paling luar mengalami penuaan kronologis, karena kontak langsung dengan lingkungan. Faktor lingkungan yang utama sebagai penyebab penuaan kronologis adalah radiasi sinar ultraviolet dari matahari. Penuaan kulit yang diinduksi oleh sinar matahari disebut dengan istilah photoaging, yaitu proses akumulatif yang tergantung dari derajat paparan sinar matahari dan pigmen kulit. Perkembangan ilmu biologi kulit saat ini meningkatkan pengetahuan mengenai homeostasis kulit dan proses penuaan, serta peranan radiasi sinar ultraviolet pada photoaging dan penyakit kulit lainnya. Peningkatan pengetahuan tersebut nantinya akan bermanfaat dalam terapi anti penuaan terkini, dimana mekanisme seluler dan molekuler pada penuaan kronologis dan photoaging sudah diketahui dengan baik. Karotenoid yang diisolasi dari alam sudah dipergunakan sebagai makanan. Astaxanthin salah satu karotenoid yang memiliki efek pencegahan terhadap photoaging yang menghambat pembentukan kerutan, meningkatkan elastisitas kulit, sebagai pengikat radikal bebas, yang pemberiannya secara oral atau topical pada sediaan kosmetik. Kata kunci: penuaan, photoaging, karotenoid, astaxanthin.
PENDAHULUAN Populasi orang tua di dunia mencapai laju yang sangat luar biasa. Sebagian besar berhubungan dengan penurunan laju kelahiran dan peningkatan angka harapan hidup dalam 20 tahun terakhir. Di Eropa, persentase orang berumur 60 tahun atau lebih diperkirakan meningkat sekitar sepertiga sejak tahun 1996 sampai 2025,
tergantung masing-masing negara. Pada tahun 2020, populasi dunia diperkirakan mencapai lebih dari 1 milyar orang berumur 60 tahun atau lebih, dan sebagian besar di negara sedang berkembang.1 Berdasarkan proyeksi penduduk pada tahun 2010, di Indonesia terdapat 23.992.552 penduduk usia lanjut. Diperkirakan pada tahun 2020, jumlah penduduk usia lanjut
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
149
DAMIANUS Journal of Medicine
mencapai 11,34%. Bertambahnya usia akan menyebabkan terjadi penurunan berbagai fungsi organ tubuh dan perubahan fisik, baik tingkat seluler, organ, maupun sistem karena proses penuaan.2 Berbagai faktor yang menyebabkan orang menjadi tua melalui proses penuaan yang dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktorfaktor internal antara lain radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun, dan gen. Sementara faktor eksternal yang utama meliputi gaya hidup tidak sehat, kebiasaan salah, polusi lingkungan, stres, dan kemiskinan.3 Banyak teori menjelaskan mengapa seseorang menjadi tua. Salah satu teori penuaan yang sangat berkembang adalah Teori Radikal Bebas. Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel.4 PHOTOAGING Sama seperti organ tubuh lainnya, kulit manusia pun mengalami penuaan kronologis. Tetapi tidak seperti organ lain, kulit mengalami kontak langsung dengan lingkungan. Faktor lingkungan yang utama yang menyebabkan penuaan kulit adalah radiasi sinar ultraviolet (UV). Paparan kronis kulit manusia dengan sinar UV mempengaruhi struktur dan fungsi kulit. Kerusakan sangat tergantung dari jumlah dan jenis sinar UV dan juga tipe kulit seseorang. Radiasi sinar UV mengakibatkan sunburn, imunosupresi, stress oksidatif, dan kanker kulit menyerupai penuaan dini kulit maka disebut photoaging.5,6 Photoaging merupakan akumulasi kerusakan akibat paparan kronis sinar matahari. Ketika radiasi sinar ultraviolet yang terdapat pada sinar matahari menyentuh kulit, sebagian disebarkan dan dipantulkan pada stratum korneun, sebagian ditransmisikan. Kedalaman penetrasinya tergantung panjang gelombang. Sinar UV A dan UV B merupakan spektrum cahaya matahari yang berperan pada proses photoaging ini. Walaupun UV B (290-320 nm) memiliki panjang gelombang yang lebih pendek tetapi lebih efisien mencapai permukaan bumi, lebih kuat terserap pada epidermis dan lebih eritemogenik dibandingkan dengan UV A.7,8
150
Terbentuknya reactive oxygen species (ROS) selama paparan berulang UV B menurunkan ekspresi enzim antioksidan dan meningkatkan modifikasi protein oksidatif dan akumulasi peroksidasi lipid dan produk glikasi.6 Reactive oxygen species yang terbentuk selama pajanan UV menghambat transforming growth factor (TGF)- sehingga produksi kolagen terhambat serta meningkatkan faktor transkripsi AP-1 yang selanjutnya meningkatkan produksi matrix metalloproteinase (MMP)-1 yang merupakan enzim yang mendegradasi kolagen.5,9 Penelitian biokimia menunjukkan pada photoaging terjadi perubahan jaringan ikat yang berupa penurunan prekursor kolagen tipe I dan III, cross link, peningkatan rasio kolagen tipe III dan I, peningkatan elastin. Perubahan pada matriks ekstraseluler dermis tersebut yang mengakibatkan gambaran klinis pada photoaging, yang ditandai dengan kerutan, perubahan pigmentasi, dan hilangnya tonus kulit.10 Metode baru untuk melindungi kulit dari photodamage akibat paparan sinar matahari sangat penting untuk mencegah kanker dan photoaging. Kulit secara alamiah menggunakan antioksidan untuk melindungi dirinya dari photodamag.11 Antioksidan topikal dengan berbagai formulasi yang terdiri dari vitamin A, C, dan E, saat ini sangat popular. Vitamin E topikal (alfa tokoferol) menghambat kerusakan lemak kulit akibat paparan ozon juga melindungi kulit dari kerusakan oksidatif akibat radiasi sinar ultraviolet. Vitamin C topikal (asam askorbat) dan turunannya, askorbil palmitat dan askorbik fosfat, harus diubah tubuh menjadi L-asam askorbat agar aktif untuk menghambat radikal bebas oleh radiasi sinar ultraviolet, dan menurunkan eritema kulit. Selain itu juga menstimulasi proliferasi fibroblas dan augmentasi penyembuhan luka.12 Ketika vitamin E melawan efek radikal bebas, dia menjadi radikal bebas baru yang lemah, tetapi efek tersebut dapat dikembalikan menjadi antioksidan oleh vitamin C atau koenzim Q.10 Yang sama juga terjadi ketika vitamin C atau glutation menjadi radikal bebas baru yang lemah setelah memberikan elektron kepada sebuah radikal bebas, tetapi efek ini dikembalikan menjadi antioksidan oleh asam lipoat dan vitamin C.13 Astaxanthin adalah pigmen merah yang terbentuk secara alamiah pada berbagai organisme hidup. Astaxanthin bekerja pada kulit manusia dengan membangun lapisan pelindung bawah kulit. Astaxanthin dikatakan menjadi benar-benar antioksidan yang terbaik karena memiliki kekuatan 50-100 kali lebih kuat dibandingkan dengan vitamin E dan membantu vitamin C dan E pada aktivitasnya sebagai antioksidan, serta tidak bersifat sebagai prooksidan. Penelitian lain
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
Astaxanthin memberikan efek proteksi terhadap photoaging
menunjukkan bahwa astaxanthin merupakan penyerap yang efisien sinar ultraviolet tertentu yang berperan pada penuaan kulit dan kanker kulit. 14 Pada penelitian manusia, astaxanthin menunjukkan perbaikan tandatanda penuaan akibat ultraviolet dengan penggunaan topikal dan pemberian oral selama 4-6 minggu.15 Seperti diketahui, karotenoid sangat mudah didekomposisi selama penyinaran dengan sinar UV dan oksigen. Sebagian besar karotenoid sangat jarang diteliti efeknya pada fungsi kulit, oleh karena instabilitasnya di bawah paparan cahaya sehingga sampai saat ini sangat jarang digunakan sebagai kosmetik. Astaxanthin menunjukkan efek proteksi yang tertinggi pada photoaging sebagai pengikat ROS. Astaxanthin menghambat timbulnya kerutan, penurunan elastisitas kulit, perubahan pada kolagen dan elastin, dan level aktivitas MMP-1 yang diamati pada mencit, apabila sediaannya digabungkan dengan dl--tocoferol dan -glucosyl rutin akan mempertahankan stabilitasnya pada preparat formulasi kosmetik.16 PENUAAN Aging atau penuaan bukan hanya proses menjadi tua. Penuaan adalah apa yang membuat “tua tidak sebaik baru” dan ketika laju kegagalan meningkat bersamaan dengan peningkatan usia, orang menjadi sakit, lemah, dan kadang sekarat.17 Aging atau penuaan secara praktis dapat dilihat sebagai suatu penurunan fungsi biologik dari usia kronologik. Aging tidak dapat dihindarkan dan berjalan dengan kecepatan berbeda, tergantung dari susunan genetik seseorang, lingkungan dan gaya hidup, sehingga aging dapat terjadi lebih dini atau lambat tergantung kesehatan masing-masing individu. 18 Menurut American Academy of Anti-Aging Medicine (A4M), adalah kelemahan dan kegagalan fisik-mental yang berhubungan dengan aging normal disebabkan oleh disfungsi fisiologik, dalam banyak kasus dapat diubah dengan intervensi kedokteran yang tepat.19 Kenyataannya aging dapat dibagi menjadi dua konsep yang berbeda, yaitu usia kronologis dan usia biologis. Pada saat merayakan hari ulang tahun (merayakan usia kronologis), kadang benar bahwa penampilan sistem tubuh seseorang, dari fungsi mental hingga penampilan seksual sampai kekuatan fisik, lebih baik atau lebih buruk dari yang diperkirakan jika dibandingkan dengan orang yang seusianya (ini adalah contoh usia biologis).3,20 Perkembangan ilmu kedokteran, dalam hal ini Ilmu Kedokteran Anti-Penuaan (KAP) atau Anti-Aging Medicine (AAM) telah membawa konsep baru dalam dunia
kedokteran. Penuaan diperlakukan sebagai penyakit, sehingga dapat dan harus dicegah atau diobati bahkan dikembalikan ke keadaan semula sehingga usia harapan hidup dapat menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik.3,20 Dengan mencegah proses penuaan, fungsi berbagai organ tubuh dapat dipertahankan agar tetap optimal. Hasilnya organ tubuh dapat berfungsi seperti pada usia yang lebih muda, padahal usia sebenarnya bertambah. Dengan demikian penampilan dan kualitas hidupnya lebih muda dibandingkan dengan usia sebenarnya.3 Berbagai upaya dilakukan untuk kaitannya dengan antiaging, di antaranya terapi sulih hormon, olah raga, nutrisi, dan estetika, bahkan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan kedokteran yang baru, dikembangkan pula cell therapy dan stem cell therapy untuk upaya anti-aging.3 MEKANISME PADA PENUAAN Proses penuaan ditandai penurunan energi seluler yang menurunkan kemampuan sel untuk memperbaiki diri. Terjadi dua fenomena, yaitu penurunan fisiologik (kehilangan fungsi tubuh dan sistem organnya) dan peningkatan penyakit.18 Menurut Fowler (2003), aging adalah suatu penyakit dengan karakteristik yang terbagi menjadi 3 fase yaitu: 1.
Fase subklinik (usia 25-35 tahun)
Kebanyakan hormon mulai menurun: testosteron, growth hormone (GH), dan estrogen. Pembentukan radikal bebas, yang dapat merusak sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh, seperti diet yang buruk, stress, polusi, paparan berlebihan radiasi ultraviolet dari matahari. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar. Individu akan tampak dan merasa "normal" tanpa tanda dan gejala dari aging atau penyakit. Bahkan, pada umumnya rentang usia ini dianggap usia muda dan normal. 2.
Fase transisi (usia 35-45 tahun)
Selama tahap ini kadar hormon menurun sampai 25 persen. Kehilangan massa otot yang mengakibatkan kehilangan kekuatan dan energi serta komposisi lemak tubuh yang meninggi. Keadaan ini menyebabkan resistensi insulin, meningkatnya resiko penyakit jantung, pembuluh darah, dan obesitas. Pada tahap ini mulai muncul gejala klinis, seperti penurunan ketajaman penglihatan-pendengaran, rambut putih mulai tumbuh, elastisitas dan pigmentasi kulit menurun, dorongan seksual dan bangkitan seksual menurun.
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
151
DAMIANUS Journal of Medicine
3.
Fase Klinik (usia 45 tahun ke atas)
Orang mengalami penurunan hormon yang berlanjut, termasuk DHEA (dehydroepiandrosterone), melatonin, GH, testosteron, estrogen, dan hormon tiroid. Terdapat juga kehilangan kemampuan penyerapan nutrisi, vitamin, dan mineral sehingga terjadi penurunan densitas tulang, kehilangan massa otot. Penyakit kronis menjadi sangat jelas terlihat, akibat sistem organ yang mengalami kegagalan. Ketidakmampuan menjadi faktor utama untuk menikmati "tahun emas" dan seringkali adanya ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sederhana dalam kehidupan sehari-harinya. Prevalensi penyakit kronis akan meningkat secara dramatik sebagai akibat peningkatan usia. Ada empat teori pokok aging (Goldman dan Klatz, 2007), yaitu teori wear and tear, teori neuroendokrin, teori kontrol genetik, dan teori radikal bebas. a)
Teori wear and tear
Tubuh dan selnya mengalami kerusakan karena sering digunakan dan disalahgunakan (overuse and abuse). Organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit, dan yang lainnya, menurun karena toksin di dalam makanan dan lingkungan, konsumsi berlebihan lemak, gula, kafein, alkohol, dan nikotin, karena sinar ultraviolet, dan karena stress fisik dan emosional. Tetapi kerusakan ini tidak terbatas pada organ melainkan juga terjadi di tingkat sel. b)
Teori neuroendokrin
Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh. Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus, sebuah kelenjar yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk poros dengan hipofise dan organ tertentu yang kemudian mengeluarkan hormonnya. Dengan bertambahnya usia tubuh memproduksi hormon dalam jumlah kecil, yang akhirnya mengganggu berbagai sistem tubuh. c)
Teori kontrol genetik
Teori radikal bebas
Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas sen152
FENOMENA PENUAAN KULIT Radiasi sinar ultraviolet dari sinar matahari mengakibatkan berbagai efek pada kulit manusia, di antaranya adalah sunburn, penekanan imunitas, dan penuaan dini (photoaging). Sunburn dan penekanan sistem imun terjadi secara akut sebagai respon akibat paparan yang berlebihan dari sinar matahari, sedangkan kanker kulit dan photoaging akibat dari akumulasi kerusakan yang yang disebabkan oleh paparan berulang sinar ultraviolet. Kulit yang mengalami photoaging ditandai dengan kerutan, kekenduran, perubahan pigmentasi, flek kecoklatan, dan tampak kasar. Sangat berbeda dengan kulit dengan penuaan kronologis atau penuaan intrinsik pada kulit yang diproteksi dari sinar matahari yang menjadi tipis, mengalami penurunan elastisitas tetapi kadang tampak halus.10 1.
Teori ini fokus pada genetik memprogram sandi sepanjang DNA, di mana kita dilahirkan dengan kode genetik yang unik, yang memungkinkan fungsi fisik dan mental tertentu. Dan penurunan genetik tersebut menentukan seberapa cepat kita menjadi tua dan berapa lama kita hidup. d)
diri merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki sifat reaktifitas tinggi, karena kecenderungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada pada molekul lain. Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, lemak, dan protein.4 Dengan bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas semakin mengambil peranan, sehingga mengganggu metabolisme sel, juga merangsang mutasi sel, yang akhirnya membawa pada kanker dan kematian. Selain itu radikal bebas juga merusak kolagen dan elastin, suatu protein yang menjaga kulit tetap lembab, halus, fleksibel, dan elastis. Jaringan tersebut akan menjadi rusak akibat paparan radikal bebas, terutama pada daerah wajah yang mengakibatkan lekukan kulit dan kerutan yang dalam akibat paparan yang lama oleh radikal bebas.20
Penuaan intrinsik
Penuaan intrinsik juga dikenal dengan proses penuaan alamiah, yang merupakan proses yang terus berlangsung, dimulai pada usia pertengahan 20-an. Penuaan intrinsik terjadi oleh karena akumulasi kerusakan endogen akibat pembentukan senyawa oksigen reaktif selama metabolisme oksidasi seluler. Pemendekan telomer pada pembelahan sel juga dikatakan salah satu penyebab penuaan intrinsik kulit, selain oleh karena penurunan faktor pertumbuhan dan hormon). Manifestasi klinis penuaan kronologis kulit dapat berupa se-
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
Astaxanthin memberikan efek proteksi terhadap photoaging
rosis, kelemahan, kerutan dan gambaran tumor jinak seperti keratosis seboroik dan angioma buah cherry.21 2.
Penuaan ekstrinsik (photoaging)
Photoaging terjadi sebagai akibat kerusakan kumulatif dari radiasi UV. Radiasi UV (dengan panjang gelombang 100-400 nm) merupakan 5% dari seluruh kisaran radiasi sinar matahari. Secara umum dibagi menjadi 3, yaitu UV A (320-400 nm), UV B (280-320 nm), dan UV C (100-280 nm). UV C terabsorbsi langsung oleh lapisan ozone di atmosfer. Radiasi UV mengaktivasi reseptor permukaan sel yang mengakibatkan propagasi sinyal intraseluler dan sintesis faktor transkripsi, protein inti yang berikatan dengan DNA untuk meningkatkan atau menekan gen transkripsi. Satu faktor transkripsi yang secara cepat dan prominen terinduksi oleh radiasi UV adalah AP-1. AP-1 mempengaruhi gen transkripsi kolagen pada fibroblas, menurunkan level prokolagen I dan III, selain itu AP-1 merangsang gen transkripsi yang mengkode matrix-degrading enzyme seperti metalloproteinase. Pada kulit yang mengalami photoaging tersebut dapat memperlihatkan gambaran klinis permukaan kasar, bernodus, kerutan halus dan kasar, bercak kekuningan, kering, dan telangiektasis.,21 RADIASI ULTRAVIOLET Spektrum elektromagnetik yang ditransmisikan oleh sinar matahari berkisar antara sinar kosmik yang sangat pendek hingga gelombang radio yang sangat panjang. Sebagian besar perubahan kulit akibat sinar yang terjadi berhubungan dengan radiasi UV. Ada tiga katagori radiasi UV, yaitu UVC, dengan panjang gelombang yang terpendek, yaitu 100-290 nm. Tidak ada panjang gelombang yang lebih pendek dari 290 nm yang mencapai permukaan bumi, terutama disebabkan oleh filtrasi oleh lapisan ozon. Berbeda dengan UVB (290-320 nm) yang mencapai pemukaan bumi dan bertanggung jawab terhadap atas sebagian besar terjadinya fotobiologi pada kulit. Sinar UVA (320-400 nm) mampu melewati kaca jendela dan dibagi menjadi UVA1 (340-400 nm) dan UVA2 (320-340 nm) (Rigel dkk, 2004). Menipisnya lapisan stratosfer dari ozone mengakibatkan semakin banyak jumlah radiasi UVB yang mencapai permukaan bumi yang selanjutnya menimbulkan efek langsung terhadap kesehatan manusia. Paparan ultraviolet ini memegang peranan penting terhadap terjadinya penuaan dini kulit.22 Radiasi UVB yang mencapai kulit, 70% diserap pada stratum korneum, 20% mencapai seluruh epidermis, dan hanya 10% mencapai bagian atas dermis. Radiasi
UVA diabsorpsi sebagian besar pada epidermis, tetapi 20%-30% radiasi ini mencapai bagian yang lebih dalam dermis. Akibatnya, UVA memiliki penetrasi yang lebih dalam dibandingkan UVB. Walaupun UV B (290-320 nm) memiliki panjang gelombangnya lebih pendek tetapi lebih efisien mencapai permukaan bumi, lebih kuat terserap pada epidermis dan lebih eritemogenik dibandingkan dengan UV A.7,8 A. Efek akut ultra violet 1.
Eritema
Eritema (sunburn) merupakan reaksi inflamasi akut pada kulit berkaitan dengan kemerahan yang timbul akibat setelah paparan yang berlebihan radiasi UV. Eritema yang terbentuk tergantung pada panjang gelombang. UVA yang memiliki 2 katagori oleh karena memiliki perbedaan eritemogenik dimana UVA2 lebih meningkatkan eritema dibandingkan dengan UVA1. Efektivitas eritema menurun dengan bertambahnya panjang gelombang. Eritema yang diinduksi oleh UVB berespon lebih lambat, mencapai puncaknya setelah 6-24 jam tergantung dosis. Dosis terendah yang mengakibatkan kemerahan minimal yang dapat dilihat dengan jelas 24 jam setelah radiasi disebut minimal erythema dose (MED). Nilai MED ini bervariasi antara orang satu dengan lainnya tergantung fototipe kulit, warna kulit, dan lokasi anatomi.8 2.
Pigmentasi
Respon pigmentasi kulit mengikuti paparan sinar matahari terdiri dari reaksi kecoklatan (tanning) dan pembentukan melanin baru. Respon kecoklatan pada kulit tergantung panjang gelombang radiasi. Eritema yang diinduksi UVB diikuti dengan pigmentasi. Melanisasi yang terjadi akibat paparan kumulatif UVA bertahan lebih lama dibandingkan dengan yang terjadi akibat paparan UVB. Perbedaan ini kemungkinan terjadi akibat lokalisasi pigmen yang diinduksi oleh UVA lebih basal. Melanisasi yang diinduksi oleh UVB menghilang dengan turn-over epidermis dalam 1 bulan.5,8 3.
Kerusakan DNA
DNA seluler secara langsung menyerap UVB, dan penyerapan ini menyebabkan lesi pada basa pirimidin, yang menjadi ikatan kovalen dan merusak heliks DNA. Apabila kerusakan DNA ini tidak diperbaiki maka akan mengakibatkan kesalahan pembacaan kode genetik, mutasi, dan kematian sel. Radiasi UVA juga merusak DNA tetapi kurang jika dibandingkan dengan UVB.8,21,23
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
153
DAMIANUS Journal of Medicine
4.
Penekanan Sistem Imun
Paparan UV dapat menekan imunitas. Fenomena ini disebut photoimmunosuppresion yang berperan penting bagi terjadinya kanker kulit, meningkatnya insiden penyakit infeksi dan virus, serta menurunnya efektifitas vaksin. Suatu penelitian menunjukkan bahwa dosis tunggal suberitemal dari radiasi stimulator sinar matahari (0,25 atau 0,5 MED) menekan induksi dari respon hipersensitifitas kontak terhadap dinitroklorobenzena hingga 50-80%.8 B.
Efek Kronis Ultraviolet
1.
Photoaging
Beberapa perubahan molekuler dan seluler yang diinduksi oleh paparan tunggal radiasi UV tidak memiliki relevansi dengan kerusakan kronis. Perubahan seluler dan jaringan yang terlibat pada beberapa efek akibat paparan UV, tidak sesederhana yang terjadi sebagai respon akut. Kromofor terbesar menyerap UVB adalah asam nukleat dan protein, kromofor lainnya menyerap UVA tetapi pada konsentrasi yang rendah.7 Kulit yang mengalami photoaging secara klinis menunjukkan karakteristik kasar, kerutan halus dan kasar, hiperpigmentasi yang tidak merata dapat berupa lentigen atau bercak (freckles), kelemahan, bengkak, dan teleangiektasis. 8 2.
Foto karsinogenesis
Telah banyak penelitian yang menyokong peranan langsung paparan sinar matahari terhadap perkembangan kanker kulit, khususnya kanker kulit non-melanoma, seperti melanoma sel skuamosa dan karsinoma sel basal. Sangat sulit mengevaluasi efek paparan UV pada induksi dan progresi kanker kulit pada manusia. Perkembangan lesi ini membutuhkan waktu bertahuntahun, dan frekuensi maupun intensitas paparan menyerupai keadaan yang sebenarnya di alam sangatlah sulit.8 Dikatakan juga kerusakan DNA yang disebabkan oleh radiasi UV merupakan penyebab utama perkembangan kanker kulit.23 MEKANISME PHOTOAGING Radiasi UV pada kulit manusia mengaktivasi kompleks respon molekuler yang merusak jaringan ikat kulit. Untuk menimbulkan efek biologisnya, molekul pada kulit yang disebut kromofor harus menyerap UV, dan energi yang terserap harus diubah menjadi reaksi kimia. Tergantung dengan kromofor, energi yang terserap akan menyebabkan perubahan kimia langsung pada kromofor itu sendiri, atau mengirim energi tersebut dari
154
kromofor ke molekul yang lain yang kemudian mengalami perubahan kimia. Kromofor utama kulit adalah DNA, asam urokanik, asam amino aromatic, retinoid, karotenoid, bilirubin, flavin, hemoglobin, melanin, dan NAD(P)H (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate).8 UVA secara tidak langsung berperan pada pembentukan ROS, yang selanjutnya menimbulkan efek peroksidasi lipid, aktivasi faktor transkripsi, dan memutus ikatan DNA. UVB juga dapat mengakibatkan terbentuknya ROS, mekanisme utamanya adalah dengan berinteraksi langsung dengan DNA melalui induksi kerusakan DNA, berupa cross-linking basa pirimidin yang berdekatan. Photoaging diperantarai oleh absorpsi langsung UV dan ROS yang diperantarai reaksi kimia. Kulit dapat menerima oksigen melalui pembuluh dermis, sama baiknya dengan kontak langsung pada epidermis. Pada kulit yang mengalami photoaging, aktivitas enzim yang mengikat oksigen seperti, katalase, superoksid dismutase mengalami kerusakan.7 Paparan langsung dengan sinar matahari, khususnya radiasi UV akan menginduksi stres oksidatif melalui aktivasi enzim oksidase NADPH atau melalui peroksidasi lemak. Sehingga kulit berpotensi mengalami stres oksidatif ketika menerima radiasi UV dari matahari. Proses seluler yang memperantarai kerusakan UV pada jaringan ikat kulit termasuk reseptor permukaan sel, jalur sinyal transduksi protein kinase, faktor transkripsi, dan MMPs. Radiasi UV menyebabkan aktivasi sitokin dan reseptor faktor pertumbuhan (growth factor) pada permukaan keratinosit dan sel dermis, melalui stimulasi aktivitas tirosin kinase tertentu, dan inisiasi penurunan jalur sinyal transduksi. Epidermal growth factor, interleukin (IL)-1, dan reseptor tumor necrosis factor- (TNF) akan teraktivasi dalam beberapa menit setelah pejanan UV.9 Pembentukan ROS terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit setelah pejanan UV, level hidrogen peroksida meningkat lebih dari dua kali lipat pada kulit manusia. Terbentuknya hidrogen peroksida setelah paparan UV jelas dari fotokimia terbentuknya ROS. Keratinosit menunjukkan (NADPH) oksidase, yang mengkatalisasi reduksi molekul oksigen menjadi anion superoksid. Hidrogen peroksida dapat dengan cepat membentuk ROS lain, seperti radikal hidroksil. Keduanya mengakibatkan oksidasi komponen sel yaitu DNA, protein, dan membran sel dan mengaktivasi jalur seluler, keduanya disebabkan oleh stress oksidatif yang diinduksi UV, yang merupakan penyebab photoaging.5 ROS tampak memiliki peranan penting terhadap sinyal tranduksi yang dimediasi MAP-kinase yang kemudian
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
Astaxanthin memberikan efek proteksi terhadap photoaging
menginduksi AP-1. Radiasi UV mengaktivasi jalur sinyal yang dimediasi oleh protein kinase yang menyebar di nukleus sel untuk menginduksi c-Jun. C-Jun yang terinduksi selanjutnya c-Fos terekspresikan untuk membentuk kompleks teraktivasi dari faktor transkripsi AP-1. Induksi protein c-Jun pada kulit manusia diikuti dengan aktivasi MAP-kinase. Pada dermis dan epidermis, AP-1 menginduksi ekspresi kolagenase MMPs (MMP-1), stromelisin 1 (MMP-3), dan gelatinase 92kd (MMP-9) yang mendegradasi kolagen dan protein lain yang terdiri dari matriks ekstraseluler dermis. Faktor transkripsi AP-1 juga mempengaruhi ekspresi gen kolagen pada fibroblas dermis. Radiasi UV juga mengaktivasi faktor transkripsi nuclear factor B (NFB) yang memperkuat ekspresi gelatinase 92-d, tetapi yang lebih penting adalah, NF-B menstimulasi transkripsi dari gen sitokin proinflamatori, termasuk IL-1, TNF-, IL-6, dan IL-8, dan molekul adhesi termasuk adhesi interseluler molekul 1. NF-B mengikat netrofil, selanjutnya mengawali pembentukan kolagenase netrofil (MMP-8) pada kulit yang teradiasi. Secara kolektif, MMPs tersebut mendegradasi kolagen kulit dan selanjutnya terjadi kerusakan integritas struktur dermis.5,8,9 Selain terjadi degradasi kolagen matur, radiasi UV juga menghambat sintesis kolagen, terutama dengan menurunkan regulasi ekspresi gen prokolagen tipe I dan III, yang mengakibatkan kehilangan kolagen kulit akut. Dua mekanisme yang berperan pada menurunnya ekspresi gen prokolagen adalah induksi AP-1 dan sebagian lagi dengan represi transkripsional yang dimediasi AP-1, dan menurunkan regulasi TGF- tipe II yang kemudian mengakibatkan hilangnya responsifitas TGF-.5,9,24 MEKANISME KERUSAKAN KOLAGEN PADA PHOTOAGING Penelitian menunjukkan bahwa paparan pada kultur fibroblas kulit yang mengalami kerusakan akibat UV dan pada kulit yang terlindungi dari sinar matahari dengan kolagen tipe I yang terdegradasi sebagian (diperoleh melalui percobaan in-vitro kolagen yang dicampur dengan MMPs) menghambat sintesis prokolagen. Kerusakan dermis akibat MMPs yang diinduksi oleh sinar UV, terjadi melalui 2 mekanisme, yaitu secara langsung terjadi degradasi kolagen dan secara tidak langsung melalui hambatan sintesis kolagen oleh produk degradasi kolagen yang terbentuk dari MMP. Kolagen tipe I yang terfragmentasi memberikan umpan balik negatif terhadap sintesisnya. Dugaan bahwa fragmen kolagen dengan berat molekul tinggi mengakibatkan regulasi negatif sintesis kolagen tipe I.
Aging Photoaging
Catalase
ROS (H2O2)
c-JUN Kinase (JNK/p38)
ERK
c-Fos
c-Jun
AP-1
Gene expression
(+) MM P (Collagenase)
Collagen degradation
Collagen Deficiency
Skin Wrinkling
Gambar 1. Mekanisme kerusakan kolagen pada photoaging 25
RADIKAL BEBAS Radikal bebas adalah atom atau molekul (kumpulan atom) yang memiliki elektron yang tidak berpasangan (unpaired electron). Radikal bebas memiliki sifat reaktifitas tinggi, karena kecenderungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada pada molekul lain. Radikal bebas diproduksi secara endogen dan diperoleh pula secara eksogen. Secara endogen, radikal bebas diproduksi oleh mitokondria, membran plasma, lisosom, retikulum endoplasma, dan inti sel. Secara eksogen, radikal bebas berasal dari asap rokok, polutan, radiasi ultraviolet, obat-obatan, dan pestisida.4 Reaksi radikal bebas dapat dibagi menjadi tiga tahap,26 yakni, tahap inisiasi, propagasi, dan terminasi. (1) tahap inisiasi, yaitu tahapan yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Cu RH+O 2
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
R+ + HO2+
155
DAMIANUS Journal of Medicine
(2) Tahap propagasi, yaitu tahap dimana radikal bebas cenderung bertambah banyak dengan membuat reaksi rantai dengan molekul lain. R+ +O2
RO2+
R:R
Reduksi oksigen memerlukan pengalihan 4 elektron (electron transfer). Pengalihan ini tidak dapat sekaligus, tetapi dalam 4 tahapan yang setiap tahapan hanya melibatkan pengalihan satu elektron kendala yang mengharuskan oksigen hanya dapat menerima satu elektron setiap tahap menyebabkan terjadinya dua hal, yaitu kurang reaktifnya oksigen dan terbentuknya senyawa-senyawa oksigen reaktif seperti O2- (ion peroksida), H2O2 (hidrogen peroksida), OOH (radikal peroksil), dan OH (radikal hidroksil). Radikal bebas memiliki dua sifat, yakni (1) reaktivitas tinggi, karena kecendrungannya menarik elektron. Dan (2) dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal. Sifat radikal bebas yang mirip dengan oksidan terletak pada kecendrungannya untuk menarik elektron. Jadi sama halnya dengan oksidan,radikal bebas adalah penerima elektron. Itulah sebabnya dalam kepustakaan kedokteran, radikal bebas digolongkan dalam oksidan. Namun perlu diingat bahwa radikal bebas adalah oksidan tetapi tidak setiap oksidan adalah radikal bebas. Radikal bebas lebih berbahaya dibanding dengan oksidan yang bukan radikal. Hal ini disebabkan oleh kedua sifat radikal bebas diatas, yaitu reaktivitas yang tinggi dan kecendrungan membentuk radikal baru, yang pada gilirannya nanti apabila menjumpai molekul lain akan membentuk radikal baru lagi, sehingga terjadilah reaksi rantai (chain reaction) Di antara senyawa-senyawa oksigen reaktif, radikal hidroksil merupakan senyawa yang paling berbahaya karena reaktivitasnya sangat tinggi. Radikal hidroksil dapat merusak tiga jenis senyawa yang penting untuk mempertahankan integritas sel, yaitu (1) asam lemak, khusus asam lemak tak jenuh yang merupakan komponen penting fosfolipid penyusun membran sel; (2) DNA, yang merupakan perangkap genetik sel; dan (3) protein, yang memegang berbagai peran penting seperti enzim, reseptor, antibodi dan pembentuk matriks serta sitoskeleton.
156
A. Kerusakan pada Epidermis 1.
(3) tahap terminasi, yaitu apabila terjadi reaksi antara radikal bebas dengan radikal bebas lain atau antara radikal bebas dengan suatu senyawa pembasmi radikal (scavenger). R+ + R+
PERUBAHAN HISTOLOGIS KULIT PADA PHOTOAGING
Sunburn cell
Parameter kerusakan akut oleh UV yang utama adalah eritema. Selain eritema ada pula karakteristik lain, satu diantaranya adalah terbentuknya "sunburn cell" (SBC) pada epidermis. SBC dideskripsikan sebagai sel yang mengalami diskeratosis. Diskeratosis adalah sel yang mengalami kecacatan dan keratinisasi dini dari keratinosit yang mengakibatkan homogenus sentral, nukleus piknotik basofilik yang dikelilingi halo bening atau badan eosinofilik homogen dengan diameter 10µm yang kadang menunjukkan bekas intinya. Dengan pewarnaan hematoksilin eosin, di bawah mikroskop elektron, SBC tampak berkerut, homogen, rapat menyerap warna tampak seperti kaca, sitoplasma eosinofilik, dan inti piknotik dengan kondensasi hiperkromik. SBC hanya ditemukan pada bagian sentral atau lapisan atas epidermis, ada pula literatur yang mengatakan bahwa SBC ditemukan pula pada lapisan basal.27 2.
Keratinosit
Secara histologis, kerusakan kronis epidermis akibat photodamage memiliki karakteristik variasi ketebalan, dengan daerah atrofi berat sampai dengan hiperplasia dan sering dengan beberapa derajat atipia nuklear pada keratinosit dan melanosit. Atrofi epidermis pada kulit yang mengalami photoging mencerminkan berkurangnya komponen sel pada stratum germinativum, dimana daerah yang mengalami hiperplasia, mencerminkan hipertrofi kompensatoris jaringan yang rusak akibat UV. Protein sitoskleton epidermal juga secara langsung dipengaruhi oleh paparan UV. Pada percobaan proliferasi keratinosit in-vitro, UV menginduksi kolaps jaringan keratin dan menyebabkan terbentuknya cincin mikrofilamen pada bagian perifer sel, yang pada kondisi normal hanya terdapat pada keratinosit yang berproliferasi. Segera setelah radiasi UV mitosis berhenti selama 624 jam yang diamati pada keratinosit. Hambatan proliferasi keratinosit ini tergantung dosis pada tiap durasinya, diikuti dengan hiperproliferasi hari kedua sampai ketujuh yang hasilnya berupa akantosis dan hiperkeratosis.7 3.
Melanosit
Pigmentasi ireguler yang menjadi karakteristik kulit yang mengalami photoaging disebabkan karena hiperplasia melanosit hiperaktif, yang mengakibatkan kulit kecoklatan, bercak-bercak, dan lentigen, diselingi de-
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
Astaxanthin memberikan efek proteksi terhadap photoaging
ngan daerah yang mengalami kerusakan lebih berat dimana melanosit jarang dan atau tidak mampu mentransfer pigmen normal ke keratinosit. Radiasi UV menginduksi proliferasi melanosit tidak hanya pada kulit yang terpapar tetapi juga pada kulit yang terlindungi, kemungkinan oleh faktor yang belum dapat dikenali yang dilepaskan ke sirkulasi setelah radiasi UVB. Efek langsung UV pada membran melanosit juga memberikan kotribusi terhadap meningkatnya pigmentasi yang ireguler pada kulit yang mengalami photoaging.7 B.
Kerusakan pada Dermis
1.
Elastosis
Penanda photoaging pada dermis adalah elastosis, perubahan kualitatif dan kuantitatif dari serat elastin. Fibroblas memegang peranan penting pada produksi elastin, kolagen, dan substansi dasar lainnya. Pejanan UV B dengan 6 MED sebanyak 3 kali seminggu selama 30 minggu pada tikus tanpa bulu menunjukkan serat elastin yang normal berubah menjadi elastosis yang masif7. Setelah paparan selama 16 minggu dengan UV B dengan dosis 15 kJ/m2 tiga kali seminggu, tikus menunjukkan peningkatan serat elastin kulit.27 2.
Perubahan pada kolagen
Pada kulit yang mengalami photoaging, serat kolagen mengalami disorganisasi. Penelitian mendapatkan bahwa pada kulit yang mengalami photoaging prekursor kolagen tipe I dan III dan crosslinks-nya berkurang.11,21 Serabut kolagen dan kumpulan serabut berkurang, serat kolagen mengalami homogenisasi. Dengan menggunakan antibodi terhadap kolagen tipe I, tidak ditemukan ada perubahan pada kolagen setelah radiasi UV B selama 10 minggu. Peningkatan kolagen tipe III dimulai setelang pemaparan 12 minggu dengan radiasi UV B (5 hari/minggu dengan ½ MED/pemaparan). Total kolagen meningkat secara signifikan hingga minggu ke 20 paparan UV, kemudian menurun secara signifikan.7 RADIKAL BEBAS DAN ANTIOKSIDAN PADA KULIT Mekanisme kerusakan kulit akibat paparan UV melibatkan peranan radikal bebas yang terbentuk segera setelah paparan UV, terutama radikal oksigen. Penemuan antioksidan dalam bentuk topikal, menjadi tambahan penyerap UV sebagai pendekatan lain proteksi kulit. Mekanisme pertahanan antioksidan yang terdapat pada jaringan kulit, perlindungan yang diberikan untuk proteksi dapat saja lebih besar tetapi tergantung jumlah UV yang mengenai kulit. Sebuah penelitian yang dilakukan dengan menyuntikkan superoksid dismutase (SOD)
Gambar 2. Gambaran histologis serat kolagen dermis pada kulit dengan pewarnaan picro sirius red (a) kulit yang mengalami kerusakan berat akibat sinar matahari (photoaging) dan (b) kulit photoaging yang telah diterapi dengan isotretinoin peroral.28
pada tikus setelah dipapar UV, menemukan hasil reaksi antara oksigen dan antioksidan pada sel epidermal setelah paparan UV, jumlah SBC menurun. Meskipun anion superoksid (O2-) tidak terlalu reaktif, reaksi dismutase ini menghasilkan peroksida hidroksil yang oleh reaksi Fenton, menghasilkan radikal hidroksil (OH), yang dipercaya menghasilkan sejumlah reaksi seluler. O2- + O2- + 2H- O2 + H2O2 H2O2 + Fe2+
OH- + OH- + Fe3+
Respon antioksidan kulit terhadap radikal bebas oksigen yang terbentuk oleh UV B, ditemukan bahwa tidak terdapat reduksi yang signifikan pada SOD tetapi ditemukan penurunan level tokoferol, ubikuinol dan katalase. Selanjutnya hasil reaksi antara oksigen, menyebabkan kerusakan membrane dalam bentuk peroksidasi lipid, yang kemudian memungkinkan radikal bebas lain dan respon modifikasi seperti kekurangan kalsium dan kerusakan lanjutan lainnya. Eritema sebagai sumber lain kerusakan yang diperantarai oleh radikal bebas, dapat dikontrol dengan antioksidan. Selama periode inflamasi, direkrut sel pertahanan yang mengandung netrofil dalam bentuk infiltrat. Netrofil terlibat pada pembentukan radikal bebas oksigen, seperti O2- dan OH dan dapat mencapai matriks dermal, selanjutnya menimbulkan kerusakan pada daerah inflamasi. Selama metabolisme normal juga terbentuk radikal bebas oksigen sebagai akibat dari reduksi univalen dari oksigen pada rantai transport elektron atau sumber endogen lainnya. Peningkatan metabolisme oleh fibroblas setelah UV mengakibatkan peningkatan spektrum kerusakan radikal bebas.
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
157
DAMIANUS Journal of Medicine
Berbagai antioksidan enzimatik dan non enzimatik melindungi kulit dari kerusakan oksidatif pada kulit yang terpapar radiasi sinar ultraviolet., dan secara drastis berkurang setelah paparan radiasi sinar ultraviolet. Enzim yang memperbaiki trauma oksidasi pada kulit di antaranya superoksid dismutase, katalase, dan tioredoksin reduktase, dan antioksidan alamiah lainnya seperti vitamin A, C, dan E, dan glutation, juga berperan langsung untuk mencegah kerusakan akibat radikal oksigen. Antioksidan eksogen juga tampak menghambat respon sunburn, imunosupresi, dan fotokarsinogenesis pada tikus. Antioksidan tertentu seperti astaxanthin dengan memonitor enzim-enzim yang berperan dalam stress oksidatif seperti katalase, superoksid dismutase, dan zat aktif asam thiobarbiturat, mampu mengurangi stress oksidatif. Pada kulit, pemberian antioksidan oral dapat mengurangi stress oksidatif tetapi pemberian antioksidan topikal juga mampu mencegah kerusakan kulit yang disebabkan oleh stress oksidatif. Dikatakan bahwa pemberian antioksidan topikal dapat mengurangi akumulasi peroksida pada kulit.29 Interaksi antara radiasi matahari pada kulit mengakibatkan terbentuknya radikal bebas. ROS mengakibatkan hidroksilasi, peroksidasi, cross-link, pemutusan rantai, penambahan radikal pada cincin aromatik, pembentukan aldehid dan deplesi thiol. Autooksidasi dari asam lemak tak jenuh ganda pada membran lipid juga terjadi, kemungkinan berhubungan dengan singlet oksigen, radikal perhidroksi, atau radikal hidroksil. Antioksidan berperan untuk mengurangi efek dari ROS, setidaknya melalui 3 cara, yaitu (1) mengikat/scavenging (R + PH RH + P), (2) menghambat/inhibisi (RO2 + PH ROOH + P), (3) proteksi (ROOH + PH ROH + POH), dimana R sama dengan komponen bervariasi dan PH antioksidan protektif yang mampu memberikan ion hidrogen.7 ASTAXANTHIN Astaxanthin merupakan pigmen karotenoid natural, yang memiliki aktivitas biologis sebagai antioksidan. Astaxanthin menunjukkan aktivitas kuat dalam mencerna radikal bebas dan memberikan perlindungan melawan peroksidasi lemak dan kerusakan oksadasi oleh kolesterol LDL, membran sel, sel, dan jaringan. Produksi komersial Astaxanthin dari mikroalga Haematococcus pluvialis karena pertumbuhannya yang cepat dan kaya akan Astaxanthin. Secara garis besar, seluruh jenis karotenoid termasuk Astaxanthin melindungi tubuh dari kerusakan oksidatif melalui 2 mekanisme, yaitu mengikati singlet oksigen
158
melalui mekanisme fisik dimana energi yang berlebihan dari singlet oksigen tersebut ditransfer ke struktur karotenoid yang kaya akan elektron dan mengubah energinya menjadi panas sehingga tidak terbentuk singlet oksigen lagi serta bereaksi dengan radikal lain untuk mencegah dan menghentikan reaksi rantai. 30 Astaxanthin memiliki potensi merangkai singlet oksigen lebih besar dibandingkan kerotenoid lain dan vitamin E. Stabilitas astaxanthin terhadap radiasi sinar ditemukan bahwa astaxanthin lebih stabil jika dibandingkan dengan tokoferol dan likopen.31 Melalui tes fotosensitisasi, Astaxanthin memiliki efek proteksi melawan singlet oksigen yang menginduksi kematian sel lebih rendah jika dibandingkan dengan likopen.32 Astaxanthin seperti juga vitamin E merupakan antioksidan yang larut lemak, sehingga memungkinkan melewati membran sel yang kaya lemak dan jaringan. Astaxanthin mampu bereksi dengan radikal lain dengan berbagai cara, hal tersebut disebabkan karena karakteristik karotenoid yang kaya akan electron sehingga sangat atraktif terhadap radikal, oleh sebab itu mampu melindungi komponen sel lain (lemak, protein, DNA) dari kerusakan oleh radikal bebas.33 Astaxanthin sangat resisten terhadap autooksidasi, tetapi tidak dijelaskan bahwa efek antioksidan yang lebih tinggi akan meningkat dengan pertambahan dosis.34 Pada tahun 1960-an Mathews-Roth dan para pekerjanya dapat menunjukkan efek protektif beta karoten pada eritropoetik protoporfiria, penyakit fotosensitif yang menyebabkan gatal dan terbakar pada kulit akibat paparan sinar matahari. Hipotesisnya adalah beta-karoten mencegah penyakit fotosensitif sehingga dapat mencegah kerusakan seluler. Sejak saat itu penelitian berikutnya mengarah pada peranan karotenoid pada kerusakan kulit yang diinduksi oleh sinar ultraviolet, dan penggunaannya sebagai suplemen dan pelindung sinar matahari (sun protectants).13 Singlet oksigen yang terbentuk oleh paparan UV dirangkai oleh Astaxanthin sehingga dengan pemberian ataxanthin 4 mg perhari secara oral selama 6 minggu mampu melindungi kolagen kulit dari cross-linking oksidatif dan degradasi kolagen.16 Penggunaan antioksidan sebagai kosmetik sudah sangat luas, termasuk astaxanthin. Dengan astaxanthin dosis kisaran 20-100 ppm pada produk campuran sunscreen telah mampu memberikan efek perlindungan, dari sinar UV. Astaxanthin pada sunscreen berfungsi melindungi kulit dari sunburn dan kerusakan UV, selain itu dengan efek antioksidannya, astaxanthin memperbaiki kerusakan kulit yang telah terjadi sebelumnya.15
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
Astaxanthin memberikan efek proteksi terhadap photoaging
Dahulu beta-karoten (provitamin A) dan vitamin E telah diteliti secara ekstensif. Fokus saat ini, bagaimanapun, telah berubah ke karotenoid lain seperti Astaxanthin, (berasal dari mikroalga Haematoccocus pluvialis), yang menunjukkan bahwa astaxanthin mempunyai sifat menetralkan yang kuat dan peroksidasi anti lipid, yang merupakan kelemahan dari beta karoten dan vitamin E. Pada penelitian manusia, astaxanthin menunjukkan pengurangan tanda-tanda penuaan akibat ultraviolet melalui penggunaan topikal dan pemberian oral selama 4-6 minggu. Oksigen radikal yang dibentuk dari radiasi ultraviolet menyerang sel-sel kulit dengan berbagai cara. Seperti yang ditunjukkan oleh O'Connor dan O'Brien (1998), sinar ultraviolet A mampu menghasilkan stres oksidatif dalam sel hidup in-vitro. Dengan memonitor enzim katalase, superoksid dismutase, dan zat aktif asam thiobarbiturat, astaxanthin mampu mengurangi stress oksidatif (p<0,01, n=6) setelah penyinaran sinar ultraviolet A pada konsentrasi sangat rendah (5-10 nM). Astaxanthin menunjukkan kira-kira 100-200 kali lebih efektif dibandingkan dengan karotenoid lain, termasuk lutein dan beta karoten (1.0 µM).35 Pada penelitian manusia, dengan pemberian astaxanthin 2 mg/hari yang dikombinasi dengan tokotrienol selama 2 minggu menunjukkan perbaikan pada kulit, yang semula kering sebelum penelitian menjadi lembab, berkurangnya kerutan halus, elastisitas meningkat dan berkurangnya bengkak di bawah mata. Sedangkan pada kelompok yang tidak mendapat perlakuan tanda penuaan memburuk.36 Pada suatu penelitian menggunakan tikus tanpa bulu, Arkane (2002) menunjukkan kemampuan Astaxanthin untuk menekan pembentukan kerutan akibat sinar UV B. Dosis UV B 65-95 mJ/ cm2 diapplikasikan 5x seminggu selama 18 minggu pada kulit bagian belakang tikus. Setelah paparan UV B, dioleskan Astaxanthin (350 µM) secara topikal pada daerah yang terpapar UV B. Setelah hanya 5 minggu, munculnya kerutan-kerutan baru dikurangi secara signifikan sampai akhir periode penelitian (p<0,01 selama 18 minggu). Bersamaan dengan itu, pada bagian kulit yang bernoda ditunjukkan bahwa Astaxanthin menjaga integritas lapisan dermis dengan melindungi jaringan kolagen.15 KESIMPULAN Radiasi UV pada kulit manusia mengaktivasi kompleks respon molekuler yang merusak jaringan ikat kulit. Paparan langsung dengan sinar matahari, khususnya radiasi UV akan menginduksi stres oksidatif melalui
aktivasi enzim oksidase NADPH atau melalui peroksidasi lemak. Sehingga kulit berpotensi mengalami stress oksidatif ketika menerima radiasi UV dari matahari. Astaxanthin melindungi tubuh dari kerusakan oksidatif melalui mekanisme mengikati singlet oksigen melalui mekanisme fisik dimana energi yang berlebihan dari singlet oksigen tersebut ditransfer ke struktur karotenoid yang kaya akan elektron dan mengubah energinya menjadi panas sehingga tidak terbentuk singlet oksigen lagi serta bereaksi dengan radikal lain untuk mencegah dan menghentikan reaksi rantai DAFTAR PUSTAKA 1.
Beers M. The merck manual of health & aging. New York: Random Book; 2005.
2.
Baskoro A, Konthen PG. Basic immunology of aging process. Naskah lengkap pada 5th Bali endocrine update 2nd Bali aging and geriatric update symposium; 2008. Bali 11-13 April 2008.
3.
Pangkahila W. Anti aging medicine: Memperlambat penuaan, meningkatkan kualitas hidup. Cetakan ke1. Jakarta: Penerbit Buku Kompas; 2007.
4.
Suryohudoyo P. Kapita selekta ilmu kedokteran molekuler. Jakarta: CV Infomedika; 2000.
5.
Fisher GJ, Kang S., Varani J, Bata-Csorgo Z, Wan Y, Datta S, Voorhees JJ. Mechanisms of photoaging and chronological skin aging. Arch Dermatology. 2002;138:1462-70.
6.
Vayalili P K, Mittal A, Hara Y, Elmets CA, Katiyar SK. Green tea polyphenols prevent ultraviolet light-inuced oxidativ damage and matrix metalloproteinases expression in mouse skin. Journal Investigative Dermatology. 2004;122:1480-7.
7.
Gilchrest BA. Photodamage. Oxford: Blackwell Science Inc; 1995.
8.
Rigel DS, Weiss RA, Lim HW, Dover JS. Photoaging. New York: Marcel Dekker Inc.; 2004.
9.
Helfrich YR, Sachs DL, Voorhees JJ. Overview of skin aging and photoaging. Demartol Nurs. 2008; 20(3):177-83.
10. Fisher GJ, W ang Z, Datta SC, Varani J, Kang S, Voorhees JJ. Pathophysiology of premature skin aging induced by ultraviolet light. NEJM. 1997;337(20):1419-29. 11. Pinnell SR. Cutaneous photodamage, oxidative stress, and topical antioxidant protection. J Am Acad Dermatol. 2003;48(1):1-19. 12. Tournas J. Ubiquinone, idebenone, and kinetin provide Ineffecive photoprotection to skin when compared to a topical antioxidant combination of vitamins C and E with ferulic acid. Journal of Investigative Dermatology. 2005;126:1185-7. 13. Packer L. The antioxidant Miracle. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.; 1999.
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
159
DAMIANUS Journal of Medicine
14. Gloger’s photo aging and skin care [Internet] 2000 Januari 20 [updated 2008, March Jan 3; cited 2008 Descember 10]. Available from: http://natural-face-liftwithout-surgery.blogspot.com/2012/09/home-remedies-for-anti-aging-skin-care.html 15. Arakane K. Superior skin protection via astaxanthin, Carotenoid Research. 2002; 5:21-4. 16. Mizutani Y, Sakato O, Hoshino T, Honda Y, Yamashita M, Arakane K. The photo-aging protective effect of carotenoid and it's application in cosmetics. Japanese Cosmetic Science Society Journal. 2005;29(1): 9-19. 17. Gavrilov L. Reliability theory of sging. In: Klatz R. Antiaging medical therapeutics. Chicago: A4M Publication, 2004; 73-84. 18. Fowler B. Functional and biological markers of aging. In: Klatz R. Anti-Aging Medical Therapeutics. 2003; Chicago: the A4M Publications; 43-54. 19. Klatz R. Acknowledgements. In: Klatz R. Antiaging medical therapeutics. 2003; Chicago: The A4M Publication; 3-13. 20. Goldman R, Klatz R. The New anti-aging revolution. Malaysia: Printmate Sdn.Bhd. 21. Gilchrest BA, Krutmann J. Skin aging. Berlin: SpringerVerlag Heidelberg; 2006. 22. Leaf A. Loss of stratospheric ozone and health effects of increased ultraviolet radiation. In: Chivian E, McCally M, Hu H, Haines, A, editors. Critical condition: human health and environment. MA: MIT Press, 1993; 139-50. 23. Palczek M, Sabine G, Urs K, Klaus-Peter G, Thomas H, Ekkehard H, Bernhard P, Ultraviolet B-Induced DNA damage in human epidermis Is modified by the antioxidants ascorbic acid and D-- tocopherol. Journal of Investigative Dermatology. 2005; 124: 304-7. 24. Quan T, He T, Kang S, Voorhees JJ, Fisher GJ. Solar ultraviolet irradiation reduces collagen in photoaged human skin by blocking transforming growth factor type II receptor smad signaling. American Journal of Pathology. 2004; 165(3): 741-51. 25. Shin MH, Rhie G, Kyung KY, Park C, Cho KH, Kim KH, Eun HC, Chung JH. H2O2 accumulation by catalase reduction changes MAP kinase signaling in aged human skin in vivo. Journal of investigative dermatology. 2005; 125: 221-9.
160
26. Setiati S. Radikal bebas, antioksidan dan proses menua. Medika. 2003; 6(29):79-86. 27. Janig E, Haslbeck M, Aigelsreiter A, Braun N, Unterthor D, Wolf P, Khaskhely NM, Buchner J, Denk H, Zatloukal K. Clusterin associates with altered elastic fiber in human photoaged skin and prevents elastin from ultraviolet-induced aggregation in vitro. American Journals Pathology. 2007; 171(5):1474-82. 28. Rabello-Fonseca RM, Azulay DR, Luiz RR, Mandarimde-Lacerda CA, Cuzzi T, Manela-Azulay M, Oral isotretinoin in photoaging: clinical ang histopathological evidence of efficacy of an off-label indication. Journal compilation European of Academy of Dermatology and Venereology. 2009; 23(2):115-23. 29. Yarr M, Gilchrest BA. Aging of Skin. In: Wolff K, Goldsmith L A, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Jeffell DJ, editors. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. 7th edition. New York: Mc-Graw-Hill, Inc; 2008;963-6. 30. Tinkler JH, Bohm F, Schalch W, Truscott TG. Dietary carotenoids protect human cells from damage. Journal Photochemical Photobiology B. 1994; 26:283-5. 31. Oshima S, Ojima F, Sakamoto H, Ishiguro Y, Terao J. Inhibitory effect of beta-carotene and astaxanthin on photosensitized oxidation of phospholipid bilayers. Journal Nutrition Science Vitaminol. 1993; 39: 60715. 32. Conn PF, Schalch W, Truscott TG. The singlet oxygen and carotenoid interaction. Journal Photochemical Photobiology B. 1991; 11: 41-7. 33. Mortensen A, Skibsted LH, Sampson J, Rice-Evans C, Everett SA. Comparative mechanism and rates of free radical scavenging by carotenoid antioxidant. FEBS Letters. 1997; 418: 91-7. 34. Terao J. Antioxidant Activity of beta-carotene-related carotenoids in solution. Lipids. 1989; 24: 659-61. 35. O'Connor I, O'brian N. Modulation of UV a light induced oxidative stress by beta-carotene, lutien, and astaxanthin in cultured fibroblast. Journal of Dermatological Science. 1998; 16: 226-30. 36. Yamashita E. The cosmetics effect of food suplement containing astaxanthin. Food Style. 2005; 21(9): 725.
Vol. 10, No.3, Oktober 2011