ASPEK PENGAWASAN OBAT DALAM ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
Roy Sparringa
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Disampaikan pada Konggres Nasional XIX Ikatan Apoteker Indonesia Jakarta, 21 Februari 2014
AGENDA 1
Pendahuluan
2
Pengawasan Obat BPOM & Tren Hasil Pengawasan
3
JKN dan Tantangannya
4
Pengembangan Obat Baru / Bahan Baku Obat
5
Penutup 2
1
PENDAHULUAN
How to create shared value? TENAGA KEFARMASIAN
IAI
Kemkes
Dinkes Apoteker
Kemkes
KFN
Tenaga Teknis Kefarmasian
Dinkes Industri
Kemkes
PBF
BPOM
Apotik
Dinkes
Toko obat Sarana pelayanan lainnya GPFI
FASILITAS KOMODITAS KEFARMASIAN
KOMODITAS KOMODITAS DIBAWAH PENGAWASAN BPOM Obat termasuk Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Obat Tradisional Kosmetik Suplemen Kesehatan Pangan Olahan Kemasan Pangan Bahan Berbahaya
PERAN STRATEGIS BPOM 1. Memberikan perlindungan konsumen dari produk Obat dan Makanan yang tidak memenuhi persyaratan, keamanan, manfaat / khasiat dan mutu. 2. Meningkatkan daya saing mutu produk Obat dan Makanan di pasar lokal maupun global. Hal ini sejalan dengan agenda Pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
PELAKU USAHA Survey terhadap 1.344 CEOs di 68 negara
39% dari CEOs sangat percaya terhadap prospek pertumbuhan perusahaannya
86% dari CEOs mengetahui pentingnya R&D dan kapasitas inovasi
Sumber: PricewaterhouseCoopers International Limited (2014)
CEOs PERCAYA EKONOMI GLOBAL LEBIH BAIK DARI PADA PROSPEK PERTUMBUHAN BISNISNYA
Pwc (2014)
FOKUS CEOs 2014 1. Product/ service innovation (35%) 2. Increased share in existing markets (30%) 3. New geographic markets (14%) 4. Mergers and acquisitions (11%) 5. New joint ventures and/or strategic alliances (9%)
Pwc (2014)
APAKAH KEKHAWATIRAN CEOs 10 TAHUN MENDATANG? KEKHAWATIRAN CEOs
Pwc (2014)
ALASAN KEKHAWATIRAN
Perubahan kelas menengah tumbuh pesat khususnya wilayah Asia Pasifik
Termasuk Indonesia
Pwc (2014)
DOMINASI INDUSTRI FARMASI NASIONAL (SWASTA DAN BUMN) DI INDONESIA
IMS (2014)
ASEAN: Share of Domestic vs. MNC
• Kekuatan Industri Farmasi Domestik Indonesia sangat kuat • Daya saing terus dibangun dan ditambah Sumber: IMS dalam GPFI (2013)
Potensi Industri Farmasi di Indonesia • Industri farmasi di Indonesia berjumlah 217 perusahaan • Fasilitas untuk pembuatan obat kanker, ARV, malaria dan TB dimiliki oleh BUMN, dan sebagian PMDN • Fasilitas untuk pembuatan obat-obat lain yang berpotensi untuk suplai global • Jaringan suplai dan distribusi merata di Indonesia
2
PENGAWASAN OBAT BPOM & TREN HASIL PENGAWASAN
Sistem Regulasi untuk Menjamin Kualitas Obat Tahap Pengembangan
Tahap Persetujuan Izin Edar
• Meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan (GLP) • Melindungi hak dan keamanan subjek UK dan data kredibel (Good Clinical Practice/Cara Uji Klinik yang Baik)
• Bukti kemanfaatan • Pengetahuan terhadap profil efek samping dan keamanan • Konfirmasi terhadap mutu, efikasi dan keamanan • Profil penggunaan
Tahap Produksi
• Good Manufacturing Practices (CPOB) • Spesifikasi dan Metoda analisis
Tahap Distribusi
• Good Distribution Practice (CDOB) • Good Pharmacy Practices
Tahap Penggunaan
• Monitoring mutu • Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
SISTEM PENGAWASAN OBAT BADAN POM Pre Market
R & D Produk
Registrasi
BPOM
Pelayanan
Sarana Pelayanan
PBF Bahan Obat
Importasi PBF Bahan Obat Lain
Was NAPZA
Distribusi
PBF Obat Jadi
WAsdist
Industri Farmasi
Wasprod
Post Market
Produksi
SISTEM PENGAWASAN OBAT BADAN POM PRE MARKET • Pengawasan penerapan CPOB terhadap Industri Farmasi yang akan memproduksi obat; • Penilaian keamanan, khasiat dan mutu obat sebelum beredar; • Evaluasi BA/BE untuk kesetaraan mutu obatobat generik dengan obat inovator.
POST MARKET • Inspeksi sarana produksi, distribusi dan pelayanan obat; • Pengawasan mutu obat beredar (sampling dan pengujian); • Pengawasan aspek keamanan obat beredar (pharmacovigilance); • Pengawasan terhadap penandaan dan iklan obat beredar.
KRITERIA EVALUASI OBAT DALAM PROSES REGISTRASI Khasiat dan Keamanan
Mutu
• Studi pre klinik • Studi klinik (fase I, II dan III)
• cGMP • Spesifikasi sesuai Farmakope
Penandaan
KEBUTUHAN NYATA MASYARAKAT
• Informasi lengkap dan objektif
Kriteria Khusus: - Psikotropika : Keunggulan - Kontrasepsi dan Ob.Program Kesehatan: Uji klinik
Need Assessment
PENILAIAN BERDASARKAN RISIKO (Risk Based Review)
EMA FDA
NRA Lain
Sistem Registrasi di Negara Lain
Komite Nasional Penilaian Obat
EVALUATOR
Sistem Registrasi di Negara Lain
TGA MHRA
ANSM NRA Lain
Mekanisme Pendistribusian Obat
PBF
PBF Cabang
Industri Farmasi
Instalasi Sediaan Farmasi Pemerintah
Dilarang menjual obat keras (termasuk narkotika & psikotropika)
Apotek Apotek Rakyat Toko Obat
IFRS Klinik
Puskes mas
Konsumen
PBF
-Dilarang meracik obat dan menjual Narkotika & Psikotropika
Pembelian Obat Keras berdasarkan resep
Tantangan Pengawasan Post Market Dalam menghadapi tantangan tersebut perlu didukung, antara lain:
Pengawasan implementasi CPOB berkesinambungan
217 Industri Farmasi di Indonesia Obat dengan inovasi baru dan pembuatan teknologi tinggi (sophisticated dosage form) • Jumlah obat terdaftar 19.810 item • Jumlah Obat beredar hasil Survey 2012 = 11.674 item • Persentase obat beredar vs obat terdaftar = 58.92% Obat generik beredar • Kandungan zat aktif untuk obat generik yang beredar 264 dari 14 kelas terapi • Mutu Obat generik harus setara dengan mutu obat generik bermerek
SDM Terkualifikasi Laboratorium yang andal berstandard internasional (WHO/USP qualified) Peningkatan komitmen pemilik industri farmasi dan PBF dalam konsistensi implementasi CPOB/CDOB Sistem Surveilans Uji BA/BE untuk kesetaraan obat generik dengan inovator
AUDIT SURVEILAN KEAMANAN DAN MUTU BERBASIS RISIKO PRODUK Sampling
CPOB
INDUSTRI FARMASI
Sampling
APOTIK,KLINIK,RS/ PUSKESMAS
PBF & GFK CDOB
GPP
MESO PV Risk Communication
BPOM
Masyarakat
TREN HASIL PENGAWASAN SARANA PRODUKSI
Tren Data Sanksi ke IF (2011 – 2013)
1. Terdapat tren penurunan sanksi Peringatan dan Peringatan Keras karena peningkatan kepatuhan CPOB Industri Farmasi (temuan kritikal menurun) 2. Terdapat 6 PK disertai larangan produksi pada tahun 2013 akibat dari tidak adanya perbaikan dari inspeksi sebelumya.
TREN HASIL SAMPLING DAN PENGUJIAN Tren Kelas Terapi Obat TMS (6 besar) 55
60 40
25
20
18
13 12
20
13 10 7
11 10
12 6
5
5
4
9 3
0 Antibiotik
Analgesik
Anti Inflamasi Non Steroid
2011
Anti Inflamasi Steroid
2012
Antihistamin
Vitamin
2013
Jumlah Obat TMS
Tren Parameter Uji Obat TMS 80 60
76
67
50 42
33 31
40 20
10 7 3
1 1 0
7 1 3
0 0 1
0 0 1
0 0 1
0 Uji Disolusi
Kadar
Pemerian
Kes. Kandungan
2011
2012
pH
Susut Kering
Isi minimum
Waktu Hancur
6 besar obat TMS berdasar kelas terapi 1. Antibiotik 2. Analgesik 3. AINS 4. AIS 5. Antihistamin 6. Vitamin
3 besar obat TMS berdasarkan parameter uji 1. Uji Disolusi 2. Kadar 3. Kes. Kandungan
2013
TMS pada kelas terapi antiobiotik dpt menyebabkan resistensi dan parameter uji yang TMS dapat menyebabkan pengobatan yang tidak efektif
TREN HASIL PENGAWASAN PRODUSEN VS OBAT TMS Tren Jumlah Industri Farmasi yang memiliki riwayat Obat TMS ≥ 2 kali Tahun 2011 - 2013
Jumlah IF
40 30
33
20 10
25
23
2012
2013
0
2011
Ditemukan sedikitnya 2 obat TMS dari lebih dari 20 Industri Farmasi yang sama setiap tahunnya (2011 – September 2013) IF tdk dapat mengidentifikasi root cause utk penetapan CAPA, sehingga obat TMS berulang
Jumlah IF
Sebaran 10 Besar Industri Farmasi yang diperintahkan untuk Recall Obat TMS Berdasarkan Provinsi 3Tahun 2011 - 2013 2
2
2 1
Banten
DKI Jawa Jawa Jawa Jakarta Barat Tengah Timur
IF yg masuk dalam 10 besar terdapat di 5 Provinsi dan terbanyak di Jawa Barat
TREN HASIL PENGAWASAN DISTRIBUSI Profil Pemenuhan CDOB oleh Pedagang Besar Farmasi (PBF)
nilai pemenuhan CDOB ≥ 80%
350
300
296
307
301
nilai pemenuhan CDOB ≥ 65 - < 80% nilai pemenuhan CDOB ≥ 50 - < 65% nilai pemenuhan CDOB < 50%
Jumlah PBF
250
197
200
150
100
34
50
0
Nilai Pemenuhan CDOB Hasil Mapping PBF tahun 2010 – 2013 dengan Jumlah PBF yang dimapping 1134 PBF Jumlah PBF di Indonesia sekitar 2500 PBF
Perlu peran aktif Apoteker selaku Penanggung Jawab PBF dalam meningkatkan pemenuhan CDOB di PBF
Dalam proses penilaian
Jumlah Temuan Obat Palsu Periode 2013 9 9
7
8
6
Jumlah
7 6
4
5 4
2
3 2 1 0
Apotek
Apotek Rakyat
RS
TO
Sarana Ilegal
Keterangan - Dari 13 kasus obat palsu yang ditemukan tahun 2013, teridentifikasi sarana yang terlibat dalam pendistribusian dan penjualannya, namun sejumlah 4 kasus masih dalam proses penelusuran sumber
Tren Jumlah Laporan ESO dari Tenaga Kesehatan berdasarkan Profesi Pelapor Tahun 2011-2013
Tren Jumlah Laporan ESO berdasarkan Sumber Pelaporan Tahun 2011-2013
135
140 1200
120 340
1000 800
112
103
101
100 Tenaga Kesehatan
83
85
80 70
RUMAH SAKIT PUSKESMAS
Jumlah 600
Industri Farmasi (Local Report)
400
192
710
207 200
DOKTER UMUM
40 20
207
25
60
APOTEKER 7
8 0
4
1
3
7
1
TENAGA KESEHATAN LAIN
0
0 2011
2012
2013
2011
2012
2013
Apoteker cukup berperan dalam pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
10 Besar Golongan Obat yang Sering Dilaporkan Menimbulkan Efek Samping Obat Tahun 2013 PSYCHOLEPTICS, ANTIEPILEPTIC SYSTEMIC ANTIBIOTICS, GENERAL ANTIINFECTIVE 3%
3%
CYTOSTATIC DRUGS
2% 2%
6%
28%
NSAIDs ANALGESICS ANTACIDS, ANTIFLATULENS AND ANTIPEPTIC ULCERANTS
11%
SYSTEMIC ANTIVIRALS VITAMIN ANTI-PARKINSON DRUGS 16%
17% COUGH AND COLD PREPARATIONS 12% ANTIEMETICS AND ANTINAUSEANTS
3
JKN DAN TANTANGANNYA
IMPLIKASI JKN BAGI PERUSAHAAN FARMASI DAN PEMERINTAH 1. Biaya untuk obat merupakan salah satu pembiayaan terbesar untuk JKN 2. Pemerintah perlu mengembangkan instrumen pengendalian biaya beserta mekanismenya dalam universal coverage. 3. Harga yang kompetitif berimplikasi pada price / volume trade-off , peningkatan inventory bagi industri obat, dan memerlukan konsolidasi bisnis yang profesional. 4. Perusahaan farmasi perlu meningkatkan kepatuhan dalam berbisnis, sehingga berimplikasi pada peningkatan investasi, merger and accusation. 5. Terjadinya peningkatan Toll Manufacturing 6. Off Patent Drugs menjadi tekanan besar bagi MNC dan peluang bagi industri domestik 7. Terjadinya peningkatan kerjasama antar perusahaan domestik, domestik dan MNC. 8. Industri farmasi sangat bergantung pada bahan baku obat dan inovasi. 9. Pemerintah perlu lebih peka dan akomodatif dengan perubahan lingkungan strategis ini.
Instrumen Pengendalian Biaya pada Universal Coverage
IMS Health (2014)
Implikasi Pelaksanaan JKN terhadap Pengawasan BPOM Sebelum JKN Pengadaan Obat Program
Melalui tender oleh masingmasing kabupaten/kota (PBF)
Setelah JKN
Peran BPOM
Melalui e-catalog masing-masing provinsi (Industri)
- Pemilihan lokasi sampling utk pengujian (UPOPPK) secara proporsi - Pemilihan sample berdasarkan risk assessment (suplier terbesar dan obat-obat rentan terhadap proses distribusi) - Inspeksi CPOB ke suplier terbesar - Inspeksi CDOB ke distributor
Penggunaan Lebih banyak obat obat dengan merek dagang
Lebih banyak obat generik
Terobosan dalam percepatan registrasi untuk obat generik
Efisiensi produksi
Diharapkan Dukungan regulasi dan regulatory penggunaan BBO assistance oleh Badan POM impor menurun dan terhadap pelaku usaha pemanfaatan obat herbal / bioteknologi meningkat
Penggunaan BBO impor cukup tinggi
ERA JKN? • Tantangan : – Obat generik copy pertama dari inovator yang sudah off paten. – Uji BA/BE di mana lab uji masih terbatas perlu peran swasta dan perguruan tinggi untuk meningkatkan jumlah lab uji BA/BE yg memenuhi persyaratan.
• Pengembangan obat baru – IF dan periset lebih berperan untuk menyiapkan calon-calon obat baru termasuk obat herbal / biologik
Antisipasi Badan POM: Menyediakan regulasi dan kawalan regulatori
PERAN APOTEKER DALAM JKN
HARAPAN DALAM JKN
Regulator
SDM
Profesionalisme di berbagai sektor
Sektor Yan Kes Pelaku bisnis Produksi
Fasilitas
Produk
Compliance/ kepatuhan terhadap regulasi
Jaminan Quality, Safety, Efficacy (QSE)
Distribusi (pemerintah dan swasta) Service (RS, Apotek, Klinik)
Pelaku bisnis Regulator/pengawas
Masyarakat
ROLE OF PHARMACIST IN CREATING THE SHARED VALUE?
Distribution & Logistic Manufacturing
Regulation
Service & Caring
Harapan kepada Apoteker di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian PedomanCara Pelayanan Kefarmasin yang Baik (CPFB)
Menerapkan Standar Pelayanan Kefarmasian
Melaksanakan penyerahan obat dengan informasi dan pelayanan resep dokter
Menetap -kan SOP
Memahami dan melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan
obat yang diserahkan ke konsumen (termasuk program JKN) dapat terjamin mutu dan keabsahannya
TANTANGAN PROFESI APOTEKER DALAN ERA JKN • Tersedianya apoteker kompeten di semua titik siklus profesi dan layanan JKN. • Dukungan regulasi • Adanya feed back profesi terhadap sistem JKN • Added value profesi terhadap peningkatan pemanfaatan JKN
REGULASI UNTUK MEMPERKUAT PENGAWASAN BPOM
Penerapan CDOB • Pengesahan pedoman CDOB untuk Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan (UPOPPK) oleh KemKes. • Penyaluran obat sesuai ketentuan penggolongan obat (revisi peraturan penggolongan obat sedang disiapkan oleh Kemkes)
Pharmacovigilance • Perlu dukungan legal aspek untuk peran dan tanggung jawab tenaga kesehatan termasuk peran apoteker/farmasi klinis dan RS dalam pharmacovigilance, baik di sektor publik maupun swasta. • Usulan memasukkan pelaporan ESO oleh farmasis/apoteker untuk memperoleh credit point
4
PENGEMBANGAN OBAT BARU / BAHAN BAKU OBAT
ISU POKOK BAHAN BAKU OBAT
Ristek (2010)
Lebih dari 96% BBO di Indonesia diimpor Sebagian BBO yang diproduksi di Indonesia dibawah lisensi teknologi dari luar negeri dengan bahan baku intermediate yang juga harus diimpor. Pembinaan Industri kimia hulu (Kementerian Perindustrian) dan kimia hilir farmasi (Kementerian Kesehatan) terpisah yang menyebabkan kebijakan penguasaan teknologi dan keterkaitan hulu-hilir dalam klaster industri belum berlangsung. Dukungan kimia hulu Indonesia masih lemah (industri petro dan agro kimia). Lemahnya kelembagaan Iptek, sumber daya Iptek dan jejaring Iptek untuk memperkuat inovasi industri BBO. Penguasaan teknologi dan ketersediaan SDM terbatas Dana riset terbatas Regulasi belum kondusif
KELOMPOK INDUSTRI FARMASI GLOBAL
1. Fully integrated pharmaceutical company (FIPCO) 2. Virtually integrated pharmaceutical company (VIPCO) 3. Formulation industry 4. Contract research organization (CRO) Hampir seluruh Industri farmasi Indonesia merupakan Industri Formulasi Ristek (2010)
PENGEMBANGAN OBAT BARU / BAHAN BAKU OBAT POTENSIAL DI INDONESIA
• Produk berbasis herbal • Produk biologi / bioteknologi • Eksipien • Obat generik pertama (off-patent)
Ristek (2010)
PEMANFAATAN HERBAL / OBAT HERBAL MASIH TERBATAS
Tanaman
KOSMETIK
PANGAN
OBAT
OT
SUPL.MAK +Vit, as amino & mineral
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013, TENTANG JAMINAN KESEHATAN Pasal 25: Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin (j)
Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur, shin - she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment) Menyebabkan Obat Tradisional, belum tercover dalam JKN
5
PENUTUP
PENUTUP • Fokus prioritas pengawasan Badan POM adalah perlindungan konsumen dan peningkatan daya saing produksi nasional. • Para pelaku usaha perlu fokus agar efisien dalam berinvestasi untuk menghasilkan produk sesuai standar/persyaratan yang berlaku. • Diperlukan sinergitas yang kuat antar pemangku kepentingan untuk meningkatkan kapasitas produksi Nasional serta daya saing produk obat Indonesia guna mendukung JKN. • IAI dapat berperan membangun nilai bersama (shared value) diantara tenaga kefarmasian dalam pekerjaan kefarmasian yang berinteraksi dengan pemangku kepentingan di lingkungan pemerintahan / regulator, pelaku usaha dan masyarakat.
• BPOM siap meningkatkan kerjasama kondusif dengan asosiasi profesi (IAI, IDI, Seminat), asosiasi pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat guna meningkatkan keefektifan pengawasan obat pada era JKN.
Berkah (Berkarya dengan Sepenuh Hati) memberdayakan masyarakat untuk berubah
MASYARAKAT SEHAT, SEJAHTERA DAN BERKEADILAN
Roy Sparringa