ASPEK KOHERENSI DALAM BUKU TEKS BAHASA ARAB ”AL-‘ARABIYAH BAINA YADAIK”
Oleh Dra. Erlina, M.Pd Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Intan Lampung
ABSTRACT Through qualitative approach and content analysis as its technique, this article tries to explore the range of text coherence of “Al-‘Arabiyyah baina Yadaikan” Volume I as main textbook used for Arabic learning at IAIN Raden Intan.
Keywords: al-Arabiyah baina Yadaika’, coherence, Arabic learning
A. Pendahuluan Pengajaran bahasa Arab diharuskan di perguruan tinggi agama Islam, seperti IAIN, STAIN dan UIN. Mata kuliah bahasa Arab menjadi mata kuliah dasar umum yang wajib dipelajari oleh semua jurusan dan program di semua perguruan tinggi agama Islam tersebut. Bahasa Arab sebagai mata kuliah dasar umum merupakan kunci untuk mempelajari berbagai mata kuliah keislaman. Artinya, tanpa mempelajarinya mahasiswa tak akan mampu mendalami secara baik berbagai pengetahuan keislaman, terutama yang masih berbahasa Arab, misalnya Ilmu Tafsir Alquran dan Hadits. Mata kuliah bahasa Arab di IAIN Raden Intan Lampung mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat penting. Tujuan pengajaran bahasa Arab
di
IAIN
Raden
Intan
adalah
memberi
bekal
kepada
mahasiswa
agar
memiliki kompetensi bahasa Arab yang memadai agar dapat dipakai untuk memudahkan mempelajari agama Islam, dan menjadi pondasi bagi mata kuliah lain yang berbasis Alquran dan Hadits. Pengajaran bahasa Arab di IAIN Raden Intan Lampung khususnya menemukan banyak problem, di antaranya tidak sesuainya bahan ajar yang digunakan dengan latar belakang peserta didik. Mayoritas peserta didik yang masuk di IAIN Raden Intan Lampung berasal dari SMA, sebagian kecil dari Madrasah Aliyah, dan hanya beberapa orang saja yang berlatar belakang pesantren Pembelajaran bahasa Arab di lingkungan IAIN Raden Intan Lampung tidak hanya disajikan dalam perkuliahan di setiap program studi masing-masing fakultas, juga disajikan dalam kegiatan matrikulasi yang diselenggararakan langsung oleh Pusat Pembinaan Bahasa. Pembelajaran bahasa Arab pada kelas matrikulasi bertujuan untuk memberikan bekal pengalaman belajar dan kemampuan bahasa Arab dasar bagi mahasiswa sebagai persyaratan untuk mendapat mata kuliah bahasa Arab di fakultas masing-masing. Pembelajaran dalam kegiatan matrikulasi itu menggunakan buku teks sebagai bahan ajar yang ditulis dan diperuntukkan bagi pelajar sebagai pelajar bahasa Asing. Buku teks tersebut berjudul: ”Al-Arabiyah Baina Yadaika”. Buku teks ini terdiri atas tiga jilid, yaitu jilid satu, jilid dua dan jilid tiga. Pada kesempatan ini penulis membatasi jilid satu saja. Dalam buku jilid satu, terdapat 10 wacana teks bacaan, dari 10 wacana itu hanya diambil 5 wacana saja sebagai sampel, mengingat keterbatasan waktu yang teredia. Hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam memilih buku teks adalah keruntutan isi buku teks sehingga buku teks bisa memberikan informasi dan kompetensi serta keterampilan bahasa yang baik bagi pebelajar bahasa Arab yang menggunakannya sebagai sumber belajar.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, pertanyaan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut ini, “Bagaimanakah keutuhan wacana dalam buku teks ‘al-Arabiyah baina Yadaika’ jilid satu, jika ditinjau dari aspek koherensi?”
C. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan keutuhan wacana dalam buku teks Al-‘Arabiyah baina Yadaika, ditinjau dari aspek koherensi, dan mengungkapkan peranti koherensi yang digunakan di dalamnya.
D. Acuan Teoretis 1. Wacana Konsep tentang wacana banyak dikemukakan oleh para ahli, baik ahli bahasa, ahli sosiolinguistik. Ada tiga paradigma dalam mengkaji wacana, yaitu formalis, fungsionalis, dan formalis-fungsionalis (Schiffirin, 1994: 20). Berdasarkan paradigma formalis, wacana sebagai unit bahasa di atas tataran kalimat. Paradigma fungsionalis memandang wacana sebagai pemakaian bahasa, sedangkan paradigma formalis dan fungsionalis wacana adalah kumpulan kontekstual unit penggunaan bahasa (Schiffirin, 1994: 24) Menurut
Haliday dan Hasan dalam bukunya Cohesion in English,
menjelaskan bahwa pengertian wacana
dalam bahasan ini berasal dari istilah
discourse yang yang digunakan dalam ilmu bahasa (1976: 10), menurut mereka wacana adalah unit bahasa yang lebih tinggi dari pada kalimat. Menurut Kridalaksana (1984: 208) wacana adalah satuan gramatikal terttinggi, terlengkap. Wacana berwujud dalam bentuk karangan yang utuh. Pendapat ini sejalan dengan pandangan Roger T. Bell (1976: 103) bahwa wacana adalah bentuk pemakaian bahasa di atas kalimat. Wacana merupakan rangkaian kalimat atau tuturan lisan dan tulisan.
2. Analisis wacana Analisis wacana diterjemahkan dari term discourse analysis yang merupakan kajian linguistik dengan perorganisasian bahasa di atas kalimat atau klausa dan juga merupakan kajian unit linguistik yang lebih luas (Stubbs, 19983:1). Definisi ini
mengindikasikan adanya kaitan pengguanaan bahasa dalam konteks sosial. Maka analisis wacana adalah kajian bahasa dan hubungannya dengan konteks di mana bahasa itu digunakan (Mc Carthy dan Gee, 1991: 5). Istilah wacana sering juga dipertukarkan secara bergantian digunakan dalam makna yang sama dengan teks. Maka, analisis teks sama dengan analisis wacana.
3. Koherensi Wacana Stubbs (1997: 15) menjelaskan koherensi atau keruntutan merupakan salah satu topik atau fokus studi analisis wacana. Dilihat dari keutuhan wacana, kalimat dianggab sebagai satuan proposisi dan tindak ujaran. Satuan ujaran itu membentuk keruntutan wacana. Koherensi merupakan kontinuitas makna dalam teks. Koherensi termasuk wilayah semantik wacana, dasar koherensi ini adalah interpretasi atas masing-masing kalimat yang dihubungkan dengan interpretasi kalimat-kalimat lainnya. Jadi interpretasi sebuah kalimat tidaklah terisolasi, melainkan juga bergantung pada konteksnya. Hal-hal yang menentukan koherensi sebuah wacana: 1. Adanya kontinuitas konsep dan relasi yang dapat dipahami dan relevan. Konsep adalah konfigurasi pengetahuan yang dapat diperoleh atau diaktifkan dengan sedikit banyak kesatuan dan konsistensi dalam pikiran. Sedangkan relasi adalah hubungan antar konsep yang tampil bersama dalam dunia teks (de Beaugrande, 1981). Charolles dalam artikelnya “Introduction aux problèmes de la cohérence des textes” juga menyatakan bahwa perlu ada hubungan antara fakta yang ada dalam teks dengan dunia yang ditampilkannya. Oleh karena itu sebuah wacana dikatakan koheren apabila ada pertalian makna di dalamnya. 2. Adanya perkembangan (progression). Agar sebuah teks dianggap koheren, baik secara macrostructure (tahapan kalimat) maupun microstructure (tahapan klausal). Perkembangan itu harus disertai dengan adanya penambahan unsur semantik yang selalu diperbaharui. Hal ini akan tampak baik urutan kalimat apabila susunan kalimat tidak tepat, maka perkembangan teks akan terganggu.
3. Tidak boleh ada kontradiksi dalam wacana, sehingga wacana itu dapat dianggap koheren. Suatu wacana tidak boleh mengandung pertentangan antara suatu unsur semantik dengan isi yang terdapat di bagian lain wacana itu, baik yang ditampilkan secara eksplisit maupun yang berupa pengertian implisit. Dalam hal ini, urutan kalimat yang tidak tepat juga dapat memancing adanya kontradiksi. 4. Identitas individual. Yang dimaksud dengan “individual” bukan hanya mengacu pada manusia, tetapi juga pada binatang, bahkan pada benda. Dalam suatu wacana, identitas individual berhubungan dengan konsep. Hubungan antara konsep dan identitas individual adalah cakupan, keanggotaan, sebagian-keseluruhan dan kepemilikan. Misalnya, ruang merupakan bagian dari kantor, meja adalah bagian dari ruangan, sedangkan surat-surat, buku, alat tulis dan komputer merupakan benda-benda yang termasuk dalam “dunia kantor”. Identitas individual dan konsep dihubungan oleh kata kerja yang biasanya disebut predikat. Demikianlah keterkaitan antara satu unsur bahasa dengan yang lain dalam wacana koheren. 5. Seleksi. Suatu wacana tidak perlu lengkap dalam menguraikan semua peristiwa yang mendukung atau fakta yang membentuk suatu situasi tertentu ditampilkan karena hal itu tidak praktis dan secara pragmatik pun tidak dianggap baik. Oleh karena itu bila tidak relevan tak perlu diutarakan semua. (http://cenya95.wordpress.com/2008/09/04/terampil-berwacana-terampilberbahasa). Koherensi merupakan pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta, dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang dihubungkannya. Ada beberapa penanda koherensi, diantaranya penambahan (aditif), rentetan (seri), keseluruhan ke sebagian, kelas ke anggota, penekanan, perbandingan (komparasi), pertentangan (kontras), hasil (simpulan), contoh (misal), kesejajaran (paralel), tempat (lokasi), dan waktu (kala). a.
Penambahan (aditif), penanda koherensi yang bersifat aditif atau berupa penambahan antara lain: dan, juga, selanjutnya, lagi pula, serta.
b.
Rentetan (seri), penanda koherensi yang berupa rentetan atau seria ialah pertama, kedua, …, berikut, kemudian, selanjutnya, akhirnya.
c.
Keseluruhan ke sebagian, yaitu pembicaraan atau tulisan yang dimulai dari keseluruhan, baru kemudian beralih atau memperkenalkan bagianbagiannya.
d.
Kelas ke anggota, yang dimaksud penanda koherensi ini ialah dengan menyebutkan bagian yang umum menuju ke bagian-bagian lebih khusus.
e.
Penekanan, yang dimaksud penanda koherensi ini ialah kata atau frasa yang memberikan penekanan terhadap kalimat sebelumnya ataupun kalimat sesudahnya.
f.
Perbandingan (komparasi), penanda koherensi ini ialah sama halnya, hal serupa, hal yang sama, seperti, tidak seperti, dll.
g.
Pertentangan (kontras), penanda koherensi ini dapat berupa tetapi, tapi, meskipun, sebaliknya, namun, walaupun, dan namun demikian.
h.
Hasil (simpulan), yag dimaksud penanda koherensi ini ialah kata atau frasa yang mengacu pada simpulan.
i.
Contoh (misal), penanda koherensi ini dapat berupa antara lain: umpamanya, misalnya, contohnya.
j.
Kesejajaran (paralel)
k.
Tempat (lokasi), penanda koherensi ini antara lain: di sini, di situ, di rumah, dll.
l.
Waktu (kala), penanda koherensi ini antara lain: mula-mula, sementara itu, tidak lama kemudian, ketika itu. (Beaugrande, 1981: 85- 110)
4. Buku teks
Buku ajar merupakan komponen pendidikan yang sangat penting di dalam proses pembelajaran. Buku teks untuk pelajaran di sekolah atau perguruan tinggi harus memiliki tingkat kekoherensian yang baik. Tak dapat dipungkiri bahwa semua guru di setiap tingkatan pendidikan menggunakan paling sedikit satu buku ajar di dalam proses pembelajarannya. Kondisi pembelajaran di Indonesia bahwa kebanyakan guru menggunakan paling tidak satu buku ajar baik untuk pembelajaran di kelas maupun untuk memberi
tugas dan pekerjaan rumah. Sejalan dengan Cunningswort menjelaskan fungsi strategis dari buku teks bagi kegiatan belajar mengajar, sebagai berikut: (1) sebagai sumber yang disajikan untuk pelatihan bahasa baik lisan maupun tulisan. (2) Sebagai sumber kegiatan siswa dalam latihan berkomunikasi. (3) Sumber bahan acuan bagi siswa untuk belajar tata bahasa, kosa kata, kalimat dan lain sebagainya. (4) sumber gagasan dan dorongan kegiatan belajar mengajar di kelas. (5) sebagai wujud silabus yang didalammnya tujuan belajar telah ditetapkan. (6) Sumber kegiatan dan tugas mandiri, dan (7) Panduan bagi guru atau pengajar pemula untuk mengembangkan kemampuan dan kepercayaan diri (Alek, 2009: 63).
Dengan alasan fungsi strategis buku teks ini pula dapat dikatakan bahwa buku teks ini sangat mempengaruhi sifat dan situasi belajar mengajar di kelas. Begitu pentingnya buku ajar maka guru sangat berperan penting di dalam memilih buku ajar. Guru memiliki fungsi sebagai “filter” untuk menyeleksi ketidak tepatan isi atau metodologi sains. Apakah buku ajar telah menampilkan isi (content) yang tepat? Pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang sering didiskusikan pada akhir-akhir ini.
E. Metodologi penelitian Pendekatan yang digunakan untuk penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan ini digunakan di sini dengan alasan bahwa data penelitian yang dihimpun adalah data kualitatif berupa teori linguistic dan wacana. Teknik Analisis yang digunakan analisis konten untuk menganalisis isi buku teks yang berjudul al Arabiyah Baina Yadaik Jilid satu, yang berbentuk wacana. Analisis isi adalah suatu teknik analisis untuk membuat kesimpulan melalui identifikasi sistematis dan objektif tentang ciri-ciri khusus yang terdapat dalam teks wacana (Stone dalam Kimberly A, 2002: 10) Klaus Krippendorff (2004: 29-34) menjelaskan bahwa analisis isi kualitatif merupakan: (1) teknik yang dapat membuat kesimpulan yang dapat ditiru atau dapat dilakukan kembali, (2) teknik memperoleh
data yang sahih dengan mempertimbangkan konteks, (3) analisis isi dapat digunakan untuk menghimpun sejumalah data yang besar.
Data dan Sumber data Data bagi penelitian ini berupa wacana teks bacaan yang terdapat dalan buku teks yang berjudul al-‘Arabiyah Baina Yadaik jilid satu. Dalam buku ini terdapat 10 unit materi ajar. Masing-masing unit memuat satu wacana teks bacaan, sehingga data keseluruhan adalah 10 buah teks bacaan atau wacana. Buku teks ini digunakan sebagai bahan ajar pokok dalam kegiatan matrikulasi pembejaran bahasa Arab untuk semua fakultas dan program studi di lingkungan IAIN Raden Intan Lampung. Pemilihan buku teks ini sebagai sumber data, karena dengan alasan pada fungsi buku teks inilah merupakan bahan ajar utama dan pertama bagi pebelajar bahasa Arab pemula di lingkungan IAIN Raden Intan Lampung. Penulis merasa perlu untuk mengetahui apakah wacana yang tersedia didalamnya koherensi dan dapat digunakan untuk membekali pengalaman belajar bahasa Arab bagi mahasiswa yang mengikuti matrikulasi. Sebagai bahan ajar yang sifatnya utama bagi pebelajar bahasa Arab pemula, maka pilihan wacana dalam buku teks ini disesuaikan dengan kondisi mahasiswa pemula, wacana yang disajikan singkat, dengan pilihan topic yang sesuai kebutuhan komunikasi bagi pemula dalam belajar bahasa Arab, misalnya tentang perkenalan, aktifitas sehari-hari, tempat tinggal, makanan dan minuman, dan topic topic dasar untuk komunikasi sehari-hari lainnya, seperti yang terungkap dalam deskripsi data wacana.
F. Temuan dan Analisis Untuk melihat jenis alat koherensi yang terdapat wacana, perlu kita ungkapkan cuplikan-cuplikan wacana yang mengandung koherensi. Maka pada bagian ini akan disajikan urutan atau daftar ujaran atau wacana, dan akan dilihat dan dianalisis secara langsung jenis alat koherensi yang terkandung di dalammya.
ﻓﻲ اﻟﺸﻘﺔ, ﻓﻲ اﻟﺪور اﻟﺜﺎﻟﺚ، ﻓﻲ ﺣﻲ اﻟﻤﻄﺎر, اﺣﻤﺪ ﻳﺸﻜﻦ ﻓﻲ ﺷﻘﺔ.1 , ﻓﻲ اﻟﻤﻄﺒﺦ ﻓﺮن, ﻓﻲ ﻏﺮﻓﺔ اﻟﺠﻠﻮس أرﻳﻜﺔ, ﻓﻲ ﻏﺮﻓﺔ اﻟﻨﻮم ﺳﺮﻳﺮ,ﺧﻤﺲ ﻏﺮف .ﻓﻲ اﻟﺤﻤﺎم ﻣﺮأة Artinya:(1) Ahmad tinggal di Apartemen, di lingkungan Bandar Udara, di tingkat 3. (2) Di Apartemen itu ada 5 kamar, di kamar tidur ada kasur, di ruang duduk ada sofa, dan di dapur ada kompor gas, dan di kamar mandi ada cermin. Hubungan makna pada kalimat 2 tidak koherensif, karena seharusnya setelah ungkapan global atau umum harusnya disebutkan bagian-bagiannya, yang tertulis dalam teks setelah ungkapan keseluruhan, pernyataan khusus merupakan ciri dari bagian keseluruhan kamar, jadi makna terputus, meskipun dapat dipahami, namun sulit dipahami.
ﻳﺼﻠﻲ, وﻳﺬﻫﺐ اﻟﻰ اﻟﻤﺴﺠﺪ, و ﻳﺘﻮﺿﺄ ﻓﻲ اﻟﺒﻴﺖ, ﻳﺴﺘﻴﻘﻆ ﻃﺎﻫﺮ ﻋﻨﺪ اﻟﻔﺠﺮ.2 U
U
U
. وﻻ ﻳﻨﺎم ﺑﻌﺪ اﻟﺼﻼة, ﻳﻘﺮأ ﻃﺎﻫﺮ اﻟﻘﺮأن, اﻟﻄﺎﻫﺮ اﻟﻔﺠﺮ ﻓﻲ اﻟﻤﺴﺞد U
U
U
Wacana ini terdiri dari 3 kalimat: (1) Thohir bangun tidur ketika terbit fajar (waktu subuh), dia berwudlu’di rumah lalu pergi ke masjid. (2) Thohir sholat subuh di masjid, (3) “Thohir membaca Al Qur’an, dia tidak tidur setelah sholat “, Pada kalimat yang pertama memiliki pemarkah koherensi berupa kala, yaitu ketika fajar dan parallel, alat koherensinya berupa kata penghubung ‘dan’. Dalam bahasa Arab, parallel itu, ditunjukkan dengan penggunaan bentuk kata kerja dan pola kalimat yang setara, yaitu menggunakan pola kalimat verbal ( )ﺟﻤﻠ��ﺔ ﻓﻌﻠﻴ��ﺔdan menggunakan kata kerja bentuk ‘sedang’ (fiil mudhari / )’ﻓﻌﻞ ﺍﻟﻤﻀﺎﺭﻉ. Lalu, klausa 1 dan 2 mempunyai hubungan makna sebab akibat, klausa itu memberi informasi bahwa bangun pagi, berwuduk lalu ke masjid,
menyebabkan“
sholat di masjid”. Kalimat yang ke 3, terdapat alat koherensi berupa hubungan alasan, yaitu dengan membaca al Qur’an (alasan) bagi Thohir tidak tidur setelah sholat subuh.
اﺣﻤ ــﺪ ﻻ, ﻳﺼ ــﻠﻲ اﻟﻔﺠ ــﺮ ﻓ ــﻲ اﻟﻤﺴ ــﺠﺪ, ﻳﺴ ــﺘﻴﻘﻆ اﺣﻤ ــﺪ ﻣﺒﻜ ــﺮا ﻋﻨ ــﺪ اﻟﻔﺠ ــﺮ.3 U
U
. ﻫﻮ ﻳﻘﺮأ اﻟﻘﺮأن,ﻳﻨﺎم ﺑﻌﺪ اﻟﺼﻼة اﻟﻔﺠﺮ U
U
ﻳﺴﺘﻴﻘﻂ ﻣﺒﻜﺮا, ﻳﻮم اﻟﻌﻄﻠﺔ, ﻳﺬﻫﺐ اﻟﻰ اﻟﻤﺪرﺳﺔ ﺑﺎﻟﺤﺎﻓﻠﺔ اﻟﺴﺎﻋﺔ اﻟﺴﺎﺑﻌﺔ U
U
وﻳﺼﻠﻲ,ﻳﻘﺮأ ﺻﺤﻴﻔﺔ أو ﻛﺘﺎﺑﺎ, ﻓﻲ اﻟﺼﺒﺎح, ﻳﻘﺮأ اﻟﻘﺮأن, ﻳﻮم اﻟﺠﻤﻌﺔ,اﻳﻀﺎ .اﻟﺠﻤﻌﺔ ﻓﻲ اﻟﻤﺴﺠﺪ اﻟﻜﺒﻴﺮ Wacana ini terdiri dari lima kalimat 1.’ Ahmad bangun pagi pagi benar, ketika fajar. Dia sholat fajar /subuh di masjid, Ahmad tidak tidur lagi setelah sholat subuh, dia membaca al Qur’an. 2. Dia pergi ke sekolah dengan bus, pada jam tujuh. 4. Pada Hari libur, dia juga bangun pagi. 5. Pada hari Jum’at pagi, dia membaca Koran atau buku, dia sholat Jum’at di masjid yang besar. Hubungan kalimat 1 dan 2 menyalahi atau melanggar aturan koherensi jika dilihat dari persaratan kesejajaran struktur, kesejajaran suatu wacana terpenuhi jika struktur kalimat yang dikandungnya menggunakan bentuk yang setara. Kesetaraan itu dalam konteks bahasa Arab terpenuhi dengan menggunakan pola struktur yang sama, sama-sama mengunakan pola kalimat nominal ( )ﺟﻤﻠ�ﺔ ﺍﺳ�ﻤﻴﺔatau pola kaimat verbal ()ﺟﻤﻠﺔ ﻓﻌﻠﻴﺔ. Sedangkan wacana 1, dia menggabungkan pola struktur yang berbeda, “
, ﻳﺼﻠﻲ اﻟﻔﺠﺮ ﻓﻲ اﻟﻤﺴﺠﺪ,ﺑﻌﺪ اﺣﻤﺪ ﻻ ﻳﻨﺎمﻳﺴﺘﻴﻘﻆ اﺣﻤﺪ ﻣﺒﻜﺮا ﻋﻨﺪ اﻟﻔﺠﺮ U
U
,أ اﻟﻘﺮأن ﻫﻮ ﻳﻘﺮاﻟﺼﻼة اﻟﻔﺠﺮ U
Pada kata Ahmad dan kata gantinya
U
ﻫـﻮdiletakkan di awal pada bagian awal U
U
kalimat, dalam kaidah tata bahasa Arab, subjek yang diletakkan di awal kalimat bukan subjek melainkan sebagai Mubtada’. Struktur yang diawali dengan Mubtada’
adalah kalimat nominal (اﺳـﻤﻴﺔ pola verbal (ﻓﻌﻠﻴﺔ
)ﺟﻤﻠـﺔ, sedangkan klausa sebelumnya menggunakan
) ﺟﻤﻠﺔ.
ﺯﻳﻨ�ﺐ ﺗ�ﺄ ﻛ�ﻞ ﻓ�ﻲ ﺍﻟﻔﻄ��ﻮﺭ.ﺗ�ﺄ ﻛ�ﻞ ﺛ�ﻼ ﺙ ﻭﺟﺒ��ﺎﺕ ﻓ�ﻲ ﺍﻟﻴ�ﻮﻡ, ﺯﻳﻨ�ﺐ ﺳ�ﻤﻴﻨﺔ ﺟ�ﺪﺍ.4 ﻭﺗﺄﻛ�ﻞ ﻓ�ﻲ, ﻭ ﺗﺸﺮﺏ ﺍﻟﺸﺎﻱ, ﻭ ﺗﺄ ﻛﻞ ﻓﻲ ﺍﻟﻐﺪﺍء ﺍﻟﻠﺤﻢ, ﻭ ﺗﺸﺮﺏ ﺍﻟﻘﻬﻮﺓ,ﺍﻟﺴﻤﻚ . ﻛﻴﻞ100 ﻭﺯﻥ ﺯﻳﻨﺐ.ﻭﺗﺸﺮﺏ ﺍﻟﺤﻠﻴﺐ,ﺍﻟﻌﺸﺎء ﺍﻟﺪﺟﺎﺝ Wacana ini dapat dipenggal menjadi empat kalimat:
1. “Zainab gemuk
sekali, dia makan tiga kali sehari, 2. Zainab makan ikan dan minum kopi pada waktu sarapan pagi, 3. Ketika makan siang dia makan daging dan minum teh, 4. Ketika makan malamnya dia makan ayam dan minum susu. Bobot berat badan Zainab 100 kg.” Dalam wacana ini tidak koherensi, karena pada struktur kalimat 1, pada awal kalimat itu berpola kalimat nominal ()ﺟﻤﻠ��ﺔ ﺍﺳ�ﻤﻴﺔ, dilanjutkan dengan pola kalimat verbal () ﺟﻤﻠ�ﺔ ﻓﻌﻠﻴ�ﺔ, keduanya tidak paralel. Selanjutnya, penyebutan nama Zainab dalam kalimat kedua seharusnya tidak perlu, cukup diganti dengan kata gantinya saja atau disebut referen, karena makna yang diruju adalah kembali pada kalimat 1. Maka kalimat 2 kurang koherensi, dapat dipahami, tetapi kurang apik, karena terlalu panjang dan bertele-tela susunan kalimatnya.
( ﺳـﺎ ﻟـﻢ2) . اﻟﻔﻄـﻮر واﻟﻐـﺪاء واﻟﻌﺸـﺎء: ( ﻗﺎﺳﻢ ﻳﺄﻛﻞ ﺛـﻼث وﺟﺒـﺎت ﻓـﻲ اﻟﻴـﻮم1).5 ,( ﻗﺎﺳﻢ ﻳﺄﻛﻞ ﻓﻲ اﻟﻐﺪاء اﻟﻠﺤـﻢ و اﻟـﺪ ﺟـﺎج3) . اﻟﻐﺪاء:ﻳﺄﻛﻞ وﺟﺒﺔ واﺣﺪة اﻟﻴﻮم اﻟﺴـ ــﻤﻚ واﻟﺴـ ــﻠﻄﺔ:( وﺳـ ــﺎﻟﻢ ﻳﺄﻛـ ــﻞ ﻓـ ــﻲ اﻟﻐـ ــﺪاء4) , واﻷ رز واﻟﺨﺒـ ــﺰ,واﻟﺴـ ــﻤﻚ ﻗﺎﺳﻢ ﻳﺸﺮب اﻟﺸﺎي,( وﺳﺎﻟﻢ ﻳﺸﺮب اﻟﻤﺎء5) .واﻟﻔﻜﻬﺔ
Wacana ini terdiri dari 4 kalimat: (1) Qosim makan 3 kali sehari: Yaitu sarapan pagi,makan siang, makan malam. (2) Salim makan satu kali sehari, yaitu makan siang. (3) Qosim makan siang dengan menu daging, ayam, ikan, nasi dan roti. (4) Salim makan siang dengan menu ikan, sambal, buah. (5) Salim minum air putih, Qosim minum teh. Pemarkah koherensi pada wacana ini berupa penanda hubungan bersifat umum kepada spesifik, (terletak pada kalimat 1) berupa seluruh jenis waktu makan, lalu disebutkan satu persatu anggotanya atau bagiannya. Pada kalimat 2, 3, 4, 5, ada penanda koherensi lain yaitu paralel atau kesetaraan antar kalimat, dengan pola kalimat nominal atau ( )ﺟﻤﻠ�ﺔ ﺍﺳ�ﻤﻴﺔ. Kata kunci penandanya terletak disetiap awal kalimat yang dimulai dengan kata benda nama diri. Maka wacana ini koherensif.
ﺳــﻠﻤﺎن ﻣﺴــﺎﻓﺮ إﻟــﻰ ﻣﻜــﺔ ﻟﻠﺼــﻼة ﻓــﻲ اﻟﻤﺴــﺠﺪ, ﻫــﻮ ﺗﺮﻛــﻲ,( ﺳــﻠﻤﺎن ﻣــﻦ ﺗﺮﻛﻴــﺎ1 ).5 U
( ﺳــﻠﻤﺎن ﺳﻴﺼــﻠﻲ ﻓــﻲ اﻟﻤﺴــﺠﺪ اﻟﺤ ـﺮام2) . ﻫــﻮ ﻣﺴــﺎﻓﺮ إﻟــﻰ ﻣﻜــﺔ ﺑﺎﻟﺤﺎﻓﻠــﺔ,اﻟﺤــﺮام U
U
U
U
( ﺳـ ــﻠﻤﺎن3) . واﻟﻌﺸـ ــﺎء, واﻟﻤﻐـ ــﺮب, واﻟﻌﺼـ ــﺮ, واﻟﻈﻬـ ــﺮ, اﻟﻔﺠـ ــﺮ:اﻟﺼـ ــﻠﻮات اﻟﺨﻤﺴـ ــﺔ U
U
ان ﺷــﺎء- ﺳﻴﺼــﻠﻲ اﻟﺠﻤﻌــﺔ ﻓــﻲ اﻟﻤﺴــﺠﺪ اﻟﻨﺒــﻮي,ﺳـﻴﺬﻫﺐ اﻟــﻲ اﻟﻤﺪﻳﻨــﺔ ﻳــﻮم اﻟﺨﻤــﻴﺲ U
.اﷲ Wacana kelima terdiri dari 3 kalimat, yang pertama, Salman dari Turki, dia berkebangsaan Turki, Salman musafir (bepergian) ke Makkah, untuk shalat di masjid al Haram, dia pergi ke Makkah dengan bus. Kedua, Salman akan shalat lima waktu di masjid al Haram: subuh, zuhur, “ashar, maghrib dan ‘isya. Ketiga, Salman akan pergi ke Madinah pada hari Kamis, dia akan shalat Jum’at di masjid Nabawy, insya Allah. Dalam kalimat pertama tidak koherensi, karena terdapat pengulangan nama Salman dalam anak kalimat, menunjukkan adanya pemborosan penggunaan kata,
dalam bahasa Arab. Bentuk pengulangan tidak lazim dipakai, akan sangat menggangu koherensi teks, menyebabkan ungkapan bertele-tele. Dalam klausa kedua, terdapat aspek koherensi berbentuk keseluruhan ke sebagian, yaitu pembicaraan atau tulisan yang dimulai dari keseluruhan, dalam wacana ini keseluruhan shalat lima waktu, baru kemudian beralih atau memperkenalkan bagian-bagiannya ( shalat subuh, zuhur, ‘ashar, maghrib dan ‘isya). Dalam kalimat ketiga terdapat pemarkah koherensi sebab-akibat, pada anak kalimat pertama: Salman akan pergi ke Madinah pada hari Kamis (sebagai sebab), dia akan shalat Jum’at di masjid Nabawy (sebagai akibat). Dalam wacana ini terdapat hubungan makna antara kalimat pertama dan kedua, dengan penanda koherensi hubungan sebab-akibat, dan antara klausa pertama ke tiga terdapat aspek koherensi dengan penanda makna rentetan. Dalam wacana ini dapat ditangkap makna bahwa setelah mengunjungi Makkah,dan shalat lima waktu disana, dilanjutkan mengunjungi Madinah untuk menunaikan shalat Jum’at di sana.
G. Kesimpulan 1. Kekoherensian wacana dalam buku teks yang diteliti dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu koheren dan kurang koheren. 2. Wacana yang koherensi terjadi pada wacana 4, pemarkah koherensinya berupa penanda hubungan bersifat umum kepada spesifik, pada wacana 2, pada kalimat 1 memiliki pemarkah koherensi berupa kala, yaitu ketika fajar. Koherensi pada kalimat 1 dan 2, karena ada hubungan makna sebab akibat, pada kalimat yang ke 3, alat koherensi berupa hubungan alasan, pada wacana 5 koherensinya karena hubungan sebab-akibat, dan pemarkah makna rentetan pada wacana 5. 3. Wacana yang kurang koherensif ada pada wacana 1 kalimat 1 dan 2, dan wacana 3, kalimat 1, karena tidak paralel, kalimat 2 wacana 3, karena seharusnya menggunakan referen.
DAFTAR PUSTAKA Beaugrande, Robert, Alan, Introduction To Tex Linguistics, London and New York, Longman, 1981 Halliday, M.A.K. and Ruqaiya Hasan. 1975. Cohesion in English. London: Longman Group.
http://cenya95.wordpress.com/2008/09/04/terampil-berwacana-terampil-berbahasa). Diunduh 20 Juli 2010. Ibrahim, Abdurrahman bin Fauzan, dkk., Al ‘Arabiyah Baina Yadaika, Juz I, Sa’udi Arabia, Lembaga Waqaf, 2002. Kridalaksana, Harimurti, et al. Kamus Linguistik, Jakarta, Gramedia, 1984. Mc Innerney, J.D.,1986. Biology textbook-Whose business? The American Biology Teacher, 48: 396-400 Stubbs, Michel, Discourse Aanalysis: The Sosiolinguistic Analysis of Natural Language, Oxford: Basil Blackwell, 1983 Schiffirin, Deborah, Approach to Discourse, Cambridge, Plackwell, 1994