ASPEK HUKUM DOKUMEN LINGKUNGAN HIDUP UNTUK LEMBAGA JASA KEUANGAN Oleh: Kamel Rosyida, SH.1
Abstract Settings on the environmental documents in particular the EIA (Environmental Impact Assessment) required by financial institutions in the financial sector where the regulators, especially Bank Indonesia and the Financial Services Authority (FSA) has started the financial initiatives (sustainable finance) to address sustainable development solutions. Therefore in 2013 partly Institutions Financial Services has required the EIA document as an assessment of business financing proposal. Thus, on May 26, 2014 has renewed the collective agreement on increasing the role of the Institute of Financial Services in the protection and management of the environment through the development of sustainable financial services. This cooperation is in line with the commitment of the Ministry of Environment to promote environmentally sustainable development, as mandated by Law No. 32 of 2009 on the Protection and Management of the Environment (Law PPLH). Keywords: Legal Aspect, Environment Document, Financial Services Authority.
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sektor keuangan sebagai sebuah komponen utama dalam penggerak dunia usaha juga merasakan dampak lingkungan dan sosial dewasa ini. Pihak regulator sektor keuangan khususnya Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memulai inisiatif keuangan berkelanjutan (sustainable finance) untuk menjawab solusi pembangunan berkelanjutan. Inisiatif keuangan berkelanjutan ini memberikan landasan platform yang solid dan terarah untuk sektor keuangan di Indonesia. Kegiatan-kegiatan prioritas yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan salah satunya adalah peningkatan kapasitas sumber daya manusia di lembaga jasa keuangan (LJK), yang dilakukan melalui pelatihan-pelatihan dan pengembangan panduan-panduan yang berhubungan dengan tata kelola lingkungan hidup. Panduan bagi LJK dalam mengevaluasi dokumen-dokumen lingkungan hidup dan izin-izin lingkungan hidup yang biasanya disertakan dalam proposal pembiayaan.2 1
Kamel Rosyida, adalah Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Islam As-syafi’iyah, Jakarta. 2 Otoritas Jasa Keuangan, Buku Pedoman Memahani Dokumen Lingkungan Hidup Sektor Energi Bersih untuk Lembaga Jasa Keuangan, 2015.
181
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menandatangani nota kesepahaman bersama atau memorandum of understanding (MoU) dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D. Hadad menekankan perlunya peningkatan peran lembaga jasa keuangan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui pengembangan jasa keuangan berkelanjutan.3 Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menandatangani kesepakatan untuk meningkatkan peran lembaga jasa keuangan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui pengembangan jasa keuangan berkelanjutan. Kesepakatan ini sangat penting karena masalah lingkungan begitu kompleks, maka perlu melibatkan berbagai pihak dan memastikan pembangunan tetap berkelanjutan. Kerjasama ini merupakan program lanjutan KLH dengan Bank Indonesia sejak tahun 2010 dalam kerangka nota kesepahaman "green banking". "Green banking" adalah salah satu upaya mengubah paradigma dalam pembangunan nasional dari "greedy economy" menjadi "green economy". "Greedy economy" merupakan istilah dimana fokus ekonomi hanya terbatas pada pertumbuhan ekonomi yang dinilai melalui pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) melalui eksploitasi kekayaan alam dan aktivitas ekonomi yang bertumpu pada hutang. Sedangkan "green economy" merupakan perubahan pandang terhadap pembangunan ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan 3P (people, profit, planet), perlindungan dan pengelolaan kekayaan alam, serta partisipasi semua pihak.4 Roadmap keuangan berkelanjutan bertujuan memberi standart /platform baru bagi LJK dengan prinsip berkelanjutan yaitu harmonisasi aspek profit-people-planet dalam aktivis bisnis LJK. Kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan eksposur resiko lingkungan dan sosial. Oleh karenanya tahun 2013 sebagian LJK telah mensyaratkan dokumen Amdal sebagai penilaian proposal pengajuan pembiayaan usaha. Untuk meningkatkan pemahaman tentang Amdal maka OJK bekerjasama dengan Usaid (United State Agency for International Development) membuat dokumen melalui Clean Energy Development Project (ICED phase II) yang selama ini mendukung pengembangan energy bersih di Indonesia serta mendapat masukan dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai lembaga pemerimtah yang mempunyai kewenangan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta lembaga yang mengeluarkan perijinan lingkungan. Dokumen 3 4
http://keuangan.kontan.co.id/news/5-poin-penting-kerjasama-ojk-dan-klh Lihat http://www.antaranews.com/berita/436023/klh-gandeng-ojk-lindungi-lingkungan-hidup,
2014.
182
Lingkungan hidup sektor energy bersih ini memberi arahan pada pihak-pihak yang terlibat dalam proposal pembiayaan proyek energy bersih oleh bank dan Lembaga Jasa Keuangan. Dokumen ini berisi informasi lengkap mengenagi proses pelaksanaan Amdal, UKL-UPL dan izin lingkungan khususnya disektor energy bersih. Indonesia menetapkan konsep ekonomi hijau untuk mendukung pembangunan nasional yang bersifat pro-poor, pro-growth, pro-job dan pro-environment. Pendekatan ini menjawab bahwa saling ketergantungan antara ekonomi dan ekosistem serta dampak negative dari ekonomi termasuk perubahan iklim dan pemanasan global. Dengan demikian pada 26 Mei 2014 telah memperbaharui kesepakatan bersama tentang peningkatan peran Lembaga Jasa Keuangan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui pengembangan jasa keuangan berkelanjutan. Kerjasama ini sejalan dengan komitmen KLHK untuk mendorong pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH). Menurut Menteri LH, dalam kerjasama tersebut mencakup harmonisasi kebijakan terhadap mekanisme perbankan, peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan adanya analisis resiko lingkungan. KLH memiliki program Proper yang menilai perusahaan-perusahaan yang dalam kegiatannya melakukan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan. "Hasil proper ini kita ajukan ke bank sehingga menjadi pertimbangan mereka untuk memberikan kredit kepada perusahaan atau industri. Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan, kepedulian terhadap isu lingkungan dan sosial merupakan suatu kebutuhan dan bukan semata-mata karena mentaati peraturan. "MoU ini menjadi dasar kita untuk melakukan kepedulian terhadap lingkungan sekaligus bisa mengawal kegiatan ekonomi sehingga bisa menjamin keberlanjutan kehidupan kita di masa depan," kata Muliaman.5 Kemajuan ekonomi ternyata harus dibayar mahal dari terjadinya kerusakan lingkungan akibat eksploitasi alam oleh suatu kegiatan usaha yang tidak mengindahkan Amdal. Dunia melihat sejak 50 tahun terakhir dengan dua hal yang menjadi konsennya, yaitu pengentasan kemiskinan dan perubahan iklim untuk peran serta pelaku ekonomi dalam mengatasinya. Keduanya telah menjadi agenda PBB yang masuk dalam Sustainable Development Goals (SGDs) yang ditetapkan pada
5
http://www.antaranews.com, Op Cit.
183
akhir Maret 2015 lalu. Beberapa upaya bersama dalam bentuk kesepakatan antara OJK dan KLH tersebut diantaranya adalah:6 1. Harmonisasi kebijakan di sektor jasa keuangan dengan kebijakan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; 2. Harmonisasi kebijakan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan kebijakan di sektor jasa keuangan; 3. Penyediaan dan pemanfaatan data dan informasi lingkungan hidup untuk pengembangan jasa keuangan berkelanjutan; 4. Penelitian/survei dalam rangka penyusunan konsep kebijakan di bidang keuangan berkelanjutan; dan 5. Peningkatan kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) sektor jasa keuangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Peran strategis OJK melalui keuangan berkelanjutan atau sustainable finance, diharapkan menjadi bukti kongkrit dukungan lembaga jasa keuangan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, berupa penyediaan sumber-sumber pendanaan proyek-proyek ramah lingkungan, seperti energi baru dan terbarukan, pertanian organik, industri hijau dan eco tourism. Peningkatan portofolio pendanaan tersebut diyakini akan membantu penyelesaian permasalahan ekonomi nasional, terkait dengan kemandirian di bidang energi, pertanian dan perindustrian. "Kebijakan keuangan berkelanjutan selain diharapkan memberikan dampak yang positif terhadap perubahan paradigma lembaga jasa keuangan juga bagi konsumen lembaga jasa keuangan," ujar Muliaman di Jakarta, Senin (26/5). OJK (selaku lembaga yang mengatur jasa keuangan bank dan jasa keuangan non bank) memiliki posisi strategis dalam rangka mengatur perekonomian melalui kebijakan penyaluran kredit/pembiayaan yang ramah lingkungan dan mendorong terbentuknya entitas jasa keuangan non bank lainnya yang berwawasan lingkungan seperti saham, asuransi dan sektor jasa keuangan lainnya. AMDAL (Analisa Mengenahi Dampak Lingkungan Hidup) menjadi suatu hal yang penting dalam memperoleh ijin lingkungan dan ijin usaha suatu perusahaan atau suatu kegiatan usaha. Amdal begitu penting untuk berdirinya suatu usaha agar dampak buruknya terhadap lingkungan bisa dianalisa, dan usaha tersebut akan membawa manfaat bagi lingkungan sekitar, baik untuk penyerapan tenaga kerja atau lingkungan yang tetap asri karena limbah perusahaan diolah sedemikian rupa agar tidak mencemari lingkungan. Kerusakan lingkungan akibat limbah beracun misalnya, 6
http://keuangan.kontan.co.id/news/5-poin-penting-kerjasama-ojk-dan-klh
184
akan memakan waktu yang panjang dan penanganan yang khusus untuk rehabilitasi lingkungan agar kembali baik seperti semula. Belum lagi kesehatan yang buruk bagi masyarakat terdampak, bahkan bagi generasi selanjutnya yang mungkin dilahirkan oleh masyarakat (ibu) terdampak tersebut. Kalau sudah demikian, negeri ini akan dilanjutkan oleh generasi-generasi yang tidak sehat baik fisik maupun psikisnya. Sedangkan dalam proses pembangunan, harus tersinergi antara pembangunan materil dan pembangunan immaterial, sehingga terjadi keselarasan pembangunan yang menyeluruh dan berkesinambungan. Sedangkan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) sebagai mitra ekonomi dalam proses pembangunan ini turut merasakan dampak kerusakan lingkungan yang akhir-akhir ini terjadi. Sebagai mitra ekonomi, Lembaga Jasa Keuangan konsen akan perbaikan lingkungan yang sudah mengalami kerusakan sedemikian rupa hingga berdampak pada kesehatan, kerusakan sosial, ekologi, ekonomi hingga mengganggu proses pembangunan bangsa ini. Kemajuan ekonomi ternyata harus dibayar mahal dari terjadinya kerusakan lingkungan akibat eksploitasi alam oleh suatu kegiatan usaha yang tidak mengindahkan Amdal. Dunia melihat ini sudah puluhan tahun terakhir dengan dua hal yang menjadi konsennya, yaitu pengentasan kemiskinan dan perubahan iklim untuk peran serta pelaku ekonomi dalam mengatasinya. Keduanya telah menjadi agenda PBB yang masuk dalam Sustainable Development Goals (SGDs). Dalam menjaga keselarasan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan, kebijakan pemerintah merupakan hal yang penting untuk dijadikan acuan dalam penerapan dan pelaksanaan pembangunan. Kebijakan tersebut berfungsi untuk mencegah atau meminimalisir dampak negatif pembangunan bagi lingkungan. Kebijakan lingkungan yang digunakan di Indonesia adalah sebagai berikut : Undang Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH)7 yang kemudian diperbarui oleh UU no. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup8 serta peraturan lain dibawahnya. Peraturan tersebut telah dibuat oleh pemerintah dan DPR sedemikian rupa agar tercipta lingkungan yang sesuai dengan cita-cita bangsa yaitu hak hidup sejahtera bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat 1 yang berbunyi : “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan 7 8
Undang Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) Undang Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
185
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat……”.9 Namun dalam kenyataanya banyak kita temui kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh ulah sebagian pelaku usaha yang lalai dalam pengelolaan amdal terhadap proses usahanya itu. Kajian lingkungan menjadi begitu penting bagi kelangsungan hidup manusia agar generasi selanjutnya tidak menerima dampak negative dari pengelolaan lingkungan hidup yang kurang baik oleh generasi sebelumnya. Pembangunan suatu usaha dibuat lebih baik dalam ruang lingkup yang layak ditinjau dari segi sosial, administrasi, teknis, ekonomis, dan lingkungan. Untuk itu di perlukan suatu pemahaman yang cukup dalam menganalisis mengenai dampak tehadap lingkungan. Meningkatnya intensitas kegiatan industri perlu dikendalikan untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan di banyak daerah antara lain pencemaran industri, pembuangan limbah yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan, penggunaan bahan bakar yang tidak aman bagi lingkungan, kegiatan pertanian, penangkapan ikan dan pengelolaan hutan yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Agar pembangunan tidak menyebabkan menurunya kemampuan lingkungan yang disebabkan karena sumber daya yang terkuras habis dan terjadinya dampak negatif, maka sejak tahun 1982 telah diciptakan suatu perencanaan dengan mempertimbangkan lingkungan. Hal ini kemudian digariskan dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1986 tentang Anlisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).10 Peraturan Pemerintah ini kemudian diganti dan disempurnakan oleh Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1993 dan diganti lagi oleh Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).11 Dan yang terakhir yaitu Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.12 B. Rumusan Masalah Dalam makalah ini, penulis akan menguraikan masalah 1. Bagaimana pengaturan mengenai dokumen lingkungan hidup khususnya Amdal (Analisa Mengenahi Dampak Lingkungan) yang diperlukan oleh lembaga jasa keuangan? 9
Undang-undang Dasar 1945 Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1986 tentang Anlisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) 11 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) 12 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan 10
186
2. Bagaimana Resiko Sosial dan Lingkungan Hidup pada Lembaga Jasa Keuangan, Sanksi pelanggaran terhadap penaatan izin lingkungan serta Penanganan dampak, pemantauan dampak dan audit lingkungan? C. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaturan mengenai dokumen lingkungan hidup khususnya Amdal (Analisa Mengenahi Dampak Lingkungan) yang diperlukan oleh lembaga jasa keuangan dan Resiko Sosial dan Lingkungan Hidup pada Lembaga Jasa Keuangan, Sanksi pelanggaran terhadap penaatan izin lingkungan serta Penanganan dampak, pemantauan dampak dan audit lingkungan. D. Metode Penulisan Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode kepustakaan yaitu : 1. pengumpulan data sekunder yang penulis peroleh dari data – data kepustakaan, kearsipan dan data-data dokumen lainya. 2. Dengan semakin mudahnya mendapatkan bahan dan data maka meka penulis mengumpulkan, mengamati dan mempelajari berita- berita di media elektronik maupun media cetak yang berkenaan dengan perijinan usaha serta penegakan hukumnya. II. KERANGKA KONSEPSIONAL A. Amdal (Analisa Mengenahi Dampak Lingkungan) 1. Pengertian Amdal Amdal adalah suatu proses dalam studi formal untuk memperkirakan dampak lingkungan atau rencana kegiatan proyek dengan bertujuan memastikan adanya masalah dampak lingkungan yang di analisis pada tahap perencanaan dan perancangan proyek sebagai pertimbangan bagi pembuat keputusan. Amdal merupakan singkatan dari Analisis Mengenahi Dampak Lingkungan. Pengertian Amdal menurut Pasal 1 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1999 yang berbunyi bahwa “Analisis mengenahi dampak lingkungan hidup (Amdal) adalah Kajian mengenahi dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan”. 13Hal-hal yang dikaji dalam proses Amdal yaitu : aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, 13
Lihat M.Daud Silalahi, Sistem Hukum Lingkungan Di Indonesia, Suara Harapan Bangsa, 2011, hal 29
187
sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Dalam UU No 32 Tahun 2009, ada 23 pasal diantaranya mengatur tentang AMDAL. Namun pengertian AMDAL pada UU No. 32 Tahun 2009 berbeda dengan UU No. 23 Tahun 1997, yaitu hilangnya kalimat “dampak besar”. Jika dalam Pasal 1 ayat (21) UU No. 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa “AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup ......”, sedangkan pada Pasal 1 ayat (11) UU No. 32 Tahun 2009 disebutkan bahwa “ AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan .....” 2. Dasar hukum Amdal : a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengeloalaan Lingkungan Hidup. b. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan.14 Peraturan ini mengatur tentang tata cara pelibatan masyarakat dalam proses Amdal. Masyarakat mana saja yang dilibatkan dalam proses Amdal, penunjukkan wakil masyarakat yang terlibat dalam keanggotan Komisi Penilai Amdal, dan pelaksanaan konsultasi publik. Selain itu peraturan ini juga mengatur peran masyarakat dalam proses penerbitan izin lingkungan, dimana dalam penerbitan izin lingkungan diatur adanya pengumumam pada saat permohonan dan pesertujuan izin lingkungan. c. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup. Peraturan ini mengatur tentang pedoman penyusunan Amdal , UKL-UPL dan SPPL (Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup). Ada beberapa perubahan tata cara penyusunan Amdal dalam peraturan ini. Ada penguatan kajian dan penyederhanaan penyusunan Amdal dan UKL-UPL dari PerMen Lingkungan Hidup No. 08 Tahun 2006 14
PerMeN Lingkungan Hidup RI No 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan
188
tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Amdal dan PerMen Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2010 tentang UKL-UPL dan SPPL. d. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenahi Dampak Lingkungan Hidup.15 Peraturan Menteri ini menjadi peraturan teknis UU No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. e. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan.16 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan adalah Peraturan Pemerintah yang menggantikan PP No. 27 Tahun 1999 tentang Amdal. Peraturan ini adalah peraturan turunan dari UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan ini mengatur tentang Amdal, UKL-UPL dan Izin Lingkungan.17 3. Komponen Dokumen Amdal Amdal memuat keseluruhan proses yang mempunyai komponen sebagai berikut :18 (Pasal 5 PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan) a. Dokumen KA-ANDAL (Kerangka Acuan-Analisis Dampak Lingkungan) Yaitu ruang lingkup studi analisis dampak lingkungan yang merupakan hasil pelingkupan b. Dokumen ANDAL (Dokumen Analisis Dampak Lingkungan) Yaitu merupakan telaah cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu rencana usaha atau kegiatan c. Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). RKL Yaitu dokumen yang mengandung upaya penanganan dampak penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan. Dan RPL yaitu dokumen yang mengandung upaya pemantauan komponen yang terkena dampak penting akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan. Dari tiga dokumen Amdal diatas yaitu (ANDAL, RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh Komisi Penilai Amdal. Hasil penilaian inilah yang menentukan apakah rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut 15
PerMeN Lingkungan Hidup RI No05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenahi Dampak Lingkungan Hidup 16 PP Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan. 17 http://pepayamanggapisangjambu.blogspot.co.id/2015/03/contoh-makalah-amdal.html 18 PP Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan, pasal 5.
189
layak secara lingkungan atau tidak dan apakah perlu direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak dalam mendirikan suatu usaha ditempat tersebut. 4. Tujuan Amdal19 a. Mengidentifikasikan rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilakukan terutama yang berpotensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup. b. Mengidentifikasikan komponen-komponen lingkungan hidup yang akan terkena dampak besar dan penting. c. Memprakirakan dan mengevaluasi rencana usahan dan atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup. d. M e r u m u s k a n R K L d a n R P L . 5. Manfaat Amdal :20 a. Manfaat AMDAL bagi Pemerintah - Mencegah dari pencemaran dan kerusakan lingkungan. - Menghindarkan konflik dengan masyarakat. - Menjaga agar pembangunan sesuai terhadap prinsip pembangunan berkelanjutan. - Perwujudan tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup. b. Manfaat Amdal bagi Pemrakarsa. - Menjamin adanya keberlangsungan usaha. - Menjadi referensi untuk peminjaman kredit. - Interaksi saling menguntungkan dengan masyarakat sekitar untuk bukti ketaatan hukum. c. Manfaat Amdal bagi Masyarakat - Mengetahui sejak dari awal dampak dari suatu kegiatan. - Melaksanakan dan menjalankan kontrol. - Terlibat pada proses pengambilan keputusan. B. OJK (Otoritas Jasa Keuangan) 1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi 19 20
http://sulistiayusuf.blogspot.co.id/2015/11/makalah-amdal-analisis-mengenai-dampak.html http://www.artikelsiana.com/2015/01/pengertian-amdal-fungsi-tujuan-manfaat-amdal.html
190
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan baik di sektor perbankan, pasar modal, dan sektor jasa keuangan non-bank seperti Asuransi, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya. Secara yuridis, menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, dirumuskan bahwa, “Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”. OJK dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran. Yang mana mengingatkan pemikiran pada prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan benar (Good Corporate Governance) yang terdiri dari 5 prinsip yang disingkat dengan TARIF, yaitu:21 a. Transparancy/keterbukaan informasi Yaitu Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu; b. Accuntability Yaitu adanya kejelasan fungsi, struktur, sistem, kejelasan akan hak dan kewajiban serta wewenang dari elemen-elemen yang ada; c. Responsibility/pertanggungjawaban Yaitu kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, diantaranya termasuk masalah pembayaran pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkunganbisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya; d. Independency/ kemandirian Yaitu mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa adanya benturan kepentingan dan tekanan atau intervensi dari pihak manapun maupun yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku; dan e. Fairness/kesetaraan atau kewajaran, Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak shareholders dan stakeholders sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 21
Bisdan Sigalingging, Analisis Hubungan Kelembagaan Antara Otoritas Jasa Keuangan Dengan Bank Indonesia (Tesis Magister Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2013). hal.107
191
2. Asas-asas Otoritas Jasa Keuangan22 a. Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; c. Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum; d. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; e. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundangundangan; f. Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; dan g. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. 3. Tujuan, Fungsi, Tugas, dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan • Tujuan OJK Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Berbunyi sebagai berikut: “OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan: - Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; - Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan - Mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat.” 22
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
192
• Mengenai fungsi OJK dijabarkan dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, menyatakan bahwa: “OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.” • Tugas OJK dalam Pasal 6 undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, menyatakan bahwa melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap : - Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; - Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan - Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. • OJK mempunyai wewenang sebagaimana yang dimaksud didalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, sebagai berikut: a. Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi:23 - Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; - Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa; - Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit (credit testing); dan standar akuntansi bank; - Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti-pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; serta pemeriksaan bank. 23
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
193
b. Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) meliputi:24 - Menetapkan peraturan dan keputusan OJK; - Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan; - Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK; - Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu; - Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada lembaga jasa keuangan; - Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; - Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. c. Terkait pengawasan lembaga jasa keuangan (bank dan non-bank) meliputi:25 - Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan; - Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif; - Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; - Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan atau pihak tertentu; - Melakukan penunjukan pengelola statuter; - Menetapkan penggunaan pengelola statuter; - Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; 24 25
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011, Op Cit, pasal 8 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011, Op Cit, pasal 9
194
- Memberikan dan atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain. 4. Dewan Komisioner OJK26 OJK dipimpin oleh sembilan Dewan Komisioner yang kepemimpinannya bersifat kolektif dan kolegial. Susunan tersebut terdiri atas: 1. Seorang Ketua 2. Seorang Wakil Ketua 3. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan 4. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal 5. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank 6. Seorang Ketua Dewan Audit 7. Seorang anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen 8. Seorang ex-officio dari Bank Indonesia 9. Seorang ex-officio dari Kementerian Keuangan Untuk membantu tugasnya, Dewan Komisioner mengangkat pejabat struktural maupun fungsional antara lain Deputi Komisioner, direktur, dan pejabat di bawahnya. Deputi Komisioner adalah pejabat yang langsung berada di bawah Dewan Komisioner. Berikut ini adalah sembilan pembidangan Deputi Komisioner OJK: 1. Deputi Komisioner Manajemen Strategis I 2. Deputi Komisioner Manajemen Strategis IIA 3. Deputi Komisioner Manajemen Strategis II B 4. Deputi Komisioner Audit Internal, Managemen Risiko dan Pengendalian Kualitas 5. Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I 6. Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II 7. Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank I 8. Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank II 9. Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen Dalam mengemban fungsi dan tugasnya OJK memiliki pegawai yang berasal dari Bank Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. 26
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011, Op Cit, pasal 10 – 15.
195
III. PEMBAHASAN A. Resiko Sosial dan Lingkungan Hidup pada Lembaga Jasa Keuangan Analisa resiko lingkungan hidup merupakan salah satu komponen dari proses bisnis dalam melakukan evaluasi kredit pada lembaga jasa keuangan. Tingkatan analisa resiko lingkungan hidup dan sosial yaitu uji patuh terhadap peraturan yang ada dengan memastikan adanya izin lingkungan hidup dan sampai pada tingkat advance. Yaitu dengan menerapkan sistem management tata kelola sosial dan lingkungan hidup (Environment and Governence System). Lembaga Jasa Keuangan sebagai salah satu komponen utama penggerak pertumbuhan ekonomi, mempunyai peranan yang sangat strategis terhadap isu lingkungan hidup dan sosial masyarakat. Akibat dari pembangunan yang tidak memperhatikan isu lingkungan hidup berkelanjutan sudah kita rasakan bersama dampaknya. Resiko sosial dan lingkungan hidup berdampak signifikan dan bisa bersifat katastropik terhadap dunia usaha di sector real yang selanjutnya dapat mempengaruhi sektor keuangan. Otoritas Jasa Keuangan sebagai regulator Lembaga Jasa Keuangan sangat sadar dengan isu pembangunan berkelanjutan, dimana Otoritas Jasa Keuangan menggunakan landasan Kerangka Pembangunan Berkelanjutan yang dikeluarkan oleh Bappenas sebagai salah satu landasanya dalam melaksanakan tugasnya. Pada Desember 2014 lalu OJK meluncurkan Roadmap Keuangan Berkelanjutan 2015 – 2019. Roadmap ini berisi paparan rencana kerja program keuangan brekelanjutan untuk industri jasa keuangan yang berada dibawah otoritas OJK, yaitu perbankan, pasar modal dan IKNB (Industri Keuangan Non Bank). Roadmap ini akan menjadi bagian dari Master Plan Sektor Jasa Keuangan Indonesia(MPSJKI). Serta digunakan sebagai acuan bagi pemangku kepentingan keuangan berkelanjutan. Tujuan keuangan berkelanjutan adalah :27 a. Meningkatkan daya tahan dan daya saing LJK sehingga mampu tumbuh dan berkembang serta berkesinambungan. Daya tahan dikaitkan dengan kemampuan management resiko yang lebih baik, semetara daya saing dikaitkan dengan kemampuan LJK untuk melakukan inovasi produk/ layanan lingkungan yang ramah lingkungan. b. Menyediakan sumber pendanaan yang dibutuhkan masyarakat mengacu kepada RPJP dan RPJM yang bercirikan pro-growth, pro-job, pro-poor dan pro-environment. 27
Otoritas Jasa Keuangan, Op Cit.
196
c. Berkontribusi pada komitmen nasional atas permasalahan pemanasan global melalui aktivitas bisnis yang bersifat pencegahan/mitigasi maupun adaptasi atas perubahan iklim menuju ekonomi rendah karbon yang kompetitif. Sedang keuangan berkelanjutan di Indonesia bertujuan :28 a. Prinsip pengelolaan resiko yang mengintegrasikan aspek perlindungan lingkungan dan sosial dalam management resiko LJK guna menghindari, mencegah dan meminimalisir dampak negative yang timbul serta mendorong peningkatan kemanfaatan kegiatan pendanaan dan oprasional LJK. b. Prinsip Pengembangan sektor ekonomi prioritas berkelanjutan yang bersifat inklusif dengan meningkatkan kegiatan pendanaan terutama pada sektor industry, energy, Pertanian (dalam arti luas), infrastruktur dan UMKM dengan menyeimbangkan aspek ekonomi, lingkungan dan sosial : serta menyediakan layanan keuangan pada komunitas yang umumnya memiliki keterbatasan atau tidak memiliki akses kelayanan keuangan disektor formal. c. Prinsip tata kelola lingkungan dan sosial dan pelaporan dengan menyelenggarakan praktek-praktek tata kelola lingkungan dan sosial yang kokoh dan transparan dalam kegiatan oprasional LJK dan terhadap praktek tata kelola lingkungan dan sosial yang diselenggarakan oleh nasabah-nasabah LJK; serta secara berkala melaporkan kemajuan LJK dalan menerapkan prinsip-prinsip keuangan berkelanjutan pada masyarakat. d. Prinsip peningkatan kapasitas dan kemitraan kolaboratif dengan mengembangkan sumber daya manusia, teknologi informasi dan proses oprasional dari masing-masing LJK terkait penerapan prinsip-prinsip keuangan berkelanjutan; serta menjalin kerjasama antar LJK, regulator, pemerintah dan memanfatakan kemitraan dengan lembaga-lembaga domestik dan internasional guna mendorong keuangan berkelanjutan. Inisiatif tata kelola resiko sosial dan lingkungan hidup di dunia internasional sudah dimulai sejak Rio Earth Summit di Brazil tahun 1992. Pertama-tama di sponsori oleh United Nations dan selanjutnya secara generic dilakukan oleh masing-masing lembaga keuangan tersebut. B. Sanksi pelanggaran terhadap penaatan izin lingkungan. 1. Sanksi administrasi diterapkan oleh menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenanganya, meliputi :( pasal 71 UU No. 27 Tahun 2012) a. Teguran tertulis; b. Paksaan pemerintah; 28
Ibid.
197
c. Pembekuan izin lingkungan; atau d. Pencabutan izin lingkungan 2. Sanksi pidana berupa penjara dan denda, yang mencakup antara lain : (pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) a. Pasal 109 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengeloalaan Lingkungan Hidup. Yaitu pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000 dan paling banyak Rp3.000.000.000 (pasal 108 UU No. 32/2009). b. Pasal 111 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengeloalaan Lingkungan Hidup : penjara atau denda - Pejabat yang menerbitkan izin lingkungan tanpa Amdal atau UKLUPL - Pejabat yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa izin lingkungan c. Pasal 98 - 100 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengeloalaan Lingkungan Hidup : pelanggaran Baku Mutu Lingkungan hidup (BML) dan Kriteria Baku Mutu Lingkungan Hidup (KBKL). C. Penanganan dampak, pemantauan dampak dan audit lingkungan. Pengelolaan lingkungan terdiri atas penanganan dampak dan pemantauan dampak. Sementara dampak negative yang penting diharuskan ditangani oleh undang-undang, tidak ada ketentuan yang mengharuskan ditanganinya dampak positif. Hal ini akan mengurangi keuntungan yang dapat didapatkan dari proyek dan menjadi mubazirnya sumber daya. Penanganan dampak dapat bersifat ad hoc, yaitu dampak yang bersifat kecil, tetapi penting, misalnya penggunaan masker pada pekerja di pertambangan batu. Medote penanganan dampak sesuai dengan bidang dampak yang ditangani. Pemantauan dampak bertujuan untuk mengelola dampak, evaluasi proyek, umpan balik untuk perbaikan teknik prakiraan dampak dan untuk memberi data untuk pengembangan kebijaksanaan lingkungan. IV. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pengaturan mengenai dokumen lingkungan hidup khususnya Amdal (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) yang diperlukan oleh lembaga jasa keuangan telah jelas diatur dalam peraturan perundang-undangan dimana pihak regulator sektor keuangan khususnya Bank Indonesia dan
198
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memulai inisiatif keuangan berkelanjutan (sustainable finance) untuk menjawab solusi pembangunan berkelanjutan. Oleh karenanya tahun 2013 sebagian Lembaga Jasa Keuangan telah mensyaratkan dokumen Amdal sebagai penilaian proposal pengajuan pembiayaan usaha. Dengan demikian pada 26 Mei 2014 telah memperbaharui kesepakatan bersama tentang peningkatan peran Lembaga Jasa Keuangan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui pengembangan jasa keuangan berkelanjutan. Kerjasama ini sejalan dengan komitmen Kementerian Lingkungan Hidup untuk mendorong pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).. 2. Resiko Sosial dan Lingkungan Hidup pada Lembaga Jasa Keuangan, Sanksi pelanggaran terhadap penaatan izin lingkungan serta Penanganan dampak, pemantauan dampak dan audit lingkungan juga secara jelas diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) sehingga dengan demikian terhadap pengajuan pembiayaan usaha yang tidak mentaati ketentuan ini dapat dikenakan sanksi pidana. B. Saran-saran 1. Disarankan pengaturan mengenai dokumen lingkungan hidup khususnya Amdal (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) yang diperlukan oleh lembaga jasa keuangan terus ditingkatkan pelaksanaannya dimana pihak regulator sektor keuangan khususnya Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus meningkatkan inisiatif keuangan berkelanjutan (sustainable finance) untuk menjawab solusi pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu diharapkan seluruh Lembaga Jasa Keuangan telah mensyaratkan dokumen Amdal sebagai penilaian proposal pengajuan pembiayaan usaha perlu terus ditingkatkan. Dengan demikian perlu memperbaharui kesepakatan bersama tentang peningkatan peran Lembaga Jasa Keuangan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui pengembangan jasa keuangan berkelanjutan. Kerjasama ini sejalan dengan komitmen Kementerian Lingkungan Hidup untuk mendorong pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
199
2. Disarankan resiko Sosial dan Lingkungan Hidup pada Lembaga Jasa Keuangan, Sanksi pelanggaran terhadap penaatan izin lingkungan serta Penanganan dampak, serta pemantauan dampak dan audit lingkungan perlu terus ditingkatkan sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) sehingga dengan demikian Penerapan hukumnya semakin efektif dan semakin baik untuk kepentingan seluruh bangsa dan masyarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku Otoritas Jasa Keuangan, Buku Pedoman”Memahani Dokumen Lingkungan Hidup Sektor Energi Bersih untuk Lembaga Jasa Keuangan”, 2015. Priantoro, Erik Teguh, 2015. Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan: AMDAL, UPL – UKL dan Izin Lingkungan, serta Audit Lingkungan Hidup, Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. ____,Current Legal Basis of Indonesia EIA, Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Setijawan, Edit, et al, 2013, Pola Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTM), Jakarta: Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia. Silalahi, M.Daud, Sistem Hukum Lingkungan Di Indonesia, Suara Harapan Bangsa, 2011. Peraturan Perundang-undangan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1986 tentang Anlisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) PP Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan. PerMeN Lingkungan Hidup RI No 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan.
200
PerMeN Lingkungan Hidup RI No05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenahi Dampak Lingkungan Hidup. Undang Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH). Undang Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Website/Internet http://pepayamanggapisangjambu.blogspot.co.id/2015/03/contoh-makalahamdal.html http://keuangan.kontan.co.id/news/5-poin-penting-kerjasama-ojk-dan-klh Senin, 26 Mei 2014 / 17:01 WIB http://www.antaranews.com/berita/436023/klh-gandeng-ojk-lindungi-lingkunganhidup, 2014 http://www.ojk.go.id/id/Pages/FAQ-Otoritas-Jasa-Keuangan.aspx, 2015.
201