ASPEK HUKUM DALAM NOVEL AYAT-AYAT CINTA (KAJIAN TENTANG PRAKTEK POLIGAMI) Oleh: Safira Mustaqilla, MA
Abstrak This Research wants to look at the different side of poligamy in novel AyatAyat Cinta by Habiburrahman El-Shirazy, which is one of the novel that can be touched the soul which the contains talked more about the knowledge of Islam. One of the interested problem is about polygamy, where it was done by one of the first character, Fakhri. How has Fakhri done it, Was it suit for shariah, and what the real reason of Fakhri did polygamy could be excepted by Islam religion in that novel. After doing discourse analysis the written took conclusion that Fachri married again not only to priorited the sexual desire, but also to save many souls. He was threatened death verdict because he was accused to raped a woman. While Aisha, Fakhri’s wife is in pregnant and Maria is the only one witness of this case, was in critis in the Hospital. Hopefull by married Maria, can make realize her and give the witness in session. Aisha also can be avoid from widow statue and save the baby in her womb. In the different side, polygamy that did by Rasulullah, if we look at the story, the marriage of Rasulullah with his wives to free them from the slaves, to save them from Quraisy’s threatening, and to keep them after the poor. Key words: The Novel of Ayat-Ayat Cinta, The Polygamy
I.
Pendahuluan Poligami terdiri dari kata “poli” dan “gami”. Secara etimologi, poli artinya banyak, dan gami artinya istri. Jadi poligami itu beristri banyak. Secara terminology, poligami yaitu seorang laki-laki mempunyai lebih dari satu istri.1 Istilah poligami juga ditemukan dalam khazanah Yunani. Istilah tersebut dipakai di dalam pembagian dan pembedaan praktik perkawinan yang terjadi pada zaman itu. Berikut ini berbagai istilah poligami yang terbentuk pada zaman Yunani: 1. Poligami (poly, apolus= banyak; gamos, gami= perkawinan). Artinya banyak nikah. Istilah ini digunakan untuk menunjuk pada praktik perkawinan lebih dari satu suami atau istri sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan. Laki-laki mempunyai lebih dari satu istri (perempuan); 1
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 129.
130
Safira Mustaqilla, MA Aspek hukum Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta (Kajian Tentang Poligami)
2.
3.
4.
5.
131
atau perempuan mempunyai lebih dari satu suami (laki-laki pada masa yang sama dan bukan karena kawin cerai. Poliandri (poly = banyak; Andros= pria). Artinya banyak pria. Istilah ini digunakan untuk menunjuk pada kegiatan seorang perempuan yang melakukan banyak pernikahan dengan banyak pria (pada masa yang sama, dan bukan karena kawin cerai); Poligini (poly = banyak; gini = perempuan). Artinya , banyak perempuan. Istilah ini digunakan untuk menunjuk pada seorang pria yang melakukan praktik banyak nikah dengan banyak perempuan (pada masa yang sama, dan bukan karena kawin cerai); Eksogami (ekso = keluar (dari), bukan, dan mantan; gami = nikah). Artinya, nikah dengan orang luar klan. Istilah ini digunakan untuk menunjuk pada laki-laki yang mencari seorang istri di luar kalangan marganya sendiri; Endogami (endo = dalam; gami; = nikah). Artinya menikah dengan sesama anggota dalam klan. Istilah ini digunakan pada praktik pernikahan yang terbatas pada anggota-anggota sekelompok atau sesuku menurut penentuan adat.2
Dari uraian di atas kita menemukan pula bahwa istilah poligami, secara kultural dipakai untuk menunjuk suatu praktik perkawinan: (1) laki-laki (sebagai suami) mempunyai lebih dari seorang perempuan (sebagai istri) dalam satu waktu, bukan kawin cerai, yang disebut dengan istilah poligini. Tulisan ini mengangkat kasus poligami yang diambil dari novel Ayat-Ayat Cinta. Penulis mencoba melakukan analisa terhadap isi novel tersebut apakah praktek poligami yang dilakukan oleh Fakhri yaitu tokoh utama dari cerita tersebut sejalan dengan prinsip poligami dalam Islam. Novel merupakan salah satu media yang efektif di dalam menyiarkan pengetahuan kepada masyarakat, diharapkan mampu memberikan nuansa yang menarik sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat termasuk pengetahuan tentang hukum Islam. II. Pembahasan A. Kisah Pernikahan Rasulullah dan Sejarahnya Berdasarkan sejarah, Nabi Muhammad Saw. menikahi banyak perempuan sebagai istri. Namun praktek poligami yang dijalankan Nabi Muhammad merupakan masalah kekhususan Nabi Saw. dan dilakukan dalam situasi yang tidak normal. Poligami yang dipraktekkan Rasul dalam rangka mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan, khususnya bagi kaum perempuan. Hal yang perlu diketahui saat itu Rasulullah saw. melakukan poligami secara 2
Islah Gusmian, Mengapa Nabi Muhammad Berpoligami?, (Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2007), hlm. 25-26.
Safira Mustaqilla, MA Aspek hukum Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta (Kajian Tentang Poligami)
132
terang-terangan, tidak secara sembunyi-sembunyi seperti yang terjadi pada kebanyakan laki-laki yang berpoligami saat ini. Untuk memperoleh gambaran yang lengkap mengenai praktek poligami Nabi Muhammad saw. serta faktorfaktor yang melatarbelakangi, berikut ini penulis akan mengupas sekilas tentang kehidupan rumah tangga Rasulullah Saw. Sejak beranjak remaja, sifat kejujuran dan kebersihan jiwa telah terpancar pada diri Nabi Muhammad saw. Taha Husain dengan bahasa yang romantik melukiskan keluhuran akhlak Muhammad Saw. tidak seperti anakanak sebayanya, dia suka menyendiri, jauh dari arena judi, pesta mabukmabukan dan perbuatan mesum dan berbagai kenakalan remaja pada zamannya. Para penulis sejarah berbeda pendapat mengenai jumlah perempuan yang pernah mendampingi Nabi Muhammad Saw. sebagai istri. Ibn Sa‟d, penulis biografi Muslim paling awal menjelaskan, bahwa Nabi Muhammad Saw. memperistri 12 orang perempuan. Perbedaan jumlah ini terjadi, karena ada beberapa perempuan yang dinikahi Nabi Muhammad Saw, namun tanpa menyempurnakan perkawinannya, beberapa perempuan yang dilamar Rasulullah Saw, tetapi tidak dinikahi serta beberapa perempuan yang menawarkan diri mereka kepada Rasulullah.3 Dalam masalah ini, Ibnu Sa‟d menguraikan istri-istri nabi Muhammad Saw. adalah: 1. Khadijah binti Khuwailid Kredibilitas dan kepribadian yang terdapat pada diri Rasulullah diantaranya kejujuran dan keluhuran akhlaknya membuat Khadijah jatuh hati pada Rasulullah. Khadijah adalah seorang pedagang sukses di Makkah. Ia adalah seorang perempuan yang berpikiran tajam, cerdas dan berbudi pekerti yang baik. Sebelum menikah dengan Rasulullah, ia pernah menikah dua kali. Pertama dengan Abu Halah bin Zurarah al Tamimi dan mendapatkan seorang putra bernama Halah dan seorang putri bernama Hindun. Setelah Abu Halah meninggal dunia, Khadijah menikah lagi dengan Atiq bin A‟idz bin Abdullah al- Makhzumi, namun pernikahan yang kedua ini tidak berlangsung lama, karena akhirnya mereka berpisah.4Setelah cerai, Khadijah menolak setiap lakilaki yang ingin menikahinya. Namun saat ia menyaksikan Muhammad, lakilaki Quraisyi yang jujur dan berwibawa, hatinya kembali bergetar dan timbul keinginan untuk kembali menikah. Perkawinan tersebut terjadi pada saat 3
Islah Gusmian, Mengapa Nabi Muhammad…, hlm. 108. Jamaluddin Yusuf ibn Hasan ibn Abd Hadi Al-Maqdisi, Al-Syajarah al-Nabawiyah fi Nash Khair al-Bariyyah Shallallahu „Alaihi Wa Sallam, h. 44; Mahmud Mahdi Al-Istanbuli dan Musthafa Abu Nashr Al-Silbi, Wanit-Teladan, Istri-Istri, Putri-Putri dan Sahabat Wanita Rasulullah, h. 53. 4
Safira Mustaqilla, MA Aspek hukum Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta (Kajian Tentang Poligami)
133
Khadijah berusia 40 tahun dan Muhammad berusia 25 tahun. Meski usia mereka terpaut lama, namun keduanya menemukan apa yang mereka citacitakan yaitu mahligai rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Selama perkawinannya dengan Khadijah, Nabi Muhammad Saw. tidak pernah menikah dengan perempuan lain dan beliau menjalani pernikahan secara monogami. Perkawinan Muhammad Saw. dengan Khadijah berlangsung selama 25 tahun yang kemudian Khadijah wafat pada hari keduapuluh bulan Ramadhan, tiga tahun sebelum Hijrah, dalam usianya 65 tahun. Meninggalnya Khadijah merupakan peristiwa yang sangat berat bagi Rasulullah, dan sepeninggal Khadijah, Nabi Muhammad hidup menduda.5 2. Saudah binti Zam‟ah Setelah menduda selama dua tahun, Nabi Muhammad Saw. menikah lagi dengan Saudah binti Zam‟ah. Awalnya Rasulullah tidak punya niat untuk menikah lagi setelah ditinggal istri tercintanya Khadijah, hingga pada suatu hari, Khaulah menanyakan hal tersebut kepada Nabi untuk menikah lagi, Khaulah menawarkan seorang janda dan seorang perawan. Nabi bertanya siapakah yang perawan, maka Khaulah menjawab bahwa wanita itu adalah Aisyah binti Abu Bakar. Ketika Nabi menanyakan siapakah yang janda maka Kahaulah kembali menjawab bahwa wanita itu adalah Saudah binti Zam‟ah, seorang janda yang sudah tua dan berumur 65 tahun. Sebelumnya ia pernah menikah dengan Sakran bin Amar bin Abdu Syam, mereka berdua masuk Islam dan ikut hijrah dengan Nabi pada hijrah kedua. Ketika hendak kembali ke Mekkah dari pengungsian, Sakran meninggal dunia dan tinggallah Saudah sendirian tanpa pelindung. Kondisi ini membuka kesempatan penyiksaan oleh orang-orang kafir Quraisy, apalagi ketika itu ayahnya belum memeluk Islam. Pada saat itulah Nabi Muhammad mempertimbangkan usul Khaulah. Nabi pun memilih untuk memperistri Saudah, janda tua yang telah hancur hatinnya. Rasulullah menikah dengannya pada bulan Ramadhan tahun kesepuluh kenabian. Tujuan Rasulullah adalah agar Saudah memperoleh perlindungan dan kemuliaan di dalam sebuah pernikahan serta terjaga dari penyiksaan orangorang kafir Quraisy juga agar ia menjadi ibu dalam rumah Nabi Saw, yang menjaga dan mendidik anak-anaknya. Namun harapan tersebut tidak berlangsung lama, Saudah merasa dirinya telah menjadi beban bagi kehormatan Nabi, lalu ia meminta izin pada Nabi untuk tetap tinggal di rumahnya sendiri dan melepaskan diri dari hak dan kewajibannya sebagai istri. Saudah menyadari akan kondisi dirinya yang terlalu tua sebagai istri Nabi Saw. Namun ia tidak ingin kehilangan statusnya di sisi Nabi Saw, dan akhirnya ia tinggal dirumahnya sendiri. Hari-harinya dihabiskan untuk beribadah, 5
Islah Gusmian, Mengapa Nabi Muhammad…, hlm. 114.
Safira Mustaqilla, MA Aspek hukum Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta (Kajian Tentang Poligami)
134
menegakkan shalat dan bersedekah. Diantara istri-istri Nabi Saw, atas kehendak Allah, ia diberi umur panjang. Ia meninggal pada bulan Syawal tahun 54 Hijriyah di Madinah pada masa kekhalifahan Mu‟awiyah bin Abi Sufyan. 3. Aisyah binti Abu Bakar Dua tahun setelah hidup berumahtangga dengan Saudah, Nabi Saw. menikahi Aisyah putri Abu Bakar yaitu sahabat setia dan orang pertama dari golongan tua yang masuk Islam. Alasan Nabi Saw. menikahi Aisyah adalah untuk membangun hubungan kekerabatan dengan keluarga Abu Bakar. Menurut keterangan dari Aisyah sendiri, Rasul menikahinya pada bulan Syawal tahun kesepuluh kenabian, setelah perang Badar (tiga tahun sebelum hijrah). Nabi Muhammad hijrah ke Madinah pada hari ke 12 bulan Rabiul Awal. Pada bulan Syawal, delapan bulan setelah hijrah diselenggarakanlah acara walimah, dan ketika itu usia Aisyah sekitar Sembilan tahun. Para orientalis atas pernikahan tersebut menuduh Nabi sebagai hiperseks. Nazmi Lukas menolak pandangan tersebut, menurutnya adalah suatu yang lumrah terjadi pada masyarakat Arab saat itu, karena Kedewasaan tidak diukur dengan usia, tetapi kemampuan dan emosi orang dalam menghadapi dan memecahkan masalah. Pada saat itu, Aisyah adalah perempuan brilian yang cerdas.6 Kelak dialah istri Nabi Muhammad Saw yang banyak meriwayatkan Hadits. Aisyah menempati salah satu kamar yang terletak di kompleks masjid Nabawi. Kamar itu terbuat dari batu bata yang beratapkan pelepah kurma. Alas tidurnya terbuat dari kulit hewan yang diisi rumput kering; alas duduknya berupa tikar, sedangkan tirai kamarnya terbuat dari bulu hewan. Di rumah yang sederhana inilah kelak ia menjadi perempuan yang diperbincangkan dalam sejarah. Di rumah ini pula, setelah Nabi wafat, Aisyah menghabiskan waktunya untuk mengukir sejarah. Ia wafat pada hari selasa bulan Ramadhan tahun 57 Hijriyah pada usia 66 tahun.7 4. Hafshah binti Umar bin Khaththab Perempuan keempat yang dinikahi Nabi Saw. adalah Hafsah binti Umar bin Khaththab. Ia pernah menikah dengan Khunais bin Hudzafah bin Qais alSahmi al-Quraisy, seorang sahabat yang ikut hijrah ke Habsyi dan Madinah. Khunais wafat di Madinah karena luka yang menimpanya saat perang Uhud dan Hafsah pun menjadi janda dalam usia yang relatif muda, yaitu 18 tahun.8 6
Nazmi Lukas, Muhammad juga Manusia, Sebuah Pembelaan Orang Luar, terj. Abdul Basith, (Yogyakarta: Kalimasada), hlm. 162. 7 Mahmus Mahdi Al-Istanbuli dan Mushthafa Abu Nashr Al-Silbi, Wanita-Teladan, Istri-Istri, Putri-Putri dan Sahabat Wanita Rasulullah, terj. Ahmad Sarbaini dkk, (Bandung: IBS, 2005), hlm. 75. 8 Mahmud mahdi Al-Istanbuli dan Musthafa Abu Nashr Al-Silbi, Wanita Teladan…, hlm. 75.
Safira Mustaqilla, MA Aspek hukum Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta (Kajian Tentang Poligami)
135
Umar bin Khaththab merasa tertekan dengan kondisi yang menimpa anaknya itu. Setelah berfikir mendalam, akhirnya ia memutuskan untuk mencarikan suami yang bisa menyenangkan dan menentramkan hati putrinya. 6 bulan lamanya Hafsah hidup menjanda, Umar lalu menawarkan putrinya itu kepada Abu Bakar, dan berharap agar Abu Bakar dapat menerima Hafsah yang pencenburu dan keras. Namun ketika keinginannya itu diutarakan, Abu Bakar hanya diam saja, tidak menjawab sepatah kata pun. Umar kecewa, lalu ia mendatangi Utsman, yang ketika itu juga baru ditinggal mati istrinya Ruqayyah, putri Rasulullah. Akan tetapi, Utsman pun menolak permintaannya dengan memberi alasan bahwa ia belum ada keinginan untuk menikah lagi. Umar kecewa untuk kedua kali, lalu ia menuju rumah Rasulullah, dan me ngadukan nasib putrinya Hafsah. Mendengar pengaduan tersebut Rasulullah berkata: “Hafsah akan dinikahi oleh seorang yang baik daripada Utsman, dan Utsman akan menikah dengan orang yang lebih baik daripada Hafsah.” Seketika itu pula Umar gembira. Pada bulan Sya‟ban, tahun ketiga Hijriah, pernikahan Hafsah dengan Rasulullah dilangsungkan. Hafsah adalah sosok perempuan yang tegas dan memegang teguh pendirian. Ketika Rasulullah wafat dan kekhalifahan dipegang Abu Bakar, dia lah diantara para istri Rasul yang dipercaya untuk memelihara dan menyimpan mushaf Al-Quran. Dia wafat pada masa khalifah Mu‟awiyah bin Abu Sufyan, pada bulan Sya‟ban, tahun 45 Hijriah, dengan usia 60 tahun.9 5. Zainab binti Khuzaimah Perempuan kelima yang masuk dalam rumah tangga Nabi Saw. adalah Zainab binti Khuzaimah. Sebelumnya, ia pernah menikah dengan Tufayl bin Kharits bin Muthallib, lalu bercerai. Abdul Wahid bin Abi Awn pernah meriwayatkan, sebagaimana dikutip Ibn Sa‟ad, bahwa Ubaidillah menikahi Zainab, namun tidak lama ia menjadi syuhada pada saat perang Badar.10 Lalu Zainab mempercayakan urusan dirinya kepada Nabi Saw. dalam kondisi miskin dan menanggung anak yatim. Nabi lalu menikahinya, dan pernikahan itu terjadi pada awal Ramadhan tahun 31 Hijriyah. Usianya sudah tua dan paras wajahnya tidak cantik. Zainab tinggal bersama Nabi Muhammad Saw. selama enam bulan, kemudian pada akhir Rabi‟ al-Tsani, tahun 625 M, dia menunggal dunia. Setelah Khadijah, dia-lah satu-satunya istri Nabi yang wafat mendahului Nabi Saw. Zainab dikenal dengan gelar umm al-masakin (ibu kaum miskin), karena ia gemar menolong orang miskin.
9
Ibnu Sa‟ad, Purnama Madinah…, 600 Sahabat-Wanita Rasulullah Saw. yang Menyemarakkan Kota Nabi, terj. Eva Y. Nukman, (Bandung: Al-bayan, 1997), hlm. 81. 10 Ibnu Sa‟ad, Purnama Madinah…, hlm.108.
136
6.
Safira Mustaqilla, MA Aspek hukum Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta (Kajian Tentang Poligami)
Ummu Salamah Perempuan keenam yang dinikahi Nabi Saw. adalah Ummu Salamah. Sebelum menikah dengan Rasulullah, ia pernah menjadi istri dari Abu Salamah, seorang sahabat yang pertama ikut Hijrah ke Habsyi. Saat para pengungsi kembali ke Mekkah, keduanya ikut kembali dengan membawa harapan dan semangat bahwa krisis akan berakhir. Namun yang terjadi di Mekkah justru sebaliknya penyiksaan semakin kejam dilakukan oleh orangorang kafir. Orang-orang Muslim yang tidak kuat bertahan berinisiatif melakukan hijrah ke Madinah, Abu Salamah pun ikut hijrah. Namun hijrah kali ini adalah pelanggaran terhadap kekuasaan penguasa Quraisy yang melarang keluar kota bagi penduduk dan yang pelanggar akan diberi sanksi. Abu Salamah adalah salah satu umat Islam yang terluka parah pada saat perang Uhud. Tidak lama setelah tiba di Madinah ia meninggal dalam pelukan Nabi Saw. Beliau sangat sedih hingga mengucapkan takbir sampai Sembilan kali untuk jenazah Abu Salamah anak dari pamannya. Setelah ditinggal suaminya, Ummu Salamah pernah dipinang oleh Abu Bakar dan Umar bin Khaththab, namun Ummu Salamah menolaknya, hingga suatu ketika Rasulullah mengunjunginya untuk meminangnya, lalu ia menerima pinangan Nabi Saw. dengan senang hati. Pinangan Nabi Saw. atas diri Ummu Salamah merupakan bantuan dan penegakan kembali semangat di tengah derita yang datang bertubi-tubi. Kelak, hingga wafat Nabi Saw, ia tetap memainkan peran penting di tengah masyarakat Muslim. Ia wafat pada bulan Dzul Qa‟idah tahun ke 59 Hijriyah pada usia lebih dari 84 tahun. 7. Ummi Habibah Perempuan ketujuh yang dinikahi Nabi adalah Ummu Habibah (Ramlah) binti Abi Sufyan. Di tengah ancaman orang-orang kafir Quraisy, ia tetap teguh memeluk Islam dengan penuh kesabaran, walaupun sang suaminya yang telah masuk Islam tiba-tiba keluar dari Islam. Ummu Habibah dibujuk oleh suaminya untuk keluar lagi dari Islam, namun dengan tegas ditolak oleh Habibah. Karena gagal megajak istrinya Ubaidillah sang suami kecewa dan melampiaskan kekecewaannya dengan terus menerus minum arak hingga suatu hari ia meninggal dunia. Tidak lama setelah masa iddahnya berakhir, salah seorang pembantu wanita Raja Najasi datang dan memberi kabar bahwa Rasulullah akan menikahinya, dan dengan rasa senang ia menerimanya. Pada pernikahan itu Nabi Saw. memberikan uang 400 Dinar sebagai mahar yang diwakili oleh raja Habsyi. Setelah Rasulullah wafat, Ummu Habibah hampir tidak pernah keluar rumah selain untuk shalat. Ia juga tidak pernah keluar Madinah, kecuali untuk
Safira Mustaqilla, MA Aspek hukum Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta (Kajian Tentang Poligami)
137
menunaikan haji. Ia wafat pada tahun 46 Hijriyah di masa khalifah Mu‟awiyah bin Abu Sufyan dalam usia 70 tahun. 8. Zainab binti Jahsy Perempuan kedelapan yang dinikahi Nabi Saw. adalah Zainab binti Jahsy yang sebelumnya bernama Barrah. Setelah dinikahi Nabi Saw. namanya diganti Rasul dengan Zainab. Awalnya Zainab menikah dengan Zayd, meski sebelumnya Zainab dan keluarganya tidak setuju dengan pernikahan tersebut karena mereka beranggapan berasal dari keluarga terhormat. Namun pada akhirnya rumah tangga mereka tidak harmonis, hingga suatu hari Zayd mengadu kepada Nabi bahwa ia ingin menceraikan Zainab. Keinginan cerai ini tidak disetujui oleh Nabi walaupun akhirnya pernikahan mereka kandas juga. Lalu turunlah ayat ke-37 dari surah Al-Ahzab (33): “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya:”Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah.” Sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang akan Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya). Kami kawinlah kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk mengawini istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.” Ayat ini turun menurut Al-Waqidi, ketika Rasulullah sedang bercengkrama dengan Aisyah. Tiba-tiba beliau pingsan karena menerima wahyu. Setelah siuman, beliau tersenyum dan berkata, “siapakah yang mau menyampaikan kabar gembira kepada Zainab?” beliaupun membacakan wahyu yang baru saja turun tersebut. Bergegaslah Salma, seorang pelayan Nabi Saw. menemui Zainab untuk menyampaikan kabar gembira tersebut. Zainab pun gembira karena dirinya dipersunting oleh Rasulullah berdasarkan wahyu Tuhan. Wahyu itu sekaligus memberikan ajaran baru bahwa menikahi bekas istri anak angkat merupakan hal yang halal di dalam ajaran Islam. Zainab adalah sosok perempuan yang jujur, gemar menyambung silaturrahmi dan bersedekah. Dia meninggal dunia pada tahun ke-20 Hijriyah dalam usia 53 tahun. Dia termasuk di antara istri Nabi Saw. yang lebih awal menyusul beliau wafat. 9. Shafiyyah binti Huyay Perempuan kesembilan yang dinikahi Nabi Saw adalah Shafiyyah binti Huyay. Sebelumnya ia menikah dengan Salam bin Misykam Qurazi dan bercerai. Lalu Shafiyyah menikah dengan Kinanah bin Rabi‟ al-Nadiri, yang kemudian terbunuh dalam perang Khaibar, sementara Shafiyyah sendiri
Safira Mustaqilla, MA Aspek hukum Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta (Kajian Tentang Poligami)
138
menjadi salah satu tawanan perang pasukan Muslim. Lalu Nabi Saw. menawarkan Islam kepadanya dan ternyata Shafiyyah menerimanya dengan tangan terbuka. Beliau lalu memberikan jubahnya kepada Shafiyyah untuk dirinya. Nabi Muhammad Saw. menikahi Shafiyyah dengan mahar memerdekakan dirinya dari status tawanan perang. Dia masuk ke dalam rumah tangga Nabi Saw. dalam usia 17 tahun. 10. Juwairiyah binti Al-Harits Perempuan kesepuluh yang masuk dalam rumah tangga Nabi Muhammad Saw. adalah Juwairiyyah binti Al-Harits, berasal dari Bani Musthaliq. Sebelumnya ia menikah dengan Musafi‟ bin Shafwan yang meninggal dalam peperangan Muraysi‟ melawan Bani Musthaliq. Dalam peperangan tersebut, Juwairiyyah lalu menjadi tawanan perang bersama saudara sepupunya. Tsabit bin Qays Anshari sebagai tuannya memberikan kontrak seharga sembilan uqiyah. Lalu Juwairiyyah meminta bantuan kepada Rasulullah agar beliau berkenan membebaskan dirinya. Menanggapi permohonan itu, Nabi Muhammad Saw, berkata, “Maukah engkau sesuatu yang lebih baik daripada itu?”. Aku tebus dirimu, lalu kunikahi engkau.” Wajahnya yang cantik tampak berseri-seri mendengar jawaban Nabi Saw. Kabar pernikahan itu pun menyebar di kalangan kaum Muslim, lalu ramai-ramai mereka ikut membebaskan para tawanan yang ada di bawah kekuasaan mereka masing-masing. Berkat pernikahan Nabi Muhammad saw. dengan Juwairiyyah itulah, secara tidak langsung Nabi Muhammad Saw, telah membebaskan para tawanan lain dari anggota keluarga Bani Musthaliq yang jumlahnya mencapai ratusan orang.11 Juwairiyyah dinikahi Nabi pada usia 20 tahun, dan wafat pada tahun 50 hijriah dalam usia 65 tahun.12 11. Maimunah binti al-Harits Perempuan kesebelas yang memasuki rumah tangga Rasulullah adalah Maimunah binti al-Harits. Sebelum masuk Islam dia pernah menikah dengan Mas‟ud bin :amr al-Tsaqafi. Ia sering tinggal di rumah kakaknya, Ummul Fadhl, sehingga banyak mendengar ajaran Islam dan mengenai hijrahnya kaum Muslim, perang Badar, dan perang Uhud. Karena perbedaan prinsip, akhirnya pernikahan Maimunah dengan Mas‟ud tidak bertahan lama. Awal mulanya pertemuannya dengan Rasulullah adalah pada saat Nabi Muhammad Saw. dan kaum muslim masuk ke Mekkah setelah perjanjian Hudaibiyah untuk menunaikan ibadah haji dan tinggal di sana selama tiga hari tanpa ada gangguan dari kaum Quraisy. Maimunah mendengar umat Islam 11
Mahmud Mahdi Al-Istanbuli dan Musthafa Abu Nashr Al-Silbi, Wanita Teladan…,
hlm. 106. 12
Ibnu Sa‟ad, Purnama Madinah…, hlm. 112.
Safira Mustaqilla, MA Aspek hukum Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta (Kajian Tentang Poligami)
139
yang menggemakan bacaan talbiyah dalam prosesi ibadah haji. Hatinya tersentuh dan timbul keberaniannya untuk memeluk Islam. Dia segera mengumumkan keinginan untuk bergabung dengan Nabi Saw, dan juga bermaksud menyerahkan jiwa dan raganya dalam kehidupan rumah tangga Nabi Saw. Lalu ia mengutarakan niatnya kepada kakaknya Ummul Fadhl. Kemudian Ummul Fadhl menyampaikan keinginan adiknya itu kepada suaminya Abbas. Abbas tanpa ragu lalu menyampaikan hal tersebut kepada Nabi Saw. dan ternyata beliau menyambutnya dengan memberikan mahar kepada Maimunah sebanyak 400 dirham. Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Maimunah sendiri yang langsung menyerahkan dirinya kepada Nabi Muhammad Saw. sehingga turunlah ayat ke50 dari surat Al-Ahzab yang artinya: “Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu. Dan demikian pula anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya. Sebagai perngkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istriistri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab: 50) Setelah batas waktu tiga hari habis, sebagaimana yang telah disepakati dalam perjanjian Hudaibiyah, Nabi Muhammad Saw. beserta rombongannya kembali ke Madinah. Ketika sampai di suatu tempat bernama Syarif, 10 mil dari kota Mekkah, acara walimah al „ursy dilaksanakan. Acara itu terjadi pada bulan Syawal tahun ke-7 Hijrah. Maimunah binti Harits ini merupakan perempuan yang terakhir dinikahi Nabi Muhammad Saw. 13 Dia meninggal pada tahun 61 Hijriyah pada masa pemerintahan Yazid bin Mu‟awiyah, dalam usia 80 tahun. B. Alasan-Alasan Rasulullah Berpoligami Sebagaimana telah diuraikan dalam sejarah pernikahan Rasulullah di atas, bahwa Nabi Muhammad Saw. menikahi para istrinya dengan tujuan dakwah, dan menolong para perempuan dari gangguan orang-orang kafir. 13
Ibnu Sa‟ad, Purnama Madinah…, hlm. 123.
140
Safira Mustaqilla, MA Aspek hukum Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta (Kajian Tentang Poligami)
Sebelumnya beliau menjalani hodup monogami dengan Khadijah selama 25 tahun. Sisanya, 8 tahun dari umur Nabi Saw. yaitu pada usia 55 tahun hingga 63 tahun beliau menikahi istri-istri tersebut, yang selain Aisyah, semuanya adalah janda. Kisah di atas juga menjelaskan bahwa pernikahan Nabi Saw. bukanlah didasarkan pada orientasi libido semata seperti yang dituduhkan para orientalis. Poligami memiliki akar sejarah yang cukup panjang, sepanjang sejarah peradaban manusia itu sendiri. Sebelum Islam datang ke jazirah Arab, poligami merupakan sesuatu yang telah mentradisi bagi masyarakat Arab. Poligami masa itu dapat disebut poligami tak berbatas. Lebih dari itu tidak ada gagasan keadilan di antara para istri. Suamilah yang menentukan sepenuhnya siapa yang paling ia sukai dan siapa yang ia pilih untuk dimiliki secara tidak terbatas. Para istri harus menerima takdir mereka tanpa ada usaha untuk memperoleh keadilan.14 Kedatangan Islam dengan ayat-ayat poligami, kendatipun tidak menghapus praktik ini, namun membatasi kebolehan poligami ini hanya sampai empat orang istri dengan syarat-syarat yang ketat seperti keharusan berlaku adil diantara para istri. Syarat-syarat ini salah satu ditemukan dalam surat An-Nisa ayat 3, yang inti dari ayat tersebut membolehkan kepada seorang laki-laki untuk mengawini wanita, dua, tiga, empat, namun jika tidak mampu berlaku adil hendaknya menikah dengan satu orang wanita saja. Ada delapan alasan-alasan darurat yang membolehkan poligami menurut Abdurrahman: 1. Istri mengidap suatu penyakit yang berbahaya dan sulit disembuhkan 2. Istri terbukti mandul dan dipastikan secara medis tak dapat melahirkan. 3. Istri sakit ingatan. 4. Istri lanjut usia sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban sebagai istri. 5. Istri memiliki sifat buruk. 6. Istri minggat dari rumah. 7. Terjadi ledakan jumlah perempuan, misalnya dengan sebab perang. 8. Kebutuhan suami yang ingin beristri lebih dari satu, jika tidak, akan menimbulkan kemudharatan di dalam kehidupan dan pekerjaannya.15 Namun alasan di atas tidak berlaku untuk poligami Rasulullah. Rasulullah menikahi beberapa wanita dengan beberapa alasan seperti yang telah digambarkan di atas, bukan mengedepankan kebutuhan biologis semata dan tidak melakukannya secara diam-diam.
14
Asghar Ali Engineer, Pembebasan Perempuan, (Yogyakarta: LKis, 2003), hlm. 111. Abdurrahman I Do‟I, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syari‟ah), (Jakarta: Rajawali Pers, 2002), hlm.192. 15
Safira Mustaqilla, MA Aspek hukum Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta (Kajian Tentang Poligami)
C.
141
Praktik Poligami Dalam Alur Cerita Novel Ayat-ayat Cinta Novel Ayat-Ayat Cinta adalah novel Best Seller pembangun jiwa yang ditulis oleh Habiburraman El Shirazy. Novel islami ini terdiri dari 33 episode dengan ketebalan cerita sampai 411 halaman. Bercerita tentang seorang mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh program S2 di Universitas AlAzhar yang bernama Fakhri. Ia menetap disebuah apartemen bersama lima orang temannya. Ia adalah mahasiswa paling tua dan paling unggul diantara semua temannya termasuk dalam bidang akademis. Fakhri mengenal seorang gadis Mesir yang bernama Maria, yang tinggal di lantai 4 tepat di atas kamar Fakhri dan teman-temannya. Maria berasal dari keluarga Kristen Koptik yang sangat taat. Keluarganya sangat akrab dengan Fakhri, mereka sangat sopan dan menghormati mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Al-Azhar. Meskipun seorang penganut Kristen namun Maria sangat tertarik dengan AlQuran bahkan ia hafal beberapa surat Al-Quran, diantaranya surat Maryam. Di Apartemen yang sama ada seorang wanita yang bernama Noura, tinggal bersama keluarganya dan memiliki dua saudara, ayahnya bernama Bahadur. Orang-orang sekitar apartemen itu jarang bertegur sapa dengannya, karena Bahadur seorang yang sangat keras dan kejam. Selain tidak mau bersosialisasi dengan dunia luar, ia juga sangat jahat pada anaknya sendiri yaitu Noura. Pada suatu malam, Fakhri melihat Noura disiksa ayah dan saudara perempuannya, ia diseret ke jalanan. Noura menangis tersedu-sedu sambil memeluk tiang listrik, tidak ada satu tetangga pun yang mendekat apalagi memberi pertolongan. Kemudian timbul rasa iba dari Fakhri dan ia pun mengirim sms pada Maria. Setelah terjadi dialog akhirnya Maria turun mendekati Noura dan duduk di sampingnya. Akhirnya Maria berhasil membujuk Noura untuk beranjak dari sana dan ikut ke rumahnya. Keesokan harinya Noura diantar kerumah Nurul, yaitu salah seorang teman satu kampus dengan Fakhri. Di satu kesempatan Fakhri bertemu dengan wanita yang bercadar di metro atau bus yang bernama Aisha. Ternyata setelah pertemuan itu, Aisha membuat janji kembali untuk bertemu dengannya, dengan alasan teman Aisha yang bernama Alicia ingin bertanya banyak hal seputaran Islam dan ajaran moral yang dibawanya. Meskipun terlambat akhirnya mereka bertemu di jalur metro menuju Giza Suburban. Pada kesempatan itu Alicia bertanya kepada Fakhri, diawali sebuah opini di Barat bahwa Islam menyuruh seorang suami memukul istrinya yang terdapat dalam Al-Quran. Alicia meminta penjelasan dari Fakhri tentang kebenaran berita tersebut. Fakhri membantah tudingan yang mendiskreditkan agama Islam. Ia mengatakan bahwa ajaran Islam tidak menyuruh melakukan tindakan tersebut. Namun memang dalam Al-Quran ada sebuah ayat yang membolehkan seorang suami memukul istrinya. Tapi harus
142
Safira Mustaqilla, MA Aspek hukum Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta (Kajian Tentang Poligami)
diperhatikan dengan baik untuk istri macam apa, dalam situasi seperti apa, tujuannya untuk apa dan cara memukulnya bagaimana. Dalil tersebut terdapat dalam surat An-Nisa ayat 34: “Sebab itu, maka wanita yang saleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” Ayat tersebut memberikan tuntunan bagi seorang suami bagaimana cara memperlakukan istri yang nusyuz kepada mereka, melalui tiga tahapan yaitu menasehati istri dengan baik-baik dan bijaksana sehingga ia bisa segera kembali ke jalan yang lurus. Jika dengan nasehat tidak berubah, al-quran memberikan jalan kedua yaitu pisah tempat tidur, dengan harapan istri yang nusyuz itu bisa instropeksi. Namun jika ternyata sang istri masih nusyuz dan tidak berubah barulah menggunakan cara ketiga yaitu memukul, dengan catatan tidak boleh memukul di muka dan tidak boleh menyakitkan. Setelah pertemuan tersebut, Aisha terpesona dengan sosok Fakhri yang cerdas dan taat. Ia juga seorang da‘i yang mampu menjelaskan semua persoalan agama, ia juga menjadi penterjemah buku kedalam bahasa Inggris, dan semua pertanyaan Alicia dirangkum kedalam tulisan “Pertanyaan Perempuan Dalam Islam”, beserta jawaban sebanyak 40 halaman. Aisha berjanji akan bertemu Fakhri lagi untuk berdiskusi. Pada suatu ketika Fakhri dipekenalkan kembali dengan wanita bercadar oleh Syaikh Utsman yang ternyata adalah Aisha. Dalam ta‟aruf tersebut Fakhri menyaksikan wajah Aisha yang selama ini tertutup oleh cadar. Pembicaraan mereka juga akhirnya berlanjut ke pelaminan. Namun setelah acara peminangan tersebut cobaan mendera Fakhri, ketika mengetahui temannya yang bernama Nurul ternyata juga mencintainya dan ingin menikah dengannya. Fakhri yang sekian lama juga memendam perasaan yang sama tidak mampu berbuat apa-apa karena sudah terikat janji pada Aisha. Meski berat, Fakhri tetap komitmen dengan keputusannya untuk memilih Aisha menjadi istri. Fakhri dan Aisha akhirnya menikah untuk membangun rumah tangga yang dilandasi dengan cinta. Namun di tengah perjalanan kehidupan rumah tangga yang baru berjalan, tiba-tiba mereka dihadapkan oleh masalah berat. Fakhri ditangkap oleh pihak kepolisian Mesir dengan tuduhan telah memperkosa seorang gadis Mesir yang bernama Noura hingga hamil. Noura juga memberikan kesaksian palsu yang menguatkan fitnahnya terhadap Fakhri. Fakhri dipenjarakan dan terancam hukuman gantung, ia juga dipecat dari mahasiswa Al-Azhar.
Safira Mustaqilla, MA Aspek hukum Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta (Kajian Tentang Poligami)
143
Aisha mencari jalan untuk membebaskan suaminya dari kemelut tersebut. Satu-satunya saksi kunci dari masalah tersebut adalah Maria yang saat itu sedang sedang sakit dan koma. Ibu Maria juga mengungkapkan perasaan Maria kepada Fakhri melalui buku diarynya. Kedua orang tua Maria yakin bahwa anak mereka akan melewati masa kritis jika menikah dengan Fakhri. Maria juga satu-satunya orang yang bisa membebaskan Fakhri dari segala yang dituduhkan kepadanya, karena hanya ia yang tahu semua kejadian yang terjadi malam itu. Akhirnya atas dorongan Aisha yang juga tidak ingin anaknya menjadi yatim maka Fakhri memenuhi permintaan istrinya untuk menikah dengan wanita lain dan pernikahan tersebut bertujuan untuk menyadarkan Maria, untuk menyelamatkan anak yang dikandung Aisha, menyelamatkan Aisha dari status janda serta menyelamatkan Fakhri dari hukuman mati. Dalam waktu yang sangat singkat akhirnya proses akad nikah dilakukan dengan sangat cepat karena waktu yang diberikan oleh penjara kepada Fakhri tidak lama. Setelah akad nikah yang disaksikan oleh dua orang dokter disana, Fakhri diberi petunjuk untuk memancing kesadaran Maria. Ia mengikuti saran dari dokter untuk memberikan stimulus pada Maria, dan dengan izin Allah akhirnya Maria sadar dari komanya. Sidang penentuan vonis terhadap Fakhri pun tiba. Satu persatu saksi yang meringankan tuduhan terhadap Fakhri memberikan keterangannya, dan yang terakhir saksi kunci terhadap kasus ini pun didatangkan yaitu Maria. Maria menceritakan seluruh kejadian yang terjadi pada malam itu, karena ia bersama Noura sampai pagi hari. Hakim dan seluruh orang yang hadir dalam persidangan yang menentukan itu mendengarkan dengan seksama pernyataan Maria dan ia memberikan bukti yang kuat bahwa Fakhri tidak bersalah. Noura melakukan semua fitnah tersebut karena sakit hati cintanya kepada Fakhri tidak mendapat balasan, dan Noura juga tidak ingin kehilangan kedua orangtua kandung yang baru saja bertemu dengannya. Selama bertahun-tahun ia tinggal bersama keluarga lain yang menyengsarakan hidupnya, juga Bahadur (yang selama ini dianggap ayahnya) ternyata dia-lah yang telah memperkosa Noura. Setelah memberikan kesaksiannya Maria terjatuh dan ia dilarikan kembali ke rumah sakit. Maria ditemani Fakhri dan Aisha sampai ia menghembuskan nafas yang terakhir dalam keadaan husnul khatimah.16
16
Saduran isi novel dari Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta, (Semarang: Republika, 2006).
144
III.
Safira Mustaqilla, MA Aspek hukum Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta (Kajian Tentang Poligami)
Penutup Islam membolehkan poligami karena Islam adalah agama realitas dan tidak meninggalkan problematika kehidupan, tanpa adanya solusi yang bisa dilakukan. Poligami dalam Islam bukanlah poligami yang bebas tanpa aturan, sebaliknya konsep poligami dalam Islam adalah poligami yang terbatas sampai empat orang istri dengan syarat-syarat yang ketat seperti keharusan berlaku adil diantara para istri. Adapun praktik poligami yang dilakukan Rasulullah adalah sebuah pengecualian yang hanya berlaku untu Beliau saja. Hal ini disebabkan poligami yang dijalankan Rasul diiringi dengan tujuan utama lain seperti pembebasan status budak bagi perempuan, jaminan keamanan bagi perempuan Muslim dari berbagai ancaman kaum Kafir Quraisy, serta menjamin keamanan dari deraan kemiskinan ekonomi dan sosial di tengah superioritas laki-laki. Adapun praktik poligami yang terdapat dalam novel ayat-ayat cinta adalah poligami yang mengedepankan kemaslahatan bukan nafsu biologis semata, untuk menyelamatkan banyak jiwa seperti yang digambarkan di atas.
Safira Mustaqilla, MA Aspek hukum Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta (Kajian Tentang Poligami)
145
DAFTAR PUSTAKA
Habiburrahman El-Shirazy, Ayat-Ayat Cinta. Semarang: Republika, 2006. Abd. Rahman Ghazaly. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana, 2006. Islah Gusmian. Mengapa Nabi Muhammad Berpoligami? Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2007. Nazmi Lukas. Muhammad juga Manusia, Sebuah Pembelaan Orang Luar, terj. Abdul Basith. Yogyakarta: Kalimasada. Mahmus Mahdi Al-Istanbuli dan Mushthafa abu Nashr Al-Silbi. WanitaTeladan, Istri-Istri, Putri-Putri dan Sahabat Wanita Rasulullah, terj. Ahmad Sarbaini dkk. Bandung: IBS, 2005. Ibnu Sa‟ad. Purnama Madinah…, 600 Sahabat-Wanita Rasulullah Saw. yang menyemarakkan Kota Nabi, terj. Eva Y. Nukman. Bandung: Al-Bayan. 1997. Asghar Ali Angineer. Pembebasan Perempuan. Yogyakarta: LKis, 2003. Abdurrahman I Do‟i. Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syari‘ah). Jakarta: Rajawali Pers, 2002.