HUKUM POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF ULAMA FIQH
Aris Baidhowi Kepala Madrasah Aliyah di Pondok Pesantren Madrasah Wathoniyah Islamiyah Kebarongan Banyumas
[email protected]
Abstract: The fiqh ulama agree that the legal permissibility of polygamy in marriage is based on the word of Allah SWT, Surah of al-Nisa 'verse 3, which confirms that the polygamist husband conditions shall be fair to his wives. They recognize the value of justice in polygamy is something that is impossible to be realized. Therefore, the illat of legal permissibility of polygamy in Islam marriage is: that it shall not be encouraged by the motivation of biological sex and pleasure, but only by social and human motivation, since the interpretation of "able to do justice" as a basic requirement of polygamy allowance is very difficult. The permissibility of polygamy is not a recommendation; but it is a solution given in special conditions to them (husbands) who desperately need and meet certain requirements.
Keywords: Polygamy, Justice, Fiqh Abstrak : Ulama fiqh sepakat bahwa kebolehan hukum poligami dalam pernikahan didasarkan pada firman Allah SWT, QS al-Nisa 'ayat 3, yang menegaskan bahwa kondisi poligami suami harus adil terhadap istri-istrinya. Mereka mengakui nilai keadilan dalam poligami adalah sesuatu yang mustahil untuk diwujudkan. Oleh karena itu, illat hukum kebolehan poligami dalam Islam pernikahan adalah: bahwa hal itu tidak akan didorong oleh motivasi dari seks biologis dan kesenangan, tetapi hanya dengan motivasi sosial dan manusia, karena penafsiran "mampu melakukan keadilan" sebagai dasar persyaratan penyisihan poligami sangat sulit. Diperbolehkannya poligami bukanlah rekomendasi; tetapi merupakan solusi yang diberikan dalam kondisi khusus untuk mereka (suami) yang sangat membutuhkan dan memenuhi persyaratan tertentu.
Kata Kunci: Poligami, Keadilan , Fiqh
58 |
MUWÂZÂH, Volume. 4, Nomor. 1, Juli 2012
Menneg
Pendahuluan
Pemberdayaan
perempuan,
Poligami merupakan permasalahan
sekretaris kabinet dan Dirjen Binmas
dalam perkawinan yang paling banyak
Islam untuk menanggapi gejolak yang
diperdebatkan
kontroversial.
muncul di masyarakat. Hasil pembicaraan
Poligami ditolak dengan berbagai macam
Presiden dengan ketiga pejabat negara
argumentasi baik yang bersifat normatif,
tersebut adalah pemerintah merasa perlu
psikologis bahkan selalu dikaitkan dengan
untuk melindungi kaum perempuan dan
ketidakadilan gender. Para penulis barat
ketentraman
sering mengklaim bahwa poligami adalah
rencana merivisi PP No. 45 Tahun 1990
bukti bahwa ajaran Islam dalam bidang
agar diperluas keberlakuannya tidak hanya
perkawinan sangat diskriminatif terhadap
untuk pegawai negeri sipil dan anggota
perempuan.
TNI/ Polri tetapi juga untuk masyarakat
karena
sekaligus
Poligami
dianggap
dikampanyekan
memiliki
normatif
yang
tegas
sebagai
salah
satu
dan
sandaran dipandang
alternatif
untuk
di
masyarakat
dengan
umum. Poligami memiliki akar sejarah yang panjang
dalam
perjalanan
peradaban
menyelesaikan fenomena selingkuh dan
manusia itu sendiri. Sebelum Islam datang
prostitusi (Amiur Nuruddin dan Azhari
ke Jazirah Arab, poligami merupakan
Tarigan, 2004:156). Kasus poligami yang
sesuatu
mencuat di masyarakat dan akhirnya
masyarakat Arab. Poligami masa itu dapat
menimbulkan
kasus
disebut poligami tak terbatas, bahkan
da’i
lebih dari itu tidak ada gagasan keadilan
kondang Abdullah Gymnastiar atau yang
di antara para istri. Suamilah yang
akrab disapa Aa Gym.
Keputusan Aa
menentukan sepenuhnya siapa yang ia
Gym untuk berpoligami ternyata tidak
sukai dan siapa yang ia pilih untuk
hanya mengundang gejolak masyarakat di
dimiliki secara tidak terbatas. Istri-istri
seluruh tanah air. Presidenpun kebagian
harus menerima takdir mereka tanpa ada
repot, selama sepekan ponsel Presiden
usaha memperoleh keadilan (Asghar Ali
Susilo Bambang Yudhoyono dan ibu
Engineer, 2003: 111). Kedatangan Islam
negara Ani Yudhoyono kebanjiran SMS
dengan ayat-ayat poligaminya ( Q.S. an-
dari masyarakat mengomentari poligami
Nisa’ [ 3]: 3 dan 129 ), kendatipun tidak
(Tabloid Harian Republika Dialoq Jum’at,
menghapus
8 Desember 2006). Menanggapi hal itu,
Islam membatasi kebolehan poligami
Presiden
hanya sampai empat orang istri dengan
poligami
gejolak
yang
secara
adalah
dilakukan
khusus
oleh
memanggil
yang
telah
praktek
Hukum Poligami dalam Perspektif Ulama Fiqh (Aris Baidhowi)
mentradisi
poligami,
bagi
namun
| 59
syarat-syarat yang ketat pula seperti
Qur’an” dan pendapat tokoh Hukum
keharusan adil di antara istri. Menurut
Islam lainnya.
Asghar,
sebenarnya
dua
ayat
diatas
menjelaskan betapa al-Qur’an begitu berat
Pembahasan
untuk menerima institusi poligami, tetapi
A. Latar Belakang Turunnya Ayat
hal itu tidak bisa diterima dalam situasi yang
ada,
oleh
karena
Ayat
Alquran
yang
menjadi
al-Qur’an
rujukan poligami adalah surat al-Nisa’
membolehkan laki-laki kawin hingga
ayat 3. Firman Allah surat al-Nisa’ [4] : 3
empat orang istri, dengan syarat harus
ﺴﻄُﻮا ﻓِﻲ ا ْﻟ َﻴﺘَﺎﻣَﻰ ﻓَﺎ ْﻧ ِﻜﺤُﻮا ِ ﺧ ْﻔ ُﺘ ْﻢ َأﻟﱠﺎ ُﺗ ْﻘ ِ ن ْ َوِإ
adil. Asghar mengutip al-Tabari, inti ayat diatas sebenarnya bukan pada kebolehan
ع َ ث َو ُرﺑَﺎ َ ﻦ اﻟ ﱢﻨﺴَﺎ ِء َﻣ ْﺜﻨَﻰ َو ُﺛﻠَﺎ َ ب َﻟ ُﻜ ْﻢ ِﻣ َ ﻣَﺎ ﻃَﺎ
poligami, tetapi bagaimana berlaku adil
ﺖ ْ ﺡ َﺪ ًة َأ ْو ﻣَﺎ َﻣَﻠ َﻜ ِ ﺧ ْﻔ ُﺘ ْﻢ َأﻟﱠﺎ َﺗ ْﻌ ِﺪﻟُﻮا َﻓﻮَا ِ ن ْ َﻓِﺈ
terhadap anak yatim terlebih lagi ketika
َ َأ ْیﻤَﺎ ُﻧ ُﻜ ْﻢ َذِﻟ (3 :ﻚ َأ ْدﻧَﻰ َأﻟﱠﺎ َﺗﻌُﻮﻟُﻮا )اﻟﻨﺴﺎء
mengawini mereka (Asghar Ali Engineer, 2003: 112 -113). Berkenaan dengan syarat adil, hal ini
sering
menjadi
perdebatan
yang
panjang tidak saja dikalangan ahli hukum tetapi juga di masyarakat. Oleh sebab itu, dalam makalah ini, penulis mencoba mengkaji, yang pertama ; latar belakang sosiologis sebab turun (Asbabun Nuzul) ayat tentang poligami. Kedua, penafsiran Muhammad Ali Ash-Shobuni tentang ayat Poligami,, Ketiga, makna keadilan dalam perkawinan poligami. Keempat, apa yang menjadi illat hukum kebolehan poligami dalam perkawinan. Melihat fenomena tersebut
diatas
penulis
mencoba
menelusuri poligami dalam pandangan ahli Hukum Islam Muhammad Ali Ash Shobuni dalam kitab Tafsirnya yang berjudul : Rowai’ul Bayan Tafsir Ayatil
60 |
Artinya : “Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuanperempuan
yatim
(bilamana
kamu
mengawininya), maka kawinilah wanitawanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu khawatir tidak dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. Al-Bukhari
meriwayatkan
dari
‘Urwah bin Zubair, sesungguhnya dia pernah bertanya kepada ‘Aisyah tentang Firman Allah:
“ dan jika kamu kuatir
tidak dapat berlaku adil terhadap anakanak yatim..” itu, lalu ‘Aisyah berkata : Hai an k saudaraku, si yatim ini berada dipangkuan
walinya,
dan
hartanya
MUWÂZÂH, Volume. 4, Nomor. 1, Juli 2012
dicampur menjadi satu, si wali itu tertarik
dikawininya. Ia tidak boleh mengawininya
akan harta dan kecantikan wajahnya. lalu
dengan maksud untuk memeras dan
ia berkehendak untuk mengawininya,
menguras
tetapi dengan cara tidak adil tentang
menghalang-halangi anak wanita yatim
pemberian maskawin, dia tidak mau
kawin
memberinya
diberikan
berdasarkan keterangan Aisyah ra waktu
kepada orang lain, maka mereka dilarang
ditanya oleh Urwah bin al-Zubair ra
berbuat demikian, kecuali harus berlaku
mengenai maksud ayat 3 surat al-Nisa’
adil erhadap istri-istrinya, padahal mereka
tersebut (Rasyid Ridho,. 344-345). Jika
sudah bisa memberi maskawin yang
wali anak wanita yatim tersebut khawatir
cukup tinggi, begitulah lalu mereka
atau takut tidak bisa berbuat adil terhadap
disuruh
perempuan-
anak yatim, maka ia (wali) tidak boleh
perempuan yang cocok dengan mereka,
mengawini anak wanita yatim yang
selain anak-anak yatim itu [ayat
berada di bawah perwaliannya itu, tetapi
seperti
yang
mengawini
3]
(Muhammad Ali Ash-Shobuni, Tt: 330).
harta
dengan
anak orang
yatim lain.
atau
Hal
ini
ia wajib kawin dengan wanita lain yang ia
Para ulama fiqh sepakat bahwa
senangi, seorang isteri sampai dengan
kebolehan poligami dalam perkawinan
empat, dengan syarat ia mampu berbuat
didasarkan pada firman Allah Swt. surat
adil terhadap isteri-isterinya. Jika ia takut
al-Nisa’ [3] : 3 di atas. Ayat 3 al-Nisa’ ini
tidak bisa berbuat adil terhadap isteri-
masih
ayat
isterinya, maka ia hanya beristeri seorang,
sebelumnya yaitu ayat 2 al-Nisa’. Ayat 2
dan ini pun ia tidak boleh berbuat dholim
mengingatkan kepada para wali yang
terhadap isteri yang seorang itu. Apabila
mengelola harta anak yatim, bahwa
ia masih takut pula kalau berbuat zalim
mereka
sampai
terhadap isterinya yang seorang itu, maka
memakan atau menukar harta anak yatim
tidak boleh ia kawin dengannya, tetapi ia
yang baik dengan yang jelek dengan jalan
harus mencukupkan dirinya dengan budak
yang
wanitanya.
ada
kaitannya
berdosa
tidak
besar
sah;
dengan
jika
sedangkan
ayat
3
mengingatkan kepada para wali anak
Rasyid
Ridho
lebih
lanjut
wanita yatim yang mau mengawini anak
mengemukakan bahwa maksud ayat 3
yatim tersebut, agar si wali itu beritikad
surat al-Nisa’ ialah untuk memberantas
baik dan adil dan fair, yakni si wali wajib
atau melarang tradisi zaman jahiliyyah
memberikan mahar dan hak-hak lainnya
yang tidak manusiawi, yaitu wali anak
kepada
wanita yatim mengawini anak wanita
anak
yatim
wanita
yang
Hukum Poligami dalam Perspektif Ulama Fiqh (Aris Baidhowi)
| 61
yatimnya tanpa memberi hak mahar dan
(Muhammad Ali As-Shobuni, Tt
hak-hak lainnya dan ia bermaksud untuk
Abu Su’ud berkata : mengutamakan
makan harta anak yatim dengan cara tidak
perintah untuk mengawini perempuan-
sah serta ia menghalangi anak yatimnya
perempuan
kawin dengan orang lain agar ia tetap
mengawini perempuan-perempuan yatim,
leluasa menggunakan harta anak tersebut.
padahal merekalah yang dimaksud, adalah
Demikian pula tradisi zaman jahiliyyah
suatu
yang mengawini isteri banyak dengan
mereka itu dapat memberikan tempat
perlakuan yang tidak adil dan tidak
kepada anak-anak yatim itu, sebab jiwa itu
manusiawi,
akan semakin tertarik terhadap apa yang
dilarang
oleh
Islam
lain
dengan
tambahan
dilarangnya (Abu Su’ud,
Tt: 374-348)
Su’ud, Tt: 214). Jumhur Ali
supaya
Tafsir Abu
berpendapat,
bahwa
perintah kawin (nikah) dalam firman
B. Penafsiran Para Ulama Fiqh. Muhammad
melarang
kelembutan
berdasarkan ayat tersebut (Rasyid Ridho,
332).
Ash-Shobuni
Allah
“dan
nikahilah
perempuan-
didalam menafsirkan ayat 3 dari surat an-
perempuan yang baik bagi kamu .....” itu
Nisa’
mengatakan : Bahwa setiap
menunjukkan mubah, tak ubahnya dengan
hubungan antara menyebut kata yatim
perintah makan dan minum. Tetapi ahlu
dengan mengawini perempuan dalam
dhahir berpendapat : wajib. Mereka
firman-Nya “Dan jika kuatir tidak dapat
berpegang dengan dhahirnya ayat, yaitu
berlaku adil terhadap anak-anak yatim,
perinath, sedang perintah (pada asalnya)
maka kawinilah perempuan-perempuan
menunjukkan wajib. Namun pendapat ini
yang
itu
dibantah dengan menampilkan sebuah
menunjukkan, bahwa wanita itu adalah
ayat yang mengatakan : “dan barang
makhluk yang lemah, tak ubahnya anak-
siapa tidak mampu perbelanjaannya dari
anak yatim. Dan disegi lain, karena anak
antara
perempuan yatim yang berada di bawah
perempuan-perempuan
asuhan walinya, lalu si wali tertarik akan
beriman, maka bolehlah ia mengawini
harta dan kecantikannya, lalu dia brhasrat
hamba sahaya ..... tetapi jika kamu bisa
untuk
keadilan
sabar, adalah lebih baik bagi kamu” (QS.
dalam maskawin, yang akhirnya mereka
An-Nisa [3] : 25) (Muhammad Ali Ash-
dilarang berbuat demikian, seperti tersebut
Shobuni,Tt: 334).
dalam
berkata : disini Alla menentukan hukum
62 |
baik
bagi
kamu
mengawininya
hadits
tanpa
Aisyah
......”
terdahulu
kamu
untuk
mengawini
merdeka
lagi
Imam Fahrurrazi
MUWÂZÂH, Volume. 4, Nomor. 1, Juli 2012
bahwa tidak nikah (karena tidak mampu)
: dua dirham, dua dirham, maka ma’nanya
itu lebih baik daripada nikah, bahwa nikah
berarti : masing-masing mendapat dua
tidak sunah apalagi wajib.
dirham
Sedangkan maksud kalimat Matsna,
saja,
bukan
empat
dirham
(Fahrurrazi, Tt: 360).
Wa-tsulatsa, Wa-ruba’a, (dua-dua, tiga-
Jadi menurut ayat ini nikah lebih
tiga dan empat-empat, beliau menafsirkan
dari empat itu haram. Dan semua Ulama
bahwa :
dan ahlu fiqih sudah sepakat atas hal
Ulama ahli bahasa sepakat,
bahwa kalimat-kalimat ini adalah kalimat
tersebut.
hitungan,
masing-masing
digoncangkan oleh pendapat sebagian
menunjukkan jumlah yang disebut itu.
orang ahlu bid’ah (membuat model-model
Matsna berarti : dua, dua, Tsulatsa berarti
dalam agama).
: tiga-tiga, dan Ruba’a berarti : empat-
sembilan istri itu boleh, karena dalam ayat
empat. Jadi maksud ayat : nikahilah
itu dipergunakan “wawu” (dan) liljam’i
perempuan-perempuan yang kamu sukai,
untuk menggabungkan, yakni digabung
sesukamu : dua-dua, tiga-tiga atau empat-
menjadi : 2 + 3 + 4 = 9. dan konom
empat (Muhammad Ali Ash-Shobuni,Tt:
pendapat mereka ini didukunga dengan
334).
fi’liyah Nabi.
yang
Zamahsyari
ini
masih
Bahwa nikah dengan
Diantara yang berfaham
demikian di antaranya adalah : Syi’ah
omongan ini ditujukan kepada orang
rafidhah dan ahlu dhahir. Semua ini
banyak,
supaya
menunjukkan kebodohanya akan bahasa
masing-masing orang yang hendak nikah
dan sunnah, serta menyalahi ijma’. Sebab
berkehendak
dengan
tidak pernh terdengar dikalangan sahabat
engkau
maupun tabi’in yang kawin sekaligus
hitungan
harus
mengatakan
diulang
poligami itu.
:
ijma’
bahwa
yang
berkata
Dan
sesuai
Misalnya
kepada
:
lebih dari empat orang, misalnya Ghailan,
bagilah uang ini- 1000 dirham misalnya-
ketika masuk Islam dia mempunyai istri
dua dirham-dua dirham, tiga dirham-tiga
10 orang, lalu oleh Nabi
dirham, empat dirham-empat dirham.
Diperintahkan untuk memilih 4 orang
Kalau omongan itu disebutkan dalam
diantara mereka itu, sedang yang lain
bentuk
diceraikannya
tunggal
mempunyai
arti,
orang
(ifrad),
banyak
maka
misalnya
tidak engkau
mengatkan: bagilah uang sebanyak ini dua
(Muhammad
SAW.
Ali
Ash-
shobuni, Tt: 335). M. Quraish Shihab lebih lanjut
dirham. Omongan semacam ini tidk
menegaskan
berma’na. Tetapi jika engkau mengatakan
membuat satu peraturan tentang poligami,
bahwa
Hukum Poligami dalam Perspektif Ulama Fiqh (Aris Baidhowi)
ayat
ini,
tidak
| 63
karena
poligami
telah
dikenal
dan
isterinya.
Berkenaan
dengan
syarat
dilaksanakan oleh syari’at agama dan adat
berlaku adil, hal ini sering menjadi
istiadat sebelum ini. Ayat ini juga tidak
perdebatan
mewajibkan
atau
dikalangan ahli hukum tetapi juga di
menganjurkannya, dia hanya berbicara
masyarakat. Oleh sebab itu, apa yang
tentang bolehnya poligami, dan itupun
yang dimaksud berlaku adil atau makna
merupakan pintu darurat kecil, yang hanya
keadilan
dilalui saat amat diperlukan dan dengan
Muhammad
Husein
syarat yang tidak ringan. Bukankah
mendefinisikan
adil
kemungkinan mandulnya seorang istri
persamaan dalam memberikan nafkah dan
atau terjangkit penyakit parah, merupakan
pembagian hari terhadap sesama istri
satu kemungkinan yang tidak aneh?
dalam batas yang mampu dilakukan oleh
Bagaimana jalan keluar bagi seorang
manusia (Pagar, 2001:. 21). Mustafa al-
suami, apabila menghadapi kemungkinann
Siba’i mengatakan bahwa keadilan yang
tersebut?
menyalurkan
diperlukan
memperoleh
keadilan material seperti yang berkenaan
nafsu
poligami
Bagaimana biologis
dambaannya
ia
atau
untuk
memiliki
yang
panjang
sebagai
tidak
syarat
dalam
saja
poligami. al-Zahabi
sebagai
poligami
adanya
adalah
anak?
dengan tempat tinggal, pakaian, makanan,
Poligami ketika itu adalah jalan yang
minum, perumahan dan hal-hal yang
paling ideal. Tetapi sekali lagi harus di
bersifat kebutuhan material istri.
ingat bahwa ini bukan berarti anjuran,
Berbagai pendapat di atas, para
apalagi kewajiban. Itu diserahkan kepada
ulama fiqh cenderung memahami keadilan
masing-masing
secara kuantitatif yang bisa diukur dengan
pertimbangannya. memberi
wadah
menurut Al-Qur’an bagi
mereka
hanya
angka-angka.
yang
berpandangan
Muhamad lain,
keadilan
Abduh yang
menginginkannya (M. Quraish Syihab,
disyaratkan al-Qur’an adalah keadilan
1999: 199).
yang bersifat kualitatif seperti kasih sayang, cinta, perhatian yang semuanya tidak bisa diukur dengan angka-angka.
A. Makna Keadilan Dalam Poligami
Ayat al-Qur’an mengatakan : “Jika kamu sekalian khawatir tidak bisa berlaku adil,
QS al-Nisa’ [3] : 3 menegaskan
maka kawinilah satu isrti saja”(QS. An-
bahwa syarat suami yang berpoligami
Nisa
wajib
menjelaskan, apabila seorang laki-laki
64 |
berlaku
adil
terhadap
isteri-
[4]
:
3).
Muhammad
Abduh
MUWÂZÂH, Volume. 4, Nomor. 1, Juli 2012
tidak
mampu
memberikan
hak-hak
Artinya
: ”Dan kamu tidak akan
istrinya, rusaklah struktur rumah tangga
dapat berlaku adil diantara istri-
dan terjadilah kekacauan dalam kehidupan
istri(mu), walaupun kamu sangat
rumah tangga tersebut. Sejatinya, tiang
ingin berbuat demikian, karena itu
utama dalam mengatur kehidupan rumah
janganlah kamu terlalu cenderung
tangga adalah adanya kesatuan dan saling
(kepada yang kamu cintai), sehingga
menyayangi antar anggota keluarga (Ali
kamu biarkan yang lain terkatung-
Ahmad Al-Jurjawi, Tt: 10-12).
katung, dan jika kamu mengadakan
Mayoritas ulama fiqh (ahli hukum Islam)
menyadari
bahwa
perbaikan dan memelihara diri (dari
keadilan
kecurangan), maka sungguh, Allah
kualitatif adalah sesuatu yang sangat
Maha
mustahil bisa diwujudkan. Abdurrahman
Penyayang).
al-Jaziri
menuliskan
mempersamakan
hak
Pengampun,
Maha
bahwa
atas
kebutuhan
B. ’Illat Hukum Kebolehan Poligami
seksual dan kasih sayang di antara istri-
’Illat secara bahasa berarti “nama
istri yang dikawini bukanlah kewajiban
bagi
bagi orang yang berpoligami karena
berubahnya keadaan sesuatu yang lain
sebagai manusia, orang tidak akan mampu
dengan
berbuat adil dalam membagi kasih sayang
penyakit itu dikatakan illat, karena dengan
dan kasih sayang itu sebenarnya sangat
adanya “penyakit” tersebut tubuh manusia
naluriah. Sesuatu yang wajar jika seorang
berubah dari sehat menjadi sakit (Abu
suami hanya tertarik pada salah seorang
Hamid al-Ghazali, 1995:76). Menurut
istrinya melebihi yang lain dan hal yang
istilah
semacam ini merupakan sesuatu yang di
dinamakan illat hukum adalah suatu sifat
luar batas kontrol manusia (Abdurrahman
yang menjadi motivasi atau yang melatar-
Al-Jaziri,
belakangi terbentuknya hukum.
Tt:
239).
Hal
tersebut
dijelaskan dalam Firman Allah surat An-
sesuatu
yang
menyebabkan
keberadaannya.”
ushul
Misalnya,
fiqh,
Muhammad
Ali
yang
Ash-Shobuni
Nisa’ [4]: 129
menjelaskan bahwa : Suatu hal yang perlu
ﻦ اﻟ ﱢﻨﺴَﺎ ِء َوَﻟ ْﻮ َ ن َﺗ ْﻌ ِﺪﻟُﻮا َﺑ ْﻴ ْ ﺴ َﺘﻄِﻴﻌُﻮا َأ ْ ﻦ َﺗ ْ ` َوَﻟ
diketahui
ﻞ َﻓ َﺘ َﺬرُوهَﺎ ِ ﺻ ُﺘ ْﻢ َﻓﻠَﺎ َﺗﻤِﻴﻠُﻮا ُآﻞﱠ ا ْﻟ َﻤ ْﻴ ْ ﺡ َﺮ َ ن َ ن اﻟﱠﻠ َﻪ آَﺎ ﺼِﻠﺤُﻮا َو َﺗ ﱠﺘﻘُﻮا َﻓ ِﺈ ﱠ ْ ن ُﺗ ْ آَﺎ ْﻟ ُﻤ َﻌﱠﻠ َﻘ ِﺔ َوِإ (129 :ﻏﻔُﻮرًا َرﺡِﻴﻤًﺎ )اﻟﻨﺴﺎء َ
oleh
setiap
insan
bahwa
poligami ini adalah satu kebangggaan Islam, karena dengan poligami itu Islam telah mampu memecahkan problem yang sukar
dipecahkan
Hukum Poligami dalam Perspektif Ulama Fiqh (Aris Baidhowi)
yang
selama
ini
| 65
dihadapi
oleh
bangsa-bangsa
dan
dengan perempua lain dengan kekuasaan
masyarakat, sampai hari ini juga. Agaknya
seorang pria dengan ikatan yang suci,
tidak akan kita jumpai jalan untuk
ikatan yang diatur oleh syara’, ataukah
memecahkan problem tersebut kecuali
perempuan itu
kita harus kembali kepada hukum Islam
pelampias
dan menjadikannya sebagai ”nidham”
hubungan yang penuh dosa ? (Muhammad
[aturan hidup] (Muhammad Ali Ash-
Ali Ash-Shobuni,Tt: 337-338).
Shobuni, Tt: 337).
kita biarkan menjadi
nafsu
laki-laki
dengan
Menentukan illat hukum kebolehan
Masyarakat dalam pandangan Islam
poligami disamping dengan melihat latar
kata Ali Ash-Shobuni tidak ubahnya
belakang sosiologis sebab turun ayat
sebuah neraca, yang kedua duannya harus
poligami (QS. Al-Nisa ; 3 ), juga dapat
seimbang,
menjaga
dicermati dari peristiwa poligami Nabi
keseimbangan neraca itu, perimbangan
Saw. Nabi saw melakukan poligami
jumlah pria dan wanita seharusnya sama,
setelah pernikahan pertamanya berlalu
kalau sampai terjadi tidak berimbang,
sekian
misalnya laki-laki lebih banyak dari
Khadijah RA. Rasulullah menikah pada
wanita, atau sebaliknya, lalu bagaimana
usia 25 tahun, 15 tahun setelah pernikahan
kita harus bisa memecahkan problema
beliau
tersebut ? apa pula yang harus kita perbuat
diangkat menjadi Nabi. Istri beliau ini
kalau seandainya jumlah wanita itu jauh
wafat pada tahun ke 10 kenabian beliau.
lebih besar dari jumlah pria. Apakah
Ini berarti beliau bermonogami selama 25
perempuan itun harus dijauhkan dari
tahun. Tiga atau empat tahun sesudah
kenikmatan
dan
meninggalnya Khadijah, baru Nabi saw
kenikmatannya sebagai ibu, dan kita
melakukan awal poligami dengan Aisyah
biarkan menelusuri jalan yang keji dan
ra pada tahun kedua atau ketiga hijriyah.
rendah
di
Semua istri Nabi selain Aisyah adalah
Eropah.ataukah problem ini kita pecahkan
para janda yang berusia di atas 45 tahun.
dengan jalan mulia yang dapat melindungi
Janda –Janda yang dikawin oleh nabi,
kehormatan
kesucian
disamping telah mencapai usia senja yang
keluarga serta keselamatan masyarakat ?
sudah tidak ada daya tarik memikat, juga
manakah diantara kedua jalan itu yang
dalam
lebih mulia bagi orang yang berakal, yaitu
kesusahan hidup karena ditinggal mati
seorang
suaminya baik mati dimedan perang,
66 |
maka
untuk
perkawinan
seperti
yang
perempuan
perempuan
terjadi
dan
dapat
berkumpul
lama
dengan
keadaan
setelah
Khadijah
sedang
meninggalnya
ra,
beliau
mengalami
MUWÂZÂH, Volume. 4, Nomor. 1, Juli 2012
maupun ditinggal mati biasa dan ada pula
Shafiyah binti Huyai RA, putri pemimpin
dicerai oleh suaminya sebab murtad dan
yahudi dari bani Quraidhah yang ditawan
ada
setelah
yang dicerai
karena
tidak
ada
kekalahan
mereka
dalam
kebahagiaan atau ketidakcocokkan dengan
penegpungan yang dilakukan oleh nabi
suaminya (M. Quraish Shihab, 1999: 24).
Saw, diberi pilihan kepada keluarganya
Melihat latar belakang sebab turun
atau tinggal bersama Nabi saw dalam
ayat tentang poligami, yaitu kebiasaan
keadaan bebas merdeka,Ia memilih untuk
prilaku wali anak wanita yatim yang
tinggal hidup bersama Nabi Saw. Zaenab
mengawini anak yatimnya dengan tidak
binti Jahesy RA, sepupu Nabi, dinikahkan
adil dan manusiawi, dan memperhatikan
langsung oleh Nabi dengan bekas anak
latar belakang Nabi melakukan poligami
angkat dan budak beliau Zaid ibnu
sebagaimana telah dikemukakan di atas,
Haritsah RA. Rumah tangga mereka tidak
maka illat hukum kebolehan poligami
bahagia, sehingga mereka bercerai dan
dalam perkawinan Islam, bukan didorong
sebagai penanggungjawab pernikahan itu
oleh
kenikmatan
Nabi Saw menikahinya atas perintah
biologis, tetapi oleh motivasi sosial dan
Allah Swt. uriyahHuMereka ( para istri )
kemanusiaan. Hal ini dilakukan oleh
itu
perkawinan poligami Nabi Saw dengan
melindungi jiwa dan agamanya, dan
beberapa janda pahlawan Islam yang telah
penanggung untuk memenuhi kebutuhan
lanjut usia seperti Saudah binti Zum’ah
hidupnya (Muhammad Rasyid Ridho,Tt:
(suami meninggal setelah kembali dari
371-372).
motivasi
seks
dan
memerlukan
perlindungan
untuk
hijrah Abessinia), Hafsah binti Umar ( suami gugur di perang Badar), Zaenab
Penutup
binti Khuzaemah (suami gugur di perang Uhud), dan Hindun Ummu Salamah
Muhammad
Ali
Ash-Shobuni,
(suami gugur di perang Uhud). Istri-istri
masih
yang lain seperti Ramlah putri Abu
menyetujui pendapat bolehnya poligami,
Sufyan RA diceraikan oleh suaminya
walaupun beliau membatasi
yang murtad di perantauan. Huriyah binti
maksimal 4 orang istri secara bersamaan.
al haris RA adalah purti kepala suku dan
Sebagai
termasuk salah seorang yang ditawan
menyampaikan alasan bahwa poligami
pasukan Islam, yang kemudian nabi
bisa menjadi solusi pemecahan problem
menikahinya sambil memerdekaannya.
ummat
cenderung
pendukung
(masyarakat),
Hukum Poligami dalam Perspektif Ulama Fiqh (Aris Baidhowi)
mendukung
poligami
apabila
dan dengan beliau
terajdi | 67
jumlah
perempuan
lebih
sebagai syarat pokok bolehnya poligami.
dari jumlah prianya,
Kebolehan poligami ini bukan anjuran
seperti yang terjadi didunia barat setelah
tetapi salah satu solusi yang diberikan
perang dunia kedua. Beberapa alasan
dalam kondisi khusus kepada mereka
tentang
laki-laki
(suami) yang sangat membutuhkan dan
berpoligami diantaranya yaitu karena
memenuhi syarat tertentu. Karena tujuan
istrinya mandul, sakit yang menyebabkan
utama
suami tidak dapat memuaskan nafsu
warohmah
seksnya dan tidak menyebutkan alasan
mengasihi) tidak malah terjadi sebaliknya
yang
gara-gara
banyak/besar
bolehnya
lebih
Rasulullah
jauh
seorang
penting SAW,
seperti berpoligami.
alasan
perkawnan
adalah
mawaddah
(saling mencintai dan kasih beristri
banyak
(poligami)
Oleh
malah selalu terjadi huru-hara dan prahara
karena itu, myoritas ulama fiqh (ahli
dalam berumah tangga sehingga, akan
hukum Islam) menyadari bahwa keadilan
menelorkan
kualitatif adalah sesuatu yang sangat
membahayakan masyarakat seperti yang
mustahil bisa diwujudkan. karena sebagai
digambarkan dalam sinetron serial TV.
manusia, orang tidak akan mampu berbuat
Swasta ”Indosiar” yang berjudul ”Inayah.
keturnan
yang
adil dalam membagi kasih sayang dan kasih
sayang
itu
sebenarnya
sangat
DAFTAR PUSTAKA
naluriah. Sesuatu yang wajar jika seorang suami hanya tertarik pada salah seorang
Al – Jarjawi, Ali Ahmad, Hikmah al-
istrinya melebihi yang lain dan hal yang
Tasyre’ wa Falsafatuhu, Beirut: Dar al-
semacam ini merupakan sesuatu yang di
Fikri.
luar batas kontrol manusia
Al-Ghazali, Abu Hamid, 1995, Ihya
tidak
pernah
alasan ini
disampaikan
oleh
Muhammad Ali Ash-Shobuni dan bukan hanya keadilan kuantitatif. perkawinan
Islam,
Ali Ash-Shobuni, Muhammad, Rowai’ul Bayan Tafsir Ayatil Ahkam,
Illat hukum kebolehan poligami dalam
Ulumuddin, Kairo, Darul Muassasah
seharusnya
Darul
Kutub
Al-Islamiyah,
Jakarta
bukan ddiorong oleh motivasi seks dan
Engineer, Asghar Ali, 2003, Pembebasan
kenikmatan biologis, tetapi oleh motivasi
Perempuan, Yogyakarta: LKIS.
sosial dan kemanusiaan.
Husein, Imanuddin, 2003, Satu Istri Tidak
salah
Dan mereka
atau
terlalu
longgar
dalam
menafsirkan
”dapat
berlaku
adil”
68 |
Cukup, Jakarta : Khaznah.
MUWÂZÂH, Volume. 4, Nomor. 1, Juli 2012
Muchtar, Kamal, 1974, Asas-Asas Hukum Islam
Tentang
Perkawinan,
Jakarta : Bulan Bintang. Nurudin, Amiur dan Tarigan, Ahmad
Pagar, 2001, Analytica Islamica, Vol.3, No.1, Tp: Ridho, Rasyid M, Tafsir al-Manar, Kairo : Dar al-Manar
Azhari, 2004, Hukum Perdata
Shihab, M. Quraish, 1999, Wawasan al-
di Indonesia, Jakarta : Pernada
Qur’an, Bandung: Mizan.
Media.
Hukum Poligami dalam Perspektif Ulama Fiqh (Aris Baidhowi)
| 69