Asep Solikin, Model Konseling Keterampilan Hidup Dalam Meningkatkan kemampuan Hubungan Sosial
MODEL KONSELING KETERAMPILAN HIDUP DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN HUBUNGAN SOSIAL SANTRI (Studi di Pondok Pesantren Babussalam Kabupaten Kapuas )
ASEP SOLIKIN Dosen Pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
ABSTRAK Salah satu basis kultural pesantren adalah bentuk pendidikan pesantren yang bercorak tradisionalisme. Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan tempat para santri mempelajari keterampilan sosial hendaknya secara terus menerus meningkatkan jalan untuk membantu para santri mengembangkan keterampilan sosial positif, baik dalam lingkungan pesantren maupun di dalam masyarakat. Dalam pelaksanaan, keterampilan sosial tidak cukup memastikan keberhasilan pesantren; intervensi tidak terbatas pada pengajaran dan pelatihan bagi para santri; tetapi pesantren hendaknya mengembangkan kultur lingkungan yang memudahkan dengan cara menanamkan peningkatan keterampilan sosial ke dalam suatu sistem manajemen pesantren yang menyeluruh dan disiplin, menekankan relationship-bulding antar para santri; para ustadz dan pimpinan pesantren (Kiyai) serta antara pesantren dan keluarga-keluarga, serta pesantren menyediakan manajemen perilaku efektif dan intruksi akademis. Konsep dan tahap-tahap konseling keterampilan hidup dalam diri seorang santri Babussalam Kabupaten Kapuas merupakan hal baru yang ada dalam dunia pesanren meliputi komponen mengembangkan hubungan, mengindentifikasi dan mengklarifikasi masalah, mengases dan . mendefinisikan kembali masalah-masalah dalam bentuk keterampilan, merumuskan tujuan dan merencanakan intervensi, melakukan intervensi untuk mengembangkan keterampilan menolong diri ( selfhelping skills ), dan mengakhiri dan menkonsolidasikan keterampilan menolong diri. Wujud dari kemampuan berhubungan sosial santri di pondok pesantren Babussalam Kabupaten Kapuas dapat dilihat dalam Kemampuan Berempati dan Keterampilan Membina. Kata Kunci: Konseling Keterampilan Hidup, Kecakapan Sosial.
PENDAHULUAN Secara
historis,
pesantren
tengah merupakan
masyarakat.
(Ainurrafiq
Dawam
dan
Ahmad Ta’arifin. 2005:5)
lembaga pendidikan Islam yang dikembangkan
Karel A. Steenbrink mengutip pendapat
secara indigenous oleh masyarakat Indonesia.
Amir Hamzah bahwa secara terminology dapat
Karena sebenarnya pesantren merupakan produk
dijelaskan bahwa pendidikan pesantren dilihat
budaya
sadar
dari segi bentuk dan sistemnya, berasal dari India.
sebuah
(Karel A. Steenbrink. 1974:20). Pembaharuan
masyarakat
sepenuhnya
akan
Indonesia pentingnya
yang arti
pendidikan bagi orang pribumi yang tumbuh
Pendidikan
secara natural. Terlepas dari mana tradisi dan
diselenggarakan
sistem
Muhammadiyah,
tersebut
diadopsi,
tidak
akan
dan
Pengajaran
Islam
oleh SIngosari-Malang.
yang
Pergerakan Sebelum
mempengaruhi pola yang unik (khas) dan telah
proses penyebaran Islam di Indonesia, sistem
mengakar serta hidup dan berkembang di tengah-
tersebut telah dipergunakan secara umum untuk
31
Anterior Jurnal, Volume 13 Nomor 1, Desember 2013, Hal 31 - 42
pendidikan dan pengajaran agama Hindu di Jawa.
bertanggung
Setelah Islam masuk dan tersebar di Jawa, sistem
pengangguran.
tersebut kemudian diambil oleh Islam. Istilah
jawab
Salah
satu
terhadap
basis
membludaknya
kultural
pesantren
pesantren sendiri seperti halnya mengaji bukanlah
adalah
berasal dari istilah Arabm melainkan dari India.
bercorak
Demikian juga istilah pondok, langgar di Jawa,
Buchori, pesantren merupakan bagian struktural
surau di Minangkabau dan rangkang di Aceh
internal pendidikan Islam di Indonesia yang
bukanlah istilah Arab, tetapi dari istilah yang
diselenggarakan secara tradisional yang telah
terdapat di India. (ibid: 20-21)
menjadikan Islam sebagai cara hidup. Sebagai
Ada beberapa pendapat mengenai asal
bentuk
bagian
pendidikan
tradisionalisme.
struktur
pesantren Menurut
internal
yang
Mochtar
pendidikan
Islam
muasal kata “pesantren”, Prof. John berpendapat
Indonesia,
bahwa kata pesantren berasal dari terma “santri”
terutama
yang diderivasi dari bahasa Tamil yang berarti
pendidikan, di samping sebagai lembaga dakwah,
guru
bimbingan
mengaji.
Sementara
itu
C.C.
Berg
pesantren dalam
mempunyai
fungsinya
kekhasan,
sebagai
institusi
kemasyarakatan,
dan
berpendapat bahwa kata santri berasal dari
bahkanperjuangan. Mukti Ali mengindetifikasikan
bahasa India “shastri” yang berarti orang yang
beberapa pola umum pendidikan Islam tradisional
memiliki pengetahuan tentang buku-buku suci
sebagai berikut:
(kitab suci). Berbeda dengan keduanya, Robson
1. Adanya hubungan yang akrab antara kyai dan
berpendapat bahwa kata santri berasal dari bahasa Tamil “sattiri” yang berarti orang yang tinggal di sebuah rumah gubuk atau bangunan
santri. 2. Tradisi ketundukan dan kepatuhan seorang santri terhadap kyai.
keagamaan secara umum. (Ainurrafiq Dawam
3. Pola hidup sederhana (zuhud).
dan Ahmad Ta’arifin. 2005:5)
4. Kemandirian atau independensi.
Terlepas
dari
perbedaan
pendapat
mengenai asal muasal pesantren, perlu digaris
5. Berkembangnya
iklim
dan
tradisi
tolong-
menolong dan suasana persaudaraan.
bawahi bahwa pesantren merupakan lembaga
6. Displin ketat.
pendidikan Islam yang masih tetap konsisten
7. Berani
menderita
untuk
mencapai
sampai sekarang dalam memegang nilai-nilai,
tujuan.Kehidupan dengan tingkat religiusitas
budaya, serta keyakinan agama yang kuat.
tinggi. (Haedari, dkk. 2004.:5)
Bahkan,
pesantren
pendidikan
yang
independensinya.
merupakan
diakui
lembaga
kemandirian
Bahkan
Malik
dan Fadjar
Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan
tempat
para
santri
mempelajari
keterampilan sosial hendaknya secara terus
membanggakan kemandirian pesantren dengan
menerus meningkatkan jalan untuk
mengatakan
dari
para santri mengembangkan keterampilan sosial
kemandirian, pesantren lebih unggul ketimbang
positif, baik dalam lingkungan pesantren maupun
perguruan tinggi yang terkesan “wah” tapi malah
di dalam masyarakat. Keterampilan sosial yang
justru menjadi lembaga pendidikan yang paling
dapat dikembangkan pesantren meliputi :
32
bahwa
kalau
ditinjau
membantu
Asep Solikin, Model Konseling Keterampilan Hidup Dalam Meningkatkan kemampuan Hubungan Sosial
3. Keterampilan problem solving ( berbagai,
1. Manajemen marah; 2. Pemahaman tentang pandangan lain;
meminta
maaf,
menerima
konsekwensi,
3. Pemecahan masalah;
memutuskan apa yang harus dilakukan ); 4. Keterampilan resolusi konflik ( berhadapan
4. Negosiasi hubungan pertemanan; 5. Pengendalian konflik;
dengan sendirian, kegagalan, tuduhan, tidak
6. Menyatakan diri;
dihargai, dan tekanan ).
7. Mendengarkan;
Bertolak atas tugas dan fungsi serta
8. Komunikasi efektif, serta
kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang
9. Toleransi dan penerimaan terhadap kelompok
santri, maka prinsip kehidupan santri
yang
ditekankan
pada
yang berbeda. Dalam pelaksanaan, keterampilan sosial tidak cukup memastikan keberhasilan pesantren;
pesantren
bermuara
keterampilan hubungan sosial yang menunjukan; 1.
Kegembiraan dan kerelaan serta penuh
intervensi tidak terbatas pada pengajaran dan
kesopanan dan ketenangan di saat bertatap
pelatihan bagi para santri; tetapi pesantren
muka dengan orang lain;
hendaknya mengembangkan kultur lingkungan
2.
Tatapan mata yang teduh dan tidak gemar
yang memudahkan dengan cara menanamkan
melihat di kedua samping dirinya, baik kanan
peningkatan keterampilan sosial ke dalam suatu
atau kiri.
sistem manajemen pesantren yang menyeluruh
3.
dan disiplin, menekankan relationship-bulding antar para santri; para ustadz dan pimpinan
secara teratur 4.
pesantren (Kiyai) serta antara pesantren dan keluarga-keluarga, serta pesantren menyediakan
Rendah diri atau tidak suka membanggabanggakan diri sendiri.
5.
manajemen perilaku efektif dan intruksi akademis. Banyak keterampilan sosial yang pointing
Cara duduk dengan tenang dan bertutur kata
Ketidaksukaan
untuk
memberitahukan
kekayaan atau simpanan yang dimiliki. 6.
Kelembutan dan menghindari sikap berkeras
untuk dijelaskan kepada para santri, pesantren
hati, bersitegang urat leher dan mutlak-
dapat mengorganisir para santri ke dalam empat
mutlakan.
area keterampilan : 1. Keterampilan mengikuti
7. survival
arah,
(mendengarkan,
menghindari
konflik,
sencara
terbuka,
dengan
menghargai diri sendiri); 2. Keterampilan hubungan antara pribadi ( berbagai, meminta ijin, bergabung pada suatu aktivitas, menerima orang lain );
berdebat,
berpegang
teguh
pada
kesopanan 8.
penggunaan kata-kata yang menarik atau pembicaraan
Jika
Pandangan terhadap kekayaan yang tidak lebih mulia daripada harga diri.
9.
Jika
bertemu
dengan
orang
lain
atau
memasuki majlis mengucapkan salam. 10. Tidak suka duduk-duduk atau bercakapcakap di jalanan 11. Senda gurau yang penuh makna pendidikan dan keteladanan.
33
Anterior Jurnal, Volume 13 Nomor 1, Desember 2013, Hal 31 - 42
12. Apabila suatu ketika banyak bersenda gurau karena lupa, maka cepat ingat dan berdzikir kepada Allah.
melainkan
juga
untuk
menghindari
dan
menangani maslah-maslah mendatang. Selanjutnya
Nelson-Jones
menjelakan
Dalam melakukan konseling ini, menulis
bahwa KKH didasarkan pada kerangka kerja
berupaya mengadakan uji coba pada santri salafi
teoritis pendidikan psikologis Artinya, bahwa KKH
dalam menangani permaslaahan dan kelemahan
menghargai pentingnya latihan dan fasilitasi (
mereka dengan menggunakan model konseling
Nelson-Jones, 1997:8 ) Latihan diperlukan unruk
keterampilan hidup yang pada akirnya mampu
membina klien mengembangkan keterampilan-
meningkatkan
keterampilan hidup yang lebih baik dengan
kemampuan
hubungan
sosial
santri.
menggunakan pendekatan developmentasi. Konseling Keterampilan Hidup ( KKH )
Adapun masalah-masalah yang terjadi
adalah pendekatan yang berpusat pada manusia
focus KKH adalah membantu kilen memecahkan
(klien)
membantunya
masalah dengan mengungkap potensi masalah
mengembangkan keterampilan menolong diri atau
tersebut. Sebagai pendekatan yang berpusat
–Jones
pada manusia, KKH memusatkan bantuan pada
1995:413;1997::8 ) pendekatan ini menolak istilah
rentang keterampilan atau kopetensi yang perlu
psikologis pada sisi kerangka kerja pendidikan
dipertahankan, dipelihara dan dikembangkan.
yang mayoritas terbesar manusia pada umunya,
Pandangan ini didasarkan pada asumsi yang
pendekatan ini beranggapan bahwa semua orang
dikemukakan
pernah
mempertahankan
setiap manusia mempunayi potensi untuk tumbuh
kelemahan-kelemahan
dan mempunyai hak untuk memaksimalisasi
keterampilan-keterampilan hidup. Pada umumnya
kompetnsi pribadinya. Masalah-masalah tentang
masalah-masalah yang dibawa kepada konselor
keinginan
mencerminkan “Sejarah belajar”nya. Sekalipun
perasaan, pikiran-pikiran dan tindakan tindakan
faktor-faktor
klien
adaptif yang diperlukan dalam memaksimalkan
karena
potensinya dapat terjadi sepanjang hidup dan
yang
self-helping
bertujuan
skills
(
memperoleh
kekuatan-kekuatan
Nelson
dan
dan
eksternal
mempertahankan
berpengaruh,
masalah-maslahnya
noleh Albee ( 1994:230 ) bahwa
manusia
mempunyai
perasaan
–
mempunyai cara berpikir dan bertindak yang
dalam semua bidang kehidupan.
kurang atau lemah. Di dalam efektif bila ia melatih
masalah dan potensi-potensi tersebut merentang
klien dengan keterampilan-keterampilan berpikir
dari keterampilan dasar berpikir dan bertindak
dan bertindak yang releven.
pada semua tingkat usia hingga kopetensi-
Tujuan
akhir
Konseling
Keterampilan
Hidup ( KKH ) ialah pertolongan diri (self-helping ) di mana klien memelihara dan mengembangkan kekuatan-kekuatan
keterampilan
berpikir
Masalah-
kopentensi developmental pada tingkat-kehidupan yang lebih spesifik ( Nelson-Jones, 1997:9 ) Setelah melihat pemaparan dan yang
dan
melatarbelakangi penulisan ini, maka penulis
bertindak tegasnya, bukan hanya membantu klien
merumuskan konsep permasalah sebagai berikut;
untuk memecahkan masalah pada saat sekarang
34
Asep Solikin, Model Konseling Keterampilan Hidup Dalam Meningkatkan kemampuan Hubungan Sosial
1. Bagaimana konsep dan tahap-tahap konseling
c. Angket
keterampilan hidup dalam diri seorang santri Babussalam Kabupaten Kapuas?
Untuk memperoleh data masing-masing indikator pada setiap variabelnya, maka penulis
2. Apa wujud dari kemampuan berhubungan
melakukan penyebaran angket kepada seluruh
sosial santri di pondok pesantren Babussalam
elemen terkait, baik kepada pihak kyai dan guru
Kabupaten Kapuas?
dan para santri yang menjadi obyek utama
3. Bagaimana efek dari konseling keterampilan hidup
setelah
Babussalam
dilakukan
penelitian. Angket ini bertujuan untuk mengetahui
terhadap
santri
peranan
Kapuas
untuk
bimbingan konseling keterampilan hidup pada
Kabupaten
mengukur kemampuan sosial tersebut?
nilai-nilai
pesantren
dalam
proses
pembentukan kecakapan hidup.
METODE PENELITIAN
KAJIAN TEORETIS DAN PEMBAHASAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini, setidaknya penulis
Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di beberapa pesantren
Babussalam
memiliki beberapa konsep terkait dengan medel konseling
keterampilan
hidup
dalam
Kabupaten Kapuas
meningkatkan kemampuan hubungan sosial santri
Teknik Pengumpulan Data
Babussalam Kabupaten Kapuas yaitu;
Penelitian
ini
dilakukan
di
Pertama Model Konseling Keterampilan
lapangan
dengan cara pengumpulan data sebagai berikut;
Hidup. Konseling Keterampilan Hidup adalah
a. Observasi
pendekatan yang berpusat pada manusia (klien)
Teknik
observasi
untuk
yang bertujuan membantunya mengembangkan
memperoleh data melalui teknik pendekatan,
keterampilan menolong diri atau self-helping skills
pengamatan secara langsung di lapangan guna
(Nelson–Jones
mempermudah pengumpulan data, maka penulis
menolak istilah psikologis pada sisi kerangka
menetapkan
kerja
observasi
digunakan
antara
lain;
kondisi
1995:
pendidikan
yang
pendekatan
mayoritas
terbesar
manusia
penerapan nilai-nilai pesantren dalam proses
beranggapan
bimbingan keterampilan hidup.
memperoleh dan mempertahankan kekuatan-
b. Wawancara
kekuatan observasi
terkadang
tidak
selamanya data-data yang dikumpulkan secara
umunya,
ini
obyektif pesantren-pesantren dimaksud dan pola
Kegiatan
pada
413)
bahwa
dan
pendekatan
semua
orang
ini
pernah
kelemahan-kelemahan
keterampilan-keterampilan hidup. Selanjutnya
Nelson-Jones
menjelakan
tuntas. Untuk melengkapi data tersebut, penulis
bahwa KKH didasarkan pada kerangka kerja
melakukan wawancara dengan sumber data,
teoritis pendidikan psikologis Artinya, bahwa KKH
dalam hal para kyai, para ustadz, para mudabbir
menghargai pentingnya latihan dan fasilitasi (
(pembimbing dan pengurus santri tingkat rayon),
Nelson-Jones, 1997:8 ) Latihan diperlukan unruk
para santri dan para staf terkait di pesantren yang
membina klien mengembangkan keterampilan-
telah diajukan oleh penulis.
35
Anterior Jurnal, Volume 13 Nomor 1, Desember 2013, Hal 31 - 42
keterampilan hidup yang lebih baik dengan
hasilnya setelah selesai konseling dengan tujuan
menggunakan pendekatan developmentasi.
memelihara keterampilan menolong diri.
Adapun masalah-masalah yang terjadi
Kedua adalah kemampuan keterampilan
focus KKH adalah membantu kilen memecahkan
hubungan
masalah dengan mengungkap potensi masalah
melakukan hubungan dengan orang lain. Oleh
tersebut. Sebagai pendekatan yang berpusat
karena itu, pada akhirnya kecakapan sosial
pada manusia, KKH memusatkan bantuan pada
menentukan bagaimana santri salafi menangani
rentang keterampilan atau kopetensi yang perlu
suatu
dipertahankan, dipelihara dan dikembangkan.
keberhasilan seseorang dalam
Pandangan ini didasarkan pada asumsi yang
berhubungan
dikemukakan
tergantung
noleh Albee ( 1994:230 ) bahwa
sosial,
hubungan
yaitu
(Goleman,
dengan pada
kemampuan
dalam
1999).
Maka
bergaul atau
orang/kelompok
Kecakapan
orang
Sosial
yang
setiap manusia mempunayi potensi untuk tumbuh
dimilikinya. Kecakapan Sosial ini mencakup dua
dan mempunyai hak untuk memaksimalisasi
aspek,
kompetnsi pribadinya. Masalah-masalah tentang
Keterampilan Membina Hubungan. Jadi inti dari
keinginan
manusia
mempunyai
perasaan
–
yaitu
Kemampuan
kemampuan sosial
atau
Berempati
dan
keterampilan sosial
perasaan, pikiran-pikiran dan tindakan tindakan
adalah dua kemampuan tersebut. Kemampuan itu
adaptif yang diperlukan dalam memaksimalkan
dapat dijelaskan sebagai berikut:
potensinya dapat terjadi sepanjang hidup dan
1. Kemampuan Berempati
dalam semua bidang kehidupan.
Masalah-
Kemampuan
Berempati
artinya
:
masalah dan potensi-potensi tersebut merentang
kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan, dan
dari keterampilan dasar berpikir dan bertindak
kepentingan orang lain. Kemampuan Berempati
pada semua tingkat usia hingga kopetensi-
meliputi lima aspek, yaitu :
kopentensi developmental pada tingkat-kehidupan
a. Memahami orang lain: mampu membaca
yang lebih spesifik ( Nelson-Jones, 1997:9 ).
perasaan dan pandangan/pikiran orang lain,
Teori keterampilan berupaya memenuhi ketiga fungsi utama teori konseling ( NelsonJones 1995: 414),
Pertama, mempersiapkan
dan
menunjukkan
minat
b. Orientasi pelayanan: mampu mengantisipasi, mengenali,
konselor memikirkan perkembangan manusia dan
kebutuhan pelanggan
atau
perbendaharaan
c. Mengembangkan
berusaha
orang
lain
memenuhi
:
mampu
merasakan kebutuhan perkemba-ngan orang
digunakan untuk percakapan konseling, Ketiga,
lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan
KKH
mereka.
hipotesis
dipandang
penelitian.
sebagai Misalnya,
yang
dan
dapat
dapat
bahasa
terhadap
kepentingan mereka.
kerangka kerja konseptual yang memungkinkan
praktek konseling. Kedua, memberikan bahasa
aktif
suatu
seri
melakukan
d. Mengatasi keragaman: mampu menumbuhkan
penelitian tentang proses-proses dan hasil-hasil
peluang melalui pergaulan dengan bermacam-
yang dicapai konselor maupun klien dengan
macam orang.
menggunakan bahasa keterampilan dan hasil-
36
Asep Solikin, Model Konseling Keterampilan Hidup Dalam Meningkatkan kemampuan Hubungan Sosial
e. Kesadaran politis: mampu membaca arus-arus
merasa terpanggil
untuk
melakukan sebuah
emosi sebuah kelompok dan hubungannya
penelitian dan memberikan konseling kepada
dengan kekuasaan.
para
2. Keterampilan Membina Hubungan
santri
tersebut
Keterampilan Membina Hubungan artinya
Babussalam
agar
mampu
Kabupaten memiliki
Kapuas
kemampuan
tersebut.
: kecakapan dalam menggugah/ mempengaruhi
Dalam
pelaksanaan
keterampilan
meliputi delapan aspek, yaitu:
Babussalam Kabupaten Kapuas dirancang dalam
:
memiliki
taktik-taktik
untuk
melakukan persuasi.
(pikiran/perasaan)
dengan
jelas
dan
meyakinkan.
KKH
)
di
pesantren
lingkup KARIA ( Nelson-Jones, 1997;41 ) yaitu suatu
b. Komunikasi: mampu menyampaikan pesan
(
konseling
orang lain. Keterampilan Membina Hubungan
a. Pengaruh
hidup
model
model
sistimatis
lima
tahap
untuk
membantu klien mengatasi permasalahan dan mengubah keterampilan hidup problematis. Model ini menyediakan suatu kerangka kerja atau
c. Kepemimpinan:
mampu
membangkitkan
serangkaian arahan yang dapat dipergunakan
inspirasi dan memandu kelompok dan orang
konselor. Kelima tahap tersebut adalah sebagai
lain.
berikut :
d. Katalisator perubahan : mampu memulai dan
K
mengelola perubahan. A
memecahkan silang pendapat. jaringan:
mampu
menumbuh-
R
dan
:Ases
masalah-masalah
dan
definisikan
kooperasi:
mampu
bekerjasama dengan orang lain demi tujuan bersama.
:Rumuskan
tujuantujuan
kegiatan
dan
rencanakan intervensi-intervensi. I
meraih kesuksesan. dan
identifikasi
kembali dalam bentuk keterampilan.
kembangkan hubungan sebagai alat untuk
g. Kolaborasi
hubungan,
klarifikasi masalah-masalah.
e. Manajemen konflik: mampu bernegosiasi dan
f. Pengingkat
:Kembangkan
: Intervensi untuk meningkatkan self helping skills
A
:Akhiri
dan
konsolidasi
keterampilan-
keterampilan menolong diri.
h. Kemampuan tim: mampu menciptakan sinergi kelompok
dalam
memper-juangkan
tujuan
bersama. Melihat dua kemampuan berhubungan sosial di atas yang berkaitan dengan kemampuan berempai dan kemampuan membina hubungan dengan
yang
lainnya
penulis
melihat
satu
kelemahan terhadap para santri salaf yang tidak memiliki kemampuan dalam mengaktualisasikan keberaniannya pada proses hubungan sosial dengan yang lainnya. Oleh karena itu penulis
37
Anterior Jurnal, Volume 13 Nomor 1, Desember 2013, Hal 31 - 42
Sumber : Counseling and personality, Theory and Practive, Richhard Nelson- Jones, New South Wales: Allen & Unwin, 1995
a. Tahap Pertama; Mengembangkan Hubungan, Mengindentifikasi
dan
mengklarifikasi
yaitu
pengembangan
hubungan-hubungan
konseling yang sifatnya memberikan dukungan dan kerja sama dengan klien untuk mengenal dan
Masalah. kontak
memperoleh deskripsi-deskripsi masalah yang
pertolongan awal ( pre-helping contact ) antara
lebih sempurna. Tahap-1 dapat diakhiri dengan
konselor dank lien dan kadang-kadang diakhiri
ringkasan deskriptif tentang masalah-masalah
dengan
yang dinyatakan dalam bahasa sehari-hari.
Tahap
suatu
ini
dimulai
diskusi
dengan
pendahuluan,
namun
sewaktu-sewaktu mungkin dilaksanakan melalui
b. Tahap
2
Mengases
proses yang lebih lama. Tahap ini mempunyai
Kembali
dua fungsi yang tampaknya saling tumpang tindih
Keterampilan.
38
Dan
Masalah-masalah
Mendefinisikan Dalam
Bentuk
Asep Solikin, Model Konseling Keterampilan Hidup Dalam Meningkatkan kemampuan Hubungan Sosial
Tahap 2 ini bertujuan menjembatani antara
pencandraan
dan
penanganan
aktif
masalah-masalah dengan kelemahan-kelemahan
bagi
menjadi
merumuskan
dua
fase
tujuan-tujuan
kegiatan.
Yaitu
konseling
dan
merencanakan intervensi-intervensi.
keterampilan yang mendasarinya. Dalam Tahap-
Tujuan-tujuan dirumuskan
diuraikan secara rinci dan dijelaskan secara luas
berbeda. Pertama, tujuan dapat dirumuskan
dalam bahasa sehari-hari. Deskripsi masalah-
dalam bentuk pernyataan yang menyeluruh,
masalah klien menujukan suatu perluasan titik
misalnya : “Saya ingin memperbaiki hasil ujian”
pandang titik pandang internal mereka lebih dari
atau “ Saya ingin disenagi semua teman”,
pada memberi mereka pandangan-pandangan
Pernyataan tujuan yang menyeluruh memberikan
yang berbeda tentang masalah-masalah mereka.
gambaran tentang visi klien mengenai apa yang
Berdasarkan
pada
diinginkannya dari konseling. Oleh karena itu,
Tahap-1. maka pada Tahap -2 ini konselor
pernyataan menyeluruh lebih menunjukan kepada
menguji hipotesis tentang cara klien berpikir dan
tujuan akhir konseling dari pada alat.
bertindak
yang
yang
diperoleh
menggambarkan
tingkat
dapat
1, masalah-masalah dilukiskan atau dicandra,
informasi
pada
konseling sspesifikasi
yang
Kedua, tujuan-tujuan dapat dirumuskan
kesulitan-
kesulitan mereka. Selanjutnya, konselor mencari
dalam
cara untuk berusaha mengubah keterampilan
diperlukan untuk mencapai tujuan akhir. Tingkat
berpikir dan bertindak klien dalam menangani
spesifikasi inilah yang diperlukan dalam Tahap 3.
masalah, konselor bekerja sama dengan klien
dengan
menguraikan masalah-masalah klien ke dalam
mendifinikan
kelemahan-kelemahan klien keterampilan yang
dalam bentuk keterampilan-keterampilan, maka
lebih
dengan
pernyataan tujuan merupakan hal yang relative
dalam
sederhana. Tujuan-tujuan konseling merupakan
diakhiri
sisi lain dari pendefinisian kemabali maslah-
pendefinisian
masala; merumuskan positif mengenai kekuatan-
bentuk-bentuk
kekuatan keterampilan dibaut untuk mengganti
rinci.
ringkasan istilah
Kalau
Tahap-1
deskriptif
sehari-hari,
masalah-masalah maka
sekurang-kurangnya kembali
inti
diakhiri
Tahap-2
dengan
masalah
dalam
keterampilan. c. Tahap
bentuk-bentuk
asumsi
keterampilan
bahwa
kemabali
konselor
yang
berhasil
masalh-masalah
klien
kelemahan-kelamahan keterampilan yang akan 3
Merumuskan
Tujuan
Dan
Merencanakan Intervensi.
diatasi. Ketiga, tujuan-tujuan dapat dirumuskan
definisian
lebih rinci. Setiap kasus menuntut diperlukan
kembali masalah-masalah klien ke dalam bentuk-
secara khusus. Tetapi karena pada suatu saat
bentuk keterampilan maka kegiatan pada Tahap3
klien hanya dapat mengikuti informasi yang
ini difokuskan pada upaya menjawab pertanyaan
terbatas, maka kemungkinan klien hanya dapat
tentang
mengingat
Dengan
cara
memperhatikan
yang
paling
baik
untuk
sedikit
sekali
tujuan-tujuan
yang
mengembagkan keterampilan menolong diri ( self-
dirumuskan terlalu rinci. Biasanya, deskripsi
helping ) yang diinginkan. Untuk menjawab
tujuan-tujuan keterampilan yang sngat rinci lebih
pertanyaan ini maka kegiatan dalam Tahap 3 di
baik ditunda untuk sesi berikut. Dengan kata lain,
39
Anterior Jurnal, Volume 13 Nomor 1, Desember 2013, Hal 31 - 42
pada
Tahap
merumuskan
3
ini
hendaknya
tujuan-tujuan
konseling
konselor dengan
kepada klien cara melakukan kegiatan-kegiatan dan tugas-tugas pekerjaan rumah.
jelas., singkat dan tegas. Konselor hendaknya
Dalam Tahap intervensi kegiatan dapat
yakin bahwa klien memahami dan menyetujui
dilakukan
tujuan-tujuan konseling ini.
tumpamg-tidih pelaksanaannya, yaitu persiapan,
d. Tahap
4
Melakukan
Intervensi
dalam
empat
fase
yang
sering
Untuk
pembukaan, pelaksanaan dan penutupan. Fade
Mengembangkan Keterampilan Menolong Diri
persiapan mencakup penetapan awal pemikiran
( Self-Helping Skills )
konselor tentang cara yang paling baik untuk
Kegiatan intervensi bertujuan membantu
membantu klien. Sejak awal kegiatan konselor
klien menangani masalah-masalah yang sedang
hendaknya mengajak klien untuk merundingkan
dihadapinya dengan lebih baik; membantu klien
acara-acara
mengatasi keterampilan-keterampilan bermasalah
keterampilan tidak terbatas hanya untuk sesi
dan
kekuatan-kekuatan
pembukaan. Misalnya, menanyakan kepada klien
keterampilan untuk menghindari dan mengatasi
apakah mereka mempunyai acara mendesak,
situasi-situasi
membahas pekerjaan rumah dari pertemuan
mengembangkan
khusus;
dan
membantu
klien
menjadi individu yang lebih terampil.
setiap
sesi,walaupun
suatu
minggu yang baru lalu, memfokuskan pada satu
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut
atau
lebih
keterampilan-keterampilan
yang
konselor sebagai pendidik psikologis, dituntut
bermasalah dan/atau masalah-masalah dalam
memiliki
kehidupan klien, jika diperlukan, acara kegiatan
keterampilan-keterampilan
yang
memadai dalam menciptakan hubungan antar
dapat berubah selama berlangsung sesi-sesi.
psibadi ( relating skills )dan pelaksanaan latihan.
e. Tahap 5 Mengakhiri dan menkonsolidasikan
Untuk memperoleh hasil intervensi yang edektif,
Keterampilan menolong diri.
konselor harus menegathui Janis dan cara
Mungkin sekali konselor maupun klien
melakukan intervensi, sebab jika tidak konselor
membahas langkah penutupan konseling sebelum
akan melakukan kekeliruan dalam melaksanakan
sesi akhir yang telah direncanakan selesai. Hal ini
konseling, konselor juga dituntut memahami dan
memungkinkan kedua belah pihak membahas
terampil
metode-metode
berbagai tugas dan cara-cara yang bertalian yang
pendidikan atau latihan psikologis, yaitu facilitate,
dapat digunakan adalah menghentikan kontak
assess, tell, show, do, and consolidate, yang
secara
paling penting dan paling banyak memerlukan
pengawasan yang makin lama makin berkurang.
waktu adalah tell, show dan do, tell diperlukan
Beberapa klie mungkin menyenagi kesempatan
untuk memberikan intruksi yang jelas kepada
sesi yang berpungsi meningkatkan harga diri
klien
ingin
mereka misalnya satu, dua atau bahkan mungkin
dikembangkan. Show merupakan keterampilan
enam bulan kemudiantindak lanjut yang bertujuan
yang memungkinkan konselor mempertunjukan
membantu
cara menggunakan keterampilan-keterampilan.
pembicaraan tatap muka ataupun melalui telepon.
Do
40
menggunakan
tentang
keterampilan
memungkinkan konselor
yang
mempertunjukan
perlahan-lahan
fase
dengan
konsolidasi
memberikan
dapat
melalui
Asep Solikin, Model Konseling Keterampilan Hidup Dalam Meningkatkan kemampuan Hubungan Sosial
Konseling menghindari misalnya,
keterampilan
pendekatan sebelum
“train
tahap
and
akhir,
hidup
Kabupaten
hope’,
Kemampuan Berempati meliputi; Memahami
konselor
orang
Kapuas
lain,
dapat
dilihat
Orientasi
dalam
pelayanan,
membentuk harapan-harapan realities pada saat
Mengembangkan orang lain dan Mengatasi
mendiskusikan
keragaman
definisi-definisi
tujuan-tujuan
kegiatan
bersama-sama
dengan
dan klien.
dan
Hubungan
Kepemimpinan,
pandangan-pandangan
Manajemen
magis
dan
Membina
meliputi; Pengaruh, Komunikasi,
Artinya, konseling keterampilan hidup menjauhi tentang
Keterampilan
Katalisator
konflik,
Pengingkat
perubahan, jaringan,
pengobatan. Untuk memperoleh keterampilan
kolaborasi dan kooperasi dan Kemampuan
hidup yang ditargetkan melainkan juga untuk
tim.
memeliharanya. DAFTAR PUSTAKA KESIMPULAN Penelitian Keterampilan
tntang
Hidup
Model
Dalam
Konseling
Meningkatkan
Kemampuan Hubungan Sosial Santri merupakan upaya penulis untuk mendekatkan konseling dalan dunia pesantren yang secara faktual telah melakukan kegiatan konseling tanpa identitas. Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis menarik kesimpulan dalam beberapa hal berikut: 1. Konsep
dan
tahap-tahap
konseling
Albee, G.W (1984) “A Competency model must replece a defect model.” In J.M Joffe, G.W. Albee and L.D. Kelly (Eds.) Readings in primary prevention of psychopathology Basic Concept. Hanover, NH; University press of new England. Pp.228-46. A.Steenbrink, Karel. 1974. Pesantren, Madrasah, Sekolah. Jakarta: LP3ES. Bush,
Tony & Coleman, Marianne. 2006. Manajemen Strategis Kepemimpinan Pendidikan (terj.) oleh. Fahrurrozi. Yogyakarta: IRCiSoD.
keterampilan hidup dalam diri seorang santri Babussalam Kabupaten Kapuas merupakan hal baru yang ada dalam dunia pesanren meliputi
komponen
mengembangkan
hubungan,
mengindentifikasi
dan
mengklarifikasi
masalah,
dan
mendefinisikan
kembali
dalam
bentuk
keterampilan,
tujuan
dan
merencanakan
mengases
masalah-masalah merumuskan intervensi,
melakukan intervensi untuk mengembangkan keterampilan menolong diri ( self-helping skills ), dan mengakhiri dan menkonsolidasikan keterampilan menolong diri. 2. Wujud dari kemampuan berhubungan sosial santri
di
pondok
pesantren
_______________________________. 2000. Leadership and Strategic Management in Education., London:Paul Chapman Publishing Ltd. Carlson, Cjarles R. and Bernstein. Dougles A. (1995) “Relaxation skills training, Goleman, Daniel. 1999. Kecerdasan Emosional. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Haedari, Amin. dkk. 2004. Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Kmplesitas Global. Jakarta: IRD Press. M. Dawam Raharjo, Pergulatan Dunia Pesantren Membangun dari bawah, Jakarta: P3N, 1985
Babussalam
41
Anterior Jurnal, Volume 13 Nomor 1, Desember 2013, Hal 31 - 42
Nel-Jones, R. (1995) Counseling and personality; Theory and practice, Sydney; Allen & Unwin. Nelson-Jones, R. (1997). Practical counseling and helping skills. Text and Exercises for the Life-skills counseling model forth edition. London. Cassell. O’
Donohue, w. & Kraner. L. (1995) Hanbook of psychological Skills Training; Clinical Techiniques and Applications Boston; Allyn and Bacon.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002
42