J. Sains Tek., Agustus 2005, Vol. 11, No. 2
ARTONIN M, TURUNAN FLAVON TERGERANILASI DARI Artocarpus rotunda Tati Suhartatia#, Sjamsul Arifin Achmadb, Norio Aimic, dan Euis Holisotan Hakimb a
Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Lampung Jl. S. Brojonegoro No. 1, Bandar Lampung 35145, Indonesia b Jurusan Kimia, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa 10, Bandung 40132, Indonesia c Center for Medicinal Resources, Faculty of Pharmaceutical Sciences, Chiba University, 1-33 Yayoi-cho, Inage-ku, Chiba 263, Japan Diterima 15 Maret 2005, disetujui untuk diterbitkan 27 Mei 2005
ABSTRACT A flavon derivative compound, artonin M together with artonin E (2), artonin O (3), and artoindonesianin L (4) had been isolated from the root bark of Artocarpus rotunda (Houtt.) Panzer (Moraceae) collected from Hutan Raya Bengkulu. The structure of this compound had been determined by physical and spectroscopic methods, and the cytotoxicity was examined by Artemia salina shrimp. Keywords: Artonin M, Artocarpus rotunda, Artemia salina
daun yang hijau lestari, tinggi pohon mencapai hingga 45 m dengan garis tengah batangnya dapat mencapai 115 cm. Di Indonesia tumbuhan ini dikenal dengan nama tempuni, kundang, atau pusar (Jawa Barat), purian (Sumatera), dan cempedak air (Bengkulu). Kayu tumbuhan ini di-gunakan sebagai keledang, untuk tiang, balok, perabot, dan perahu. Buahnya dapat dimakan dan rasanya enak tetapi bila dimakan terlalu banyak dapat menyebabkan sakit mulut 3, dan bijinya juga dapat dimakan. Getahnya, bila dicampur dengan malam dapat digunakan untuk membatik, juga digunakan sebagai salep dalam kedokteran hewan.
1. PENDAHULUAN Artocarpus rotunda, merupakan tumbuhan Artocarpus yang buahnya dapat dimakan tetapi kurang dikenal masyarakat dibandingkan dengan A. hetero-phyllus (nangka) dan A. communis (cempedak). Tumbuhan A. rotunda [sinonim A. rigida Blume 1], tumbuh di Myanmar, Malaysia, dan Indonesia termasuk Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Kalimantan, pada ketinggian hingga 900 m dan ditanam sebagai pohon buah 2. Pohonnya berukuran sedang hingga besar dengan
HO HO O
OH
O
O
OH
2'
B
5' OH
A
O
4'
O OH O OH O
Artonin M (1) Artoindonesianin L (4) HO
O OH
OH
O
O
O
OH
OH HO
O
O
HO
O
O OH
OH
O
OH
Artonin E (2)
O
O
Sikloartobilosanton
Artonin O (3)
Gambar 1. Struktur beberapa senyawa flavon terprenilasi
2005 FMIPA Universitas Lampung
61
Tati Suhartati, dkk...Artonin M, Turunan Flavon
Pada penelitian sebelumnya, dari tumbuhan Artocarpus rotunda (Houtt.) Pan-zer yang berasal dari Hutan Raya Beng-kulu, telah diisolasi senyawa flavon terprenilasi, artonin E 4, sikloartobilosanton, artonin O 5, dan artoindonesianin L 6. Pada penelitian berikut ini, dari tumbuhan tersebut telah diisolasi pula satu senyawa turunan flavon, artonin M (1), yang mempunyai kerangka flavon tergeranilasi. Penentuan struktur dari senyawa in i ditetapkan berdasarkan data fisika dan spektroskopi, sedangkan sifat toksisnya diuji dengan benur udang Artemia salina yang menghasilkan LC50 140,3 µg/mL.
2. METODE PENELITIAN 2.1. Umum Semua titik leleh ditentukan dengan menggunakan alat penetapan titik leleh mikro Fisher-Johns. Spektrum UV dan IR diukur masing-masing dengan spektrofotometer Beckman DU-7000 dan Shimadzu FTIR 8501. Spektrum 1H-NMR dan 13 C-NMR diukur dengan menggunakan spektrometer Bruker AM 300, yang bekerja pada 300,1 MHz ( 1H-) dan 75,4 MHz (13C-), atau spektrometer JEOL JNM EX-400 FTNMR yang bekerja pada 399,7 MHz (1H-) dan 100,4 MHz (13C-), menggunakan TMS sebagai standar internal. Spektrum massa tumbukan elektron (EIMS) diperoleh dengan menggunakan spektrometer massa VG Autospec (8000 V) atau spektrometer massa JEOL JMS DX-303. Kromatografi cair vakum (KCV) dilakukan menggunakan Si gel Merck 60 GF254, dan analisis kromatografi lapis tipis (KLT) dengan pelat berlapis Si gel Merck Kieselgel 60 GF254, 0,25 mm. 2.2. Pengumpulan Bahan Tumbuhan Bahan tumbuhan berupa kulit akar A. rotunda dikumpulkan dari Hutan Raya Bengkulu. Spesies tumbuhan ini diidentifikasi di Herbarium Bogoriensis, LIPI, Bogor. 2.3. Ekstraksi dan Isolasi Serbuk kulit akar A. rotunda (3,1 kg) diperkolasi berturut-turut dengan n-heksana (3x11 L) dan kloroform (3x13 L) masing-masing selama 3 hari. Setelah masing-masing pelarut diuapkan dalam rotatory vakum, diperoleh ekstrak heksana (59,1 g) dan ekstrak kloroform (75,3 g). Ekstrak kloroform (25 g) di-KCV menggunakan 200 g Si gel dan dielusi dengan benzena, kloroform, etil asetat:n-heksana=3:7, etil asetat:n-heksana=1:1, etil asetat, aseton, dan metanol menghasilkan 24
62
fraksi @ 250 mL. Hasil KCV ini dimonitor dengan KLT dan dikelompokkan menghasilkan 9 fraksi utama (a-i). Fraksi utama kedua (fraksi 4-7) (3 g) difraksinasi lebih lanjut dengan cara KCV menggunakan Si gel (70 g) dan campuran etil asetat : n-heksana sebagai eluen yang ditingkatkan kepolarannya secara berangsur-angsur dari 15-50 %, menghasilkan 13 fraksi á 100 mL, dan dikelompokkan menjadi 6 fraksi gabung-an berdasarkan analisis KLT. Fraksi gabungan ke-3 (5-6) (0,5 g) dimurnikan menggunakan KLT preparatif (eluen etil asetat : nheksana 25%) menghasilkan artonin O (3) (17 mg) berupa kristal berbentuk jarum berwarna merah tua dengan titik leleh 203-205°C (terurai) dan artonin M (1) (4,5 mg) berbentuk kristal jarum berwarna kuning dengan titik leleh 243-245°C. Fraksi c (fraksi 8-10) (4,3 g) di-KCV menggunakan eluen etil asetat-n-heksana dari 5– 10%, menghasilkan 13 fraksi á 100 mL. Fraksi ke-5 dipisahkan kembali dengan KCV menggunakan eluen etil asetat:n-heksana 10%, menghasilkan 10 fraksi. Zat padat yang mengendap disaring dan direkristalisasi dalam aseton-n-heksana menghasilkan sikloartobilosanton (20 mg) berbentuk kristal jarum berwarna kuning dengan titik leleh 290-292°C (terurai). Fraksi utama keempat (11-12) (6 g) difraksinasi lebih lanjut dengan cara KCV menggunakan campuran etil asetat – n-heksana sebagai eluen yang kepo-larannya ditingkatkan secara berangsurangsur menghasilkan lima fraksi ga-bungan. Dari fraksi gabungan kedua hasil KCV ini diperoleh artoindonesianin L (4) (60 mg) berbentuk kristal jarum berwarna kuning, t.l. 226-228°C, dan dari fraksi gabungan keempat diperoleh artonin E (2) (170 mg) berbentuk kristal jarum berwarna kuning, t.l. 255-257°C.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Artonin M (1): diperoleh berbentuk kristal jarum berwarna kuning, t.l. 243-245°C. UV (MeOH) λmaks nm (log ε): 382 (3,64), 350 (bh, 3,53), 292 (3,76), 230 (3,74), 204 (3,82); (MeOH+NaOH): 430 (3,87), 306 (bh, 3,71), 288 (3,84), 266 (bh, 3,79); (MeOH+AlCl3): 394 (3,63), 316 (bh, 3,66), 296 (3,77), 224 (bh, 3,87), 204 (4,01); (MeOH+AlCl3+HCl): 406 (3,66), 368 (bh, 3,48), 320 (3,89), 302 (3,87), 204 (4,25); sedangkan penambahan natrium asetat dan asam borat, tidak menimbulkan perubahan terhadap spektrum awal. IR (KBr) νmaks cm-1: 3568 (OH), 3472, 3412, 2974, 2925 (CH alifatik), 1653 (C=O), 1597, 1545,
2005 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains Tek., Agustus 2005, Vol. 11, No. 2
1475 (benzena), 1377, 1356, 1271, 1250, 1151, 1088. EIMS m/z (% intensitas relatif): 502 (M+, 79), 487 (100), 433 (14), 417 (71), 393 (48), 377 (54). 1H-NMR (CD3OD, 500 MHz) δ (ppm): 1,31 (3H, s, H-12), 1,44 (6H, s, H-22 dan H-23), 1,66 (3H, s, H-17), 1,69 (3H, s, H-18), 1,94 dan 2,20 (masing-masing 2H, m, H-14 dan H-13), 2,37 (1H, t, J = 15,3 Hz, H-9), 3,15 (1H, dd, J = 7 dan 15 Hz, H-9), 3,41 (1H, dd, J = 7 dan 15 Hz, H-10), 5,19 (1H, t, J = 7 Hz, H-15), 5,68 (1H, d, J = 10 Hz, H20), 6,22 (1H, s, H-3’), 6,41 (1H, s, H-8), 6,66 (1H, d, J = 10 Hz, H-19). 13C-NMR (CD3OD, 125,65 MHz) δ (ppm): 181,9 (C-4), 162,6 (C-2), 160,2 (C-5), 157,6 (C-7), 157,1 (C-8a), 152,1 (C2’), 148,3 (C-4’), 138,3 (C-5’), 133,4 (C-6’), 132,9 (C-16), 129,4 (C-20), 125,0 (C-15), 116,3 (C-19), 112,9 (C-3), 106,5 (C-4a), 105,7 (C-6 dan C-3’), 104,9 (C-1’), 96,4 (C-11), 96,1 (C-8), 78,9 (C-21), 46,5 (C-10), 42,7 (C-13), 28,5 (C-22 dan C-23), 25,9 (C-17), 24,1 (C-12), 21,6 (C-14), 20,9 (C-9), 17,8 (C-18). Artonin E (2): ditemukan berbentuk kristal jarum berwarna kuning, t.l. 255-257°C. Spektrum UV menunjukkan λmaks. (MeOH), nm (log ε) : 206 (4,53); 268 (4,58); 304 (bh, 3,89); dan 352 (3,86); (MeOH + AlCl3 + HCl) : 228 (4,52); 278 (4,65); dan 398 (3,9); (MeOH + NaOAc + H3BO3) : 272 (4,58); 392 (4,68); 398 (3,85); dan 404 (3,85). Spektrum inframerah (KBr) νmaks cm-1 : 3427 (OH), 3377, 2981, 1660 (C=O), 1643, 1605, 1588, 1560, 1523, 1481, 1462, 1425 (benzena). Spektrum 1H-NMR (CD3OD, 500 MHz) δ (ppm) : 1,41 (3H, s, H-13); 1,42 (6H, s, H-17 dan H-18); 1,60 (3H, s, H-12); 3,11 (2H, d, J = 7 Hz, H-9); 5,06 (1H, m, H-10); 5,58 (1H, d, J = 10 Hz, H-15); 6,20 (1H, s, H-6); 6,40 (1H, s, H-3’); 6,62 (1H, d, J = 10 Hz, H-14); dan 6,68 (1H, s, H-6’). Spektrum 13C-NMR (CD3OD, 125,6 MHz) δ (ppm) : 17,6 (C-13); 24,9 (C-9); 25,9 (C-12); 28,4 (C-17 dan C-18); 79,1 (C-16); 100,1 (C-6); 102,2 (C-8); 104,7 (C-3’); 105,9 (C-4a); 111,8 (C-1’); 115,8 (C-14); 117,2 (C-6’); 122,0 (C-3); 122,6 (C10); 128,2 (C-15); 133,0 (C-11); 139,5 (C-5’); 150,0 (C-4’); 150,1 (C-2’); 153,8 (C-5); 160,5 (C8a); 162,7 (C-2); 163,3 (C-7); 183,9 (C-4). Spektrum massa, m/z (% rel.) : 436 (M+, 34), 421 (100), 393 (26), 203 (71). Artonin O (3): berbentuk kristal jarum berwarna merah, t.l. 203-205°C (terurai). Uji FeCl3, memberi hasil positif dan berwarna coklat. UV (MeOH) λmaks nm (log ε): 212 (4,08), 260 (3,99), 316 (3,78), 368 (3,38); sedangkan pada penambahan reagen geser yang lazim digunakan, tidak menimbulkan perubahan terhadap spektrum -1 awal. IR (KBr) νmaks cm : 3350 (lebar), 1647,
2005 FMIPA Universitas Lampung
1612, 1570, 1493, 1470. EIMS m/z (intensitas + relatif): 502 (M , 84), 500 (16), 485 (34), 459 1 (86), 447 (100). H-NMR (CD3OD) δ (ppm): 1,65; 1,67; 1,77; 1,80 (masing-masing 3H, s, H-17, H-22, 6H, s, untuk H-18,23 dan 3H, s, untuk H13); 2,61 (1H, dd, J= 8 dan 17 Hz, H-9); 3,19 (2H, d, J = 7 Hz, H-19); 3,75 (1H, d, J = 8,6 Hz; H-10); 4,54; 4,75 (masing-masing 1H, s, H-12); 5,17; 5,21 (masing-masing 1H, m, H-15 dan H-20); 6,46 (1H, s, H-8). Artoindonesianin L (4): ditemukan berbentuk kristal jarum berwarna kuning, t.l. 226-228°C. UV (MeOH) λmaks nm (log ε): 206 (4,83), 224 (bh, 4,66), 278 (4,85), 334 (4,30). Penam-bahan reagen geser yang lazim diguna-kan tidak menimbulkan perubahan terhadap spektrum awal. IR (KBr) νmaks cm-1: 3425 (OH), 3368, 2977 (C-H alifatik), 1665 (C=O), 1638, 1618, 1531, 1475, 1456 (benzena). EIMS m/z (intensitas relatif): 504 (M+, 15), 489 (20), 435 (100), 379 (18). HR FABMS m/z: 504,2099 (C30H32O7 ), 505,2198 (M+1, C30H33O7 perhitungan 505,2226). 1H-NMR (CD3OD) δ (ppm): 1,40 (3H, s, H-12), 1,43 (6H, s, H-22 dan H-23), 1,53 (3H, s, H-18), 1,54 (3H, s, H-17), 1,87 (2H, m, H-13), 1,93 (2H, m, H-14), 3,12 (2H, d, J = 7 Hz, H-9), 5,02 (1H, t, J = 7 Hz, H-15), 5,08 (1H, t, J = 7 Hz, H-10), 5,67 (1H, d, J = 10 Hz, H20), 6,27 (1H, s, H-8), 6,44 (1H, s, H-3’), 6,65 (1H, s, H-6’), 6,68 (1H, d, J = 10 Hz, H-19). 13CNMR (CD3OD) δ (ppm): 16,0 (C-12); 17,7 (C18); 24,7 (C-9); 25,8 (C-17); 27,7 (C-14); 28,5 (mewakili dua atom C-22 dan C-23); 40,8 (C-13); 78,9 (C-21); 95,6 (C-8); 104,7 (C-4a dan C-3’); 106,0 (C-6); 112,0 (C-1’); 116,3 (C-19); 117,3 (C6’); 122,1 (C-3); 122,6 (C-10); 125,4 (C-15); 129,3 (C-20); 132,0 (C-16); 136,6 (C-11); 139,4 (C-5’); 149,9 (C-2’ dan C-4’ ); 157,3 (C-5); 159,0 (C-7); 160,5 (C-8a); 163,4 (C-2); 183,8 (C-4). Uji aktivitas biologi. Untuk keempat senyawa tersebut di atas, telah dilakukan uji aktivitas terhadap udang Artemia salina Leach, sesuai dengan metode Meyer7 dan masing-masing memperlihatkan aktivitas sitotoksik dengan nilai LC50: artonin M (1) 140,3 µg/mL; artonin E (2) 5,59 µg/mL; artonin O (3) 11,25 µg/mL; dan artoindonesianin L (4) < 0,01 µg/mL. Pembahasan mengenai penentuan struktur dari artonin E (2)4, artonin O (3)5, dan artoindonesianin L (4)6 telah dilaporkan sebelumnya. Artonin M (1). Senyawa (1) yang berbentuk kristal jarum dan berwarna kuning, t.l. 243-245°C, pada spektrum IR memperlihatkan adanya pita-pita serapan untuk gugus hidroksil pada bilangan gelombang 3568, 3472, dan 3412 cm-1, karbonil
63
Tati Suhartati, dkk...Artonin M, Turunan Flavon
terkelasi pada 1653, serta cincin benzena pada 1597, 1545, dan 1475 cm-1. Spektrum ultraviolet (UV) dari senyawa (1) sama seperti sikloartobilosanton4, yang mempunyai struktur parsial kerangka dihidro-1-oksaasinaften (furanodihidrobenzosan-ton) dalam molekulnya. Sinyal 1H- dan 13C-NMR senyawa (1) dapat dinyatakan secara rinci dengan bantuan spektrum NMR dua dimensi (2D), yaitu spektrum korelasi (COSY) proton homonuklir (1H-1H COSY), spektrum korelasi hetero-nuklir 1H-13C COSY kuantum rangkap (HMQC), dan spektrum korelasi heteronuklir jarak jauh (HMBC). Pada spektrum 1 H-NMR, terdapat sinyal-sinyal untuk dua proton aromatik pada δ 6,22 (1H, s), 6,41 (1H, s); untuk cincin 2,2-dimetilkromen pada δ 1,44 (6H, s); 5,68 (1H, d, J = 10 Hz), 6,66 (1H, d, J = 10 Hz); dan untuk 4-metilpent-3-enil pada δ 1,66; 1,69 ( masing-masing 3 H, s), 1,9; 2,20 (masing-masing 2H, m), 5,19 (1H, t, J = 7,3 dan 7 Hz). Selain itu terdapat pula satu sinyal untuk gugus metil pada δ 1,31 (3H, s) dan sinyal yang karakteristik untuk sistem ABX dari 2,2-disubstitusi dihidro-1oksaasenaften [δ 2,37 (1H, t, J = 15,3 Hz), 3,15 (1H, dd, J = 7 dan 15 Hz), 3,41 (1H, dd, J = 7 dan 15 Hz)]. Nilai geseran kimia dan konstanta kopling dari proton-proton sistem ABX ini sesuai dengan yang diperlihatkan oleh proton-proton 2,2dimetildihidro-1-oksaasenaften dari sikloartobilosanton, yang menyarankan bahwa senyawa (1) mempunyai bagian struktur yang sama dengan siklo-artobilosanton. Berdasarkan data 1H-NMR ini dapat disarankan bahwa senyawa (1) adalah artonin M. Kesimpulan ini didukung oleh data 13 C- NMR. Spektrum 13C-NMR dari senya-wa (1) memperlihatkan 30 sinyal karbon yang terpisah, sedangkan spektrum massa senyawa ini menunjukkan ion molekul M+ 502 yang sesuai dengan rumus molekul C30H30O7. Data ini memberi petunjuk bahwa molekul (1) mengandung satu gugus isoprenil dan satu gugus geranil sebagai substituen pada kerangka dasar flavon. Posisi relatif kedua substituen tersebut pada kerangka flavon ini selanjutnya dibuktikan dengan bantuan percobaan HMBC hasilnya dapat dilihat pada Gambar 1. Pada spektrum HMBC, proton metilen pada δ 3,15 (H-9) memperlihatkan korelasi jarak jauh dengan karbon karbonil pada δ 181,9 (C-4), δ162,6 (C-2), dan δ 133,4 (C-6’), sedangkan proton metin pada δ3, 3,41 (H-10) memperlihatkan korelasi jarak jauh dengan karbon pada δ 133,4 (C-6’), karbon metilen pada δ 42,7 (C-13), selanjutnya metilen pada δ 2,20 (H-13) memperlihatkan korelasi jarak jauh dengan karbon pada δ 125,0 (C-15). Data ini membuktikan adanya kerangka dihidro-benzosanton dan menunjukkan bahwa 4-metilpent-3-enil berada pada C-11. Adapun proton vinil pada δ 6,66 (H-19)
64
berkorelasi jarak jauh dengan karbon pada δ 160,2 (C-5), yang berarti bahwa gugus 2,2dimetilkromen terikat secara linier pada posisi C-6 dan C-7. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa senyawa (1) adalah artonin M. Data HMBC belum pernah dilaporkan untuk artonin M, dengan demikian percobaan ini melengkapi data NMR yang telah dilaporkan sebelumnya untuk artonin M. Selanjutnya, data spektroskopi di atas sama seperti yang dilaporkan untuk senyawa artonin M8, oleh karena itu dapat disarankan bahwa struktur senyawa ini sesuai dengan artonin M (1). Aktivitas biologi. Uji sitotoksisitas senyawasenyawa tersebut di atas terhadap benur udang Artemia salina menggunakan prosedur standar, menunjukkan hasil yang sangat menarik. Berdasarkan data yang dihasilkan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Aktivitas tertinggi ditunjukkan oleh artoindonesianin L (4) dengan LC50 < 0,01 µg/mL, sedangkan yang terendah artonin M (1) 140,3 µg/mL; artonin E (2) 5,59 µg/mL dan artonin O (3) 11,25 µg/mL menunjukkan aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan artonin M (1). Data ini menunjukkan bahwa terhadap benur udang A. salina adanya gugus prenil/geranil bebas pada C-3 dapat meningkatkan aktivitas dibandingkan bila gugus tersebut sudah meng-alami siklisasi dengan cincin B. Hubungan biogenesis. Ditemukannya senyawasenyawa tersebut di atas dalam A. rotunda menunjukkan adanya hubungan biogenesis di antara senyawa. Diperkirakan bahwa sebagai precursor dari keempat senyawa tersebut adalah 2’,4’,5’-trihidroksi flavon, yang meng-alami prenilasi/geranilasi pada C-3 dan C-6 atau C-8, lalu masing-masing gugus alkil mengalami siklisasi membentuk kerangka dihidrobenzosanton dan pirano γ,γ-dimetilalil pada artonin M (1) dan artonin O (3). Berdasarkan strukturnya, terbentuknya artonin M (1) berasal dari artoindonesianin L (4).
4. KESIMPULAN Dari kulit akar A. rotunda telah diisolasi empat senyawa turunan flavon, dua di antaranya mengandung gugus geranil pada posisi C-3. Berdasarkan pola biogenesisnya terbentuknya artonin M (1) berasal dari artoindonesian L (4) yang mengalami siklisasi gugus geranil. Adanya siklisasi gugus geranil membentuk kerangka dihidrobenzo-santon, menyebabkan turunnya nilai aktivitas sitotoksis pada uji menggunakan benur udang A. salina.
2005 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains Tek., Agustus 2005, Vol. 11, No. 2
H 3'
HO H 23 H3C H3C 22 20 H
8
O
OH
2' 8a
O
4' 5'
2
7
19
6
H
5 OH
4a
4 O
3
9 H H
10
O
H 11 12 H 13 H
H
H 14
H 15
18 CH3 16 CH3 17
Gambar 2. Beberapa korelasi HMBC yang penting dari artonin M (1)
UCAPAN TERIMA KASIH
4.
Penelitian ini sebagian didukung oleh DUE Project Universitas Lampung dan Hibah Tim Batch IV 1999-2001. Terima kasih disampaikan pula kepada pimpinan dan karyawan Herbarium Bogoriense, Bogor yang telah mengidentifikasi tumbuhan.
Suhartati, T., Achmad, S.A., Aimi, N., dan Hakim, E.H. 1999. J. Mat. Sains, , 4(2), 178184.
5.
Suhartati, T., Achmad, S.A., Aimi, N., Hakim, E.H. 1999, Proceeding Kimia Bahan Alam’99, Depok, 119-124.
6.
Suhartati, T., Achmad, S.A., Aimi, N., Hakim, E.H., Kitajima, M., Takayama, H., and Takeya, K. 2001, Fitoterapia, 72, 912-918.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Backer, C.A. and Van Den Brink R.C.B. 1965. Flora of Java, V. II, N.V.P. Noordhoff, Leyden.
7.
Meyer, B.N., Ferrigni, N.R., Put-nam, J.E., Jacobsen, L.B., Nichols, D.E., dan McLaughlin, J.L. 1982. Planta Med., 45, 31-34.
2.
Lemmens, R.H.M.J., Soerianegara, I. and Wong, W.C. (Ed). 1995. Plant Resources of South-East Asia 5, (2) Timber Trees: Minor Com-mercial Timbers, Bogor, 59-70.
8.
Hano, Y., Inami, R., dan Nomura, T. 1993. Heterocycles, 35(2), 1341-1350.
3.
Verheij, E.W.M. and Coronel, R.E. (Ed.). 1992. Plant Resources of South-East Asia 2, Edible Fruits and Nuts, Bogor, 80.
2005 FMIPA Universitas Lampung
65