HUBUNGAN USIA PEMBERIAN MP-ASI DAN USIA PENYAPIHAN DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 0 – 24 BULAN DI DESA KALIJAGA TIMUR KECAMATAN AIKMEL KABUPATEN LOMBOK TIMUR
ARTIKEL ILMIAH
Oleh Ulfa Syahriah Nim 060109a020
PROGRAM STUDI ILMU GIZI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN JULI, 2014
0
HUBUNGAN USIA PEMBERIAN MP - ASI DAN USIA PENYAPIHAN DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 0 – 24 BULAN DI DESA KALIJAGA TIMUR KECAMATAN AIKMEL KABUPATEN LOMBOK TIMUR Ulfa Syahriah*, Sugeng Maryanto*, Riva Mustika. A* ABSTRAK Latar Belakang : Pemberian Air Susu Ibu (ASI), makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan makanan sapihan yang tepat dan benar merupakan salah satu upaya prioritas dalam mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pemberian makanan selain ASI Eksklusif selama 6 bulan, serta memberikan MP-ASI dini dan penyapihan dini dapat mempengaruhi status gizi anak. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia pemberian MP-ASI dan usia penyapihan dengan status gizi anak usia 0 – 24 bulan Di Desa Kalijaga Timur Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur. Metode : Rancangan penelitian ini adalah studi analitik korelasi dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi sebanyak 131 anak dengan sampel sejumlah 60 anak anak usia 0 – 24 bulan Di Desa Kalijaga Timur Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur, yang diambil dengan teknik propotional random sampling. Pengumpulan data usia pemberian MP-ASI dan usia penyapihan menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan program SPSS. Analisis bivariat menggunakan uji korelasi kendall tau. Hasil : Anak dengan usia pemberian MP - ASI paling banyak dalam kategori dini yaitu 28 anak (46,7%). Analisis bivariat menunjukkan bahwa Ada hubungan antara usia pemberian makanan pendamping asi (MP-ASI) dengan status gizi (τ= 0,809, p= 0,001). Anak dengan usia penyapihan paling banyak dalam kategori dini yaitu 57 anak (95%). Analisis bivariat menunjukkan Tidak ada hubungan antara usia penyapihan dengan status gizi (τ = 0,272, p=0,085). Simpulan : Ada hubungan antara usia pemberian makanan pendamping asi (MP-ASI) dengan status gizi anak Kata kunci : MP-ASI, penyapihan, status gizi Kepustakaan : 43 (2000-2012)
*Program Studi Ilmu Gizi Stikes Ngudi Waluyo, E-mail:
[email protected] THE CORRELATION BETWEEN THE AGE OF GIVING COMPLEMENTARY FEEDING AND WEANING AGE WITH THE NUTRITIONAL STATUS OF 0-24 MONTH OLD CHILDREN AT EAST KALIJAGA VILLAGE AIKMEL SUBDISTRICT EAST LOMBOK REGENCY Ulfa Syahriah*, Sugeng Maryanto*, Riva Mustika. A*
1
ABSTRACT Background: Proper breastfeeding, complementary feeding and weaning food are the priority efforts to develop the quality of human resources. The additional food beside exclusive breastfeeding for 6 months, complementary feeding and early weaning may affect the nutritional status of children. Objective: This study aims to find the correlation between the age of giving complementary feeding and weaning age with the nutritional status of 0-24 month old children at East Kalijaga Village Aikmel Sub-district East Lombok Regency Method: This was an analytical correlative study with cross-sectional approach. The population in this study was 131 children while the samples were 0-24 months old children at East Kalijaga Village Aikmel Sub-district East Lombok Regency, sampled by using proportional random sampling technique. The data of the age of complementary feeding and weaning were collected by using questionnaires. The data analysis used the SPSS Program. The bivariate analysis used Kendall tau correlation test. Results: For the age of giving complementary feeding, the children were mostly in the early category who were 28 children (46,%). The bivariate analysis indicated that there was a correlation between the age of complementary feeding and nutritional status (τ = 0.809, p = 0.001). For the weaning age, the children were mostly in the early category who were 57 children (95%). The bivariate analysis indicated that there was no correlation between the weaning age and nutritional status (τ = 0.272, p = 0.085). Conclusion: There is a correlation between the age of giving complementary feeding and the nutritional status of children Keywords : Complementary feeding, Weaning, Nutritional status Bibliographies : 43 (2000-2012)
*Nutrition Science Study Program, Ngudi Waluyo School of Health, E-mail :
[email protected]
2
PENDAHULUAN Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat dan benar merupakan salah satu upaya prioritas dalam mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Upaya tersebut harus dilakukan secara maksimal agar semua bayi mendapatkan ASI Eksklusif (hanya ASI saja tanpa makanan tambahan cairan lainnya) sampai bayi berusia 6 bulan dan mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) mulai usia 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan hingga usia 2 tahun atau lebih. ASI merupakan makanan utama bayi yang bersifat alamiah yang diproduksi oleh ibu menyusui sekitar 800 cc air susu yang mengandung 600 Kkal (Kemenkes, 2010). Menurut WHO dan United Nations Children’s Fund (UNICEF), lebih dari 50 % kematian anak balita terkait dengan keadaan kurang gizi, dan dua pertiga diantara kematian tersebut terkait dengan praktik pemberian makan yang kurang tepat pada bayi dan anak, seperti pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang terlalu cepat atau terlambat diberikan. Keadaan ini akan membuat daya tahan tubuh lemah, sering sakit dan gagal tumbuh. Selain dari pemberian ASI Eksklusif usia 0 – 6 bulan dan makanan pendamping ASI dari usia 6 – 24 bulan, pada usia 2 tahun anak sudah mulai diberikan makanan padat atau makanan sapihan (Waryana, 2010). Penyapihan merupakan penghentian sama sekali balita dari menyusui. Proses penyapihan pada anak dipersiapkan secara berangsur-angsur sehingga pada waktunya, anak sudah siap dan sudah terbiasa dengan makanan tambahan selain ASI (Moehji, 2000). Salah satu faktor penyebab penyapihan pada anak oleh ibu adalah tidak adanya pusat informasi program ASI dan manajemen laktasi yang benar serta terlalu gencarnya promosi susu formula. Permulaan proses penyapihan merupakan permulaan
perubahan besar bagi balita dan ibunya (Roesli, 2000). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi status gizi anak berdasarkan Berat badan menurut umur (BB/U) pada tahun 2013 di indonesia sebesar 18,7% yang terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13% gizi kurang. Data status gizi anak dari hasil pemantauan status gizi (PSG) berdasarkan wilayah per kecamatan di Nusa Tenggara Barat (NTB) yaitu kecamatan Aikmel pada tahun 2008 terdapat gizi lebih 2,25 %, gizi baik 75,20 %, gizi kurang 19,85 %, dan gizi buruk 2,70 % . Lombok Timur merupakan salah satu kabupaten yang belum dapat mencapai target perbaikan gizi nasional, di mana prevalensi gizi kurang untuk anak bawah dua tahun adalah sebesar 25,5%. Salah satu penyebab tidak langsung dari kekurangan gizi adalah praktik pemberian makanan yang tidak tepat, yang terjadi pada tahun pertama kehidupan. Beberapa praktik pemberian makanan bayi masih belum optimal, di antaranya yaitu: pemberian ASI eksklusif, konsumsi makanan prelakteal (makanan yang diberikan kepada anak yang baru lahir), dan makanan “papah” (nasi yang diberikan kepada anak dari hasil kunyahan ibunya) masih banyak dijumpai di Lombok Timur. Pengenalan makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang terlalu dini dan kurangnya frekuensi makan serta makanan selingan dalam sehari juga masih sering ditemui. Kurang optimalnya praktek pemberian makanan pendamping ASI di Lombok Timur ini, bahkan belum banyak mengalami perubahan sejak hampir sepuluh tahun yang lalu. Berdasarkan hasil – hasil studi yang dilakukan sebelumnya, praktek pemberian makanan pada bayi yang tidak tepat masih belum banyak mengalami perubahan (Handayani dkk, 2011). Berdasarkan data balita dari puskesmas di Desa Kalijaga Timur bahwa jumlah anak berusia 0 – 24 bulan sebanyak 3
131 dengan status gizi lebih 2 anak (1.5%), gizi baik 109 anak (83.2%), gizi kurang 16 anak (12.2%), gizi buruk 4 anak (3.05%). Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut “Apakah ada hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) dan usia penyapihan dengan status gizi anak usia 0 – 24 bulan di Desa Kalijaga Timur Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur ?’’. Tujuan umum dalam penelitian ini adalah mengetahui hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) dan usia penyapihan dengan status gizi anak usia 0 – 24 bulan di Desa Kalijaga Timur Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur. Tujuan Khusus dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan usia pemberian MP-ASI pada anak usia 0 – 24 bulan di Desa Kalijaga Timur Kecamatan Aikmel, mendeskripsikan usia penyapihan pada anak usia 0 – 24 bulan di Desa Kalijaga ,Timur Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur, mendeskripsikan status gizi pada anak usia 0 – 24 bulan di Desa Kalijaga Timur Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur, menganalisis hubungan usia pemberian makanan pendampingASI (MP-ASI) dengan status gizi anak usia 0 – 24 bulan di Desa Kalijaga Timur Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur, dan menganalisis hubungan usia penyapihan dengan status gizi anak usia 0 – 24 bulan di Desa Kalijaga Timur Kecamatan Aikmel Lombok Timur. Manfaat penelitian ini adalah bagi peniliti yaitu menambah wawasan dan pengetahuan tentang studi usia pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan usia penyapihan terhadap status gizi anak usia 0 – 24 bulan di Desa Kalijaga Kecamatan Aikmel Lombok Timur. Bagi institusi, dapat menambah referensi bagi perpustakaan dan menjadi data awal bagi
penelitian selanjutnya. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat tentang pentingnya usia yang tepat untuk pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) serta sebagai informasi dan bahan masukan mengenai masalah yang dapat timbul bila penyapihan dilakukan secara dini atau kurang dari usia 2 tahun. METODE PENELITIAN Desain dalam penelitian ini adalah studi analitik korelasi yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau sekelompok subjek untuk dilihat apakah ada hubungan antara variabel bebas dan terikat. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross Sectional yaitu mengukur variabel-variabel penelitian dalam waktu yang sama. Tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Propotional Random Sampling. Adapun kriteria inklusi dalam pengambilan sampel penelitian ini adalah Anak usia 0 – 24 bulan, Responden yang komunikatif dan bersedia untuk diwawancara, dan Anak dan ibu yang datang ke posyandu. Dan kriteria eksklusi yaitu anak yang sedang menderita penyakit infeksi misalnya : ISPA (infeksi saluran pernapasan akut), TB (penyakit tuberkulosis), diare dan demam disaat posyandu. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat dan bivariat menggunakan program SPSS. Analisis univariat pada penelitian ini adalah usia pemberian makanan pendamping ASI (MPASI), usia penyapihan dan status gizi anak, yang kemudian nantinya akan dimasukkan ke dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisis bivariat yang dilakukan menggunakan hubungan atau koefisien korelasi antar variabel bebas (usia pemberian MP-ASI dan usia penyapihan) dan variabel terikat (status gizi anak). Uji hipotesis menggunakan uji statistik korelasi kendall tau (τ). 4
Berdasarkan tabel 2. diatas, dari 60 responden ibu yang memiliki anak usia 0-24 bulan menunjukkan bahwa sebagian besar usia penyapihan termasuk dalam kategori dini sebanyak (95%), dan sisanya usia penyapihan dalam kategori tepat sebanyak (5%).
HASIL PENELITIAN Tabel 1.Distribusi Frekuensi usia pemberian MP-ASI pada anak usia 0-24 bulan di Desa Kalijaga Timur Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur. Usia pemberian Persentase Jumlah MP-ASI (%) Dini 28 46,7 Tepat 11 18,3 Lambat 21 35,0 Total 60 100
Tabel 3. Distribusi frekuensi status gizi pada anak usia 0-24 bulan di Desa Kalijaga Timur Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur. Status gizi Jumlah Persentase anak (%) Lebih 2 3,3 Baik 30 50,0 Kurang 28 46,7 Total 60 100
Berdasarkan tabel 1. diatas dapat diketahui bahwa dari 60 responden ibu yang memiliki anak usia 0-24 bulan dengan usia pemberian MP-ASI paling banyak dalam kategori dini yaitu sebanyak 28 anak (46,7%) sisanya dalam kategori tepat sebanyak 11 anak (18,3%) dan lambat sebanyak 21 anak (35%)
Berdasarkan tabel 3. diatas dapat diketahui bahwa dari 60 responden ibu yang memiliki anak usia 0-24 bulan, Status gizi anak paling banyak dengan kategori status gizi baik yaitu 30 anak (50%) sisanya dalam kategori status gizi kurang sebanyak 28 anak (46,7%) dan dalam kategori status gizi lebih sebanyak 2 anak (3,3%).
Tabel 2. Distribusi frekuensi usia penyapihan pada anak usia 0-24 bulan di Desa Kalijaga Timur Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur. Persentase Usia penyapihan Jumlah (%) Dini ( < 24 bln) 57 95,0 Tepat (24 bln) 3 5,0 Lambat (> 24 bln) Total 60 100
Tabel 4. Hubungan antara usia pemberian makanan pendamping asi (MP-ASI) dengan status gizi pada anak usia 0 – 24 bulan di Desa Kalijaga Timur Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur Usia pemberian MP-ASI Dini Tepat Lambat Total
Kurang n 26 2 0 28
% 92,9 18,2 0 46,7
Status gizi Baik n 2 9 19 30
% 7,1 81,8 90,5 50
Lebih n 0 0 2 2
% 0 0 9,5 3,3
Total n 28 11 21 60
% 100 100 100 100
τ
p-value
0,809
0,001
5
Berdasarkan tabel 4. Hasil uji Kendall Tau didapat nilai korelasi τ = 0,809 dimana τ merupakan nilai koefisien Kendall Tau yang besarnya (-1<0<1) dengan p-value 0,001. Oleh karena p-value = 0,001 kurang dari 0,05 (p<0,05) maka dapat diinterpretasikan ada hubungan antara usia pemberian makanan pendamping ASI (MP-
ASI) dengan status gizi pada anak usia 0 – 24 bulan di Desa Kalijaga Timur Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur. Hubungan ini menunjukkan kekuatan hubungan sangat kuat, artinya semakin dini usia pemberian makanan pendamping asi (MP-ASI) maka status gizi anak semakin kurang.
Tabel 5. Hubungan antara usia penyapihan dengan status gizi pada anak usia 0 – 24 bulan di Desa Kalijaga Timur Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur. Status gizi Total Usia p-value τ Kurang Baik Lebih penyapihan n % n % n % n % Dini 28 49,1 28 49,1 1 1,8 57 100 0,272 0,085 Tepat 0 0 2 66,7 1 33,3 3 100 Total 28 46,7 30 50 2 3,3 60 100 Banyak ibu yang khawatir anaknya Berdasarkan tabel 5. Hasil uji kelaparan saat anak terus menerus menyusu, kendall Tau didapat nilai korelasi τ = 0,272 padahal bisa saja anak sedang dalam tahap dimana τ merupakan nilai koefisien Kendall Grow Spurt (percepatan pertumbuhan) yang Tau yang besarnya (-1<0<1) dengan pnormal terjadi antara usia 0-6 bulan, serta value 0,085. Oleh karena p-value = 0,085 menunjukkan ketertarikan akan makanan. lebih dari 0,05 (p > 0,05) maka dapat Padahal kesiapan anak untuk menerima MPdiinterpretasikan tidak ada hubungan antara ASI tergantung dari kematangan sistem usia penyapihan dengan status gizi pada pencernaan anak dan perkembangan anak anak usia 0 – 24 bulan di Desa Kalijaga lainnya. (WHO, 2003). Dalam kenyataannya Timur Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur. pemberian MP-ASI yang terlalu dini terhadap bayi sering ditemukan dalam PEMBAHASAN kehidupan masyarakat Indonesia, seperti pemberian makanan berupa pisang, madu, Usia Pemberian Makanan Pendamping air tajin, air gula, susu formula dan makanan ASI (MP-ASI) lain sebelum bayi berumur 4 atau 6 bulan Berdasarkan hasil penelitian (Azrul, 2003). mengenai usia pemberian MP-ASI anak usia 0 – 24 bahwa sebagian besar termasuk Pada penelitian ini, sampel yang usia dalam kategori dini yaitu sebanyak 28 anak pemberian MP-ASI dalam kategori tepat (46,7%). Dari hasil wawancara dengan sebanyak 11 anak (18,3%). Berdasarkan dari responden didapatkan bahwa masih banyak hasil wawancara dengan responden terdapat ibu yang memberikan MP-ASI dini menyatakan anaknya diberikan ASI dikarenakan menurut ibu jumlah ASI yang eksklusif dikarenakan adanya dukungan dari dihasilkan kurang sehingga anak tidak bisa keluarga dan mendapat informasi dari kenyang hanya dengan mengkonsumsi ASI tenaga kesehatan menagenai pemberian ASI saja. Selain itu alasan ibu memberikan MPdiberikan sampai anak berusia 6 bulan dan ASI dini karena anak sering rewel yang keunggulan dari ASI eksklusif tersebut . dianggap karena anak masih lapar. 6
Menurut Global Strategy on Infant & Young Child Feeding, pemberian makanan yang tepat adalah menyusui anak sesegera mungkin setelah lahir inisiasi menyusui dini (IMD), memberikan ASI eksklusif sampai usia 6 bulan, dilanjutkan pemberian MP-ASI yang tepat dan mencukupi sejak usia 6 bulan, dan melanjutkan pemberian ASI sampai usia 2 tahun atau lebih. Pemberian makanan yang tepat serta optimal sangatlah penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak sejak usia 0 hingga 2 tahun (Yunisa, 2010). Usia Penyapihan Berdasarkan hasil penelitian mengenai usia penyapihan anak 0 – 24 bahwa sebagian besar dalam kategori dini sebanyak (95%). Hasil wawancara dengan responden didapatkan informasi bahwa alasan dilakukannya penyapihan dini agar anak bertambah gemuk dan cepat besar, selain itu beberapa dari pengakuan responden, belum mendapatkan informasi mengenai usia yang tepat untuk menyapih anak sehingga sebagian besar responden menyapih anaknya dibawah usia 24 bulan atau dibawah usia 2 tahun. Menurut Roesli (2000) salah satu factor penyebab penyapihan pada anak oleh ibu adalah tidak adanya pusat informasi program asi dan manajemen laktasi yang benar serta terlalu gencarnya promosi susu formula. Permulaan proses penyapihan merupakan permulaan perubahan besar bagi balita dan ibunya. Dari beberapa penelitian yang dilakukan beberapa negara termasuk indonesia terlihat adanya kecenderungan para ibu untuk menyapih bayinya lebih awal, yaitu pada usia kurang dari 12 bulan. Kebiasaan ini mulanya hanya terbatas pada kelompok ibu yang berpenghasilan cukup terutama di kota, akan tetapi kebiasaan menyapih lebih awal menyebar juga ke desa-desa.
Status Gizi Anak Berdasarkan hasil penelitian mengenai status gizi anak bahwa ada 30 anak (50 %) dengan status gizi baik dan 28 anak (46,7%) dengan status gizi kurang. Artinya jumlah anak yang tergolong gizi kurang, lebih sedikit dibandingkan jumlah anak dengan gizi baik. Walaupun demikian, hal ini harus diperhatikan mengingat terjadinya kejadian gizi kurang dapat berlanjut menjadi gizi buruk jika tidak ditanggulangi dengan cepat, dan hal ini dapat mempengaruhi kualitas pada generasi selanjutnya. Masih adanya anak yang memiliki status gizi kurang karena berdasarkan informasi yang didapat dari para kader posyandu, penanggulangan kejadian gizi kurang di Desa Kalijaga Timur masih kurang menjadi perhatian utama dalam program gizi dinas kesehatan. Pemerintah daerah setempat hanya memberikan alokasi dana untuk PMT (pemberian makanan tambahan) bagi anak yang mengalami gizi buruk yang kemudian dana itu diberikan kepada kader untuk membuat PMT tersebut. Sementara untuk kasus gizi kurangnya tidak ada perhatian khusus yang diberikan oleh dinas terkait, padahal jika gizi kurang tersebut tidak ditanggulangi akan memunculkan masalah baru seperti kasus gizi buruk. Pemberian PMT (pemberian makanan tambahan) diberikan dalam upaya pemenuhan kebutuhan zat gizi dari yang telah di konsumsi, sehingga asupan zat gizi mencapai batas optimal sesuai umur. Suplemen yang diberikan hendaknya setelah melalui perhitungan yang tepat dan sebaiknya menggunakan bahan lokal, hal ini dimaksudkan agar PMT yang diberikan tidak mendapat penolakan dari subjek (Bappenas, 2012).
7
Hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dengan status gizi pada anak usia 0 – 24 bulan di Desa Kalijaga Timur Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur Berdasarkan uji Kendall Tau (τ) didapat nilai korelasi τ = 0,809 dimana τ merupakan nilai koefisien Kendall Tau (τ) yang besarnya (-1<0<1) dengan p-value 0,001. Oleh karena p-value = 0,001 kurang dari 0,05 (p < 0,05) maka dapat diinterpretasikan ada hubungan antara usia pemberian makanan pendamping asi (MPASI) dengan status gizi pada anak usia 0 – 24 bulan di Desa Kalijaga Timur Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur. Hubungan ini menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan hubungan sangat kuat. Faktor-faktor yang mempengaruhi ibu memberikan MP-ASI secara dini diantaranya yaitu rasa takut bahwa ASI yang mereka hasilkan tidak cukup dan kualitasnya buruk, kebiasaan yang keliru bahwa anak memerlukan cairan tambahan dan dukungan yang kurang dari pelayanan kesehatan. Hasil riset menunjukkan bahwa anak yang mendapatkan MP-ASI sebelum usia 6 lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk pilek, dan panas (Donna, 2008). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rohmani (2010) menunjukkan tingkat keeratan hubungan antara usia pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dengan status gizi pada indek BB/U danTB/U mempunyai arah hubungan yang positif meskipun dengan koefisien korelasi lemah. Artinya semakin dini usia pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) status gizi anak semakin kurang atau buruk. Hal ini mungkin dikarenakan jumlah makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang diberikan pada usia dini sukar untuk dihitung seberapa besar kemampuan makanan pendamping ASI (MP-ASI) untuk memenuhi kebutuhan gizi anak.
Hubungan usia penyapihan dengan status gizi pada anak usia 0 – 24 bulan di Desa Kalijaga Timur Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur. Berdasarkan uji Kendall Tau (τ) didapat nilai korelasi τ = 0,272 dimana τ merupakan nilai koefisien Kendall Tau (τ) yang besarnya (-1<0<1) dengan p-value 0,085. Oleh karena p-value = 0,085 lebih dari 0,05 (p>0,05) maka dapat diinterpretasikan tidak ada hubungan antara usia penyapihan dengan status gizi pada anak usia 0 – 24 bulan di Desa Kalijaga Timur Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur, dengan kekuatan hubungan lemah. WHO (World HealthOrganization) merekomendasikan, penyapihan dilakukan setelah anak berusia 2 tahun. Pada usia ini, anak sudah mempunyai pondasi yang kuat bagi perkembangan selanjutnya. Selama pada masa penyapihan, makanan bayi berubah yang awalnya dari ASI saja kemakanan yang lazim dihidangkan oleh keluarga, sementara air susu diberikan hanya sebagai makanan tambahan (Arisman, 2006). Penyapihan dini mengakibatkan anak kehilangan makanan terbaiknya dan zat protektif, dimana ASI melalui antibodi Sig A dapat melindungi bayi dari kuman Haemophilus Influenzae yang terdapat pada mulut dan hidung, serta menurunkan risiko terkena infeksi (Wright, 2004). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Menalu (2008) yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pola penyapihan dengan status gizi anak. Keadaan ini mungkin disebabkan karena yang diteliti sehubungan dengan pola penyapihan adalah cara dan umur penyapihan, tanpa melihat makanan sapihan yang diberikan baik jenis maupun kualitasnya.
8
SIMPULAN Berdasarkan hasil dari penelitian Hubungan Usia Pemberian Makanan Pendamping Asi (MP-ASI) Dan Usia Penyapihan Dengan Status Gizi Anak Usia 0 – 24 Bulan Di Desa Kalijaga Timur Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Usia pemberian MP-ASI paling banyak dalam kategori dini yaitu sebanyak 28 anak (46,7% ). 2. Usia penyapihan paling banyak dalam kategori dini yaitu 57 anak (95%). 3. Status gizi anak paling banyak dengan kategori status gizi baik yaitu 30 anak (50%). 4. Ada hubungan antara usia pemberian makanan pendamping asi (MP-ASI) dengan status gizi pada anak. 5. Tidak ada hubungan antara usia penyapihan dengan status gizi pada anak. SARAN 1. Bagi puskesmas Petugas kesehatan hendaknya lebih meningkatkan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan status gizi anak dan program MP-ASI seperti memanfaatkan bahan pangan lokal serta meningkatkan pengetahuan kader mengenai manfaat dan pentingnya pemberian ASI Eksklusif, usia yang tepat dalam memberikan MP-ASI dan makanan sapihan pada anak, agar bisa memberikan penyuluhan serta lebih mengoptimalkan meja ke 4 dan meja ke 5 dalam posyandu. 2. Bagi peneliti selanjutnya Penelitian ini hanya meneliti hubungan usia pemberian MP-ASI dan usia penyapihan dengan status gizi anak. Untuk peneliti selanjutnya yang berminat mengangkat tema yang sama, diharapkan dapat mempertimbangkan variabel-variabel lain yang juga mempengaruhi status gizi anak seperti pola asuh ibu, tingkat
pengetahuan, ekonomi.
pendidikan
dan
keadaan
DAFTAR PUSTAKA 1. Arisman. 2006. Gizi Dalam Daur Kehidupan. EGC. Jakarta 2. Azrul. 2003. Manajemen Laktasi. Depkes RI. Jakaarta 3. Depkes RI. 2003. Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis. Jakarta : Depkes RI 4. Depkes RI. 2006. PedomanUmum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Lokal. Depkes RI : Bakti Husada 5. Donna L. Wong. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC. 6. Handayani U, dkk. 2011. Unforable infant feeding practices in east Lombok. Panel Gizi Makan 2011, 34 (I): 75-85 7. Kemenkes RI. 2010. Strategi Peningkatan Makanan Bayi Dan Anak (PMBA). Jakarta: Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat 8. Menalu, A. 2008. Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silma PunggaPungga Kabupaten Dairi. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan 9. Moehji, S. 2000. Pemeliharaan Gizi Bayi Dan Balita. Jakarta: Bharata Karya Aksara 10. Muchtadi, D. 2002. Gizi Untuk Bayi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan 11. Roesli. 2000. Mengenal Asi Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya 12. Rohmani, A. 2010. Pemberian Makanan Pendamping Asi Pada Anak Usia 1-2 Tahun Di Kelurahan Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang. Prosding Seminar Nasional UNIMUS. Universitas Muhammadiyah Semarang. http:// jurnal.unimus.ac.id
9
13. WHO. 2003. Nutrient Adequacy of Exclusive Breatfeeding for The term infant During the First Six Months of Life. Geneva 14. Waryana. 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihama 15. Yunisa. 2010. Keajaiban ASI Makanan Terbaik Untuk Kesehatan Kecerdasan dan Kelincahan Si Kecil. Yogyakarta: CV Andi Offset
10