IMPLEMENTASI UNDANG – UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU – PULAU KECIL DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI JORONG MANDIANGIN KABUPATEN PASAMAN BARAT PROVINSI SUMATERA BARAT
ARTIKEL
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Disusun Oleh, BANGGA IWANTARA 0610012111007
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2015
No. Reg : 04/Skrip/HTN/II – 2015
Implementasi Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau – Pulau Kecil Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Jorong Mandiangin Kabupaten Pasaman Barat Provinsi Sumatera Barat Bangga Iwantara1, Nurbeti1, Suamperi1 1 Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Email:
[email protected] ABSTRACT In an effart to implement all aspects of planning, utilization, monitoring and control of marine resource, and reduce damage in coastal areas due to exploitation in the sectoral management, the law of Republic of Indonesian Number 27 Year 2007 on Management of Coastal Area and Small Island is formulated as the legal basis of coastal management in Indonesian. Based on this backround, the formulation of the problem to be discussed include : (1) How doas participation of public at Jorong Mandiangin in mangrove ecosystem management based on the Law of Republic of Indonesian Number 27 Year 2007 on Management of Coastal Area dan Small Island?, (2) What the problem were found on mangrove ecosystem management at Jorong Mandiangin?, and (3) What were the efforts made by local government of West Pasaman Regency in overcome the problems of mangrove ecosystem management at Jorong Mandiangin?. This research used a sociological juridical law that is studies using primary data and suppress the practice in the field to be associated with the prevailing legislation. This research was descriptive that provides an overview of the issue examined. Source of data obtained through interview, observation, and study of literature and legislation. Data were aralyzed qualitatively that was by making systematic description of the data obtained in the field. The result showed the success of public participation in the management of mangrove ecosystem at Jorong Mandiangin is in giving right and obligation to the public on the agreement of all parties, as well as the authority of the District Government/city in determining coastal area of Jorong Mandiangin as an optimal area of mangrove ecosystem management and sustainable at West Pasaman Regency supported by the regional regulation and or homeland regulation in the management of mangrove ecosystem. Keywords : Management, Mangrove, Jorong Mandiangin.
menetapkan Undang – Undang Republik
I. Latar Belakang Dalam
pencapaian
konsep
pembangunan daerah untuk mengurangi ancaman terhadap kelangsungan kawasan pesisir dan laut, Pemerintah Indonesia
Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang pada prinsipnya memberikan otonomi kewenangan yang sangat
luas
pada
(Kabupaten/Kota
Pemerintah
dan
Provinsi)
Daerah dalam 1
mengurus dan mengelola berbagai sektor
lepas
dan/atau
pembangunan yang sebelumnya banyak
kepulauan.
ke
arah
perairan
dikerjakan oleh Pemerintah Pusat. Hal yang
4. Apabila wilayah laut antar dua Daerah
dimaksud sesuai dengan ketentuan Pasal 27
provinsi kurang dari 24 (dua puluh
Undang – Undang Republik Indonesia
empat)
Nomor
tentang
mengelola sumber daya alam di laut
mengenai
dibagi sama jarak atau diukur sesuai
Kewenangan Daerah Provinsi di Laut, yang
dengan prinsip garis tengah dari wilayah
menyatakan :
antara dua Daerah provinsi tersebut.
23
Tahun
Pemerintahan
2014
Daerah
mil,
kewenangan
untuk
1. Daerah provinsi diberi kewenangan
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
untuk mengelola sumber daya alam di
ayat (3) dan ayat (4) tidak berlaku
laut yang ada di wilayahnya.
terhadap penangkapan ikan oleh nelayan
2. Kewenangan daerah provinsi
untuk
mengelola sumber daya alam di laut
kecil. Mengingat adanya kecenderungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kerusakan
meliputi :
eksploitasi
a. Eksplorasi,eksploitasi,
di
wilayah yang
pesisir
dilakukan
akibat dalam
konservasi
pengelolaan yang secara sektoral, maka
dan pengelolaan kekayaan laut di
disusunlah suatu Peraturan Perundang –
luar minyak dan gas bumi;
undangan dalam pengelolaan wilayah pesisir
b. Pengaturan admistratif;
yaitu Undang – Undang Republik Indonesia
c. Pengaturan tata ruang;
Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
d. Ikut
serta
dalam
memelihara
keamanan di laut, dan e. Ikut serta dalam mempertahankan kedaulatan negara.
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang bertujuan
untuk
setingkat
undang
menyiapkan –
undang
peraturan mengenai
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau –
3. Kewenangan Daerah Provinsi untuk
pulau kecil khususnya yang menyangkut
mengelola sumber daya alam di laut
perencanaan, pemanfaatan, hak dan akses
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
masyarakat, penanganan konflik, konservasi,
paling jauh 12 (dua belas) mil laut
mitigasi
diukur dari garis pantai ke arah laut
rehabilitasi
bencana,
reklamasi
kerusakan
pesisir
pantai, dalam
2
membangun sinergi dan saling memperkuat
merupakan
suatu
antar lembaga di pusat maupun di daerah.
komponen
daratan
Pengelolaan pulau – pulau kecil
sistem dan
gabungan
akuatik
yang
merangkumi tumbuhan dan hewan.
merupakan arah kebijakan baru di bidang
Peranan mangrove dalam menunjang
kelautan, dikarenakan kawasan pulau –
kegiatan perikanan pantai dapat disarikan
pulau kecil menyediakan sumberdaya alam
dalam 2 (dua) hal, yaitu : Pertama,
yang produktif baik sebagai sumber pangan
mangrove berperan penting dalam siklus
dari kekayaan ekosistem mangrove, padang
hidup berbagai jenis ikan, udang, dan
lamun dan terumbu karang beserta biota
moluska
yang hidup didalamnya
menyediakan perlindungan dan makanan
karena
lingkungan
mangrove
sangat
berupa bahan – bahan organik yang masuk
berperan bagi sumberdaya ikan di kawasan
kedalam rantai makanan. Kedua, mangrove
tersebut maupun bagi masyarakat sekitarnya
merupakan pemasok bahan organik sehingga
yang berfungsi sebagai tempat mencari
dapat
makan bagi ikan, tempat memijah, tempat
organisme
berkembangbiak
sekitarnya.
.Ekosistem
mangrove
dan
sebagai
tempat
memelihara anak. serta sebagai penahan
menyediakan yang
Fungsi
makanan
hidup
dan
pada
manfaat
untuk perairan
mangrove
abrasi yang disebabkan oleh ombak dan
meliputi : 1) Fungsi fisik, berfungsi menjaga
gelombang.
garis pantai agar tetap stabil, melindungi
Komunitas vegetasi ini umumnya
pantai dari gempuran ombak sehingga tidak
tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal
terjadi abrasi, penyangga merembesnya air
yang cukup mendapat aliran air, dan
laut ke wilayah daratan (intrusi) dan sebagai
terlindung dari gelombang besar dan arus
filter atau perangkap bahan pencemar dan
pasang – surut yang kuat. Karena itu hutan
sedimen yang berasal dari daratan dan
mangrove banyak ditemukan di pantai –
masuk ke laut, 2) Fungsi biologis, berfungsi
pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta
sebagai tempat
dan
terlindung.
asuhan ikan, udang, kepiting, kerang dan
hutan mangrove merupakan
biota perairan lain serta bermanfaat bagi
komunitas yang dapat hidup di dalam
beberapa jenis burung dan tanaman anggrek,
kawasan yang lembab dan berlumpur seperti
dan 3) Fungsi ekonomis, berfungsi sebagai
dipengaruhi oleh pasang surut air laut, serta
sumber bahan bakar, bahan bangunan,
daerah
Komunitas
pantai
yang
bertelur,
memijah dan
3
perikanan, pertanian, tekstil, makanan, obat
tersebut meliputi; (1) Rehabilitasi mangrove
– obatan, minuman, bahan kertas, bahan
Kabupaten
Pasaman
pembuat kapal kayu, wisata alam dan
melakukan
penanaman
sebagainya.
mangrove jenis R. apiculata tahun 2007, (2)
Secara
garis
obyek
Barat
dengan
10.000
batang
pengaturan
Pelatihan konservasi ekosistem mangrove
Undang – Undang Republik Indonesia
dan silvofishery Kabupaten Pasaman Barat
Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
melalui pembesaran kepiting bakau (Scylla
Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil di
serrata) dan penanaman mangrove 3.500
fokuskan pada penanganan pihak terkait
batang jenis R. apiculata tahun 2007, dan
dalam pengelolaan wilayah pesisir yang
(3) Program rehabilitasi dan pemulihan
rentan untuk kepentingan ekonomi secara
cadangan
lestari,
penanaman
penyeimbangan
sumberdaya
pesisir
pemanfaatan
dengan
kebutuhan
konservasi, penanganan wilayah pesisir
sumberdaya
alam
mangrove
di
melalui Kabupaten
Pasaman Barat sebanyak 10.000 batang jenis R. apiculata tahun 2009.
yang telah mengalami kerusakan, peran
Dengan di undangkannya Undang –
pemerintah, swasta dan masyarakat dalam
Undang Republik Indonesia Nomor 27
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau –
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
pulau kecil sehingga terjamin pengelolaan
Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil tersebut,
wilayah pesisir yang baik, dan perlindungan
maka
hak – hak serta akses masyarakat terhadap
Pasaman Barat berupaya untuk menerapkan
sumber daya pesisir yang telah dikelola.
ketentuan
Dalam
rangka
mempertahankan
keberadaan
usaha ekosistem
Jorong
Mandiangin
nasional
Kabupaten
tersebut
dalam
mengembangkan kawasan pesisir yang di fokuskan
pada
pengelolaan
mangrove yang ada di Jorong Mandiangin
Dikarenakan
Kabupaten
Jorong Mandiangin khususnya dan Pasaman
Pasaman
Barat
Provinsi
keberadaan
mangrove.
umumnya
telah
mangrove
di
Sumatera Barat melalui Dinas Kelautan dan
Barat
Perikanan Provinsi Sumatera Barat telah
konstribusi
melakukan beberapa kegiatan bekerjasama
Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat,
dengan Pusat Studi Pesisir dan Kelautan
dan Samudera Hindia.
kesuburan
memberikan perairan
laut
Universitas Bung Hatta yang didukung partisipasi masyarakat setempat. Kegiatan 4
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup
II. Metode Penelitian Beberapa hal yang menjadi bagian
(BPLH) Kabupaten Pasaman Barat, Wali
dari metode dalam penelitian ini adalah
Nagari
Katiagan,
Kepala
sebagai berikut :
Mandiangin,
Jenis Penelitian
Mandiangin dan Ketua II Kelompok
Penghulu Adat
Jorong Jorong
Penulis memakai jenis penelitian
Pengelolaan Hutan Nagari Katiagan.
yuridis sosiologis, yaitu penelitian yang
Serta melakukan pengamatan secara
memakai data primer yang menekankan
langsung
pada praktek dilapangan untuk dikaitkan
Kecamatan Kinali Kabupaten Pasaman
dengan
Barat.
aspek
hukum
perundang
–
berkenaan
dengan
undangan
atau
peraturan
yang
berlaku,
–
pokok
pokok
permasalahan yang dibahas. Penelitian
ke
jorong
Mandiangin
2) Data Sekunder Data
sekunder
merupakan
data
penunjang atau data yang mendukung
yuridis
sosiologis
untuk memperkuat data primer, berupa
digunakan karena dalam penelitian ini
dokumen – dokumen yang berkaitan
penulis ingin meninjau seefektif mana
dengan pengelolaan ekosistem mangrove
penerapan Undang – Undang Republik
di Jorong Mandiangin. Selain itu penulis
Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang
juga menggunakan data sekunder yang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau –
berupa bahan – bahan hukum, yang
Pulau Kecil dalam pengelolaan ekosistem
terdiri :
mangrove di Jorong Mandiangin.
a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan
Sumber Data Dalam
penelitian
ini
penulis
bahan penelitian yang berasal dari
menggunakan dua (2) sumber data, yaitu:
peraturan perundang-undangan dan
1) Data Primer
bahan
–
bahan
hukum
yang
yang
mengikat, seperti : Undang – Undang
diperoleh langsung dari lapangan (field
Dasar Negara Republik Indonesia
research), yaitu melalui hasil wawancara
Tahun 1945, Undang – Undang
dengan Dinas Kelautan dan Perikanan
Negara Republik Indonesia Nomor
Kabupaten
Dinas
26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Kehutanan Kabupaten Pasaman Barat,
Ruang, Undang – Undang Republik
Data
Primer
adalah
Pasaman
data
Barat,
5
Indonesia Nomor 27 Tahun 2007
yang berwenang dan instansi-instansi
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
yang terkait, seperti Dinas Kelautan dan
dan Pulau – Pulau Kecil, Undang –
Perikanan Kabupaten Pasaman Barat,
Undang Republik Indonesia Nomor
Dinas Kehutanan Kabupaten Pasaman
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Barat, Badan Pengelolaan Lingkungan
Daerah, Keputusan Mentri Kelautan
Hidup
Dan
Nomor:
Pasaman Barat, Wali Nagari Katiagan,
Tentang
Kepala Jorong Mandiangin, Penghulu
Perencanaan
Adat Jorong Mandiangin serta Ketua II
Perikanan
Kep.10/MEN/2002 Pedoman
Umum
Daerah
Pengelolaan Pesisir Terpadu, dan
Kelompok
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera
Katiagan.
Barat Nomor 2 Tahun 2010 Tentang
2) Pengamatan
Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau – Pulau Kecil. b. Bahan Hukum Sekunder
Pengelola
Pengamatan pelengkap
(BPLH)
Kabupaten
Hutan
Nagari
merupakan
pengumpulan
sarana
data
pada
wawancara dalam suatu penelitian yang
Merupakan bahan penelitian yang
bertujuan
erat hubungannya dengan bahan
perihal
hukum primer dan dapat membantu
prosesnya, serta untuk mendapatkan
penulis dalam menganalisis
dasar bagi perumusan masalah yang
serta
untuk perilaku
mendapatkan nyata
data
didalam
memahami peaturan perundang –
tidak
undangan, seperti: Buku – buku,
sekaligus memberikan ruang lingkup
Artikel, Makalah, dan bahan – bahan
tertentu bagi perumusan penelitian.
lainnya.
dalam
teori
dan
3) Studi Kepustakaan Studi kepustakaan merupakan suatu
Teknik Pengumpulan Data Teknik
ditemukan
pengumpulan
yang
teknik pengumpulan data dengan cara
penulis gunakan dalam penelitian ini adalah:
mengumpulkan dokumen – dokumen
1) Wawancara
yang
Wawancara
adalah
data
berkaitan dengan pembahasan
teknik
penelitian.
pengumpulan data yang digunakan untuk
Analisis Data
mendapatkan keterangan – keterangan
Metode analisis data yang penulis
lisan melalui tanya jawab kepada pihak
gunakan adalah analisis kualitatif, yaitu 6
dengan cara membuat penggambaran secara
200 – 320 C, kelembaban udara mencapai
sistematis dan faktual mengenai data – data
88% – 99%.
yang diperoleh di lapangan, data tersebut bukan berbentuk angka atau data statistik.
Sumberdaya pesisir dan laut Jorong Mandiangin meliputi perikanan, perairan estuaria, hutan mangrove, pantai, pulau –
III. Hasil Penelitian dan Pembahasan. Kondisi Jorong Mandiangin Kondisi
umum
pulau sangat kecil dan jasa lingkungan. Ruang pesisir Jorong Mandiangin juga dapat
wilayah
Jorong
Mandiangin secara geografis terletak pada posisi 000 06’33,516” LU sampai dengan 000 6’44,688” LU dan 990 45’49,476” BT
dimanfaatkan perikanan
Kecamatan Sasak Ranah Pasisie, Bt. Ampu, Pd. Luar, Pd. Belimbing dan Simpang Tigo. Sebelah Selatan berbatasan dengan Jorong Katiagan, Banda Bakali, Langkok, Subang2, dan
Bungo
Pasang.
Sebelah
Timur
berbatasan dengan Nagari Kinali, Pasie Tinggi, Tambau, Kapala Padang dan Bungo Pasang. Sebelah Barat berbatasan langsung dengan Selat Mentawai/Samudera Hindia. Ditinjau dari keadaan topografi dan kemiringan
lahannya,
kawasan
Jorong
Mandiangin telah dijadikan sebagai kawasan konservasi terutama konservasi vegetasi mangrove
dan
estuaria
dikarenakan
meteorologi Jorong Mandiangin tidak jauh berbeda dengan Kecamatan Kinali yang pada umumnya suhu udara berkisar antara
terutama
basis
kegiatan
perikanan
tangkap,
pengolahan ikan, dan perdagangan hasil perikanan.
sampai dengan 990 45’59,052” BT. Sebelah Utara berbatasan dengan Nagari Sasak
sebagai
Pranata sosial masyarakat tentang pentingnya
kelestarian
mangrove
bagi
masyarakat di Jorong Mandiangin, diawali dengan
diadakannya
kegiatan
yang
dilaksanakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera
Barat
bekerjasama
dengan Pusat Studi Pesisir dan Kelautan Universitas Bung Hatta yang meliputi kegiatan
rehabilitasi
mangrove
melaui
penanaman mangrove jenis R.apiculata sebanyak 10.000 batang pada tahun 2007, pelatihan mangrove
dan dan
konservasi silvofishery
ekosistem melalui
penanaman mangrove jenis R.apiculata sebanyak 3.500 batang dan pembesaran kepiting bakau (Scylla Serrata) pada tahun 2007
dan
pemulihan
program sumberdaya
rehabilitasi alam
dan
melalui
penanaman mangrove jenis R.apiculata sebanyak 10.000 batang pada tahun 2009. 7
Partisipasi Masyarakat di Jorong Mandiangin Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil Partisipasi
masyarakat
bertujuan
Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil terdiri dari perencanaan, pengelolaan, serta pengawasan dan pengendalian, adalah sebagai berikut: Identifikasi dan Penetapan Lokasi Kegiatan, Sosialisasi
Kegiatan,
Pendamping
Pembentukan dan
Kelompok,
Kegiatan
Pembibitan
Mangrove,
(pemberdayaan) setiap orang yang terlibat
Pemasangan
Papan
baik secara langsung maupun tidak langsung
Kegiatan,
dalam
pembangunan
Penanaman Bibit Mangrove, Pelaksanaan
dengan cara melibatkan pihak masyarakat
Pelatihan, Pemeliharaan, Perawatan dan
dalam pengambilan keputusan dan kegiatan
Penyisipan, serta Monitoring dan Evaluasi
– kegiatan selanjutnya untuk jangka waktu
Kegiatan.
untuk
meningkatkan
sebuah
kemampuan
program
Pada
yang lebih panjang. Partisipasi
Pembuatan
masyarakat
Jorong
tanggal
Pembuatan Petunjuk
Lokasi
Pondok
22
dan
Kerja,
Juli
2013
perwakilan masyarakat Nagari Katiagan dari
Mandiangin khususnya dan masyarakat
unsur
Nagari Katiagan umumnya sangat antusias
mengajukan Proposal Kegiatan Pengusulan
dalam tahapan rehabilitasi dan konservasi
Areal Kerja dan Potensi Kawasan Hutan
pengelolaan ekosistem mangrove, untuk
Nagari ke Pemerintah Daerah Kabupaten
melakukan
Pasaman
rehabilitasi
dan
konservasi
Pemerintahan
Barat.
Nagari
Pengusulan
dan
Adat
tersebut
tersebut pihak Kenagarian Katiagan dan
ditujukan untuk melindungi kawasan hutan
masyarakat Jorong Mandiangin melakukan
mangrove, serta untuk mendapatkan izin
pengusulan dalam sertivikasi Tanah Nelayan
pengelolaan hutan mangrove sebagai Areal
ke Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Kerja Hutan Nagari Katiagan sesuai dengan
Pasaman Barat.
skema
–
skema
Pengelolaan
dan
partisipasi
Pemanfaatan Kawasan oleh Masyarakat
masyarakat dalam pengelolaan ekosistem
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor
mangrove
Mandiangin
6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan
berdasarkan pengaturan Undang – Undang
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan
Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007
Serta Pemanfaatan Hutan dan Peraturan
Tahapan
di
kegiatan
Jorong
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah 8
Menteri Kehutanan No.49 tentang Hutan Desa.
Dari hasil wawancara dari pihak Kenagarian Katiagan, Penghulu Adat serta
Sebagai kawasan hutan yang berada
beberapa masyarakat, ditemukan beberapa
di tepi pantai, kawasan hutan yang diusulkan
permasalahan dalam pengelolaan ekosistem
sebagai areal kerja Hutan Nagari Katiagan
mangrove di Jorong Mandiangin khususnya
memiliki iklim yang basah sebagai bagian
dan di Kenagarian Katiagan pada umumnya,
dari kawasan hutan hujan tropis basah.
yaitu :
Usulan areal kerja ini merupakan salah satu
1) Permasalahan
dari sub Daerah Aliran Sungai (sub – DAS)
Ekonomi
Agam – Kuantan.
Diakibatkan
Sosial,
Budaya,
dan
karena
meningkatnya
Areal Kerja dan Potensi Kawasan
jumlah penduduk secara perlahan yang
Hutan Nagari Katiagan yang diusulkan
berdampak pada perubahan penggunaan
merupakan hilir aliran sungai yang berada di
lahan
pantai Jorong Mandiangin Nagari Katiagan
secara berkelebihan pada ekosistem
dengan luas lebih kurang 1500 Ha, yang
mangrove mengalami kerusakan.
terletak disepanjang Pantai Muaro Binguang
2) Permasalahan Sumberdaya Manusia
sampai
Pantai
Taluak/Batiang
dan
pemafaatan
sumberdaya
Jorong
Disebabkan oleh kualitas dan kuantitas
Mandiangin. Pengusulan Kawasan Hutan
sumberdaya manusia dalam pengelolaan
Nagari di Jorong Mandiangin menjadi areal
ekosistem mangrove yang masih sangat
kerja Hutan Nagari sebagai upaya agar
rendah
masyarakat Nagari Katiagan umumnya dan
masyarakat
kurang
memahami
masyarakat Jorong Mandiangin khususnya
pentingnya
pengelolaan
ekosistem
dapat mengelola kawasan tersebut secara
mangrove
berkelanjutan dan berkesinambungan serta
Mandiangin khususnya dan Kenagarian
menambah
Katiagan
pendapatan
masyarakat
sehingga
yang
pada
menyebabkan
ada
di
umumnya
Jorong
dalam
sekitarnya. Hal itu diperlukan izin prinsip
mendukung keberlanjutan perekonomian
yang mendapatkan kepastian hukum dalam
masyarakat setempat.
pengelolaan kawasan.
3) Permasalahan Kelembagaan Terjadinya
Permasalahan – permasalahan Yang Ditemukan Dalam Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove di Jorong Mandiangin.
kelembagaan ekosistem
permasalahan terhadap mangrove
dalam
pengelolaan di
tingkat 9
Kabupaten melibatkan dari berbagai
mangrove dan sanksi – sanksi terhadap
instansi – instansi Pemerintahan seperti
peraturan
Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas
diperlukan juga informasi – informasi
Kehutanan
yang
dan
Badan
Lingkungan
yang
berkaitan
ada.
Selain
dengan
itu,
pengelolaan
Hidup sehingga peran dari masing –
ekosistem mangrove yang berkelanjutan
masing instansi tersebut tidak jelas. Hal
dalam hal pemanfaatan sumberdaya
ini mengakibatkan kurangnya tanggung
ekosistem mangrove.
serta
Selain permasalahan – permasalahan
disebabkan belum adanya instansi yang
diatas, juga teridentifikasi faktor – faktor
benar – benar bertanggung jawab dalam
yang menjadi kelemahan (weakness) dalam
pengelolaan ekosistem mangrove.
pelaksanaan
jawab
dari
setiap
instansi,
4) Permasalahan Hukum dan Peraturan Peraturan – peraturan yang bekaitan
pengelolaan
ekosistem
mangrove di Jorong Mandiangin yaitu : 1) Identifikasi Strategi Faktor Internal.
dengan lingkungan pesisir khususnya
Terhadap
mangrove
dalam
seperti, (a) Strategi pendamping tentang
hubungannya dengan hukum kelautan,
peningkatan pengetahuan dan pelatihan
perlindungan lingkungan dan konservasi
belum
sumberdaya alam. Walaupun demikian,
sebagian
dalam
Keikutsertaan
telah
tersedia
pelaksanaan
pengelolaan
Partisipasi
intensif
Masyarakat,
dalam
besar
melibatkan
masyarakat; masyarakat
dalam
sumberdaya alam khususnya mangrove,
kegiatan
peraturan – peraturan yang telah ada
ekosistem mangrove
belum sepenuhnya dilaksanakan yang
walaupun sebagai besar
disebabkan oleh kurangnya sosialisasi
kehidupannya sangat tergantung dengan
dan informasi terhadap peraturan –
ekosistem
peraturan yang ada, sehingga masyarakat
pencaharian
memanfaatkan mangrove dengan tidak
nelayan dengan pendapatan yang tidak
terkendali dan ramah lingkungan yang
pasti,
pada akhirnya menyebabkan degradasi
pendapatan mereka relatif rendah.
mangrove. Untuk itu diperlukan upaya
partisipasi
(b)
pengelolaan belum
mangrove;
masyarakat
(c)
masyarakat
sehingga
merata,
Mata
umumnya
mengakibatkan
2) Identifikasi Strategi Faktor Eksternal .
yang intensif dalam sosialisasi peraturan
Terhadap
–
seperti, (a) Indikasi adanya pencemaran
peraturan
tentang
perlindungan
Partisipasi
Masyarakat,
10
perairan estuaria yang merupakan bagian
Keterlibatan
pemerintah
dari ekosistem mangrove, baik berasal
pengelolaan
dari limbah pabrik minyak kelapa sawit;
berkelanjutan di kawasan pesisir Kenagarian
(b) Pengembangan perkebunan kelapa
Katiagan umumnya dan Jorong Mandiangin
sawit di Kabupaten Pasaman Barat oleh
khususnya,
perusahaan maupun masyarakat sendiri
memberikan arahan pengelolaan kawasan
mendorong terjadinya konversi lahan
yang dijabarkan dalam bentuk penataan
dari
mangrove
ruang dengan pendekatan nilai strategis
menjadi lokasi perkebunan kelapa sawit;
kawasan serta melalui program – program
(c) Belum adanya Peraturan Daerah dan
pengelolaan
atau Peraturan Nagari yang berhubungan
diberikan
langsung dengan pengelolaan ekosistem
Kabupaten Pasaman Barat.
kawasan
mangrove
ekosistem
yang
sangat
diperlukan
ekosistem oleh
mangrove
mangrove
Pemerintah
yang
dalam
yang Daerah
dan
Dari hasil wawancara serta dari data
berkelanjutan sebagai pedoman bagi
– data yang diperoleh, terdapat beberapa
masyarakat dalam memanfaatkannya;
perencanaan dan pelaksanaan program yang
(d) Keberhasilan tingkat pengelolaan
dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi
ekosistem mangrove yang ada saat ini
Sumatera Barat serta Pemerintah Daerah
dalam jangka panjang masih belum
Kabupaten Pasaman Barat dalam upaya
terjamin, karena belum berpartisipasinya
mengatasi permasalahan – permasalahan
seluruh komponen masyarakat yang ada
dalam pengelolaan ekosistem mangrove di
di
dalam
Jorong Mandiangin melalui lembaga –
pengelolaan ekosistem mangrove sesuai
lembaga pemerintahan yang bertanggung
dengan peran dan fungsinya; (e) Belum
jawab
adanya
keterpaduan
mangrove, seperti Dinas Kelautan dan
instansi yang terkait dalam pengelolaan
Perikanan, Dinas Kehutanan dan Badan
ekosistem mangrove.
Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH),
Jorong
optimal
ekosistem
dalam
Mandiangin
kejelasan
dan
Upaya – upaya Yang Dilakukan Oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman Barat Dalam Mengatasi Permasalahan Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Jorong Mandiangin
dalam
pengelolaan
ekosistem
yaitu : a) Rehabilitasi Mangrove Pasaman Barat, pada tanggal 6 Oktober 2007; b) Pelatihan Konservasi Ekosistem Mangrove dan
Silvofisheries
Kecamatan
Kinali
Kabupaten Pasaman Barat, pada tahun 2007; 11
c) Percontohan Kegiatan Silvofishery Pesisir
Pasaman
Selatan dan Kabupaten Pasaman Barat, pada
Mandiangin.
tanggal 21 Oktober 2009; d) Program Rehabilitasi
dan
Sumberdaya
Alam
Pemulihan
Barat
khususnya
di
Jorong
Pada tanggal 9 Mei 2014 melalui
Cadangan
Dinas Kehutanan Kabupaten Pasaman Barat,
Melalui Penanaman
Surat Permohonan Pengusulan Areal Kerja
Mangrove di Kabupaten Pasaman Barat,
dan Potensi Kawasan Hutan Nagari tersebut
pada tanggal 10 November 2009; e)
kemudian
diajukan
kepada
Menteri
Rehabilitasi Penanaman Mangrove di Jorong
Kehutanan
Republik
Indonesia
dengan
Mandiangin
Kehutanan
Nomor Surat: 522 / 798 / DINHUT / 2014,
Kabupaten Pasaman Barat, pada tahun 2011;
dengan Perihal: Permohonan Penetapan
f) Penetapan Kelompok Penerima Bantuan
Areal Kerja Hutan Kemasyarakatan (HKm)
Desalinasi Air Laut, Long Tail/Ketinting
Dan Hutan Nagari di Kabupaten Pasaman
dan Tanaman Pelindung Pantai Dalam
Barat.
oleh
Dinas
Kegiatan Sarana dan Prasarana Pesisir dan
Pengusulan Penetapan Areal Kerja
Pulau – Pulau Kecil Kabupaten Pasaman
Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan
Barat, pada tanggal 16 Desember 2013; dan
Desa/Hutan Nagari tersebut bertujuan agar
g) Pelatihan Pemanfaatan Hutan Mangrove
kawasan ekosistem mangrove di Kabupaten
Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2014,
Pasaman Barat umumnya dan di Jorong
dengan dasar Surat dari Balai Pengelolaan
Mandiangin khususnya, dapat dijadikan
Hutan
Nomor:
Kawasan Konservasi Hutan Lindung yang
S.221/BPHM.II-3/2014, pada tanggal 4
berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan
September 2014.
Republik Indonesia Nomor: P.37/Menhut-
Mangrove
Wilayah
II
Selain program – program tersebut,
II/2007
Jo
P.18/Menhut-II/2009
Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman
Jo.P.13/Menhut-II/2010 Jo P.52/Menhut-
Barat
telah
II/2011 tentang HKm dan Peraturan Menteri
Permohonan
Kehutanan Republik Indonesia Nomor:
melalui
menindak Pengusulan
Dinas
Kehutanan
lanjuti
Surat
Areal
Kerja
dan
Potensi
P.49/Menhut-II/2008
Jo
P.14/Menhut-
Kawasan Hutan Nagari yang diajukan oleh
II/2010 Jo P.53/Menhut-II/2011 Tentang
masyarakat yang berada dan tinggal di
Hutan Desa.
sekitar
kawasan
hutan
di
Kabupaten
Kawasan konservasi hutan lindung yang dimaksud adalah suatu wilayah dengan 12
cirri khas tertentu yang ditunjuk atau
meningkatnya jumlah penduduk secara
ditetapkan
perlahan
oleh
Pemerintah
untuk
namun
berdampak
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan
perubahan
tetap,
pemafaatan
sumberdaya
sebagai perlindungan sistem penyangga
berkelebihan
yang
akhirnya
kehidupan
untuk
mengakibatkan
ekosistem
mangrove
mencegah
banjir,
yang
mempunyai
fungsi
mengatur
tata
pokok
air,
mengendalikan erosi,
penggunaan
pada
mengalami
lahan
kerusakan,
dan secara
sumberdaya
mencegah intrusi air laut dan memelihara
manusia dalam pengelolaan ekosistem
kesuburan
berfungsi
mangrove yang masih sangat rendah,
keanekaragaman
kurangnya tanggung jawab dari setiap
sebagai
tanah,
serta
pengawetan
juga
tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
instansi serta disebabkan belum adanya instansi yang benar – benar bertanggung
IV. Penutup
jawab dalam pengelolaan ekosistem
Simpulan
mangrove,
1) Partisipasi
masyarakat
dalam
pengelolaan ekosistem mangrove di Jorong Mandiangin yang berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil dipengaruhi oleh faktor – faktor internal dan eksternal masyarakat Jorong Mandiangin yang secara
garis
perencanaan,
besar
terdiri
pengelolaan,
dari serta
pengawasan dan pengendalian. 2) Permasalahan –
permasalahan yang
ditemukan dalam pengelolaan ekosistem mangrove
di
Jorong
Mandiangin
khususnya dan di Kenagarian Katiagan pada umumnya terjadi diakibatkan oleh
dan
pengelolaan
dalam
pelaksanaan
sumberdaya
alam
khususnya
mangrove
peraturan –
peraturan
yang
ada
telah
belum
sepenuhnya dilaksanakan. 3) Upaya – upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman Barat dalam mengatasi permasalahan pengelolaan ekosistem mangrove di Jorong
Mandiangin,
diadakannya
yaitu
kegiatan
dengan
rehabilitasi
mangrove Pasaman Barat, pelatihan konservasi ekosistem mangrove dan silvofisheries
Kecamatan
Kinali
Kabupaten Pasaman Barat, percontohan kegiatan silvofishery Pesisir Selatan dan Kabupaten Pasaman Barat, program rehabilitasi dan pemulihan cadangan 13
sumberdaya alam melalui penanaman
berkaitan dengan pengelolaan ekosistem
mangrove di Kabupaten Pasaman Barat,
mangrove.
rehabilitasi penanaman mangrove di
3) Keterlibatan
Pemerintah
Kabupaten
jorong mandiangin, penetapan kelompok
Pasaman Barat sangat diperlukan dalam
penerima bantuan desalinasi air laut,
pengelolaan ekosistem mangrove yang
long
berkelanjutan di kawasan pesisir dalam
tail/ketinting
dan
tanaman
pelindung pantai dalam kegiatan sarana
memberikan
dan prasarana pesisir dan pulau – pulau
kawasan yang dijabarkan dalam bentuk
kecil Kabupaten Pasaman Barat, serta
penataan ruang dengan pendekatan nilai
pelatihan pemanfaatan hutan mangrove
strategis kawasan serta melalui program
Kabupaten Pasaman Barat tahun 2014.
–
program
arahan
pengelolaan
pengelolaan
Saran
mangrove
1) Tahapan – tahapan kegiatan partisipasi
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
masyarakat
dalam
pengelolaan
ekosistem mangrove, secara garis besar harus
terdiri
pengelolaan,
dari
serta
perencanaan,
pengawasan
dan
pengendalian yang berdasarkan ruang lingkup pengaturan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil. 2) Untuk yang
mengantisipasi timbul
ekosistem
permasalahan
dalam
pengelolaan
mangrove
diperlukan
informasi, sosialisasi serta penyuluhan dari pemerintah maupun dari pihak – pihak terkait untuk pengelolaan dan pelestarian ekosistem mangrove serta meningkatkan kualitas peraturan yang
yang
ekosistem
diberikan
oleh
Ucapan Terima Kasih Dengan segala kerendahan hati dan bentuk penghormatan penulis kepada semua pihak yang dengan ikhlas membantu dengan mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, serta perhatian,
penulis
menyampaikan
penghargaan sebagai rasa terima kasih kepada : (1) Ibu Nurbeti, S.H., M.H. sebagai Dosen Pembimbing I; (2) Bapak Suamperi, S.H., M.H. sebagai Dosen Pembimbing II, sekaligus Ketua Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta; (3) Dr. Sanidjar Pebrihariati. R, S.H.,M.H. sebagai Dosen Penguji I; (4) Bapak Drs. Suparman Khan, M.Hum. sebagai Dosen Penguji II; (5) Bapak Boy Yendra Tamin, S.H., M.H. sebagai Dosen Penguji III; dan (6) Ayahanda Ir. Suardi Mahmud Lasibani, 14
M.Si., sekaligus selaku Sekretaris Pusat
Provinsi Sumatera Barat Di Kabupaten Pasaman Barat, Pusat Studi Pesisir dan Kelautan Universitas Bung Hatta, Padang, hlm 28-29.
Studi Pesisir dan Kelautan Universitas Bung Hatta,
Ibunda Andru Tri Budi Anjali,
adekku Nugraha Ramadhan, serta seluruh keluarga
besar
yang
selalu
senantiasa
mendo’akan, memberikan motivasi beserta
Eni Kamal., Leffy Hermalena., Rusjdi Tamin., dan Suardi ML, 2005, Mangrove
Sumatera Barat. Pusat Kajian Mangrove dan Kawasan Pesisir Universitas Bung Hatta, Padang, i – 69 Halaman.
dukungan kepada penulis dengan rasa cinta dan kasih sayangnya. Daftar Pustaka Buku – buku Boy Yendra Tamin dan Suardi. ML, 2007, Penegakan Hukum Di Wilayah Pesisir, Disampaikan Pada Pelatihan Rehabilitasi Mangrove Pasaman Barat di Jorong Mandiangin, Halaman 1 – 3. Dietriech G. Bengen, 2000, Pedoman Pengenalan Dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir Dan Lautan Institut Pertanian Bogor, Bogor, Halaman 2 – 5. __________________, 2004, Ekosistem Dan Sumberdaya Alam Pesisir Dan Laut Serta Prinsip Pengelolaanya, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir Dan Lautan Institut Pertanian Bogor, Bogor, Halaman 16 __________________, 2004, Menuju Pembangunan Pesisir dan Laut Berkelanjutan Berbasis Ekosistem, Pusat Pembelajaran dan Pengembangan Pesisir dan Laut, Bogor, Halaman 11 – 41. Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, 2011, Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove
Eni Kamal dan Syahbuddin, 2003, Kajian Fisika Kimia Kawasan Pelabuhan Muara Padang Menjadi Kawasan Wisata Marina, Jurnal Mangrove & Pesisir Vol. III No. 2/2003, Pusat Kajian Mangrove dan Kawasan Pesisir Universitas Bung Hatta, Padang, Halaman 1 – 13. Komite Nasional Pengelolaan Ekosistem Lahan Basah, 2004, Strategi Nasional Dan Rencana Aksi Pengelolaan Lahan Basah Indonesia, Jakarta, Halaman 43-46. Rokhmin Dahuri, Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan, Orasi Ilmiah, Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor, Halaman 30 – 172. Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, 277 Halaman. Suardi
M. Lasibani, 2004, Kumpulan Tulisan Tentang Kelautan dan Perikanan 2000 – 2004, Pusat Kajian Mangrove dan Kawasan Pesisir Universitas Bung Hatta, Padang. 15
Yus Rusila Noor., M. Khazali., dan I N.N. Suryadiputra, 2006, Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia, Bogor, Halaman 21. Peraturan Perundang – undangan Undang Undang Negara Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau – Pulau Kecil. Undang Undang Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Firmansyah, Partisipasi Masyarakat, sacafirmansyah.wordpress.com, diakses pukul 09:23 WIB. Kelompok Pengelola Hutan Nagari (Katiagan. I – Katiagan.II), Nama – nama Peserta Pelatihan Hutan Mangrove Nagari Katiagan Nomor: 01/KPHN. K – KTG/2014, Mandiangin 26 Mei 2014. Proposal Usulan Kegiatan Hutan Nagari, 2013, Nama Kegiatan: Hutan Nagari / Hutan Mangrove, Katiagan.
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau – Pulau Kecil. Keputusan Bupati Pasaman Barat Nomor: 188.45/1260/BUP – PASBAR/2013 Tentang Penetapan Kelompok Penerima Bantuan Desalinasi Air Laut, Long Tail/Ketinting Dan Tanaman Pelindung Pantai. Sumber Lain Bupati Pasaman Barat, Surat Permohonan Penetapan Areal Kerja Hutan Kemasyarakatan (HKm) Dan Hutan Nagari di Kabupaten Pasaman Barat Nomor: 522/798/DINHUT/2014, Simpang Ampek, tanggal 9 Mei 2014. Dinas Kehutanan Kabupaten Pasaman Barat, Surat Perintah Tugas Pelatihan Pemanfaatan Hutan Mangrove Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2014 Nomor: 522/320/SPT/DINHUT/2014, Simpang Ampek, tanggal 3 September 2014.
16