PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN PADA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DI KABUPATEN BANGGAI The Implementation of Building Permit Issuance in Integrated Permit Service Agency of Banggai Regency
Arpan Gulla, Abdul Razak dan Mas Bakar
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui pelaksanaan pemberian izin mendirikan bangunan pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu di Kabupaten Banggai dan faktor-faktor yang menghambat pemberian izin mendirikan bangunan pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai. Metode penelitian yang digunakan adalah sosiologis yuridis yang mengkaji kesesuaian antara pelayanan yang diberikan dan pelaksanaan program dalam bidang perizinan khususnya izin mendirikan bangunan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan pemberian izin mendirikan bangunan pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai belum berjalan optimal akibat belum adanya perangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur prosedur pelayanan perizinan. Belum adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur prosedur pelayanan perizinan, sumber daya manusia yang masih rendah, sarana dan prasarana kurang memadai, transparansi lembaga dalam mengelola perizinan, serta koordinasi kelembagaan yang tidak terbangun dengan baik. Kata Kunci : Perizinan, Mendirikan Bangunan
ABSTRACT The study aims to describe the implementation of granting a building permit at Integrated Permit Service Agency of Banggai Regency, and the factors which hinder the issuance of building permit at the agency. The method used in the study is a sociological study which examines judicial match between services provided and the implementation of licensing programmed in the field of building permit in particular. The study indicates that the implementation of the process of granting a building permit at the agency does not run optimally due to the lack of statutory regulations governing the procedures for permit services. The absence of legislation governing the procedure for licensing service, the unskilful human resources, insufficient facilities and infrastructure, institutional transparency in the management of permit issuance, and the inefficient coordination among related institutions, are the factors that hinder the implementation of permit granting. Key Words : Licensing, Building
LATAR BELAKANG Pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) sebagai institusi yang khusus bertugas memberikan pelayanan perizinan langsung kepada masyarakat, pada dasarnya dapat dikatakan sebagai terobosan baru atau inovasi manajemen pemerintahan di daerah khususnya di kota. Artinya, pembentukan organisasi ini hendaknya memberikan hasil berupa peningkatan produktivitas pelayanan umum. Pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) ini telah menghayati makna teori Reinventing Government. Oleh karena itu, inovasi pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) ini perlu dikembang1
kan lagi dengan penemuan-penemuan baru dalam praktek manajemen pemerintahan di daerah. Keberadaan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Banggai dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah, yang kemudian dijabarkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Banggai Nomor 18 Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, dan secara teknis pengaturannya melalui Peraturan Bupati Banggai Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Uraian Tugas Dan Fungsi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai, sebagai institusi yang memberikan pelayanan perizinan yang terdiri dari berbagai jenis perizinan yang ada di daerah. Dalam hal ini, kajian hanya difokuskan pada salah satu jenis perizinan yaitu Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Dalam hal ini prosedur Pelayanan terhadap izin mendirikan bangunan pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai ini penting untuk dilakukan, dikarenakan masyarakat sebagai customer service belum merasa puas baik dari segi waktu, biaya dan mutu pelayanan yang selama ini diberikan oleh BPPT Kabupaten Banggai. Dalam menjalankan pelayanan perizinan tentunya juga sangat dipengaruhi beberapa faktor, baik faktor pendukung maupun faktor penghambat. Faktor pendukung-nya yaitu kebijakan perizinan, tata ruang perkotaan dan perekonomian daerah, sedang-kan faktor penghambat yaitu peraturan perundang-undangan, kesadaran masyarakat, sarana dan prasarana, sumber daya manusia, ketersediaan dana serta kepastian proses perizinan.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai, dengan pertimbangan bahwa institusi ini mempunyai kewenangan dalam mengelola perizinan sebagai upaya mendukung peningkatan pendapatan asli daerah. Dalam penelitian ini data dan informasi yang dibutuhkan mudah diperoleh serta sangat relevan dengan pokok permasalahan yang menjadi objek penelitian. Jenis dan sumber data yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah sebagai berikut: a. Data Primer adalah data yang bersumber secara langsung dari respoden, yakni para pegawai Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai dan pemohon izin mendirikan bangunan. b. Data Sekuder adalah data-data atau dokumen-dokumen tertulis yang yang diperoleh dari instansi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan dipandang relevan dengan penelitian ini. Untuk memperoleh data yang sesuai dan akurat dalam penelitian ini, maka peneliti melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Penelitian Pustaka (Library Research) yaitu penelitian dengan menggunakan bahan kepustakaan yang ada hubungannya dengan judul penelitian. b. Penelitian Lapangan (Field Research) yaitu penelitian yang langsung terjun kelapangan guna memperoleh data yang dibutuhkan, yakni dengan cara: • Wawancara (Interview) yakni melakukan wawancara secara langsung dengan responden yaitu pegawai Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai dan pemohon IMB. • Observasi, yakni melakukan pengamatan langsung terhadap pelaksanaan prosedur pelayanan dan penerbitan izin mendirikan bangunan. • Dokumentasi yakni pengumpulan data-data atau dokumen-dokumen yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti. • Angket (Kuisioner), yakni menggunakan angket (dalam bentuk daftar pertanyaan) yang disebarkan pada responden yang diinginkan guna memperoleh data yang dibutuhkan. Adapun populasi adalah Seluruh pegawai Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai dan pemohon izin mendirikan bangunan. Sedangkan sampel yang ditetapkan menggunakan metode porpusive sampling yaitu pengumpulan data dengan cara acak terhadap responden yang diinginkan. Adapun sampel yang akan diteliti adalah sejumah 50 orang pejabat dan pegawai Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai yang berjumlah 40 orang dan pemohon izin mendirikan bangunan yang berjumlah 10 orang. 2
Data primer dan data sekunder dalam bentuk data kualitatif yang diperoleh dalam penelitian, diolah dengan cara mengidentifikasi berdasarkan permasalahan, untuk selanjutnya dianalisa secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dilingkup Pemerintah Kabupaten Banggai, yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Banggai Nomor 18 Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai pada tanggal 27 Desember 2007. Dalam hal melaksanakan tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan, menyangkut proses pelayanan perizinan dalam merealisasikan pertanggungjawaban pelaksana-an tugas pokok dan fungsinya dalam memberikan pencapaian target Pendapatan Asli Daerah (PAD). Visi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai adalah terwujudnya pelayanan prima terhadap pengurusan perizinan di Kabupaten Banggai. Pasal 5 Peraturan Daerah Kabupaten Banggai Nomor 18 Tahun 2007 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, menyatakan bahwa Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu mempunyai fungsi: a. Perumusan kebijakan teknis dibidang perizinan; b. Pelaksanaan pembiayaan, pemberian dan pembatalan perizinan; c. Penyelenggaraan pelayanan perizinan sesuai dengan kewenangannya; d. Pelaksanaan sistem informasi dan pengaduan perizinan; e. Pelaksanaan pengolahan data dan pengembangan; f. Pelaksanaan pemungutan retribusi sesuai dengan kewenangan yang diberikan; g. Pengelolaan administrasi umum meliputi ketatalak-sanaan keuangan, kepegawaian, perlengkapan dan perencanaan; h. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati; i. Pengelola Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPT). Adapun jenis izin yang telah diserahkan pengelolaannya pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai meliputi: 1. Retribusi Izin Gangguan 2. Retribusi Izin Usaha Periklanan 3. Izin Usaha Perfilman 4. Retribusi Izin Tata Rias Pengantin Salon Kecantikan dan Pemangkas Rambut 5. Retribusi Jasa Pelayanan Pos dan Telekomunikasi 6. Retribusi Izin Usaha Penggilingan Padi, Huller, Penyosohan, beras, dan penggunaan Alat Mesin Pertanian 7. Izin Usaha Rumah Makan 8. Izin Usaha Hotel 9. Izin Lokasi atau Tempat Bahan Galian Golongan C 10. Retribusi Izin Penimbunan / penyimpanan Bahan Minyak Gas dan Pelumas 11. Retribusi Izin Usaha Obat dan Alat Kesehatan 12. Retribusi Izin Usaha Pergudangan 13. Retribusi Izin Usaha Perdagangan 14. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
3
Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu di Kabupaten Banggai Dengan dibentuknya Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Banggai berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Banggai Nomor 18 Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, kemudian dijabarkan dalam Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Uraian Tugas dan Fungsi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai, sebagai model pelayanan perizinan terpadu satu pintu, dapat memberikan pelayanan perizinan secara maksimal kepada masyarakat. Pada tugas dan fungsi diatas Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Banggai mengeluar-kan izin secara keseluruhan. Untuk Izin Mendirikan Bangunan (IMB) diatur pada Peraturan Daerah Kabupaten Banggai Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2003 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Adapun tahapan atau prosedur pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Banggai adalah sebagai berikut: 1. Permohonan Pelayanan permohonan izin mendirikan bangunan kurang maksimal dan tidak maksimal lebih besar yang dilakukan oleh sebagian besar responden yang berasal dari pegawai Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai dan responden yang berasal dari pemohon. Permohonan yang diajukan kepada BPPT Kabupaten Banggai dengan sebelumnya pemohon mengambil persyaratan pada bidang sistem informasi dan pengaduan. Selain itu pemohon wajib mengisi surat permohonan izin mendirikan bangunan yang telah disediakan oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu yang ditujukan Kepada Bapak Bupati Banggai. Setelah berkas lengkap pemohon membawa kembali berkas tersebut ke Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai pada bidang informasi dan pengaduan. Pengajuan berkas pada bidang informasi dan pengaduan terkadang mengalami kendala karena pemohon belum memenuhi kelengkapan berkas-nya. Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi dari pihak BPPT berkaitan dengan syarat-syarat melengkapi berkas. Sehingga kebanyakan pemohon akan bolak-balik mengurus persyaratan perizinan izin mendirikan bangunan. Seharusnya Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai secara terusmenerus melakukan sosialisasi berkaitan dengan syarat-syarat izin mendirikan bangunan kepada masyarakat agar masyarakat jauh sebelumnya telah mempersiapkannya guna pengurusan izin mendirikan bangunan. Dalam hal ini dapat digambarkan bahwa Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai tidak melihat fenomena lambannya pelayanan permohonan dari segi administrasi yang berpengaruh pada tahapan pelayanan perizinan berikutnya. 2.
Penelitian Persyaratan Pada tahap ini permohonan yang telah diajukan secara benar dan memenuhi persyaratan tertentu, seperti halnya persyaratan administratif, biasanya kemudian akan diproses. Menurut ketentuan yang berlaku, penelitian persyaratan izin mendirikan bangunan selain dilakukan pengecekan adminis-trasi syarat-syarat dimaksud, juga dilakukan pengecekan ke lapangan untuk maksud dan keperluan tertentu, seperti memverifikasi syarat tertulis yang sudah diajukan oleh pemohon. Pada waktu pengecekan ke lapangan dilakukan, sedapat mungkin didapatkan informasi yang menyeluruh dan memadai mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinankemungkinan setelah izin mendirikan bangunan nanti diterbitkan dan dilakukan kegiatan sesuai dengan yang diizinkan. Mengingat pengecekan lapangan yang begitu penting, sedapat mungkin pemohon izin secara proaktif menyediakan diri untuk hadir atau ada di tempat dalam pemeriksaan lapangan sehingga apabila diperlukan untuk menjelaskan berbagai hal berkaitan dengan permohonan dan data yang diajukan, tidak ada kesulitan apa-apa. Disamping pengecekan lapangan, bisa juga masih dilakukan konfirmasi data ketika izin itu dibuat.
4
3.
Pengambilan Keputusan Keputusan adalah pernyataan kehendak sepihak (enjizdige schriftelijke wils-verklaring) organ pemerintah-an (bestuursorgaan) berdasarkan kewenangan hukum publik (publiekbevoegdheid) yang dituju-kan untuk peristiwa kongkret dan individual dengan maksud untuk menimbulkan akibat hukum. Ditinjau dari segi sasarannya, keputusan itu ada dua kemungkinan;ditujukan ke dalam (naar binnen gericht), yaitu keputusan berlaku ke dalam lingkungan administrasi sendiri, dan ditujukan ke luar (naar buiten gericht) yang berlaku bagi warga negara atau badan hukum perdata. Atas dasar pembagian itu lalu dikenal dua jenis keputusan, yaitu keputusan intern (interne beschikking) dan keputusan ekstern (externe beschikking). Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa izin merupakan keputusan yang lahir dari adanya permohonan, sebelum izin keluar tentu ada dua kemungkinan keputusan terhadap permohonan itu. Kemungkinan pertama adalah permohonan itu dikabulkan yang berarti izin diterbitkan dan kemungkinan kedua permohonan itu tidak dikabulkan yang berarti izin tidak diterbitkan. Untuk izin mendirikan bangunan, pejabat yang berhak menerbitkan Keputusan tentang Izin Mendirikan Bangunan adalah Bupati Banggai dengan didasarkan pada rekomendasi dari Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai. Seharusnya keputusan perizinan menjadi kewenangan Kepala Badan Pelayanan Terpadu Kabupaten Banggai sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007, kemudian dijabarkan dalam Peraturan Daerah Nomor Tahun 2007 Tentang Organisasi Dan Kata Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, dan secara teknis diuraikan dalam melalui Peraturan Bupati Banggai Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Uraian Tugas dan Fungsi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai, yang telah memberikan kewenangan pengelolaan perizinan sebanyak 15 jenis-jenis izin. Namun dari ke 15 jenis-jenis izin tersebut sebanyak 3 jenis izin yang tidak diserahkan kewenangan peng-ambilan keputusannya kepada Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai, tetapi kewenangannya masih dipegang oleh Bupati Banggai. Ketiga jenis izin tersebut adalah Izin Galian C, Izin SPBU dan Izin Mendirikan Bangunan. 4.
Pengawasan Pengawasan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pengawasan yang dilakukan oleh pengawas administrasi dalam rangka penerapan norma-norma hukum administrasi terhadap warga negara. Dengan kata lain, pengawasan yang dimaksudkan ini adalah dalam arti khusus, yakni pengawasan oleh aparat administrasi terhadap warga negara. Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai sebagai lembaga pelayanan perizinan terpadu satu pintu seharusnya memiliki unit pengawasan yang bertugas mengawasi pelanggaran yang dilakukan oleh pemegang izin khususnya izin mendirikan bangunan. Selain itu juga memberikan informasi atau petunjuk kepada pemegang izin untuk menjalankan semua peraturan yang telah diatur dalam perizinan sehingga tidak terjadi pelanggaran terhadap izin mendirikan bangunan tersebut. Banyaknya kasus penyalaggunaan izin mendirikan bangunan yang diberikan yang tidak sesuai dengan peruntukannya yang terjadi di wilayah Kabupaten Banggai disebabkan kurangnya pengawasan yang dilakukan sehingga pemegang izin mendirikan bangunan dapat melakukan penyalahgunaan izin tersebut tanpa sepengetahuan pihak BPPT. Pelanggaran atau penyalahgunaan dimaksud adalah antara lain izin mendirikan bangunan dalam ketentuan dua (2) lantai, tetapi pemegang izin tersebut membangun empat (4) lantai. Izin yang berdasarkan ketentuan untuk pembangunan bangunan rumah , tetapi dijadikan gudang. Pada umumnya setelah terjadi penyalahgunaan izin yang diberikan, kemudian baru BPPT Kabupaten Banggai mengetahui dan melakukan teguran terhadap pihak pemegang izin mendirikan bangunan yang melanggar tersebut. Tetapi nampaknya fungsi pengawasan BPPT tersebut tidak berjalan dengan baik karena, dilakukan secara represif bukan secara preventif. Padahal diketahui bahwa fungsi pengawasan dibagi dalam dua hal yaitu fungsi pengawasan preventif dan fungsi pengawasan represif. Fungsi pengawasan preventif yaitu fungsi 5
yang dilakukan oeh administrasi negara (dalam hal ini BPPT Kabupaten Banggai) sebelum terjadinya pelanggaran atau penyalahgunaan dari pelaksanaan izin mendirikan bangunan, sedangkan fungsi pengawasan represif adalah fungsi pengawasan yang dijalankan oleh administrasi negara yang dilakukan setelah terjadinya pelanggaran atau penyalahgunaan izin mendirikan bangunan yang diberikan. 5.
Sanksi Sanksi itu merupakan sarana agar ada kepatuhan warga negara terhadap norma-norma hukum. Menurut Kelsen (dalam Ridwan, 2009 : 110): “sanksi diberikan oleh tata hukum dengan maksud untuk menimbulkan perbuatan tertentu yang dianggap dikendaki oleh pembuat undang-undang. Sanksi dibuat sebagai konsekuensi dari perbuatan yang dianggap merugikan masyarakat dan menurut maksud-maksud dari tata hukum harus dihindarkan. Karena sasaran dan tujuan sanksi itu kepatuhan, maka sanksi itu sebenarnya tidak selalu berupa hukuman (punishment) tetapi dapat pula berupa ganjaran (reward)”. Secara teoritik, bahwa sanksi itu dapat berupa hukuman atau ganjaran sebagaimana dikemukan oleh Kelsen. Sementara John Austin mengartikan bahwa: ”sanksi itu semata-mata sebagai suatu bentuk membebankan penderitaan atau hukuman (punishment)”. Meskipun pandangan Kelsen itu sejalan dengan tujuan penerapan sanksi yakni kepatutan terhadap norma hukum, dan karenanya dapat berupa punishment atau reward, namun dalam kenyataannya sanksi itu hampir selalu dipahami sebagai suatu bentuk hukuman. Pandangan John Austin lebih dominan. Aspek administrasi juga bersifat sanctioning yang dikaitkan dengan sistem perizinan. Setiap izin mengandung kewajiban dan beban yang mesti dilaksanakan oleh penerima izin, jika penerima izin tidak melaksanakan kewajiban atau beban yang terdapat dalam izin tersebut, maka penerima izinnya dapat dikenai sanksi administrasi. Dalam praktiknya, bahwa penerapan sanksi administratif harus dilakukan oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai dalam rangka penertiban dari pelanggaranpelanggaran izin yang dilakukan oleh pemegang izin. Tetapi kenyataannya, tidak satupun pelanggaran izin yang diberikan sanksi tegas walaupun telah terjadi pelanggaran misalnya bangunan yang dibangun tidak sesuai dengan izin mendirikan bangunan yang diberikan atau tidak sesuai dengan peruntukannya. Ketidaktegasan BBPT Kabupaten Banggai dalam memberikan sanksi tegas pada pemegang izin yang melanggar, akan memberikan peluang pada pemegang izin untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang negatif. Faktor-Faktor Yang Mendukung dan Menghambat Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa perlu dilakukan pelayanan yang optimal dalam melakukan pelayanan perizinan dimana kualitas merupakan urgensi dari pelayanan itu sendiri. Dalam hal ini banyak faktor (mendukung/menghambat) yang mempengaruhi (indikator faktor). Adapun indikator faktor yang akan diukur adalah berkaitan dengan adanya komitmen pemerintah daerah, tata ruang wilayah dan potensi perekonomian daerah, serta sistem atau kelembagaan perizinan, kultur masyarakat, sarana dan prasarana, sumber daya manusia, ketersediaan dana yang dapat diuraikan sebagai berikut: a. Faktor Pendukung Adapun Faktor yang merupakan faktor pendukung dalam penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah sebagai berikut: 1. Kebijakan Perizinan Salah satu tugas pemerintah adalah terselenggara-nya pelayanan publik yang baik. Secara sederhana menurut Juniarso Ridwan (2009 : 199), pelayanan publik meliputi tiga aspek: a. Aministrasi; b. Pengadaan infrastruktur; c. Pemenuhan kebutuhan dasar. 6
Perizinan adalah suatu manifestasi yang meliputi aspek-aspek tersebut, dan dengan demikian perizinan merupakan wujud pelayanan publik yang sangat menonjol. Berdasarkan kondisi tersebut, maka pemerintah membuat suatu kebijakan mengenai model perizinan melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelengga-raan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Adapun yang menjadi tujuan kebijakan tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik serta dapat memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan publik, dan hal yang paling penting dalam kebijakan ini adalah terwujudnya pelayanan publik yang cepat, murah, mudah, transparan, pasti dan terjangkau. Kebijakan terhadap model pelayanan terpadu satu pintu merupakan sebuah revisi terhadap kebijakan pemerintah sebelumnya yaitu tentang pelayanan terpadu satu atap yang diterapkan sejak tahun 1997 melalui Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 503/125/PUOD tanggal 16 Januari 1997 Tentang Pembentukan Pelayanan Terpadu Satu Atap dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 1998 Tentang Pelayanan Terpadu Satu Atap. Revisi ini didasarkan pada kenyataan dilapangan bahwa implementasi penyelenggaraan pelayanan terpadu satu atap di daerah banyak mengalami kendala terkait dengan mekanisme perizinan yang masih rumit dan kendala koordinasi lintas Satuan Kerja Perangkat Kerja Daerah (SKPD) yang sulit, sehingga tidak berjalan dan berfungsi secara optimal. Dapat dikatakan bahwa konsep pelayanan perizinan terpadu satu pintu merupakan salah satu kegiatan penyelenggaraan perizinan, dimana proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampat pada tahap penerbitan dokumen izin dilakukan secara terpadu dalam satu tempat, dengan menganut prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Kesederhanaan b. Transparansi c. Akuntabilitas d. Menjamin kepastian biaya, waktu, serta adanya kejelasan prosedur. 2. Tata Ruang Perkotaan Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik sebagai wadah meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia yang perlu di syukuri, dilindungi dan dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta makna yang terkandung dalam falsafah dan dasar negara yaitu Pancasila. Untuk mewujudkan amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang menyatakan bahwa negara menyelenggarakan penataan ruang, yang pelaksanaan wewenangnya diakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan tetap menghormati hak yang dimiliki oleh setiap orang. Penataan ruang dengan pendekatan nilai strategis kawasan dimaksudkan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi dan/atau mengkoordi-nasikan keterpaduan pembangunan strategis kawasan yang bersangkutan demi terwujudnya pemanfaatan yang berhasil guna, berdaya guna, dan berkelanjutan. Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan antara satu dengan yang lain dan dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang sehingga diharapkan: 1. Dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan. 2. Tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang. 3. Tidak menyebabkan terjadi penurunan kualitas ruang. Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan rinci tata ruang tersebut dimaksudkan sebagai operasio-nalisasi rencana umum tata ruang dan sebagai dasar penetapan peraturan zonasi, yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan 7
ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Rencana rinci tata ruang kabupaten/kota dan peraturan zonasi yang melengkapi rencana rinci tersebut menjadi salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerah. Bentuk insentif tersebut antara ain dapat berupa keringanan pajak pembangunan sarana dan prasarana (infrastruktur), pemberian konpensasi, kemudahan prosedur perizinan, dan pemberian penghargaan. Berbicara tentang bentuk insentif yang berkaitan dengan prosedur perizinan khususnya izin mendirikan bangunan, seharusnya prosedur perizinan oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu diberikan kemudahan-kemudahan untuk memperoleh izin mendirikan bangunan sehingga dapat mendukung terlaksananya tata ruang perkotaan sesuai dengan rencana umum tata ruang. Dengan adanya izin mendirikan bangunan rencana pembangunan perkotaan dapat dikendalikan dan teratur. 3. Perekonomian Daerah Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dikedepankan adalah pembang-unan daerah. Keberhasilan suatu daerah dalam penyelenggaraan pembangunan seiring dengan peningkatan perekonomian daerah yang berdampak pada kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Peningkatan perekono-mian daerah akan sangat berpengaruhi terhadap adanya kebijakan pemerintah daerah melalui Rencana Anggaran Pendapatan Asli Daerah (RAPBD) guna mendukung terselenggaranya pemerintahan daerah secara optimal. Sumber dari APBD adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Selain pajak daerah, retribusi daerah merupakan kebijakan pemerintah daerah melalui peraturan daerah yang mampu memberi surplus bagi perekonomian daerah. Pemungutan retribusi daerah antara lain adalah melalui pelayanan perizinan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah melalui Badan Pelayanan Perizinan Terpadu. Sesuai dengan pelimpahan kewenangan jenis perizinan oleh pemerintah daerah yang diberikan kepada BPPT Kabupaten Banggai antara lain adalah mengelola izin mendirikan bangunan. Izin mendirikan bangunan apabila dikelola dengan baik dapat menghasilkan pendapatan daerah yang sangat besar dan merupakan sumber pendapatan asli daerah yang secara nyata dapat mendukung peningkatan perekonomian dan pembangunan daerah. b.
Faktor Penghambat 1. Peraturan Perundang-undangan Sebagai salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah, maka BPPT Kabupaten Banggai dalam menjalankan tugasnya tentunya harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan seperti undang-undang, Peraturan Pemerin-tah, peraturan daerah, peraturan bupati serta peraturan lain yang terkait dengan kewenangan BPPT. Dari hasil penelitian diketemukan bahwa prosedur pelayanan perizinan BPPT kabupaten Banggai belum ada peraturan daerah yang mengaturnya, sehingga terkesan prosedur tersebut diciptakan sesuai dengan keinginan dari pemerintah daerah. Padahal prosedur pelayanan perizinan tersebut segera dibuat untuk memberikan kepastian terhadap kewenangan BPPT Kabupaten Banggai. 2. Kesadaran Masyarakat Pemerintah membuka kesempatan partisipasi warga dan warga secara aktif memberikan masukan, keberatan,pendapat,dan sebagainya. Dengan demikian, dalam partisipasi aktif ini pihak pemerintah secara aktif membukakan akses bagi publik untuk mengambil bagian dalam proses pengambilan keputusan izin yang dimaksud. Partisipasi seperti ini mempunyai maksud tertentu, yakni untuk memperkecil kemungkinan benturan kepentingan antara masyarakat dan orang yang mengajukan permohonan izin. 8
Apabila masyarakat dilibatkan dalam pengambilan keputusan, pihak masyarakat sebenarnya secara langsung atau tidak langsung juga terlibat dalam pengambilan keputusan, sekalipun mengenai hal ini bukan berarti menafikan kewajiban-kewajiban pemegang izin setelah izin keluar. Sekaligus peran serta tersebut menjadi bagian dari proses demokrasi yang didalamnya asas keterbukaan menjadi salah satu pilarnya. Peran serta sebenarnya tidak hanya berasal dari warga masyarakat sekitar kegiatan sebagaimana dicontohkan untuk izin gangguan maupun IMB, melainkan juga masyarakat luas yang mempunyai kepentingan dan perhatian terhadap masalah tersebut juga dapat dilibatkan. 3. Sarana dan Prasarana Untuk menunjang kelancaran suatu kegiatan maka Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) harus memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Dengan sarana dan prasarana yang memadai yang dimiliki maka akan dapat menajmin kelancaran kegiatan operasional serta memberi peran yang besar dalam memperlancar kinerja pegawai. Sarana dan prasarana mencakup kelengkapan alat meliputi peralatan (komputer), peralatan kantor, alat transportasi, gedung perkantoran yang mendukung kegiatan operasional. Dibeberapa SKPD yang baru, sarana dan prasarananya belum memadai terutama yang menyangkut jumlah peralatan komputer yang masih minim. Dalam menunjang kelancaran suatu program kegiatan pelayanan perizinan , maka Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai sebagai salah satu SKPD di Kabupaten Banggai harus memiliki sarana dan prasarana yang memadai guna menjamin operasional kegiatan pelayanan perizinan serta memperlancar kegiatan pegawai. Dalam penelitian menunjukan bahwa keadaan sarana dan prasarana yang kurang memadai tersebut karena BPPT Kabupaten Banggai belum lama terbentuk dan semua kebutuhan sarana dan prasarana belum memadai khususnya komputer dan alat transportasi sebagai kendaraan operasional seperti kendaraan roda dua dan roda empat. 4. Sumber Daya Manusia Dalam setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah harus memiliki tenaga profesional dibidang perizinan. Tenaga profesional dimaksud adalah berkaitan dengan kemampuan mengelolah administrasi dan kemampuan teknis lapangan sesuai dengan disiplin keilmuan yang dimilikinya. Kemampuan profesionalitas tersebut tentunya sangat berkaitan dengan pendidikan dari pegawai pada SKPD tersebut. Pendidikan merupakan proses perubahan perilaku dan pengembangan mental untuk memajuk kegiatan atau meningkatkan, efektivitas, se-hingga dalam menjalankan tugas dapat dijalankan secara efektif. Indikator pendidikan sangatlah berpengaruh dalam menilai keberhasilan suatu lembaga atau istitusi. Khusus untuk BPPT Kabupaten Banggai sumber daya manusia merupakan indikator yang sangat penting guna menunjang kegiatan pelayanan perizinan di wilayah Kabupaten Banggai. 5.
Ketersediaan Dana Kegiatan operasional sebuah institusi atau badan sangat tergantung pada ketersediaan dana yang mendukung terlaksananya suatu program atau kegiatan. Tanpa ketersediaan dana maka semua program atau kegiatan akan mengalami hambatan karena semua bidang kegiatan membutuhkan dana operasional yang cukup. Bahwa rencana anggaran operasional pada awalnya diusulkan oleh pihak BPPT Kabupaten Banggai kepada pemerintah daerah kemudian dimasukan dalam APBD. Namun kenyataannya bahwa rencana anggaran yang diusulkan dipangkas atau dikurangi oleh pemerintah daerah, sehingga ketersedian dana sangatlah kurang. 6. Kepastian Proses Perizinan BPPT kabupaten Banggai belum diberikan kewenangan penuh untuk mengelola perizinan khususnya izin mendirikan bangunan yang masih harus diajukan pada Dinas Cipta Karya Dan Tata Ruang, Bagian Hukum Sekretariat sampai pada terbitnya keputusan izin oleh Bupati. 9
Dengan demikian jelas birokrasi yang dilalui sangatlah panjang dan berbelit-belit. Seharusnya BPPT sebagai badan pelayanan perizinan terpadu satu pintu (bukan satu atap), semua jenis perizinan sudah menjadi kewenangan penuh tanpa harus diajukan lagi kepada SKPD terkait lainnya. KESIMPULAN Berdasarkan uraian yang dikemukan sebelumnya, maka penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Prosedur pemberian izin mendirikan bangunan belum dilaksanakan dengan baik oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banggai. Hal ini didasari dengan belum adanya peraturan yang mengatur tentang tata cara pelayanan perizinan, sehingga pelayanan perizinan tidak berjalan secara maksimal atau birokrasi pelayanan perizinan terlalu berbelit-belit, menggunakan waktu yang lama dan biaya yang banyak. Selain itu Badan Pelayanan Perizinan Terpadu tidak memiliki kewenangan yang penuh dalam mengelola perizinan yang sudah diserahkan ke lembaga tersebut, karena khusus untuk Izin Mendirikan Bangunan masih menjadi kewenangan Bupati. 2. Faktor-faktor yang menpengaruhi pelaksanaan pemberian izin mendirikan bangunan yaitu faktor pendukung adalah kebijakan perizinan yang harus diperbaharui, penataan ruang perkotaan untuk mendukun program kota modern, dan meningkatkan pendapatan daerah guna peningkatan pembangunan ekonomi daerah. Sedangkan faktor penghambat adalah sistem kelembagaan yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku, kesadaran masyarakat yang masih rendah, sarana dan prasarana BPPT Kabupaten Banggai yang kurang memadai, ketersedian dana yang tidak mencukupi, dan pelayanan yang kurang maksimal DAFTAR PUSTAKA Faisal Abdullah, Jalan Terjal Good Governance Prinsip Konsep dan Tantangan Dalam Negara Hukum, Pukap-Indonesia, Makassar, 2009. Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa, Bandung, 2009. Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara Di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 2007 Ridwan, Tiga Dimensi Hukum Administrasi dan Peradilan Administrasi, FH-UII Press, Yogyakarta, 2009 Sadjijono, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi, LaksBang Pressindo, Yagyakarta, 2008 Tim Penyusun dan Pengembangan Bahasa Indonesia, 2001, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta. Y. Sri Pudyatmoko, Perizinan Problem dan Upaya Pembenahan, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2009 Zulkipli Aspan, 2008, Sanksi Pidana Bagi Pejabat Pemberi Izin Daam Penataan Ruang, Jurnal Ilmu Hukum ammanna gappa Vol. 16 Nomor 2 Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar.
10